KATA PENGANTAR Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun i
|
|
- Suryadi Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KATA PENGANTAR Dalam rangka menetapkan arah dan kebijakan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan dan menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/RC.110/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun , disusun Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan tahun yang berisikan tentang visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan. Pelaksanaannya dirancang selama 5 (lima) tahun sekaligus dirumuskan indikator keberhasilannya, sehingga arah dan keluarannya jelas serta dapat dievaluasi kinerjanya setiap tahun sebagai bahan perbaikan rencana dan pelaksanaan program tahun berikutnya. Pembangunan ketahanan pangan periode lingkup Badan Ketahanan Pangan, sesuai tugas pokok dan fungsinya memiliki 1 (satu) program, yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, yang mencakup empat kegiatan utama yaitu (1) Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; serta (4) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Keempat kegiatan utama tersebut pada dasarnya untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya, dengan penyempurnaan dan pemantapan secara terpadu dan terkoordinasi, yaitu: (1) Pengembangan desa mandiri pangan di daerah miskin dan rawan pangan, (2) Penanganan kerawanan pangan transien dan kronis, (3) Penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat di daerah sentra produksi pangan, (4) Pemberdayaan cadangan pangan masyarakat dan cadangan pangan pemerintah, serta (5) Diversifikasi Pangan. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun i
2 Pelaksanaan diversifikasi pangan tersebut direncanakan akan didorong lebih cepat dan berkelanjutan pada tahun dalam Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan untuk mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, termasuk didalamnya aspek keamanan pangan segar khususnya dalam memperkuat pengawasan keamanan pangan segar. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan tersebut, koordinasi kebijakan dan program ketahanan pangan harus dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran Dewan Ketahanan Pangan (DKP) di pusat, tingkat propinsi dan kabupaten/kota dalam rangka merumuskan, mengevaluasi dan mengendalikan kebijakan ketahanan pangan yang lintas sektor dan lintas jenjang kepemerintahan (pusat, propinsi dan kabupaten/kota). Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian serta perkembangan kebijakan pembangunan pertanian dan perubahan data sementara menjadi data tetap, maka perlu dilakukan penyesuaian Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan tahun Perubahan tersebut difokuskan pada pergeseran komponen kegiatan cadangan pangan dari kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan ke kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, sebaliknya komponen kegiatan akses pangan berpindah dari kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan ke kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Rawan Pangan. Selain itu, perubahan tersebut diarahkan pada penajaman program dan kegiatan ketahanan pangan dalam rangka melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Ketahanan Pangan Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah (maksudnya pemerintah pusat), sebagaimana telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 tertanggal 22 Desember Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun ii
3 Penyempurnaan dan penyesuaian Renstra Badan Ketahanan Pangan Tahun ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan pembangunan ketahanan pangan pada lingkungan strategis yang cepat berubah dan berkembang dalam era globalisasi. Semoga Allah SWT selalu memberikan taufik dan hidayahnya atas semua upaya dalam pencapaian ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan. Jakarta, Juni 2011 Kepala Badan Ketahanan Pangan Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS NIP Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun iii
4 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i iii I BAB I 1 PENDAHULUAN Kondisi Umum 2 A. Ketersediaan Pangan... 3 B. Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan. 6 C. Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan D. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan E. Kelembagaan Ketahanan Pangan F. Sumberdaya Manusia/Aparat G. Dukungan Anggaran Badan Ketahanan Pangan Permasalahan, Potensi dan Tantangan 27 A. Permasalahan Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2. Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan.. 3. Penganekaragaman Pola Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan. 4. Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan B. Potensi dan Tantangan 34 II BAB II 40 VISI, MISI DAN TUJUAN BADAN KETAHANAN PANGAN Visi Misi Tujuan Sasaran Strategis Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun iii
5 III BAB III 45 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian A. Target Utama B. Arah Kebijakan C. Strategi Arah Kebijakan dan Strategi Badan Ketahanan Pangan A. Arah Kebijakan B. Strategi C. Program, Kegiatan Utama, serta Indikator Kinerja D. Pembiayaan 62 IV BAB IV 65 PENUTUP. 65 Lampiran 1 Lampiran 2 Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun iv
6 BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Ketahanan Pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan, percepatan penganekaragaman pangan, dan pengawasan keamanan pangan segar sesuai dengan karakteristik daerah. Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan melalui berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan sebagai perwujudan pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi sebagai bagian pembangunan secara keseluruhan. Implementasi program pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan dengan memperhatikan sub sistem ketahanan pangan yaitu : (a) sub sistem ketersediaan pangan melalui upaya peningkatan produksi, ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (b) sub sistem distribusi pangan melalui pemantapan distribusi dan cadangan pangan, serta (c) sub sistem konsumsi pangan melalui peningkatan kualitas konsumsi dan keamanan pangan. Dengan demikian, program-program pembangunan pertanian dan ketahanan pangan tersebut diarahkan untuk mendorong terciptanya kondisi sosial, budaya, dan ekonomi yang kondusif, menuju ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan. Melalui berbagai kesepakatan internasional dan nasional, Indonesia telah menyatakan komitmen dan berperan aktif dalam berbagai program yang terkait dengan ketahanan pangan dan kemiskinan, antara lain melalui deklarasi Roma Tahun 1996 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia, Deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2000, International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICOSOC) yang diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Regional ASEAN pada Sidang ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) pada bulan Oktober Di dalam negeri telah terwujud melalui kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi dan Bupati/Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota dalam Konferensi dan Sidang Regional DKP pada bulan Mei Berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan, juga telah mengarahkan dan mendorong pemantapan ketahanan pangan yaitu: Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
7 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pada Pasal 2 dan Pasal 3, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib membuat laporan mempertanggung jawabkan urusan ketahanan pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal; serta Peraturan Menteri Pertanian No. 65 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Dalam rangka mendorong dan mensinkronkan pembangunan ketahanan pangan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan sebagai salah satu unit kerja eselon I pada Kementerian Pertanian mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, bersama-sama instansi terkait lainnya dalam memantapkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan percepatan diversifikasi pangan dan memantapkan ketahanan pangan masyarakat. Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian , maka disusun Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun Kondisi Umum Secara umum, kondisi ketahanan pangan nasional cenderung semakin baik dan kondusif, walaupun kualitas konsumsi pangan masyarakat berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2009 mengalami penurunan. Kondisi ketahanan pangan yang cenderung semakin baik, ditunjukkan oleh beberapa indikator ketahanan pangan berikut: a. Beberapa produksi komoditas pangan penting mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2005, dan khusus beras mulai tahun 2008 sudah mencapai swasembada; Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
8 b. Harga-harga pangan lebih stabil, baik secara umum maupun pada saat menjelang hari-hari besar nasional pada saat Puasa, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru; c. Pendapatan masyarakat meningkat, yang diukur dari nilai upah buruh tani dan upah pekerja informal di sektor industri; d. Peran serta masyarakat dan pemerintah daerah meningkat, yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya kreativitas dan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemantapan ketahanan pangan; e. Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan semakin menurun. Peranserta Badan Ketahanan Pangan dalam mendorong pemantapan ketahanan pangan tersebut, dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan dan langkah-langkah implementasi pemantapan ketahanan pangan masyarakat, melalui pengembangan desa mandiri pangan, penanganan daerah rawan pangan, pemberdayaan lumbung pangan masyarakat, penguatan lembaga ekonomi pedesaan (LUEP), penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat (LDPM), percepatan penganekaragaman/diversifikasi konsumsi pangan serta dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan anggaran pembangunan serta berkembangnya peran kelembagaan ketahanan pangan yang mengelola kegiatan-kegiatan ketahanan pangan baik melalui dukungan APBN (dana Dekonsentrasi di Provinsi, dan Tugas Pembantuan di Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun dukungan APBD semakin meningkat. A. Ketersediaan Pangan Sebagian besar produksi komoditas pangan penting selama tahun mengalami pertumbuhan yang positif. Untuk komoditas pangan nabati, produksi padi pada tahun 2009 mencapai 64,399 juta ton atau bertambah 4,073 juta ton dari tahun 2008, atau tumbuh 6,75 persen. Produksi jagung pada tahun 2009 mencapai 17,630 juta ton, atau tumbuh 8,04 persen dari produksi tahun 2008 sebanyak 16,317 juta ton. Produksi beberapa komoditas pangan dapat dilihat pada tabel I.1. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
9 Tabel I.1. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun Komoditas Produksi Per Tahun (000 Ton) Pertumb. (%) '05-' I. Pangan Nabati 1. Padi (Gabah) ,46 2. Jagung ,50 3. Kedelai ,07 4. Kc Tanah (1,76) 5. Ubi Kayu ,40 6. Ubi Jalar ,68 7. Sayur ,99 8. Buah-2 an ,00 9. M. Goreng (Sawit) , Gula putih ,22 II. Pangan Hewani 11. Daging sapi , Daging ayam , Telur , Susu , Ikan ,12 Keterangan : - Produksi padi dan palawija Angka Tetap; BPS - Produksi hortikultura (sayur dan buah) Angka Tetap; Ditjen Bina Produksi Hortikultura - Produksi minyak sawit CPO Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Perkebunan - Produksi gula Angka Tetap; DGI - Produksi daging sapi & daging ayam (daging karkas) Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi telur (ayam buras, ras petelur, itik) Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi susu Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi ikan 2007 ATAP, 2008 ASEM, 2009 Angka Proyeksi; Dep. Kelautan & Perikanan Pertumbuhan ketersediaan komoditas pangan nabati selama tahun mengalami peningkatan, kecuali kacang tanah. Ketersediaan beras mengalami pertumbuhan 4,27 persen per tahun, sehingga terjadi surplus mulai tahun Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mampu kembali swasembada pangan, bahkan membuka peluang ekspor. Ketersediaan jagung sejak tahun 2005 cenderung meningkat dengan pertumbuhan 9,49 persen, serta kedelai sebesar 7,15 persen. Perkembangan ketersediaan komoditas pangan lainnya dapat dilihat pada tabel I.2. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
10 Tabel I.2. Ketersediaan Komoditas Pangan Penting Tahun Komoditas Ketersediaan Per Tahun (000 Ton) Pertumb. (%) '05-' I. Pangan Nabati 1. Beras ,27 2. Jagung ,49 3. Kedelai ,15 4. Kc Tanah (1,86) 5. Ubi Kayu ,40 6. Ubi Jalar ,68 7. Sayur ,99 8. Buah-2 an ,00 9. M. Goreng (Sawit) , Gula putih ,22 II. Pangan Hewani 11. Daging sapi , Daging ayam , Telur , Susu , Ikan ,12 Sumber : Data BPS diolah BKP; Ketersediaan berbagai jenis komoditas pangan nabati dan hewani tersebut, merupakan produksi domestik setelah dikurangi kebutuhan untuk benih, pakan, dan tercecer, yang nilainya untuk masing-masing komoditas berbeda. Khusus untuk beras, nilai produksi juga dikurangi kebutuhan bahan baku industri non makanan. Adapun gambaran ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat ditunjukkan dari hasil Neraca Bahan Makanan (NBM). Berdasarkan hasil analisis NBM dalam lima tahun terakhir periode , bahwa rata-rata kuantitas ketersediaan pangan perkapita perhari untuk energi mencapai kilokalori dan protein 81,00 gram, sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 untuk ketersediaan energi kilokalori dan protein 57 gram. Pada periode tersebut, ketersediaan energi naik rata-rata 4,86 persen pertahun dan protein naik rata-rata 3,96 persen pertahun, karena pertumbuhan produksi relatif tinggi sedangkan volume impor menurun. Sumber ketersediaan protein masih didominasi dari bahan nabati, seperti tertera dalam Tabel I.3. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
11 Tabel I.3. Perkembangan Rata-Rata Ketersediaan Perkapita Perhari Energi dan Protein (Neraca Bahan Makanan) Tahun Tahun Energi Protein (kkal/kap/hr) (g/kap/hr) Nabati Hewani Jumlah Nabati Hewani Jumlah ,53 12,26 76, ,86 13,13 72, ,6 14,48 80, ,41 15,04 84, ,15 16,04 89,19 Rata-Rata 3.096, ,00 14,00 81,00 Pertumb. (%) 4,81 6,17 4,86 3,39 6,97 3,96 Keterangan: Angka Tetap, 2008 Angka Sementara, 2009 Sangat Sementara Badan Ketahanan Pangan pada periode tahun telah melaksanakan koordinasi dan sinergi kebijakan/program ketersediaan pangan, meliputi: peningkatan kualitas sumberdaya aparat pusat dan daerah dalam menyiapkan bahan rumusan program dan kebijakan, menyajikan data dan informasi ketersediaan pangan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan kebijakan, memantau ketersediaan pangan pada hari-hari besar nasional dan keagamaan, melakukan prognosa ketersediaan pangan pokok, serta mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan cadangan pangan. Selain itu, Badan Ketahanan Pangan pusat juga melaksanakan advokasi dan sosialisasi ke daerah dalam rangka peningkatan kualitas hasil analisis ketersediaan pangan, merumuskan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat terutama di daerah rawan pangan, dan memfasilitasi penyusunan Necara Bahan Makanan provinsi dan kabupaten/kota, analisis pola distribusi produksi, serta perencanaan dan evaluasi ketersediaan pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG). B. Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
12 mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Oleh karena itu keberhasilan dalam pembangunan ketahanan pangan baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota tidak hanya bergantung pada keberhasilan dalam meningkatkan produksi pangan. Tetapi, perlu dilihat secara komprehensif berdasarkan tiga pilar utama yaitu ketersediaan dari produksi yang cukup, distribusi yang lancar dan merata, serta konsumsi pangan yang aman dan berkecukupan gizi bagi seluruh individu masyarakat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan individu dan/atau keluarga agar dapat memperoleh akses pangan baik secara fisik maka proses distribusi pangan yang lancar dari produsen hingga ke pasar konsumen menjadi persyaratan yang utama. Di antara ketiga pilar ini, upaya meningkatkan produksi mendapatkan perhatian cukup besar dibandingkan dengan dua pilar lainnya. Dengan meningkatnya produksi yang sudah melampaui kebutuhan pangan nasional, tidak berarti bahwa kondisi ketahanan pangan sudah terwujud. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Sebagaimana kita ketahui, bahwa kondisi di lapangan menunjukkan sebaran wilayah sentra produksi bahan pangan tidak sejalan sebaran wilayah pasar dan sentra konsumen. Pangan yang dihasilkan di wilayah sentra-sentra produksi harus diangkut ke pasar agar secara fisik semua konsumen Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
13 mempunyai akses untuk mendapatkannya dan setelah sampai di pasar harganya harus tetap terjangkau oleh konsumen. Hal ini menggambarkan bahwa setelah tahap produksi, maka tahap berikutnya adalah mendistribusikan bahan pangan agar tersedia bagi semua konsumen. Indikator keberhasilan dalam distribusi pangan adalah pada saat pangan telah mencapai ke konsumen. Bahan pangan tersebut harus cukup secara kuantitas, aman bagi kesehatan, bergizi baik, sesuai selera konsumen, harganya terjangkau, dan tersedia sepanjang tahun. 1. Pemerataan Distribusi dan Pasokan Pangan Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian sistem hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup. Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Beragamnya kondisi sumberdaya alam dan kondisi iklim yang tidak menentu menyebabkan perbedaan dalam kemampuan daerah untuk memproduksi bahan pangan. Oleh karena itu untuk dapat mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup bagi penduduk Indonesia, pemerintah masih dihadapkan pada masalah semakin terbatas ketersediaan bahan pangan akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Namun demikian pada periode , data dari daerah menunjukkan bahwa perbandingan antara pasokan energi per kapita dari produksi 9 komoditas bahan pangan dengan angka kecukupan konsumsi energi per kapita mengarah pada perkembangan yang lebih baik. Dari 26 provinsi yang dipantau tahun Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
14 2008 menunjukkan bahwa 11 provinsi pasokan bahan pangan lebih, 4 Provinsi mempunyai pasokan bahan pangan sedang, 2 provinsi pasokan bahan pangan kurang, dan 9 provinsi pasokan bahan pangan kurang. Jika dibandingkan dengan tahun 2005 hanya ada 6 provinsi mempunyai pasokan bahan pangan lebih, 3 provinsi mempunyai pasokan bahan pangan sedang, 7 provinsi mempunyai pasokan bahan pangan kurang dan sisanya sangat kurang. Untuk wilayah Indonesia Bagian Timur, kepulauan dan perbatasan pada umumnya memiliki pasokan bahan pangan yang masih kurang dan sangat kurang. Jika kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan pangan semakin besar maka akan berdampak pada stabilitas ketahanan pangan wilayah. Permasalahan utama yang menyebabkan kurangnya pasokan bahan pangan di wilayah yaitu masalah distribusi pangan, dimana ada 4 akar permasalah, yaitu : Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem transportasi yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. Keempat masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan sepanjang jalur transportasi di Indonesia. 2. Stabilisasi Harga Pangan Untuk menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri di tengah-tengah kenaikan harga pangan dunia perlu dilakukan pendekatan dari hilir baru ke hulu. Ada sembilan solusi arahan dari Bapak Presiden Republik Indonesia yaitu : Pertama melakukan operasi pasar untuk mengendalikan harga komoditas tertentu; Kedua adalah kebijakan fiskal khusus untuk perdagangan pangan baik ekspor maupun impor; Ketiga memastikan pasokan dalam negeri Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
15 mencukupi permintaan; Keempat, memastikan stok atau cadangan dalam negeri kuat untuk mencegah spekulan; Kelima, meningkatkan produksi dan produktivitas pangan; Keenam adalah upaya mendorong gerakan ketahanan pangan lokal dan keluarga; Ketujuh adalah upaya pencegahan dan penimbunan terhadap pangan; Kedelapan memastikan kalkulasi atau produksi pangan yang akurat; dan Kesembilan adalah upaya memastikan adanya kebijakan atau regulasi baru pengamanan lahan pertanian. Indikator yang mempengaruhi kebijakan pangan antara lain : (a) kelangkaan pangan secara cepat yang direfleksikan dengan meningkatnya harga pangan; (b) harga pangan yang terjangkau cukup dapat menjamin akses semua orang untuk memperoleh pangan yang memadai; (c) produksi pangan dosmetik yang cukup (swasembada pangan) merupakan cara yang paling efektif untuk mencapai stabilisasi harga pangan dalam negeri. Kebijakan pemerintah di bidang pangan (harga) adalah untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari beberapa hal berikut : (1) membantu meningkatkan pendapatan petani; (2) membantu petani kecil untuk tetap memiliki insentif menghasilkan pangan; (3) mencapai swasembeda pangan dan mengurangi ketergantungan impor; dan (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani. Oleh karena itu Badan Ketahanan Pangan dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang distribusi, harga dan cadangan pangan akan melaksanakan : (a) koordinasi lintas sektor untuk merumuskan kebijakan yang terkait dalam stabilsasi harga, pasokan pangan dan cadangan pangan baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden maupun Peraturan Menteri; (b) pemantauan harga, ketersediaan dan distribusi pangan untuk menjamin ketersediaan dan pasokan pangan serta harga yang terjangkau terutama menjelang HBKN; (c) pemantauan dan pengembangan terhadap cadangan pangan masyarakat dan pemerintah; serta (d) program aksi dalam rangka menjaga stabilisasi harga gabah/beras/jagung di tingkat petani melalui kegiatan Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) pada periode , kegiatan Penguatan Lembaga Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
16 Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM) yang dimulai pada tahun 2009 dan pengembangan lumbung masyarakat yang dimulai sejak tahun Untuk kegiatan DPM-LUEP, pemerintah telah menyalurkan dana talangan yang bersumber dari APBN kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) di daerah sentra produksi padi dan jagung seperti penggilingan maupun pedagang tanpa bunga. Dana talangan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat modal penggilingan dan pedagang agar dapat menyerap gabah/beras/jagung petani di saat mereka menghadapi panen raya yang pada umumnya harga jatuh sehingga petani mengalami kerugian. LUEP yang menerima dana talangan wajib membeli gabah/beras di wilayahnya minimal sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) dan jagung menimal sesuai dengan harga referensi daerah (HRD). Untuk memperoleh dana talangan LUEP wajib menyerahkan agunan sebesar % dari besaran dana yang dipinjam dan LUEP wajib mengembalikan ke pemerinah (Kas Negara) paling lambat tanggal 15 Desember pada tahun bersangkutan. Selama periode pemerintah telah menyalurkan dana talangan sebesar Rp Milyar, dengan dana tersebut LUEP mampu pembelian dan penjualan gabah/beras petani sekitar 5 kali putaran atau mampu menyerap gabah/beras petani sekitar 1 2 persen dari total produksi Nasional. Sedangkan untuk komoditas jagung LUEP mampu melakukan pembelian dan penjualan sekitar 3 5 kali putaran. Melalui kegiatan DPM-LUEP telah melibatkan sebanyak LUEP dan petani yang tersebar di 271 kabupaten/kota di provinsi sentra produksi padi dan jagung. Secara rinci perkembangan kegiatan DPM-LUEP pada periode tertera pada Tabel I.4. Respon daerah terhadap kegiatan DPM-LUEP sangat positif dan beberapa provinsi telah melakukan replikasi kegiatan tersebut yang didukung dengan dana APBD. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
17 Tabel I.4 Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan DPM-LUEP periode Tahun Alokasi Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Anggaran Provinsi Kabupaten LUEP Petani Rp. Milyar Sejak tahun 2009, terjadi perubahan di dalam pengelolaan penganggaran kegiatan di Departemen Keuangan sehingga untuk mendukung kegiatan dalam rangka stabilisasi harga tidak lagi diberikan dalam bentuk dana talangan kepada LUEP tetapi menyalurkan dana Bansos kepada kelompok masyarakat. Mengingat Gabungan Kelopoktani (Gapoktan) merupakan wadah organisasi kelompoktani untuk bergabung dalam rangka mensejahterakan anggotanya, maka pemerintah melalui kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM) memberikan fasilitasi berupa dana Bansos dan pendampingan oleh pendamping (penyuluh atau petugas lapangan) dalam 3 tahap yaitu : Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan Tahap Kemandirian. Pada Tahap Penumbuhan yaitu tahun pertama, pemerintah menyalurkan dana Bansos ke Gapoktan sebesar Rp. 150 juta untuk mendukung pembangunan sarana penyimpanan, penguatan modal untuk penyerapan gabah/beras/jagung dari petani anggotanya melalui kegiatan pembelian dan penjualan oleh unit usaha distribusi dan penguatan cadangan pangan unit pengelola cadangan pangan. Tahap Pengembangan yaitu tahun ke dua pada Gapoktan yang sama pemerintah menyalurkan dana Bansos sebesar Rp. 75 Juta sebagai tambahan modal usaha untuk mendukung unit usaha distribusi dalam kegiatan pembelian Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
18 dan penjualan gabah/beras/jagung dan jika diperlukan dapat digunakan untuk mendukung pengembangan cadangan pangan. Gapoktan yang telah menerima dana Bansos wajib membeli gabah/beras di wilayahnya minimal sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) dan jagung menimal sesuai dengan harga referensi daerah (HRD). Tahap Kemandirian pemerintah tidak lagi memberikan dana Bansos kepada Gapoktan. Fasilitasi pemerintah pusat dalam kegiatan Penguatan-LDPM dapat dilihat pada Gambar 1. DUkungan Dana Pemerintah/Provinsi/Kabupaten/Kota APBN Tahun I APBN Tahun II Pembinaan Pembinaan Penyaluran Bansos: Penyaluran Cadangan Pangan Bansos: Stabilisasi Harga Gudang Cadangan Pangan Stabilisasi Pemupukan Harga Cadangan Pangan Pemupukan modal usaha dalam SDM Gapoktan distribusi Pemupukan Modal dan Swadaya Masyarakat APBN Tahun III Pembinaan Cadangan Pangan Mandiri Unit Usaha Mandiri Thn I II III Fasilitasi pemerintah setiap tahun semakin berkurang, sebaliknya diharapkan ke depan Gapoktan semakin kuat dalam memupuk modal dari anggotanya dan mengembangkan usaha distribusi secara berkelanjutan dan juga dalam hal pengelolaan cadangan pangan. Fasilitasi pemerintah dalam hal pendampingan akan diberikan mulai tahun pertama hingga tahun ke tiga, setelah tahun ke tiga akan diberikan fasilitasi pendamping hanya satu tahun sebagai tahun transisi yang selanjutnya sudah dapat diambil alih oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pemberdayaan Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM pada tahun 2009 sebanyak 546 gapoktan yang tersebar pada daerah sentra produksi pangan (padi, jagung) di 27 provinsi, kecuali provinsi Maluku, Maluku Utara, Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
19 Papua Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan DKI Jakarta. Tahun 2009 adalah tahun dimulainya penguatan LDPM pada tahap penumbuhan. Secara rutin BKP juga melakukan pmantauan terhadap perkembangan harga beras; dimana dalam tahun , menunjukkan bahwa perkembangan harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani selalu berada di atas HPP, dengan kisaran 12,83 23,60 persen di atas HPP dan harga ratarata Rp Rp 2.708/kg. Pada periode tersebut, kondisi ini menunjukkan bahwa harga GKP di tingkat petani semakin stabil yang ditunjukkan dengan nilai Coefisien Variant (CV) semakin terus menurun dari 10,70 pada tahun 2005 menjadi 3,38 pada tahun Harga gabah di bawah HPP mengalami penurunan dari 11,80 persen pada tahun 2007 menjadi 9,31 persen pada tahun 2008, dan menjadi 9,25 persen pada tahun Harga GKP di bawah HPP, umumnya terjadi pada saat panen raya dimana produksi cukup tinggi. Perkembangan harga GKP di tingkat petani dan harga di bawah HPP sejak tahun , tertera dalam Tabel I.5. Tahun Tabel I.5. Perkembangan Harga GKP Di Tingkat Petani Tahun HPP GKP (Rp/Kg) Harga GKP di Petani (Rp/kg) Rasio Harga dengan HPP (%) CV Insiden Harga di Bawah HPP (%) ,82 10, ,70 7, ,60 7,14 11, ,82 6,86 9, ,83 3,38 9,25 Sumber : BPS; Sejalan dengan harga gabah yang semakin stabil, pada periode yang sama harga beras juga semakin stabil. Stabilnya harga gabah dan beras pada periode , antara lain disebabkan adanya kebijakan perberasan yang mampu mengisolasi pengaruh fluktuasi harga internasional. Melonjaknya harga beras dunia pada tahun 2008, tidak cukup mempengaruhi harga beras dalam negeri (Gambar I.2). Pada gambar tersebut menunjukkan, bahwa harga beras IR I di PIBC Jakarta cenderung stabil, walaupun harga beras Thai kualitas broken 5 persen bergejolak cukup tinggi sejak Maret Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
20 Gambar I.2. Perbandingan Harga Beras Jenis IR di PIBC Pasar Domestik dan Harga Paritas Beras Thai Broken 5 Persen Harga (Rp/kg) Beras Thai 5% IR-I PIBC Jan-05 Mar-05 Mei-05 Jul-05 Sep-05 Nop-05 Jan-06 Mar-06 Mei-06 Jul-06 Sep-06 Nop-06 Jan-07 Mar-07 Mei-07 Jul-07 Sep-07 Nop-07 Jan-08 Mar-08 Mei-08 Jul-08 Sep-08 Nop-08 Jan-09 Mar-09 Mei-09 Jul-09 Sep-09 Nop-09 Sumber: PIBC dan Worldbank Disamping komoditas beras, BKP juga melakukan pemantapan harga beberapa komoditas pangan menunjukkan bahwa harga minyak goreng mengalami gejolak sejak pertengahan tahun 2007 sampai 2008, harga gula pasir stabil pada tahun , tetapi pada tahun 2009 berfluktuasi terutama pada periode September Desember 2009 dimana harga gula putih mencapai Rp 9.500/kg, karena terkait dengan kenaikan harga di pasar internasional dan turunnya produksi gula di dalam negeri (realisasi produksi 2,4 juta ton dari target 2,7 juta ton). Harga daging sapi sejak cenderung stabil, namun pada tahun 2009 berfluktuatif dengan rata-rata harga Rp /kg dan nilai CV 11,48 persen kenaikan harga tersebut dikarenakan naiknya harga pakan. Sedangkan harga daging ayam ras dan telur ayam ras pada periode cenderung fluktuatif dibandingkan dengan harga daging sapi. 3. Cadangan Pangan Cadangan pangan nasional, sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
21 Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan pangan tertentu bersifat pokok di tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangkan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola oleh PERUM Bulog. Total pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) selama tahun sekitar 900 ribu ton. CBP tersebut dimanfaatkan untuk bantuan darurat akibat bencana, pengendalian harga beras tingkat konsumen, dan untuk penyediaan cadangan pangan ASEAN. Dalam rangka mengatasi gejolak harga pangan dan bencana alam serta antisipasi masa paceklik, beberapa pemerintah daerah telah mengembangkan cadangan pangan pemerintah daerah melalui kerja sama dengan Dolog seperti di Provinsi Jawa Barat, yaitu untuk antisipasi masa paceklik atau bencana alam. Sedangkan Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Tengah mendirikan unit pelaksana teknis cadangan pangan daerah Pengembangan cadangan pangan masyarakat, dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan masyarakat terutama pada lokasi yang rawan bencana dan daerah yang mengalami paceklik. Pengembangannya dilakukan dengan membangun lumbung pangan masyarakat secara berkelompok, misalnya lumbung padi di daerah Jawa, dan lumbung jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk tahun 2009, kegiatan pemberdayaan lumbung pangan dilakukan di lokasi Desa Mandiri Pangan tahun Sebagai tahap awal/penumbuhan, telah dialokasikan dana Bansos kepada 275 kelompok, masing-masing sebesar Rp 30 juta untuk pembangunan fisik lumbung pangan yang berkapasitas sekitar ton gabah/beras. C. Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan 1. Penganekaragaman dan Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), rata-rata konsumsi pangan perkapita perhari penduduk selama periode mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat sampai tahun Pada tahun 2009 tingkat konsumsi energi adalah sebesar kilokalori perkapita perhari atau turun 80 kilokalori, dan tingkat konsumsi protein sebesar 59,17 gram Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
22 perkapita perhari atau berkurang 1,68 gram dibandingkan tahun Konsumsi perkapita perhari untuk energi tersebut lebih rendah 42 kilokalori dari angka kecukupan yang dianjurkan WNPG VIII tahun 2004 sebesar kilokalori, sedangkan untuk konsumsi protein telah melebihi angka kecukupan yang dianjurkan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 52 gram. Perkembangan konsumsi energi dan protein selama tahun , disajikan pada Tabel I.6. Tabel I.6. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Indonesia Perkapita Perhari dan skor PPH, Tahun Perkembangan Konsumsi Perkapita Perhari Pertum- Buhan (%) Uraian Energi (kkal/kap/hari) ,40 2. Protein (gram/kap/hari) ,17 1,81 Skor PPH 79,1 74,9 82,8 81,9 78,8 0,09 Sumber : Susenas 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009, BPS; diolah BKP Kementan; Secara nasional, kualitas (keragaman dan keseimbangan) konsumsi pangan penduduk yang ditunjukkan dengan nilai skor Pola Pangan Harapan (PPH) mengalami penurunan dari 82,8 pada tahun 2007, menjadi 81,9 pada tahun 2008, dan turun menjadi 78,8 pada tahun Penurunan kualitas konsumsi pangan yang sangat tajam pada tahun 2009, disebabkan menurunnya konsumsi seluruh jenis komoditas pangan dalam 9 kelompok bahan pangan, kecuali minyak sawit dan minyak lainnya dari kelompok minyak dan lemak serta konsumsi minuman, seperti terinci pada Tabel I.7. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun , telah melakukan Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, diarahkan untuk memotivasi masyarakat dalam melakukan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman. Kegiatan program aksi yang telah dilaksanakan adalah pengembangan makanan khas Indonesia dan pemanfaatan pekarangan di 27 provinsi pada tahun 2005 dan 33 provinsi pada tahun Pada tahun 2007 dan 2008, kegiatannya difokuskan pada pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal kepada ibu hamil dan balita di 604 desa lokasi desa mandiri pangan yang tersebar pada 180 kabupaten di 32 provinsi. Disamping pemberian makanan, juga disampaikan penyuluhan untuk Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
23 perubahan perilaku masyarakat tentang pola makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Tabel I.7. Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia dan Selisih Aktual Terhadap Kelompok Bahan Pangan Tahun Konsumsi Kelompok Bahan Pangan (kg/kap/thn) Perubahan Kg % 1. Padi-padian a. Beras b. Jagung c. Terigu Umbi-umbian a. Singkong b. Ubi jalar c. Kentang d. Sagu e. Umbi lainnya Pangan Hewani a. Daging ruminansia b. Daging unggas c. Telur d. Susu e. Ikan Minyak dan Lemak a. Minyak kelapa b. Minyak sawit c. Minyak lainnya Buah/biji berminyak a. Kelapa b. Kemiri Kacang-kacangan a. Kedelai b. Kacang tanah c. Kacang hijau d. Kacang lain Gula a. Gula pasir b. Gula merah Sayuran dan buah a. Sayur b. Buah Lain-lain a. Minuman b. Bumbu-bumbuan Sumber : Susenas 2008 dan 2009, BPS, diolah BKP Kementerian Pertanian; Keterangan : Data konsumsi ikan bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
24 Mengingat penganekaragaman konsumsi pangan merupakan kegiatan lintas sektor, maka pada tahun 2009 telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumberdaya Lokal. Perpres tersebut telah dijabarkan secara rinci dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Berbasis Sumber Daya Lokal. Pada tahun 2009, kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan difokuskan pada sosialisasi dan percontohan pada 130 SD/MI dan 825 kelompok wanita, serta pemberian peralatan kepada 130 UMKM dalam rangka pengembangan tepung-tepungan berbahan pangan lokal dalam mewujudkan pangan beragam dan bergizi seimbang dan aman. 2. Keamanan Pangan Segar Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan makanan yang sehat, penanganan keamanan pangan menjadi salah satu aspek penting yang menjadi perhatian masyarakat. Merebaknya berbagai kasus keracunan akibat mengkonsumsi pangan olahan dan pangan segar, serta merebaknya permasalahan keamanan pangan lainnya dalam beberapa tahun terakhir, telah menyadarkan dan meningkatkan kepedulian berbagai elemen pemerintah dan masyarakat untuk menelaah dan mengkaji lebih lanjut dan lebih mendalam tentang berbagai penyebabnya. Kasus keracunan karena makanan (foodborne diseases) sering terjadi di berbagai daerah. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), kasus keracunan pangan terbagi dalam 3 (tiga) kelompok: sumber Pangan, tempat/lokasi kejadian, dan penyebab keracunan. Pada tahun 2006, terjadi 153 kasus keracunan dengan korban meninggal dunia 40 orang, meningkat menjadi 197 kejadian pada tahun 2008 dengan korban meninggal 79 orang. Kasus keracunan pangan sampai bulan Nopember 2009 sebanyak 62 kasus dengan korban meninggal 17 orang, sudah berkurang dari tahun Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; bahwa pemerintah menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan produk pertanian dalam negeri maupun impor, khusus keamanan pangan segar tanggungjawab diserahkan kepada kementerian teknis salah Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
25 satunya adalah Kementerian Pertanian. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka: (1) Indonesia akan kebanjiran produk impor, terutama buah dan sayuran segar yang mutu dan keamanannya kurang jelas; (2) Produk pertanian Indonesia kurang laku dan tidak menjadi pilihan konsumen di dalam negeri dan luar negeri; (3) Daya saing produk semakin rendah; (4) Mematikan petani/produsen dalam negeri; dan (5) Kerugian ekonomi yang semakin besar. Dalam rangka penanganan keamanan pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian memfokuskan pada penanganan keamanan pangan segar melalui : (a) sosialisasi, promosi dan apresiasi tentang keamanan pangan segar; (b) pengawasan keamanan pangan segar di pasar; serta (c) peningkatan kapasitas dan kapabilitas aparat pelaksana dalam pengawasan keamanan pangan segar. D. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan Kemiskinan berhubungan sangat erat dengan kerawanan pangan dalam dua dimensi yaitu dari (1) kedalamannya, dibedakan dengan kategori ringan, sedang, dan berat; serta (2) jangka waktu/periode kejadian, dengan katagori kronis untuk jangka panjang dan transien untuk jangka pendek/fluktuasi. Tingkat kedalaman kerawanan pangan ditunjukkan dengan indikator kecukupan konsumsi kalori perkapita perhari dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) sebesar kkal/kap/hari. Jika konsumsi perkapita kurang atau lebih kecil dari 70 persen dari AKG dikategorikan sangat rawan pangan; sekitar 70 hingga 90 persen dari AKG dikategorikan rawan pangan; dan lebih dari 90 persen dari AKG termasuk dalam kategori tahan pangan. Pada periode , jumlah penduduk miskin di Indonesia secara bertahap telah berkurang dari 36,80 juta jiwa atau 16,69 persen pada tahun 2005 menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen pada tahun Namun demikian, pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat cukup drastis sebesar 7 persen, salah satu penyebabnya adalah karena kebijakan kenaikan harga BBM. Perkembangan selengkapnya jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada Tabel I.8. Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
26 Tabel I.8. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Pengangguran di Indonesia Tahun Rincian Jumlah penduduk (juta 219,3 220,5 224,2 228,5 231,4 jiwa) 2. Jumlah Penduduk Miskin 36,80 39,30 37,17 34,96 32,53 (juta jiwa) 3. Persentase Penduduk 16,69 17,75 16,58 15,42 14,15 Miskin 4. Jumlah Pengangguran terbuka (juta jiwa) ,93 10,01 9,43 7,87 Sumber : BPS (berbagai tahun, diolah BKP); Penanganan kerawanan pangan dan pengurangan kemiskinan di perdesaan, telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian melalui program Pengembangan Desa Mandiri Pangan di daerah rawan pangan. Pengembangan Desa Mandiri Pangan merupakan upaya memfasilitasi desa rawan pangan menjadi desa mandiri pangan melalui proses pemberdayaan selama 4 tahapan dalam 4 tahun/tahun, yaitu : Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian. Sasaran pembinaan dari desa mandiri pangan pada tahun 2006 sebanyak 250 desa yang tersebar pada 122 kabupaten di 32 provinsi, dan setiap tahun mengalami peningkatan jumlah desa sasaran sehingga pada tahun 2009 desa sasaran sudah mencapai desa di 275 kabupaten/kota pada 33 provinsi. Perkembangan desa sasaran dan lokasi pelaksana selengkapnya dapat dilihat pada Tabel I.9. Tahun Tabel I.9. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun Posisi Tahap Pembangunan Prop Lokasi Jumlah KK Kelompok Afinitas Jml Bantuan Kab Desa KK KK Miskin KK % Modal Usaha (Rp. 000) 2006 Kemandirian , Pengembangan , Penumbuhan , Persiapan Sumber Jumlah , : BKP; Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
27 Upaya integrasi kelembagaan lumbung pangan di daerah miskin dan rawan pangan pada lokasi Desa Mandiri Pangan, pada tahun 2009 telah dilaksanakan pemberdayaan lumbung pangan untuk mengantisipasi rawan pangan dengan jumlah sasaran sebanyak 290 lumbung di 33 provinsi. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan antisipasi kondisi rawan pangan dan penanganan rawan pangan, dilaksanakan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) serta intervensi melalui Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP). Pada tahun 2006, PDRP dilaksanakan di 122 kabupaten yang tersebar pada 32 provinsi, tahun 2007 dilaksanakan di 180 kabupaten pada 32 provinsi. Kemudian pada tahun 2008 berkembang menjadi 201 kabupaten di 33 provinsi, serta meningkat pada tahun 2009 menjadi 274 kabupaten di 33 provinsi. Khusus di provinsi Jawa Timur, NTT dan NTB, sejak tahun 2001 hingga tahun 2009 telah dilakukan kerjasama dengan IFAD melalui pemberdayaan masyarakat miskin di lahan kering (Participatory Integrated Development in Rainfed Areas/PIDRA) sebanyak KK di 237 desa pada 14 kabupaten. Hingga akhir tahun 2009, keberhasilan program tersebut telah dilakukan dengan penguatan kapasitas kelembagaan Kelompok Mandiri, 237 Federasi atau Gabungan Kelompok Mandiri dan 73 Koperasi, sehingga mereka mampu memiliki kemampuan mengembangkan usaha ekonomi secara mandiri dengan memupuk modal Kelompok Mandiri sebesar Rp ,- atau rata-rata per kelompok Rp ,-; modal usaha Federasi sebesar Rp ,-; dan Koperasi sebesar Rp ,-. Keberhasilan program tersebut dijadikan model pengembangan peningkatan pendapatan petani kecil sekaligus ketahanan pangan keluarganya pada pelaksanaan pembangunan pertanian. E. Kelembagaan Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberkelanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang terus berubah secara dinamis. Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciSTATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.
No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN
Lebih terperincipertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih
1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju
Lebih terperinciPROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN
A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja
Lebih terperinciBADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS
BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR Dalam rangka menetapkan arah dan acuan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan Kabaupaten Musi Rawas dan menindaklanjuti
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017
LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 i RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 disusun sebagai salah satu bentuk
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciSISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI
SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN DAN GIZI
KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.
Lebih terperinciLaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010
Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015
LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinnya Laporan
Lebih terperinciCUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010
CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016
Harga (Rp/Kg) LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 11.000 9.000 7.000 5.000 3.000 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Harga GKP di Petani BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015
LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BADAN KETAHANAN PANGAN Jl. Panglima Batur Timur Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp. 0511-4772471-4778047
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012
RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi
Lebih terperinciPROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB
PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB Gedung Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. ALAMAT Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat beralamat di Jl. Majapahit No. 29 Mataram Nusa Tenggara
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciI. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional
KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2010-2014 Oleh Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Disampaikan pada (KIPNAS) Ke-10 diselenggarakan oleh
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN
INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.11-/216 DS13-4386-848-854 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciLingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal
Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan SPM Bidang Ketahanan ini dapat kami selesaikan. Laporan ini merupakan salah
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian (Musrenbangtan) Nasional Tahun 2015, 4 Juni 2015 FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 Sekretaris Badan Ketahanan Pangan BADAN KETAHANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSTABILISASI HARGA PANGAN
STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015
FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015 1 ARAHAN UU NO. 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN A. KERANGKA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Kedaulatan Pangan Kemandirian Pangan Ketahanan Pangan OUTCOME Masyarakat
Lebih terperinciKetahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55
Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciPROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB
PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB Gedung Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat ALAMAT Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat beralamat di Jl. Majapahit No. 29 Mataram
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.105, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Penugasan. PERUM BULOG. Ketahanan Pangan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN
DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KEMENTAN REALISASI FISIK KEGIATAN BKP April REALISASI (Rp) Mei Juni KETERANGAN
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN
REVISI 1 RENCANA STRATEGIS BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015 2019 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jakarta Selatan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciSekretaris Badan Ketahanan Pangan
e Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN I. EVALUASI e-proposal BKP 2016 II. RENJA 2016 Indikator Kinerja Program BKP 2016 Regulasi & Dasar Pertimbangan Arah Kebijakan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis
Lebih terperinciKEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS
KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Lebih terperinciMEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL
MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Disampaikan pada: Rakor DKP Provinsi Jawa Tengah Rabu, 29 April 2015 1 I. PENDAHULUAN 2 Posisi
Lebih terperinciKEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG CADANGAN PANGAN. Oleh: Dr. Ardi Jayawinata,MA.Sc Kepala Bidang Cadangan Pangan
KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG CADANGAN PANGAN Oleh: Dr. Ardi Jayawinata,MA.Sc Kepala Bidang Cadangan Pangan 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Kegiatan Cadangan Pangan Masyarakat 3. Kegiatan Cadangan
Lebih terperinciARAHAN MENTERI PERTANIAN/ KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH BARAT
ARAHAN MENTERI PERTANIAN/ KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH BARAT Hotel Mercure Surabaya, 16 Mei 2016 Assalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau
Lebih terperinciBUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciDeputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Indikator Target Terwujudnya koordinasi dan Presentase hasil
Lebih terperinciKEMAJUAN PELAKSANAAN (%) - Sosialisasi Pedum - Kawasan di Papua belum dapat dilaksanakan karena PPK harus koordinasi dan gubernur
A Penurunan Penduduk Rawan Pangan Per Tahun 1 % 10 % - Rakor/pertemuan dengan instansi terkait Mengingat capaian penurunan penduduk rawan pangan per tahun, sangat tergantung dengan instansi terkait, maka
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang
Lebih terperinciGambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciLAPORAN EVALUASI RENJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TA. 2016
LAPORAN EVALUASI RENJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TA. 2016 DINAS KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Menindaklanjuti Permendagri Nomor 54 Tahun 2010
Lebih terperinci429 Desa 80% - Sosialisasi Pedum - Di Prov Banten ada perubahan lokasi dari kab pandeglang ke kota serang
A PENETAPAN KINERJA Penurunan Penduduk Rawan Pangan Per Tahun 1 % 10 % - Rakor/pertemuan dengan instansi terkait Mengingat capaian penurunan penduduk rawan pangan per tahun, sangat tergantung dengan instansi
Lebih terperinciB ADAN K E T AHANAN PANG AN J l. Ha rs ono rm no 3 ra guna n ja ka rta s ela ta n
K E ME NT E R IAN PE R T ANIAN B ADAN K E T AHANAN PANG AN 2011 1 B ADAN K E T AHANAN PANG AN J l. Ha rs ono rm no 3 ra guna n ja ka rta s ela ta n RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciPEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN
PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk
Lebih terperinciDUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN
DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KEMENTAN REALISASI KEGIATAN BKP REALISASI (Rp) KETERANGAN FISIK Januari
Lebih terperinciTINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN
TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN S u t a w i Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang Ketahanan Pangan Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
Lebih terperinci1 % 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan tergambar pada akhir tahun dan capaian tersebut tergantung pada instansi lain.
Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Triwulan III Tahun 2015 A PENETAPAN KINERJA Penurunan Penduduk Rawan Pangan Per Tahun 1 % 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan tergambar pada akhir
Lebih terperinciHotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016
SAMBUTAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN/ SEKRETARIS DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH TIMUR Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016 Assalaamu
Lebih terperinciBKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)
BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2014-2018 PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Lahat mempunyai peran
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciLAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN
LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN ahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta
Lebih terperinci