III WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU. Modul Pelatihan - Juli 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU. Modul Pelatihan - Juli 2014"

Transkripsi

1 USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru, Tenaga Kependidikan, dan Siswa PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU Modul Pelatihan - Juli 2014 WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN III

2 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

3 Modul PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 3

4 4 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

5 Modul Penataan dan Pemerataan Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari materi workshop ini merupakan tanggung jawab konsorsium Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia s Teachers, Administrators, and Students (PRIORITAS) dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau pemerintah Amerika Serikat. Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 5

6 6 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

7 Daftar Isi Pengantar iii Unit 1 Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 3 Unit 2 Identifikasi Alternatif Kebijakan 15 Unit 3 Pengenalan Sotfware dan Penyiapan Data 31 Unit 4 Formulasi Kebijakan 47 Unit 5 Rancangan Implementasi Kebijakan 65 Unit 6 Perhitungan Dampak Anggaran dari Pilihan Alternatif Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru 81 Unit 7 Persiapan Konsultasi Publik 111 Unit 8 Rencana Tindak Lanjut 131 Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru i

8 ii Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru

9 Pengantar Workshop Analisis Kebijakan Workshop 2 dimaksudkan untuk melakukan analisis kebijakan dalam penataan guru. Kegiatan ini memerlukan kelanjutan dari WS 1 terutama menggunakan hasil analisis data beruapa isu strategis dalam penataan dan pemerataan guru. Workshop Analisis Kebijakan dimulai dari 1) Memilih isu strategis yang akan dipecahkan melalui analisis kebijakan, 2) Merumuskan tujuan kebijakan yang relevan dengan pemecahan isu strategis, 3)Mengidentifikasi alternative kebijakan, 4) Memilih kebijakan berdasarkan kriteria pemilihan kebijakan, 5) Merumuskan rekomendasi dan memformulasikan kebijakan, dan 6) Membuat rancangan implementasi kebijakan ke dalam system perencanaan daerah Pihak-pihak yang perlu dihadirkan dalam pertemuan ini adalah tim kebijakan dari Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, dan Kantor Kemenag Kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota mengirimkan 5 orang. Sebelum workshop dilaksanakan, tim harus mempersiapkan isu strategis yang telah disepakati dari masing-masing kabupaten/kota yang akan ikut serta dalam workshop. Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru iii

10 Jadwal Workshop II Analisis Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Waktu Kegiatan PIC Hari pertama Pembukaan Kepala Dinas Pendidikan atau yang mewakili Unit 1: Kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman praktis Rehat Fasilitator Unit 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan Fasilitator ISOMA Lanjutan Unit Unit 3: Strategi dan proses pemilihan kebijakan Fasilitator Rehat Lanjutan Unit 3 Fasilitator Hari kedua Unit 4: Formulasi Kebijakan Fasilitator Rehat Kunjung Karya dan Diskusi Fasilitator ISOMA Unit 5: Rancangan Implementasi kebijakan Fasilitator Rehat Unit 6: Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan) Hari ketiga Fasilitator Lanjutan Unit 6 Fasilitator Unit 7: Persiapan Konsultasi Publik Fasilitator Rehat Unit 8: RTL Fasilitator Penutupan Pejabat yang bertugas iv Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru

11 UNIT 1 KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTIS UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 1

12 2 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

13 UNIT 1 KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTIS - Waktu: 90 menit Pengantar Sesi ini dirancang untuk memperkenalkan peserta untuk berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru. Penyebaran guru telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 2003, 1 dan baru-baru ini melalui Peraturan Bersama Lima Menteri (2011) 2 yang mengharuskan kabupaten/kota mendistribusikan guru sehingga tercapai distribusi yang lebih merata. Sementara itu penyebaran guru non-pemerintah sepenuhnya diserahkan kepada kepala sekolah dan penyelenggara sekolah. Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Bersama Lima Menteri mengenai distribusi guru menjelaskan bagaimana penataan dan pemerataan guru harus dilaksanakan. Setiap tingkat dari sistem pendidikan memiliki tugas masing-masing dalam penataan dan pemerataan tenaga pengajar di sekolah, mulai tingkat kabupaten, provinsi, sampai pusat. Analisis kebutuhan guru harus dilakukan secara bertahap di masing-masing tingkat, dimulai dari tingkat sekolah. Kekurangan dan kelebihan guru harus ditentukan di tingkat nasional. Terlepas dari kewajiban peta kebutuhan guru, kabupaten juga berkewajiban untuk melaksanakan pemindahan guru antar sekolah dan mendanai biayanya. Demikian pula, di tingkat provinsi yang berwenang untuk memindahkan guru antar kabupaten dalam provinsi, dan bertanggung jawab untuk menyediakan dana untuk biaya pemindahan. Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas Pendidikan umumnya pasif, baik memberikan izin atau tidak memberikan izin dalam menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada surplus guru 1 Law No. 9/2003 on the Authority Appointment, Transfer and Termination of Civil Servants, Decree No. 20/2010 on Standards, Norms, Procedures and Criteria for Education 2 Peraturan Bersama 5 Menteri 2011 tentang Penataan Dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 3

14 di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di pusat-pusat perkotaan kelebihan guru sementara sekolah pedesaan dan terpencil seringkali kekurangan guru. Solusi yang jelas untuk distribusi guru yang tidak merata adalah untuk memindahkan guru dari satu sekolah ke sekolah lain - dan ini sering menjadi solusi terbaik. Namun, dalam beberapa kasus mungkin lebih baik untuk menggabungkan dua sekolah kecil menjadi satu sekolah besar (regrouping), membuat SMP kecil yang disatukan ke SD yang ada (Sekolah Satu Atap), mempertahankan sekolah kecil tapi menciptakan efisiensi staf dengan kelas multi-grade, atau menunjuk guru spesialis untuk mengajar di lebih dari satu sekolah (guru keliling atau mobile). Pilihan lain adalah untuk memberikan insentif bagi guru untuk mengajar di sekolah-sekolah terpencil (insentif dapat berupa bonus keuangan atau keuntungan karir). Di SMP mungkin perlu untuk melatih guru untuk memungkinkan mereka untuk mengajar subjek yang berbeda. Dalam sesi ini, berbagai opsi kebijakan diperkenalkan dan dibahas. Beberapa materi diulang dari sesi sebelumnya di bagian pertama dari presentasi dalam rangka konsolidasi pembelajaran. Tujuan Unit 1 bertujuan untuk menyadarkan peserta bahwa ada berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata. Pertanyaan Kunci 1. Apa saja pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata? 2. Bagaimana praktik yang baik yang telah diterapkan internasional atau di daerah lain di Indonesia untuk mengatasi masalah distribusi guru? Petunjuk Umum Sesi dimulai dengan pemaparan mengenai opsi-opsi kebijakan untuk penataan dan pemerataan guru, dilanjukan dengan tayangan DVD film mengenai pengalaman di kabupaten Gorontalo dan Purworejo. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk membahas relevansi dan aplikasi di kabupaten/kota para peserta. 4 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

15 Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart DVD: Praktik yang Baik: Penataan dan Pemerataan Guru di Gorontalo dan Purworejo Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 1 ini adalah 90 menit. Ringkasan Sesi Introduction 15 menit Connection 15 menit Application 30 menit Reflection 15 menit Extension 15 menit Fasilitator menyampaikan materi mengenai, (1) Tujuan utk Penataan dan Pemerataan Guru & workshop 2; (2) Profile guru Indonesia Mengamati film Penataan & Pemerataan Guru di Kabupaten Gorontalo & Purworejo Diskusi kelompok mengidentifikasi lessons learned dari pengalaman di Purworejo dan Gorontalo. Fasilitator menyampaikan materi mengenai opsiopsi kebijakan Diskusi tanya-jawab mengenai opsiopsi kebijakan yang mungkin sesuai dengan kondisi di kabupaten/ kota peserta Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (15 menit) Fasilitator menyajikan materi, fokus pada 1) Tujuan Penataan dan Pemerataan Guru dan Workshop 2, dan (2) Profile guru Indonesia. UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 5

16 C Connection (15 menit) Peserta mengamati film yang menggambarkan pengalaman distribusi guru di dua kabupaten: Purworejo dan Gorontalo. Film tersebut berdurasi sekitar 15 menit. Selama mengamati film peserta diminta mencatat poin-poin penting dalam proses penataan dan pemerataan guru. A Application (30 menit) Setelah ini, peserta mendiskusikan poin-poin penting dari film dengan orang yang duduk di samping mereka. Pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan adalah sebagai berikut: 1. Apa persamaan dan perbedaan konteks dan pengalaman antara Gorontalo and Purworejo dengan kabupaten/kota Anda? 2. Apa saja yang bisa dipelajari dari pengalaman mereka? 3. Pendekatan mana yang berpeluang bisa diterapkan di kabupaten/kota Anda? R Reflection (15 menit) Berdasarkan apa yang telah disajikan dalam sesi ini Fasilitator bisa menanyakan kepada peserta, (1) apakah program dan tujuan workshop 2 penataan dan pemerataan guru sudah dipahami?, (2) apakah sudah memahami berbagai pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata? E Extention (15 menit) Sesi presentasi dilanjutkan dengan tanya-jawab yang fokus pada, (1) memastikan bahwa peserta memahami poin-poin penting tentang prinsip, tujuan, dan langkahlangkah penataan dan pemerataan guru, dan (2) membantu peserta untuk membuat koneksi dengan kabupaten mereka sendiri dan praktik distribusi guru yang sedang dilakukan. Yang penting adalah bahwa para peserta memahami pentingnya distribusi guru dan telah tercermin pada kondisi saat ini di daerah mereka sendiri. 6 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

17 PRESENTASI UNIT 1 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 7

18 8 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

19 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 9

20 10 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

21 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 11

22 12 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

23 UNIT 2 IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 13

24 14 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

25 UNIT 2 IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN - Waktu: 180 Menit Pengantar Isu tentang ketidakseimbangan distribusi guru di sekolah, baik sebagai guru kelas, maupun guru mata pelajaran terus berlarut, tanpa ada pemecahan yang konkrit mulai pada jenjang satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Dampak dari ketidakseimbangan distribusi guru ini menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Salah satu sebab dari ketidakseimbangan penyebaran guru adalah sistem informasi guru yang dibangun secara terpadu belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Sumber data yang memadai melalui DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) belum dimanfaatkan secara maksimal. Data tersebut belum dianalisis secara rinci berdasarkan kebutuhan informasi untuk kebijakan, baik dalam peningkatan mutu layanan pendidikan secara umum, maupun untuk kebijakan penataan dan pemerataan guru. Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, MenPAN dan RB, MenAg, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, Kemdikbud telah membuat Petunjuk Teknis (Juknis) untuk pelaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Untuk membantu Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID Prioritas mengembangkan modulmodul pelatihan penataan dan pemerataan guru. Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi kebijakan. Selanjutnya peserta akan merumuskan tujuan kebijakan serta mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan. UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 15

26 Tujuan Tujuan umum pelatihan ini adalah peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus yang diharapkan dikuasai peserta adalah: 1. Mengidentifikasi isu strategis menjadi kebijakan 2. Merumuskan tujuan kebijakan 3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan Pertanyaan Kunci 1. Bagaimana mengidentifikasi/menyiapkan isu strategis menjadi kebijakan? 2. Bagaimana menetapkan tujuan pengambilan kebijakan? 3. Bagimana mengindentifikasi alternatif-alternatif kebijakan berdasarkan pada isu strategis dan tujuan kebijakan? Petunjuk Umum Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing. Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan. Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint Lembar Kerja 2.1 dan UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

27 LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 2 ini adalah 180 menit. Ringkasan Sesi Introduction 10 menit Connection 40 Menit Application 115 menit Reflection 10 menit Extension 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Unit 2 Diskusi awal tentang isu strategis yang telah dirumuskan pada workshop 1 Diskusi Kelompok dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit. 1: Kebijakan berbasis isu strategis 2: Tujuan pengambilan kebijakan 3: Alternatif-alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan Merefleksi pencapaian tujuan Menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (10 menit) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 17

28 kebijakan. Oleh sebab itu peserta akan mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan (Diagram 1). Formulasi Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Kriteria Kebijakan Identifikasi alternatif Kebijakan Penentuan tujuan kebijakan Kebijakan Berbasis Isu strategis Diagram 1: Kerangka Analisis Kebijakan Fasilitator menyajikan tahapan dalam mengidentifikasi alternatif kebijakan, yaitu: langkah pertama, mengidentifikasi isu strategis mana yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua, menetapkan tujuan pengambilan kebijakan, dan langkah ketiga, mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan yang relevan dengan tujuan ditetapkannya kebijakan. C Connection (40 menit) Kegiatan dalam sesi ini adalah: Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang isu strategis yang telah diidentifikasi pada workshop 1 dan bagaimana menangani isu strategis tersebut. Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan kunci yang berkaitan dengan bahan yang sudah dihasilkan dari kegiatan sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan berikutnya, sebagai berikut. 18 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

29 1. Isu strategis distribusi guru mana yang dapat dipromosikan menjadi kebijakan dinas pendidikan kabupaten? 2. Bagaimana menentapkan tujuan kebijakan penataan guru yang relevan dengan perencanaan makro (visi-misi-tujuan daerah)? 3. Apa saja alternatif-alternatif kebijakan yang berkaitan dengan isu distribusi guru tersebut? Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan penataan guru dilakukan. Apa saja kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam analisis kebijakan? (Ada banyak kriteria, antara lain kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar guru). A Application (115 menit) Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit. Bagian 2.1: Mendiskusikan tentang isu-isu strategis yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan. Langkah pertama, dengan menggunakan skala prioritas memilih isu yang akan diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua peserta berdiskusi mengapa isu tersebut layak ditindaklanjuti dengan kebijakan. Langkah-langkah ini penting dilakukan karena pada workshop 1 telah mampu mengidentifikasi sejumlah isu strategis. Dengan berbagai alasan, tidak semua isu strategis dapat ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan. Banyak kriteria yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah berkaitan perencanaan makro tingkat kabupaten/kota (RPJMD kabupaten/kota, Renstra Dinas Pendidikan, Renstra BKD), provinsi, dan nasional. Kerjakan secara kelompok pemilihan isu-isu strategis yang berpeluang untuk menjadi kebijakan (Gunakan Lembar Kerja 2.1). Selanjutnya, presentasikan hasil diskusi tersebut. Bagian 2.2: Pada bagian ini, fokus pada penetapan tujuan menetapkan kebijakan yang didasarkan pada isu strategis. Tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain mengacu pada tujuan yang lebih besar, tujuan kebijakan penataan guru adalah untuk memecahkan masalah yang mendesak UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 19

30 (isu strategis) yang ada di masing-masing kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten/kota dan bagaimana relevansinya dengan visi-misi kabupaten/kota dan visi misi dinas pendidikan? Diskusikan dalam kelompok apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten, gunakan Lembar Kerja 2.2. Selanjutnya presentasikan hasil diskusi tersebut. Bagian 2.3: Kita sadari bahwa banyak cara untuk mencapai tujuan. Dalam konteks kebijakan penataan dan pemerataan guru, banyak alternatif kebijakan yang dapat dipilih sesuai dengan hasil analisis distribusi guru. Alternatif kebijakan hendaknya yang benar-benar inovatif, memiliki daya ubah yang signifikan dan dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas. Fasilitator menyatakan bahwa banyak alternatif yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah distribusi guru. Fasilitator memberi contoh bagaimana merumuskan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dan kerangka perencanaan makro bidang pendidikan. Selanjutnya fasilitator meminta peserta untuk bekerja secara kelompok menentukan alternatif kebijakan (Gunakan LK 2.3.) R Reflection (10 menit) (1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkahlangkah mengidentifikasi alternatif kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Apakah peserta sudah mampu merumuskan tujuan yang realistik untuk penetapan kebijakan untuk menangani isu strategis tersebut. (3) Apakah peserta telah mampu merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang inovatif dalam penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis. E Extention (5 menit) (1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah alternatif kebijakan yang telah dirumuskan dengan hasil analisis penyebab masalah. 20 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

31 (2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengidentifikasi alternatif kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota. (3) Peserta menuliskan hasil-hasil Unit 2 dalam Lembar Kerja 2.4 dalam format Excel terlampir. Pesan Utama Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta menindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan identifikasi alternatif kebijakan serta menganalisis penyebab masalah distribusi guru di daerahnya masingmasing. UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 21

32 Lembar Kerja 2.1 Lakukan pemilihan isu strategis berdasarkan hasil workshop 1 dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan (Renstra Dinas Pendidikan, RPJMD Kabupaten/Kota yang memuat tentang sumberdaya manusia, dan Renstra Kemdikbud, serta RPJMN Bidang Pendidikan). No Isu Strategis berdasarkan hasil analisis Perencanaan makro bidang pendidikan yang relevan dengan isu strategis Isu Strategis Terpilih (1) (2) (3) UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

33 Lembar Kerja 2.2 Rumuskan tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis terpilih (Hasil kerja pada LK 2.1) dengan mempertimbangkan kebijakan daerah dalam penataan dan pemerataan guru. No. Isu Strategis Terpilih Kebijakan daerah bidang pendidikan yang relevan dengan isu strategis Tujuan Kebijakan (1) (2) (3) UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 23

34 Lembar Kerja 2.3 Rumuskan alternatif kebijakan berdasarkan hasil kerja pada Lembar Kerja 2.1 dan Lembar Kerja 2.2. No. Isu Strategis Terpilih Tujuan Kebijakan Alternatif Kebijakan (1) (2) (3) UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

35 Lembar Kerja 2.4 (Disajikan dalam format Excel) No. Isu Strategis Tujuan Pengambilan Kebijakan Alternatif Kebijakan Kriteria Pemilihan Alternatif Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Formulasi Kebijakan UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 25

36 PRESENTASI UNIT 2 26 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

37 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan 27

38 28 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

39 UNIT 3 STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 29

40 30 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

41 UNIT 3 STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN - Waktu: 135 menit Pengantar Kebijakan publik (yang diterjemahkan dari public policy) bidang pendidikan merupakan tindakan yang dirancang secara sengaja oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang menjadi perhatian bersama dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat. Kebijakan memiliki dampak secara substansial terhadap masyarakat luas, oleh karenanya kebijakan publik ditujukan untuk memberdayakan masayarakat agar dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Kebijakan publik adalah tindakan pemerintah atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen komponen: 1. Tujuan atau sasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut 2. Program merupakan alat formal untuk mencapai tujuan. Kebijakan diimplementasikan dalam bentuk program. 3. Keputusan merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program. 4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan. Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan. Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria. Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi. UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 31

42 2) Aspek politis Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3) responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat. 3) Kerangka Kebijakan Pemerintah Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah 4) Aspek ekonomi dan finansial Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah. 5) Aspek Administrasi Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan. Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah, antara lain kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini dilaksanakan karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun menerima peserta didik baru. Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap 32 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

43 kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan. Tujuan Tujuan Unit 3 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut. 1. Merumuskan kriteria dalam pemilihan alternatif kebijakan 2. Menentukan skala proritas alternatif kebijakan berdasarkan kriteria yang ditetapkan 3. Merekomendasikan alternatif kebijakan yang akan diformulasikan menjadi kebijakan. Pertanyaan Kunci 1. Apa saja kriteria dalam pemilihan opsi kebijakan? 2. Bagaimana menentukan prioritas dari alternatif yang ada menggunakan kriteria yang ditetapkan? 3. Opsi kebijakan mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan? Petunjuk Umum Unit ini merupakan kelanjutan dari unit sebelumnya tentang Identifikasi Alternatif Kebijakan. Dalam unit ini alternatif kebijakan yang dihasilkan dari unit sebelumnya dianalisis dan diperingkat sesuai dengan kriteria pemilihan opsi antara lain, 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (ditentukan oleh kabupaten/kota sendiri). Selanjutnya peserta menentukan opsi kebijakan mana yang akan diformulasikan menjadi kebijakan. Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint Lembar Kerja 3.1 dan Handout Peserta 3.1 LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 33

44 Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 3 ini adalah 135 menit. Ringkasan Sesi Introduction 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Connection 20 Menit Mempelajari kriteria dalam pemilihan opsi Application 95 menit Diskusi Kelompok menganalisis dan memilih opsi kebijakan berdasarkan kriteria Reflection 10 menit Merefleksi pencapaian Tujuan Extension 5 menit Menindaklanjuti Unit 3 dengan memformulasikan kebijakan serta mengintegrasikannya dalam perencanaan daerah Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (5 menit) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 3 ini peserta akan menentukan opsi kebijakan berdasarkan kriteria tertentu sebagai bahan pertimbangan untuk menghasilkan rekomendasi opsi kebijakan. Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 3, kompetensi yang harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 3, pertanyaan kunci, serta langkahlangkah penyajian Unit 3. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara interaktif. 34 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

45 C Connection (20 menit) Pada langkah ini, para peserta diingatkan kembali untuk menelaah kembali dan menetapkan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis yang telah diidentifikasi dari unit sebelumnya. Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa tidak semua alternatif akan direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan, sehingga diperlukan penilaian terhadap alternatif tersebut. Dari beberapa alternatif, mungkin akan dipilih 3, 2, atau hanya 1 kebijakan yang direkomendasikan. Oleh sebab itu peserta ditugaskan mengidentifikasi kriteria apa saja yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menilai alternatif tersebut. Untuk melengkapi hasil diskusi, Fasilitator menjelaskan kriteria yang umum digunakan dalam memilih alternatif kebijakan, yaitu 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (berdasarkan keunikan daerah masingmasing. Penjelasan ini diberikan secara interaktif. Setelah itu fasilitator memberikan handout tentang Kriteria Pemilihan Opsi Kebijakan (Handout 3.1). Tugas memilih dan menentukan kriteria mana yang akan digunakan dalam memilih opsi kebijakan dilakukan dengan diskusi kelompok. A Application (95 menit) Kerja kelompok (60 menit) Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan menentukan alternatif mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan lebih lanjut sebagai kebijakan, menggunakan Lembar Kerja 3.1. Catatan Fasilitator: Lembar kerja ini dapat ditulis ulang di kertas plano supaya pada waktu kunjung karya dapat dengan mudah dicermati oleh pengunjung. Dalam mengerjakan tugas ini Peserta mendeskripsikan (seperti contoh handout) atau hanya membeirkan tanda cek/centang jika kriteria yang dimaksud memenuhi. Tetapi nanti di daerah peserta harus mendiskripsikan masing-masing kriteria seperti pada contoh. Kunjung Karya, diskusi dan revisi (35 menit). Pada langkah ini Fasilitator menugaskan kelompok untuk melakukan kunjung karya. Dua anggota kelompok tetap di kelompok menunggui hasil karya, sedangkan anggota kelompok lain berkunjung ke kelompok lain. Fasilitator mengatur alur kunjung karya. Dalam kunjungan di kelompok ada presentasi singkat selama 5 menit dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Setelah kunjung karya selesai peserta kembali ke kelompok dan merevisi hasil karya berdasarkan masukan dari kelompok lain. UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 35

46 R Reflection (5 menit) (1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, (a) apakah kegiatan sesi ini sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (b) apakah alternatif terpilih yang telah dianalisis berdasarkan kriteria merupakan opsi yang siap diformulasikan untuk diimplementasikan? (2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih perlu diperjelas. Fasilitator menugaskan peserta memasukkan kebijakan yang direkomendasikan (hasil Unit 3) ke dalam Lembar Kerja 2.4 (format Excel). E Extention (5 menit) Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah menentukan/ merekomendasikan kebijakan, pada unit selanjutnya peserta akan memformulasikan kebijakan sebagai aturan formal yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut serta kemungkinan memasukkan kebijakan tersebut dalam perencanaan daerah. 36 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

47 Handout Peserta 3.1 Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah (pusat maupun daerah) atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen komponen: 1. Tujuan atau sasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut 2. Program merupakan alat formal untuk mencapai tujuan. 3. Keputusan merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program. 4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan. Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan. Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria. Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi. 2) Aspek politis Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alteratif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3) UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 37

48 responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat. 3) Kerangka Kebijakan Pemerintah Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah 4) Aspek ekonomi dan finansial Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah. 5) Aspek Administrasi Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan. Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah antara lain, kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini diputuskan oleh pemerintah setempat karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun harus menerima peserta didik baru. Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan. 38 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

49 (Contoh) Isu Strategis: Terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 170 orang pada 55 SD dengan jumlah siswa kurang dari 50 orang Alternatif Kebijakan Teknis/ keefektifan kebijakan Politik Deskripsi pertimbangan berdasarkan kriteria Ekonomi dan finansial Kerangka kebijakan pemerintah Administrasi Lain-lain Rekomendasi Sekolah dasar Multigrade Efektif untuk sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan guru yang kurang Secara umum bisa diterima. Meskipun kadang-kadang masyarakat beranggapan bahwa satu ruang kelas untuk satu tingkat saja Menguntungkan karena tidak perlu mengangkat guru baru dan mengifisienkan penggunaan ruang kelas. Jika ada rehab juga tidak perlu 6 ruang kelas tetapi cukup 3 saja. Dengan multigrade rasio siswaguru sesuai SPM Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi mudah dilakukan Berdasarkan proyeksi jumlah anak usia SD lima tahun ke depan, sangat beralasan diadakannya multigrade Pembentukan sekolah multigrade direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan Regrouping Sekolah Dasar Efektif untuk sekolah yang kekurangan guru, jumlah siswa sedikit, dan secara geografis memungkinkan Masyarakat kurang siap menerima jika sekolah di desanya/ dusunnya hilang karena diregroup Menguntungkan karena tidak memerlukan biaya untuk mengangkat guru baru Ada kerangka kebijakan yang memungkinkan regruping Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi dapat dilakukan Regrouping hanya dilakukan untuk sekolah yang secara geografis memungkinkan Regrouping direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan Pengangkatan guru baru Efektif untuk memenuhi kekurangan guru dengan catatan rasio siswa-guru masih ideal Secara politis bisa diterima Tidak menguntungkan karena harus ada alokasi gaji untuk guru baru Tahun ini ada moratorium Masih menunggu formasi Tidak direkomendasikan UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 39

50 Lembar Kerja Peserta 3.1 Alternatif Kebijakan Pertimbangan berdasarkan kriteria (beri tanda cek pada kolom yang sesuai kalau memenuhi kriteria di bawah ini) Teknik/ keefektifan kebijakan Politik Ekonomi dan finansial Kerangka kebijakan pemerintah Administrasi Lain-lain Rekomendasi Hasil kerja kelompok ditulis di kertas plano. 40 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

51 PRESENTASI UNIT 3 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 41

52 42 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

53 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 43

54 44 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

55 UNIT 4 FORMULASI KEBIJAKAN UNIT 4: Formulasi Kebijakan 45

56 46 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

57 UNIT4 FORMULASI KEBIJAKAN - Waktu: 120 menit Pengantar Formulasi kebijakan diperlukan dalam rangka implementasi penataan dan pemerataan guru. Formulasi kebijakan yang baik didasarkan pada data yang dianalisis secara cermat.kebijakan yang diformulasikan dengan tepat akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan rencana pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Perencanaan pendidikan yang efisien dan efektif akan mengarahkan penataan dan pemerataan guru di tingkat kabupaten/kota pada sasaran yang tepat. Formulasi kebijakan yang tepat menjadi pijakan yang kokoh dalam pengelolaan pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan perlu melibatkan stakeholder pendidikan sehingga kebijakan yang dihasilkan mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait. Selain itu, agar kebijakan (peraturan daerah atau yang lebih tinggi tingkatnya) memiliki legalitas yang memadai maka kebijakan harus mendapatkan pengesahan dari unsur legislatif. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan dasar, khususnya penataan dan pemerataan guru. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan dan pemerataan guru diterbitkan atas dasar rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan BKD. Rekomendasi tersebut kemudian diterjemahkan menjadi formulasi kebijakan. Sebelum ditetapkan, formulasi kebijakan tersebut perlu dikonsultasikan ke publik yang melibatkan semua stakeholders pendidikan di kabupaten/kota agar setelah ditetapkan, kebijakan tersebut mendapat dukungan dari semua pihak terkait. Implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memerlukan peraturan yang sesuai untuk menopang pelaksanaannya. Sebagai contoh, kebijakan tentang penggabungan sekolah memerlukan peraturan yang dapat berupa surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Peraturan Bupati/Walikota, atau bahkan Peraturan Daerah yang menjadi payung hukum bagi kebijakan tersebut. Jadi, peraturan yang sesuai dan terkait dengan penataan dan pemerataan guru perlu diterbitkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut. Jelas bahwa peraturan pemerintah kabupaten/kota dan kebijakan yang dipilih oleh dinas terkait memiliki sifat saling melengkapi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penataan dan pemerataan guru. Peraturan pemerintah kabupaten/kota dapat dikeluarkan atas dasar pilihan kebijakan dari dinas terkait. Dipihak lain, pilihan kebijakan memerlukan peraturan sebagai payung hukum agar kebijakan dapat dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota. UNIT 4: Formulasi Kebijakan 47

58 Tujuan Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan agar peserta pelatihan lebih memahami dan terampil untuk: 1. Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru. 2. Menggunakan hasil rekomendasi sebagai acuan untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru. 3. Menyusun langkah-langkah memformulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru. Pertanyaan Kunci Beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapatkan jawaban dari kegiatan ini antara lain: Apa saja jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru? Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk merumuskan kebijakan menata dan memeratakan guru? Bagaimana langkah-langkah memformulasi kebijakan menata dan memeratakan guru? Petunjuk Umum Agar pelaksanaan sesi ini dapat berjalan baik, berikut disampaikan beberapa petunjuk umum. Peserta duduk dalam kelompok-kelompok untuk memudahkan mereka berdiskusi. Fasilitator hendaknya mendorong peserta untuk aktif bekerja dalam mengikuti sesi. Sumber dan Bahan Lembar Kerja4.1: Identifikasi jenis dan tingkat kebijakan Lembar Kerja4.2: Memformulasikan kebijakan Handout Peserta 4.3: Formulasi kebijakan Lembar Kerja 4.4: Langkah-langkah formulasi kebijakan Kertas Flipchart, spidol, pulpen, post it berwarna, kertas catatan, penempel kertas, lem, dan gunting. 48 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

59 Waktu Waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 120 menit. Perincian alokasi waktu dapat dilihat pada tiap tahapan penyampaian sesi ini. TIK Penggunaan TIK untuk mendukung sesi ini bukan merupakan keharusan tetapi jika memungkinkan dapat disediakan: Proyektor LCD Laptop atau personal computer untuk presentasi Layar proyektor LCD Namun demikian, fasilitator harus tetap siap apabila peralatan yang diharapkan tidak tersedia.fasilitator harus menyiapkan presentasi dengan menggunakan OHP atau dengan menggunakan kertas flipchart. UNIT 4: Formulasi Kebijakan 49

60 Ringkasan Sesi Introduction 10 menit Connection 25menit Application 70menit Reflection 10 menit Extension 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkah-langkah penyajian Unit 4 Mengidentifika si jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru Merumuskan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan rekomendasi; langkahlangkah memformula si kebijakan Merefleksi pencapaian tujuan Menindaklanjuti formulasi kebijakan dengan rancangan implementasi I Rincian Langkah-langkah Kegiatan Introduction (10 menit) (1) Fasilitator menyampaikan latar belakang tentang kebijakan penataan dan pemerataan guru dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. (2) Fasilitator menyampaikan tujuan dan hasil yang diharapkan dari kegiatan sesi ini. (3) Fasilitator memicu peserta dengan mengajukan pertanyaan: Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk memformulasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru? (4) Fasilitator menyajikan langkah-langkah penyajian Unit 4. C Connection (25 menit) Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru (1) Fasilitator mengemukakan bahwa kebijakan penataan dan pemerataan guru terdiri atas beberapa jenis dan tingkatan. Berkenaan dengan hal ini, fasilitator memberi contoh jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru. (2) Fasilitator mengajak peserta mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan menggunakan Lembar Kerja 4.1. (3) Peserta berdiskusi dalam kelompok untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan. Peserta menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja tersebut. 50 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

61 (4) Salah satu kelompok menyajikan hasil diskusinya, kelompok lain mencermati dan menanggapi. A Application (70 menit) Menggunakanrekomendasi untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru (1) Fasilitator mengingatkan bahwa pada sesi sebelumnya peserta telah menghasilkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan kembali rekomendasi penataan dan pemerataan guru ke dalam Lembar Kerja 4.2. (2) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan kebijakan yang sesuai beserta alasannya, berdasarkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. (3) Peserta mendiskusikan berbagai kebijakan terkait dengan rekomendasi yang telah dihasilkan. Selanjutnya, peserta menuliskan hasil diskusi di kolom yang tersedia pada Lembar Kerja 4.2. (4) Peserta menukarkan hasil diskusi dengan kelompok lain untuk ditelaah. Saran-saran dituliskan pada hasil diskusi tersebut. Menyusun langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru (5) Fasilitator mengemukakan bahwa proses formulasi kebijakan ditetapkan menjadi kebijakan, memerlukan langkah-langkah tertentu. Jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru berdampak pada langkah-langkah yang harus ditempuh dan pihak-pihak yang terlibat beserta konsekuensi-konsekuensinya. (6) Fasilitator membagikan Handout 4.3 untuk dibaca peserta. (7) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan formulasi kebijakan dari rekomendasi kebijakan yang dipilih dengan menggunakan Lembar Kerja 4.4. (8) Dalam kelompok peserta mendiskusikan formulasi kebijakan beserta langkahlangkahnya dari kebijakan yang dipilih dan hasilnya ditulis pada lembar kerja tersebut. (9) Dalam kelompok peserta mendiskusikan konsekuensi dari formulasi kebijakan yang dipilih. (10) Secara bergantian, wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi dan atau mengajukan pertanyaan berkenaan dengan hasil diskusi. UNIT 4: Formulasi Kebijakan 51

62 Catatan Fasilitator: Langkah-langkah formulasi dan legislasi kebijakan (untuk peraturan daerah atau yang lebih tinggi) beserta pelaku yang terlibat sebagai berikut. 1. Muncul isu strategis/kebijakan. 2. Pembentukan tim perumus kebijakan, 3. Forum publik, 4. Draft 1, 5. Draft 2 (final, pengesahan) 6. Proses legislasi (untuk perda dan atau undang-undang): pengajuan raperda ke DPRD, penyampaian raperda ke Badan Legislasi, pengkajian raperda, penyampaian raperda ke Badan Musyawarah, rapat konsultasi Panitia Khusus untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan. R Reflection (10 menit) (1) Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih belum jelas. Peserta diminta mengintegrasikan hasil-hasil Unit 4 ke dalam Format Excel (lembar Kerja 2.4). E Extention (5 menit) Fasilitator meminta peserta untuk menindak-lanjuti formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan rancangan implementasi. Fasilitator meminta peserta untuk memikirkan cara mengintegrasikan kebijakan ke dalam perencanaan dan penganggaran. Pesan Utama Formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memiliki jenis dan tingkat yang berbeda-beda berdasarkan rekomendasi dan kepentingannya. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru diupayakan mulai dari tingkat yang rendah ke 52 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

63 tingkat lebih tinggi. Jika formulasi kebijakan tersebut dapat ditetapkan pada tingkat rendah maka tidak perlu mengambil tingkat yang lebih tinggi karena kebijakan tersebut dapat segera ditetapkan dan dilaksanakan. Kebijakan yang dapat segera dilaksanakan akan segera berdampak pada perubahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan. Dalam jangka panjang peningkatan mutu layanan akan mengarah pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. UNIT 4: Formulasi Kebijakan 53

64 Lembar Kerja 4.1 Identifikasi Jenis dan Tingkat Kebijakan Petunjuk: Isilah kolom-kolom di bawah ini dengan jenis dan tingkat kebijakan yang sesuai No Kebijakan Jenis Kebijakan Tingkat Kebijakan UNIT 4: Formulasi Kebijakan

65 Lembar Kerja 4.2 Memformulasikan Kebijakan Petunjuk: Tuliskan kembali rekomendasi yang diperoleh dari sesi sebelumnya, kemudian formulasikan kebijakan berdasarkan rekomendasi tersebut beserta alasannya. No Hasil Rekomendasi Formulasi Kebijakan Alasan 1 Pembentukan sekolah Multigrade (Contoh) Peraturan Bupati tentang Pembentukan Sekolah Multigrade Lebih terjamin keberlanjutannya dan sulit diganti selama bupati masih menjabat UNIT 4: Formulasi Kebijakan 55

66 Handout 4.3 Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru A. Formulasi Kebijakan Model-model formulasi kebijakan dapat dikelompokkan kedalam dua model yaitu model elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis. Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh anglo-saxonis. Proses formulasi kebijakan yang ideal terdiri atas beberapa langkah (Nugroho, 2011:551). Langkah-langkah formulasi kebijakan yang ideal adalah sebagai berikut. 1. Munculnya isu strategis/kebijakan. Isu strategis/kebijakan dapat berupa masalah dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah. 2. Tim perumus kebijakan. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan. 3. Forum publik. Rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam jenjang sebagai berikut. a. Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaaan dengan masalah terkait. b. Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut. c. Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena dampak langsung kebijakan, disebut juga benificiaries. d. Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait. Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf Draf 1. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang akan diatur. 5. Draf 2. Tim perumus merumuskan Draf 2, yang merupakan Draf final dari kebijakan. 56 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

67 6. Draf final. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun B. Tahapan Proses Legislasi 1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Eksekutif kepada DPRD Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru diajukan oleh Pemerintah Daerah. DPRD membahas raperda melalui sidang-sidang. 2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi. Pengajuan raperda ini harus disertai dengan naskah akademik, dan disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut. 3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi Naskah akademik dan penjelasan yang memuat pokok-pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, memperjelas landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut. 4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Musyawarah Raperda perlu diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda. 5. Pembicaraan Tingkat I a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif Pada Sidang Paripurna disampaikan beberapa raperda yang salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru. b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah Tahapan agenda sidang paripurna ini perlu dilaksanakan. Pada sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut. c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dengan dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan raperda, sidang paripurna jawaban walikota/bupati atas pemandangan umum fraksi-fraksi yang perlu dilaksanakan. UNIT 4: Formulasi Kebijakan 57

68 d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh Panitia Khusus bersama Mitra Terkait Pembahasan raperda ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pembahasan. Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja terkait. Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus perlu mendapatkan data mengenai kelebihan/kekurangan guru, mekanisme penataan dan pemerataan guru. e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD mengenai Pembahasan Raperda Rapat konsultasi Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap. Jika pada tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka rapat konsultasi dapat dilanjutkan sampai mendapatkan persetujuan. C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru 1. Elemen Luar Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD, Bagian Hukum dan Ortala, dan BAPPEDA, Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten, dan PGRI Provinsi. Dukungan elemen luar dapat tercermin dari kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan. 2. Elemen Dalam Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah Dinas Pendidikan dan BKD Kota/Kabupaten. 3. Keterkaitan atau Linkages Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif (Panitia Khusus DPRD), dan stakeholders. Pada proses pembahasan raperda di DPRD terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu DPRD dengan mitra-mitra kerja terkait. D. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah 1. Aktor yang Terlibat Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas Pendidikan dan BKD selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas Pendidikan dan BKD membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD melakukan pembahasan secara langsung melalui Panitia Khusus. 58 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

69 2. Peran Aktor Dinas Pendidikan dan BKD memiliki peranan membentuk draf awal raperda melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan raperda di DPRD menegaskan fungsi legislasi atau fungsi membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah. Panitia Khusus DPRD dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar. Pihakpihak terkait tersebut memiliki peran dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan Panitia Khusus DPRD dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang dirumuskan. DAFTAR PUSTAKA Nugroho, Riant Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Nugroho, Riant Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Peraturan Perundangan : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah UNIT 4: Formulasi Kebijakan 59

70 Lembar Kerja 4.4 Langkah-langkah Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Petunjuk: Pilih satu formulasi kebijakan dan tuliskan langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru. Jenis kebijakan: Tingkat kebijakan: No Langkah-langkah Rincian Kegiatan Pelaku Uraikan konsekuensi (anggaran, waktu pembuatan, waktu implementasi, dll) formulasi kebijakan yang dipilih berdasarkan langkah-langkah, jenis, dan tingkat kebijakan. 60 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

71 PRESENTASI UNIT 4 UNIT 4: Formulasi Kebijakan 61

72 62 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

73 UNIT 5 RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 63

74 64 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

75 UNIT 5 RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN - Waktu: 120 menit Pengantar Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendiknas, Mendagri, MenPAN dan RB, Menag, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, diperlukan implementasi kebijakan yang benar-benar dapat dilaksanakan dan hasilnya terukur. Oleh sebab itu, kebijakan tersebut perlu diitegrasikan ke dalam perencanaan sehingga terjamin penganggarannya. Agar terjadi aktivitas nyata di lapangan, Kemdikbud telah menerbitkan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk plaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/kota karena masih memerlukan banyak analisis tambahan. Untuk membantu dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID PRIORITAS mengembangkan Modul Workshop yang terdiri atas 4 bagian, yaitu: penyamaan Persepsi; Workshop Analisis Data; Workshop Analisis Kebijakan; dan Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru. Salah satu unit dalam workshop analisis kebijakan adalah merancang implementasi kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah. Tujuan Tujuan umum pelatihan ini adalah agar peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus pelatihan ini adalah agar peserta mampu: 1. mengimplementasikan kebijakan ke dalam program 2. mengintegrasikan kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah (Dinas Pendidikan dan BKD) UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 65

76 Pertanyaan Kunci 1. Bagaimana cara memastikan agar kebijakan dapat diimplementasikan? 2. Apakah suatu kebijakan dapat diimplementasikan secara nyata (program/kegiatan dan anggaran)? 3. Bagaimana mengintegrasikan kebijakan kedalam perencanaan dan penganggaran daerah? Petunjuk Umum Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing. Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif kebijakan berdasarkan hasil analisis kebijakan, dan memilih kebijakan yang paling efektif dalam penataan dan pemerataan guru. Selanjutnya dibahas tentang merancang implementasi kebijakan dan mengintegrasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru ke dalam sistem perencanaan daerah. Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint Lembar Kerja 5.1 LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 5 ini adalah 120 menit. 66 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

77 Ringkasan Sesi Introduction 10 menit Connection 15 Menit Application 80 menit Reflection 10 menit Extension 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Unit 5 Diskusi awal tentang masalah implementasi kebijakan kedalam sistem perencanaan Diskusi Kelompok dibagi dalam 3 bagian, masing-masing 25 menit. 1: rancangan implementasi kebijakan. 2: mengintegrasikan kebijakan penataan guru kedalam program/kegiatan 3: mengintegrasikan kebijakan penataan guru kedalam sistem perencanaan daerah Merefleksi bagaimana merancang implementa si kebijakan penataan guru Menindaklanjuti Unit 5 ini dengan menelaah implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (10 menit) (1) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada sesi ini, peserta belajar memahami rancangan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya mempelajari rancangan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Fasilitator menyatakan bahwa kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari Unit 5 adalah mampu menjawab pertanyaan kunci. UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 67

78 C Connection (15 menit) (1) Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang bagaimana distribusi guru di daerahnya, apakah sudah ada implementasi kebijakan penataan guru? Apakah kebijakan tersebut telah terintegrasi ke dalam sistem perencanaan daerah? (2) Fasilitator mengantar materi tentang implementasi kebijakan penataan guru. Paparan bersifat stimulus untuk memotivasi peserta berpikir tentang rancangan implementasi kebijakan penataan guru secara umum. (3) Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan penataan guru diimplementasikan? Apakah berdasarkan analisis yang mempertimbangkan banyak faktor, seperti kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar guru? A Application (80 menit) Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing bagian sekitar 25 menit. 1: Kerangka Rancangan Implementasi Kebijakan (1) Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta. Apakah Dinas Pendidikan telah mengimplementasikan kebijakan distribusi guru di kabupaten/kota masing-masing? Pendekatan apa yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut? Apakah ada resistensi terhadap kebijakan yang telah diimplementasikan? Apakah ada masalah dengan proses penetapan kebijakan selama ini? (2) Peserta berdiskusi dan hasil diskusi dituliskan pada lembar kerja atau ditulis di komputer (Lembar Kerja 5.1). (3) Peserta mempresentasikan hasil diskusi. (4) Selama proses diskusi, fasilitator menjelaskan tentang kerangka kebijakan dengan menggunakan pendekatan rancangan implementasi kebijakan. 68 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

79 Tidak Berdampak pada anggaran Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan RKA Berdampak pada anggaran Integrasi kedalam Perencanaan Daerah (5) Setelah peserta menyampaikan gagasannya, fasilitator memberikan penguatan dengan menyampaikan kerangka implementasi kebijakan. 2: Langkah-langkah Melakukan Implementasi Kebijakan dalam Distribusi Guru (6) Fasilitator memberikan pengantar tentang langkah-langkah implementasi kebijakan, yaitu dimulai dengan mengidentifikasi kesenjangan dengan cara membandingkan kondisi nyata dengan kondisi yang diidealkan dan merancang implementasi kebijakan. (7) Fasilitator menanyakan apakah implementasi kebijakan tersebut berdampak pada anggaran? Jika implikasi kebijakan tidak berdampak pada penganggaran, maka rancangan implementasinya dilakukan sebagai berikut. Tidak Berdampak pada anggaran Implementasi Kebijakan Kriteria Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan Tindakan/implementasi bersifat langsung Tindakan/implementasi bersifat sederhana Dampak dari tindakan tersebut relatif rendah Tingkat/jenjang pengambilan kebijakan lebih rendah UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 69

80 (8) Jika implikasi kebijakan berdampak pada anggaran, maka langkah berikut yang harus dilakukan. Integrasi kedalam Renja Tahunan Integrasi Kebijakan Revisi Renstra Input untuk Renstra Baru RKA* *RKA = Rencana Kerja dan Anggaran Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan 3: Mengintegrasikan Kebijakan Penataan Guru kedalam Sistem Perencanaan Daerah (9) Fasilitator menyatakan bahwa langkah ini merupakan langkah yang penting, karena selama ini banyak yang mengambil kebijakan tanpa menggunakan isu strategis sebagai dasar pengambilan kebijakan, sehingga apapun masalahnya cara penyelesaiannya sama. Selanjutnya, fasilitator menyajikan materi integrasi kebijakan. RumusanVisi & Misi Rumusan Tujuan & sasaran Rumusan Strategi Rumusan Kebijakan Rumusan Kegiatan Analisis Layanan Pendidikan 1. Integrasi Kebijakan Kedalam Renja Bagaimana hasil evaluasi program tahunan (LAKIP), apakah target Renstra sudah tercapai? 70 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

81 Apakah diperlukan program terobosan yang memiliki daya ungkit dalam pencapaian target? Apakah penataan dan pemerataan guru telah menjadi isu strategis di kabupaten/kota? Apakah isu penataan guru telah masuk dalam Renstra? Jika belum, masukan penataan guru ke dalam Renja. 2. Integrasi Kebijakan Penataan Guru masuk dalam Revisi Renstra Apakah Perber 5 Menteri merupakan salah satu perubahan lingkungan strategis yang berdampak pada kebijakan Dinas Pendidikan? Apakah dengan adanya perubahan lingkungan strategis berdampak pada perubahan Renstra Dinas Pendidikan kabupaten/kota? Bagaimana Renstra Dinas Pendidikan direvisi? Lakukan evaluasi kesesuaian sasaran renstra dengan target nasional dan provinsi Gunakan hasil evaluasi tahunan untuk melihat ketercapaian sasaran program 5 tahunan. Identifikasi kegiatan potensial yang dapat meningkatkan kinerja dinas pendidikan Masukan kegiatan potensial yang memiliki daya ungkit yang signifikan kedalam Revisi Renstra. 3. Implementasi Kebijakan Penataan Guru menjadi Input Renstra Analisis distribusi guru menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis layanan pendidikan Isu-isu strategis distribusi guru Kebijakan distribusi guru Program dan kegiatan distribusi guru Anggaran indikatif untuk penataan dan distribusi guru. Banyak alternatif implementasi kebijakan yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah distribusi guru. (10) Setelah memaparkan integrasi kebijakan, fasilitator mengajak peserta berlatih merancang integrasi kegiatan penataan dan pemerataan guru ke dalam Renja dan Renstra. (11) Fasilitator membagi Lembar Kerja 5.2 dan 5.3. Peserta berlatih secara kelompok untuk membuat rancangan integrasi kebijakan ke dalam Renja dan Renstra. UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 71

82 (12) Wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain memberi masukan dan saran. (13) Fasilitator membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topiknya dan memberi penguatan pada sesi ini. R Reflection (10 menit) (1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkah-langkah penyusunan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Apakah langkah-langkah implementasi kebijakan yang mereka telah pahami tersebut dapat diterapkan di kabupaten/kota. (3) Apakah mereka diperkirakan akan mengalami kesulitan dalan merancang implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru kelak di kabupaten/kota masing-masing. E Extention (5 menit) (1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 5 ini dengan menelaah implementasi kebijakan yang telah dirumuskan oleh peserta, serta hasil analisis efektivitas implementasi kebijakan. (2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengimplementasikan kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota. Pesan Utama Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta menindaklanjutinya dengan pelaksanaan implementasi kebijakan melalui rancangan implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru di daerahnya masing-masing. 72 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

83 Lembar Kerja 5.1 Rancangan Implementasi Kebijakan Petunjuk: Lakukan identifikasi kebijakan penataan guru yang tidak berimplikasi pada anggaran seperti contoh pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan Penerapan guru kunjung (mobile teachers) antar sekolah dalam satu kecamatan Formulasi Kebijakan SK Kepala Dinas tentang Kewajiban Mengajar Guru lebih dari satu sekolah Rancangan Implementasi Kebijakan (Bagian dari tugas rutin Dinas Pendidikan) 1. Verifikasi data guru yang kekurangan jam mengajar dan sekolah yang kekurangan guru dalam satu kecamatan 2. Sosialisasi penerapan guru kunjung 3. Penerapan guru kunjung 4. Evaluasi efektivitas guru kunjung UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 73

84 Lembar Kerja 5.2 Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renja Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang dintegrasikan pada Renja berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi kebijakan) seperti pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan Penerapan kelas rangkap pada 50 sekolah kecil Formulasi Kebijakan SK Bupati tentang penunjukan sekolah yang melaksanakan kelas rangkap Rancangan Implementasi Kebijakan 1. Analisis hasil evaluasi kinerja perencanaan tahun sebelumnya terutama berkaitan dengan distribusi guru 2. Kegiatan yang dapat diusulkan pada RencanaTahunan (Renja) a. Verifikasi ulang sekolah kecil yang akan menerapkan kelas rangkap dengan menggunakan pendekatan survey b. Pelatihan terhadap 170 guru yang akan menerapkan kelas rangkap c. Pelatihan terhadap 55 kepala SD yang akan menerapkan kelas rangkap d. Pelatihan terhadap 15 pengawas sekolah yang wilayahnya akan menerapkan kelas rangkap 74 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

85 Lembar Kerja 5.3 Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renstra Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang diintegrasikan pada Renstra berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi kebijakan) seperti pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan Regrouping terhadap 76 SD yang tersebar di 6 kecamatan Formulasi Kebijakan Peraturan Bupati tentang Regrouping pada76 SD di 6 Kecamatan Rancangan Implementasi Kebijakan kedalam Renstra Regrouping dilakukan secara bertahap, sehingga memerlukan waktu lebih panjang, 1. Masukan regouping menjadi isu strategis dalam renstra 2. Buat tahapan sekolah yang akan di regrouping 3. Jumlah sekolah yang harus direhab (sekolah yang dijadikan sekolah baru) 4. Tentukan indikator kinerja regrouping 5. Buat anggaran indikatif untuk kegiatan regrouping selama 5 tahun UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 75

86 PRESENTASI UNIT 5 76 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

87 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan 77

88 78 UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

89 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 6 PERHITUNGAN DAMPAK ANGGARAN DARI PILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 79

90 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 80 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

91 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 6 PERHITUNGAN DAMPAK ANGGARAN DARI PILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU - Waktu: 150 menit Pengantar Seiring diterbitkannya Peraturan Bersama (Perber) 5 Menteri (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS, yang mengamanatkan bahwa Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Disamping itu, Bupati/Walikota memiliki kewajiban untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS (PPGP) antar satuan pendidikan, antar jenjang, atau antarjenis pendidikan antar kabupaten/kota, atau antar provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Analisis DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) dilakukan Dinas Pendidikan selama pelaksanaan Workshop 1-PPGP dan pasca pendampingan telah menghasilkan temuan/fakta/informasi terkait dengan penataan dan pemerataan guru, seperti distribusi sekolah yang kelebihan atau kekurangan guru, kecukupan guru mata pelajaran, rasio siswa terhadap guru, jumlah sekolah dengan jumlah murid sedikit, rasio siswa per rombongan belajar dan guru yang akan pensiun. Hasil analisis ini kemudian dirumuskan dalam isu strategis pendidikan. Isu strategis tersebut akan menghasilkan tindakan-tindakan berupa alternatif/opsi kebijakan. Sebagian opsi kebijakan tidak memerlukan biaya, sebagian lainnya memerlukan biaya, sehingga kebijakan ini akan berdampak pada anggaran. Kebijakan yang berdampak pada anggaran perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat dihitung biaya yang diperlukan dalam implementasi kebijakan tersebut. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 81

92 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Dalam unit ini peserta akan memfokus diri pada penghitungan biaya dan ketersediaan anggaran terhadap pilihan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru. Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada jumlah pendidik yang diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran belanja pegawai ke arah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit pelayanan publik lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan sebagainya. Tujuan Tujuan dari unit ini adalah: 1. Menghitung kebutuhan dana yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif kebijakan yang dipilih 2. Menghitung ketersediaan dana APBD yang dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan dana tersebut Pertanyaan Kunci 1. Berapa dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan masing-masing alternatif kebijakan yang telah dipilih? 2. Bagaimanakah cara menghitung kebutuhan anggaran untuk menetapkan kebijakan yang dapat mengatasi isu strategis? 3. Bagaimanakah cara menghitung ketersediaan anggaran untuk sektor pendidikan? a. Pengumpulan data APBD Perubahan/Penetapan (3 tahun terakhir), Rekapitulasi Penjabaran APBD terkait Urusan Pendidikan 3 tahun terakhir, dan Rekapitulasi DPA Dinas Pendidikan 3 tahun terakhir b. Input Data sederhana Dalam Microsoft Excell c. Menghitung dana diskresi sektor pendidikan 4. Bagaimana membuat kecenderungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan? Analisis kecenderungan dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu rata-rata dan acremental Pendekatan rata-rata dengan cara menggunakan rata-rata dana deskresi terhadap APBD dan atau Belanja Sektor Pendidikan (dipilih sesuai kesepakatan yang logis) selama 3 tahun terakhir yang dirata-ratakan. 82 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

93 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Pendekatan acremental dengan cara menggunakan persentase kenaikan tahun pertama ke tahun kedua dijumlahkan dengan persentase kenaikan tahun kedua ke tiga dan dirata-ratakan, kemudian ditambahkan kenaikan inflasi rata-rata 3 tahun terakhir. Selanjutnya peserta melakukan identifikasi kemungkinan opsi kebijakan yang dapat diambil dalam penataan dan pemerataan guru 5. Bagaimana memilih opsi kebijakan yang dapat diimplementasikan terkait dengan kemampuan anggaran yang tersedia? Petunjuk Umum Pada dasarnya unit ini dibagi menjadi tiga bagian: (1) penghitungan ketersediaan dana sektor pendidikan; (2) menghitung kecenderungan ketersediaan anggaran, dan (3) menghitung kebutuhan anggaran yang disediakan untuk memilih dan menetapkan opsi kebijakan, namun demikian ketiga bagian tersebut dilakukan dalam satu kegiatan. Template excel sederhana telah disiapkan sehingga setiap peserta pelatihan dengan mudah melakukan input dalam template untuk menghitung ketersediaan anggaran dan kecenderungan ketersediaan anggaran. Kendala utama dalam melakukan kegiatan ini adalah dalam tahap pengumpulan data, karena sumber data tidak semua tersedia di SKPD Dinas Pendidikan, namun tersebar di Bappeda atau BPKKD (APBD), Dinas Pendidikan atau SKPD lainnya. Langkah awal untuk mengantisipasi masalah ketersediaan data keuangan yang terkait dengan pendidikan adalah dengan melakukan: (1) identifikasi ketersediaan sumber data keuangan, (2) koordinasi dengan SKPD terkait yang mengalokasikan anggaran sektor pendidikan, (3) melakukan input data dan melakukan penghitungan ketersediaan dana. Untuk menghitung kebutuhan anggaran disetiap opsi kebijakan, USAID PRIORITAS telah menyiapkan Template excel sederhana sehingga setiap peserta pelatihan dengan mudah melakukan input dalam template. Kendala utama dalam melakukan perhitungan kebutuhan anggaran adalah opsi-opsi kebijakan yang disusun telah sesuai untuk mengatasi isu strategis, karena sebuah isu strategis seringkali lebih dari 3-4 opsi kebijakan. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 83

94 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Sumber dan Bahan 1. Paparan 1: Penghitungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan Penghitungan trend/kecenderungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan kemungkinan opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru 2. Paparan 2: Penghitungan Kebutuhan Pembiayaan untuk menetapkan opsi kebijakan PPGP 3. Data sekunder: a. Ringkasan Perubahan APBD 2011 dan 2012 serta Penetapan 2013 b. Rincian DPA Perubahan untuk BL dan BTL Tahun 2011 dan 2012, serta DPA Penetapan BL dan BTL Tahun 2013 c. Output excel tentang kecukupan guru (kelebihan dan kekurangan), pensiun guru, dll d. Hasil print out alternative strategi 4. Notebook + LCD/Proyektor + Sound System 5. Handout. Waktu Penyelenggaraan sesi ini adalah selama 150 menit, tetapi dibagi menjadi tiga kelompok: Ringkasan Sesi Introduction - 10 Latar Belakang Tujuan Garis Besar Langkahlangkah Connection 15 Sharing pengalaman menghitung Kebutuhan Dana dan Ketersediaan dana dalam implementasi keijakan Application 105 Paparan cara Penghitungan Kebutuhan dan Ketersediaan dana, dilanjutkan dengan praktik dan diskusi kelompok Reflection 15 Periksa ketercapaian tujuan Ungkap/ Tulis hal yang masih menjadi permasalahan Extension 5 Menindaklanjuti unit 6 dengan praktik mandiri berdasarkan data kabupaten/ kota yang akurat dan baru. 84 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

95 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (10 menit) Fasilitator membuka kegiatan unit ini dengan mengucapkan salam. Sebelum memulai paparan, secara ringkat Fasilitator menerangkan latar belakang, tujuan, dan pertanyaan kunci Unit 6. C Connection (15 menit) Pada tahap ini fasilitator meminta peserta untuk mengemukakan pengalamannya, tentang menghitung kebutuhan anggaran terhadap implementasi kebijakan. Kegiatan cukup dengan tanya jawab interaktif berdasar pengalaman peserta. Berdasarkan kegiatan tersebut, selanjutnya fasilitator menjelaskan bahwa dalam sesi ini akan diperkenalkan dan latihan melakukan penghitungan dampak anggaran untuk implementasi kebijakan, meliputi: 1. Menghitung kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan kebijakan 2. Menghitung ketersediaan anggaran sektor pendidikan 3. Menganalisis kecenderungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan. A Application (105 menit) Application (10-20 menit) Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok, satu kabupaten/kota satu kelompok. Bila dimungkinkan terdapat fasilitator pendamping untuk setiap kelompok, tetapi bila kurang maksimal satu pendamping untuk dua kelompok. Sesi application ini terdiri atas 3 bagian, masing-masing berisi enjelasan cara penghitungan disertai contoh dan latihan. Bagian I Fasilitator memberikan penjelasan bagaimana cara melakukan penghitungan kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Setelah penjelasan peserta diberi materi (Handout 6.1) untuk dibaca dan sebagai panduan untuk latihan. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 85

96 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Peserta selanjutnya latihan melakukan input data terkait dengan opsi kebijakan dalam template yang tersedia seperti dalam LK 6.1. Selanjutnya peserta menghitung kebutuhan anggaran untuk setiap alternatif kebijakan (gunakan LK 6.2). Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa jumlah kebutuhan dana per kebijakan, (b) urutan kebijakan (jika ada beberapa kebijakan) berdasarkan anggaran dan urgensinya. Bagian II Pada Bagian II Fasilitator akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana langkahlangkah melakukan penghitungan ketersediaan anggaran yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang penghitung ketersediaan anggaran, maka peserta terlebih dahulu perlu dibaca Handout 6.2. Peserta melakukan input data keuangan dalam template yang tersedia seperti tertera dalam LK 6.3. Data yang digunakan adalah APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir, Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir, Ringkasan Belanja Sektor Pendidikan. Tim Kebijakan kabupaten/kota harus menghitung dengan data kabupaten/kota sendiri. Namun, jika tidak tersedia data, Fasilitator boleh menyediakan data untuk simulasi. Manfaat data keuangan tersebut digunakan oleh peserta untuk menghitung: 1. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD 2. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan operasional 3. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan (optional) 4. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja. Peserta selama melakukan input data dan penghitungan akan dipandu oleh fasilitator. Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa jumlah ketersediaan dana (diskresi) untuk sektor pendidikan dan (b) persentase dana diskresi terhadap APBD dan Belanja Sektor Pendidikan, dalam tiga tahun terakhir. Ketersediaan anggaran yang dihitung di atas adalah anggaran yang terdapat dalam tiga tahun terakhir. Bagaimana menghitung dana untuk tiga tahun yang akan datang? Ketersediaan anggaran dihitung berdasarkan proyeksi tiga tahun terakhir. Ada dua metode yang digunakan yaitu Rata-rata dan Acremental. Fasilitator menjelaskan perhitungan proyeksi ketersediaan dana diskresi sektor pendidikan dengan dua metode tersebut. Untuk skenario pertama, penghitungan ketersediaan berdasarkan rata-rata. Fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a) rata-rata 86 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

97 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN persentase ketersediaan dana (dana diskresi) terhadap APBD atau Belanja Sektor Pendidikan setiap tahun; (b) purata persentase ketersediaan dana selama 3 tahun; (c) kecenderungan ketersediaan dana. Selanjutnya skenario kedua, penghitungan ketersediaan anggaran secara acremental, fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a) persentase kenaikan ketersediaan dana tahun pertama dan kedua, serta persentase kenaikan tahun kedua dan ketiga, (b) rata-rata persentase kenaikan ketersediaan dana ditambahkan rata-rata inflasi 3 tahun terakhir. Kesemua kegiatan ini dikerjakan peserta dalam LK 6.4. Bagian III Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan dana berdasarkan opsi kebijakan yang sudah dipilih. Ketersediaan dana bisa dari dana diskresi maupun sumber-sumber lain misalnya APBD Provinsi dan APBN. Gunakan Lembar Kerja 6.5. Tahap Application ditutup dengan diskusi kelompok dan paparan hasil kelompok. R Reflection (10 menit) Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan kebutuhan anggaran per opsi kebijakan, apakah ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan? Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan ketersediaan anggaran, apakah ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan? Fasilitator mengajak peserta untuk merefeksikan hasil praktik penghitungan kecenderungan ketersediaan anggaran ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan, apakah perlu verifikasi atau tambahan item dalam menetapkan skenario? Bagiamana opsi awal kebijakan yang mungkin untuk penataan dan pemerataan guru apakah sudah sesuai? Dalam refleksi ini Fasilitator menyampaikan bahwa hasil ini merupakan skenario tetapi berbasis data keuangan yang valid, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 87

98 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN E Extention (10 menit) Merujuk hasil refleksi, fasilitator mengambil kesimpulan apakah yang akan dilakukan peserta dalam waktu Extention yang tersedia: 1. Melakukan pengulangan penghitungan kebutuhan anggaran sebagai dampak penetapan opsi kebijakan 2. Melakukan pengulangan/pendalaman penghitungan ketersediaan anggaran 3. Melakukan perbaikan skenario ketersediaan anggaran Selain itu, fasilitator harus mengajak peserta untuk mau secara mandiri melakukan penghitungan ulang semua kegiatan yang telah dilakukan. Dalam tahap ini fasilitator harus mencatatnya apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki penghitungan ini, dan disampaikan dalam Rencana Tindak Lanjut Fasilitator menutup acara dengan mengajak peserta untuk mencermati kembali konsep penghitungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan. Pesan Utama Sebelum orang menyusun membuat garis lurus, melengkung atau lingkaran, maka tahap pertama yang perlu dilakukan adalah membuat sebuah titik, selanjutnya rangkaian beberapa buah titik hingga jutaan titik menjadi garis sesuai yang diinginkan. Maka sebelum menetapkan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru sebaiknya mengetahui potensi anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, jika salah memilih dikawatirkan akan mengorbankan pihak lain yaitu siswa atau anak didik. 88 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

99 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Handout Peserta 6.1 ANALISIS KEBUTUHAN PEMBIAYAAN SEBAGAI DAMPAK KEBIJAKAN PENATAAN & PEMERATAAN GURU Penetapan kebijakan dalam menjalankan PERBER 5 Menteri Tahun 2011, perlu dilakukan secara cermat karena berdampak pada anggaran, sosial dan psikologi. Untuk mendukung efisiensi dan efekifitas pelaksanaan regulasi ini, sebaiknya digabungkan dengan regulasi lain terkait antara lain PP No 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Permendiknas No 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar yang diperbaharui dengan Permendiknas No. 23 Tahun Sebagai contoh dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini: Contoh 1: Isu Strategis: Kekurangan guru kelas PNS Isu strategis kekurangan guru kelas PNS di sekolah dasar dirumuskan berdasarkan data pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Rasio Kecukupan Guru Kelas PNS per SDN (-SPM 5) Rasio Guru Kelas Rombel N_ Sekolah [1] Sangat Kurang ,66% [2] Kurang ,48% [3] Cukup ,61% [4] Lebih 17 0,88% NA 7 0,36% Total ,00% % Berdasarkan analisis data di atas ditemukan: 20,66% SDN sangat kekurangan guru kelas PNS dan 58,48% SDN kekurangan guru kelas PNS Hanya 0,88% SDN kelebihan guru kelas SDN UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 89

100 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Tabel 2. Cross-tab Rasio Kecukupan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel N Sekolah Rasio Siswa- Rombel NA [1] Sangat Kurang Rasio Guru PNS-Rombel [2] Kurang [3] Cukup [4] Lebih N Sekolah [1] <= 8 siswa [2] > 8-16 siswa [3] >16-24 siswa [4] > siswa [5] > 32 siswa NA Total Hasil pencermatan terhadap rasio guru kelas per rombel tidak bisa sendiri untuk merumuskan alternatif strategi sehingga perlu dukungan data lain, seperti rasio siswa rombel. Temuan: Dari 20,66% SDN sangat kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 64 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang (b) 154 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang Dari 58,48% SDN kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 20 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang; (b) 379 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang Dari 0,88% SDN kelebihan guru kelas PNS, terdapat: (a) 2 SDN memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang; (b) 11 SDN memiliki jumlah siswa per rombel orang Tabel 3. Jumlah kekurangan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel Rasio Guru PNS per Rombel [1] Sangat Kurang [2] Kurang N Sekolah +/- Guru Rasio Siswa Rombel Jml Sekolah '+/- Guru Jml Sekolah '+/- Guru [1] <= 8 siswa [2] > 8-16 siswa [3] > siswa [4] > siswa [5] > 32 siswa NA Total UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

101 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Temuan: Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel sangat kecil (< ¼ SPM) sebanyak 84 sekolah dengan total kekurangan guru 265 orang Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼ - ½ SPM) sebanyak 533 sekolah dengan total kekurangan guru 1019 orang Tabel 4. Jumlah kelebihan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel Rasio Guru PNS Rombel [4] Lebih N Sekolah Total '+/- Guru Rasio Siswa Jml '+/- Guru Rombel Sekolah [2] > 8-16 siswa [3] >16-24 siswa [4] > siswa Total Temuan: Jumlah kelebihan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼- ½ SPM) sebanyak 3 sekolah dengan total kelebihan guru 3 orang dan untuk rombel sedang ( ½ - ¾ SPM) sebanyak 11 sekolah dengan jumah guru 13 orang. Berdasarkan temuan di atas, diperoleh beberapa alternatif strategi: 1. Melakukan regrouping bagi sekolah yang memenuhi syarat-syarat regrouping bagi sekolah kecil (< 60 siswa per sekolah yang sangat kurang dan kurang guru kelasnya, serta beberapa sekolah kecil terdapat dalam satu halaman atau berjarak dekat ( < 3 km antar SDN). 2. Melakukan multi grade untuk sekolah kecil yang sangat kurang atau kekurangan guru kelas apabila tidak memenuhi syarat regrouping. 3. Melakukan redistribusi guru kelas PNS bagi sekolah yang kelebihan guru kelas 4. Melakukan rekrutmen guru baru, terutama bagi sekolah yang sangat kurang dan kekurangan guru kelas dengan rasio siswa rombel sedang ( ½ - ¾ SPM) sampai dengan sekolah yang mendekati atau melebihi SPM. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 91

102 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Tabel 5. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas Kegiatan Jenis Biaya Vol. SatuanBiaya (Rp) Total Biaya (Rp) Alternatif I : Perekrutan Guru Baru Perekrutan Guru Baru Administrasi Biaya Gaji Guru Baru Operasional jt/tahun 47,08 mil/tahun Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru Penugasan Guru Administrasi 16 1jt 16 jt Perekrutan Guru Baru Administrasi Biaya Gaji Guru Baru Operasional jt/tahun 46,68 mil/tahun Alternatif III : Regrouping sekolah Sosialisasi Operasional 84 15jt 1,65 mil Alternatif IV : Regrouping sekolah dan Multi grade Class Sosialisasi Operasional jt 4,01 mil Pelatihan guru multi grade class Operasional 266 7jt 1,86 mil Menghitung Dana Diskresi Dana diskresi sektor pendidikan = Blj. Sektor Pend. Blj. Gaji Blj. Rutin SKPD/UPTD Blj. Insidentil. Merujuk dari hasil perhitungan ketersediaan anggaran dan analisis kecenderungan ketersediaan anggaran yang terdapat dalam Sub Topik-1, diperoleh informasi sebagai berikut: 92 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

103 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Tabel 6. Dana Diskresi 3 Tahun terakhir Tahun 2011 Tahun Tahun Dana Diskresi (Rp M) 25,68 30,32 22,84 Skenario ketersediaan anggaran yang dipilih 5 tahun mendatang, menggunakan skenario acremental, sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut: Tabel 7. Analisai Trend Dana Diskresi 5 Tahun Mendatang ( Tahun N + 1 N + 2 N + 3 N + 4 N + 5 Trend Dana Diskresi 26,73 26,35 26,29 26,32 26,37 (Rp M) Tingkat inflasi (%) 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 Dana Diskresi (Rp M) 28,63 28,24 28,21 28,26 28,34 Opsi kebijakan yang dipilih untuk kekurangan guru kelas adalah: 1. Alternatif III secara bertahap 2. Alternatif IV secara bertahap Untuk lebih tajam, sebaiknya juga dianalisa kekurangan dan kelebihan guru mata pelajaran, apabila banyak ditemukan guru PNS Mapel PAI atau Penjaskes, maka dapat dilakukan alih fungsi guru mapel menjadi guru kelas dengan melakukan pendidikan tambahan PGSD satu tahun Contoh 2: Isu Strategi: SD/MI kekurangan guru kelas yang berkualifikasi S-1 (SPM 7) UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 93

104 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Tabel 8. Distribusi Kualifikasi Guru Kualifikasi Guru SD MI Total Negeri Swasta Negeri Swasta Tanpa guru S orang guru sudah S orang guru sudah S1 (SPM) >2 orang guru sudah S (SPM) >6 orang guru sudah S (SPM) Total Kebutuhan Guru yang berkualifikasi S-1: 41 sekolah x 2 guru berkualifikasi S1 = 82 orang 148 sekolah x 1 guru berkualifikasi S1 = 148 orang Total kekurangan guru berkualifikasi S1 = 230 orang Alternatif strategi yang dipilih: Rekrutment guru kelas baru berkualifikasi S1 Upgrading guru yang belum S-1 (minimal tingkat pendidikan DII dan berusia tahun) untuk menempuh pendidikan S-1 Redistribusi guru kelas yang berkualifikasi S-1 dari sekolah yang kelebihan guru berkualifikasi S-1 (Data: kelebihan guru kelas berkualifikasi S-1 sebanyak 482 orang) Tabel 9. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas berkualifikasi S-1 Kegiatan Jenis Biaya Vol. SatuanBiaya (Rp) Total Biaya (Rp) Alternatif I : Perekrutan Guru Baru Perekrutan Guru Baru Administrasi Biaya Gaji Guru Baru Operasional jt/tahun 5,75 mil/tahun Alternatif II : Peningkatan Kualifikasi Guru menjadi S1 Peningkatan Kualifikasi Investasi 230x2thn 3.5jt/tahun 1.61 mil Alternatif III : Distribusi Guru yang sudah S1 Penugasan Guru Administrasi 230 1jt 230 jt Fokus penetapan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru akan berdampak secara langsung pada anggaran yang perlu disiapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sehingga perlu kecermatan dan kehati-hatian. 94 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

105 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Handout Peserta 6.2 Analisis Ketersediaan Pembiayaan Pendidikan Kabupaten/Kota Kegiatan dalam melakukan analisis kebijakan secara luas, pada umumnya melibatkan ragam informasi yang muncul selama proses penyusunan kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar/logis guna menemukan pemecahan masalah kebijakan. Analisis kebijakan mengambil dari berbagai pengetahuan/informasi/fakta terkait yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif (D-E-N). Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, faktafakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi D-E-N dihubungkan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif. Salah satu hasilnya adalah kesenjangan antara informasi kondisi faktual dengan kondisi yang seharusnya terjadi (ideal), yang selanjutnya disusun secara sistematis menjadi rumusan masalah digunakan sebagai pijakan para analis kebijakan. Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari analisis kebijakan. Proses perumusan masalah kebijakan kelihatannya belum mengikuti aturan jelas, sementara masalah itu sendiri seringkali terlihat sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat secara sistematis, akibat dari keterbatasan analisis informasi (hasil pengolahan data). Dampaknya, para analis kebijakan lebih sering belum berhasil dalam merumuskan dan menetapkan alternatif/opsi kebijakan, karena terdapat kekurangtepatan dalam memecahkan masalah yang dihadapi (Ritonga, H.R, 2007). Pembiayaan pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan biaya dikeluarkan secara rutin. Belanja pendidikan selama ini dibiayai oleh pendapatan daerah yang didapatkan, melalui: (a) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (b) Dana Perimbangan, dan (c) lain-lain pendapatan yang syah, seperti tertuang dalam struktur APBD Kabupaten/Kota. Berdasarkan sumber/asalnya dana, Pemerintah Daerah memperolah pendapatan daerah bersumber, dari: (a) APBD Kabupaten/Kota, (b) APBD Provinsi, dan (c) APBN. Hasil studi Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) yang dilakukan selama Program DBE-1 USAID di 50 Kabupaten/Kota yag tersebar di 7 Provinsi selama tahun , mengambarkan bahwa anggaran untuk sektor pendidikan sangat tinggi yaitu berkisar 30-45% dari APBD, hal ini menunjukkan porsi terbesar KUE APBD digunakan untuk pendidikan. Fakta tersebut menunjukkan Kabupaten/Kota telah UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 95

106 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN menjalankan amanat UUD 1945 tentang alokasi belanja pendidikan minimal 20% dari keseluruhan APBD (Putusan MK Amandemen Ke-IV). Akan tetapi jika dikaji lebih mendalam tentang alokasi belanja anggaran pendidikan, maka yang terbesar dibelanjakan untuk gaji pegawai (pendidik dan tenaga pendidikan) berkisar 70-90%, dan sisanya dibelanjakan bagi modal dan operasional. Bahkan, untuk kegiatan peningkatan mutu pembelajaran di dalam kelas yang terdalam dalam belanja modal/operasional tersebut kurang dari 2%. Realita ini menunjukan konsumsi biaya pegawai sangat besar, disebabkan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan baik PNS dan Non PNS dalam SKPD Dinas Pendidikan paling banyak dibandingkan SKPD lainnya, sebagai contoh rata-rata jumlah pegawai PNS di SKPD Dinas Pendidikan, meliputi Dinas Pendidikan, UPTD Pendidikan dan sekolah dalam kisaran ½-3/5 atau bahkan lebih dari keseluruhan pegawai PNS. Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan terkait dalam penataan dan pemerataan guru apakah melakukan: (a) rekruktmen guru baru, (b) distribusi guru yang tersedia, (c) alih fungsi guru dalam satu jenjang atau antar jenjang perlu ketelitian dan kearifan dalam memilih, karena akan berdampak pada (a) ekonomi, (b) sosial, dan (c) psikologis. Dalam unit ini akan terfokus pada pilihan opsi/alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru dalam aspek ekonomi, terutama dalam anggaran sektor pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa data yang terkait dengan anggaran sektor pendidikan: 1. APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir 2. Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir 3. Ringkasan Belanja Sektor Pendidikan Manfaat data keuangan tersebut digunakan untuk menghitung: 5. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD 6. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan operasional 7. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan (optional) 8. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja. Jenis belanja meliputi belanja gaji, belanja modal dan belanja operasional. Pengertian Belanja Gaji Pegawai ini, disesuaikan dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD) jo. Permendagri No. 59 tahun 2007 jo Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri No. 13 Tahun Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah terdiri dari belanja tidak langsung (BTL) dan belanja langsung (BL), Belanja Tidak langsung merupakan kelompok belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, sedangkan Belanja Langsung merupakan 96 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

107 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN kelompok belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok Belanja Tidak langsung adalah 1) belanja pegawai (belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada PNS yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan); 2) Uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan dianggarkan dalam belanja pegawai; 3) bunga; 4) subsidi; 5) hibah; 6) bantuan sosial; 7) belanja bagi hasil; 8) bantuan keuangan; dan 9) belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung terdiri dari 1) belanja pegawai (untuk pengeluaran honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah); 2) belanja barang dan jasa (untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah; dan 3) belanja modal (digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada jumlah pendidik yang diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran belanja pegawai kearah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit pelayanan publik lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan sebagainya. Sebagai contoh, dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini Uraian BD (Rp M) 801,72 932, ,59 Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) 310,20 349,27 420,81 Belanja Gaji (Rp M) 241,91 299,24 374,98 Belanja Rutin (Rp M) 39,51 9,94 6,97 Belanja Insedentil (Rp M) 3,10 9,77 16,02 Dana Diskresi (Rp M) 25,68 30,32 22,84 % Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD 38,69% 37,47% 40,95% % Dana Diskresi Thd. APBD 3,20% 3,25% 2,22% % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Pendidikan. 8,28% 8,68% 5,43% UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 97

108 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta 6.1 No. Opsi Kebijakan UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

109 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta 6.2 Kegiatan Jenis Biaya Vol. Sat. Biaya (Rp) Total Biaya (Rp) Alternatif I : Perekrutan Guru Baru Perekrutan Guru Baru Admin. 0 Biaya Gaji Guru Baru Oprs. 25jt/tahun Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru Penugasan Guru Admin. 1jt Perekrutan Guru Baru Admin. 0 Biaya Gaji Guru Baru Oprs. 25jt/tahun Alternatif III : Regrouping sekolah Sosialisasi Oprs. 15jt Alternatif IV: Regrouping sekolah dan Multi grade Class Sosialisasi Oprs. 15jt Pelatihan guru multi grade class Oprs. 7jt UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 99

110 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta 6.3 Uraian Total APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M) % Blj. Sektor Pend. Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Pend. 100 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

111 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta Metode Trend Kenaikan (Acremental) Uraian Total APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M) % Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Penddk. Tahun (n+1) (n+2) (n+3) (n+4) (n+5) Trend Dana Diskresi (Rp M) Tingkat inflasi (%) Dana Diskresi (Rp M) 2. Metode Rata-rata Kenaikan Rata-rata Kenaikan APBD 3 tahun terakhir rata+rata kenaikan APBD 3 tahun terakhir Rata-rata Blj. Sektor Pendidikan Rata-rata diskresi 3 tahun terakhir rata-rata belanja gaji Tahun Ke (n+1) (n+2) (n+3) (n+4) UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 101

112 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN terhadap Belanja sektor 3 tahun rata-rata belanja rutin terhadap belanja sektor 3 tahun rata-rata belanja insendentil terhadap belanja sektor 3 tahun Proyeksi Ketersediaan Dana Berdasarkan Rata-rata Kenaikan Tahun ke (n+1) (n+2) (n+3) (n+4) (n+5) APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M)- tanpa modifikasi (rata-rata dana diskresi 3 tahun dikalikan APBD) Dana Diskresi (Rp M)- modifikasi (dihitung berdasarkan rata-rata tiap komponen) 102 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

113 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta 6.5 Opsi Kebijakan Kebutuhan Dana (non gaji) APBD (diskresi) APBD Provinsi Sumber Pendanaan APBN... UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 103

114 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN PRESENTASI UNIT UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

115 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 105

116 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 106 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

117 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran 107

118 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 108 UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran

119 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 7 PERSIAPAN KONSULTASI PUBLIK UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 109

120 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 110 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

121 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN UNIT 7 PERSIAPAN KONSULTASI PUBLIK Waktu: 60 menit Pengantar Formulasi kebijakan harus dikonsultasikan kepada publik agar kebijakan yang disusun diterima dan bermanfaat bagi masyarakat. Konsultasi publik adalah suatu proses interaksi antar multi stake holders (pemangku kepentingan) dalam forum konsultasi guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan menemukenali berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru di tingkat Kabupaten atau Kota adalah proses interaksi di antara multi stake holders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota. Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam praktik tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar untuk terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembangunan, atau pihak yang menjadi sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga mengamanatkan partisipasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan. Manfaat konsultasi publik antara lain: Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan program yang dikembangkan pemerintah Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 111

122 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok kepentingan, meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik. Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru, termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah daerah. Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda. Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan informasi,pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya. Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada kepentingan publik atau masyarakat, dan Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan. Tujuan Tujuan Unit 7 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengertian, pentingnya, manfaat dan prinsip-prinsip konsultasi publik 2. Mengidentifikasi berbagai alternatif metode konsultasi publik yang sesuai dengan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru beserta analisis kelayakannya 3. Merancang kegiatan konsultasi publik terkait dengan formulasi kebijakan yang akan dikonsultasikan Pertanyaan Kunci 1. Mengapa perlu melakukan konsultasi publik dalam memformulasikan kebijakan? 2. Bagaimana metode konsultasi publik yang layak digunakan dalam mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru? 112 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

123 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 3. Bagaimana rancangan konsultasi publik yang akan dilakukan dalam rangka mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru kepada stake holder? Petunjuk Umum Unit ini merupakan persiapan bagi peserta untuk merancang kegiatan konsultasi publik. Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint Handout 7.1 Lembar Kerja 7.1 LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 7 ini adalah 60 menit. Ringkasan Sesi Introduction 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Connection 15 Menit Mengenal pengertian, pentingnya, manfaat, prinsip-prinsip, ragam metode konsultasi publik Application 30 menit Diskusi Kelompok memilih dan merancang konsultasi publik Reflection 5 menit Merefleksi pencapaian Tujuan Extension 5 menit Menindaklanjuti Unit 7 dengan menyempurnaka n rencana konsultasi publik UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 113

124 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Rincian Langkah-langkah Kegiatan I Introduction (5 menit) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 7 ini peserta akan memahami aspekaspek konsultasi publik dan merancang konsultasi publik. Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 7, kompetensi yang harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 7, pertanyaan kunci, serta langkahlangkah penyajian Unit 7. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara interaktif. Fasilitator mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Apa yang dimaksud konsultasi publik? Fasilitator bersama peserta merumuskan pengertian konsultasi publik. Langkah berikutnya adalah fasilitator menampilkan tayangan power point tentang pengertian Konsultasi Publik. C Connection (20 menit) Pada langkah ini, para peserta diberi Handout 7.1 untuk dibaca. Selanjutnya Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Setelah kelompok terbentuk dan berkumpul, fasilitator meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan beberapa hal sebagai berikut: - Bagaimana konsultasi publik yang selama ini pernah dilakukan untuk mengkonsultasikan kebijakan publik? - Metode konsultasi publik apa saja yang dapat diterapkan untuk mengkonsultasikan kebijakan pendidikan? berikan penjelasan singkat pada setiap metode beserta kelebihan dan kekurangannya. Setelah semua kelompok selesai berdiskusi, tugaskan perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, lalu beri kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapinya. Jika masih ada waktu setelah presentasi kelompok, fasilitator memberikan penjelasan interaktif untuk mempertajam hasil diskusi kelompok. 114 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

125 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN A Application (30 menit) Kerja kelompok Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan merancang kegiatan Konsultasi Publik. Formulasi Kebijakan :... Metode Konsultasi Publik :... Komponen yang disiapkan Rincian 1. Peserta yang diundang 2. Agenda/jadwal 3. Perlengkapan 4. Tempat 5. Tim pelaksana Fasilitator : Notulis :... Tim perumus : Presentasi dan tanya jawab (20 menit). Pada langkah ini Fasilitator menugaskan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Presentasi selama 5 menit dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada proses tanya jawab ini Fasilitator diminta untuk membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topik yang didiskusikan. R Reflection (5 menit) (1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih perlu diperjelas. E Extention (5 menit) Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah lokakarya Tim Penataan dan Pemerataan Guru perlu menyiapkan paparan dengan baik agar mendapat banyak masukan terhadap formulasi kebijakan yang telah disusun. UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 115

126 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Handout Peserta 3.1 KERANGKA ACUAN KONSULTASI PUBLIK FORMULASI KEBIJAKAN PEMERATAAN DAN PENATAAN GURU I. Pengantar Konsultasi publik adalah suatu proses interaksi antar multi stake holders dalam forum konsultasi guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan menemukenali berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota adalah proses interaksi di antara multi stakeholders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam konteks pembangunan berbasis hak, dimana masyarakat dipandang sebagai pemangku hak dan pemerintah selaku pemangku kewajiban, maka konsultasi publik merupakan suatu keharusan, karena masyarakatlah yang menjadi subyek pembangunan. Masyarakat yang memiliki mandat dan masyarakat pulalah yang akan menerima manfaat. A. Pentingnya Konsultasi Publik Berikut beberapa asumsi dasar yang yang melatarbelakangi pentingnya konsultasi publik: Warga negara atau masyarakat adalah pembayar pajak dan pemberi mandat pemerintahan (melalui pemilu legislatif dan pilpres) untuk menyelenggarakan pelayanan publik, Masyarakat bukan hamba (client) melainkan warga (citizen); Warga negara atau masyarakat adalah sejajar dengan pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan; Partisipasi bukanlah pemberian pemerintah tetapi hak warga negara; Warga negara bukan obyek pasif kebijakan pemerintah, tetapi aktor yang aktif menentukan kebijakan. 116 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

127 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Jika demikian pemerintah sebagai pihak pemberi layanan pada masyarakat maka wajar dan sudah seharusnya pemerintah untuk menyelenggarakan konsultasi publik dalam penyusunan dan penetapan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan ini. Dalam tata pemerintahan yang berpusat rakyat atau tata pemerintahan partisipatif, kebijakan ditempatkan sebagai proses sosial politik tempat warga menegosiasikan alokasi barang dan anggaran publik. Kebijakan bukan persoalan teknis yang dapat diselesaikan secara teknokratis oleh kelompok orang yang dipercaya untuk merumuskan itu (biasanya politisi, birokrat, atau akademisi). Kebijakan merupakan ruang bagi teknisi dan anggota masyarakat untuk melakukan interaksi dan menggabungkan pengetahuan. Karena itu kebijakan harus melibatkan pihak yang luas, dan agar dapat terlaksana harus menjamin agar kepentingan berbagai pihak (stakeholders) sudah dikonfrontasi atau dinegosiasikan. Dalam perspektif ini partisipasi tidak dipandang sebagai cara melainkan tujuan itu sendiri. Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam praktek tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar untuk terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembanguan, atau pihak yang menjadi sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga mengamanatkan partispasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan. B. Manfaat Konsultasi Publik Manfaat konsultasi publik bagi pemerintah daerah, DPRD dan Masyarakat antara lain: Membangun suatu pemerintahan daerah yang dianggap memiliki rapor baik oleh warganya UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 117

128 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan program yang dikembangkan pemerintah Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok kepentingan, meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru, termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah daerah. Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda. Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan informasi, pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya. Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada kepentingan publik atau masyarakat, dan Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan. C. Prinsip Konsultasi Publik Prinsip-prinsip konsultasi publik antara lain: Terbuka Meskipun biasa dilakukan mekanisme pemberian undangan untuk peserta konsultasi publik yang ditentukan berdasarkan kreteria tertentu, namun tetap perlu dilakukan pengumuman mengenai adanya kegiatan konsultasi publik secara luas. Begitu juga proses dan hasil konsultasi publik, perlu diumumkan secara luas. Partisipatif Disatu sisi, penyelenggaraan konsultasi publik harus memastikan siapa peserta yang benar-benar berhak menjadi peserta dengan menentukan kriteria dan mekanisme rekrutmen peserta secara adil dan berimbang. Disisi lain, konsultasi publik harus menjadi ruang yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat, tidak 118 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

129 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN terbatas hanya mereka yang dipandang ahli atau berasal dari kalangan akademik tertentu. Penting juga untuk melibatkan pihak atau lembaga yang dianggap memiliki pandangan berbeda. Pembentukan semacam panitia bersama penyelenggaraan konsultasi publik yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat dan pemerintah adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjamin proses partisipatif. Musyawarah dan mufakat Musyawarah artinya adalah pengambilan keputusan bersama berdasarkan mufakat (konsensus). Keputusan dalam konsultasi publik memerlukan cukup waktu yang memungkinkan munculnya berbagai pertimbangan dan usulan, utamanya dari mereka yang berkepentingan atau terkena dampak, baik langsung maupun tidak langsung, atas sebuah kebijakan. Isu-isu kontroversial perlu dibuka sejak awal disertai ekspose data yang memadai beserta pilihan ruang tersedia. Setiap pilihan perlu disertai dengan argumen dan data-data akurat, sehingga semua pihak dapat belajar memahami pendapat pihak lain dan pilihan kebijakan yang mungkin diambil. Kolaboratif Kolaboratif adalah kerjasama di antara pemangku kepentingan yang memiliki perbedaan tujuan dan kepentingan. Peserta konsultasi publik perlu memahami posisi,peran,tujuan dan kepentingan masing-masing dalam semangat kerjasama. Tujuan bersama harus dibuat. Kesepakatan dibangun berdasarkan tujuan bersama tersebut. Kesetaraan Kesetaraan adalah kebalikan dari adanya dominasi. Konsultasi publik hanya akan berjalan secara setara bila peserta memiliki kemampuan untuk bisa berpartisipasi. Salah satu yang penting adalah kemampuan mengakses dan menggunakan data dan informasi. Penyelenggara konsultasi publik perlu memastikan peserta konsultasi publik memiliki bekal infomasi yang cukup dan setara. Pemerintah perlu menyediakan dan membuka akses bagi masyarakat terhadap data-data dan informasi yang menjadi dasar dari lahirnya sebuah kebijakan. Inklusif Inklusif artinya adalah proses penyepakatan atau konsensus yang benar-benar dilakukan bersama. Semua pemangku kepentingan merasa memiliki keputusan tersebut, termasuk pihak yang sebenarnya berbeda pendapat dengan keputusan yang dibuat. UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 119

130 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan artinya adalah memampukan warga atau kelompok masyarakat yang lemah untuk bisa bersuara dan ikut menentukan keputusan. Ini berarti adalah proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Akuntabilitas Proses dan hasil konsultasi publik harus dipertanggungjawabkan kepada umum, misalnya dalam bentuk penyebarluasan dokumen kesepakatan yang dihasilkan melalui berbagai saluran komunikasi. Fleksibilitas Proses konsultasi yang dilakukan seharusnya berjalan secara dinamis, tidak kaku, dan tidak monoton. Kesepakatan terhadap proses merupakan bagian dari perundingan yang penting di dalam konsultasi publik. Ketepatan waktu Semua pihak harus menyepakati beberapa lama proses akan dilaksanakan dan berapa kali proses akan dilakukan. Ini perlu menjadi prinsip karena sering diabaikan. Bisa Dijalankan (Implementatif) Konsultasi publik harus menghasilkan kesepakatan yang bisa dijalankan baik dari pertimbangan kapasitas maupun komitmen. Apabila tidak, ini akan merusak kepercayaan peserta. Karena itu, komitmen untuk melaksanakan hasil dan melakukan pengawasan pelaksanaan hasil konsultasi publik merupakan bagian dari kesepakatan bersama. D. Bentuk-Bentuk Konsultasi Publik Metode konsultasi publik adalah cara yang lazim digunakan untuk mencapai tujuan diselenggarakannya konsultasi publik. Metode (cara) terdiri dari sejumlah teknik dan dibantu dengan penggunaan media atau alat bantu tertentu. Terdapat banyak pilihan metode, teknik, alat, dan media konsultasi publik. Pilihan ini perlu dikembangkan terus untuk menjangkau lebih banyak orang. Konsultasi publik secara konvensional dengan menggunakan metode tatap muka masih tetap penting. Sedangkan penggunaan media elektronik, media massa, serta internet, akan membantu memperluas jangkauan agar konsultasi publik terbuka bagi 120 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

131 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN warga masyarakat seluas-luasanya, bukan hanya dihadiri oleh warga terbatas yang diundang dalam suatu forum pertemuan saja. Penyelenggara konsultasi publik harus memilih satu atau beberapa dari sekian banyak metode. Suatu metode dipilih didasarkan atas pertimbangan, antara lain: Kesesuaian dengan tujuan konsultasi publik yang ingin dicapai Ketersediaan fasilitator yang mampu menjalankan metode tersebut. Murah, artinya tidak terlalu membutuhkan alat bantu yang banyak Besarnya peserta konsultasi publik Metode tersebut mampu mendorong warga untuk terlibat aktif. Ketersediaan waktu. Beberapa perbandingan metode konsultasi publik disajikan dalam Tabel Tujuan Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan dan Penataan Guru: a. memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses penyusunan kebijakan. b. memahami bentuk-bentuk konsultasi publik. UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 121

132 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Tabel 1 Contoh-contoh Metode Dalam Konsultasi Publik Metode KP Rumusan Tujuan (Contoh) Partisipan Waktu Pelaksanaan 1. Diskusi Kelompok Terfokus /FGD Menggali pendapat atau masukan terhadap masalah, kondisi, isu atau kebijakan pendidikan tertentu 2. Jajak pendapat Untuk mengetahui respons/tanggapan masyarakat terhadap isu tertentu, masalah, kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah 3. Lokakarya Kesepahaman bersama antara pemangku kepentingan mengenai masalah dan solusi. Pemangku kepentingan memberi masukan untuk penyusunan dokumen kebijakan yang akan diibahas. 4. Musyawarah Warga 5. Talkshow di Radio/ Televisi Lokal Mengambil keputusan bersama yang melibatkan warga berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan Mengumpulkan informasi masukan pendapat dari masyarakat mengenai program atau kegiatan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah Sosialisasi dan penampungan aspirasi masyarakat 6. Road Show Meminta tanggapan dan masukan mengenai program/kegiatan yang akan dilaksanakan Kelompok warga yang homogen, kelompok pakar, para pemangku kepentingan kunci yang terkena dampak kebijakan tersebut. Warga/masyarakat Seluruh pemangku kepentingan yang relevan dengan isu atau kebijakan yang dilaksanakan Kegiatan Total 2 jam 1 hari 2 3 bulan 1 bulan /tentatif tergantung pada kebutuhan 5 jam bisa 1-3 hari 1bulan/tentatif tergantung pada kebutuhan Disesuaikan dengan kebutuhan Warga 1 hari Disesuaikan dengan kebutuhan Pemangku kepentingan, warga dan pemerintah Pemangku kepentingan, warga dan pemerintah 2-3 jam Disesuaikan dengan kebutuhan 1-2 jam per kunjungan ke stake holder Disesuaikan dengan kondisi 122 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

133 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 2. Tujuan Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan dan Penataan Guru: a. Memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses penyusunan kebijakan. b. Memahami bentuk-bentuk konsultasi publik c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam konsultasi publik d. Melaksanakan konsultasi publik. 3. Pelaksana Konsultasi Publik Pelaksana Konsultasi Publik adalah Tim Pengambil Kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru. 4. Tahapan Pelaksanaan Konsultasi Publik Tahapan pelaksanaan konsultasi publik terdiri atas tiga tahapan, yaitu Persiapan, Pelaksanaan, dan Pascapelaksanaan. A. Persiapan Beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum pelaksanaan konsultasi publik antara lain adalah: (1) Merancang metode konsultasi publik dan beberapa aspek yang harus dipecahkan: Formulasi kebijakan yang dikonsultasikan (dalam bentuk makalah atau presentasi) Tujuan dan keluaran dari kebijakan yang dikonsultasikan Daftar pertanyaan kunci Waktu dan tempat (2) Mengidentifikasi stakeholder yang diundang dalam Konsultasi Publik (3) Menyusun agenda/jadwal kegiatan (Contoh dalam Tabel 2) (4) Menyusun personil yang terlibat dalam pelaksanaan Konsultasi Publik. Penyelenggara harus memastikan siapa yang menjadi fasilitator, perekam dokumen (notulis), tim perumus. (5) Menyiapkan perlengkapan konsultasi publik. Beberapa alat bantu, perlengkapan, dan media seperti alat perekam (recorder), kertas plano, dan materi-materi harus sudah disiapkan pada tahap ini. (6) Menyiapkan ruang untuk Konsultasi Publik. Pemandu harus memastikan bahwa ruangan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan metode serta antar peserta dapat saling memandang dan mendengar. Tempa harus mudah dijangkau peserta dan nyaman. UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 123

134 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN B. Peserta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Kemenag, Bappeda, Tenaga Pendidik, Orang Tua Siswa, Dewan Pendidikan, PGRI, Pemerhati Pendidikan Anak, LSM Pendidikan, Dunia Usaha dan Industri,dan pihak lain yang terkait. C. Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan dalam Konsultasi Publik tergantung pada metode yang dipilih. Secara umum kegiatan yang dilakukan tersusun atas kegiatan sebagai berikut. (1) Fasilitator menjelaskan latar belakang, tujuan, formulasi kebijakan yang dikonsultasikan, dan keluaran. Tekankan bahwa keterlibatan aktif peserta sangat menentukan keberhasilan konsultasi publik. Catatan: sebelum Unit1 sebaiknya dilakukan sesi perkenalan. Perkenalan diantara peserta akan membantu proses dan suasana lebih nyaman. (2) Menyadarkan akan pentingnya penataan dan pemerataan guru melalui tayangan video good practices. (3) Membahas dan mendiskusikan formulasi kebijakan satu demi satu sesuai panduan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pastikan bahwa seluruh pertanyaan dapat terjawab. Beri kesempatan kepada seluruh peserta untuk menjawab dan memberi tanggapan. Contoh Pertanyaan Kunci Konsultasi Publik Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru: a. Berdasarkan gambaran profile distribusi guru telah dirumuskan isu-isu strategis, Apakah isu strategis yang dirumuskan merupakan isu yang harus segera dipecahkan? b. Bagaimana formulasi kebijakan untuk memecahkan isu-isu strategis tersebut? c. Program apa saja yang perlu dijalankan berkaitan dengan kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru terkait dengan formulasi kebijakan yang telah disusun? (4) Merumuskan Kesimpulan. Setelah semua pertanyaan terjawab dan informasi-informasi penting terjaring, tutuplah diskusi. Sampaikan kesimpulan sementara atau hal-hal penting yang muncul selama proses diskusi. Tabel 2 Contoh Jadwal Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru No Waktu Kegiatan PIC Hari Pembukaan dan Pengarahan Bupati/Walikota Good practices penataan dan pemerataan guru (pengantar dan pemutaran video) Tim Prioritas 124 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

135 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Paparan hasil analisis distribusi guru, isu strategis, rekomendasi rumusan kebijakan Ketua Tim Penataan dan Pemerataan Guru Rehat DC Kab/Kota Diskusi kebijakan penataan dan pemerataan guru Fasilitator Perumusan hasil konsultasi publik Tim perumus Penutupan Panitia D. Pasca Pelaksanaan Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh fasilitator pasca kegiatan Konsultasi Publik, yaitu: (1) Menganalisis masukan-masukan dari Konsultasi Publik. Kegiatan analisis ini meliputi pemilahan masukan berdasarkan tema-tema tertentu, mencari hubungan atau pola antar berbagai kategori masukan, serta menafsirkan maknanya; (2) Menuangkan temuan dan hasil analisis dalam laporan. (3) Menggunakan hasil konsultasi publik untuk penyusunan kebijakan. 5. Teknis Penyelenggaraan A. Tempat dan Waktu Tempat dilaksanakannya konsultasi publik tidak ada batasan, tetapi sebaiknya merupakan tempat yang mudah diakses peserta, nyaman, bebas berbicara, dan membangun suasana yang mendukung proses konsultasi publik. Pengaturan tempat dan kursi sebaiknya diatur dalam suasana kelompok (lingkaran atau huruf U) sehingga semua peserta bisa saling melihat dan berinteraksi akrab. B. Fasilitator Fasilitator Konsultasi Publik paling tidak memiliki 2 jenis kemampuan: (1) kemampuan atau penguasaan terhadap konsep, prinsip dan cara kerja metode; (2) Kemampuan penguasaan terhadap substansi dari topik diskusi; (3) Penguasaan teknis fasilitasi diskusi; (4) Kemampuan menulis laporan FGD. C. Media dan Alat Bantu Alat dan bahan yang digunakan disesuaikan dengan metode Konsultasi Publik. Misalnya dalam FGD lazim diperlukan alat tulis standar (kertas, ballpoint, pensil, metaplan, kertas plano, spidol), alat perekam (tape recorder, kaset, kamera, dan tulisan tentang pokokpokok materi yang didiskusikan (handout). UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 125

136 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN Lembar Kerja Peserta 3.1 Formulasi Kebijakan :... Metode Konsultasi Publik :... Komponen yang disiapkan 1. Peserta yang diundang Rincian 2. Agenda/jadwal 3. Perlengkapan 4. Tempat 5. Tim pelaksana Fasilitator :... Notulis :... Tim perumus : UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

137 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN PRESENTASI UNIT 7 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik 127

138 LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN 128 UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik

139 UNIT 8 RENCANA TINDAK LANJUT UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 129

140 130 UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

141 UNIT 8 RENCANA TINDAK LANJUT - Waktu: 60 menit Pengantar Workshop Analisis Kebijakan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi alternatif dan menetapkan kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam membuat formulasi kebijakan. Ketiga, meningkatkan kemampuan menyusun rencana implementasi kebijakan yang lebih jelas. Pada workshop ini peserta dikenalkan pada kebijakan penataan dan pemerataan guru. Pada Unit 1 peserta diperkenalkan kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman praktis. Pada Unit 2 peserta mengidentifikasi alternatif kebijakan. Pada Unit 3 peserta belajar menerapkan strategi dalam proses pemilihan alternatif kebijakan. Pada Unit 4 peserta belajar memformulasikan kebijakan. Pada Unit 5 peserta berlatih merancang implementasi kebijakan. Pada Unit 6 peserta berlatih menghitung dampak anggaran dari kebijakan yang dipilih. Agar hasil Workshop 1I dapat digunakan untuk merancang kebijakan di daerah, maka diperlukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebagai kelanjutan Workshop 1I setelah peserta kembali ke daerah. RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop I1 selesai. Hasil dari pelaksanaan RTL akan ditindaklanjuti dengan pendampingan formulasi kebijakan. Kegiatan RTL dimulai dengan mengidentifikasi hal-hal yang belum tuntas dikerjakan di Workshop 1I. Selanjutnya, tim membuat rencana untuk menuntaskan kegiatan perumusan kebijakan. RTL terutama memuat, rencana finalisasi perumusan kebijakan (lanjutan dari Workshop 2), rencana Audiensi dengan Bupati/Walikota, rencana persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik). Selama pelaksanaan RTL daerah akan didampingi oleh Tim PRIORITAS. Tujuan Tujuan Unit 8 adalah menyusun rencana tindak lanjut dari Workshop 2, meliputi: 1. Menyusun kegiatan-kegiatan beserta jadwalnya yang akan dilakukan di daerah untuk menuntaskan perumusan kebijakan. UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 131

142 2. Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan untuk audiensi dengan Bupati dan pelaksanaannya. 3. Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan konsultasi publik dan pelaksanaannya Pertanyaan Kunci Kegiatan tindak lanjut setelah Workshop 2 terutama adalah memuat finalisasi perumusan kebijakan (lanjutan dari Workshop 2), Audiensi dengan Bupati/Walikota, rencana persiapan, serta persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik. Kapan dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan? Petunjuk Umum Unit 8 RTL merupakan unit perencanaan aktivitas di daerah pasca kegiatan Workshop 2. Pada Unit ini peserta diharapkan dapat menyusun rencana kegiatan untuk menuntaskan formulasi kebijakan, menyusun rencana audiensi dengan Bupati/Walikota, dan rencana konsultasi publik. Sumber dan Bahan Presentasi dalam PowerPoint Lembar Kerja 8.1 LCD dan laptop/komputer Kertas plano, spidol, dan flipchart Waktu Waktu yang digunakan adalah 60 menit 132 UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

143 Ringkasan Sesi Introduction 5 menit Connection 10 menit Application 30 menit Reflection 10 menit Extension 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci Unit 8 Mengidentifika si kegiatankegiatan yang belum diselesaikan pada Workshop 1I Menyusun rencana kerja Merefleksi pencapaian Tujuan Menindaklanjuti Unit 8 dengan melaksanakan rencana kerja dalam RTL I Rincian Langkah-langkah Kegiatan Introduction (5 menit) Fasilitator menayangkan judul unit dan menyatakan bahwa pada unit ini, peserta akan menyusun Rencana Tindak Lanjut. Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya RTL, pertanyaan kunci, dan kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari Unit 8 RTL. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat tentang pokok-pokok masalah. Fasilitator menjelaskan bahwa peserta diharapkan menyusun RTL yang realistis yang sesuai keadaan di kabupaten/kota masing-masing sehingga RTL dapat terlaksana. RTL yang disusun meliputi: 1. Menyusun kegiatan-kegiatan untuk menuntaskan formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru. 2. Merancang kegiatan dan jadwal rencana audiensi dengan Bupati/Walikota. 3. Merancang kegiatan dan jadwal konsultasi publik. RTL dilaksanakan kurang lebih empat minggu terhitung setelah kegiatan Workshop 2. UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 133

144 C Connection (10 menit) Fasilitator menanyakan kepada peserta, berkaitan dengan implementasi kebijakan, kegiatan apa saja yang sudah dilakukan dan kegiatan apa yang belum dilakukan. Catatan Fasilitator: Kegiatan yang sudah dilakukan adalah, (1) analisis data (mungkin ada yang sudah tuntas dan ada yang belum tuntas), (2) merumuskan isu-isu strategis, (3) merumuskan kebijakan (belum tuntas) dan akan dilanjutkan di kabupaten/kota masing-masing. Kegiatan yang akan dilakukan adalah, (1) menuntaskan perumusan kebijakan, (3) menyusun laporan, (4) audiensi dengan Bupati/Walikota, (5) Konsultasi Publik. A Application (30 menit) Menyusun Rencana Tindak Lanjut Fasilitator menyampaikan kepada peserta bahwa penuntasan formulasi kebijakan memerlukan komitmen dari berbagai pihak. Agar penuntasan formulasi kebijakan tersebut berjalan dengan baik maka perlu dilakukan tindak lanjut Workshop 2. Dalam sesi ini peserta tetap berada dalam kelompok-kelompok kabupaten. Pertanyaan untuk membimbing setiap kelompok dalam mengidentifikasi kegiatan adalah: 1. Apa saja kegiatan perumusan kebijakan yang belum diselesaikan? Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan? 2. Sebelum konsultasi publik, akan dilakukan audiensi dengan Bupati/Walikota; persiapan apa saja yang harus dilakukan serta kapan dilaksanakan audiensi? 3. Sebelum dibuat menjadi peraturan sebuah kebijakan harus melalui uji publik atau konsultasi publik, kegiatan apa saja yang terkait dengan persiapan konsultasi publik dan bagaimana jadwalnya, serta kapan dilasanakan konsultasi publik? Setiap kelompok peserta diminta berdiskusi untuk kegiatan RTL tersebut. Berdasarkan identifikasi kegiatan-kegiatan yang perlu dituntaskan, peserta menyusun Rencana Tindak Lanjut. RTL meliputi, kegiatan, waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan, penanggung jawab, dan hasil yang diharapkan (Lembar Kerja 8.1). Jika masih cukup waktu, ditugaskan salah satu kelompok kabupaten/kota untuk mempresentasikan hasilnya. 134 UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

145 R Reflection (10 menit) (1) Tanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Berikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih belum jelas. E Extention (5 menit) RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop 2 selesai. Pesan Utama Pelaksanaan RTL kadang terkendala oleh kegiatan rutin masing-masing petugas pelaksananya. Oleh sebab itu, komunikasi dan saling mengingatkan di antara anggota tim perlu sering dilakukan. Semua pihak harus saling memberikan dukungan dalam penuntasan penyusunan kebijakan. UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 135

146 Lembar Kerja Peserta 8.1 RENCANA TINDAK LANJUT DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA... No. Kegiatan Waktu Tempat Penanggung jawab Hasil yang diharapkan UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

147 UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

148 PRESENTASI UNIT UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut

149 UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 139

WORKSHOP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

WORKSHOP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IV WORKSHOP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN WORKSHOP ANALISIS DATA 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Modul PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU WORKSHOP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Modul Pelatihan Praktik

Lebih terperinci

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Pengantar Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Modul PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU WORKSHOP PENYAMAAN PERSEPSI Modul Pelatihan Praktik yang Baik

Lebih terperinci

PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN

PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN Pebruari 2013 Modul Pelatihan Modul pelatihan ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development

Lebih terperinci

Mengidentifikasi fokus pendampingan. Melaksanakan pendampingan sesuai kaidah pendampingan yang baik.

Mengidentifikasi fokus pendampingan. Melaksanakan pendampingan sesuai kaidah pendampingan yang baik. UNIT 7 BAGAIMANA MELAKUKAN PENDAMPINGAN YANG EFEKTIF? (Unit 7 ini khusus untuk Pelatihan Fasilitator) UNIT 7 BAGAIMANA MELAKUKAN PENDAMPINGAN YANG EFEKTIF? Pendahuluan Guru seringkali mengalami kesulitan

Lebih terperinci

UNIT 6 BAGAIMANA MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)?

UNIT 6 BAGAIMANA MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)? UNIT 6 BAGAIMANA MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)? UNIT 6 BAGAIMANA MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)? Pendahuluan Tujuan Program Pelatihan ini adalah untuk menghasilkan peningkatan mutu pendidikan

Lebih terperinci

PENGAJARAN PROFESIONAL DAN PEMBELAJARAN BERMAKNA PAKET PELATIHAN 3

PENGAJARAN PROFESIONAL DAN PEMBELAJARAN BERMAKNA PAKET PELATIHAN 3 UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGJAR UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGAJAR Pendahuluan Persiapan dan praktik mengajar adalah salah satu unit yang penting dalam setiap tahapan pelatihan. Unit ini memberikan

Lebih terperinci

UNIT 5 MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

UNIT 5 MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) UNIT 5 MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) UNIT 5 MEMBUAT RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) Pendahuluan Peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan oleh semua pihak secara berkesinambungan. Peran kepala sekolah,

Lebih terperinci

WORKSHOP ANALISIS DATA

WORKSHOP ANALISIS DATA 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Modul MODUL PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU WORKSHOP ANALISIS DATA DAN PENYUSUNAN ISU-ISU STRATEGIS Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs

Lebih terperinci

UNIT 4 KUNJUNGAN SEKOLAH

UNIT 4 KUNJUNGAN SEKOLAH UNIT 4 KUNJUNGAN SEKOLAH UNIT 4 KUNJUNGAN SEKOLAH Pendahuluan Pengawas sekolah adalah tenaga kependidikan profesional yang berfungsi sebagai unsur pelaksana supervisi pendidikan yang mencakup supervisi

Lebih terperinci

UNIT 1 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP

UNIT 1 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP UNIT 1 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP UNIT 1 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP Pendahuluan Pembelajaran di dalam kelas, pada dasarnya dimaksudkan

Lebih terperinci

UNIT 1: RELEVANSI PROGRAM DBE3 DENGAN PERMENDIKNAS NO. 41/2007 UNIT 1-1

UNIT 1: RELEVANSI PROGRAM DBE3 DENGAN PERMENDIKNAS NO. 41/2007 UNIT 1-1 UNIT 1 RELEVANSI PROGRAM DBE3 DENGAN PERMENDIKNAS NO. 41/2007 UNIT 1 RELEVANSI PROGRAM DBE3 DENGAN PERMENDIKNAS NO. 41/2007 Pendahuluan DBE3 bertujuan untuk mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dan

Lebih terperinci

UNIT 8 BAGAIMANA MEMBERDAYAKAN MGMP?

UNIT 8 BAGAIMANA MEMBERDAYAKAN MGMP? UNIT 8 BAGAIMANA MEMBERDAYAKAN MGMP? (Unit 8 ini khusus untuk Pelatihan Fasilitator) UNIT 8 BAGAIMANA MEMBERDAYAKAN MGMP? Pendahuluan Peningkatan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SMP/MTs

PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SMP/MTs PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SMP/MTs Oktober 2016 Panduan penggunaan video pembelajaran untuk pendampingan fasilitator SD/MI ini dikembangkan dengan dukungan penuh

Lebih terperinci

Setelah mengikuti sesi ini, pengawas diharapkan mampu: Mengenali pelaksanaan supervisi yang lebih baik

Setelah mengikuti sesi ini, pengawas diharapkan mampu: Mengenali pelaksanaan supervisi yang lebih baik UNIT 5a PENDAMPINGAN UNIT 5a PENDAMPINGAN Pendahuluan Pengawas Mata Pelajaran (selanjutnya disebut Pengawas) mempunyai posisi dan peran yang sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Pengawas adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SD/MI

PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SD/MI PANDUAN PENGGUNAAN VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK PENDAMPINGAN FASILITATOR SD/MI Oktober 2016 Panduan penggunaan video pembelajaran untuk pendampingan fasilitator SD/MI ini dikembangkan dengan dukungan penuh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

UNIT 6 MENDORONG PERUBAHAN DI KELAS

UNIT 6 MENDORONG PERUBAHAN DI KELAS UNIT 6 MENDORONG PERUBAHAN DI KELAS UNIT 6 MENDORONG PERUBAHAN DI KELAS Pendahuluan Dalam banyak kesempatan, ide-ide perubahan pembelajaran telah dikenalkan. Akan tetapi, ide tersebut seakan-akan hanya

Lebih terperinci

PRAKTIK YANG BAIK DALAM PEMBELAJARAN

PRAKTIK YANG BAIK DALAM PEMBELAJARAN BAHAN RUJUKAN BAGI LPTK PRAKTIK YANG BAIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/ MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) Mei 2013 Modul pelatihan ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIS PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU

PANDUAN PRAKTIS PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU PANDUAN PRAKTIS PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU Panduan praktis penataan dan pemerataan guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development

Lebih terperinci

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Modul II Praktik yang Baik di Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 3

Lebih terperinci

Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 4

Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 4 Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 4 (Better Teaching and Learning 4) Peningkatan Mutu Pembelajaran melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Modul Pelatihan untuk Kegiatan MGMP Oktober

Lebih terperinci

UNIT 5 BAGAIMANA PERAN KEPALA SEKOLAH (KS) DAN PENGAWAS SEKOLAH (PS) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN?

UNIT 5 BAGAIMANA PERAN KEPALA SEKOLAH (KS) DAN PENGAWAS SEKOLAH (PS) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN? UNIT 5 BAGAIMANA PERAN KEPALA SEKOLAH (KS) DAN PENGAWAS SEKOLAH (PS) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN? UNIT 5 BAGAIMANA PERAN KEPALA SEKOLAH (KS) DAN PENGAWAS SEKOLAH (PS) DALAM MENINGKATKAN MUTU

Lebih terperinci

Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD

Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD Pelingkupan Analisis Baseline Data Kajian Pengaruh Perumusan Mitigasi dan/atau Alternatif Perumusan Rekomendasi PERUMUSAN REKOMENDASI Tujuan Menyusun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

USAID DBE3 Life Skills for Youth 29

USAID DBE3 Life Skills for Youth 29 Sesi 1 Apakah Kita Mengenal Peserta Pelatihan Sebagai Pelajar Dewasa? Pendahuluan Seorang fasilitator pelatihan yang efektif harus tahu peserta pelatihan yang ia hadapi. Peserta pelatihan bukan hanya sekedar

Lebih terperinci

UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGAJAR

UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGAJAR UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGAJAR UNIT 4 PERSIAPAN DAN PRAKTIK MENGAJAR Pendahuluan Untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual, guru perlu melakukan persiapan yang memadai dan latihan yang cukup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Daerah, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Untuk menelaah secara mendalam SK-KD dalam SI di setiap mapel, kita perlu mengkaji melalui proses Pemetaan Kompetensi. Pemetaan & pengorganisasian

Untuk menelaah secara mendalam SK-KD dalam SI di setiap mapel, kita perlu mengkaji melalui proses Pemetaan Kompetensi. Pemetaan & pengorganisasian Telaah Kurikulum I Untuk menelaah secara mendalam SK-KD dalam SI di setiap mapel, kita perlu mengkaji melalui proses Pemetaan Kompetensi. Pemetaan & pengorganisasian SK-KD dapat membantu penyusunan Silabus

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PANDUAN KERJA 1 IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI KEPALA SEKOLAH

PANDUAN KERJA 1 IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI KEPALA SEKOLAH PANDUAN KERJA 1 IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI KEPALA SEKOLAH 1. Pendahuluan Induksi merupakan tahap penting dalam Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPB) bagi seorang guru. Program Induksi Guru

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

UNIT 7 : PELAKSANAAN KEGIATAN KKG DAN MGMP

UNIT 7 : PELAKSANAAN KEGIATAN KKG DAN MGMP UNIT 7 : PELAKSANAAN KEGIATAN KKG DAN MGMP UNIT 7 : PELAKSANAAN KEGIATAN KKG DAN MGMP Waktu: 120 menit A. PENGANTAR Banyak upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Salah satu kegiatan yang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 39 TANGGAL : 14 Mei 2013 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PERUBAHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

PERUBAHAN YANG BERKESINAMBUNGAN UNIT 5b MENDORONG PERUBAHAN YANG BERKESINAMBUNGAN UNIT 5b MENDORONG PERUBAHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Pendahuluan Ide peningkatan mutu pembelajaran yang dikenalkan dalam banyak pelatihan telah dicoba untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Pengantar. Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II. 2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II Pengantar Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II 2 - Modul II Praktik yang Baik di Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) - 3 Pengantar Modul Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGINTEGRASIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

PANDUAN PENGINTEGRASIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PANDUAN PENGINTEGRASIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia yang dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Merancang Pembelajaran dengan Satu Komputer (Backward Design)

Merancang Pembelajaran dengan Satu Komputer (Backward Design) Merancang Pembelajaran dengan Satu Komputer (Backward Design) Deskripsi Kegiatan Sesi ini digunakan untuk mulai bekerja dengan guru untuk merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasi

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 Topik #1 Manajemen Guru Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019 secara eksplisit menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Di era otonomi daerah, salah satu prasyarat penting yang harus dimiliki dan disiapkan setiap daerah adalah perencanaan pembangunan. Per definisi, perencanaan sesungguhnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

UNIT 1 TELAAH KURIKULUM

UNIT 1 TELAAH KURIKULUM UNIT 1 TELAAH KURIKULUM UNIT 1 TELAAH KURIKULUM Pendahuluan Unit ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengkaji secara mendalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) yang terdapat

Lebih terperinci

UNIT 9 BAGAIMANA MENJADI FASILITATOR YANG EFEKTIF?

UNIT 9 BAGAIMANA MENJADI FASILITATOR YANG EFEKTIF? UNIT 9 BAGAIMANA MENJADI FASILITATOR YANG EFEKTIF? (Unit 9 ini khusus untuk Pelatihan Fasilitator) UNIT 9 BAGAIMANA MENJADI FASILITATOR YANG EFEKTIF? Pendahuluan Sebagai seorang fasilitator harus menguasai

Lebih terperinci

TAHAPAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TAHAPAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH LAMPIRAN VII : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : TANGGAL : TAHAPAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH A. PENGENDALIAN DAN EVALUASI TERHADAP KEBIJAKAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016 BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016 BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016 BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izinnya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI Nomor : Tanggal : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan

Lebih terperinci

Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia s Teachers, Administrators, and Students (USAID PRIORITAS)

Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia s Teachers, Administrators, and Students (USAID PRIORITAS) Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia s Teachers, Administrators, and Students (USAID PRIORITAS) MODUL IIIC PRAKTIK YANG BAIK DI SEKOLAH DASAR/ MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah proses yang direncanakan dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya. Aspek pembangunan meliputi sosial,

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Secara de jure Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KOTA TANGERANG SELATAN

KOTA TANGERANG SELATAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN KOTA TANGERANG SELATAN PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN POKJA AMPL KOTA TANGERANG SELATAN 2011 Daftar Isi Bagian 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

UNIT 6 : KKG DAN MGMP A. Pengelolaan KKG dan MGMP B. Praktik KKG dan MGMP Untuk Meningkatkan PAKEM

UNIT 6 : KKG DAN MGMP A. Pengelolaan KKG dan MGMP B. Praktik KKG dan MGMP Untuk Meningkatkan PAKEM UNIT 6 : KKG DAN MGMP A. Pengelolaan KKG dan MGMP B. Praktik KKG dan MGMP Untuk Meningkatkan PAKEM UNIT 6 : KKG DAN MGMP A. Pengelolaan KKG dan MGMP Waktu : 3 jam 45 menit A. Pendahuluan Pada paket pelatihan

Lebih terperinci

LPF 5. MERUMUSKAN RENCANA STRATEGIS 150 menit

LPF 5. MERUMUSKAN RENCANA STRATEGIS 150 menit LPF 5 MERUMUSKAN RENCANA STRATEGIS 150 menit 1 TUJUAN Tujuan umum - merumuskan rencana strategis yang berisi visi, misi, tata nilai, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan secara partisipatif 2 TUJUAN

Lebih terperinci

Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 2

Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 2 Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 2 Desember 2009 Modul Pelatihan Modul pelatihan ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

Melakukan Pendampingan yang Efektif

Melakukan Pendampingan yang Efektif Kegiatan 3: Simulasi Pendampingan Menggunakan Panduan (70 menit) (1) Fasilitator membagikan Handout Peserta 2.1: Lima Langkah Pendampingan yang Efektif, peserta mempelajarinya, kemudian fasilitator memberi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENJA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENJA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENJA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2015 DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN MUSI RAWAS 2015 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Buku Pegangan Pembekalan Admin Program Guru Pembelajar

Buku Pegangan Pembekalan Admin Program Guru Pembelajar i ii DESKRIPSI SINGKAT BUKU PEGANGAN PEMBEKALAN ADMIN GURU PEMBELAJAR Buku pegangan ini disusun untuk membantu admin dalam melakukan persiapan dan mendukung kelancaran Guru Pembelajar (GP). Diharapkan

Lebih terperinci

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015 i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan pembangunan daerah senantiasa

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI BAGAN ALIR TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN RPJPD dan PELAPORAN 1. Laporan Pra-Pelingkupan 3. Laporan Draf Akhir Persiapan Penyusunan RPJPD 0 2. Laporan Pelingkupan 4. Laporan

Lebih terperinci

DESKRIPSI JABATAN. Dewan Legislatif Oregon BAGIAN 1. INFORMASI JABATAN. Tanggal Efektif September 2007

DESKRIPSI JABATAN. Dewan Legislatif Oregon BAGIAN 1. INFORMASI JABATAN. Tanggal Efektif September 2007 Dewan Legislatif Oregon DESKRIPSI JABATAN BAGIAN 1. INFORMASI JABATAN Tanggal Efektif September 2007 Tingkat Klasifikasi Nomor Klasifikasi CALA-4, (ini merupakan level keempat dari klasifikasi empat seri)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN MUSRENBANG KECAMATAN, DISKUSI FORUM SKPD DAN MUSRENBANG KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2017

PETUNJUK PELAKSANAAN MUSRENBANG KECAMATAN, DISKUSI FORUM SKPD DAN MUSRENBANG KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2017 PETUNJUK PELAKSANAAN MUSRENBANG KECAMATAN, DISKUSI FORUM SKPD DAN MUSRENBANG KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2017 I. DASAR PELAKSANAAN 1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan daerah tahun keempat RPJMD Kabupaten Tebo tahun 2011 2016, dalam rangka mendukung Menuju

Lebih terperinci

B A B P E N D A H U L U A N

B A B P E N D A H U L U A N B A B P E N D A H U L U A N I 1.1. Latar Belakang. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disebut RENJA-SKPD adalah suatu dokumen perencanaan yang sangat penting, karena di dalamnya mengandung

Lebih terperinci

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TANGGAL : 14 MARET 2009 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci