EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP)"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Oleh: KHRISNA PRATAMA A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN KHRISNA PRATAMA. Efektivitas Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. DPM-LUEP yang diberlakukan tahun 2003 berusaha meminimisasi fluktuasi harga gabah di tingkat petani. Program DPM-LUEP bertujuan agar harga gabah yang diterima petani tidak pernah berada pada level di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 diharapkan juga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Pembelian gabah oleh LUEP dengan harga minimal sama dengan HPP diharapkan dapat menjadi insentif petani agar tetap berproduksi. Efektivitas LUEP juga akan meningkatkan pendapatan petani ketika kondisi panen raya. Efektivitas ini diukur dari sejauhmana dampak DPM-LUEP terhadap stabilitas harga petani sehingga tidak jatuh di bawah HPP pada saat terjadi panen raya. Alokasi DPM- LUEP Tahun 2007 untuk pembelian gabah/beras sebesar Rp 232,43 milyar. Untuk Propinsi Jawa Barat sendiri dialokasikan dana sebesar Rp 24,03 milyar. Terdapat 15 kabupaten dan satu kota di Jawa Barat yang mendapatkan program DPM- LUEP. Namun diantara tiap kabupaten/kota tersebut, belum semua kecamatan yang sudah mendapatkan program ini. Penting untuk diketahui apakah kecamatan yang sudah mendapat program DPM-LUEP dapat memberikan jaminan kestabilan harga gabah yang lebih baik dibandingkan kecamatan yang belum mendapatkan program DPM-LUEP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat; menganalisis dampak kebijakan program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Penelitian dilakukan di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat berdasarkan pertimbangan bahwa, Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP. Tujuan pertama dijawab dengan membandingkan perkembangan harga yang diterima petani di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan yang tidak mendapat program (with and without project). Selanjutnya secara statistika akan dilakukan uji stasioneritas terhadap series harga di kedua lokasi tersebut dan uji tanda serta uji t untuk melihat signifikansi perbedaan harga yang diterima petani di kedua lokasi. Tujuan selanjutnya dijawab dengan menganalisis harga dan

3 pendapatan yang diterima petani antara yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani padi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Tujuan terakhir dijawab dengan menggunakan metode regresi logistik (Binary Logistic Regression) dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Harga rata-rata GKP pada bulan April sampai Oktober tahun 2007 di lokasi program DPM-LUEP sebesar Rp 2.292, sedangkan harga rata-rata gabah di lokasi non-program sebesar Rp Hal ini menunjukkan harga rata-rata GKP di kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP lebih tinggi daripada di kecamatan yang tidak mendapatkan program.. Pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang ada DPM-LUEP menunjukkan bahwa berdasarkan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) terlihat disparitas harga tersebut stasioner. Sementara pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang tidak ada DPM- LUEP menunjukkan disparitas harga yang tidak stasioner. Uji tanda terhadap perbedaan harga GKP antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dan tidak ada menghasilkan nilai Z-hitung sebesar 3,402. Karena Z-hitung ini lebih dari Z α (1,645), maka disimpulkan bahwa median harga GKP di kecamatan penerima DPM-LUEP memang secara statistik lebih tinggi dari median harga GKP di kecamatan non-luep. Uji t menghasilkan nilai t-hitung sebesar 1,35 dengan P- value sebesar 0,184. Hal ini menunjukkan bahwa harga rata-rata GKP tidak berbeda secara signifikan antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dengan yang tidak ada DPM-LUEP. Harga yang diterima oleh petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp per Kg dan harga yang diterima petani yang tidak menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp per Kg. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP lebih besar dari pada pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp dan pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP Rp Pendapatan hanya dipengaruhi secara nyata oleh hasil produksi dan biaya saprodi pada taraf lima persen, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Sedangkan untuk variabel dummy LUEP berpengaruh nyata pada taraf lima persen yang menunjukkan hal terpenting bahwa ada perbedaan pendapatan yang nyata antara petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak menjual gabahnya ke LUEP. Variabel yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke LUEP yaitu variabel harga yang diterima. Identifikasi dapat dilihat dari nilai P-value variabel tersebut. Nilai P-value variabel harga sebesar 0,031 atau lebih kecil dari lima persen. Sedangkan variabel tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, serta hasil produksi tidak secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke LUEP karena nilai P-value lebih besar dari lima persen. Perbedaan harga lebih tinggi yang dapat diberikan oleh LUEP mendorong petani untuk menjual gabahnya ke LUEP.

4 EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Oleh: KHRISNA PRATAMA A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Nama : Khrisna Pratama NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, April 2008 Khrisna Pratama A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Khrisna Pratama, dilahirkan pada 21 September 1986 di Tangerang sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Agus Priyana dan Anih Sumiati. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parapat Tangerang. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 9 Tangerang pada tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun Penulis aktif di beberapa organisasi seperti MPK dan OSIS serta kegiatan ekstra kurikuler. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) pada tahun 2005/2006, Pers Kampus Gema Almamater IPB (GA) pada tahun , serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian. Selain itu, penulis juga menjadi asisten dosen dalam mata kuliah ekonomi umum selama tiga semester pada tahun

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan segala keajaiban di muka bumi. Diantaranya terdapat kekayaan alam yang sangat potensial, sehingga mampu membantu keberlanjutan hidup manusia dalam berkreasi dan berkarya di alam semesta. Shalawat serta salam kepada Muhammad SAW semoga selalu mengalir sehingga keberkahan selalu disisi beliau. Sebuah kebanggaan bagi penulis ketika membuat skripsi yang berjudul Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2008 Khrisna Pratama

9 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik atas bimbingan, saran, kritik, dan perhatiannya selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen penguji utama dan Ibu Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah bersedia untuk menguji penulis, serta atas saran, masukan dan perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Mamah, Papah, dan Ucal serta semua keluarga besar yang selalu mendoakan, menyemangati, mendukung, serta membantu secara moral dan materil. 4. Owin (My Everything) terima kasih buat semuanya. Teman-teman yang banyak membantu, mendukung dan peduli: Yudi, Deli, Pipih, Aji Pafet, Pamz, Maya, Risti, Ade, Mayang, Zae, Ella, Tita, Aghiez, Ngkong, Evie, Toto, Sari, Mba Pini, Teh Fitri, Erfan, Deasy, Ricky, Morin, Asti, Wulan, Ucie, Ave, Irna, Achy, Etha, Santi, Kostan ACC, Kostan Maharani, serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya. It feels great to have friends who care and believe in you. 5. Segenap Dosen dan staf pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, LPPM IPB, dan Bagian Sarana Produksi, Biro Ekonomi Pemda Jabar. 6. Bapak Mahpudin, Bapak Beni, Ibu Reni, Bapak Kustana serta Neng dan Ipay yang banyak membantu selama penulis turun lapang. 7. Kalian dari masa lalu dan semua pihak yang luput dari ingatan, terima kasih.

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program DPM-LUEP Maksud dan Tujuan Program DPM-LUEP Sasaran Program DPM-LUEP Indikator Kinerja DPM-LUEP Kinerja DPM-LUEP Tahun Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Studi Mengenai Kebijakan Harga Dasar dan HPP Studi Mengenai Dampak Suatu Program Terhadap Pendapatan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Teori Harga Dasar Teori Pendapatan Kerangka Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Identifikasi Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Gabah Analisis Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Pengujian Hipotesis Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual ke LUEP i iii iv v i

11 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Responden Luas Lahan Garapan Responden Gambaran Umum LUEP Mulya Kencana, Desa Sukamulya, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Propinsi Jawa Barat Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKP Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKG Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Beras Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi Harga yang Diterima dan Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Menjual Gabahnya ke LUEP VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

12 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di Indonesia Berdasarkan Inpres No. 3 Tahun Perkembangan Jumlah Lokasi Pelaksana LUEP, di Indonesia Tahun Perubahan Harga Gabah dan Input Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Perkembangan Jumlah Alokasi, Pencairan, dan Sisa DPM di Indonesia Tahun Perkembangan Jumlah Pengembalian dan Tunggakan DPM oleh LUEP di Indonesia Tahun Ringkasan Sumber Data dan Metode Penelitian yang Digunakan Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Umur Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Uji Stasioneritas Disparitas Harga Gabah (Produsen) dengan Beras (Konsumen) di Propinsi Jawa Barat, April s.d. Oktober Harga Diterima dan Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi yang Menjual ke LUEP dan Tidak di Kabupaten Cianjur Tahun Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani di Kabupaten Cianjur Tahun Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah Ke LUEP di Kabupaten Cianjur Tahun iii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Disparitas Harga Gabah dan Harga Beras Eceran di Jawa Barat, Penetapan Harga Minimum (Harga Dasar) Alur Kerangka Pemikiran Perkembangan Harga GKP di Jawa Barat, April s.d. Oktober Perkembangan Harga GKG di Jawa Barat, April s.d. Oktober Perkembangan Harga Beras di Jawa Barat, April s.d. Oktober Perkembangan Harga GKP di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober Perkembangan Harga GKG di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober Perkembangan Harga Beras di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober iv

14 DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Non Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah ke LUEP Hasil Output Minitab Uji t Hasil Output Eviews Uji Stasioneritas Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan LUEP, Jawa Barat April-Oktober Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan Non-LUEP, Jawa Barat April-Oktober Kuisioner Penelitian Efektivitas Program DPM-LUEP Kuisioner Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani v

15 EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Oleh: KHRISNA PRATAMA A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan produktivitas usahatani. Sektor pertanian memberikan kontribusi dalam hal peningkatan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja serta memperluas pasar dalam negeri dan luar negeri melalui pertanian yang tangguh. Salah satu hasil dari produk pertanian adalah gabah yang kemudian dapat dijadikan sebagai beras. Beras merupakan komoditas pangan bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Menurut Amang dan Sawit (1999), pembangunan sub sektor pangan khususnya padi, sebelum krisis, telah mampu mengurangi jumlah orang miskin secara signifikan di pedesaan Jawa. Peningkatan pendapatan pada komoditas tersebut telah menarik sektor lain untuk berkembang di desa. Kebutuhan akan beras sebagai makanan pokok terus meningkat seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemerintah sudah berusaha untuk meningkatkan produksi beras nasional agar dapat menjamin ketersediaan akan beras. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional akan beras adalah dengan dilakukan kegiatan seperti pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Petani merupakan salah satu pelaku terkait yang berperan dalam meningkatkan produksi. Petani seharusnya mendapatkan perhatian terutama dari 1

17 pemerintah. Pada perkembangannya petani selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal ini ditunjukan dengan biaya produksi yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan harga jual hasil panen yang tinggi sehingga pendapatan petani tidak meningkat atau bahkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat panen raya pendapatan petani justru semakin turun karena harga jual yang semakin rendah. Pada masa Orde Baru, untuk melindungi petani padi dari turunnya harga padi pada saat panen raya, pemerintah menetapkan kebijakan harga dasar gabah. Kebijakan harga dasar gabah (HDG) mewajibkan pemerintah membeli kelebihan suplai beras pada saat ditetapkannya harga dasar ketika panen raya. Begitu juga pada saat masa reformasi saat ini, pemerintah menetapkan Harga gabah Pembelian Pemerintah (HPP). HPP yang ditetapkan melalui Inpres No. 2 Tahun 2005 telah dilaksanakan sekitar dua tahun sejak Maret Sebagaimana diketahui, HPP tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut terlihat bahwa pemberlakuan HPP bersamaan dengan penetapan kenaikan harga BBM. Perubahan HDG menjadi HPP sangat mendasar karena dengan kebijakan HPP, pemerintah tidak lagi berkewajiban dan bertanggung jawab secara formal dan juridis untuk menjamin harga dasar gabah pada tingkat harga tertentu. Kebijakan HPP bukan menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani sebagaimana lazimnya pada konsep kebijakan HDG. Dengan kebijakan HPP Pemerintah tidak wajib membeli gabah dari petani. Hingga saat ini, Inpres No. 2 Tahun 2005 mengandung beberapa perubahan mendasar dibanding rancangan sebelumnya. Perubahan mendasar 2

18 tersebut memuat tentang penetapan harga pembelian untuk gabah kering panen dan rasionalisasi struktur harga antara Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan beras. Kedua hal tersebut mengandung pengertian agar kebijakan HPP lebih efektif dalam mengangkat harga gabah petani. Melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 pada tanggal 1 April, pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan HPP, yang semula Rp 1.730,00 per kilogram GKG naik menjadi Rp 2000,00 per kilogram GKG. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan harga pembelian pemerintah (HPP) dua tahun terakhir. Tabel 1. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di Indonesia Berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2007 HPP Jenis Gabah Kering Panen Rp Rp Rp Gabah Kering Giling Rp Rp Rp Beras Rp Rp Rp Sumber : Departemen Pertanian (2007) Pemerintah selain menetapkan kebijakan HPP juga memberikan Dana Penguat Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk menolong petani, kegiatan ini dilakukan oleh Departemen Pertanian dalam rangka stabilisasi harga gabah terutama pada saat panen raya. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pemberian dana talangan kepada LUEP untuk meningkatkan kemampuannya dalam membeli gabah/beras petani, dengan harga yang wajar dan mengacu pada HPP. 1 Berdasarkan program ini diharapkan petani dapat menjual gabahnya ke LUEP sesuai dengan HPP yang ditetapkan sehingga kebijakan HPP dapat efektif. 1 Agustus

19 LUEP merupakan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menstabilkan harga beras agar tidak merugikan petani padi. LUEP merupakan lembaga pedesaan seperti KUD, koperasi tani, gabungan kelompok tani atau kelompok tani yang bertugas menampung hasil panen dari petani-petani padi di daerah tersebut. LUEP sangat diperlukan petani padi karena pada umumnya petani padi tidak mampu menjual gabah pada harga yang wajar. Lembaga ini sangat penting untuk meningkatkan posisi tawar petani dan melindungi petani dari penjual-penjual besar. Tabel 2. Perkembangan Jumlah Lokasi Pelaksana LUEP di Indonesia Tahun Tahun Jumlah Propinsi Jumlah Kabupaten Jumlah LUEP Pencairan APBN (Rp.000) *) Sumber : Departemen Pertanian (2008) Keterangan : *) Jumlah kabupaten dan LUEP tahun 2007 berdasarkan laporan yang masuk per Agustus 2007 Kegiatan DPM-LUEP telah berlangsung sejak tahun 2003 dan telah memasuki tahun keenam. Pada tahun 2003 dan 2004, penggunaan DPM hanya untuk membeli gabah atau beras petani, namun sejak tahun 2005 ditambah komoditas jagung dan komoditas kedelai sejak tahun Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah lokasi pelaksana DPM-LUEP selama tahun Terlihat bahwa jumlah propinsi, jumlah kabupaten, dan jumlah LUEP yang mendapatkan DPM cenderung meningkat setiap tahun sesuai dengan alokasi APBN yang semakin meningkat. Penurunan jumlah kabupaten dan LUEP yang 4

20 mendapat DPM terjadi pada tahun Hal ini disebabkan alokasi dari APBN yang lebih sedikit pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya. Stabilisasi harga gabah hasil panen petani pada saat panen raya merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan pendapatan dan ketahanan pangan petani padi. Peningkatan pembelian gabah oleh LUEP dengan harga yang tinggi diharapkan dapat mempengaruhi harga gabah di wilayah, serta menggerakkan agribisnis perberasan secara keseluruhan. Pengalaman beberapa propinsi yang telah melaksanakan program LUEP menunjukkan bahwa dana talangan ini efektif untuk menjaga stabilitas harga gabah pada harga yang wajar. Berdasarkan keberhasilan beberapa daerah tersebut, Komisi III DPR-RI mendukung usulan Departemen Pertanian untuk pendanaan kegiatan ini dari APBN, melalui dana penguatan modal (DPM) LUEP. Program DPM-LUEP bertujuan agar pada saat panen raya petani dapat menjual gabahnya dengan harga yang stabil atau sesuai dengan HPP. Selain itu, meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan mengembangkan usaha bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya merupakan sasaran dari program ini. Dengan demikian perlu diketahui apakah dengan adanya LUEP harga gabah di tingkat petani dapat stabil dan mengacu pada HPP yang ditetapkan. Selain itu apakah dengan adanya program ini pendapatan petani dapat meningkat sehingga kesejahteraan petani dapat terjamin. Jawa Barat adalah daerah penghasil beras terbesar di Indonesia, dengan produksi beras yang dihasilkan mencapai 20 persen dari total produksi nasional (BPS, 2006). Propinsi Jawa Barat sebagai sentra produksi padi terbesar di Indonesia memperoleh dana DPM-LUEP setiap tahunnya. Namun, sampai saat ini 5

21 program DPM-LUEP belum dilaksanakan di seluruh kecamatan di Jawa Barat. Oleh karena itu penting untuk diketahui efektivitas program ini dalam menolong harga gabah petani di tiap kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dibandingkan dengan kecamatan yang belum mendapatkan DPM-LUEP dan apakah LUEP dikatakan sudah dapat membantu petani dengan menstabilkan harga gabah yang diterima. Disamping itu, petani padi di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat diduga sangat sensitif dari adanya perubahan kebijakan HPP tersebut sehingga peranan DPM-LUEP sangat dibutuhkan. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi padi yang memasok sekitar tujuh persen kebutuhan padi di pulau Jawa pada tahun 2005 dan memiliki beras dengan ciri khas tersendiri (BPS, 2006). Dengan demikian penelitian ini akan mengambil kasus dampak dari program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Perumusan Masalah Kondisi perberasan di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak masalah, salah satunya menyangkut kesejahteraan petani. Sebagai pelaku utama sektor pertanian, kesejahteraan petani masih belum menjadi prioritas. Pada saat panen raya, harga gabah seringkali turun sampai di bawah harga dasar bahkan sampai titik terendah sehingga merugikan petani. Sebaliknya pada musim paceklik, produksi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga harga gabah meningkat dan tidak terjangkau oleh petani yang tidak lagi memiliki produksi gabah. 6

22 Petani seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seringkali petani selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal ini ditunjukan dengan biaya produksi yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan harga jual hasil panen yang tinggi sehingga pendapatan petani tidak meningkat atau bahkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari karena, selain untuk biaya produksi selanjutnya petani juga perlu memikirkan keberlangsungan hidupnya. Berbagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan petani telah dijalankan oleh pemerintah seperti subsidi terhadap input pertanian, perbaikan sistem penyimpanan, pemberian bantuan kredit, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya mampu meningkatkan pendapatan petani padi. Hal ini disebabkan relatif rendahnya harga gabah yang diterima petani padi terhadap harga komoditi lain bahkan terhadap harga beras sendiri Harga Variable GKP (Produsen) Beras (Konsumen) Disparitas 10 Bulan Gambar 1. Disparitas Harga Gabah dan Harga Beras Eceran di Jawa Barat, Sumber: Badan Pusat Statistik (2005) 7

23 Permasalahan tingginya disparitas antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen di Propinsi Jawa Barat ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 1. Sepanjang tahun 2004 sampai dengan 2005, secara nominal disparitas tersebut semakin menyolok dan menunjukkan tren yang meningkat. Hal ini mengindikasikan secara relatif harga yang diterima petani masih rendah. DPM-LUEP yang diberlakukan tahun 2003 berusaha meminimisasi fluktuasi harga gabah di tingkat petani. Program DPM-LUEP bertujuan agar harga gabah yang diterima petani tidak pernah berada pada level di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 diharapkan juga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Pembelian gabah oleh LUEP dengan harga minimal sama dengan HPP diharapkan dapat menjadi insentif petani agar tetap berproduksi. Efektivitas LUEP juga akan meningkatkan pendapatan petani ketika kondisi panen raya. Efektivitas ini diukur dari sejauhmana dampak DPM-LUEP terhadap stabilitas harga petani sehingga tidak jatuh di bawah HPP pada saat terjadi panen raya. Namun yang menjadi permasalahan adalah kenaikan HPP juga diikuti dengan kenaikan biaya produksi pertanian. Hal ini dapat dilihat dari data perubahan harga gabah dan input usahatani padi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM Selain efektivitasnya dalam menjaga kestabilan harga gabah di tingkat petani, DPM-LUEP juga diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan petani. Apakah dengan adanya program ini pendapatan petani dapat meningkat?, sehingga kesejahteraan petani juga meningkat. 8

24 Tabel 3. Perubahan Harga Gabah dan Input Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM di Indonesia Tahun 2005 Uraian Satuan Sebelum Sesudah Perubahan % Perubahan Benih Rp/kg ,00 Pupuk Rp/kg ,37 Pestisida Rp/liter ,00 Traktor Rp/ha ,86 Pompa air Rp/ha ,00 Mesin rontongan Rp/ha ,96 Upah TK Rp/HOK ,21 Gabah Rp/kg ,04 Sumber : Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 3 No.3, September 2005 Alokasi DPM-LUEP tingkat nasional Tahun 2007 untuk pembelian gabah/beras sebesar Rp 299,93 milyar. Untuk Propinsi Jawa Barat sendiri dialokasikan dana sebesar Rp 24,03 milyar. Terdapat 15 kabupaten dan satu kota di Jawa Barat yang mendapatkan program DPM-LUEP. Namun diantara tiap kabupaten/kota tersebut, belum semua kecamatan yang sudah mendapatkan program ini. Penting untuk diketahui apakah kecamatan yang sudah mendapat program DPM-LUEP dapat memberikan jaminan kestabilan harga gabah yang lebih baik dibandingkan kecamatan yang belum mendapatkan program DPM- LUEP. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang mendapat program DPM-LUEP. Terdapat empat kecamatan yang mendapat DPM-LUEP di Kabupaten Cianjur yaitu Kecamatan Cibeber, Karang Tengah, Warungkondang, dan Ciranjang. Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 serta program DPM-LUEP yang dapat mendukung efektivitas HPP mempengaruhi tingkat pendapatan petani padi di 9

25 Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP. Efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga dan pendapatan petani tentunya dipengaruhi oleh keinginan petani untuk menjual gabahnya ke LUEP. Dengan pembelian gabah petani oleh LUEP maka tujuan dari program ini dapat dicapai. Masih banyaknya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak tentunya membuat LUEP harus mampu memberikan insentif yang lebih baik agar petani bersedia untuk menjual gabahnya kepada lembaga ini. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah program DPM-LUEP dapat menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat? 2. Apakah program DPM-LUEP dapat meningkatkan pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat? 3. Apa saja yang mempengaruhi keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis dampak program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. 10

26 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberi informasi dan pemahaman kepada pembaca mengenai efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah dan pendapatan petani. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan berpikir, mengkaji dan menulis suatu permasalahan serta memberikan solusinya. 11

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program DPM-LUEP Salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk menjaga fairness tingkat harga gabah dan beras yang terjadi adalah dengan memberikan bantuan modal bagi usaha perdesaan untuk membeli gabah/beras dari petani. Pada Tahun Anggaran 2003, Departemen Pertanian dengan dukungan Komisi III DPR-RI, telah mengembangkan kegiatan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk melakukan pembelian gabah/beras petani pada saat panen raya. Melalui penguatan modal ini, kemampuan LUEP untuk membeli gabah/beras petani dengan harga yang wajar menjadi meningkat. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi upaya stabilisasi harga gabah di tingkat petani. Selanjutnya, melalui pelaksanaan kegiatan ini diharapkan pula dapat meningkatkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, wilayah, dan nasional. Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM- LUEP) adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membantu petani memperoleh harga sesuai HPP. Melalui kegiatan ini pemerintah mengalokasikan sejumlah dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dana talangan kepada LUEP untuk membeli gabah petani pada saat panen raya minimal sesuai HPP. Kegiatan DPM-LUEP telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan anggaran Rp 162,19 milyar yang disalurkan kepada LUEP di 15 propinsi, tahun 2004 sebesar Rp 161,55 milyar bagi LUEP di 19 propinsi, tahun 2005 sebesar Rp 12

28 99,92 milyar bagi 841 LUEP di 19 propinsi, tahun 2006 sebesar Rp 238,50 milyar di 25 propinsi dan tahun 2007 sebesar 299,93 milyar di 27 propinsi. Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan yang memperoleh DPM, dapat berbentuk gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi, koperasi tani (Koptan), Koperasi Unit Desa (KUD), lumbung pangan, dan pengusaha penggilingan padi yang bergerak dalam pengolahan, penyimpanan, maupun pemasaran gabah. Manfaat dari diterimanya DPM-LUEP tidak boleh berhenti sampai pada penguatan modal, tetapi harus diteruskan kepada petani berupa pembelian gabah pada waktu yang tepat dan harga yang lebih baik. Penggunaan DPM oleh LUEP harus memenuhi Lima Tepat yakni : 1. Tepat Pemanfaatan: DPM-LUEP hanya dapat dimanfaatkan untuk pembelian gabah dari petani bukan untuk keperluan lain. 2. Tepat Sasaran: pembelian dengan dana DPM harus langsung kepada petani/kelompok tani bukan dari pedagang atau pihak lain. 3. Tepat Waktu: LUEP bertanggungjawab dalam pembelian gabah/beras ke petani pada saat harga jatuh, terutama pada panen raya dan mengembalikan dana talangan tepat pada waktunya. 4. Tepat Harga: Pembelian gabah petani oleh LUEP pada harga sesuai dengan kontrak dan mengacu kepada HDPP. 5. Tepat Jumlah: LUEP menggunakan DPM minimal sesuai dengan kontrak. Diharapkan dapat menggunakan secara berulang-ulang untuk membeli gabah dan mengembalikan dana tersebut dalam jumlah yang utuh. 13

29 2.2. Maksud dan Tujuan Program DPM-LUEP Maksud penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP sebagai berikut: a. Menjaga stabilitas harga gabah/beras, jagung dan kedelai produksi petani agar tidak jatuh pada saat panen raya b. Memfasilitasi pengembangan ekonomi di pedesaan melalui usaha pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/beras, jagung, dan kedelai ; c. Memperkuat kelembagaan petani sebagai sarana kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk mencapai maksud tersebut, maka tujuan penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP adalah: a. Melakukan pembelian gabah/beras petani dengan harga serendahrendahnya sesuai HPP, dan pembelian jagung serta kedelai sesuai harga referensi daerah; b. Meningkatkan kemampuan para pelaku usaha pertanian di pedesaan dalam mengakses modal untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/beras, jagung atau kedelai; c. Mengembangkan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan usaha bersama yang lebih komersil Sasaran Program DPM-LUEP Sasaran DPM-LUEP terdiri dari: a. Sasaran Umum: 14

30 (1) Terlaksananya pembelian gabah/beras, jagung, dan kedelai oleh LUEP serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras atau harga referensi daerah untuk jagung dan kedelai; (2) Meningkatnya kemampuan permodalan unit usaha milik kelompoktani/ gapoktan, Koptan, atau KUD untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan dan pemasaran beras/gabah, jagung atau kedelai; (3) Meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan mengembangkan usaha bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. b. Sasaran Kegiatan: (1) Petani dalam poktan yang tergabung dalam Gapoktan atau petani anggota Koptan atau KUD; (2) Penerima DPM, adalah LUEP yang dapat berbentuk unit usaha dalam Gapoktan, Koptan atau KUD untuk membeli gabah/beras, jagung, atau kedelai petani dalam poktan; serta mengembalikan DPM secara tepat waktu dan jumlah; (3) Propinsi pelaksana kegiatan DPM-LUEP yaitu: (a) padi di 27 propinsi sentra produksi padi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, 15

31 Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua; (b) jagung di 9 propinsi sentra produksi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Gorontalo; serta (c) kedelai di 4 sentra produksi di propinsi yaitu Jambi, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Indikator Kinerja DPM-LUEP Untuk mengukur nilai keberhasilan kegiatan ini, digunakan beberapa indikator kinerja, yaitu: a. Indikator Output: Volume pembelian gabah/beras oleh LUEP meningkat minimal sebesar alokasi dana yang diterima, dan waktu pengembalian lunas tepat waktu. Dalam pelaksanaannya indikator output diukur melalui: Pencairan DPM oleh LUEP tepat waktu, jumlah, dan sasaran; Pemanfaatan DPM untuk pembelian gabah/beras petani sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah; Putaran DPM untuk pembelian gabah/beras oleh LUEP minimal satu kali ; Pengembalian DPM tepat waktu dan tepat jumlah. b. Indikator Outcome: Harga yang diterima petani daerah sentra produksi semakin baik dan usaha LUEP di pedesaan semakin berkembang. Dalam pelaksanaannya indikator outcome diukur melalui: Harga yang diterima petani padi di wilayah sasaran kegiatan DPM-LUEP dibandingkan Harga Dasar Pembelian oleh Pemerintah (HDPP). 16

32 Meningkatnya aktivitas penjualan dan pemasaran LUEP. c. Indikator Benefit: Harga gabah/beras semakin stabil dan agribisnis perberasan semakin berkembang. Dalam pelaksanaannya lebih ditekankan pada harga gabah/ beras yang terkendali di wilayah sasaran kegiatan DPM-LUEP. d. Indikator Dampak: Pendapatan petani padi meningkat yang dapat memantapkan ketahanan pangan wilayah Kinerja DPM-LUEP Tahun Kegiatan DPM-LUEP tahun 2003 di 15 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar dan Kalsel meliputi 121 kab, LUEP, dan ± petani. Alokasi APBN sebesar Rp juta, pencairan sebesar Rp juta (98%), pembelian sebesar Rp juta (376% dari nilai yg dicairkan), penjualan sebesar Rp juta (88% dari nilai pembelian) serta pengembalian sebesar Rp juta (93,93% dari nilai pencairan). Pelaksanaan DPM-LUEP tahun 2004 di 19 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DI. Yogya, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar, Kalsel, Jambi, NTT, Sulteng dan Gorontalo. Meliputi 145 kab, LUEP, dan ± petani. Alokasi APBN sejumlah Rp juta, pencairan senilai Rp (97% dari alokasi), pembelian sejumlah Rp juta (397% dari nilai yg dicairkan), penjualan sejumlah Rp juta (97% 17

33 dari nilai pembelian), serta pengembalian sejumlah Rp juta (92,03% dari nilai pencairan). Kegiatan DPM-LUEP tahun 2005 di 19 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar, Kalsel, Jambi, NTT, Sulteng dan Gorontalo meliputi 125 kab, 842 LUEP, dan ± petani. Alokasi APBN sebesar Rp juta, pencairan sebesar Rp juta (90%), pembelian sebesar Rp juta (339% dari nilai yg dicairkan), penjualan sebesar Rp juta (99% dari nilai pembelian) serta pengembalian pada sebesar Rp juta (97,95% dari nilai pencairan). Pelaksanaan DPM-LUEP tahun 2006 di 25 propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Jambi, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Papua. Meliputi 175 kab, LUEP, dan ± petani. Alokasi APBN sejumlah Rp juta, pencairan senilai Rp (94% dari alokasi), pembelian sejumlah Rp juta (638% dari nilai yg dicairkan), penjualan sejumlah Rp juta (111% dari nilai pembelian), serta pengembalian sejumlah Rp juta (96,66% dari nilai pencairan). Kegiatan DPM-LUEP dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 dapat dikatakan cukup berhasil. Perkembangan kegiatan DPM-LUEP dari tahun 2003 sampai tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Secara umum persentase pencairan DPM oleh LUEP dari tahun telah mencapai lebih 18

34 94 persen dari alokasi DPM. Sisa DPM di propinsi dari tahun hanya sekitar 4,24 persen dari alokasi DPM. Selain itu, pengembalian dari tahun sampai dengan akhir maret 2007 telah mencapai lebih 93 persen dari nilai pencairan. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Alokasi, Pencairan, dan Sisa DPM di Indonesia Tahun Penyediaan, Pencairan, dan Sisa DPM yang tidak Dicairkan Tahun Alokasi DPM Pencairan DPM oleh (Rp.000) LUEP Sisa DPM di Propinsi (Rp.000) % (Rp.000) % , , , , , , , ,63 Jumlah , ,24 Sumber : Departemen Pertanian (2008) Selanjutnya diharapkan kegiatan ini dapat melibatkan semaksimal mungkin peran pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Peranan masingmasing pihak dibutuhkan dalam rangka membangun ketahanan pangan wilayah yang berbasis pada pengembangan sistem dan usaha agribisnis perberasan yang efisien, dan berkelanjutan. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Pengembalian dan Tunggakan DPM oleh LUEP di Indonesia Tahun Tahun Pencairan Pengembalian DPM Tunggakan DPM (Rp.000) (Rp.000) % (Rp.000) % , , , , , , , ,34 Jumlah ,14 Sumber : Departemen Pertanian (2008) 19

35 Evaluasi Tim Teknis Pusat mengidentifikasi beberapa kendala di lapangan antara lain: (1) masih ada penggunaan DPM-LUEP untuk pembelian di luar ketentuan; (2) Pencairan selalu terlambat; (3) pelaporan Form A, B dan C terlambat dan tidak lengkap; (4) belum ada penyelesaian tunggakan pengembalian tahun 2003 dan tahun 2004; serta (5) belum ditemukannya sistem pengembalian ke daerah yang tidak bertentangan dengan perundangan yang berlaku. Indikator pencapaian kegiatan ini dengan sasaran terkendalinya harga gabah petani sesuai HPP telah dicapai dengan indikator kinerja harga gabah stabil. Namun sasaran menguatnya lembaga usaha ekonomi pedesaan dan menguatnya posisi daerah dalam ketahanan pangan belum tercapai. Masalah utama kegiatan DPM-LUEP setelah lima tahun berjalan adalah pencairan dana yang belum tepat waktu, karena pencairan dana masih menggunakan mekanisme APBN. Perdagangan beras antar daerah dan antar pulau belum berjalan seperti yang diharapkan, walaupun kebijakan pemerintah untuk melarang impor beras sudah dikeluarkan sampai dengan 31 Desember Kendala lain yang masih dirasakan adalah pemasaran oleh LUEP yang secara nasional masih tergantung pada DOLOG dan ke pasar umum yang pada saat itu diketahui situasinya stagnan. Pelaksanaan DPM LUEP telah berjalan sejak tahun 2003 dengan tujuan membantu LUEP untuk dapat menolong petani. Perkembangan pelaksanaan DPM LUEP hingga tahun 2006 mengalami peningkatan jumlah propinsi dan kabupaten penerima dari 15 propinsi di 121 kabupaten menjadi 25 propinsi di 175 kabupaten penerima. 20

36 2.6. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai program DPM-LUEP belum banyak dilakukan. Namun penelitian tentang kebijakan HPP atau harga dasar gabah serta tingkat pendapatan petani telah banyak dilakukan. Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas akan diuraikan seperti di bawah ini Studi Mengenai Kebijakan Harga Dasar dan HPP Penelitian mengenai dampak kebijakan harga gabah terhadap produksi padi di pulau Jawa dilakukan oleh Dohana (2006). Dalam penelitian tersebut menggunakan model persamaan simultan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di pulau Jawa, kemudian melakukan simulasi historis ( ) guna menganalisis dampak kebijakan terhadap produksi padi. Data diolah menggunakan SAS v6.12. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga dasar gabah, harga pupuk urea, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Respon luas areal panen padi di pulau Jawa pada jangka pendek inelastis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan pada jangka panjang luas areal panen padi lebih elastis terhadap perubahan harga dasar gabah, harga pupuk urea, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya. Produktivitas padi dipengaruhi secara signifikan oleh harga dasar gabah, harga pupuk urea, jumlah penggunaan pupuk kimia, curah hujan, dan produktivitas padi tahun sebelumnya. Respon produktivitas padi terhadap faktor-faktor di atas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang kecuali perubahan produktivitas 21

37 padi tahun sebelumnya yang direspon lebih elastis dalam jangka panjang oleh produktivitas padi. Hasil simulasi menunjukan bahwa kebijakan harga dasar gabah berdampak positif terhadap produksi padi di pulau Jawa. Namun perlu pertimbangan simulasi Harga Pupuk Urea (HPU), dan Harga Beras Eceran di Indonesia (HBEI) sebelum penetapan harga dasar gabah. Hasil simulasi peningkatan harga pupuk urea menunjukan terjadi peningkatan harga gabah dan penurunan produksi padi di pulau Jawa. Sedangkan peningkatan harga dasar gabah dan harga pupuk urea secara bersama-sama mendorong peningkatan produksi. Harga beras eceran di Indonesia (HBEI) mewakili pengaruh harga beras impor terhadap perilaku produksi padi di pulau Jawa. Hasil simulasi peningkatan HBEI menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi padi di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul (1989) tentang efektivitas pelaksanaan harga dasar gabah di propinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan harga dasar gabah di wilayah penelitian (kabupaten Pinrang dan Bone) selama tahun pengadaan 1997/1998 berjalan efektif. Demikian pula kebijakan harga dasar gabah ditinjau dari sisi stabilitas harga selama tahun 1984,1985, dan 1986 di seluruh propinsi Sulawesi Selatan cukup efektif. Beberapa faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat usahatani Sulawesi Selatan adalah jumlah produksi gabah, jumlah KUD yang beroperasi, jumlah pengadaan DOLOG, harga eceran beras kualitas medium di pasaran kota Ujung Pandang. Faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat harga jual gabah petani di Sulawesi Selatan adalah volume penjualan gabah oleh petani, 22

38 jarak lokasi petani dari KUD, kualitas gabah yang dijual oleh petani. Usaha para petani di lokasi penelitian dalam meningkatkan kualitas gabahnya sebelum dijual ternyata telah memberikan nilai tambah yang cukup berarti. Demikian pula KUD yang membeli gabah dari petani pada berbagai peningkatan kualitas kering giling (GKG) turut memperoleh nilai tambah (NTA dan NTR) untuk setiap kilogram gabah yang dijual ke DOLOG. Tinggi rendahnya nilai tambah yang diperoleh KUD sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya harga jual gabah petani, besar kecilnya isentif harga yang diberikan BULOG serta besarnya biaya di dalam merawat gabah. Dalam penelitiannya, Ritongga (2004) menganalisis efektivitas dari kebijakan harga dasar beras. Pada dasarnya, kebijakan tata niaga beras ditunjukkan untuk mengatur keseimbangan antara pasokan dan permintaan beras agar tercapai peningkatan pendapatan petani, semakin meningkatnya peranan KUD, dan terjaminnya keberlanjutan pasokan beras. Masalah pemberlakuan harga dasar beras diduga kurang efektif, tambahan pula subsidi pupuk dihapuskan yang berakibat petani semakin terpuruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan harga dasar gabah atau beras cukup efektif bagi produsen dan konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras. Untuk menganalisis jawaban permasalahan, disusunlah suatu model ekonometrika permintaan dan penawaran beras dalam bentuk persamaan simultan. Kebijakan peningkatan harga dasar gabah atau beras memang telah meningkatkan kesejahteraan petani di satu pihak. Namun di lain pihak, diikuti oleh meningkatnya harga beras eceran, yang telah mengakibatkan menurunnya 23

39 kesejahteraan konsumen. Secara keseluruhan kebijakan tersebut telah menurunkan agregasi tingkat kesejahteraan rakyat. Pendapatan petani bersih per hektar dari usaha tanaman padi sawah di Bekasi tercatat lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani di Karawang. Standar kemiskinan tidak terlalu berbeda yaitu kurang dari 0,8 hektar. Kebijakan harga dasar gabah atau beras apabila tidak atau kurang didukung implementasinya yang ketat di lapangan seperti adanya kelembagaan operasi yang baru, maka fenomena peningkatan kesejahteraan rakyat yang diharapkan tidak akan terwujud, sebaliknya kondisi sosial ekonomi petani semakin terpuruk. Penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan HPP Gabah juga telah diteliti oleh Pantjar Simatupang, Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan M. Maulana (2005). HPP yang ditetapkan melalui Inpres No. 2 Tahun 2005, sudah dilaksanakan sekitar lima bulan (sejak Maret 2005), sehingga sudah waktunya untuk dievaluasi. Kajian ini dilaksanakan dengan memadukan data empiris dari lapang (kasus di Propinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan) dengan data pemantauan BPS, data pasar domestik dan pasar internasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa HPP gabah yang ditetapkan melalu Inpres No. 2 Tahun 2005 dapat terlaksana secara efektif dan berjalan relatif stabil Studi Mengenai Dampak Suatu Program Terhadap Pendapatan Petani Analisis tingkat pendapatan petani padi organik dan padi anorganik berdasarkan status kepemilikan lahan yang dilakukan Marhamah (2007) di Kelurahan Situgede Kota Bogor menunjukkan petani dengan status pemilik memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani dengan status bagi hasil. Selain itu jumlah pendapatan bersih yang diterima petani padi organik lebih tinggi 24

EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP)

EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Oleh: KHRISNA PRATAMA A14304082 PROGRAM

Lebih terperinci

PEMETAAN KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR OLEH WAHYUDI ROMDHANI A

PEMETAAN KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR OLEH WAHYUDI ROMDHANI A PEMETAAN KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR OLEH WAHYUDI ROMDHANI A14304040 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A14304078 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 54 / VII / 1 Oktober 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Juli 2004, petani mampu menjual hasil produksinya 1,00 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Juni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI No. 25 / VII / 1 April 2004 HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Maret 2004 (panen raya), harga gabah untuk semua jenis kualitas turun. Harga Gabah Kering

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA GABAH DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LOKASI PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP)

ANALISIS HARGA GABAH DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LOKASI PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) ANALISIS HARGA GABAH DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LOKASI PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) (Kasus Kecamatan Pameungpeuk dan Bale Endah, Kabupaten Bandung) Oleh: DELI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 59 / VII / 1 Nopember 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Agustus 2004, Nilai Tukar Petani (NTP) adalah 103,99 atau turun 1,66 persen dibanding

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 No. 32/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2016, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22

Lebih terperinci

DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI. Oleh : ROHELA A

DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI. Oleh : ROHELA A DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI Oleh : ROHELA A14105699 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH No. 19 / IX / 3 April 2006 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada bulan Januari 2006, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat 100,72 atau

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

Analisis Harga Gabah Maret 2013

Analisis Harga Gabah Maret 2013 Analisis Harga Gabah Maret 2013 Pergerakan Harga Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa rerata harga seluruh kelompok kualitas gabah mengalami penurunan pada Maret 2013 di bandingkan Februari 2013.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 21/04/Th. X, 2 April 2007 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Januari 2007, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian tahun 1996-2000 merupakan kelanjutan dari seri publikasi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setiap tahunnya. Mulai

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH No. 56 / IX / 1 Nopember 2006 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada bulan Agustus 2006, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat 102,60

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENETAPAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH TERHADAP PENDAPATAN PETANI

EFEKTIVITAS PENETAPAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH TERHADAP PENDAPATAN PETANI EFEKTIVITAS PENETAPAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Kasus Kecamatan Binong, dan Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh: MILA YULISA A 14105572 PROGRAM

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017 No. 24/05/63/Th.XXI, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,67 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) No. 40 / VII / 1 Juli 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada bulan April 2004, petani padi, palawija, dan buah-buahan berhasil menjual hasil produksinya dengan harga lebih tinggi dibanding Maret

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 No. 50 /09/63/Th.XV, 3 September 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN AGUSTUS 2012 TURUN 0,35

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta September No. 55/10/34/Th.XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Nilai Tukar Petani & Harga Produsen Gabah Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN S u t a w i Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang Ketahanan Pangan Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 No. 24/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 No. 59/11/34/Th.XVIII, 1 November 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2016,

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 1 Petani sering merugi Bulog belum hadir di petani Rantai pasok panjang Struktur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,33 PERSEN No. 16/03/63/Th.XXI, 1 Maret

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016 No. 69/10/33/Th.X, 03 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEPTEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 No. 84/12/33/Th.X, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Badan Ketahanan Pangan Triwulan I Tahun 2016

Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Badan Ketahanan Pangan Triwulan I Tahun 2016 Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Badan Ketahanan Pangan Triwulan I Tahun 2016 PENETAPAN KINERJA A Skor PPH Ketersediaan 89,71 % 1 Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (Kawasan) 190 Kawasan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 No. 53/08/33/Th.IX, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2015 SEBESAR 98,99

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian yang menjadi dasar pelaksanaan program dan kegiatan pada periode tahun 2015-2019 adalah Rencana Pembangunan Pertanian Jangka Menengah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2017 NAIK 0,40 PERSEN No. 08/02/63/Th.XXI, 1 Februari

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Andalan Ketahanan Pangan

Andalan Ketahanan Pangan Andalan Ketahanan Pangan Disampaikan pada Workshop Pemantauan Stok Gabah/Beras di Tingkat Penggilingan Surabaya, 4-6 Juli 2012 KETAHANAN PANGAN UU. N0.7/1996 Tentang Pangan Adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DUKUNGAN DANA PERKUATAN MODAL KEPADA LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 1 OUT LINE A. PENDAHULUAN B. STOK BERAS DAN SEBARANNYA C. HASIL MONITORING DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 No. 67/12/34/Th.XVIII, 1 Desember 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER 2016 NAIK 0,08 PERSEN No. 03/01/63/Th.XXI, 3 Januari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 31/06/63/Th.XIX, 1 Juni NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,33 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci