BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan memberikan manfaat sosial dan ekonomi, namun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan memberikan manfaat sosial dan ekonomi, namun"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam utama berupa vegetasi/hutan, tanah dan air mempunyai peranan penting untuk kelangsungan pembangunan dan penghidupan masyarakat pada umumnya. Pembangunan merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima sebagai suatu bentuk pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Keberhasilan pembangunan memberikan manfaat sosial dan ekonomi, namun kondisi ini juga seringkali berdampak sebaliknya terhadap sumberdaya alam dan lingkungan termasuk lingkungan daerah aliran sungai (DAS). DAS Unda merupakan salah satu DAS yang besar dan memiliki fungsi strategis baik secara ekologis maupun ekonomi di Pulau Bali. Wilayah DAS Unda terbentang melintasi 3 kabupaten di Provinsi Bali dari Kabupaten Bangli, Karangasem hingga Klungkung sebagai hilirnya. Air sungai dari DAS Unda merupakan sumber air minum, sumber air bagi irigasi pertanian dan perikanan yang digunakan kabupaten-kabupaten di Bali bagian timur. Pesatnya pembangunan di Pulau Bali, berdampak terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di wilayah Bali, termasuk wilayah DAS Unda. Berbagai tekanan terhadap sumberdaya alam DAS tidak hanya terjadi di hilir tetapi juga di hulu DAS Unda. Di hulu DAS, tekanan tidak hanya terjadi di luar kawasan hutan tetapi juga di dalam kawasan hutan lindung. Kawasan hutan yang berada di bagian hulu DAS Unda merupakan kawasan hutan lindung. Saat ini, pada sebagian kawasan tersebut dirambah masyarakat

2 2 untuk hijauan tanaman pakan ternak terutama yang berbatasan langsung dengan lahan milik masyarakat. Di luar kawasan hutan, penambangan batu dan pasir marak dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat. Pengolahan lahan pada lahan berbukit dengan kemiringan yang terjal untuk lahan budidaya tanaman semusim dengan minimnya penerapan teknologi pengolahan lahan. Asdak (2010) menyatakan bahwa lahan yang diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Sub DAS Telagawaja merupakan salah satu DAS yang berada di bagian hulu DAS Unda. Sebagai hulu DAS, Sub DAS Telagawaja berfungsi sebagai daerah konservasi, daerah tangkapan hujan dan daerah yang dikelola untuk mempertahankan lingkungan DAS Unda agar tidak terdegradasi. Tujuan pengelolaan Sub DAS Telagawaja adalah tetap terjaga dan terkendalinya erosi tanah, hasil air yang optimal, serta produktivitas dan daya dukung lahannya. Perubahan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Telagawaja dapat mengancam keberadaan fungsi hidrologis dari DAS Unda. Guna kesinambungan fungsi tersebut, diperlukan sistem pengelolaan yang terpadu dan sinerjik, hingga kesalahan penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja dapat dihindari. Untuk menghindarkan kesalahan dalam pengelolaan lahan pada wilayah Sub DAS Telagawaja perlu dibuat perencanaan arahan penggunaan lahannya. Untuk tujuan tersebut diperlukan data dan informasi kondisi karakteristik Sub DAS Telagawaja dimana salah satunya adalah dari aspek lahan. Penelitian berupa Arahan Penggunaan Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Telagawaja ini dilakukan pengkajian terhadap kondisi karakteristik lahan, erosi dan tingkat

3 3 bahaya erosi yang terjadi, arahan klasifikasi fungsi kawasan serta alternatif tindakan konservasi tanah yang baik sebagai bentuk arahan penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian tersebut di atas serta memperhatikan fungsi Sub DAS Telagawaja, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi karakteristik lahan pada Sub DAS Telagawaja? 2. Bagaimanakah tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Telagawaja? 3. Bagaimanakah bentuk arahan klasifikasi fungsi kawasan pada Sub DAS Telagawaja? 4. Bagaimanakah alternatif tindakan konservasi tanah yang baik sebagai bentuk arahan penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh bentuk arahan penggunaan lahan di Sub DAS Telagawaja secara berkelanjutan. Sementara tujuan khusus yang ingin diperoleh adalah: 1. Mengidentifikasi kondisi karakteristik lahan Sub DAS Telagawaja. 2. Menentukan tingkat bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Telagawaja. 3. Menentukan arahan klasifikasi fungsi kawasan di Sub DAS Telagawaja. 4. Merencanakan alternatif tindakan konservasi tanah yang baik sebagai bentuk arahan penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja.

4 4 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan : 1. Teridentifikasinya kondisi karakteristik lahan pada Sub DAS Telagawaja 2. Diperolehnya data dan sebaran tingkat bahaya erosi di wilayah Sub DAS Telagawaja sehingga memudahkan dalam perencanaan arahan penggunaan lahan di Sub DAS Telagawaja. 3. Diperolehnya data dan sebaran arahan klasifikasi fungsi kawasan, sehingga dapat memberikan informasi mengenai peruntukan fungsi kawasan pada Sub DAS Telagawaja, 4. Diperolehnya arahan atau alternatif penggunaan lahan dengan menerapkan tindakan konservasi tanah yang tepat sehingga mampu mengendalikan erosi pada tingkat erosi yang diperkenankan. Dengan diperolehnya data dan informasi tersebut, memberikan pengaruh positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya khususnya bidang rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah sehingga dapat dipergunakan untuk merencanakan kebijakan dan strategi pengelolaan lahan DAS, khususnya Sub DAS Telagawaja.

5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) memiliki 3 komponen utama yang menjadi ciri khas atau penciri utamanya, yaitu: (1) suatu wilayah yang dibatasi oleh puncak gunung/bukit dan punggung/igir-igirnya; (2) hujan yang jatuh di atasnya diterima, disimpan, dan dialirkan oleh sistem sungai; dan (3) sistem sungai itu keluar melalui satu outlet tunggal. Selanjutnya beberapa ahli DAS membuat suatu kesimpulan bahwa DAS merupakan: (1) suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi; (2) suatu wilayah kesatuan hidrologi; dan (3) suatu wilayah kesatuan ekosistem (Kementerian Kehutanan, 2013). Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Peraturan Pemerintah Nomor 37, 2012). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis di dalam Sub-sub DAS (Kementerian Kehutanan, 2013). Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta

6 6 meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2009b) Asdak (2010) menyatakan bahwa secara konseptual, pengelolaan DAS dipandang sebagai suatu sistem perencanaan terhadap: (1) aktivitas pengelolaan sumberdaya termasuk tata guna lahan, praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya setempat dan praktek pengelolaan sumberdaya di luar daerah kegiatan program atau proyek; (2) alat implementasi untuk menempatkan usahausaha pengelolaan DAS se-efektif mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perseorangan; dan (3) pengaturan organisasi dan kelembagaan di wilayah proyek dilaksanakan. Effendi (2007) menyatakan bahwa dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat

7 7 bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Keterpaduan biofisik tersebut menyebabkan DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh yang terdiri dari sumber-sumber air, badan air, sungai, danau, dan waduk yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahpisahkan (Departemen Kehutanan, 2001). 2.2 Erosi Tanah Arsyad (2010) menyatakan bahwa kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinitas), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan, (3) penjenuhan tanah oleh air (water logging), dan (4) erosi. Erosi yang terjadi dalam keadaan alami (yaitu ketika permukaan tanah dan penutup vegetasi asli belum terganggu oleh kegiatan manusia) disebut erosi alami atau erosi geologi. Sebaliknya, bila lahan hutan ditebang atau padang rumput dirusak, proses erosi dipercepat, dan kita mendapatkan erosi tanah. Bilamana erosi dipercepat sebagai akibat kegiatan manusia sehingga menghilangkan seluruh atau sebagian tanah atas, proses tersebut disebut erosi tanah (Foth, 1994). Erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari masa tanah dan tahap pengankutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk

8 8 mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (Suripin, 2002). Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang dinamai sedimen, akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat; di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya. Dengan demikian, maka kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat, yaitu (1) pada tanah tempat erosi terjadi, dan (2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Dampak Erosi Tanah Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Erosi Dampak di Luar Tempat Kejadian Erosi - Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang relatif kaya unsur hara dan bahan organik, dan memiliki sifat-sifat fisik yang baik bagi tempat akar tanaman berjangkar - Meningkatnya penggunaan energi untuk berproduksi - Kemrosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat digunakan untuk berproduksi - Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya - Pemiskinan petani penggarap dan/atau pemilik tanah - Tidak Langsung - Berkurangnya altermatif penggunaan lahan - Timbulnya dorongan atau tekanan untuk membuka lahan baru dengan membabat hutan - Timbulnya keperluan penyediaan dana untuk perbaikan bangunan konservasi yang rusak Sumber: Arsyad, Pelumpuran atau sedimentasi dan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, muara sungai, pelabuhan dan badan air lainnya. - Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan rumah atau bangunan lainnya - Mnghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air - Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, terumbu karang dan sebaginya) - Kehilangan nyawa oleh banjir di musim hujan dan meningkatnya ancaman kekeringan pada musim kemarau - Kerugian sebagai akibat memendeknya umur guna waduk dan saluran irigasi dan tidak berfungsinya badan air lainnya

9 9 Erosi sangat merugikan produktivitas lahan karena dalam waktu relatif singkat, tanah lapisan atas yang subur hilang. Sebagai contoh, tanah Latosol (Inceptisol) pada kemiringan lahan 14% di Citayam, Bogor, yang ditanami tanaman semusim tanpa tindakan konservasi tanah, mengalami kehilangan tanah setebal 2,50 cm tahun -1 dan penurunan produktivitas lahan setelah dua tahun. Jika tanah yang hilang setebal 10 cm, maka produksi dapat menurun lebih dari 50% meskipun dilakukan pemupukan lengkap (Suwardjo, 1981). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas tanah karena erosi, antara lain: adanya penurunan kandungan bahan organik tanah dan adanya penurunan kandungan dan/atau ketersediaananya dan kekurangan air (Utomo, 1989 dalam Rahim, 2006). Asdak (2010) menyatakan bahwa lahan yang diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Lebih lanjut disebutkan bahwa kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang alam dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) seringkali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air termasuk air Sungai Telagawaja. Susila (2012) melaporkan bahwa kualitas air Sungai Telagawaja telah mengalami penurunan. Konsentrasi Fosfat 1,5083 mg liter -1 1,7052 mg liter -1 melebihi baku mutu air kelas III yaitu > 1 mg liter -1. Konsentrasi fosfat yang tinggi mengindikasikan banyaknya masukan ke dalam badan air yang bisa bersumber dari pupuk yang terbawa limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk (Effendi, 2003).

10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah. Faktorfaktor tersebut dalam mempengaruhi erosi tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya (Rahim, 2006). Hardjowigeno (1995) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah: (1) curah hujan, (2) sifat-sifat tanah, (3) lereng, (4) vegetasi, dan (5) manusia. Untuk di Indonesia yang beriklim tropis, hujan merupakan faktor yang paling penting dalam erosi tanah. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi: (1) jumlah hujan, yang menunjukan banyaknya air hujan selama terjadinya hujan dalam kurun waktu satu bulan atau satu tahun, (2) intensitas hujan, yang menunjukkan banyaknya curah hujan persatuan waktu dan dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam, (3) distribusi hujan, yang menunjukan penyebaran waktu terjadinya hujan. Dari ketiga karakteristik hujan tersebut yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah intensitas hujan. Erosi air timbul apabila aksi dispersi dan tenaga pengangkut oleh air hujan mengalir ada di permukaan dan atau di dalam tanah. Erosi dapat terjadi melalui adanya tahapan-tahapan yang dimulai dengan adanya benturan butir-butir hujan dengan tanah, percikan tanah oleh butir hujan ke semua arah, penghancuran bongkah tanah oleh butiran hujan, pemadatan tanah, penggenangan air di permukaan, pelimpasan air karena adanya penggenangan dan kemiringan lahan

11 11 dan pegangkutan partikel terpercik dan/atau massa tanah yang terdispersi oleh air limpasan (Morgan, 1988 dalam Rahim, 2006). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik. Tanah dengan tekstur kasar seperti pasir tahan terhadap erosi karena untuk mengangkut butir-butir yang besar diperlukan energi yang besar pula. Demikian pula terhadap tanah dengan tekstur halus seperti liat tahan terhadap erosi karena daya kohesinya yang kuat sehingga gumpalan-gumpalannya sukar untuk dihancurkan. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus. Bentuk struktur tanah yang bulat (granular, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah dan aliran permukaan menjadi kecil sehingga erosi menjadi kecil. Pada struktur tanah yang mantap tidak akan mudah hancur oleh pukulan air hujan, yang pada akhirnya membuat tanah tahan terhadap erosi. Sebaliknya pada struktur tanah yang tidak mantap, sangat mudah hancur menjadi butiran halus jika terkena pukulan air hujan yang akhirnya menyumbat pori-pori tanah yang berakibat aliran permukaan meningkat sehingga erosi juga meningkat. Daya infiltrasi tanah yang besar, menunjukan air mudah meresap ke dalam tanah sehingga aliran permukaan kecil yang berakibat pada mengecilnya jumlah erosi. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh porositas dan kemantapan struktur tanah. Kandungan bahan organik dalam tanah akan menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah.

12 12 Tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya mempunyai struktur tanah yang mantap sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 % umumnya peka terhadap erosi (Morgan, 1979 dalam Hardjowigeno, 1995). Lereng yang semakin curam atau panjang akan meningkatkan besarnya erosi. Jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kapasitas daya angkut meningkat. Lereng yang semakin panjang, berarti volume air yang mengalir semakin besar dan aliran juga semakin besar sehingga benda yang bisa diangkut akan semakin banyak (Arsyad, 2010). Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalagi air hujan agar tidak langsung jatuh di permukaan tanah sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah berkurang, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air meresap ke dalam tanah. Kegiatan manusia merupakan salah satu faktor paling penting terhadap terjadinya erosi tanah. Kegiatan-kegiatan tersebut kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutupan tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman, lahan pertanian, dan gembalaan Prediksi Kehilangan Tanah Untuk mengetahui besarnya erosi pada satuan unit lahan perlu dilakukan pendugaan/prediksi erosi. Tujuan dilakukan pendugaan erosi adalah untuk meramalkan besarnya erosi yang telah, sedang dan/atau akan terjadi pada suatu satuan unit lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu serta memilih praktek

13 13 penggunaan lahan dalam arti luas yang mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Pendugaan erosi bisa dilakukan di laboratorium, lapangan atau pendekatan permodelan dengan menggunakan model matematika sebagaimana dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Penelitian pendugaan erosi dengan pendekatan matematika sudah banyak dilakukan, antara lain: Mario (2004) melaporkan bahwa DAS Banyumala Kabupaten Buleleng menunjukkan tingkat bahaya erosi (TBE) sangat berat (699,20 ha atau 19,6%), berat (432,92 ha atau 12,2%), sedang (1.166,22 ha atau 32,8%), ringan (1.261,93 ha atau 35,4%). Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dan erosivitas hujan memberikan kontribusi paling tinggi dalam menimbulkan erosi. Mahmud (2007) melaporkan bahwa di wilayah DAS Otan Kabupaten Tabanan menunjukkan (TBE) yang bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat. TBE sangat berat mencapai 326,08 ha. Faktor pemberat yang menjadikan sebagian DAS tersebut masuk dalam kategori sangat berat adalah kemiringan lereng, penutupan lahan, dan pengelolaan lahan dengan pembuatan teras yang kurang baik Erosi yang Diperkenankan (Edp) Drajat dan Notohadipurwo (1982) menyebutkan bahwa erosi merupakan gejala alam yang wajar bahkan dalam suatu ekosistem yang utuhpun erosi tanah tetap berlangsung. Erosi berjalan seimbang dengan laju pembentukan tanah, sehingga tanah mengalami peremajaan secara seimbang. Besarnya erosi yang

14 14 diperkenankan merupakan besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Arsyad (2010) menyatakan bahwa erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi di bawah keadaan alami. Erosi alami terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal dan mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Laju erosi yang dinyatakan dalam mm tahun -1 atau ton hektar -1 tahun -1 yang terbesar dan masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang bisa dinyatakan dengan notasi Edp. 2.3 Peruntukan Fungsi Kawasan Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual Arsyad (2010). Kartasapoetra (1985), menyatakan bahwa pengelolaan lahan merupakan suatu upaya yang dimaksudkan agar lahan dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan produksi. Bentuk pengelolaan lahan yang baik adalah dapat menciptakan suatu keadaan yang mirip dengan keadaan alamiahnya (Arsyad, 2010). Penggunaan lahan, selain menghasilkan manfaat yang dapat dinikmati oleh penduduk juga tidak lepas dari resiko terjadinya kerusakan lahan pada lahan itu sendiri. Kerusakan ini terjadi salah satu penyebabnya adalah erosi yang

15 15 disebabkan karena pengelolaan lahan belum menerapkan konservasi tanah dan air yang baik. Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980 dan Nomor: 683/Kpts/Um/8/1981 untuk mengatur penggunaan lahan guna melindungi kepentingan hidroorologi suatu wilayah menjadi fungsi lindung dan produksi dengan memperhatikan faktor-faktor dan diperhitungkan di dalam penetapan kesesuaian fungsi kawasan adalah lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi serta intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan. Undang-undang Penataan Ruang Nomor: 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Lebih lanjut dinyatakan dalam rangka upaya pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun menjelaskan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang

16 16 batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah. Asdak (2010) menyebutkan bahwa arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang berkaitan dengan karakteristik fisik DAS berikut ini: a. kemiringan lereng b. jenis tanah menurut kepekaanya terhadap erosi c. curah hujan harian rata-rata. Rahim (2006) menyebutkan lahan-lahan di Indonesia dapat diperuntukan ke dalam satu atau lebih dari katagori dari peruntukan berikut: (1) kawasan lindung; (2) kawasan penyangga; (3) kawasan budidaya tanaman tahunan; (4) kawasan budidaya tanaman semusim; dan (5) kawasan permukiman.

17 Perencanaan Teknik Konsevasi Tanah Arsyad (2010) menyatakan bahwa konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan sebidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan agar tidak terjadi pengangkutan tanah. Metode konservasi tanah dapat digolongkan ke dalam tiga golongan utama, yaitu (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia (Arsyad, 2010). Asdak (2010) menyebutkan bahwa langkah pertama yang harus ditempuh dalam perencanaan tanah adalah melakukan inventarisasi dan klasifikasi tanah untuk pemanfaatan tanah yang paling optimal. Dalam konteks program konservasi tanah perlu menentukan tingkat bahaya erosi (TBE), suatu informasi penting untuk memulai aktivitas konservasi tanah. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor sebagai berikut: a. Jumlah, tipe dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang berkaitan dengan unsur iklim. b. Jumlah dan tipe tumbuhan penutup tanah. c. Tingkat erodibilitas di daerah kajian. d. Kemiringan lereng.

18 18 Salah satu upaya konservasi tanah guna memulihkan dan menjaga kelestarian sumberdaya lahan adalah rehabilitasi. Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar (2009) menjelaskan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Selanjutnya Asdak (2010) menyebutkan bahwa rehabilitasi merupakan salah satu aspek konservasi tanah yang bertujuan untuk memulihkan atau memperbaiki keadaan lahan kritis sehingga dapat berfungsi sebagai media produksi dan mengatur tata air yang baik sedangkan konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan kelas kemampuannya. Perencanaan atau pemilihan teknik konservasi tanah dan air dilakukan dengan membandingkan besarnya prediksi erosi dengan erosi yang dapat ditoleransikan. Tujuannya adalah untuk mengurangi besarnya prediksi erosi sampai pada tingkat yang lebih kecil dari laju erosi yang dapat diperkenankan. Untuk menjaga agar tanah yang hilang melalui erosi tetap berada di bawah laju erosi yang masih dapat diperkenankan, maka jenis tanaman dan sistem pertanaman serta penerapan teknik konservasi tanah harus sedemikian rupa, agar nilai factor penutupan vegetasi dan pengelolaan tanaman (CP) tidak melebihi rasio total erosi (Adnyana, 2000).

19 19 BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung kepada lingkungan yang memberikan sumber daya alam untuk tetap bertahan hidup. Mengingat adanya keterbatasan daya dukung (carrying capacity) lingkungan, manusia harus memperhatikan kelestarian lingkungan agar fungsi-fungsi lingkungan masih dapat berjalan sehingga tetap memberikan keuntungan bagi manusia. Eksploitasi sumber daya alam ataupun perusakkan lingkungan atas nama pembangunan yang berlebihan karenanya akan berdampak buruk bagi kualitas lingkungan dalam menjalankan fungsinya yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup dan bahkan keberlangsungan hidup manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Pertumbuhan pembangunan, berimplikasi pada pemanfaatan sumberdaya alam termasuk lahan yang kurang sesuai dengan peruntukannya. Pemanfaatan sumber daya lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat memicu terjadinya penurunan kualitas lingkungan termasuk lingkungan daerah aliran sungai (DAS). Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan DAS adalah erosi. Upaya meminimalisir dampak dari tekanan yang terjadi dalam rangka mempertahankan serta memulihkan fungsinya, DAS Unda ditetapkan sebagai DAS Prioritas melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.328/Menhut-II/2009. Ditetapkannya DAS Unda sebagai salah satu DAS

20 20 Prioritas dimaksudkan agar kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi, penghijauan, dan konservasi tanah dan air, baik vegetatif, agronomis, struktural, maupun manajemen menjadi skala prioritas (Departemen Kehutanan, 2009a). Tujuannya adalah agar pemanfaatan sumber daya lahan DAS Unda bisa bermanfaat secara lestari dan berkesinambungan baik secara ekologi maupun ekonomi. Wilayah Sub DAS Telagawaja merupakan bagian dari wilayah DAS Unda yang berada di hulu. Sebagai hulu DAS, Sub DAS Telagawaja merupakan daerah konservasi yang difungsikan sebagai daerah tangkapan air. Aktivitas perubahan lanskap termasuk perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilakukan di daerah hulu DAS tidak hanya memberikan dampak di daerah tersebut dilakukan tetapi juga memberikan dampak terhadap daerah di bawahnya. Sehingga pengelolaan lahan di wilayah Sub DAS Telagawaja menjadi penting dilakukan. Guna kepentingan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Telagawaja perlu dibuat sebuah perencanaan untuk menghindari kesalahan di dalam pengelolaannya, maka dari itu perlu dikenali karakteristiknya termasuk di dalamnya karakteriktik lahan. Kondisi karakteristik Sub DAS Telagawaja meliputi: iklim, jenis tanah dan geomorfologi/ bentuk lahan, kemiringan lahan serta penutupan lahan. Identifikasi karakteristik fisik lahan menggambarkan kondisi lahan Sub DAS Telagawaja saat ini. Diketahuinya kondisi fisik lahan digunakan sebagai input di dalam analisis selanjutnya sesuai dengan tujuan penelitian.

21 21 Erosi tanah terjadi sebagai dampak dari pemanfaatan lahan yang telah dilakukan pada berbagai penggunaan lahan saat ini. Prediksi laju dan besaran erosi dihitung dengan menggunakan Rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) dari Wischmeier dan Smith (1978). Tingkat bahaya erosi (TBE) mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departeman Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998 dengan cara membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut. Arahan penggunaan lahan dilakukan setelah diketahui kondisi fisik lahan dan tingkat erosi yang telah terjadi di wilayah Sub DAS Telagawaja. Bentuk arahan penggunaan lahan dimaksudkan untuk melindungi lahan tersebut dari kerusakan akibat penggunaan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Arahan klasifikasi fungsi kawasan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 837/KPTS/Um/11/1980 dan Nomor: 683/KPTS/Um/8/1981 tentang kriteria penetapan fungsi kawasan lindung dan budidaya dinilai berdasarkan klasifikasi skor jenis tanah, intensitas hujan dan kelerengan kawasan. Analisis ini memberikan arahan penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja secara makro meliputi; kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan, kawasan budidaya tanaman semusim dan kawasan permukiman. Perencanaan arahan penggunaan lahan di Sub DAS Telagawaja dengan menerapkan alternatif tindakan konservasi tanah didasarkan pada keadaan fisik lahan saat ini, tingkat erosi yang terjadi dan kesesuaian klasifikasi fungsi kawasannya. Perencanaan tindakan konservasi tanah yang baik adalah dengan

22 22 menerapkan pola pertanaman yang sesuai dan mampu menekan erosi serta mewujudkan optimalisasi pemanfaatan Sub DAS Telagawaja yang berazaskan kelestarian dan berkelanjutan. Agar erosi dapat ditekan dan tanah tetap lestari, maka nilai prediksi erosi aktual (A) harus diturunkan menjadi sama atau dibawah erosi toleransi (Edp). Hasil akhir dari penelitian ini dapat disajikannya data dan informasi baik angka maupun spasial meliputi: kondisi biofisik lahan, tingkat bahaya erosi, arahan klasifikasi fungsi kawasan, serta bentuk alternatif tindakan konservasi tanah sebagai bentuk arahan penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja. Untuk lebih jelasnya diagram kerangka alur pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Konsep Penelitian Karakteristik lahan merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungan. Karakteristik lahan Sub DAS Telagawaja merupakan sifat atau karakter fisik yang dimiliki oleh Sub DAS Telagawaja. Setiap DAS/Sub DAS memiliki karakter lahan yang berbeda-beda termasuk Sub DAS Telagawaja. Diketahuinya karakteristik lahan suatu DAS/Sub DAS akan memudahkan perencanaan pembangunan DAS/Sub DAS itu sendiri. Erosi merupakan aspek penting di dalam pengelolaan lahan. Erosi dipengaruhi oleh besarnya intensitas curah hujan, jenis tanah, topografi, penutupan lahan, serta tindakan pengelolaan lahan. Perhitungan perkiraan laju dan sebaran erosi dilakukan agar diketahui tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi.

23 23 Penggunaan lahan merupakan suatu upaya yang dimaksudkan agar lahan dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan produksi. Penggunaan lahan memberikan manfaat yang optimal secara ekologis maupun ekonomis jika dilakukan sesuai dengan karakteristik dan peruntukannya. Arahan penggunaan lahan dilakukan dilakukan dengan menerapkan alternatif tindakan konservasi tanah didasarkan pada kondisi karakteristik lahan saat ini, erosi yang terjadi dan disesuaikan dengan tingkat bahayanya, serta kesesuaian arahan klasifikasi fungsi kawasan Sub DAS Telagawaja. Melalui upaya tersebut, tingkat bahaya erosi lahan dapat ditekan dan dikendalikan sehingga sumberdaya lahan Sub DAS Telagawaja menjadi optimal dan lestari. 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Wilayah Sub DAS Telagawaja merupakan wilayah dengan lahan yang rentan terjadi erosi tanah. 2. Pada Sub DAS Telagawaja telah terjadi erosi berat sampai sangat berat. 3. Arahan klasifikasi fungsi kawasan Sub DAS Telagawaja merupakan kawasan dengan fungsi lindung. 4. Penerapan alternatif teknik konservasi tanah yang sesuai mampu menekan erosi sampai pada erosi yang tidak membahayakan pada wilayah Sub DAS Telagawaja.

24 24 Latar belakang Tekanan terhadap Sumber Daya Alam dan lingkungan DAS Unda Sub DAS Telagawaja sebagai Hulu DAS Unda Perumusan masalah Bagaimanakah kondisi karakteristik lahan, arahan klasifikasi fungsi kawasan, tingkat bahaya erosi, dan tindakan konservasi tanah dan air di Sub DAS Telagawaja Tujuan Penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja yang berkelanjutan Analisis Identifikasi Karakteristik Lahan Analisis arahan klasifikasi fungsi kawasan Analisis Tingkat Bahaya Erosi Arahan/ Rekomendasi Penggunaan Lahan Hasil Penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja yang berkelanjutan dan lestari Gambar 3.1. Kerangka alur pikir penelitian

25 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Telagawaja. Secara geografis Sub DAS Telagawaja terletak diantara , ,371 LS dan , ,745 BT. Secara administratif wilayah Sub DAS Telagawaja teletak di wilayah Kabupaten Bangli, Karangasem dan Kabupaten Klungkung dengan luas ,59 Ha. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.1. a b c Gambar 4.1 Lokasi Penelitian a) Pulau Bali; b) Kabupaten Karangasem; c) DAS Unda; d) Sub DAS Telagawaja d

26 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan April Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi; 1. Mengidentifikasi kondisi karakteristik fisik lahan pada Sub DAS Telagawaja meliputi antara lain: iklim, jenis tanah, bentuk lahan, kelerengan dan penutupan lahan. 2. Menentukan tingkat bahaya erosi (TBE) mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departeman Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998 dengan membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut. Tingkat erosi dihitung dengan menggunakan Rumus Universal Soil Loss Equation (USLE). 3. Menentukan arahan klasifikasi fungsi kawasan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/11/1980 dan Nomor: 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria penetapan fungsi kawasan lindung dan fungsi produksi dinilai berdasarkan klasifikasi skor jenis tanah, intensitas hujan harian rata-rata dan kelerengan lahan. 4. Menentukan alternatif tindakan konservasi tanah sebagai bentuk arahan penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja didasarkan pada keadaan fisik lahan saat ini, kesesuaian peruntukan fungsi lahan, dan tingkat erosi yang terjadi.

27 Jenis dan Sumber Data Pada dasarnya penelitian merupakan upaya mengumpulkan data dan informasi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan untuk memperoleh data: 1. kondisi penutupan lahan, jenis vegetasi dominan serta pengelolaan/tindakan konservasi tanah untuk menentukan faktor nilai CP/VM melalui kegiatan pengecekan lapangan di wilayah Sub DAS Telagawaja. 2. struktur, tekstur, persentase pasir halus, permeabilitas, serta persentase kandungan bahan organik di dalam tanah diperoleh melalui pengambilan sampel tanah dan selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium untuk mengetahui nilai erodibilitas tanah (K) di wilayah Sub DAS Telagawaja Data Sekunder Data sekunder berasal dari: 1. Instansi-instansi/dinas terkait dalam pengelolaan Sub DAS Telagawaja yang ada di Provinsi Bali. 2. Laporan-laporan hasil penelitian atau studi tentang DAS/Sub DAS, erosi lahan, arahan penggunaan lahan baik yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah, Lembaga Swasta maupun Perguruan Tinggi. 3. Peta-peta yang berhubungan dengan lokasi dan topik penelitian, seperti peta rupa bumi, peta tanah, peta penutupan lahan, peta topografi, peta geologi,

28 28 peta bentuk lahan, peta kelerengan lahan, peta iklim dan peta-peta lain yang berkaitan dengan lokasi penelitian. 4.4 Variabel Penelitian Identifikasi kondisi Sub DAS Telagawaja Variabel yang diamati dalam mengidentifikasi kondisi Sub DAS Telagawaja meliputi antara lain: iklim, jenis tanah, bentuk lahan, kelerengan dan penutupan lahan Tingkat bahaya erosi Variabel yang diamati dalam menentukan tingkat bahaya erosi meliputi: prediksi erosi actual dan kedalaman tanah Arahan klasifikasi fungsi kawasan Pengamatan yang diamati dalam menentukan kesesuaian peruntukan penggunaan lahan berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan teridi atas: jenis tanah, intensitas rata-rata curah hujan dan kelerengan lahan. 4.5 Peralatan dan Bahan Penelitian Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Data curah hujan bulanan rata-rata selama 10 tahun terakhir (tahun 2004 s/d 2013) di lokasi penelitian; 2. Daftar isian dan alat-alat tulis untuk mencatat data lapangan; 3. Rol meter/meteran 4. Bor tanah

29 29 5. Pisau tanah, plastik, ring sampel, dan peralatan laboratorium untuk analisis tanah. Bahan lain yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta tematik Sub DAS Telagawaja dengan skala 1 : , diantaranya : 1. Peta administrasi Sub DAS Telagawaja 2. Peta bentuk lahan Sub DAS Telagawaja 3. Peta kemiringan lahan Sub DAS Telagawaja 4. Peta penutupan lahan Sub DAS Telagawaja 5. Peta jenis dan solum tanah Sub DAS Telagawaja 6. Peta penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja 7. Peta batas Sub DAS Telagawaja Dalam penelitian ini juga digunakan beberapa jenis alat pendukung berupa peralatan lapangan dan peralatan meja diantaranya adalah : 1. Perangkat komputer dengan kelengkapannya serta sudah dilengkapai dengan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG), diperlukan untuk analisis data, peta, dan penyusunan laporan penelitian. 2. Peralatan laboratorium tanah digunakan untuk menganalisis sampel tanah. 3. Kalkulator, digunakan untuk menghitung data hasil pengukuran. 4. Kamera digital untuk pengambilan gambar di lapangan dan binokuler. 5. Perangkat GPS (Global Positioning System), untuk menentukan posisi pengambilan data di lapangan.

30 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini diawali dengan: 1. Pembuatan peta satuan unit lahan. Pembuatan peta unit lahan didasarkan atas peta kelerengan tanah, peta geomorfologi (bentuk lahan), dan peta liputan lahan Sub DAS Telagawaja. Unit lahan adalah merupakan gambaran unsur lahan yang kurang lebih sama, yaitu kesamaan dalam topografi, proses pembentukan, kemiringan lereng, dan tutupan vegetasinya. Penggambaran unsur unit lahan ke dalam satu kesatuan pemetaan dilakukan dengan cara tumpang susun. Satuan unit lahan ini merupakan tempat dilaksanakannya pengamatan dan analisis data untuk mencapai tujuan penelitian. 2. Survey pendahuluan Survey pendahuluan dilaksanakan untuk dapat melakukan persiapan lapangan seperti mencocokan lokasi penelitian di peta dengan di lapangan serta mengidentifikasi para pihak yang terkait dalam pengelolaan Sub DAS Telagawaja. 3. Survey utama Survey utama merupakan kegiatan pengamatan vegetasi penutup lahan dan pengelolaan lahan (faktor CP/VM) serta pengambilan sampel tanah. Pengamatan faktor CP/VM dilakukan pada setiap satuan unit lahan untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi penutup lahan serta pengelolaan lahan yang telah dilakukan pada unit lahan tersebut. Pengambilan sampel tanah didasarkan pada jumlah jenis tanah yang ada di Sub DAS Telagawaja. Pengambilan sampel tanah selanjutnya dilakukan dengan cara membagi wilayah ke dalam kelompok yang homogen, sehingga terbentuk

31 31 tingkatan kelompok yang disebut strata. Sampel tanah dari lapangan di analisis di laboratorium pada Laboratorium Tanah Universitas Udayana untuk mengetahui sifat fisik tanah berupa tekstur, struktur, persentase pasir halus, permeabilitas dan persentase bahan organik tanah yang selanjutnya diolah untuk menentukan nilai indek erodibilitas tanah (K). 4. Observasi dan wawancara Observasi dan wawancara dilakukan guna melengkapi informasi yang dikumpulkan dari lapangan dan sumber-sumber lain dalam rangka mempertajam analisis dalam rangka mencapai tujuan penelitian. 5. Pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian. 4.7 Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan analisis dengan memperhatikan faktor fisik kawasan Sub DAS Telagawaja. Output analisis akan dijadikan sebagai indikator input untuk analisis arahan penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja. Secara lengkap kerangka analisis penelitian dapat dilihat pada Gambar Identifikasi Karakteriktik Lahan Sub DAS Telagawaja Identifikasi karakteristik lahan menggunakan data sekunder yang telah ada dengan menganalisis peta-peta tematik dalam format digital dengan aplikasi GIS antara lain peta jenis dan kedalaman tanah, topografi, geomorfologi serta penutupan lahan Sub DAS Telagawaja.

32 32 INPUT PROSES OUTPUT - Luas Sub DAS - Penutupan lahan - Geomorfologi, - Jenis tanah, - Kelerengan - Curah hujan Identifikasi Karakteristik Sub DAS Telagawaja Karakteristik lahan Sub DAS Telagawaja - Jenis tanah, - Kelerengan - Data curah hujan Analisis Kesesuaian fungsi lahan Sub DAS Telagawaja Kriteria Kesesuaian berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/1 1/1980 dan 6383/KPTS/Um/8/1 981 Arahan Kalasifikasi fungsi kawasan Sub DAS Telagawaja Arahan penggunaan lahan (alternatif tindakan konservasi tanah) Penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja yang berkelanjutan dan lestari - Erosivitas Hujan (R), - Erodibilitas tanah (K) - Panjang dan Kemiringan lereng (LS) - Indeks Penutupan lahan dan pengeolaan lahan (CP/VM) Analisis tingkat dan sebaran erosi dengan persamaan USLE (universal Soil loss Equation) A=RKLSCP dan Keputusan Dirjen RRL Departeman Kehutanan No: 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998 Tingkat Bahaya erosi: SR (Sangat Ringan), R (Ringan), S (Sedang), B (Berat), SB ( Sangat berat) Gambar 4.2 Kerangka analisis

33 4.7.2 Analisis Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi Prediksi Laju dan Sebaran Erosi Untuk memprediksi erosi di daerah pertanian menggunakan persamaan sesuai dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978), dengan persamaan sebagai berikut : A = RKLSCP...(1) Pendugaan erosi pada daerah non pertanian (hutan) menggunakan persamaan USLE yang disempurnakan oleh Snyder (1980) dalam Asdak (2010) yaitu : A = RKLSVM...(2) dimana : A = Jumlah tanah yang hilang (ton hektar -1 tahun -1 ) R = Indeks erosivitas hujan K = Indeks erodibilitas tanah LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng C = Indeks pengelolaan tanaman P = Indeks upaya konservasi tanah VM = Faktor konservasi tanah dan sistem pertanaman Besarnya erosi yang terjadi diperoleh dari hasil perkalian dari masingmasing parameter dalam persamaan USLE. Besarnya erosi secara spasial diperoleh dengan melakukan proses tumpang susun peta masing-masing parameter tersebut.

34 Indeks Erosivitas Hujan (R) Indeks erosivitas hujan diperoleh dengan menggunakan rumus Bols (1978) dalam Asdak (2010), dengan persamaan sebagai berikut : EI 30 = 6,12 x (RAIN) 1,21 x (DAYS) -0,47 x (MAX P) 0,53... (3) dimana : EI 30 = erosivitas hujan rata-rata tahunan (RAIN) = curah hujan rata-rata tahunan (cm) (DAYS) = jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari) (MAX P) = curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) Indeks Erodibilitas Tanah ( K ) Indeks erodibilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air hujan. Tekstur tanah yang sangat halus akan lebih mudah hanyut dibandingkan dengan tekstur tanah yang kasar. Kandungan bahan organik yang tinggi akan menyebabkan nilai erodibilitas tinggi. Sifat fisik tanah dalam kaitannya dengan konservasi tanah dan air adalah tekstur, struktur, infiltrasi dan kandungan bahan organik. Indeks erodibilitas tanah (K) didapatkan dari persamaan Wischmeier dan Smith (1978). Parameter yang dipakai untuk menentukan nilai K ini adalah kandungan bahan organik, tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah, yaitu: 100 K = 2,1 M 1,14 (10-4 ) (12 a) +3,25x(b-2)+2,5x(c-3).... (4)

35 dimana : K = erodibilitas tanah M = Persentase ukuran partikel % debu + pasir sangat halus (diameter 0,05-0,02 dan 0,1-0,05 mm) x (100 - % liat) a = Persen bahan organic b = Kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy,massive. dll) c = Permeabilitas tanah Perkiraan besarnya nilai erodibilitas tanah dapat diketahui berdasarkan data persentase debu, dan pasir sangat halus, pasir, bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah seperti ditunjukan nomograf pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Nomograf untuk menentukan erodibilitas tanah K (Wischmeir dan Smith, 1978)

36 Adapun cara penggunaan nomograf tersebut adalah sebagai berikut: a. persentase debu dan pasir sangat halus ditetapkan pada titik yang bersesuaian pada sumbu tegak sebelah kiri dari nomograf b. ditarik garis horizontal memotong garis yang menunjukan persentase pasir c. dari titik perpotongan ini ditarik garis vertikal hingga memotong persentase bahan organik d. dari perpotongan garis horizontal ke kanan hingga memotong kelas struktur tanah e. dari titik perpotongan ini ditarik garis vertikal hingga memotong kelas permeabilitas tanah f. dari titik perpotongan ini ditarik horizontal ke kiri hingga memotong skala indeks erodibilitas tanah (K). Untuk menggunakan nomograf diperlukan analisis tekstur tanah, yaitu persentase kandungan pasir (2,0-0,10mm), persentase pasir sangat halus (0,10-0,05 mm), persentase debu (0,05-0,002 mm), persentase liat (lebih kecil dari 0,002 mm), persentase bahan organik tanah, struktur tanah dan permeabilitas profil tanah. Kode struktur tanah disajikan pada Tabel 4.1 sedangkan kode permeabilitas profil tanah disajikan pada Tabel 4.2 Tabel 4.1 Kode Struktur Tanah Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode Granuler sangat halus (< 1 mm) 1 Granuler halus (1 sampai 2 mm) 2 Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3 Berbentuk blok, blocky, plat, massif 4 Sumber: Arsyad, 2010

37 Tabel 4.2 Kode Permeabilitas Profil Tanah Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode Sangat lambat < 0,5 6 Lambat 0,5 sampai 2,0 5 Lambat sampai sedang 2,0 sampai 6,3 4 Sedang 6,3 sampai 12,7 3 Sedang sampai cepat 12,7 sampai 25,4 2 Cepat >25,4 1 Sumber: Arsyad, Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor indeks topografi L dan S masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi dan derajat kemiringan lereng (S) dalam %. Komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LS. Departemen Kehutanan (1998) telah menyusun penilaian kelas lereng dan faktor LS sebagaimana Tabel 4.3. Tabel 4.3 Penilaian Kelas Lereng dan faktor LS Kelas lereng Kemiringan lereng (%) LS I 0 8 0,4 II ,4 III ,1 IV ,8 V >40 9,5 Sumber : Departemen Kehutanan, Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Nilai indeks pengelolaan tanaman (C) diperoleh melalui pemeriksaan secara intensif di lapangan dan dipetakan secara terinci menggunakan interpretasi citra landsat. Hasil pemeriksaan lapangan tersebut selanjutnya disesuaikan dengan indeks nilai pengelolaan tanaman sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4 untuk

38 pertanaman tunggal dan Tabel 4.5 untuk pertanaman tumpangsari dan pergiliran tanaman. Tabel 4.4 Indeks Pengelolaan Tanaman (C) untuk Pertanaman Tunggal No. Jenis Tanaman Nilai C 1. Padi sawah 0,01 2. Tebu 0,20 0,30 *) 3. Padi gogo (lahan kering) 0,53 4. Jagung 0,64 5. Sorgum 0,35 6. Kedelai 0,40 7. Kacang tanah 0,40 8. Kacang hijau 0,35 9. Kacang tunggak 0, Kacang gude 0, Ubu kayu 0, Talas 0, Kentang ditanam searah lereng 0, Kentang ditanam menurut kontur 0, Ubi jalar 0, Kapas 0, Tembakau 0,40 0,60 *) 18. Jahe dan sejenisnya 0, Cabe, bawang, sayuran lain 0, Nanas 0, Pisang 0, Teh 0, Jambu mete 0, Kopi 0, Coklat 0, Kelapa 0, Kelapa sawit 0, Cengkeh 0, Karet 0,60 0,75 *) 30. Serai wangi 0, Rumput, Brachiaria decumbens tahun 1 0, Rumput, Brachiaria decumbens tahun 2 0, Rumput gajah tahun 1 0, Rumput gajah tahun 2 0, Padang rumput (permanen) bagus 0, Padang rumput (permanen) jelek 0, Alang-alang permanen 0, Alang-alang dibakar sekali setiap tahun 0, Tanah kosong tak diolah 0,95

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Menurut Singarimbun (1989 : 4) metode eksploratif yaitu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan sumber kehidupan manusia dan sebagai pendukung kelangsungan hidup manusia sekaligus merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR KONSERVASI TANAH : Penggunaan tanah sesuai dengan kelas kemampuan tanah dan memperlakukan tanah tersebut agar tidak mengalami kerusakkan. Berarti : 1. menjaga tanah agar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat

Lebih terperinci

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Usulan Penelitian Skripsi S-1 Program Studi Geografi Konsentrasi Sumberdaya Lahan Diajukan Oleh: AINUN NAJIB NIRM: 05.6.106.09010.50088

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : KRISTANTO NUGROHO NIRM. 02.6.106.09010.5.0021

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia hidup tergantung dari tanah dan sampai keadaan tertentu tanah yang baik itu juga tergantung dari manusia. Pengelolaan tanah yang kurang baik bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan penelitian. Pengertian lain dari metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci