BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA DAN KEPAILITAN
|
|
- Suhendra Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA DAN KEPAILITAN 2.1 Bank Pengertian Bank Pengertian Bank Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart ialah badan usaha yang wujudnya ialah memuaskan keperluan orang lain, dengan cara memberikan kredit yang berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan cara dengan menambah uang baru (kertas atau logam). Menurut O.P Simorangkir, Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Ada pun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-danayang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. 13 Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam 13 Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan, Cv. Mandar Maju, Bandung, h.1. 18
2 19 bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Fungsi Bank Berbicara tentang fungsi Bank, maka fungsi Bank sebagai berikut : 1. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Trust fungsi Bank sebagai agent of trust ialah suatu lembaga yang berlandaskan pada suatu kepercayaan. Dasar utama pada kegiatan perbankan yaitu kepercayaan, baik itu sebagai penghimpun dana ataupun penyaluran dana. Dalam hal tersebut Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di Bank apabila dilandasi dengan kepercayaan. 2. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Development Fungsi Bank ialah sebagai agent of development ialah suatu lembaga yang memobilisasi dana berguna untuk pembangunan ekonomi suatu negara. Kegiatan Bank tersebut berupa penghimpun dan juga penyalur dana sangatlah diperlukan bagi lancarnya suatu kegiatan perekonomian di sektor riil. Dalam hal tersebut Bank memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan untuk investasi, distribusi, dan juga kegiatan konsumsi barang serta jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi, distribusi dan juga konsumsi tidak terlepas dari adanya penggunaan uang.
3 20 3. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Services Fungsi Bank sebagai agent of service ialah merupakan lembaga yang memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal tersebut Bank memberikan jasa pelayanan perbankan kepada masyarakat agar masyarakat tersebut merasa aman dan juga nyaman dalam menyimpan dananya itu. Jasa yang ditawarkan didalam Bank tersbut sangat erat kaitannya dengan suatu kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. 2.2 Bank Indonesia Pengertian Bank Indonesia Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UUBank Indonesiamemberikan definisi Bank Indonesia sebagai berikut. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Istilah Bank Sentral dan penggunaanya dalam sejarah ekonomi baru muncul belakangan, paling awal pada permulaan abad ke-20. Perdefinisi, bank sentral adalah banknya Bank, banknya pemerintah, dan penjaga cadangan devisa suatu negara. Bank sentral tumbuh karena dua faktor utama. Pertama, banyak pemerintah (di eropa)
4 21 menyadari bantuan finansial yang akan diperoleh jika mereka mendukung Bank sentral baik swasta maupun Bank negara. Kedua, Bank sentral dibutuhkan untuk menyatukan sistem pembuatan dan peredaran mata uang, mengelola dan melindungi cadangan uang negara, dan meningkatkan sistem pembayaran (Swiss, Itali dan Jerman). Bank sebagai lembaga keuangan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan, baik dengan modal sendiri maupun modal pihak ketiga maupun dengan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. 14 Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan atau kekurangan dana. Hermansyah berpendapat bahwa pada prinsipnya sumber dana dari suatu Bank itu terdiri dari 4 (empat) sumber dana, yaitu Dana yang bersumber dari Bank sendiri 2. Dana yang bersumber dari masyarakat 3. Dana yang bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral 4. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank 14 Mohhmad Fajrul Falaakh, 2002, Bank Sentral Dalam Hukum Konstitusi, Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gadjah Mada h Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.44.
5 22 Dana yang terdapat pada Bank merupakan dana yang bersumber dari berbagai pihak. Pihak Bank memperoleh dana tersebut dengan melakukan perjanjian tertentu dengan pihak-pihak yang memiliki dana tersebut. Sehingga ketika Bank menjalankan fungsinya Bank dapat berkedudukan sebagai kreditor dalam hubungannya dengan pihak yang menerima dana dari pihak Bank, dan disisi lain Bank berkedudukan sebagai debitor ketika berhubungan dengan pihak yang memberikan dana TujuanBank Indonesia Di dalam pasal 7 UUBank Indonesiasecara tegas dinyatakan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah tersebut sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta h.106.
6 23 Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undangundang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efesien Tugas Bank Indonesia Bank Indonesia mempunyai tugas sebagaimana tercantum dalam pasal 8 UUBank Indonesia, tugas tersebut terbagi menjadi 3 pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu : 1. tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2. tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3. tugas mengatur dan mengawasi Bank. Dalam pasal 10 UUBank Indonesiaditegaskan bahwa dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya, serta melakukan pengendalian moneter dengan mempergunakan
7 24 berbagai cara, antara lain operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit pembiayaan. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang melaksanakan dan memberikan persetujuan atau izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya, serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. a. Pengaturan dan penyelenggaraan kliring serta penyelesaian akhir transaksi terdapat dalam pasal 16 UUBank Indonesia. Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. b. Mengeluarkan dan mengedarkan uang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah, serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran. Bank Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah (terdapat pada pasal 19 UUBank Indonesia). Sebagai konsekuensinya, Bank Indonesia harus
8 25 menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah cukup dan dengan kualitas memadai. Pasal 8 UUBank Indonesia menyatakan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu Bank, melaksanakan pengawasan Bank, serta mengenakan sanksi terhadap Bank (terdapat dalam pasal 24 UUBank Indonesia). Berkaitan dengan kewenangannya, Bank Indonesia dapat. 1. Memberikan dan mencabut izin usaha Bank; 2. Memberikan izin pembukaan, penutupan, pemindahan kantor Bank; 3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank; 4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu (terdapat dalam pasal 26 UUBank Indonesia). 17 Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung. Untuk mencapai kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut juga tidak terlepas dari kondisi sistem perbankannya yaitu sistem 17 H. Malayu S.P.Hasibuan, 2011, Dasar-DasarPerbankan, Bumi Aksara, Jakarta, h.32.
9 26 perbankan yang sehat.dalam hal ini, sistem perbankan yang sehat, selain mendukung kinerja sistem pembayaran, juga akan mendukung pengendalian moneter mengingat mekanisme transmisi kebijakan moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama berlangsung melalui sistem perbankan. Dengan keterkaitan yang saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan Bank Indonesia akan berhasil dengan baik. 18 Salah satu tugas Bank Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank, pengawasan terhadap Bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat langsung atau pengawasan tidak langsung. Yang dimaksud pengawasan langsung adalah bentuk pemeriksaan yang disertai dengan pengawasan tindakan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung dalam bentuk penelitian, analisis, evaluasi laporan Bank. 2.3 Kepailitan Pengertian Kepailitan Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. 19 Subekti dan Tjitrosoedibio mengemukakan pengertian pailit sebagai berikut. Pailit adalah keadaan di mana seorang debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para 18 F.X.Sugiyono dan Ascarya, 2005, Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, Jakarta, h M. Hadi Shubhan II, op.cit, h.1.
10 27 kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit, maka harta kekayaannya dikuasai oleh balai Harta Peninggalan selaku curatrice(pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan bagi semua kreditor. 20 Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor (orangorang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang -orang berpiutang). 21 Dalam kepustakaan, Algra mendefinisikan kepailitan adalah faillissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser. 22 (Kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang) untuk melunasi utang - utangnya kepada kreditor (si berpiutang)). Istilah pailit bila ditelusuri lebih mendasar dijumpai di dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda, didalam bahasa Perancis dijumpai istilah lefailliyang artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran, untuk arti yang sama didalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillietsedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail, dan didalam bahasa latin dikenal dengan 20 Syamsudin M. Sinaga, 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, h Adrian Sutedi, op.cit, h Algra, Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht (Groningen: Tjeenk Willink, 1974), h.425 dikutip dalam M.Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta h.1.
11 28 istilah fallire. Pailit didalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor (yang berhutang) yang berhenti membayar hutang-hutangnya. 23 Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada UUKepailitanketentuan pasal 1 angka 1 mendefinisikan kepailitan sebagai berikut. sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Dari penjelasan yang diberikan oleh para ahli dan penjelasan yang diberikan oleh Undang-undang di atas terdapat perbedaan pengertian antara istilah pailit dengan kepailitan. Pailit merupakan keadaan di mana debitor tidak mampu untuk membayar utang-utangnya kepada para kreditornya. Berbeda dengan pengertian pailit, yang dimaksud dengan kepailitan adalah mekanisme atau suatu proses di mana debitor yang tidak dapat membayar utang-utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Oleh sebab itu, istilah yang digunakan terhadap debitor dalam kepailitan adalah debitor pailit dan bukan debitor kepailitan, sebab istilah pailit merujuk pada keadaan debitor yang berhenti membayar dan telah diputus pailit oleh pengadilan, sementara istilah kepailitan merujuk pada mekanisme atau serangkaian proses yang digunakan sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan keadaan debitor yang demikian Maksud dan Tujuan Hukum Kepailitan 23 Zainal Azikin, 1990, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Hutang di Indonesia, PT Bina Ilmu, Surabaya, h.22.
12 29 Untuk memberi keadilan bagi para kreditor dan untuk melindungi debitor dari perbuatan semena-mena kreditor maka hukum kepailitan sangat dibutuhkan. Menurut Profesor Radin, dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, sebagaimana dikutip oleh Jordan et al., tujuan semua Undang-Undang kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya. 24 Dari hal yang dikemukakan di atas itu dapat diketahui tujuan-tujuan dari hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah sebagai berikut. 1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para kreditor. 2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. 3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. 25 Berdasarkan penjelasan umum UUKepailitan, maksud diaturnya hukum kepailitan adalah untuk. 1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor. 2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya. 3. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk 24 Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan memahami Faillissementsverordening Joncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,h Ibid.
13 30 memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa maksud dan tujuan utama dibentuknya hukum kepailitan adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada kreditor dan debitor dalam kepailitan. Perlindungan dan kepastian hukum tersebut menjadi jaminan bagi setiap kreditor untuk memperoleh pembayaran atas segala piutang-piutangnya secara adil. Keadilan dalam kepailitan tersebut diwujudkan melalui ketentuan-ketentuan yang melarang para kreditor untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu guna kepentingannya sendiri yang dapat mengurangi harta kekayaan debitor pailit sehingga merugikan pihak-pihak lain dalam kepailitan hal-hal itulah yang menjadi alasan dilakukannya sita umum atau sita bersama atas harta kekayaan debitor pailit, yaitu untuk memberi keadilan kepada setiap pihak sesuai dengan porsinya masing-masing Syarat Permohonan Pailit Dari ketentuan pasal 2 ayat (1) UUKepailitan, dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
14 31 Pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut mengandung pengertian bahwa untuk dapat mengajukan permohonan pailit maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1) Adanya utang; 2) Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; 3) Adanya dua atau lebih kreditor; dan 4) Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang; Adanya utang merupakaan penyebab adanya kepailitan, oleh karenanya maka adanya utang menjadi syarat mutlak dalam pengajuan permohonan pailit. Pasal 1 angka 6 UUKepailitan mengartikan utang secara luas yang meliputi segala kewajiban yang tidak hanya lahir karena perjanjian saja, namun juga lahir karena undang-undang. Keberadaan utang saja tidaklah cukup untuk dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan pailit, utang tersebut harus jatuh tempo atau telah melewati batas waktu tertentu sehingga dapat ditagih. Utang yang belum melewati batas waktu penagihan tidak dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan pailit. Selain utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, jumlah kreditor juga merupakan salah satu syarat pengajuan permohonan pailit. Debitor yang dapat dimohonkan pailit adalah debitor yang memiliki kreditor lebih dari satu dan debitor yang bersangkutan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dengan demikian maka debitor yang hanya memiliki satu kreditor saja tidaklah cukup dapat dimohonkan pailit.
15 32 Keseluruhan syarat-syarat yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut bersifat kumulatif atau tidak dapat dikurangi, dalam artian bahwa untuk dapat mengajukan permohonan pailit maka setiap syarat yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) UUKepailitan harus terpenuhi dan terbukti di sidang pengadilan.
BAB I PENDAHULUAN. kepada kreditor (si berpiutang)). Berdasarkan Hukum Positif Indonesia,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor berhenti melakukan pembayaran atas utang-utangnya kepada para kreditornya. Ketidakmampuan debitor dalam melakukan pembayaran
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37
51 BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 3.1 Kepailitan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit dan berkesinambungan. Dalam hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciTUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I.
TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA Mulyati, SE., M.T.I. Pendahuluan Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik dalam maupun luar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.
Lebih terperinciIndikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak
Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Undang-Undang Kepailitan tidak mengatur apakah harta kekayaan debitur masih melebihi
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara
Lebih terperinciMANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM
MANAJEMEN PERBANKAN By : Angga Hapsila, SE. MM BAB II UANG DAN BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI UANG 2. SYARAT UANG 3. PERAN/ FUNGSI UANG 4. NILAI WAKTU DARI UANG 5. BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Bank adalah salah satu badan financial yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, banyak badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. Meskipun kondisi
Lebih terperinciUNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan pembangunan di bidang perekonomian terlebih setelah krisis moneter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda
Lebih terperinciekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran
KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK
KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK Raden Besse Kartoningrat Fakultas Hukum, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya e-mail: radenbessekartoningrat@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciKOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI
KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tahun 1998 tentang perbankan. bentuk simpanan. berharga, transfer, dan sebagainya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian, Fungsi, dan Jenis Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pengertian bank menurut pasal 1 Undang Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan Bank adalah badan usaha yang menghimpun
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016
TUGAS BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL DI INDONESIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 1 Oleh: Nanda Ch. A. Patimbano 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
MODUL PERKULIAHAN Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 11 Abstract Dalam
Lebih terperinciMakalah Bank Central (Bank Indonesia) Ekonomi
http://saranghaeqoutes.blogspot.co.id/2016/11/makalah-bank-central-bank-indonesia.html Makalah Bank Central (Bank Indonesia) Ekonomi imam imroni 11/16/2016 08:56:00 am Ekonomi MAKALAH EVALUASI PROYEK BANK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciVegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM
Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang hidup memerlukan uang atau dana untuk membiayai keperluan hidupnya. Demikian juga halnya dengan suatu badan hukum. Uang diperlukan badan hukum, terutama perusahaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak
IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.
BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa dengan bertambah meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial berkemampuan terbatas yang diciptakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial berkemampuan terbatas yang diciptakan oleh Allah Subhana Wa Ta ala sehingga saling bergantung satu sama lain. Keterbatasan kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
Lebih terperinciREVIEW OF THE LAW AGAINST DEBT ABSORPTION BANKING CREDIT AGREEMENT YUYUK HERLINA / D
REVIEW OF THE LAW AGAINST DEBT ABSORPTION BANKING CREDIT AGREEMENT YUYUK HERLINA / D 101 09 397 ABSTRAK Dengan adanya perjanjian penanggungan antara kreditur dan penanggung, maka lahirlah akibat-akibat
Lebih terperinciPasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 diarahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperincimelakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya, 1 sedangkan kepailitan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D 101 09 205 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-undang Kepailitan. Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara
Lebih terperinciVegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM
* Menurut Stuart Verryn, BANK adalah suatu badan yg bertujuan unt memuaskan kebutuhan kredit, baik dg alat-alat pembayaran sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dg jalan memperedarkan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian
Lebih terperinciANDRI HELMI M, A.Md., SE., MM.
ANDRI HELMI M, A.Md., SE., MM. 1. General Overview 2. Banking overview 3. Kebijakan dan Regulasi Perbankan 4. Organisasi dan struktur bank 5. Manajemen dana bank 6. Manajemen aktiva dan pasiva 7. Manajemen
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan oleh Hakim dalam pengambilan keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam mengartikannya. Kesalahannya
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015
TINJUAN YURIDIS INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL 1 Oleh: Lucky P. Rantung 2 ABSTRAK Landasan hukum perbankan utama di Indonesia dan juga merupakan Landasan Konstitusionalnya menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan suatu bank dalam perekonomian modern merupakan kebutuhan yang sulit dihindari karena bank telah menyentuh pada seluruh aspek kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana
Lebih terperinciHUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Kata pengantar
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciPenundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI
Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI Pada kasus hukum kepailitan, setiap debitor yang dinyatakan pailit akan dapat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang- Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal
Lebih terperinciKEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada
Lebih terperinciB A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah
B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi
Lebih terperinciASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN
90 Jurnal Cepalo Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2018 ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN Rilda Murniati Fakultas Hukum, Universitas Lampung,
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - EKONOMI IPS BAB 6. LEMBAGA KEUANGAN BANK, BUKAN BANK dan SISTEM PEMBAYARANLatihan Soal 6.2
SMA/MA IPS kelas 10 - EKONOMI IPS BAB 6. LEMBAGA KEUANGAN BANK, BUKAN BANK dan SISTEM PEMBAYARANLatihan Soal 6.2 1. Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.
BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang ataupun barang kepada debitor, dengan didasari asumsi bahwa kreditor percaya debitor
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS DALAM PENYELESAIAN HARTA PAILIT DALAM PERADILAN 1 Oleh: Taufiq H.
KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS DALAM PENYELESAIAN HARTA PAILIT DALAM PERADILAN 1 Oleh: Taufiq H. Takalao 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana syarat dan putusan pernyataan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut :
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian, Fungsi dan Jenis Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pengertian bank menurut pasal 1 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, adalah sebagai berikut : Bank adalah
Lebih terperinciBank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana
Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana 1. Banyak yang mengira tugas Bank Indonesia sama dengan tugas bank komersial. Apa benar begitu, dan apa perbedaan Bank Indonesia dengan bank lain? 2. Banyak juga
Lebih terperinciBAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya
Lebih terperinci- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Kesinambungan pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN
20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1.1 Pengertian Bank menurut UU Perbankan. Pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah satu bagian dari lembaga keuangan yang menitikberatkan pada kegiatan menghimpun dana dari
Lebih terperinci