PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN"

Transkripsi

1 PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN ANAK AGUNG SRI AGUSTINI DEWI NPM : FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2014 i

2 PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Oleh : Anak Agung Sri Agustini Dewi NPM : Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) NPK : NPK : ii

3 Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul : PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 28 Februari Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan. Tim Penguji Skripsi FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua, Denpasar, 28 Februari 2014 drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc NPK : Anggota : Tanda Tangan 1. drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) 1.. NPK : drg. I Dewa Ayu Nuraini Sulistiawati, M.Biomed 2 NPK : Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar P.A. Mahendri Kusumawati., drg., M.Kes., FISID. NIP iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Perbedaan Akurasi Hasil Radiografi Dengan Teknik Oklusal Dan Teknik Bitewing Untuk Mendeteksi Karies Proksimal Buatan" ini tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan penulis untuk memenuhi Satuan Kredit Semester (SKS) dalam rangka mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc selaku dosen pembimbing I, atas segala upaya dan bantuan beliau yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam mewujudkan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan dan petunjuk yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. drg. I Dewa Ayu Nuraini Sulistiawati, M.Biomed selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji serta memberikan koreksi dan masukan kepada penulis. 4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. iv

5 5. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, Staf, Dosen, dan Karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung. 6. Kedua orang tua tercinta, Anak Agung Made Yasa dan I Gusti Ayu Made Raka dan seluruh keluarga besar atas doa, dorongan moril maupun material selama mengerjakan skripsi ini. 7. Ida Bagus Indra Maha Putra yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian. 8. drg. I Putu Gede Andika Yasa, semua teman-teman Cranter 2010, Riscapy, Jayak, Nantha, Ista, Resti, Gunggek, Cok In, Tika, Kak Wewe, Kak Alex serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas dorongan dan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.penulis berharap semoga karya tulis ini berguna bagi pembacanya. Denpasar, 28 Februari 2014 Penulis v

6 PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN Abstrak Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pemeriksaan karies proksimal dapat dilakukan dengan sondasi dan dapat juga dilakukan secara visual. Namun karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi. Adapun teknik radiografi yang digunakan pada penelitian ini adalah foto oklusal dan foto bitewing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing dalam mendeteksi karies proksimal buatan. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental semu, dengan menggunakan 12 sampel. Hasil penelitian yang diperoleh menggunakan Chi-Square menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mendeteksi karies prosimal buatan pada sisi mesial (P>0,05) dan ada perbedaan yang signifikan dalam mendeteksi karies proksimal pada sisi distal (P<0,05) antara foto oklusal dengan foto bitewing. Jika dilihat dari hasil proporsi terdeteksi foto bitewing memiliki nilai presentase lebih besar dari foto oklusal dalam mendeteksi karies proksimal buatan pada sisi mesial maupun distal. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa foto bitewing lebih akurat dari foto oklusal dalam mendeteksi karies proksimal buatan. Kata Kunci : karies proksimal, foto oklusal, foto bitewing vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi vii x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Hipotesis... 5 E. Manfaat Penelitian... 5 F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Karies Gigi Definisi Karies Klasifikasi Karies Etiologi Karies... 8 vii

8 4. Proses Terjadinya Karies Teori Terjadinya Karies Pemeriksaan Diagnosis dan Deteksi Karies Gambaran Karies pada Rontgen Foto B. Radiologi Kedokteran Gigi Teknik Radiografi Intraoral Teknik Radiografi Ekstraoral C. Radiografi Oklusal Definisi Radiografi Oklusal Kegunaan Radiografi Oklusal Teknik Radiografi Oklusal a. True Occlusal (Cross Section View) b. Oblik Oklusal (Topografik Oklusal) Klasifikasi Radiografi Oklusal a. Proyeksi Oklusal Maksila b. Proyeksi Oklusal Mandibular D. Radiografi Bitewing Definisi Radiografi Bitewing Kegunaan, Keuntungan, dan Kerugian Radiografi Bitewing Tahapan Umum Radiografi Bitewing viii

9 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian B. Identifikasi Variabel C. Populasi dan Sampel D. Definisi Operasional E. Instrumen Penelitian F. Alat dan Bahan Penelitian G. Alur Penelitian H. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data B. Pengujian Hipotesis BAB V PEMBAHASAN BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Etiologi karies... 8 Gambar 2.2 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies Gambar 2.3 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies oklusal 16 Gambar 2.4 Radiografi bitewing memperlihatkan karies proksimal Gambar 2.5 Radiografi bitewing memperlihatkan karies akar Gambar 2.6 Posisi radiografi upper standard occlusal Gambar 2.7 Posisi radiografi upper oblique occlusal Gambar 2.8 Posisi radiografi vertex occlusal Gambar 2.9 Posisi radiografi lower 90 o occlusal Gambar 2.10 Posisi radiografi lower 45 o occlusal Gambar 2.11 Posisi radiografi lower oblique occlusal Gambar 2.12 Posisi tubehead x-ray untuk left bitewing x

11 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil rontgen foto terhadap karies proksimal buatan pada sisi mesial Tabel 4.2 Hasil rontgen foto terhadap karies proksimal buatan pada sisi distal Tabel 4.3 Akurasi deteksi karies proksimal buatan pada sisi mesial antara rontgen oklusal dengan rontgen bitewing Tabel 4.4 Akurasi deteksi karies proksimal buatan pada sisi distal antara rontgen oklusal dengan rontgen bitewing xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan penyakit lain, karena karies gigi dapat mengganggu aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Akibat yang ditimbulkan oleh karies gigi ini bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai yang berat, oleh karena salah satu penyebab dari karies gigi adalah adanya aktifitas bakteri. Bakteri yang bersarang pada karies gigi itu bisa menembus ke pembuluh darah dan akhirnya mengumpul di jantung. Semboyan mencegah lebih baik daripada mengobati harus selalu kita ingat karena mulut adalah pintu gerbang utama masuknya segala macam benda asing ke dalam tubuh, menjaga kesehatan gigi dan mulut berarti langkah awal menjaga kesehatan tubuh (Depkes RI 2000). Di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68% dan termasuk dalam 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat (Sugito 2000). Menurut data dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu , dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu 1

13 2 karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Walaupun demikian, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan mengingat mungkinnya terjadi remineralisasi (Kidd, 1991). Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor, antara lain : gigi (host), bakteri (environment), karbohidrat (substrat) dan waktu (time) (Kidd 1991). Pemeriksaan ekstraoral secara visual merupakan pemeriksaan awal untuk mengidentifikasi karies. Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi,kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi (Stefanac 2001). Radiograf adalah salah satu alat klinis yang digunakan untuk mendeteksi lesi, tetapi tidak memberikan informasi tentang aktivitas proses dan penting untuk membuat diagnosis. Alat ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin dilakukan diagnosis, seleksi kasus, perawatan dan evaluasi penyembuhan luka. Praktik kedokteran gigi tidak mungkin dilakukan tanpa radiograf. Untuk dapat menggunakan radiograf dengan tepat, seorang klinisi harus

14 3 mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat memberikan interpretasi secara tepat (Lamlanto 2010). Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi dapat dibagi 2 yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film rontgen diletakkan didalam mulut pasien, yang terdiri dari teknik foto periapikal, bitewing dan oklusal, sedangkan pada teknik foto rontgen ekstraoral, film rontgen diletakkan diluar mulut pasien, salah satunya adalah foto panoramik, macam lainnya adalah lateral foto, cephalometri dan lain-lain (Whaites 2007). Foto bitewing digunakan untuk melihat garis dari Cemento Enamel Juntion (CEJ) pada satu gigi ke CEJ gigi tetangganya, sama halnya dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang ada. Selain digunakan untuk mendeteksi karies interproksimal, foto bitewing juga membantu dalam diagnosis penyakit periodontal. Ketinggian dari tepi interproksimal tulang alveolar sampai cemento enamel junction relatif dapat diamati. Deposit kalkulus subgingival juga dapat dideteksi. Hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit periodontal hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan terbatas pada regio molar dan premolar. Pada orang yang masih muda, pengamatan yang cermat pada ketinggian tulang alveolar disekitar molar pertama permanen dapat membantu mendeteksi individu yang beresiko menderita early onset periodontitis (juvenile periodontitis dan rapidly progressive periodontitis). Walaupun demikian, radiografi seharusnya digunakan hanya sebagai tambahan pada pemeriksaan klinis dengan menggunakan probe periodontal di sekitar daerah

15 4 tersebut, karena diatas 30% kehilangan tulang terjadi sebelum dibuktikan secara radiografi (Whaites 2007). Foto oklusal digunakan untuk mengetahui benda asing didalam tulang rahang dan batu didalam saluran glandula saliva, melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris, untuk pasien trismus, menunjukkan letak fraktur pada mandibula dan maksila, memeriksa bagian medial dan lateral pada bagian yang terkena kista dan osteomielitis serta untuk mengetahui gigi impaksi (Margono, 1998). Teknik oklusal dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu true occlusal (cross section view) dan oblik oklusal (topografik oklusal) (Margono 1998). Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi, permukaan proksimal semua gigi posterior dan karies interproksimal (Whaites 2007). Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam membantu mahasiswa klinik menentukan diagnosa serta rencana perawatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan?

16 5 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan. D. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan adalah foto bitewing lebih akurat dibandingkan dengan foto oklusal untuk mendeteksi karies proksimal buatan. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan. 2. Sebagai masukan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa klinik untuk dapat mendalami dan memahami radiologi dengan lebih baik. F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu melihat serta membandingkan hasil dari foto oklusal dengan foto bitewing setelah dilakukan rontgen foto untuk mengetahui ada atau tidaknya karies proksimal buatan. Keterbatasan penelitian ini yaitu proses dari penelitian serta masih kurangnya pengetahuan serta kemampuan operator dalam bidang radiologi.

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies 1. Definisi Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu , dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Kidd dan Bechal 1991). 2. Klasifikasi Karies Berdasarkan stadium karies (dalamnya karies) dapat dibagi 3, yaitu karies superfisialis, karies media dan karies profunda (Tarigan 1990). a. Karies superfisialis, dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena. b. Karies media, dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. 6

18 7 c. Karies profunda, dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Berdasarkan lokalisasi karies, G.V. BLACK mengklasifikasi kavitas atas 5 bagian dan diberi tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian tersebut yaitu Klas I, Klas II, Klas III, Klas IV dan Klas V (Tarigan 1990). a. Klas I Karies yang terdapat pada oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum. b. Klas II Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai ke bagian oklusal. c. Klas III Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan, tetapi belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisal gigi). d. Klas IV Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan dan sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisal gigi). e. Klas V Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal maupun bukal dari gigi.

19 8 3. Etiologi Karies Karies gigi disebabkan oleh asam yang dihasilkan dari fermentasi sisa makanan oleh bakteri dalam waktu tertentu di dalam rongga mulut. Atau dapat digambarkan oleh empat lingkaran berikut (gambar 2.1). a. Mikroorganisme Gambar 2.1 Etiologi karies (Kidd dan Bechal 1991) Mikroorganisme sangat berperan terhadap terjadinya karies gigi. Mikroorganisme ini disebut dengan mikroorganisme kariogenik adalah strepcoccus mutans dan lactobacillus, karena mikroorganisme ini mampu memfermentasi karbohidrat menjadi asam dengan cepat. Bakteri-bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam susunan asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat. Polisakharida ini terdiri dari polimer glukosa yang

20 9 menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri dapat melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain, sehingga plak semakin menebal dan dapat menghambat saliva dalam menetralkan plak tersebut (Kidd dan Bechal 1991). Rongga mulut bayi yang baru dilahirkan bebas dari mikroorganisme, namun hanya dalam waktu beberapa jam sudah terjadi kolonisasi bakteri strepcoccus salivarius sudah tumbuh pada hari pertama, demikian juga dengan Veillonella alcalescens, lactobacillus dan Candida albican, Actinomyces dan kuman anaerob lainnya baru tampak setelah satu bulan kelahiran sedangkan Strepcoccus sanguis dan Strepcoccus mutans baru tumbuh mengikuti erupsi gigi-gigi susu (Kidd dan Bechal 1991). b. Substrat Gula memegang peranan penting terhadap terjadinya karies gigi. Gula atau karbohidrat yang melekat pada permukaan gigi dalam waktu tertentu mengalami fermentasi oleh bakteri asam. Asam ini melarutkan gigi sehingga terjadi karies gigi (Tarigan,1993). Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Karbohidrat yang dimetabolisme oleh bakteri adalah karbohidrat yang mempunyai berat molekul yang rendah karena mudah masuk dan meresap kedalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi . Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke ph normal dibutuhkan waktu 30-60

21 10 menit karena gula yang berulang-ulang akan menahan ph plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi (Kidd dan Bechal 1991). Setiap kali setelah mengkonsumsi gula atau karbohidrat, gula ini secara cepat difermentasi menjadi asam sehingga ph rongga mulut turun drastis dalam waktu 5-10 menit sampai level ph yang sangat rendah (ph 5) sehingga mengalami dekalsifikasi (Kidd dan Bechal 1991). c. Host Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8 tahun. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi ph (Kidd dan Bechal 1991).

22 11 d. Waktu Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd dan Bechal 1991). 4. Proses Terjadinya Karies Proses karies dimulai sebagai suatu area demineralisasi karena hilangnya hidroksi apatif , dentin dan sementum oleh asam. Asam (H + ) terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan kuman dalam plak (coccus). Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa stain bakteri S. mutant, berperanan sangat penting sebagai penyebab terjadinya karies gigi. Dan hal itu mungkin, karena S. mutans mampu memproduksi senyawa glukan (atau juga disebut mutan) dalam jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan enzim ekstra selulair yang disebut Glucosyl transferase. Gula akan mengalami fermentasi oleh kuman coccus sehingga terbentuk asam H +. Daya kariogeniknya dari kuman tersebut timbul karena adanya produksi asam laktat oleh beberapa jenis bakteri asam laktat, dengan akibat ph cairan disekitar gigi tersebut menjadi rendah atau bersifat sangat asam. Kondisi dimana cukup kuat untuk melarutkan mineral-mineral dari

23 12 permukaan gigi, sehingga gigi menjadi keropos. Reaksi dari asam (H + ) dengan Hydroksi sebagai berikut : Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8H + 10Ca HPO 4 = 2H 2 O Hidroxyapatit Ion Hidrogen Kalsium Hidrogen Phospat Air Reaksi diatas secara terus menerus sehingga jumlah Ca (Calsium) yang lepas bertambah banyak lama kelamaan Ca akan keluar dari . Proses terjadinya karies gigi diawali oleh terjadinya pelepasan kalsium pada , sehingga menyebabkan terjadinya bercak putih (white spot) pada permukaan gigi yang ditumpuki oleh plak. Apabila dibiarkan berlangsung terus white spot akan berkembang menjadi suatu lubang pada permukaan gigi. Jika tidak dilakukan perawatan maka proses karies akan berjalan terus, menjalar sampai ke jaringan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses karies sampai ke jaringan pulpa maka lama kelamaan pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus sampai ke tulang alveolar (Schuurs 1992). 5. Teori Terjadinya Karies Banyak teori yang menerangkan sebab-sebab terjadinya karies gigi berdasarkan mekanisme larutnya teori Chemico-parasitik, teori Proteolisis, teori Glikogen, teori Multi Faktor. a. Teori Chemico-parasitik (Miller cit. Tarigan 1990), Teori ini menerangkan bahwa dalam cairan ludah terdapat enzim-enzim seperti amilase, maltosa, dan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme serta jamur yang ada di

24 13 rongga mulut. Enzim amilase dapat merubah polisakarida menjadi glukosa serta maltosa. Glukosa akan diuraikan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme terutama golongan lactobasillus yang menghasilkan asam susu dan asam laktat, yang mengenai sehingga pada terbentuk lubang kecil. b. Teori Proteolisis (Gottlieb cit. Tarigan 1990), Teori ini menyatakan bahwa bukan bahan anorganik yang dirusak terlebih dahulu tetapi bahan organik penyusun . dirusak oleh enzim proteolase yang berasal dari streptococcus, setelah menghancurkan bahan organik barulah merusak bahan anorganik oleh asam susu. c. Teori Glikogen (Egyede cit. Tarigan 1990), Peranan glikogen dalam terjadinya karies gigi, glikogen oleh enzim glikogenase akan merubah menjadi glukosa, melalui proses demineralisasi glukosa dipecah menjadi asam susu sehingga menjadi karies. d. Teori Multi Faktor (Newburn cit. Tarigan 1990), Teori ini menyatakan karies terjadi karena banyak faktor, diantaranya ada 4 faktor yang paling utama yaitu : Host (gigi), Agent (mikroorganisme), Environment (lingkungan, substrat), Time (waktu).

25 14 6. Pemeriksaan Diagnosis dan Deteksi Karies a. Pemeriksaan Klinis Secara Visual Pemeriksaan ekstraoral secara visual merupakan pemeriksaan awal untuk mengidentifikasi karies. Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi,kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi. Sebelum mengidentifikasi karies, gigi harus dibersihkan dari sisa-sisa makanan dengan menggunakan excavator kemudian sonde dimasukkan ke dalam kavitas tanpa tekanan. Apabila tersangkut maka dapat dipastikan adanya karies dan dapat dipreparasi. Syarat pemeriksaan dengan sonde harus dilakukan tanpa tekanan untuk menghindari kesalahan diagnosis untuk menghindari perforasi (atap pulpa terbuka) untuk menghindari rasa sakit (Stefanac 2001). Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pemeriksaan karies proksimal dapat dilakukan dengan sondasi, ketika sonde menyangkut pada pit dan fissure maka kemungkinan sudah mulai terjadi lesi karies, dan dapat juga dilakukan secara visual dengan ditemukannya lesi berwarna putih atau coklat pada permukaan halus. Namun karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi (Kidd dan Bechal 1991).

26 15 b. Pemeriksaan Radiografi Pemeriksaan radiografi dapat menentukan informasi penting untuk memperkuat diagnosis tetapi tidak dapat digunakan sebagai acuan utama, hanya sebagai salah satu cara mengidentifikasi adanya karies pada daerah yang mungkin diserang karies. Daerah-daerah tersebut adalah daerah permukaan halus yang bebas, daerah pit dan fissure, dan permukaan aproksimal. Pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan adalah radiografi bitewing karena pemeriksaan ini memperlihatkan daerah lesi karies yang cukup jelas. Pada film radiografi, lesi karies terlihat lebih radiolusen daripada dan dentin (gambar 2.2). Gambar 2.2 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies (lihat panah merah) terlihat lebih radiolusen daripada dan dentin (Kidd dan Bechal 1991).

27 16 7. Gambaran Karies pada Rontgen Foto Gambaran karies pada rontgen foto menurut lokasi karies dapat dibagi menjadi : karies oklusal (gambar 2.3), karies labial atau bukal, karies palatal atau lingual, karies proksimal (gambar 2.4), dan karies akar (gambar 2.5). Gambar 2.3 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies oklusal (lihat panah putih) terlihat radiolusen yang berbeda dalam dentin di permukaan oklusal (Kidd dan Bechal 1991).

28 17 Gambar 2.4 Radiografi bitewing memperlihatkan karies proksimal (lihat panah putih) (Kidd dan Bechal 1991). Gambar 2.5 Radiografi bitewing memperlihatkan karies akar (lihat panah putih) bagian mesial dan distal akar yang terkena karies akibat resesi gingiva (Kidd dan Bechal 1991).

29 18 B. Radiologi Kedokteran Gigi Radiologi kedokteran gigi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang memberikan informasi diagnostik yang berguna dan akan mempengaruhi rencana perawatan, sering kali untuk mencari beberapa tanda atau gejala klinis atau menemukan riwayat pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologis. Hingga saat ini dental radiografi menjadi salah satu peralatan penting yang digunakan dalam perawatan kedokteran gigi modern. Teknik radiografi intraoral maupun ekstraoral merupakan prosedur umum yang dilakukan oleh dokter gigi dalam membantu penatalaksanaan suatu kasus (White dan Pharoah 2000). 1. Teknik Radiografi Intraoral Teknik radiografi intraoral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien, salah satunya adalah foto periapikal dan bitewing serta oklusal. Ada tiga pemeriksaan radiografi intraoral yaitu pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal (Whaites 2007). 2. Teknik Radiografi Ekstraoral Teknik radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien. Foto Rontgen ekstraoral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto panoramik, sedangkan macam lainnya adalah lateral foto, chephalometri dan lainlain (Whaites 2007).

30 19 C. Radiografi Oklusal 1. Definisi Radiografi Oklusal adalah salah satu teknik radiografi intraoral yang diambil menggunakan dental x-ray set dimana image reseptor (paket film atau plat fosfor digital 5,7 x 7,6 cm) diletakkan pada oklusal plane (Whaites 2007). 2. Kegunaan Radiografi Oklusal Radiografi oklusal dapat digunakan untuk mengetahui tempat yang tepat dari akar gigi, gigi supernumerari dan gigi impaksi, mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam saluran glandula saliva, melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris, memeriksa pasien dengan trismus dimana penderita tidak dapat membuka mulut atau dapat membuka mulut terlalu besar, sehingga tidak dapat dibuat radiograf intraoral yang lain karena memasukkan film ke dalam mulut penderita akan menyebabkan rasa sakit, menunjukkan letak fraktur pada mandibular dan maksila, untuk memeriksa bagian medial dan lateral pada bagian yang terkena kista, osteomielitis dan gejala keganasan yang menjalar ke daerah palatal (Margono 1998). Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi, permukaan proksimal semua gigi posterior dan karies interproksimal (Whaites 2007).

31 20 3. Teknik Radiografi Oklusal a. True Occlusal (Cross Section View) Pada true occlusal sinarnya tegak lurus pada film baik untuk rahang bawah maupun rahang atas. Teknik ini untuk menentukan bentuk lengkung rahang, juga dengan teknik ini dapat diketahui letak dari lesi seperti gigi impaksi, ujung dari akar gigi yang impaksi dan benda asing yang semuanya tidak terlihat pada pembuatan periapikal yang standar. Teknik oklusal dapat juga untuk menunjukkan formasi dari kista yang berekspansi kedalam tulang. Dalam pemeriksaan fraktur, true occlusal dapat juga membantu, dan selain yang disebutkan di atas true occlusal ini dapat untuk melihat kalkulus di glandula submandibula dan salurannya (Margono 1998). True occlusal lebih sering digunakan untuk rahang bawah dan hampir tidak pernah digunakan untuk rahang atas (Margono 1998). b. Oblik Oklusal (Topografik Oklusal) Gambar atau proyeksi topografik dapat digunakan untuk segala bagian dari rahang atas dan rahang bawah, serta untuk bagian depan dari rahang. Teknik ini dibuat pada kursi dental dengan posisi yang sama dengan posisi pada pembuatan radiografi intraoral (Margono 1998). Prinsip dari proyeksi topografik ini sama dengan pada pembuatan teknik radiografi bidang-bagi intraoral. Bidang-baginya adalah bidang-bagi antara film dengan sumbu dari gigi, dan sinar diarahkan tegak lurus pada bidangbagi tersebut ke apikal dari gigi-geligi. Apabila penderita tidak mempunyai

32 21 gigi, maka operator dapat memakai patokan bagian bukal atau bagian labial dari tulang alveolar untuk bagian sisi dari sudut. Sudut horizontal dari sinar adalah sama dengan pada radografi bidang-bagi (Margono 1998). Untuk mendapatkan hasil yang baik pengarahan sinar ini harus betul. Pada rahang bawah sumbu dari gigi belakang sedikit ke arah labial. Film ditempatkan di antara permukaan oklusal gigi rahang atas dan bawah. Biasanya film ini digunakan untuk mendeteksi bagian yang lebih luas dan untuk melihat gigi yang impaksi. Oblik oklusal ini dapat untuk melihat sampai di bagian apeks, gigi supernumerari (Margono 1998). 4. Klasifikasi Radiografi Oklusal a. Proyeksi Oklusal Maksila 1) Upper standard occlusal (standard occlusal) Radiografi upper standard (atau anterior) occlusal menunjukkan bagian anterior dari maksila dan gigi anterior atas (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi upper standard occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi anterior atas, terutama pada anak-anak tetapi juga pada orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder periapikal. (2) Mendeteksi adanya kaninus yang tidak erupsi, gigi supernumerari dan odontoma.

33 22 (3) Sebagai midline view, ketika menggunakan metode parallax untuk menentukan posisi bukal/palatal dari kaninus yang tidak erupsi. (4) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor pada anterior maksila. (5) Pemeriksaan fraktur gigi anterior dan tulang alveolar. b) Teknik dan posisi radiografi upper standard occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai dan didukung dengan sebuah protective thyroid shield. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah. Image reseptor diletakkan secara sentral di dalam mulut dengan axis panjangnya crossways pada orang dewasa dan antero-posterior pada anak-anak (3) Tubehead x-ray diposisikan diatas pasien pada midline, mengarah ke bawah sepanjang batang hidung pada sudut 65 o 70 o dari image reseptor (gambar 2.6). A B

34 23 C D Gambar 2.6 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi dari depan dan perhatikan penggunaan protective thyroid shield. C Posisi dari samping. D Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). 2) Upper oblique occlusal (oblique occlusal) Radiografi upper oblique occlusal menunjukkan bagian posterior dari maksila dan bagian gigi posterior atas pada satu sisi (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi upper oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi posterior atas, terutama pada orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder image reseptor periapikal. (2) Pemeriksaan dari kondisi dasar antral. (3) Membantu untuk menentukan posisi dari akar yang dislokasi secara tidak sengaja ke antrum selama pencabutan dari gigi posterior atas.

35 24 (4) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor atau lesi tulang yang lain yang berdampak pada posterior maksila. (5) Pemeriksaan fraktur gigi posterior dan tulang alveolar yang berkaitan termasuk tuberositas. b) Teknik dan posisi radiografi upper oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, dengan axis panjangnya anteroposterior. Image reseptor diletakkan pada sisi mulut yang ingin diperiksa. (3) Tubehead X-ray diposisikan ke sisi dari wajah pasien, mengarah ke bawah melalui pipi pada sudut 65 o 70 o dari image reseptor (gambar 2.7). A B

36 25 C Gambar 2.7 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah untuk left upper oblique occlusal. B Posisi left upper oblique occlusal dari depan, perhatikan penggunaan protective thyroid shield. C Diagram yang menunjukkan posisi dari depan (Whaites 2007). 3) Vertex occlusal (vertex occlusal) Radiografi vertex occlusal memperlihatkan gambaran radiografik gigi geligi rahang atas (dalam penampang oklusal) yang diambil dari atas. Menggunakan dosis radiasi yang lebih besar karena melewati sejumlah jaringan. Menggunakan intraoral cassette yang berisi layar atau pelindung khusus untuk mengurangi dosis radiasi (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi vertex occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Menentukan posisi bukal atau palatal gigi yang tidak erupsi / impaksi. b) Teknik dan posisi radiografi vertex occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Posisi kepala penderita tegak dengan oklusal gigi sejajar lantai.

37 26 (2) Kaset diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan bagian distal film menyentuh ramus mandibular. (3) Kaset difiksasi dengan menutup mulut (digigit) secara perlahan. (4) Posisikan x-ray tubehead di atas kepala pasien. (5) Arah sinar sejajar dengan sumbu panjang gigi incisivus anterior (gambar 2.8). A B C D Gambar 2.8 A Diagram yang menunjukkan posisi cassette dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi untuk vertex occlusal dari depan; perhatikan penggunaan pelindung tiroid. C Posisi dari samping. D Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007).

38 27 b. Proyeksi Oklusal Mandibular 1) Lower 90 o occlusal (true occlusal) Radiografi lower 90 o occlusal menunjukkan gambaran rancangan dari bagian penyangga gigi dari mandibula dan dasar dari mulut (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower 90 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Deteksi adanya radiopaque kalkulus dan posisinya dalam ductus glandula salivarius submandibular. (2) Pemeriksaan dari posisi bucco-lingual dari gigi pada mandibula yang tidak erupsi. (3) Evaluasi perluasan bucco-lingual dari badan mandibula oleh kista, tumor dan lesi tulang lainnya. (4) Pemeriksaan fraktur pada anterior badan mandibula pada horizontal plane. b) Teknik dan posisi radiografi lower 90 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah. Image reseptor diletakkan dengan mengarah ke pusat dalam mulut dengan axis panjangnya crossways. (2) Pasien menyandar ke depan dan kepala dicondongkan ke belakang.

39 28 (3) Tubehead x-ray, dengan circular collimator, diposisikan dibawah dagu pasien pada midline dengan sudut 90 o dari image reseptor (gambar 2.9). A B C Gambar 2.9 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi lower 90 o occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007).

40 29 2) Lower 45 o occlusal (standard occlusal) Radiografi lower 45 o occlusal menunjukkan bagian anterior bawah gigi dan bagian anterior dari mandibular (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower 45 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi incisor bawah,terutama pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder image reseptor periapikal. (2) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor yang berdampak pada bagian anterior dari mandibula. (3) Pemeriksaan fraktur dari anterior mandibula pada vertical plane. b) Teknik dan posisi radiografi lower 45 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, dengan axis panjangnya anteroposterior. (3) Tubehead x-ray diposisikan pada midline, melalui titik dagu, pada sudut 45 o dari image reseptor (gamabr 2.10).

41 30 A B C Gambar 2.10 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi lower 45 o occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). 3) Lower oblique occlusal (oblique occlusal) Radiografi lower oblique occlusal menunjukkan gambaran dari glandula salivarius submandibular (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Deteksi adanya radiopaque kalkulus dalam glandula salivarius submandibular.

42 31 (2) Pemeriksaan dari posisi bucco-lingual dari gigi rahang bawah yang tidak erupsi. (3) Evaluasi perbesaran dan perluasan bucco-lingual dari kista, tumor dan lesi tulang lainnya pada bagian posterior dari badan dan sudut dari mandibula. b) Teknik dan posisi radiografi lower oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, ke sisi yang ingin diperiksa dengan axis panjangnya antero-posterior. (2) Kepala pasien ditopang, kepala dijauhkan dari sisi yang ingin diperiksa dan dagu diangkat. (3) Tubehead x-ray, dengan circular collimator diarahkan keatas dan menuju image reseptor, dari bawah dan belakang sudut dari mandibula dan paralel terhadap permukaan lingual dari mandibular (gambar 2.11). A B

43 32 C Gambar 2.11 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah untuk left lower oblique occlusal. B Posisi left lower oblique occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). D. Radiografi Bitewing 1. Definisi Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun Pada teknik bitewing digunakan film bitewing yang berukuran 3,2 x 4,1 cm yang sudah diberi tabs dan loops yang dimasukkan ke dalam mulut penderita (Margono 1998). 2. Kegunaan, Keuntungan, dan Kerugian Radiografi Bitewing a. Kegunaan radiografi bitewing Teknik bitewing digunakan untuk mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi, mendeteksi penjalaran karies, melihat kondisi jaringan

44 33 pendukung gigi, melihat resorpsi tulang alveolar, mendeteksi adanya kalkulus pada area interproksimal (Margono 1998). b. Keuntungan radiografi bitewing Keuntungan teknik bitewing adalah bahwa dengan 1 film dapat dipakai untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus, puncak tulang alveolar mudah terlihat, karies tahap awal lebih cepat terdeteksi, dipakai juga pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan bahwa penderita mempunyai insiden karies yang cukup tinggi, dapat digunakan untuk menunjukkan karies sekunder yang berada dibawah tumpatan dan lebih meringankan untuk pasien dengan refleks muntah yang tinggi (Margono 1998). c. Kerugian radiografi bitewing Beberapa kerugian teknik bitewing adalah tidak terlihat regio periapikal, ujung akar, pasien sering sulit mengoklusikan kedua rahang (mulut terlalu terbuka) sehingga puncak tulang alveolar tidak terlihat, dan posisi film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pasien (Whaites 2007). 3. Tahapan Umum Dasar teknik bitewing ini adalah teknik kesejajaran yang sedikit dimodifikasi, dengan sudut antara bidang vertikal dengan konus sebesar 0 o 10 o derajat. Pembuatan teknik bitewing ini dipakai alat bite tabs dan bite loops (Margono 1998). Pelaksanan teknik bitewing menggunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm. Apabila film yang dipergunakan ukurannya lebih besar maka harus hati-hati

45 34 memasukkan ke dalam mulut penderita supaya penderita tidak merasa sakit (Margono 1998). Posisi kepala pada teknik bitewing sama seperti pada pembuatan teknik bidang bagi dan teknik kesejajaran, maka bidang yang perlu diperhatikan adalah bidang vertikal (bidang sagital) harus tegak lurus dengan bidang horizontal dan bidang oklusal harus sejajar dengan bidang horizontal (Margono 1998). Film yang sudah diberi tabs atau loops dimasukkan ke dalam mulut penderita. Film dipegang oleh operator dengan jari telunjuk yang diletakkan pada tab, sedemikian sehingga tab menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita diminta menutup mulutnya perlahan-lahan, sementara operator melepaskan jari telunjuknya, dan akhirnya penderita diminta menggigitkan gigi-gigi atas dan bawah sehingga berkontak (gambar 2.12). Ukuran film menentukan hasil dari radiogramnya. Yang terpenting adalah mendapatkan hasil dari radiogram tersebut sampai pada bagian proximalnya tanpa terlihat gambaran rahang (Margono 1998). A Gambar 2.12 Posisi tubehead x-ray untuk left bitewing (Whaites 2007).

46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (quasi eksperimental design). B. Identifikasi Variabel 1. Variabel pengaruh : Teknik oklusal dan teknik bitewing. 2. Variabel terpengaruh : Akurasi mendeteksi karies proksimal buatan. C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah film intraoral dan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 sampel. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Objek berupa gigi diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa objek tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Sastroasmoro dan Ismael 2011). 35

47 36 D. Definisi Operasional 1. Akurasi adalah ketepatan mendeteksi adanya karies dengan cara membandingkan sensitivitas dan spesifisitas dari kedua jenis foto tersebut. Cara memeriksa akurasi dengan melihat dan membandingkan hasil foto oklusal dengan hasil foto bitewing pada viewer, kemudian dilihat yang mana dari kedua hasil foto tersebut paling dapat mendeteksi adanya karies proksimal. 2. Radiografi oklusal adalah salah satu teknik radiografi intraoral yang diambil menggunakan dental x-ray set dimana image reseptor (film oklusal 5,7 x 7,6 cm) diletakkan pada oklusal plane. Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi dan permukaan proksimal semua gigi posterior. Teknik oklusal yang digunakan untuk rahang atas adalah vertex occlusal sedangkan untuk rahang bawah menggunakan teknik lower 90 0 occlusal (true occlusal). Alat yang digunakan adalah Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 3. Radiografi bitewing adalah teknik yang menggunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm yang sudah diberi tabs dan loops yang dimasukkan ke dalam mulut penderita. Foto bitewing diambil dengan teknik paralel menggunakan alat Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. Dengan teknik bitewing dapat mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi dan crest alveolar bone baik pada maksila maupun mandibula pada film yang

48 37 sama, yang secara klinis tidak dapat dideteksi dan dapat juga melihat kondisi jaringan pendukung gigi dan melihat resorpsi tulang alveolar. 4. Hasil foto rontgen yang baik memperlihatkan penampakan gigi, jaringan sekitar gigi, ruangan pulpa, saluran akar, alveolar crest, periodontal ligament space, dan tulang cancelous dengan kualitas gambar yang baik dan tajam. 5. Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pada penelitian ini dilakukan simulasi karies proksimal pada sampel dengan cara melubangi bagian interproksimal antara batas gigi yang satu dengan gigi tetangganya pada sisi mesial dan distal menggunakan round bur berdiameter 0,9 mm, 1 mm, 1,2 mm dan 1,4 mm. Karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi. Gambaran lesi karies pada rontgen foto terlihat lebih radiolusen daripada dan dentin pada daerah proksimal. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara foto oklusal dengan foto bitewing adalah dengan melihat secara visual hasil prossesing rontgen foto oklusal dan foto bitewing pada viewer. Dari kedua foto tersebut manakah yang lebih akurat dalam mendeteksi adanya karies proksimal atau tidak dan detailnya lebih jelas untuk melihat demineralisasi dari gigi. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

49 38 F. Alat dan Bahan Penelitian 1. Dental x-ray 2. Gigi 3. Film oklusal 4. Film bitewing 5. Larutan developer 6. Larutan fixir 7. Handscoon 8. Masker 9. Air 10. Dryer (pengering) 11. Isolasi 12. Karton manila 13. Gunting 14. Viewer 15. Alat tulis 16. Kertas penilaian G. Alur Penelitian Alur penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Menentukan dan menetapkan objek penelitian.

50 39 2. Melubangi objek yang berupa gigi pada bagian interproksimal antara batas gigi yang satu dengan gigi tetangganya menggunakan round bur berdiameter 0,9 mm, 1 mm, 1,2 mm dan 1,4 mm. 3. Menyiapkan film oklusal dan film bitewing. 4. Letakkan film oklusal pada gigi yang terdapat karies proksimal yang sesuai dengan teknik pengambilan foto oklusal. Pada rahang atas menggunakan teknik vertex occlusal sedangkan untuk rahang bawah menggunakan teknik lower 90 0 occlusal (true occlusal). Alat yang digunakan adalah Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 5. Lakukan pengambilan gambar. 6. Letakkan film bitewing pada gigi yang terdapat karies proksimal yang sesuai dengan teknik pengambilan foto bitewing. Foto bitewing diambil dengan teknik paralel menggunakan alat Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 7. Lakukan pengambilan gambar. 8. Selanjutnya dilakukan proses developing pada masing-masing film. 9. Langkah selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air. 10. Dilanjutkan proses fixir. 11. Pembilasan dengan air mengalir. 12. Proses pengeringan. 13. Hasil radiografi yang didapat dilihat dengan viewer.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Karies Gigi a. Definisi Karies gigi atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum), yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung Pengetahuan merupakan hasil atau wujud dari penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES OLEH : Feradatur Rizka Eninea 11.1101.1022 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2015 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Radiologi Kedokteran Gigi a. Sejarah Radiologi Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO

PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO (DWF) MENGGUNAKAN TEKNIK RONTGEN FOTO PERIAPIKAL NI MADE IKA PUSPITASARI NPM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu masalah di Indonesia yang perlu diperhatikan adalah masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi mulut. Kebanyakan masyarakat Indonesia meremehkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih kurang. Hal tersebut disebabkan oleh sedikitnya sosialisasi tentang kesehatan gigi

Lebih terperinci

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik 11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang paling sering ditemukan di dunia (Roberson dkk., 2002). Karies menempati urutan tertinggi dalam penyakit gigi dan mulut

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Dental Radiografi pertama kali dikemukakan oleh Wilhelm Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman pada November 1895. 8,9 Pada Januari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : penelitian deskriptif prospektif dengan bantuan radiografi periapikal paralel. B. Populasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, sehingga rongga mulut tidak dapat dipisahkan fungsinya dengan bagian tubuh lain. Rongga mulut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Mulut terdiri dari bibir atas dan bawah, gusi, lidah, pipi bagian dalam, langit-langit dan gigi. Lapisan gusi, pipi dan langit - langit selalu basah berlendir 7 oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ph dan Saliva 1. PH Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala ph, yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H + ( dan juga OH - ) didalam

Lebih terperinci

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Pendahuluan Penyakit gigi dan mulut termasuk karies gigi merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh 90%

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan seni dan ilmu dalam membuat gambar bayangan gigi dan struktur sekitarnya. Radiografi berperan penting di bidang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gibson et.al. kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Kepala Leher 2.1.1 Etiologi Kanker adalah salah satu penyakit yang mematikan. Kanker berasal dari pertumbuhan abnormal sel atau jaringan yang bersifat invasif serta mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi 2.1.1 Pengertian Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Saat ini konsumsi minuman ringan pada anak maupun remaja mengalami peningkatan hingga mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Minuman ringan yang telah beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan indeks, BMI sebenarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia. Di negara maju dan negara yang sedang berkembang, prevalensi karies gigi cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BLOK 05 SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2017-2018 NAMA KLP NIM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB BLOK 5 PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan penyakit lain, karena karies gigi dapat mengganggu aktifitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian observational

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. 5,7,10,11

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Kariogenik Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket

Lebih terperinci

IDA BAGUS KRESNANANDA

IDA BAGUS KRESNANANDA POSISI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DENGAN FOTO PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT PADA RSGM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR IDA BAGUS KRESNANANDA 10.8.03.81.41.1.5.007 FAKULTAS

Lebih terperinci

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : CHANDRA PH PANDIANGAN 080600113

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit karena bakteri pada gigi. Gigi berlubang merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling lazim. Gigi berlubang lebih banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi pertama kali ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen (seorang fisikawan) pada tahun 1895 di Jerman. Roentgen bekerja dengan tabung sinar katoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Dental Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral dirongga mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Usia 3-6 tahun adalah periode anak usia prasekolah (Patmonodewo, 1995). Pribadi anak dapat dikembangkan dan memunculkan berbagai potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keju merupakan makanan yang banyak dikonsumsi dan ditambahkan dalam berbagai makanan untuk membantu meningkatkan nilai gizi maupun citarasa. Makanan tersebut mudah diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama kesehatan gigi dan mulut yang paling umum adalah karies dan penyakit periodontal. 1 Plak sangat berperan dalam terjadinya kedua penyakit ini. 2 Kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berjejal atau crowding dapat diartikan sebagai ketidakharmonis antara ukuran gigi dengan ukuran rahang yang dapat menyebabkan gigi berada di luar lengkung rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengetahuan Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.wujudnya dapat berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan.perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi Desidui Gigi desidui atau lebih dikenal dengan gigi susu adalah gigi yang pertama kali muncul di rongga mulut. Gigi desidui sudah mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Mei 7 bertujuan untuk mengetahui persentase jenis kegagalan radiografi periapikal di RSGM UMY yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu  , BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik/mikroba yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi yaitu pengambilan gambar menggunakan radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu masalah kesehatan yang memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai dampak

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar pada gigi desidui merupakan salah satu tindakan terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci