PERBEDAAN DERAJAT AGLUTINASI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ANTARA ERITROSIT TANPA PENCUCIAN DENGAN PENCUCIAN PADA PENDERITA TALASEMIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN DERAJAT AGLUTINASI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ANTARA ERITROSIT TANPA PENCUCIAN DENGAN PENCUCIAN PADA PENDERITA TALASEMIA"

Transkripsi

1 PERBEDAAN DERAJAT AGLUTINASI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ANTARA ERITROSIT TANPA PENCUCIAN DENGAN PENCUCIAN PADA PENDERITA TALASEMIA Vivi Keumala Mutiawati Abstrak. Pasien talasemia sering mendapatkan transfusi darah selama masa pengobatan. Derajat aglutinasi golongan darah dapat dilihat pada waktu pemeriksaan golongan darah. Pemeriksaan golongan darah dengan metode slide selama ini tidak dilakukan pencucian untuk eritrositnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan derajat aglutinasi golongan darah yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian terhadap sel eritrosit yang diperiksa pada penderita talasemia. Penelitian cross sectional ini dilakukan pada bulan Juli 2010 di Bagian DDD RSHS Bandung. Sampel penelitian adalah 37 orang penderita talasemia yang diperiksa golongan darah ABO dan Rhesus dengan metode slide. Semua sampel diperiksa golongan darah sebelum sel eritrosit dilakukan pencucian, kemudian diperiksa kembali setelah sel eritrositnya dilakukan pencucian dengan larutan fisiologis. Data hasil pemeriksaan dianalisis menggunakan metode chi square test. Perbandingan antara golongan darah dengan anti-a, anti-b dan anti-rh diantara eritrosit yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian terdapat perbedaan yang signifikan. (Nilai p <0,001, <0,001 dan 0,039). Hasil penelitian menunjukan perbedaan derajat aglutinasi pemeriksaan golongan darah yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian sel eritrosit pada penderita talasemia. (JKS 2013; 2: 65-70) Kata kunci : Golongan darah ABO, derajat aglutinasi, talasemia Abstract. Thalassemia patients often receive blood transfusion. Degree of agglutination of blood group examination to determine blood type. During this time there was no examination of blood group slides methods done without washing erythrocyte. The aim of this study is to determine the differences in the degree of agglutination of the blood group between unwashed and washed erythrocytes of the thalassemia patients. This cross sectional study was conducted in DDD RSHS Bandung on July Thirty-seven thalasemia patients samples are checked for ABO blood groups and Rhesus slide method. The samples were not washed and washed with saline. The results were analyzed by chi square test. Comparation between anti-a, anti-b dan anti-rh among erythrocyte not washed and washed was significant. (p value <0,001, <0,001 and 0,039). There are differences in the degree of agglutination of blood group examination of washed and unwashed erythrocytes in thalassemia patients. (JKS 2013; 2: 65-70) Key words : ABO blood type, degree of agglutinations, thalassemia Pendahuluan Aspek paling praktis antigen eritrosit adalah kemampuannya memicu pembentukan antibodi apabila ditransfusikan kepada resipien. Kelainan pada antigen eritrosit berkaitan dengan predisposisi penyakit tertentu. Antigen yang ada pada eritrosit biasanya stabil seumur hidup, dan antigen eritrosit dapat berubah dalam beberapa keadaan. Serum penderita yang mengandung jumlah blood group-specific soluble substances (BGSS) terlalu banyak dapat menetralisasi 1 Vivi Keumala Mutiawati adalah Dosen Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh antiserum yang dipakai dalam pemeriksaan golongan darah. Ciri spesifitas yang tidak terbentuk sempurna atau berubah karena suatu penyakit sehingga seolah-olah eritrosit mendapatkan antigen semu. Penyakit tertentu memperlihatkan perubahan antigen (pseudoantigen) pada pemeriksaan golongan darah, seperti pada penyakit yang menyebabkan stres hematopoesis seperti talasemia. Talasemia adalah suatu penyakit penurunan kecepatan sintesis satu atau lebih rantai globin dimana umur eritrosit menjadi pendek dan menyebabkan anemia, sehingga membutuhkan pengobatan transfusi darah berulang. 4-6,9 65

2 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013 Sistem golongan darah ABO terdiri dari tiga alel yaitu A, B, O dan AB. Gen A dan B mengendalikan sintesis enzim spesifik yang bertanggung jawab untuk penambahan residu karbohidrat tunggal (N-asetil galaktosamin untuk golongan A dan D-galaktosa untuk golongan B) pada glikoprotein atau glikolipid antigenik dasar dengan gula terminal L-fruktosa pada eritrosit dikenal sebagai substansi H. 1-3 Membran eritrosit mengandung banyak protein dan karbohidrat berbeda yang mampu memicu pembentukan antibodi. Antigen berbeda satu dengan lainnya dapat menyebabkan terbentuknya antibodi, sehingga dapat menimbulkan masalah klinis dan tidak terdeteksi di laboratorium. Sampai sekarang ini telah diketahui sekitar 500 antigen eritrosit dan 100 diantaranya telah dapat dideteksi secara serologik dengan menggunakan antiserum spesifik. Pembentukan antigen golongan darah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. 4-5 Gambar 1 Pembentukan antigen golongan darah, dimulai dari substansi prekursor kemudian berubah menjadi gen H, akhirnya membentuk antigen golongan darah. (Dikutip dari: Flynn 5 ) Substansi seluler yang dikenal sebagai antigen golongan darah merupakan produk gen yang spesifik dan juga bersifat imunogenik. Individu memiliki suatu pola genetik spesifik (genotipe) dan antigen ini biasanya mengekspresikan diri pada eritrosit (fenotipe), pola pewarisan ini disebut kodominan. Kesalahan penetapan golongan darah dapat juga disebabkan oleh antigen yang mempunyai daya reaktivitas yang tidak sama, misalnya pada golongan darah A yang terbagi menjadi beberapa subgrup. Subgrup ini sering menimbulkan kesulitan pada praktik laboratorium, antigen subgrup ini sangat lemah sehingga sukar dikenal dan bisa menyebabkan kesalahan dalam menetapkan golongan darah, misalnya golongan O atau B. Keadaan ini berbahaya bila yang ditetapkan itu adalah darah seorang pendonor. 2-7 Semakin banyak diketahui hubungan antara golongan darah dan berbagai penyakit akan memberikan info yang sangat penting untuk para ahli Bank Darah. Seseorang yang mendapat tranfusi untuk kedua kalinya dengan antigen eritrosit yang sama dapat timbul reaksi, pembentukan antibodi akan berlangsung lebih cepat dengan titer yang lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan reaksi yang disebut dengan reaksi transfusi. 5,7,9 Standar World Health Oganization (WHO) untuk pemeriksaan golongan darah adalah dengan metode tabung. Identifikasi pemeriksaan golongan darah ABO dapat dilakukan dengan metode tabung dan metode slide, dengan forward dan reverse typing. Interpretasi hasil forward dan reverse typing harus selalu sesuai, bila tidak maka akan terjadi diskrepansi golongan darah yang dapat menyebabkan reaksi transfusi. Pencucian sel eritrosit terlebih dahulu dengan larutan salin dianjurkan sekurang-kurangnya satu kali untuk menghilangkan faktor substansi seluler yang terdapat di dalam plasma. Substansi seluler tersebut bila tidak dibuang akan mengakibatkan hasil pemeriksaan golongan darah menjadi kurang baik, karena akan terjadi netralisasi sehingga hasil pemeriksaan dapat keliru. 66

3 Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah Semua jenis antibodi (irregular antibody/antibodi ireguler) harus dicari dalam serum penderita. Sel eritrosit yang sudah dicuci dibuat suspensi salin masingmasing 5% untuk pemeriksaan metode tabung dan 10% untuk metode slide. Prinsip pemeriksaan didasarkan pada reaksi aglutinasi eritrosit yang terjadi antara eritrosit penderita dengan reagen Anti-A, Anti-B dan Anti-AB (optional). Reaksi aglutinasi eritrosit pada golongan darah ABO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Reaksi Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah ABO ABO Blood Group Typing Reactions With (Forward) (Reverse) Interpretation Anti-A Anti-B Anti-A,B A1 Cells B Cells A B AB O (Dikutip dari: Flynn 5 ) Derajat reaksi aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah adalah : (1) Positif 4 (+4/+++++) : terlihat gumpalan besar dengan cairan jernih di sekitarnya; (2) Positif 3 (+3/+++) : terlihat sebagian sel bergumpal besar dengan cairan jernih di sekitarnya; (3) Positif 2 (+2/++) : terlihat gumpalan agak besar dengan cairan agak merah di sekitarnya; (4) Positif 1 (+1/+) : terlihat gumpalan kecil dengan cairan merah di sekitarnya; (5) Positif-negatif ± (+w): gumpalan tidak terlihat jelas harus dengan bantuan mikroskop; (6) Lisis : suspensi sel darah berwarna merah jernih; (7) Negatif (-/0) : tersuspensi atau homogen. Diskrepansi terjadi ketika ditemukan reaksi dua positif dan dua negatif tidak terlihat dan seringkali disebabkan oleh masalah teknis. 8-9,11-12 Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terjadi perbedaan derajat aglutinasi pemeriksaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dan dengan pencucian pada penderita talasemia yang mendapat transfusi berulang. Subjek dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yang dilakukan di Bank Darah Rumah Sakit Hasan Sadikin (DDD-RSHS) Bandung pada bulan juli Subjek penelitian adalah 37 orang penderita talasemia yang akan mendapat transfusi darah dan melakukan pemeriksaan golongan darah. Pengambilan sampel darah whole blood dilakukan secara consecutive sampling, dan pemeriksaan golongan darah dilakukan secara forward dan reverse typing dengan metode slide. Setiap sampel dilakukan pemeriksaan golongan darah anti-a dan anti-b dan anti- D sebanyak dua kali, pertama; sampel tanpa pencucian langsung diperiksa golongan darah ABO dan Rh, kedua; sampel dilakukan pencucian dengan salin dan disentrifus sebanyak tiga kali, kemudian eritrosit dibuat pengenceran menjadi 10% dengan salin, dan diperiksa golongan darah ABO dan Rh. Interpretasi hasil pemeriksaan dilakukan oleh dua orang pembaca hasil pemeriksaan golongan darah, sesuai standar dari American Association of Blood Bank. Hasil penelitian diolah dengan metode statistik chi Square test, dengan tingkat kepercayaan 95% (p 0.05). 2-5,7-12 Hasil Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-A antara eritrosit yang tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini. 67

4 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013 Tabel 2 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-a antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSH Bandung Anti-A dengan Pencucian Variabel Nilai p Negatif Anti-A tanpa Pencucian (n=25) (n=0) (n=1) (n=4) (n=7) Negatif 25(100%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) < (0%) 0(0%) 1(33.3%) 2(66.7%) 0(0%) +4 0(0%) 0(0%) 0(0%) 2(22.2%) 7(77.8%) Pada Tabel 2 derajat aglutinasi pada eritrosit tanpa pencucian menunjukkan derajat aglutinasi yang sama atau lebih rendah 1 derajat pada eritrosit tanpa pencucian. Hal ini bisa dilihat pada derajat aglutinasi negatif pada eritrosit tanpa pencucian, tidak terdapat derajat aglutinasi yang positif pada eritrosit dengan pencucian, 100% memperlihatkan derajat aglutinasi negatif. Pada derajat aglutinasi +3 eritrosit tanpa pencucian sebanyak 66.7% menunjukkan derajat aglutinasi yang sama dan 33.3% menunjukkan derajat aglutinasi yang lebih rendah yaitu +2 pada eritrosit dengan pencucian. Demikian juga pada eritrosit tanpa pencucian dengan derajat aglutinasi +4 menunjukkan derajat aglutinasi yang sama sebanyak 77.8%, dan derajat aglutinasi yang lebih rendah (+3) sebanyak 22.2%. Tidak terdapat perbedaan derajat aglutinasi +2, +1 maupun negatif. Hasil chi square test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian hasil pemeriksaan anti-a antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p<0.001 (p 0.05). Perbandingan hasil pemeriksaan anti-b antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dapat dijelaskan pada Tabel 3 di beri kut ini. Tabel 3 Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung Anti-B dengan Pencucian Variabel Nilai p Negatif Anti-B tanpa Pencucian (n=24) (n=0) (n=0) (n=4) (n=9) Negatif 24(100%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) < (0%) 0(0%) 0(0%) 3(50.0%) 3(50.0%) +4 0(0%) 0(0%) 0(0%) 1(12.5%) 6(85.7%) Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasil pemeriksaan anti-b dengan eritrosit tanpa pencucian menunjukkan hasil negatif yang sama dibandingkan dengan pencucian yaitu 24 orang (100%). Hasil +3 Anti-B eritrosit tanpa pencucian sama dengan eritrosit dengan pencucian yaitu sebanyak 3 orang (50.0%), namun +3 Anti-B eritrosit tanpa pencucian dibandingkan dengan dicuci berubah menjadi +4 yaitu sebanyak 3 orang (50.0%). Hasil Anti-B tanpa pencucian yang tidak mengalami perubahan derajat aglutinasi setelah pencucian yaitu tetap +4 adalah 6 orang (85.7%). Namun ditemukan juga Anti-B eritrosit tanpa pencucian dengan derajat aglutinasi +4 turun menjadi +3 setelah pencucian yaitu 1 orang (12.5%). Hasil chi square test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p<0.001 (p 0.05). Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-Rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dapat dijelaskan pada Tabel 4 berikut ini. 68

5 Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah Tabel 4 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung Variabel Anti-Rh dengan Pencucian Nilai p Anti-Rh tanpa Pencucian (n=3) (n=15) (n=15) (n=5) +1 1(100%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) +2 0(0%) 3(60.0%) 2(40.0%) 0(0%) < (7.7%) 9(34.6%) 12(46.2%) 2(8%) +4 0(0%) 3(50.0%) 1(16.7%) 2(33.3%) Berdasarkan Tabel 4 pemeriksaan Anti-Rh menunjukkan tidak terjadi perubahan derajat +1 antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian yaitu 1 orang (100%), juga tidak ada yang berubah derajat aglutinasi dari +1 menjadi +2, +3, dan +4. Hasil derajat aglutinasi +2 tidak berubah setelah pencucian yaitu 3 orang (60.0%), namun derajat aglutinasi +2 tanpa pencucian yang berubah menjadi +3 setelah pencucian yaitu 2 orang (40.0%), namun terjadi perubahan derajat aglutinasi dari +2 tanpa pencucian menjadi +4 dengan pencucian. Derajat aglutinasi +3 tanpa pencucian terjadi penurunan menjadi +1 dengan pencucian yaitu 2 orang (7.7%), dan menjadi +2 setelah pencucian yaitu 9 orang (34.6%). Peningkatan derajat aglutinasi dari +3 tanpa pencucian menjadi +4 setelah pencucian yaitu sebanyak 2 orang (8%), tetapi tidak terjadi perubahan derajat aglutinasi +3, tanpa pencucian dengan pencucian yaitu 12 orang (46.2%). Derajat aglutinasi +4 tanpa pencucian tidak terjadi perubahan menjadi +1 setelah pencucian, namun terjadi perubahan derajat aglutinasi menjadi +4 tanpa pencucian menjadi +2 dengan pencucian yaitu sebanyak 3 orang (50.0%), dan +3 dengan pencucian yaitu 1 orang (16.7%), namun tidak terjadi perubahan derajat aglutinasi +4 setelah pencucian yaitu 2 orang (33.3%). Hasil chi square test pada kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pemeriksaan Anti- Rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p=0.039 (p 0.05). Pembahasan Keunggulan eritrosit yang mengalami pencucian adalah tidak ada lagi antibodi ireguler yang dapat menyebabkan hasil positif palsu pada proses aglutinasi sel eritrosit yang diperiksa golongan darahnya. 2 Pada penelitian ini terjadi perubahan derajat aglutinasi positif hasil pemeriksaan golongan darah terutama pada pemeriksaan Anti-A dengan derajat +3 dan +4 (66.7% dan 77.8%), pada pemeriksaan Anti-B dengan derajat aglutinasi +3 dan +4 (50.0% dan 85.7%), pada pemeriksaan Anti-Rh dengan derajat aglutinasi +3 (46.2%). Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa eritrosit sebaiknya dicuci sebelum dilakukan pemeriksaan golongan darah pada penderita talasemia, karena terjadi perubahan derajat aglutinasi positif pada pemeriksaan golongan darah dari eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian, sehingga kemungkinan dapat ditemukan ada atau tidak adanya diskrepansi pada pemeriksaan golongan darah dengan metode slide. Derajat aglutinasi akan memberikan gambaran kemungkinan golongan darah yang diperiksa mengalami diskrepansi, sehingga seringkali sampel darah harus dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum pemeriksaan golongan darah dilakukan. Diskrepansi yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya antigen atau substansi seluler lain yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan golongan darah. 2,4 Terdapat kesamaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penelitian ini, tetapi kesamaan ini tidak diikuti dengan kesamaan derajat aglutinasi. Terjadi perubahan positivitas 69

6 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013 derajat aglutinasi eritrosit pada golongan darah A,B, O dan AB. Perubahan derajat aglutinasi yang terlihat bervariasi, mulai dari derajat aglutinasi lemah (+1 dan +2) sampai kuat (+3 dan +4). Sehingga para analis dan klinisi Bank Darah tidak perlu ragu untuk mengeluarkan hasil pemeriksaan golongan darah dengan sampel whole blood tanpa dilakukan pencucian terlebih dahulu. 2-7 Keadaan lain yang dapat menyebabkan diskrepansi hasil pemeriksaan golongan darah adalah kesalahan (error) teknis yang dilakukan oleh pemeriksa (analis) terjadi pada waktu proses pemeriksaan. Banyak hal teknis yang dapat mengakibatkan error yang menyebabkan diskrepansi ABO, dan untuk mengatasi ini pemeriksaan diulang dengan menggunakan sampel yang sama dengan menambahkan salin ke dalam eritrosit. Sangat penting untuk memastikan semua faktor teknis yang dapat menyebabkan diskrepansi ABO diperiksa dan dikoreksi ulang, dan juga harus mendapat informasi esensial mengenai umur, diagnosis, riwayat transfusi, riwayat pemakaian obat, kadar imunoglobulin, serta riwayat kehamilan dari penderita. Apabila diskrepansi masih terjadi, direncanakan untuk mengambil sampel baru dari penderita untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Kesimpulan Terdapat perbedaan derajat aglutinasi hasil pemeriksaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia. Perbandingan derajat aglutinasi hasil pemeriksaan Anti- A, Anti-B dan Anti-D (Rh) antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian terdapat perbedaan bermakna masing-masing dengan nilai p<0.001, p<0.001 dan p=0.039 (p 0.05). Keadaan ini disebabkan oleh penderita talasemia sering mendapat transfusi berulang, sehingga antigen yang ada di dalam darah donor dan kemudian ditransfusikan dapat menyebabkan diskrepansi antigen golongan darah pada penderita talasemia. Daftar Pustaka 1. Supandiman I. Hematologi Klinik. Alumni. Bukit Pakar Timur. Bandung : Rustam M. Almanak Transfusi Darah. Karena Darah Anda, Aku Selamat. Lembaga Pusat Transfusi Darah Indonesia. Jakarta : Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. 4 th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : Kresno SB. Hematologi dan Immunohematologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Flynn Jr JC. Essentials of Immunohematology. WB Saunders Company. Philadelphia : Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. 11 th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : Turgeon ML. Fundamentals of Immunohematology Theory and Technique. 2 nd ed. William & Wilkins. Philadelphia : Kumpulan Prosedur Kerja Standar Praktikum Serologi Golongan Darah. Jakarta. Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia. 9. Harmening DM. Modern Blood Banking and Transfusion Practises. 4 th ed. Book Promotion & Service Co. FA Davis Company : Hepler EO. Manual of Clinical Laboratory Methodes. 4 th ed. Blackwell Scientific Publications. England : Palang Merah Indonesia. Prosedur Tetap Pelayanan Transfusi Darah. Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin. Bandung Palang Merah Indonesia. Pedoman Pelayanan Transfusi Darah. Kegiatan Transfusi Darah, Penanganan Donor dan Kepuasan Pelanggan. Unit Transfusi Darah Palah Merah Indonesia Pusat. Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transfusi darah Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang

Lebih terperinci

b. Serum grouping ( Back Typing)

b. Serum grouping ( Back Typing) PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RH A. Metode Pemeriksaan 1. Metode Slide dengan Bioplate Cell Groupng (Forward Typing) dan Serum Grouping (Back Typing) B. Tujuan Pemeriksaan Menentukan antigen, antibody

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KADAR TITER ANTI-A YANG TINGGI PADA POPULASI GOLONGAN DARAH O DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2008

ABSTRAK PREVALENSI KADAR TITER ANTI-A YANG TINGGI PADA POPULASI GOLONGAN DARAH O DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2008 ABSTRAK PREVALENSI KADAR TITER ANTI-A YANG TINGGI PADA POPULASI GOLONGAN DARAH O DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2008 Emilia Christina, 2011 Pembimbing I : Jo Suherman, dr.,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan

Lebih terperinci

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH Alel merupakan bentuk alternatif sebuah gen yang terdapat pada lokus (tempat tertentu) atau bisa dikatakan alel adalah gen-gen

Lebih terperinci

Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan

Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan Penulis: Anbarunik Putri Danthin Abstrak Thalasemia merupakan penyakit keturunan yang disebabkan

Lebih terperinci

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H Shabrina Jeihan M XI MIA 6 G O LO N G A N D A R A H,U JI G O LO N G A N D A R A H D A N SISTEM TR A N SFU SI D A R A H G olongan darah Golongan darah -> klasifikasi darah suatu individu berdasarkan ada

Lebih terperinci

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS Ns. Haryati 2015 Lingkup Pembelajaran 1. Sejarah Golongan Darah 2. Definisi Golongan Darah 3. Jenis Golongan Darah: ABO 4. Rhesus 5. Pewarisan Golongan Darah 6. Golongan

Lebih terperinci

b) Prinsip c) Teori PENGGOLONGAN ABO

b) Prinsip c) Teori PENGGOLONGAN ABO I. PENDAHULUAN a) Tujuan 1. Menetukan adanya Antigen A dan antigen B pada plasma (cell grouping). 2. Menentukan adanya antibody A dan antibody B pada sel darah merah (serum grouping). b) Prinsip Antigen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kegunaan Penentuan Golongan Darah A, B, AB, O

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kegunaan Penentuan Golongan Darah A, B, AB, O 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegunaan Penentuan Golongan Darah A, B, AB, O Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Umum Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai

Lebih terperinci

Golongan Darah. darah donor + resipien. oleh karena terjadi aglutinasi

Golongan Darah. darah donor + resipien. oleh karena terjadi aglutinasi GOLONGAN DARAH 1 Golongan Darah Perbedaan golongan darah setiap orang disebabkan oleh karena adanya Antigen (Ag) Aglutinogen pada dinding eritrosit dan adanya antibody spesifik (Ab) Aglutinin di dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID ABSTRAK UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID Melisa, 2010, Pembimbing I : Penny S.M., dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sampel Pada penelitian kesesuaian besar flokulan test kualitatif terhadap test kuantitatif pada pemeriksaan VDRL sampel yang digunakan adalah sampel serum yang

Lebih terperinci

Alel Ganda Suhardi, S.Pt.,MP

Alel Ganda Suhardi, S.Pt.,MP Alel Ganda Suhardi, S.Pt.,MP Alel Ganda Alel Merupakan bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus ( tempat ) tertentu Alel ganda ( multiple alleles ) adalah bila dalam satu lokus terdapat lebih

Lebih terperinci

Golongan darah. Kuliah SP modul HOM 2009

Golongan darah. Kuliah SP modul HOM 2009 Golongan darah Kuliah SP modul HOM 2009 Sejarah : GOLONGAN DARAH Landsteiner (1900) : gol darah A, B, AB, O gol darah lain : Lewis, Duffi, rhesus, Kidd, Lutheran Yang terpenting ; ABO dan rhesus Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data WHO melaporkan bahwa kebutuhan akan darah secara global setiap tahunnya meningkat 1%, sementara jumlah darah yang didonasikan turun 1% setiap tahunnya. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insidensi gangguan toleransi glukosa cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kasus Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dan Sindrom Metabolik (Mets). Peningkatan insidensi

Lebih terperinci

ALEL GANDA. Luisa Diana Handoyo, M.Si.

ALEL GANDA. Luisa Diana Handoyo, M.Si. ALEL GANDA Luisa Diana Handoyo, M.Si. ALEL GANDA Merupakan fenomena adanya tiga atau lebih alel pada satu gen Pada umumnya satu gen memiliki dua alel alternatifnya Alel ganda dapat terjadi sebagai akibat

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan di PMI antara lain mencakup pengerahan donor, penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien. Kegiatan

Lebih terperinci

ALEL GANDA. Oleh ARNI AMIR

ALEL GANDA. Oleh ARNI AMIR ALEL GANDA Oleh ARNI AMIR ALEL GANDA Yaitu apabila sebuah lokus dalam sebuah kromosom ditempati oleh beberapa alel atau seri alel maka disebut alel ganda = Multiple Alleles. Konsep Alel Ganda 1. Warna

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK TRANSFUSI DARAH GOLONGAN DARAH. Disusun Oleh : Ayu Anulus. Putu Desy Metriani. Natalia Sandra Margasira. Ni Luh Novita Pratami

TUGAS KELOMPOK TRANSFUSI DARAH GOLONGAN DARAH. Disusun Oleh : Ayu Anulus. Putu Desy Metriani. Natalia Sandra Margasira. Ni Luh Novita Pratami TUGAS KELOMPOK TRANSFUSI DARAH GOLONGAN DARAH Disusun Oleh : Ayu Anulus Putu Desy Metriani Natalia Sandra Margasira Ni Luh Novita Pratami Ni Nyoman Ariwhidiani Ni Nyoman Sumarsini Sherly Dewu Tri Mulyanto

Lebih terperinci

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

ALEL OLEH : GIRI WIARTO ALEL OLEH : GIRI WIARTO Sejarah Singkat Dengan adanya Mutasi,sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. Mendel tidak dapat mengetahui adanya lebih dari satu alel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi cukup besar dan menimbulkan resiko lebih lanjut yang dapat. darah masih saja terjadi.( Soedarmono, S.M.Yuyun, 2008 ).

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi cukup besar dan menimbulkan resiko lebih lanjut yang dapat. darah masih saja terjadi.( Soedarmono, S.M.Yuyun, 2008 ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serologi golongan darah merupakan salah satu cabang ilmu dari transfusi darah yang berperan sangat penting sebelum darah sampai ke pasien yang akan menggunakan darah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Kadar Protein Supernatan Akhir Pada Pemantapan Mutu Komponen Washed Red Cells (WRC) di UTDC PMI Kota Semarang

Pemeriksaan Kadar Protein Supernatan Akhir Pada Pemantapan Mutu Komponen Washed Red Cells (WRC) di UTDC PMI Kota Semarang Pemantapan Mutu WRC Melalu Pemeriksaan Kadar Protein 151 Pemeriksaan Kadar Protein Supernatan Akhir Pada Pemantapan Mutu Komponen Washed Red Cells (WRC) di UTDC PMI Kota Semarang The Protein Concentration

Lebih terperinci

Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus pada Anak Kelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar di Desa Tribuana Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem

Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus pada Anak Kelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar di Desa Tribuana Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus pada Anak Kelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar di Desa Tribuana Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem 1* I Gede Putu Darma Suyasa, 2 Nadya Treesna Wulansari, 3 Ni Putu Kamaryati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan pustaka Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai Aplikasi Informasi Diet Berdasarkan Golongan Darah, aplikasi ini dirancang untuk dapat membantu

Lebih terperinci

GOLONGAN DARAH. Semester I 2016

GOLONGAN DARAH. Semester I 2016 GOLONGAN DARAH Semester I 2016 History Karl Landsteiner (1900) Golongan Darah Sistem golongan darah Paling penting: - ABO - Rhesus History of Blood Groups and Blood Transfusions Experiments with blood

Lebih terperinci

Sistem penggolongan darah manusia telah cukup banyak ditemukan sampai saat ini, seperti sistem golongan darah ABO, Sistem MNSs, Faktor Rh, dan

Sistem penggolongan darah manusia telah cukup banyak ditemukan sampai saat ini, seperti sistem golongan darah ABO, Sistem MNSs, Faktor Rh, dan Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian

Lebih terperinci

KASUS INCOMPATIBLE PADA PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING) PADA LEBIH DARI SATU DONOR DENGAN METODE GELL TEST

KASUS INCOMPATIBLE PADA PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING) PADA LEBIH DARI SATU DONOR DENGAN METODE GELL TEST KASUS INCOMPATIBLE PADA PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING) PADA LEBIH DARI SATU DONOR DENGAN METODE GELL TEST I. TUJUAN Untuk mengetahui keserasian/kecocokan antara darah donor dan darah resipien

Lebih terperinci

Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O

Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O Anita Oktari 1 *, Nida Daeninur Silvia 1 1 Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung Jl. Padasuka Atas No. 233

Lebih terperinci

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah SCREENING ANTIBODY Screening antibody test melibatkan pengujian terhadap serum pasien dengan dua atau tiga sampel reagen sel darah merah yang disebut sel skrining/sel panel. Sel panel secara komersial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Darah Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen, antibodi,

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA. Tujuan Pembelajaran

PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 2006/2013 Kelas XII biologi PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami tentang variasi sifat manusia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI... ABSTRAK... ABSTRACK... v KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI... ABSTRAK... ABSTRACK... v KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI... ABSTRAK... i ii iii iv ABSTRACK... v KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... vi vii ix DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Darah adalah cairan penting yang membawa oksigen dari paru-paru dan nutrisinutrisi dari organ-organ pencernaan ke sel-sel. Darah juga membawa CO 2 ke paru-paru dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr. iv ABSTRAK KESESUAIAN ANTARA MORFOLOGI ERITROSIT SEDIAAN APUS DARAH TEPI DENGAN NILAI HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA DARAH PENDONOR DI PALANG MERAH INDONESIA KOTA BANDUNG Alvin Senjaya, 2009 Pembimbing

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR ANTARA PERAWAT DENGAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI-GINEKOLOGI DI LABORATORIUM CITO YOGYAKARTA Disusun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA DI SUSUN OLEH : Maulina (0801027) Kelompok III` Tanggal praktikum: 22 Desember 2011 Dosen: Adriani Susanty, M.Farm., Apt Asisten: Gusti Wahyu Ramadhani

Lebih terperinci

Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012

Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012 Artikel Penelitian Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012 Dewi Oktavia 1, Rismawati Yaswir 2, Nora Harminarti 3 Abstrak Infeksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER ABSTRAK UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER Aisyah Mulqiah, 2016 Pembimbing I Pembimbing II : dr. Penny

Lebih terperinci

PENETAPAN GOLONGAN DARAH

PENETAPAN GOLONGAN DARAH PENETAPAN GOLONGAN DARAH I. TUJUAN Praktikan daat mempelajari dan memahami golongan darahnya dan reaksi aglutinasinya. II. DASAR TEORI Seseorang dapat meninggal apabila kehilangan 40% darahnya pada waktu

Lebih terperinci

Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Transfusi Darah dan Pada Reaksi Transfusi. Efrida 7 Maret 2012

Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Transfusi Darah dan Pada Reaksi Transfusi. Efrida 7 Maret 2012 Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Transfusi Darah dan Pada Reaksi Transfusi Efrida 7 Maret 2012 WHO : Blood is R E D R are E expensive D angerous Transfusi Darah Penggunaan darah atau komponen darah pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang kedokteran transfusi sudah. berkembang pesat dari sejak ditemukannya golongan darah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang kedokteran transfusi sudah. berkembang pesat dari sejak ditemukannya golongan darah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang kedokteran transfusi sudah berkembang pesat dari sejak ditemukannya golongan darah ABO pada tahun 1901 oleh Karl Landsteiner dan golongan darah

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI

PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN

Lebih terperinci

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH KELOMPOK/GELOMBANG: II/I KELAS : II C ANGGOTA : CIPTO SURIANTIKA (1204015080) FAJAR ADE KURNIAWAN (1204015163) KUDRAT RAHARDITAMA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH B LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH I L O G NAMA : ZANNE ARIENTA KELAS : XI IPA 4 TANGGAL : 27 NOVEMBER 2013 GURU PEMBIMBING : Bpk. BAMBANG S.Pd I SMAN 1 KABUPATEN TANGERANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemeriksaan di Unit Transfusi Darah Cabang Palang Merah Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. pemeriksaan di Unit Transfusi Darah Cabang Palang Merah Indonesia BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian 1234567Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Banyumas II,tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Talasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat perubahan atau kelainan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH PADA MANUSIA

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH PADA MANUSIA LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PENENTUAN GOLONGAN DARAH PADA MANUSIA KELOMPOK/GELOMBANG : 1 / 2 Ahmad Rois (1304015003) Astie Afriani (1304015078) Lisa Yuliana (1304015284) Rostuti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data 34 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data penderita

Lebih terperinci

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA PERBANDINGAN KADAR SOLUBLE fms-like TYROSINE KINASE 1 (sflt1) SERUM KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA Amillia Siddiq, Johanes C.Mose,

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum II. Landasan Teori Fenotip Alel

I. Tujuan Praktikum II. Landasan Teori Fenotip Alel I. Tujuan Praktikum Setelah selesai melakukan praktikum alel majemuk, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengenali fenotip pada dirinya sendiri yang dikendalikan oleh gen yang terdiri dari alel majemuk. 2.

Lebih terperinci

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993 ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993 Anthony M. Hartono, 2012 ; Pembimbing : Penny S. Martioso,

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI 090100056 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HUBUNGAN DIABETES

Lebih terperinci

ALAT PENGGOLONGAN DARAH ABO METODE SLIDE BERBASIS ATMEGA16 ABO BLOOD GROUPING SLIDE METHOD TOOL BASED ON ATMEGA16

ALAT PENGGOLONGAN DARAH ABO METODE SLIDE BERBASIS ATMEGA16 ABO BLOOD GROUPING SLIDE METHOD TOOL BASED ON ATMEGA16 Alat penggolongan darah ABO metode slide berbasis ATmega16 (Syahrul H.M.) 1 ALAT PENGGOLONGAN DARAH ABO METODE SLIDE BERBASIS ATMEGA16 ABO BLOOD GROUPING SLIDE METHOD TOOL BASED ON ATMEGA16 Oleh : Syahrul

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

GOLONGAN DARAH. Sejarah

GOLONGAN DARAH. Sejarah GOLONGAN DARAH Sejarah Tahun 1900 Landsteiner menemukan tiga dari Empat golongan darah yaitu A, B, O dgn cara Memeriksa gol. Darah teman sekerjanya. Tahun 1901 Von Decastelio dan Sturli menemu Kan gol.darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talasemia adalah penyakit genetik kelainan darah akibat penurunan produksi rantai globin, sehingga menyebabkan anemia. Distribusi talasemia terkonsentrasi pada thalassemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kadar bilirubin neonatus Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari produksi

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR)

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR) Nama : Benny Tresnanda PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR) Nim : P07134013027 I. Tujuan Untuk mengetahui adanya RF (Rheumatoid Factor) secara kualitatif dan semi kuantitatif pada sampel serum. II. Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN RHEUMATOID FAKTOR PADA PENDERITA TERSANGKA RHEUMATOID ARTHRITIS. Agnes Sri Harti 1, Dyah Yuliana 2

PEMERIKSAAN RHEUMATOID FAKTOR PADA PENDERITA TERSANGKA RHEUMATOID ARTHRITIS. Agnes Sri Harti 1, Dyah Yuliana 2 PEMERIKSAAN RHEUMATOID FAKTOR PADA PENDERITA TERSANGKA RHEUMATOID ARTHRITIS Agnes Sri Harti 1, Dyah Yuliana 2 1,2 Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Rheumatoid Faktor (RF) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transfusi darah 2.1.1 Pengertian Transfusi Darah Transfusi darah adalah suatu cara pengobatan berupa penambahan darah atau bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Darah Rumah Sakit Umum Salatiga adalah suatu unit dirumah sakit yang merupakan bagian dari instalasi laboratorium yang menyelenggarakan pelayanan darah untuk memenuhi

Lebih terperinci

BEBERAPA KONDISI DI BAWAH INI DAPAT MENYEBABKAN PEMBENTUKKAN ANTIBODI DALAM TUBUH:

BEBERAPA KONDISI DI BAWAH INI DAPAT MENYEBABKAN PEMBENTUKKAN ANTIBODI DALAM TUBUH: BEBERAPA KONDISI DI BAWAH INI DAPAT MENYEBABKAN PEMBENTUKKAN ANTIBODI DALAM TUBUH: Tes antibdi dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibdi tertentu yang menyerang sel darah merah. Antibdi adalah prtein

Lebih terperinci

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Albert Yap, 2013, Pembimbing I: Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing

Lebih terperinci

Beberapa kondisi di bawah ini dapat menyebabkan pembentukkan antibodi dalam tubuh:

Beberapa kondisi di bawah ini dapat menyebabkan pembentukkan antibodi dalam tubuh: Tes antibdi dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibdi tertentu yang menyerang sel darah merah. Antibdi adalah prtein yang dibuat leh sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melawan zat-zat asing

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Thalassaemia Thalassaemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia

Lebih terperinci

MULTIPEL ALEL PD GOLONGAN DARAH. Prof. DR. ENDANG PURWANINGSIH, MS, PA

MULTIPEL ALEL PD GOLONGAN DARAH. Prof. DR. ENDANG PURWANINGSIH, MS, PA MULTIPEL ALEL PD GOLONGAN DARAH Prof. DR. ENDANG PURWANINGSIH, MS, PA ALEL Anggota dr spsng gen yg mmliki pengaruh berlawanan, dimana 2 gen tsb trletak pd lokus yg sama tingginya pd kromosom homolog adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI Vivin Maria, 2006, Pembimbing I : Penny Setyawati M,

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin 42 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kadar hemoglobin digunakan sebagai patokan dalam dunia medis untuk mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin seseorang sulit ditentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : T.M. Reza Syahputra Henny Gusvina Batubara Tgl Praktikum : 14 April 2016 Tujuan Praktikum : 1. Mengerti prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Darah merupakan salah satu komponen yang paling penting di dalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Darah merupakan salah satu komponen yang paling penting di dalam tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan salah satu komponen yang paling penting di dalam tubuh manusia sebagai alat transportasi (Swastini dkk, 2016). Darah mempunyai dua komponen utama, plasma

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung ABSTRAK Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung Ananda D. Putri, 2010 ; Pembimbing I : H. Edwin S., dr, Sp.PD-KKV FINASIM

Lebih terperinci

ABSTRAK MORFOLOGI ERITROSIT PADA SEDIAAN APUS DARAH TEPI (SADT) SAMPEL DENGAN HASIL PEMERIKSAAN ONE TUBE OSMOTIC FRAGILITY TEST (OTOFT) POSITIF

ABSTRAK MORFOLOGI ERITROSIT PADA SEDIAAN APUS DARAH TEPI (SADT) SAMPEL DENGAN HASIL PEMERIKSAAN ONE TUBE OSMOTIC FRAGILITY TEST (OTOFT) POSITIF ABSTRAK MORFOLOGI ERITROSIT PADA SEDIAAN APUS DARAH TEPI (SADT) SAMPEL DENGAN HASIL PEMERIKSAAN ONE TUBE OSMOTIC FRAGILITY TEST (OTOFT) POSITIF Muhammad Chalid Ghozali Daulay, 2010 Pembimbing I : Christine

Lebih terperinci

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013 Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 - Juli 2013 Oleh : DIADORA 100100068 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM DARAH Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu Patologi Klinik 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1) Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK KESESUAIAN HASIL PEMERIKSAAN GLUKOSURIA UJI BENEDICT DENGAN GLUKOTES CARIK CELUP URIN PENDERITA DIABETES MELITUS

ABSTRAK KESESUAIAN HASIL PEMERIKSAAN GLUKOSURIA UJI BENEDICT DENGAN GLUKOTES CARIK CELUP URIN PENDERITA DIABETES MELITUS ABSTRAK KESESUAIAN HASIL PEMERIKSAAN GLUKOSURIA UJI BENEDICT DENGAN GLUKOTES CARIK CELUP URIN PENDERITA DIABETES MELITUS Fakhri Firman Gunawan, 2016 ;Pembimbing 1: dr.penny Setyawati M,SpPK,M.Kes Pembimbing2:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci