UNIVERSITAS INDONESIA
|
|
- Benny Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN PERAN PENGAWAS MINUM OBAT TERHADAP KEMANDIRIAN DAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN SCHIZOPHRENIA DI KERSAMANAH GARUT TESIS Rahmi Imelisa FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2012 i
2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN PERAN PENGAWAS MINUM OBAT TERHADAP KEMANDIRIAN DAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN SCHIZOPHRENIA DI KERSAMANAH GARUT TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Rahmi Imelisa FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2012 ii
3 iii
4 iv
5 v
6 KATA PENGANTAR Rasa syukur yang sebesar-besarnya penyusun sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya kepada penyusun sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka mencapai gelar Magister Keperawatan Jiwa pada Program Pasca Sarjana Keperawatan. Dalam penyusunan tesis ini penyusun mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun bermaksud mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dewi Irawaty, MA. Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan. 2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN., selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan 3. Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc., sebagai dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penyusun sehingga penyusun dapat terus berproses menyelesaikan tesis ini. 4. Drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes. sebagai dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu, dan mengarahkan penyusun sehingga dapat memahami rancangan berjalannya penelitian tesis ini. 5. Mustikasari, S.Kp., MARS., sebagai penguji 1 yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini. 6. Ibu Nurhalimah, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J., sebagai penguji 2 yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan tesis ini. 7. Novy Helena C.D.,S.Kp., M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang dengan penuh pengertian mengarahkan penyusun selama menjalani masa studi Program Magister Keperawatan Jiwa. 8. Bpk. Darsono, sebagai Kepala Puskesmas Kersamanah, yang telah dengan terbuka mengizinkan penyusun untuk melakukan penelitian di Kecamatan Kersamanah Garut. 9. Bpk. Iyus dan Ibu Ai sebagai staf program Kesehatan Jiwa Puskesmas Kersamanah yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. vi
7 10. Ibu Lilis, Ibu Nyai, Ibu Nunung, Ibu Siti dan Ibu Alit, sebagai kader kesehatan jiwa yang telah bersedia dan penuh semangat menjalani peran PMO dalam penelitian ini. 11. Seluruh dosen Program Pasca Sarjana Keperawatan yang telah membagi ilmu yang dimilikinya. 12. Keluarga yang selalu memberikan do a dan dukungan kepada penyusun. 13. Teman-teman Angkatan VI Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan yang unik dan selalu memberikan semangat kepada penyusun. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini nantinya. Depok, Juli 2012 Penyusun vii
8 viii
9 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Tesis, Juli 2012 Rahmi Imelisa Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran pengawas minum obat terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut xviii hal + 29 tabel + 5 skema + 17 lampiran ABSTRAK Prevalensi schizophrenia di Kersamanah adalah sebesar 2.6/1000 jiwa, dan 39,8% klien drop out berobat. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO (terapi keperawatan) terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan purposive sampling. Penelitian menggunakan instrumen kemandirian CMHN Jakarta dan MARS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan bermakna kemandirian dan kepatuhan berobat setelah diberikan terapi keperawatan (p-value<α=0.05). Terdapat perbedaan perubahan bermakna pada kelompok intervensi dan kontrol (p-value<α=0.05). Terdapat hubungan erat antara kemandirian dengan kepatuhan berobat (p-value < α=0.05). Saran dari penelitian ini adalah dikembangkannya asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO di Kersamanah. Kata kunci : schizophrenia, kemandirian, kepatuhan berobat, PMO dan psikoedukasi keluarga Daftar pustaka 29 ( ) ix
10 POSTGRADUATE PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA Thesis, July 2012 Rahmi Imelisa The effect of nursing process to client, family and Pengawas Minum Obat role to independency and medication adherence of schizophrenic client in Kersamanah Garut. xviii page + 29 table + 5 scheme + 17 appendix ABSTRACT The prevalence of schizophrenia in Kersamanah is 2.6/1000 person, 39.8% client has been drop out in medication. This research aimed to found the effect of nursing process to the client, family and PMO role (as nursing therapy) to independency and medication adherence. This research used a quasy experiment design with purposive sampling. This research use the instrument of independency from the CMHN Jakarta research and the MARS instrumen for medication adherence. The result shows that there is a significant change of independency and medication adherence after intervension of nursing therapy (p-value < α=0.05). There is a significant differences change between intervention and control group (p-value < α=0.05). There is a close relation between independency and medication adherence (p-value < α=0.05). This research suggest continue implementation of nursing process to client, family and PMO role in Kersamanah. Keyword : schizophrenia, independency, medication adherence, PMO, and family psychoeducation References 29 ( ) x
11 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Tesis, Juli 2012 Rahmi Imelisa Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran pengawas minum obat terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut xviii hal + 29 tabel + 5 skema + 17 lampiran ABSTRAK Prevalensi schizophrenia di Kersamanah adalah sebesar 2.6/1000 jiwa, dan 39,8% klien drop out berobat. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO (terapi keperawatan) terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan purposive sampling. Penelitian menggunakan instrumen kemandirian CMHN Jakarta dan MARS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan bermakna kemandirian dan kepatuhan berobat setelah diberikan terapi keperawatan (p-value<α=0.05). Terdapat perbedaan perubahan bermakna pada kelompok intervensi dan kontrol (p-value<α=0.05). Terdapat hubungan erat antara kemandirian dengan kepatuhan berobat (p-value < α=0.05). Saran dari penelitian ini adalah dikembangkannya asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO di Kersamanah. Kata kunci : schizophrenia, kemandirian, kepatuhan berobat, PMO dan psikoedukasi keluarga Daftar pustaka 29 ( ) ix
12 POSTGRADUATE PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA Thesis, July 2012 Rahmi Imelisa The effect of nursing process to client, family and Pengawas Minum Obat role to independency and medication adherence of schizophrenic client in Kersamanah Garut. xviii page + 29 table + 5 scheme + 17 appendix ABSTRACT The prevalence of schizophrenia in Kersamanah is 2.6/1000 person, 39.8% client has been drop out in medication. This research aimed to found the effect of nursing process to the client, family and PMO role (as nursing therapy) to independency and medication adherence. This research used a quasy experiment design with purposive sampling. This research use the instrument of independency from the CMHN Jakarta research and the MARS instrumen for medication adherence. The result shows that there is a significant change of independency and medication adherence after intervension of nursing therapy (p-value < α=0.05). There is a significant differences change between intervention and control group (p-value < α=0.05). There is a close relation between independency and medication adherence (p-value < α=0.05). This research suggest continue implementation of nursing process to client, family and PMO role in Kersamanah. Keyword : schizophrenia, independency, medication adherence, PMO, and family psychoeducation References 29 ( ) x
13 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR SKEMA DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv v vi viii ix x xi xiv xv xviii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian Tujuan Khusus Penelitian Manfaat Penelitian Pelayanan Keperawatan Ilmu Pengetahuan Penelitian Keperawatan 12 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Schizophrenia Definisi schizophrenia Proses terjadinya schizophrenia Tanda dan gejala schizophrenia Proses keperawatan pada klien dengan schizophrenia Pengkajian Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan generalis Intervensi keperawatan spesialis Pemberdayaan kader dan peran pengawas minum obat Pedoman pelaksanaan terapi 1. Asuhan keperawatan generalis pada klien Family Psychoeducation pada keluarga Pelaksanaan peran Pengawas Minum Obat oleh kader Hasil akhir dan evaluasi intervensi keperawatan Kemandirian klien schizophrenia Efek schizophrenia terhadap aktivitas sehari-hari Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian 49 xi
14 2.2.3 Pengukuran kemandirian Kepatuhan berobat Definisi kepatuhan dan ketidakpatuhan Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan Cara mengukur kepatuhan 53 BAB 3. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka teori Kerangka konsep penelitian Hipotesis Definisi operasional 62 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Populasi dan sampel Populasi Sampel Waktu dan tempat penelitian Etika penelitian Instrumen penelitian Uji coba instrumen Prosedur pelaksanaan penelitian Tahap persiapan Tahap pelaksanaan Tahap akhir Pengolahan data Analisa data Analisa data univariat Analisa data bivariat Analisa data multivariat 82 BAB 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik klien schizophrenia Karakteristik usia klien Karakteristik jenis kelamin, keluhan fisik dan keyakinan terhadap pelayanan kesehatan Faktor predisposisi pada klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO terhadap kemandirian klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Kemandirian klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 87 xii
15 5.2.2 Perubahan kemandirian klien schizophrenia sebelum dan sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Kemandirian klien schizophrenia sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Hubungan karakteristik dengan kemandirian klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO terhadap kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Garut Kepatuhan berobat klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Perubahan kepatuhan berobat klien schizophrenia sebelum dan sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Kepatuhan berobat klien schizophrenia sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Hubungan karakteristik dengan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Hubungan kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia pada kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 98 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO pada kemandirian klien Pengaruh asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran PMO pada kepatuhan berobat klien Hubungan kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Faktor predisposisi klien schizophrenia Keterbatasan penelitian Implikasi hasil penelitian 112 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran 114 DAFTAR PUSTAKA 117 LAMPIRAN xiii
16 DAFTAR SKEMA Skema 2.1 Model Stress Adaptasi Stuart 20 Skema 3.1 Kerangka teori 58 Skema 3.2 Kerangka konsep penelitian 61 Skema 4.1 Rancangan penelitian 64 Skema 4.2 Gambaran prosedur penelitian 78 xiv
17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Diagnosa keperawatan pada klien dengan schizophrenia 27 Tabel 3.1 Definisi operasional dan variabel penelitian 63 Tabel 4.1 Pemetaan jumlah klien berdasarkan kelompok intervensi dan kelompok kontrol 69 Tabel 4.2 Kisi-kisi instrumen pengukuran kemandirian klien schizophrenia 74 Tabel 4.3 Kisi-kisi instrumen pengukuran kepatuhan berobat klien schizophrenia 74 Tabel 4.4 Analisis bivariat variabel penelitian 81 Tabel 5.1 Analisis karakteristik klien pada kelompok intervensi dan kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 84 Tabel 5.2 Kesetaraan karakteristik klien schizophrenia berdasarkan usia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 84 Tabel 5.3 Distribusi karakteristik klien schizophrenia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 85 Tabel 5.4 Kesetaraan karakteristik klien berdasarkan jenis kelamin, keluhan fisik dan keyakinan terhadap pelayanan kesehatan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 86 Tabel 5.5 Faktor predisposisi pada klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 86 Tabel 5.6 Analisis kemandirian klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 87 Tabel 5.7 Analisis kesetaraan kemandirian klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 88 Tabel 5.8 Analisis perbedaan kemandirian klien schizophrenia sebelum xv
18 sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 89 Tabel 5.9 Analisa beda rata-rata selisih kemandirian klien sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 89 Tabel 5.10 Analisis kemandirian klien schizophrenia sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 90 Tabel 5.11 Perbedaan kemandirian klien schizophrenia setelah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 90 Tabel 5.12 Analisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 91 Tabel 5.13 Perbedaan rata-rata kemandirian sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 92 Tabel 5.14 Analisis kepatuhan berobat klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 93 Tabel 5.15 Analisis kesetaraan kepatuhan berobat klien schizophrenia sebelum dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 93 Tabel 5.16 Analisis perbedaan kepatuhan berobat klien schizophrenia sebelum dan sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 94 Tabel 5.17 Analisis beda rata-rata selisih kepatuhan berobat klien sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 95 Tabel 5.18 Analisis kepatuhan berobat klien schizophrenia sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 95 Tabel 5.19 Perbedaan kepatuhan berobat klien schizophrenia sesudah dilakukan terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 96 xvi
19 Tabel 5.20 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 97 Tabel 5.21 Perbedaan rata-rata kepatuhan berobat sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 97 Tabel 5.22 Analisis hubungan kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut 98 Tabel 6.1 Perbandingan presentase peningkatan kemandirian pada penelitian CMHN Jakarta dengan penelitian Kersamanah Garut 102 xvii
20 DAFTAR LAMPIRAN Jadwal pelaksanaan penelitian Lampiran 1 Penjelasan penelitian Lampiran 2 Lembar persetujuan responden (informed consent) Lampiran 3 Kuesioner 1 Lampiran 4 Kuesioner 2 Lampiran 5 Kuesioner 3 Lampiran 6 Keterangan lolos uji etik Lampiran 7 Keterangan lolos expert validity Lampiran 8 Keterangan lolos uji kompetensi Lampiran 9 Standar Asuhan Keperawatan Jiwa (Diagnosa Gangguan) Lampiran 10 Modul terapi Family Psycho Education (FPE) Lampiran 11 Buku kerja FPE Lampiran 12 Buku evaluasi PMO Lampiran 13 Buku evaluasi peneliti Lampiran 14 Pedoman pembekalan kader Lampiran 15 Surat-surat Lampiran 16 Daftar riwayat hidup peneliti Lampiran 17 xviii
21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Schizophrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapat perhatian. Menurut World Health Organiztion (WHO), schizophrenia merupakan gangguan mental serius yang mempengaruhi sekitar tujuh dari 1000 populasi orang dewasa, kebanyakan dalam rentang usia tahun. Walaupun insidennya rendah (3/10.000), prevalensi penyakit ini cukup tinggi karena penyakit ini bersifat kronis (WHO, 2012). Prevalensi median dari schizophrenia adalah 4.6/1.000 untuk prevalensi point, 3.3/1.000 for prevalensi periodik dan 4.0/1.000 untuk lifetime prevalence dan 7.2/1.000 untuk risiko morbiditas (NCBI, 2012). Melihat prevalensi ini, schizophrenia perlu mendapat perhatian dalam penanganan dan pencegahan meningkatnya prevalensi. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia tidak jauh berbeda dengan prevalensinya di dunia. Angka kejadian gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan data riskesdas adalah sebesar 4,6/1000 jiwa (Balitbangkes, 2007). Angka ini sama dengan angka prevalensi median gangguan jiwa di dunia. Di Indonesia diperkirakan sekitar 1 juta penduduk menderita gangguan jiwa (Depkes, 2012). Hasil pendataan kesehatan untuk schizophrenia ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es di mana angka sebenarnya di lapangan dapat lebih besar, karena stigma yang buruk mengenai gangguan jiwa yang menyebabkan kejadian gangguan jiwa atau schizophrenia banyak ditutuptutupi oleh masyarakat. Penyakit schizophrenia juga dianggap penyakit yang tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan penyakit-penyakit fisik kronis lainnya. Ho, Black dan Andreasen (2003, dalam Townsend, 2009) menyatakan bahwa schizophrenia mungkin merupakan penyakit yang paling membingungkan dan paling tragis 1
22 2 yang mengancam jiwa, dan mungkin juga penyakit yang paling merusak. Penyakit ini tidak kalah berbahaya dibanding penyakit fisik kronis lainnya pada usia dewasa. Schizophrenia menyerang pada usia muda, karena itu tidak seperti pasien dengan kanker atau penyakit jantung, pasien dengan schizophrenia masih tetap hidup bertahun tahun setelah onset penyakit dan terus menderita karena efek penyakit tersebut, sehingga menghambat mereka untuk menjalani kehidupan dengan normal, seperti sekolah, bekerja, memiliki teman dekat, menikah, atau memiliki anak. Schizophrenia dapat berefek terhadap individu, keluarga dan juga menyebabkan beban ekonomi yang besar di masyarakat (Townsend, 2009). Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa selain berbahaya, penyakit ini juga berdampak buruk pada keluarga dan menjadi beban bagi masyarakat. Klien dengan schizophrenia terpisah dari dunia nyata dan memiliki dunianya sendiri, seperti pengertian kata schizophrenia yang diambil dari bahasa Yunani schizein yang berarti terbelah dan phren yang berarti pikiran (Townsend, 2009). Orang dengan schizophrenia dapat mendengarkan suara yang tidak dapat didengar orang lain. Mereka dapat berpikir bahwa orang lain dapat membaca pikirannya, mengontrol pikirannya, atau berencana untuk menyakiti mereka. Hal ini menakutkan bagi penderita schizophrenia dan membuat mereka menarik diri atau gelisah berlebihan. Keluarga dan masyarakat sekitar dapat juga terkena dampak dari schizophrenia. Kebanyakan orang dengan schizophrenia memiliki kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya atau bahkan untuk merawat dirinya sendiri, maka mereka bergantung pada bantuan orang lain (NIMH, 2012). Dari sini dapat dilihat bahwa schizophrenia berdampak buruk pada individu, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Orang dengan schizophrenia akan mengalami gangguan dalam kemandiriannya menjalankan fungsi dan peran dalam kehidupan sehari hari, seperti merawat diri sendiri, sekolah atau bekerja dan fungsi lainnya. Oleh karena itu, pasien dengan schizophrenia memerlukan bantuan dari pihak lain
23 3 untuk tetap bertahan hidup, atau dengan kata lain bergantung pada bantuan orang lain (NIMH, 2012). Unit terdekat yang dapat membantu pasien dengan schizophrenia adalah keluarga. Karena prevalensinya yang tinggi dan penyakit ini bersifat kronik maka selain memberikan penanganan secara medis dengan obat-obatan, diperlukan juga terapi untuk meningkatkan kemandirian klien agar selama menjalani pengobatan kemandirian klien dapat ditingkatkan dan dapat mengurangi kebergantungan pasien pada orang lain. Schizophrenia sampai dapat menyebabkan kematian karena kejadian bunuh diri. Radomsky, Haas, Mann, dan Sweeney (1999, dalam Townsend, 2009) memperkirakan 10% pasien dengan schizophrenia meninggal karena bunuh diri. Penelitian lain memperkirakan kejadian ide bunuh diri pada klien schizophrenia sekitar 40-55% dan percobaan bunuh diri sekitar 20 50% (Addington, 2006 dalam Townsend, 2009). Mempertimbangkan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini kepada individu, maka schizophrenia ini perlu mendapat perhatian serius dalam penanganannya. Penanganan masalah gangguan jiwa perlu dirancang dengan baik dengan mengikutsertakan berbagai pihak. Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder, dan tertier kesenjangan pengobatan diperkirakan >90%. Hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dengan masalah kesehatan jiwa terlayani di fasilitas kesehatan (Diatri, 2011). Perawatan pasien dengan schizophrenia dapat disediakan pada taraf komunitas, dengan keaktifan keluarga dan keterlibatan komunitas di sekitar pasien (WHO, 2012). Dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah ini diperlukan penanganan tidak hanya kepada klien, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat yang dapat terkena dampak dari penyakit ini. Banyak penanganan berupa terapi telah dikembangkan oleh berbagai disiplin ilmu untuk mengatasi masalah gangguan jiwa. Berbagai penelitian juga terus dikembangkan untuk mengetahui efek dari terapi-terapi tersebut. Townsend (2009) menyatakan bahwa saat ini dan mungkin selamanya tidak akan ada
24 4 satu penanganan saja yang bisa mengatasi schizophrenia. Karena itu, penanganan yang efektif memerlukan usaha yang komprehensif, melibatkan multidisiplin, termasuk terapi farmaka dan berbagai bentuk perawatan psikososial, seperti kemampuan untuk menjalani hidup sehari-hari dan keterampilan sosial, rehabilitasi dan terapi keluarga (Townsend, 2009). Karena itu, penanganan schizophrenia memerlukan kombinasi antara terapi farmaka dan terapi lain seperti psikoterapi, rehabilitasi dan sebagainya. Penanganan penyakit schizophrenia dapat melibatkan penanganan medis, psikoterapi dan rehabilitasi. Dalam keperawatan telah dikenal adanya Standar Asuhan Keperawatan (SAK) Jiwa yang merupakan panduan bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dan keluarganya. SAK ini digunakan oleh perawat untuk memberikan tindakan keperawatan generalis. SAK ini berisi panduan untuk menangani diagnosa keperawatan Sedangkan untuk terapi spesialis keperawatan jiwa telah dikembangkan berbagai psikoterapi untuk individu, kelompok dan keluarga. Keluarga sebagai unit sosial terdekat dengan klien juga memerlukan terapi untuk menangani anggota keluarganya yang mengalami schizophrenia. Selain asuhan keperawatan generalis sesuai SAK, saat ini telah dikembangkan pula psikoterapi untuk keluarga antara lain Family Psychoeducation dan Triangle Therapy (Keliat & Walter, 2011). Berbagai terapi ini terus dikembangkan dan banyak dilakukan penelitian untuk terus mengembangkan metoda terapi dan efeknya untuk masalah dan gangguan kesehatan jiwa. Family psycho-education (FPE) atau psikoedukasi keluarga adalah salah satu terapi untuk keluarga yang dapat digunakan di berbagai setting pelayanan keperawatan jiwa. Psikoedukasi adalah pendekatan edukasional dan pragmatis yang bertujuan untuk memperbaiki pengetahuan mengenai anggota keluarga yang sakit, mengurangi kekambuhan, dan memperbaiki keberjalanan fungsi pasien dan keluarga (Stuart, 2009). Psikoedukasi keluarga dapat diberikan
25 5 pada keluarga dalam berbagai setting, baik di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun di komunitas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek dari pemberian FPE ini secara langsung kepada keluarga dan secara tidak langsung kepada klien. Salah satu penelitian dalam The British Journal of Psychology menunjukkan efek pemberian FPE pada keluarga yang merawat klien dengan depresi mayor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok pada kelompok yang diberikan FPE, waktu kekambuhan klien secara statistik lebih panjang dibandingkan dengan kelompok keluarga yang tidak diberikan FPE (Kaplan-Meier survival analysis, P=0,002) (Shimazu, et.al, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi pada keluarga memberikan dampak yang positif terhadap klien. Pemberdayaan masyarakat dalam menangani schizophrenia juga tidak dapat diabaikan. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa masalah schizophrenia memberikan dampak pada keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Karena itu keberadaan keluarga dan masyarakat perlu dipertimbangkan dalam rangka menangani masalah gangguan jiwa ini. Pemberdayaan masyarakat dalam keperawatan kesehatan jiwa diwujudkan dengan dikembangkannya model Community Mental Health Nursing (CMHN). CMHN / Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (KKJK) merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa akibat dampak konflik, tsunami, gempa maupun bencana lainnya (Keliat dkk, 2011). Dalam CMHN masyarakat diberdayakan agar dapat mengatasi masalah kesehatan jiwa di wilayah tempat tinggalnya. Penelitian terkait penerapan model CMHN yang dilakukan Keliat, Helena dan Riasmini (2011) yang mengujicobakan model CMHN pada 237 keluarga di DKI Jakarta. Pada penelitian ini perawat CMHN melakukan kunjungan rumah dilakukan sebanyak 12 kali kunjungan. Penelitian dilakukan dengan
26 6 memberikan asuhan keperawatan kepada klien dan memberikan health education kepada keluarga klien. Hasil analisis menunjukkan rata-rata kemandirian pasien pada kelompok intervensi sebelum penerapan model CMHN yaitu 29.94, standar deviasi 11.27, dan setelah penerapan model CMHN yaitu 38.83, standar deviasi Rata-rata waktu produktif pasien pada kelompok intervensi sebelum penerapan model CMHN yaitu 2.21, standar deviasi 1.36, dan setelah penerapan model sebesar 3.82, standar deviasi Ada perbedaan bermakna kemampuan kognitif keluarga sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi (p value = 0.000), sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan bermakna (p value = 0.123) ada perbedaan bermakna kemampuan psikomotor sebelum dan setelah penerapan model CMHN baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol (p value = dan 0.027). Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa penerapan model CMHN berdampak positif terhadap klien dan keluarga. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pola kunjungan rumah seperti pada penelitian di atas ditambah dengan pemberdayaan kader untuk menjalankan peran PMO (Pengawas Minum Obat). Peran PMO digunakan dengan mempertimbangkan sumber daya yang telah ada, yaitu tersedianya kader yang khusus berperan dalam program kesehatan jiwa dan fenomena yang ditemukan selama peneliti melakukan studi pendahuluan yang akan dijelaskan lebih rinci pada paragraf selanjutnya. Peran kader dalam model CMHN salah satunya adalah melakukan kunjungan rumah ke keluarga pasien gangguan jiwa yang telah mandiri (Keliat, 2010). Kegiatan yang dapat dilakukan saat kader melakukan kunjungan rumah adalah menjalankan peran PMO (Pengawas Minum Obat) seperti yang telah dikembangkan oleh Departemen Kesehatan untuk penyakit tuberculosis. PMO bertugas untuk menjamin keteraturan pengobatan klien. PMO sendiri sebaiknya dilakukan oleh petugas kesehatan, atau jika tidak memungkinkan dapat dilakukan oleh kader atau keluarga klien (Nizar, 2010). Pada penelitian ini akan diujicobakan pelaksanaan peran PMO oleh kader.
27 7 Kecamatan Kersamanah adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat yang cukup potensial untuk diberikan terapi spesialis. Jumlah klien gangguan jiwa di kecamatan tersebut sampai akhir Desember 2011 mencapai 98 orang dari total jumlah penduduk orang. Dengan demikian prevalensi gangguan jiwa di kecamatan tersebut adalah 2,6/1000 jiwa. Angka ini lebih besar dari prevalensi di Provinsi Jawa Barat yang mencapai 2,2/1000 jiwa. Desa Kersamanah yang memiliki jumlah klien paling banyak, yaitu 35 klien, sempat diberitakan sebagai desa gila pada tahun 2008 dalam salah satu media massa di Jawa Barat. Berdasarkan data Bulan Januari 2012 yang diperoleh dari data sekunder di puskesmas, didapatkan data dari 98 klien, sebanyak 39 klien terdata drop out (DO) obat dengan alasan berbeda-beda. Peneliti melakukan studi pendahuluan dengan mengunjungi enam keluarga dengan schizophrenia. Dari hasil pengkajian didapatkan dua dari enam klien belum mandiri melakukan perawatan diri dan salah satu klien tersebut mengalami pemasungan sehingga perawatan dirinya semakin buruk. Empat dari enam klien menunjukkan gejala fase aktif schizophrenia seperti halusinasi, disorganisasi pembicaraan, gejala-gejala negatif seperti afek datar, dan tidak ada motivasi untuk beraktivitas. Semua klien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah keperawatan, seperti halusinasi, isolasi sosial dan risiko perilaku kekerasan yang muncul pada dirinya. Empat dari enam klien yang dikaji, tidak teratur minum obat dengan berbagai alasan. Alasan yang dikemukakan terkait pengobatan antara lain, klien menolak minum obat karena bosan, klien tidak minum obat karena keluarga merasa tidak perlu diobati, dan klien minum obat semaunya karena tidak diawasi oleh orangtuanya yang sudah tua. Hal ini menunjukkan bahwa klien memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kepatuhan klien minum obat. Studi pendahuluan juga dilakukan kepada keluarga klien untuk mengetahui usaha keluarga untuk mengatasi penyakit klien dan dampak kondisi klien pada
28 8 keluarga. Empat dari enam keluarga merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan pada anggota keluarganya yang sakit. Dua keluarga merasa terancam dan takut kepada klien dan pernah menjadi korban perilaku kekerasan klien. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak memiliki koping yang adekuat untuk merawat klien. Untuk itu keluarga perlu diberikan terapi untuk meningkatkan pengetahuannya tentang cara merawat klien serta meningkatkan kopingnya dalam menghadapi klien. Kelima desa di Kecamatan Kersamanah memiliki 4-5 kader untuk membantu petugas kesehatan di puskesmas. Hal yang sudah dilakukan kader yang ada adalah membantu pasien mendapatkan obat dari puskesmas, memotivasi pasien dan keluarga untuk mengingatkan pasien untuk minum obat, mengidentifikasi pasien baru dan melaporkannya ke pihak puskesmas.. Peneliti juga menanyakan perihal kunjungan kader dan petugas puskesmas ke rumah warga. Satu dari enam keluarga yang dikaji adalah kader kesehatan jiwa yang dinilai cukup aktif di puskesmas. Satu keluarga lain menyatakan bahwa kader dan petugas puskesmas tidak pernah mendatangi rumahnya. Satu keluarga lain berikutnya menyatakan jarang, tetapi keluarga akan mendatangi puskesmas jika gejala klien muncul lagi. Sedangkan tiga keluarga lain menyatakan kader kesehatan jiwa maupun petugas puskesmas jarang datang ke rumahnya, petugas atau kader hanya datang ketika memberikan obat atau menyampaikan ada kegiatan di puskesmas. Kader juga belum pernah mendapatkan pelatihan Kader Kesehatan Jiwa (KKJ) sebelumnya. Peneliti tertarik untuk memberdayakan kader untuk melakukan kunjungan rumah sebagai salah satu peran KKJ untuk melakukan peran PMO. Kecamatan Kersamanah terdiri dari lima desa, yaitu Desa Kersamanah, Desa Sukamaju, Desa Girijaya, Desa Nanjungjaya, dan Desa Sukamerang. Puskesmas utama berlokasi di Desa Sukamerang, dan puskesmas pembantu terletak di Desa Kersamanah dan Desa Nanjungjaya. Dengan adanya puskesmas pembantu, diperkirakan akses warga ke puskesmas cukup terjangkau. Puskesmas juga menyediakan pemeriksaan psikiater gratis di
29 9 puskesmas satu minggu sekali dan pemberian obat gratis. Dapat disimpulkan bahwa jarak puskesmas dan biaya pengobatan seharusnya tidak menjadi hambatan untuk klien berobat. Jumlah petugas puskesmas untuk kesehatan jiwa di Kecamatan Kersamanah adalah 2 orang, dibantu 2 orang lainnya untuk teknis di lapangan. Petugas puskesmas merasa perlu dibantu oleh kader dalam menjalankan tugasnya di lapangan seperti menyampaikan obat ke rumah klien. Pengelolaan klien secara langsung ke rumah-rumah kurang optimal dilakukan oleh petugas puskesmas karena keterbatasan tenaga. Kecamatan Kersamanah juga belum pernah terpapar dengan terapi spesialis keperawatan jiwa. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian asuhan keperawatan kepada klien, FPE pada keluarga dan pelaksanaan peran PMO oleh kader terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien gangguan jiwa di Kecamatan Kersamanah tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Kecamatan Kersamanah merupakan salah satu kecamatan di Provinsi Jawa Barat yang memiliki prevalensi gangguan jiwa lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi gangguan jiwa di Provinsi Jawa Barat. Jumlah klien yang terdeteksi sampai Bulan Desember 2012 adalah 98 orang. Dari 98 klien, sebanyak 39 orang terdata drop out (DO) obat karena berbagai alasan. Dari hasil studi pendahuluan diketahui empat dari enam klien belum mandiri dalam melakukan perawatan diri, bahkan salah satu klien dipasung oleh keluarga. Semua klien yang dikaji menyatakan tidak tahu bagaimana cara mengatasi masalah yang dialaminya, seperti halusinasi, isolasi sosial, defisit perawatan diri dan perilaku kekerasan. Enam keluarga yang dikaji mengatakan tidak tahu dalam merawat klien dengan gangguan jiwa. Dua keluarga merasa takut dan pernah menjadi korban
30 10 perilaku kekerasan klien. Seluruh keluarga belum pernah terpapar oleh terapi spesialis keperawatan jiwa seperti FPE sebelumnya. Setiap desa memiliki sumber daya berupa kader sebanyak 4-5 orang yang bertugas untuk membantu petugas puskesmas menjalankan program kesehatan jiwa di kecamatan tersebut. Namun menurut keluarga petugas puskesmas dan kader tidak teratur datang ke rumah klien. Belum pernah ada program PMO sebelumnya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, didapatkan masalah-masalah penelitian sebagai berikut: Prevalensi gangguan jiwa di Kecamatan Kersamanah, yaitu sebesar 2,6/1000 jiwa, lebih tinggi dibanding prevalensi di Jawa Barat sebesar 2,2/1000 jiwa Empat dari enam klien yang dikunjungi belum mandiri dalam melakukan ADL (Activity Daily Living) nya Sebesar 39 dari 98 klien (39,8%) dinyatakan drop out berobat Semua keluarga yang dikunjungi belum memahami cara merawat klien di rumah Kader tidak teratur melakukan kunjungan rumah Belum pernah dilakukan FPE dan peran PMO sebelumnya. Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien, FPE kepada keluarga dan memberdayakan kader untuk menjalankan peran PMO kepada klien dengan schizophrenia di Kersamanah Garut, dengan pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah pemberian asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan peran Pengawas Minum Obat oleh kader mempengaruhi kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut? 2. Apakah ada hubungan antara kemandirian dengan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut?
31 11 3. Apakah karakteristik klien mempengaruhi kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian asuhan keperawatan kepada klien, keluarga dan peran Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut Tujuan Khusus Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: Diketahuinya karakteristik klien schizophrenia di Kersamanah Garut Diketahuinya kemandirian klien schizophrenia di Kersamanah Garut Diketahuinya kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut Diketahuinya pengaruh asuhan keperawatan kepada klien, FPE kepada keluarga dan peran PMO oleh kader terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kersamanah Garut Diketahuinya hubungan antara kemandirian dengan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah Diketahuinya karakteristik yang berkontribusi terhadap kemandirian dan kepatuhan berobat klien schizophrenia di Kecamatan Kersamanah.
32 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: Pelayanan keperawatan Dengan penelitian ini diharapkan Unit Kesehatan Jiwa Puskesmas Kersamanah dapat mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dengan sasaran klien, keluarga dan kader. Penelitian ini juga diharapkan menjadikan masukan bagi puskesmas untuk mengadakan pelatihan CMHN untuk program kesehatan jiwa di Kecamatan Kersamanah. Bagi kader yang sudah terbentuk diharapkan dapat menjadi masukan untuk menjalankan peran sebagai Kader Kesehatan Jiwa sesuai dengan model CMHN Ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar dalam pengembangan kader sesuai dengan model CMHN Penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi keluarga, kader dan petugas puskesmas dalam memberikan intervensi pada klien dengan schizophrenia Penelitian keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait intervensi kepada klien dengan schizophrenia, keluarga dan kader.
33 13 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN PERAN PENGAWAS MINUM OBAT TERHADAP KEMANDIRIAN DAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN SCHIZOPHRENIA DI KERSAMANAH GARUT TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Rahmi Imelisa FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2012
34 14 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN PERAN PENGAWAS MINUM OBAT TERHADAP KEMANDIRIAN DAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN SCHIZOPHRENIA DI KERSAMANAH GARUT TESIS Rahmi Imelisa FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2012
35 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan disampaikan tinjauan pustaka mengenai schizophrenia, termasuk penanganan kepada klien, keluarga dan peran kader dalam PMO, kemandirian, dan kepatuhan berobat. 2.1 Schizophrenia Berikut ini akan dibahas mengenai definisi schizophrenia, proses terjadinya schizophrenia, tanda dan gejala schizophrenia, dan proses keperawatan pada klien dengan schizophrenia Definisi schizophrenia Kata schizophrenia adalah kombinasi dari dua kata dari Yunani, schizein, yang berarti terbelah, dan phren, yang berarti pikiran. Namun bukan berarti pikiran terbelah seperti yang terjadi pada seseorang dengan kepribadian terbelah, tetapi keyakinan bahwa pembelahan terjadi antara kognitif dan emosional seseorang (Stuart, 2009). Schizophrenia merupakan salah satu fase dari psikosis. Untuk memahami schizophrenia terlebih dahulu perlu dipahami mengenai pengertian psikosis. Psikosis adalah kondisi mental di mana terjadi disorganisasi kepribadian, kerusakan dalam fungsi sosial dan kehilangan kontak atau distori terhadap realita. Mungkin terjadi halusinasi dan waham. Psikosis dapat terjadi dengan atau tanpa adanya kerusakan organik (Townsend, 2009). Stuart (2009) mendefinisikan psikosis sebagai kondisi mental dimana seseorang memiliki pengalaman realita yang berbeda dari orang lain. Pada kondisi ini pasien tidak akan menyadari bahwa orang lain tidak mengalami apa yang dialaminya dan pasien akan merasa heran karena orang lain tidak bereaksi sama dengan dirinya (Stuart, 2009). Dan Fontaine (2009) mendefinisikan psikosis 13
36 14 sebagai pengalaman perubahan mental yang menetap, seperti ketidakmampuan berpikir jernih, tidak mampu memaknai sesuatu dengan benar, dan tidak mampu mengontrol emosi yang berlebih. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa psikosis adalah gangguan mental di mana klien mengalami perubahan persepsi terhadap realita. Klien dengan psikosis mengalami kesulitan dalam memaknai kenyataan. Definisi psikosis dan schizophrenia seringkali beriringan. Shizophrenia sendiri menurut Townsend (2009) merupakan salah satu tahapan dari psikosis, yaitu saat tanda dan gejala muncul sangat mencolok. Stuart (2009) mendefinisikan schizophrenia sebagai penyakit otak neurobiologis yang menetap. Menurutnya pula, bahwa schizophrenia merupakan gejala klinis yang berdampak pada kehidupan individu, keluarga dan komunitasnya. Stuart mengelompokkan schizophrenia ke dalam rentang respon neurobiologis. Schizophrenia oleh Videbeck (2008), diartikan sebagai suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Dan Fontaine (2009) mendefinisikan schizophrenia sebagai kombinasi dari kerusakan berpikir, gangguan persepsi, ketidaknormalan perilaku, gangguan afektif dan kerusakan kompetensi sosial. Dapat disimpulkan bahwa schizophrenia merupakan gangguan neurobiologis yang dimanifestasikan dengan gangguan persepsi terhadap realita dan disertai dengan perilaku yang abnormal. Berikut ini adalah kriteria DSM-IV-TR (APA, 2000 dalam Townsend, 2009) yang digunakan untuk mendiagnosa schizophrenia: 1. Gejala karakteristik: dua (atau lebih) dari gejala berikut, masingmasing terjadi dalam waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang jika berhasil ditangani):
37 15 a. Delusi (waham) b. Halusinasi c. Disorganisasi pembicaraan d. Perilaku katatonik e. Gejala negatif (misal afek datar, alogia, atau avolisi) 2. Disfungsi sosial atau okupasional: untuk waktu yang signifikan sejak muncul gangguan, satu atau lebih area mayor atau fungsi seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri berada di bawah normal pada level sebelum onset gangguan (atau jika onset pada masa anak atau remaja, kegagalan mencapai pencapaian tingkat interpersonal, akademik atau okupasional). 3. Durasi: gangguan berlanjut dan menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Selama 6 bulan ini termasuk masa 1 bulan gejala aktif (atau kurang jika penanganan baik) dan dapat termasuk fase prodromal atau residual. Selama masa prodromal dan residual ini, tanda-tanda dari gangguan ini dapat berupa gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang telah diuraikan pada kriteria 1 dan muncul dalam bentuk yang melemah (misal keyakinan yang aneh, ekpresi persepsi yang tidak biasa). 4. Eksklusi skizoafektif dan mood disorder: Gangguan skizoafektif dan mood disorder dengan masalah psikotik telah dikeluarkan karena (1) tidak ada depresi mayor, manic, atau episode campuran yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood terjadi selama fase aktif, durasi totalnya berhubungan langsung dengan durasi masa aktif dan residual. 5. Esklusi masalah substansi atau kondisi kesehatan umum: Gangguan yang terjadi tidak secara langsung merupakan efek fisiologis dari
38 16 penggunaan substansi tertentu (misal penyalahgunaan obat, atau pengobatan) atau kondisi medis secara umum. 6. Berhubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika ada riwayat autis atau masalah perkembangan lainnya, maka diagnosa schizophrenia ditambahkan hanya jika waham atau halusinasi yang sangat kuat muncul selama sekurang-kurangnya 1 bulan (atau kurang jika penanganan baik) Proses Terjadinya Schizophrenia Untuk memahami proses terjadinya schizophrenia, perlu dipahami pula perjalanan gangguan psikotik, karena schizophrenia merupakan salah satu fase yang muncul pada perjalanan gangguan psikotik. Berikut ini akan diuraikan mengenai empat fase perjalanan gangguan psikotik. Schizophrenia dapat muncul tiba-tiba, tetapi kebanyakan tanda dan gejala berkembang secara lambat dan bertahap. Gejala yang dapat muncul seperti menarik diri dari masyarakat, perilaku yang tidak lazim, kehilangan minat untuk sekolah atau bekerja, dan seringkali mengabaikan hygiene (Videbeck, 2008). Psikosis berkembang dalam empat fase, yaitu fase premorbid, fase prodromal, fase schizophrenia dan fase residual. Berikut ini adalah uraian dari setiap fase tersebut Fase I : Fase premorbid Fase ini ditandai dengan periode munculnya ketidaknormalan fungsi, walaupun hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari efek penyakit tertentu (Lehman et al, 2006 dalam Townsend, 2009). Indikator premorbid dari psikosis, diantaranya adalah riwayat psikiatri keluarga, riwayat prenatal, dan komplikasi obstetrik dan
39 17 defisit neurologis. Faktor premorbid lain adalah pribadi yang terlalu pemalu dan menarik diri, hubungan sosial yang kurang baik dan menunjukkan perilaku antisosial. Faktor usia dan jenis kelamin perlu menjadi perhatian, perilaku menyimpang cenderung lebih muncul saat remaja. Dan perilaku antisosial lebih sering ditunjukkan oleh gender laki-laki, sementara perilaku pasif dan menarik diri sering ditemui pada wanita (Olin dan Mednick, 1996 dalam Townsend, 2009). Pada tahap ini individu telah mengalami gangguan dalam menjalankan fungsi dalam aktivitasnya sehari-hari. Pada fase ini tanda-tanda psikotik belum muncul sehingga pencegahan pada klien yang telah menunjukkan perilaku premorbid perlu diperhatikan Fase II : Fase prodromal Fase ini menunjukkan tanda dan gejala tertentu yang mengarah pada manifestasi fase akut dari penyakit ini. Fase prodromal dimulai dengan adanya perubahan fungsi premorbid dan meluas sampai munculnya gejala psikotik. Fase ini dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan, tetapi banyak penelitian menyatakan bahwa fase prodromal terjadi antara 2 sampai 5 tahun. Lehman dan asosiasinya (2006 dalam Townsend, 2009), menyatakan bahwa selama fase prodromal pasien akan mengalami kerusakan fungsional penting dan gejala-gejala yang tidak spesifik, seperti gangguan tidur, kecemasan, mudah tersinggung, mood depresi, penurunan konsentrasi, lemah, dan defisit perilaku seperti penurunan fungsi peran dan menarik diri dari lingkungan sosial. Gejala positif seperti abnormalitas persepsi, referensi ide, dan kecurigaan berkembang pada akhir fase prodromal dan semakin mendekati kejadian psikosis (Townsend, 2009). Pada fase ini tanda-tanda psikotik mulai muncul dengan intensitas rendah. Pengenalan tanda dan gejala
40 18 dan penanganan pada fase ini perlu diperhatikan agar tidak berkembang menuju fase aktif Fase III : Fase Schizophrenia Fase schizophrenia merupakan fase aktif dari perjalanan penyakit psikosis. Pada fase ini gejala gangguan tampak sangat mencolok (Townsend, 2009). Tanda dan gejala pada fase ini akan diuraikan pada sub pokok bahasan berikutnya mengenai tanda dan gejala schizophrenia Fase IV : Fase Residual Schizophrenia ditandai dengan adanya masa remisi dan eksaserbasi. Fase residual biasanya mengikuti fase aktif penyakit. Selama fase residual, gejala dari masa akut dapat hilang atau tidak mencolok lagi. Gejala negatif mungkin masih ada, dan afek datar dan kerusakan fungsi peran biasa terjadi. Kerusakan residual biasanya berkembang antara masa masa aktif psikosis Tanda dan gejala schizophrenia Pengelompokkan tanda dan gejala schizophrenia dikembangkan dalam beberapa sistem pengelompokkan. Satu sistem mengelompokkan tanda dan gejala ini dalam 2 kelompok, yaitu gejala positif dan negatif. Sistem lain mengelompokkannya dalam 5 kelompok gejala, yaitu gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif, disfungsi sosial dan okupasional, serta gejala mood (Stuart, 2009). Sistem yang membagi gejala menjadi 5 kelompok mempermudah pemahaman kita akan efek schizophrenia pada individu, keluarga dan masyarakat (komunitas). Gejala positif adalah gejala di mana perilaku yang muncul berlebihan dibandingkan dengan perilaku normal, sebaliknya gejala negatif adalah gejala yang muncul saat perilaku lebih menurun dibandingkan perilaku
ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam
Lebih terperinciPENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RS JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RS JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA Tesis Oleh: Carolina NPM. 0606026686
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan berubahnya karakteristik seseorang dari kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari beberapa konsep norma dihubungkan
Lebih terperinciTim Riset : Budi Anna Keliat Ni Made Riasmini Novy Helena C.D.
Efektifitas Penerapan Model Community Mental Health Nursing (CMHN) terhadap Kemampuan Hidup Pasien Gangguan Jiwa dan Keluarganya di Wilayah DKI Jakarta Tim Riset : Budi Anna Keliat Ni Made Riasmini Novy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal penting bagi setiap individu untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya serta bidangbidang yang lain telah membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, industri dan termasuk Indonesia. Meskipun gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang mengganggu fungsi mental sehingga menempatkan seseorang dalam kategori tidak sejahtera. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan dimana kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (WHO, 2005). Kesehatan terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien
Lebih terperinciSkizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?
Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sosial, kesehatan jiwa maupun persepsi kesehatan umum (Chan et al, 2006 cit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas hidup merupakan konsep multidimensi yang berhubungan dengan kepuasaan individu terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk fungsi fisik, sosial, kesehatan jiwa
Lebih terperinciABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA
ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA PENGARUH TERAPI KOGNITIF TERHADAP PENURUNAN RESPON DEPRESI PADA PASIEN KUSTA Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep. Sp.Kep.J 0028108104 PROGRAM STUDI ILMU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental psikiatri sebagai efek negatif modernisasi atau akibat krisis multidimensional dapat timbul dalam bentuk tekanan dan kesulitan pada seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah
BAB I Pendahuluan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah satu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciPENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Dalam bab ini akan diuraikan tentang kerangka teori, kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat merupakan dambaan setiap insan manusia. Tidak ada seorang pun yang menginginkan dirinya dalam keadaan yang kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak, hal ini disebabkan oleh berhentinya suplai darah dan oksigen
Lebih terperinci: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas
Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan yang terjadi setiap daerah, banyak menyebabkan perubahan dalam segi kehidupan manusia baik fisik, mental,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa,dan memiliki sikap positif untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi perilaku, yaitu bagaimana prestasi kerja yang ditampilkan oleh individu baik proses maupun hasilnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan masalah yang sangat serius.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
Lebih terperinciPENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.
PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Muhammad Nur Firman 1, Abdul Wakhid 2, Wulansari 3 123
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2001). Hal ini berarti seseorang dikatakan sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia hidup di lingkungan yang terus berubah, dan perubahan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup di lingkungan yang terus berubah, dan perubahan yang terjadi seringkali dipersepsikan sebagai ancaman, tantangan, atau kebutuhan bagi individu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah investasi paling mahal guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam era globalisasi ini kemajuan teknologi mampu memberikan pengaruh perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti
Lebih terperinciRENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI
PENGARUH TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK PENYALURAN ENERGI (OLAHRAGA) TERHADAP ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI PUSKESMAS REJOSO KEDIRI RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI JUDUL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun 2014 merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciPENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani** * Program Studi Ilmu
Lebih terperinciKesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya
Lebih terperinciDesi Pramujiwati, Budi Anna Keliat, dan Ice Yulia Wardani ABSTRAK. Abstract
PEMBERDAYAAN KELUARGA DAN KADER KESEHATAN JIWA DALAM PENANGANAN PASIEN HARGA DIRI RENDAH KRONIK DENGAN PENDEKATAN MODEL PRECEDE L. GREEN DI RW 06, 07 DAN 10 TANAH BARU BOGOR UTARA Keperawatan Jiwa, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian ( WHO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya beban ekonomi, makin lebarnya kesenjangan sosial, serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi suatu hal yang mengancam bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciPENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014
PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes
Lebih terperinciPENGARUH FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY TERHADAP BEBAN DAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT KLIEN PASUNG DI KABUPATEN BIREUEN NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENGARUH FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY TERHADAP BEBAN DAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT KLIEN PASUNG DI KABUPATEN BIREUEN NANGGROE ACEH DARUSSALAM TESIS Hasmila Sari NPM : 0706194690 UNIVERSITAS INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO). Hal ini berarti seseorang dikatakan sehat apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu kondisi klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini
Lebih terperincidicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,
A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak terjadi, gejalanya ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi kepribadian yang parah, serta ketidakmampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Seseorang dikatakan dalam keadaan sehat apabila orang tersebut mampu menjalani perannya dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia. Skizofrenia termasuk psikosa dan penyebabnya sampai kini belum diketahui
Lebih terperinci