BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH"

Transkripsi

1 62 BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH 7.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kuningan, yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, provinsi, kabupaten atau kota, serta sebagai acuan bagi instansi pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi, dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan. Tujuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan ini adalah untuk menjadi pedoman bagi: a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar bagian wilayah Kabupaten Kuningan serta keserasian antar sektor; c) penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten Kuningan; d) penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten Kuningan; e) pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Kuningan. Penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan mengalami banyak perubahan, terutama pada penggunaan lahan untuk kawasan lindung yang luasnya mengalami penurunan (RTRW Kabupaten Kuningan, 2008). Hal ini disebabkan oleh bertambahnya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan, yang pertumbuhannya secara sporadis di sepanjang pembangunan jalan baru. Permasalahan alih fungsi lahan ini berupa kecenderungan perubahan fungsi lahan non terbangun menjadi lahan terbangun, diantaranya: 1. Alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan permukiman di Kecamatan Karangkancana, Ciwaru, Subang dan Selajambe dan lain lain; 2. Alih fungsi lahan kawasan berfungsi lindung menjadi kawasan permukiman; 3. Alih fungsi lahan kawasan konservasi menjadi kawasan permukiman; 4. Alih fungsi lahan kawasan lindung ideal menjadi kawasan permukiman;

2 63 5. Alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A. Salah satu permasalahan alih fungsi lahan adalah alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal kelas A. Kebutuhan akan aksesibilitas di Kabupaten Kuningan dengan dibangunnya Terminal Tipe A Kertawangunan semakin meningkat, terutama untuk peningkatan jalan. Jalan yang diperlukan untuk menembus Terminal Tipe A Kertawangunan adalah jalan lingkar timur. Hal ini telah direncanakan oleh pemerintah daerah selesai pada tahun Jalan lingkar timur dibangun dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akan dibangun dengan jalan sepanjang 3,25 kilometer dan lebar 15 meter. Jalan ini akan menjadi jalur alternatif lalu lintas menuju ke Terminal Tipe A Kertawangunan, sehingga dapat memperlancar arus lalu lintas menuju tempat tersebut, disamping itu dapat membuka akses Kedungarum-Kertawangunan-Ancaran. Pembangunan jalan lingkar timur ini sudah terdapat dalam RTRW Kabupaten Kuningan. Kebutuhan lahan untuk pembangunan jalan lingkar timur akan mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang masih tersisa di sekitar terminal. Lahan sawah ini pun telah melalui proses pembebasan dengan pemilik lahan. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya terkait dengan kawasan pertanian dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah pengendalian untuk luasan sawah beririgasi teknis di daerah secara keseluruhan tidak boleh berkurang. Pada kenyataannya, setelah pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang mengorbankan sawah irigasi teknis, harus kembali mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang lain untuk dikonversikan. Kebijakan tentang pengendalian lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Kuningan yang telah ada, tidak dapat mencegah terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis. Sebagaimana penuturan dari Bapak YYN pegawai Dinas Tata Ruang: sebenarnya dalam peraturan memang tidak boleh lahan sawah irigasi teknis dikonversikan. Meskipun pembangunan terlihat dengan jelas di depan mata, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.berhubung lahan tersebut dibutuhkan untuk pembangunan terminal dan ada kewenangan dari pemerintah daerah, oleh karena itu pembangunan dapat dilaksanakan.

3 64 Kawasan Strategis Kawasan Budidaya dengan pendayagunaan sumberdaya alam yang dikendalikan Perkembangannya dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah kawasan irigasi teknis di Kecamatan Sindang Agung, tetapi konversi lahan di Desa Kertawangunan tetap tidak dapat dihindarkan. Dampak lebih lanjut dari pembangunan terminal Tipe A Kertawangunan adalah pembangunan pemukiman dan perdagangan di sekitar desa dan Kecamatan Sindang Agung. Hal ini diproyeksikan pada Masterplan Kabupaten Kuningan, bahwa kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi yang terletak di sepanjang jalan kabupaten (kawasan perkotaan), meliputi: Cilimus, Jalaksana, Kramatmulya, Kuningan, Kadugede, Cigugur, Nusaherang, Ciawigebang, Garawangi, Sindang Agung, Lebakwangi, Luragung, dan Cibeureum. Salah satu kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi adalah Sindang Agung. Struktur ruang Sindang Agung berbentuk linier dengan embrio pertumbuhan lahan terbangun di sepanjang jalan kolektor tengah ke depan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Kecamatan Sindang Agung dimungkinkan mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena adanya pembangunan terminal tipe A di Desa Kertawangunan, sehingga aksesibilitas yang menghubungkan kota ini dengan wilayah lain cenderung lebih lancar. Proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan atau skenario urban design Kabupaten Kuningan juga disebutkan bahwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,68 persen per tahun, jumlah penduduk Sindang Agung pada tahun 2030 menjadi sebesar jiwa dengan kepadatan netto 106 jiwa/hektar. Sindang Agung ke depan akan tumbuh cepat terutama kawasan permukiman dan perdagangan sebagai imbas adanya pembangunan terminal tipe A. Pertumbuhan permukiman di kota Sindang Agung sebesar 1,33 persen per tahun, dan diperkirakan pada tahun 2030 luas kawasan terbangun di kota ini menjadi seluas 474 hektar (sebesar 38 persen).

4 65 Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Lahan Terbangun Kabupaten Kuningan Tahun 2030 Kebutuhan Lahan Terbangun (hektar) Sindang Agung Luas Permukiman tahun 2005 (ha) 307 Kavling Besar (500m 2 ) 17 Kebutuhan Lahan Permukiman (ha) Kavling Sedang (300m 2 ) 31 Kavling Kecil (100m 2 ) 37 Jumlah Kebutuhan Lahan Permukiman (ha) 85 Kebutuhan Fasilitas Permukiman (ha) 34 Total Kebutuhan Permukiman + Fasilitas (ha) 120 Luas Permukiman tahun 2030 (ha) 426 r Permukiman per tahun (%) 1.33 Luas Built Up Area 2030 (ha) 474 Jumlah Penduduk ,442 Kepadatan Netto 2030 (jiwa/ ha) 106 r Penduduk per tahun (%) 1.68 Sumber: Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006 Menurut Kustiawan (1997) faktor eksternal yang berpengaruh dalam konversi lahan pertanian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan perkotaan, yaitu perkembangan kawasan terbangun, pertumbuhan penduduk perkotaan dan pertumbuhan PDRB. Hal ini dapat dilihat dari kasus pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang diproyeksikan pada tahun 2030 akan mengalami pertumbuhan perkotaan. Jumlah penduduk yang diproyeksikan di Kecamatan Sindang Agung akan mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi dari Tahun (Lampiran 1). Pada tahun 2030, rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung diproyeksikan mencapai 40 jiwa/hektar (Lampiran 2). Hasil analisis proyeksi kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung tergolong tinggi karena kepadatan rata-rata untuk Kabupaten Kuningan adalah 22 jiwa/hektar. Luas pemukiman di Kecamatan Sindang Agung pada Tahun 2030 pun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada Tahun 2030 diperkirakan luas kawasan terbangun untuk pemukiman sebesar 256 hektar dengan pertambahan jumlah penduduk jiwa (Lampiran 3). Pendapatan Domestik Bruto Regional Kabupaten Kuningan pun sampai Tahun 2030 akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan

5 66 perkembangan kawasan terbangun (dibahas pada sub bab 7.3). Sebagaimana dinyatakan oleh Kustiawan (1997) bahwa semakin besar laju perkembangan kawasan terbangun, laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, dan laju pertumbuhan PDRB semakin besar mengakibatkan laju penyusutan luas lahan sawah semakin besar. Jika diproyeksikan kebutuhan lahan menurut standar kepadatan netto tiaptiap kecamatan yang terbagi dalam tiga kriteri kepadatan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006), yaitu Kota Sedang 60 jiwa/ha, Kota Kecil 30 jiwa/ha, dan Rural 15 jiwa/ha yang dikelompokkan sebagai kota sedang dan kota kecil, yaitu pembagian menurut rencana hirarki eksisting Kabupaten Kuningan (Lampiran 4). Beberapa kecamatan yang akan ditekan pertumbuhannya yang terletak di pintu gerbang jaringan jalan yang menghubungkan dengan kota-kota di wilayah lain, serta kecamatan-kecamatan yang dilewati koridor jalan yang menghubungkan Kabupaten Kuningan dengan wilayah lain yang diproyeksikan pada 25 tahun ke depan akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini terutama kebutuhan akan lahan terbangun untuk permukiman dan fasilitas umum perkotaan. Jika dilihat dari standar kepadatan netto ini kebutuhan lahan terbangun di beberapa kecamatan ada yang melebihi wilayah administrasinya (over bounded zone), seperti Kecamatan Cipicung, Kalimanggis, Kramatmulya, Kuningan, Lebakwangi, Pancalang, dan Sindang Agung, sehingga mengindikasikan bahwa kecamatan-kecamatan ini mengalami perkembangan kota yang cukup signifikan mengingat kebutuhan lahan terbangunnya sangat tinggi (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Kecamatan Sindang Agung merupakan salah satu kecamatan pada 25 tahun mendatang akan mengalami kebutuhan lahan terbangun sangat tinggi untuk pemukiman dan fasilitas perkotaan. 7.2 Prioritas Pertumbuhan Ekonomi Secara umum kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten Kuningan diprioritaskan pada pembangunan berbasis perencanaan yang jelas, terarah, komprehensif dan berkesinambungan. Kebijaksanaan ini berdasar pada tujuan yang telah ditetapkan dengan tetap bertumpu pada pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemitraan terutama di sektor-sektor unggulan dan berpotensi, diantaranya sektor pertanian, jasa, dan perdagangan. Rencana visi

6 67 Kabupaten Kuningan tahun 2027 berdasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah : Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Kabupaten agropolitan dan wisata dalam konteks visi ini mengandung pengertian kabupaten yang produksi daerahnya didominasi oleh dua besar sektor yaitu secara berturut-turut sektor pertanian dan jasa pariwisata. Dinamika kegiatan sektor pertanian berlangsung pada seluruh sub sistemnya dengan fokus pada sub sistem pengolahan (agroindustri) yang secara keseluruhan mewujudkan kawasan agropolitan yang padu. Pada dasarnya tujuan pembangunan Kabupaten Kuningan saat ini dalam rangka mengembangkan usaha berbasis sumber daya lokal, yaitu pada sektor pertanian dan pariwisata. Secara implisit dari visi tersebut dapat diketahui arahan pembangunan Kabupaten Kuningan saat ini memiliki kecenderungan ke depan untuk berorientasi dan memusatkan prioritasnya pada pengembangan usaha berbasis pertanian dan pariwisata (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Secara lebih spesifik visi pembangunan ini dalam Masterpalan Kabupaten Kuningan perlu diintegrasikan pada beberapa aspek yang secara tidak langsung dicapai dengan cara membangun fundamental perekonomian Kabupaten Kuningan. Hal ini secara rinci diimplementasikan dengan mengembangkan wilayah potensial dan kawasan pengembangan agrobisnis yang masing-masing wilayah menetapkan alternatifalternatif komoditas unggulan. Tujuan pembangunan sektor pertanian yaitu tercapainya produktivitas dan kualitas produk pertanian dan kehutanan yang didukung oleh pengembangan paket teknologi tepat guna dan tepat usaha dengan mengembangkan kelembagaan, permodalan sektor pertanian serta memperbaiki sarana pertanian, sistem informasi, dan tata niaga pertanian. Tujuan dan sasaran pembangunan jangka panjang Kabupaten Kuningan tahun 2030 merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi pembangunan jangka panjang yang telah disepakati saat ini (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Substansi ini memberikan gambaran mengenai langkah-langkah pembangunan umum yang bersifat arahan (indikatif) yang harus dilakukan selama 25 tahun ke depan. Rumusan kebijakan pembangunan yang bersifat lebih operasional (imperatif) dalam kurun waktu yang lebih pendek, yaitu 5 tahunan

7 68 (jangka menengah) dan tahunan (jangka pendek) harus mengacu secara konsisten terhadap tujuan dan sasaran pembangunan jangka panjang. Berdasarkan kondisi obyektif yang dianalisis dalam masterplan pembangunan ini, penjabaran tujuan dari perumusan visi Kabupaten Kuningan yang merupakan rencana makro Kuningan tahun 2030 yang dituangkan dalam skenario makro, sebagai berikut: 1. mewujudkan sektor pertanian sebagai leading sector dengan arahan ke depan pada pengembangan agrobisnis dan agroindustri, 2. meningkatkan dan mengembangkan sektor pariwisata, sebagai industri jasa yang kuat dan terintegrasi dengan leading sector, 3. mempertahankan wilayah konservasi dan resapan air untuk mendukung ketahanan pangan dan produktivitas sektor pertanian, serta 4. mewujudkan Kota Kuningan sebagai kota jasa (transit point city). Pada dasarnya pembangunan sektor pertanian dalam jangka panjang ke depan diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan serta menghasilkan produkproduk yang berdaya saing tinggi, dan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian yang dilaksanakan dengan sistem usahatani yang produktif dan berkelanjutan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Pembangunan di sektor pariwisata ditujukan dalam rangka mengembangkan dan mendayagunakan potensi kepariwisataan yang terus ditata secara menyeluruh dengan sektor lain yang terkait, sehingga dapat meningkatkan daya tarik dan peran masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan. Hal ini sangat berkaitan dengan pengembangan Kota Kuningan sebagai transit point city. Secara tidak langsung hal ini merupakan multiplier effect dari sektor pariwisata yang diarahkan sebagai simpul kota transit yang mendukung arah pergerakan dan aksesibilitas barang dan orang dari wilayah sekitarnya, sehingga perlunya digalakkan kegiatan pemasaran sektor kepariwisataan dengan peningkatan mutu obyek dan kawasan wisata. Pengoptimalan sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dan akan dibangunnya jalan lingkar timur.

8 69 Bapak NN (pegawai Dinas Perhubungan) menuturkan bahwa: dengan dibangunnya terminal tipe A maka akan semakin terbuka akses antar provinsi. Mobilitas orang ke Kabupaten Kuningan akan semakin banyak, apalagi di Majalengka sedang dibangun Bandara Internasional Kertajati. Hal ini dapat menguntungkan Kabupaten Kuningan sebagai kota transit yang letaknya strategis yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini telah mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian, dengan adanya pengkonversian kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Walaupun hanya sebagian kecil saja kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis yang terkonversi, namun berdampak besar bagi masyarakat di sekitarnya. Masyarakat (petani) yang biasanya dapat memenuhi pangan sehari-hari secara mandiri, sekarang harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangan. Pencapaian visi Kuningan sebagai kabupaten agropolitan dan wisata termaju, seharusnya dapat saling mendukung antara sektor pertanian dan sektor pariwisata. Arahan pembangunan sektor pertanian dalam jangka panjang ke depan dalam Masterplan Kabupaten Kuningan diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan. Pada kenyataanya masyarakat (petani) di Desa Kertawangunan tidak dapat menyediakan pangan secara mandiri lagi. Arahan lainnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian yang dilaksanakan dengan sistem usahatani yang produktif dan berkelanjutan. Pengkonversian lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan telah menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan petani yang tidak memiliki lahan. Selain adanya terminal tipe A, dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan terdapat fenomena lain yang muncul yaitu kecenderungan untuk menarik kegiatan perkotaan ke wilayah timur kota yaitu dengan dikembangkannya kegiatan perkantoran disepanjang jaringan jalan tersebut. Adanya kegiatan perkantoran ke wilayah timur dan adanya lokasi terminal tipe A baru di daerah perbatasan kecamatan, maka kecenderungan perkembangan ke wilayah timur cukup kuat. Hal ini disebabkan kegiatan yang ditimbulkan oleh perkantoran dan terminal tipe A akan memberikan pengaruh ganda cukup besar terhadap kegiatan lainnya, dimana kegiatan yang akan tumbuh

9 70 di sekitarnya adalah perdagangan, jasa, pemukiman dan lain-lain. Sebagaimana penuturan Bapak HDR Kepala Bagian Tata Ruang: pemerataan pembangunan sedang diarahkan ke wilayah Timur Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu, sekarang kantor-kantor pemerintahan dan toko-toko banyak yang di bangun di wilayah timur. Salah satu kecamatan yang berfungsi sebagai kawasan pemerintahan, perdagangan, jasa, dan permukiman yang terletak di pusat kota dalam analisis dan proyeksi kondisi obyektif Kabupaten Kuningan adalah Sindang Agung. 7.3 Sumber PDRB Dominan Konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan merupakan langkah awal dalam perkembangan kota di Kecamatan Sindang Agung. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan sebagaimana telah dijelaskan akan menyebabkan Kecamatan Sindang Agung mengalami kecenderungan pertumbuhan terbangun tinggi. Semakin tinggi lahan terbangun di Kecamatan Sindang Agung semakin tinggi pula konversi kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Kasus di Desa Kertawangunan ini, akan berdampak pula pada perkembangan Kota Kuningan. Hal ini disebabkan lahan yang terkonversi merupakan lahan pertanian, sedangkan selama ini PDRB di Kabupaten Kuningan yang berkontribusi paling besar adalah pada sektor pertanian. Struktur perekonomian di Kabupaten Kuningan dibentuk oleh tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan jasa. Ketiga sektor tersebut dalam kurun waktu (Tabel 9) memiliki rata-rata kontribusi sebesar 79,24 persen. Sektor pertanian memiliki kontribusi yang sangat besar bagi Kabupaten Kuningan sebesar 44,83 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 19,69 persen, serta sektor jasa-jasa sebesar 14,72 persen. Dilihat perkembangan secara sektoral perekonomian di Kabupaten Kuningan pada tahun (Tabel 9), sektor pertanian yang memiliki ratarata distribusi yang terbesar memiliki kecenderungan yang semakin menurun, hal ini berlawanan dengan sektor perdagangan dan jasa yang mengalami peningkatan dalam kontribusinya. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat perkembangan pembangunan sektor tersier yang semakin mempersempit lahan pertanian di

10 71 Kabupaten Kuningan, sehingga berimbas pada menurunnya produktivitas sektor pertanian. Arah tranformasi dari sektor primer ke sektor tersier di Kabupaten Kuningan semakin terlihat dengan kecenderungan menurunnya sektor pertanian dan meningkatnya kontribusi sektor perdagangan dan jasa (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Perkembangan lahan terbangun sebagai dampak dari meningkatnya sektor tersier ini yang berupa maraknya pembangunan fasilitas ekonomi dan sosial juga berdampak secara tidak langsung pada berkurangnya areal pertanian di Kabupaten Kuningan. Sektor pertanian di Kabupaten Kuningan dalam Masterplan Pembangunan Kabupaten Kuningan 2030 terkait Analisis dan Proyeksi Kondisi Obyektif diperkirakan kedepannya mengalami pertumbuhan yang relatif lambat dilihat dari laju pertumbuhannya selama lima tahun yaitu pada Tahun 2001 sampai Tahun Laju pertumbuhan yang lambat ini tidak diikuti oleh sektor lain, bahkan beberapa sektor ekonomi, terutama sektor tersier, seperti sektor perdagangan, keuangan, dan jasa pada lima tahun ( ) mengalami peningkatan. Sektor sekunder, seperti sektor industri pengolahan juga mengalami tingkat laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Tumbuhnya sektor tersier dan sekunder ini akibat adanya aktivitas di sektor pertanian. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi leading sector perekonomian di Kabupaten Kuningan, hal ini disebabkan sektor pertanian selama ini memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang pendapatan daerah Kuningan meskipun pertumbuhannya cenderung menurun. Sektor pertanian juga merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Kuningan. Jadi, dalam jangka panjang 25 tahun ke depan diperkirakan meskipun sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan hal ini lebih disebabkan kedua sektor ini ditunjang oleh sektor pertanian yang semakin maju melalui kegiatan agribisnis dan agroindustri melalui konsep agropolitan yang berkelanjutan.

11 72 Tabel 9. Peran Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Kuningan Atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun (dalam %) T A H U N LAPANGAN USAHA * 1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN 47,72 46,08 44,00 43,65 42,69 DAN PERIKANAN a. Tanaman bahan makanan 37,36 33,60 31,11 30,70 30,41 b. Tanaman Perkebunan ,77 7,22 7,36 6,70 c. Peternakan dan hasil hasilnya 4,75 4,60 4,49 4,36 4,35 d. Kehutanan 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 e. Perikanan 0,67 0,76 0,82 0,86 0,88 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,90 0,87 0,85 0,82 0,79 a. Minyak dan gas bumi ( migas ) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Pertambangan tanpa migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Penggalian 0,90 0,87 0,85 0,82 0,79 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1, ,90 2,07 2,09 a. Industri migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Industri tanpa migas 1,62 1,69 1,90 2,07 2,09 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 0,44 0,43 0,43 0,42 0,40 a. Listrik 0,33 0,32 0,31 0,30 0,29 b. Gas kota 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Air bersih 0,11 0,11 0,11 0,11 0,10 5 BANGUNAN 4,87 4,84 4,91 4,79 4,66 6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 19, ,74 19,69 19,90 a. Perdagangan besar dan eceran 17,79 17,78 17,96 18,02 18,24 b. H o t e l 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 c. Restoran 1,75 1,73 1,75 1,64 1,63 7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 6,83 7,45 7,62 7,63 8,30 a. Pengangkutan 6,08 6,72 6,90 6,93 7,61 1) Angkutan rel 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2) Angkutan jalan raya 5,82 6,45 6,63 6,66 7,33 3) Angkutan laut 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4) Angkutan sungai dan penyeberangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5) Angkutan udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6) Jasa penunjang angkutan 0,26 0,27 0,27 0,27 0,28 b. Komunikasi 0,75 0,73 0,72 0,70 0,69 8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH ,99 5,16 5,85 5,78 a. B a n k 0,33 0,98 1,12 1,82 1,75 b. Lembaga keuangan tanpa Bank 0,62 0,59 0,58 0,56 0,54 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 d. Sewa bangunan 3,02 3,04 3,08 3,09 3,10 e. Jasa perusahaan 0,37 0,38 0,38 0,39 0,39 9 JASA JASA 13,71 14,05 15,39 15,07 15,39 a. Pemerintahan Umum 7,50 8,08 9,42 9,11 9,33 b. S w a s t a 6,21 5,97 5,98 5,96 6,06 1) sosial kemasyarakatan 2,50 2,37 2,35 2,39 2,44 2) Hiburan dan rekreasi 0,25 0,25 0,25 0,26 0,26 3) Perorangan dan rumah tangga 3,47 3,36 3,37 3,31 3,35 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,0 100,00 100,00 100,00 100,00 *angka perbaikan Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kuningan dalam Diakses tanggal 26 Agustus 2010.

12 73 Pada Masterplan Kabupaten Kuningan diproyeksikan pendapatan regional Kabupaten Kuningan pada 25 tahun ke depan dengan menggunakan laju pertumbuhan masing-masing sektor dengan asumsi terjadi revitalisasi di sektor pertanian yang akan menciptakan ketahanan pangan melalui kegiatan agropolitan yang didukung sektor perdagangan, industri pengolahan, dan jasa pariwisata, sehingga dalam jangka panjang sektor pertanian masih memiliki kontribusi terbesar dan tetap menjadi leading sector. Perhitungan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan kontribusi sektoral secara rata-rata selama 25 tahun ke depan, sektor tersier memiliki persentase laju pertumbuhan jauh lebih besar daripada sektor primer dan sekunder. Perbedaan yang sangat besar tersebut semakin menyiratkan bahwa dominasi dari sektor tersier di Kabupaten Kuningan ke depan akan semakin meningkat. Tingginya PDRB sektor tersier ini sebagian besar disuplai oleh sektor perdagangan dan jasa yang menyumbang 36,42 persen, namun sektor pertanian masih memiliki kontribusi lebih besar dari kedua sektor tersebut, yaitu sebesar 39,26 persen daripada sektor-sektor yang lain. Melalui proyeksi laju pertumbuhan perekonomian sebesar 6,4 persen dan kontribusi tiap-tiap sektor dengan asumsi perbandingan sektor primer, sekunder, dan tersier sebesar 40 persen, 10 persen, dan 50 persen berdasar rata-rata kontribusi lima tahun terakhir (Lampiran 5). Diproyeksikan pada tahun 2030 peranan sektor pertanian di Kabupaten Kuningan akan tetap dominan walaupun secara nomimal mengalami penurunan. Proyeksi laju pertumbuhan ekonomi ke depan tetap mengacu pada pertumbuhan kurun waktu lima tahun ( ) sebesar 3,87 persen dengan asumsi dalam jangka panjang 25 tahun ke depan akan terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar empat sampai delapan persen yang tumbuh secara bertahap. Target laju pertumbuhan ekonomi ini juga tetap mengacu pada rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional Tahun 2006 yang tumbuh sebesar lima sampai enam persen. Seiring dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian ini sektor sekunder dan tersier di wilayah Kuningan secara tidak langsung akan memberikan kontribusi yang meningkat.

13 74 Naiknya kontribusi sektor perdagangan dan jasa ini diakibatkan efek turunan (derived demand) dari imbas sektor pertanian melalui kegiatan agropolitan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Pembangunan yang berbasis pada sektor pertanian dengan implikasinya pada konsep agropolitan, seperti yang diprogramkan di Kabupaten Kuningan saat ini, diperkirakan akan berimbas pada kedua sektor tersebut. Jadi secara tidak langsung mendukung sektor pertanian melalui kegiatan agibisnis dan agroindustri. Kegiatan industri di Kabupaten Kuningan diarahkan pada pengolahan komoditas pertanian menjadi produk jadi yang akan di ekspor ke luar wilayah. Pada Tahun 2008 semua sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan dari dua tahun sebelumnya. Sesuai dengan RPJPD Kota Kuningan yaitu Kuningan sebagai kota pariwisata dan agrowisata termaju di Jawa Barat dimana alam iklimnya mempunyai daya tarik bagi wisatawan, tidak mengherankan jika pada Tahun 2008 terjadi peningkatan dalam penjualan jasa penginapan terutama hotel-hotel yang letaknya sangat strategis (BPS Kabupaten Kuningan, 2009). Laju pertumbuhan sub sektor hotel, hiburan dan rekreasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya, sedangkan sektor pertanian lajunya melambat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peralihan lahan dari lahan pertanian ke non pertanian. Banyaknya pembangunan rumah dan gedung (fisik) menyebabkan berkurangnya lahan pertanian, sehingga walaupun kontribusi sektor pertanian paling dominan namun dilihat dari peningkatan produksi cenderung menunjukkan penurunan, terutama tanaman bahan makanan (Lampiran 6). Pertumbuhan sektor pertanian tidak setinggi sektor-sektor yang lain, tetapi pertanian merupakan sektor dominan yang memberikan peranan tertinggi dalam pencapaian PDRB Kabupaten Kuningan. 7.4 Ikhtisar Luasan penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan mengalami banyak penurunan untuk kawasan lindung. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan. Salah satunya adalah pengalihfungsian kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan akan mengakibatkan kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi di Kecamatan

14 75 Sindang Agung. Pada proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan atau skenario urban design Kabupaten Kuningan, Kecamatan Sindang Agung ke depan akan tumbuh cepat terutama kawasan permukiman dan perdagangan sebagai imbas adanya pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Meskipun dalam RTRW Kabupaten Kuningan terdapat pengendalian konversi lahan sawah irigasi teknis, namun konversi lahan tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan aksesibilitas jalan yang menghubungkan antar kecamatan yang akan melewati Terminal Tipe A Kertawangunan. Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan dan potensi pada tiga sektor yaitu sektor pertanian, jasa dan perdagangan. Visi Kabupaten Kuningan dalam RPJPD adalah Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Visi ini secara tidak langsung menggambarkan perekonomian Kabupaten Kuningan mengandalkan dua sektor yaitu pertanian dan pariwisata. Pengoptimalan sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan terminal ini mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian dengan terkonversinya lahan sawah irigasi teknis. Sektor pertanian memiliki kontribusi paling besar dari pada sektor lainnya di Kabupaten Kuningan, namun PDRB pada sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan terutama tanaman bahan makanan. PDRB pada sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan perkembangan pembangunan sektor tersier (perdagangan dan jasa) akan semakin mempersempit lahan pertanian di Kabupaten Kuningan. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi leading sector perekonomian di Kabupaten Kuningan, hal ini disebabkan sektor pertanian selama ini memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang pendapatan daerah Kuningan meskipun pertumbuhannya cenderung menurun.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai gambaran umum Kabupaten Kuningan dan bagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR Bab ini terbagi menjadi tiga bagian.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan harus dilakukan adil dan merata agar setiap masyarakat dapat menikmati

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR Oleh: B U S T A M I L2D 302 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, letaknya antara 5 40 dan 8 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) 10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha memberikan gambaran tentang nilai tambah yang dibentuk dalam suatu daerah sebagai akibat dari adanya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan memiliki luas 1.178,57 Km² (117.857,55 Ha) terletak pada 108 0 23 108 0 47 Bujur Timur dan 6 0 47 7 0 12 Lintang Selatan dengan ibukota

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci