BAB I PENDAHULUAN. pribadi (natural person atau naturlijk persoon) dan badan hukum (artificial person

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pribadi (natural person atau naturlijk persoon) dan badan hukum (artificial person"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ilmu hukum perdata, subjek hukum terdiri atas dua macam, yaitu orang pribadi (natural person atau naturlijk persoon) dan badan hukum (artificial person atau recht persoon). Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Disamping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang kita namakan badan hukum (rechtspersoon) untuk membedakan dengan manusia (natuurlijk persoon). Jadi ada suatu bentuk hukum (rechtsfiguur) yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum. 1 Suatu badan dapat disebut sebagai suatu badan hukum apabila telah dipenuhi beberapa syarat: 2 1. Adanya harta kekayaan yang terpisah (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi antara anggota atau sekutu atau pemegang saham. Tegasnya adanya pemisahan kekayaan antara kekayaan badan dengan kekayaan pribadi para anggota atau sekutu atau pemegang sahamnya. 2. Adanya kepentingan yang menjadi tujuan badan yang bersangkutan. 3. Adanya beberapa orang yang menjadi pengurus badan tersebut. Ketiga syarat di atas merupakan syarat materiil bagi suatu badan hukum. Terpenuhinya syarat syarat materiil tersebut belum dapat menjadikan lembaga tersebut badan hukum, ia juga harus memenuhi syarat syarat formal badan hukum 1 Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hal H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1999, hal

2 2 yakni syarat formal tersebut adalah adanya pengakuan dari Negara atau Undang Undang yang menyatakan bahwa lembaga itu adalah badan hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum mencakup unsur unsur sebagai berikut: 3 1. Dapat memenuhi keputusan 2. Memiliki harta kekayaan sendiri 3. Dapat melakukan transaksi 4. Dapat mempunyai utang piutang 5. Dapat menuntut dan dituntut sebagaimana layaknya manusia 6. Mempunyai hak dan kewajiban Salah satu bentuk badan hukum adalah perseroan terbatas. Perseroan terbatas merupakan badan hukum yang tercipta karena sistem konsesi dari Menteri berdasarkan undang-undang yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), dimana dalam pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari definisi yang diberikan oleh UUPT tersebut jelas dinyatakan bahwa suatu perseroan terbatas yang pendiriannya telah sesuai dengan ketentuan UUPT pasti berbentuk badan hukum. Adapun ciri dari suatu perseroan terbatas yang telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh status badan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UUPT, adalah: 3 I.G. Rai Widrajaya, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003, hal. 131.

3 3 1. Memiliki pengurus dan organisasi teratur. 2. Dapat melakukan perbuatan hukum (recht handeling) dalam hubunganhubungan hukum (rechts betrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. 3. Mempunyai harta kekayaan sendiri. 4. Mempunyai hak dan kewajiban. 5. Memiliki tujuan sendiri. 4 Perseroan di Indonesia, seperti juga di Belanda dan Jerman, memiliki dua badan (the dual board structure), yaitu direksi dan komisaris. Tentu selain kedua badan tersebut ada pemegang saham yang dapat mengambil keputusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan atau Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham (RULBPS). 5 dari : Dalam pasal 1 angka 2 UUPT disebutkan bahwa organ dalam perseroan terdiri 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), 2. Direksi, dan 3. Dewan Komisaris. Setiap organ mempunyai tugas dan kewenangannya masing-masing yang wajib dijalankan dengan sebaik-baiknya. Masing-masing organ dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya mempunyai kedudukan yang mandiri yakni bahwa masing-masing organ dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tanpa adanya intervensi dari organ lainnya sepanjang yang dilakukan itu adalah untuk kepentingan 4 Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal Todung Mulya Lubis, Menuju Good Corporate Governance (I), terakhir diakses tanggal 23 Februari 2011.

4 4 perseroan semata-mata dan masih dalam batas-batas yang ditentukan dalam undangundang dan anggaran dasar. Hubungan antara Direksi, Dewan Komisaris, dan RUPS adalah sederajat. Masing-masing organ mempunyai tugas wewenangnya sendiri-sendiri menurut undang-undang dan anggaran dasar, yang tidak boleh dicampuri oleh organ yang satu terhadap yang lain. Sekalipun Direksi dan Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS, namun pengangkatan disini bersifat sepihak, sebab pengangkatan adalah perintah untuk melakukan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang diatur dalam ketentuan anggaran dasarnya. Oleh sebab itu, kewenangan yang dimiliki Direksi tidak diperoleh dari RUPS melainkan bersumber dari UUPT. 6 Pada masa Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang kedudukannya sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas. Dengan kata lain RUPS adalah pemegang dan pelaksana kedaulatan tertinggi dalam perseroan terbatas. Putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh Direksi dan atau Komisaris perseroan terbatas. 7 Namun dengan diberlakukannya UUPT nomor 40 Tahun 2007, RUPS bukan lagi organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, melainkan hanya sebagai organ yang memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan anggaran dasar. 6 Veronica Tampubolon, Pertanggungjawaban Perbuatan Hukum Perseroan Yang Dimuat Dalam Akta Notaris (Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Medan, 2010, hal Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, PT. Alumni, Bandung, 2004, hal. 128.

5 5 RUPS mempunyai lingkup wewenang yang sangat besar dimana untuk hal-hal yang tidak diatur dalam anggaran dasar maka RUPS dapat mengambil keputusan dan keputusan mana wajib dilaksanakan oleh organ perseroan lainnya. Selain itu juga organ perseroan lainnya wajib memberikan pertanggungjawaban akan pengelolaan perseroan kepada Rapat Umum Pemegang Saham. RUPS merupakan lembaga atau wadah berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Keputusan RUPS yang dihasilkan ibarat undang-undang, karena mengikat organ perseroan lainnya (Direksi dan Komisaris) yang wajib dihormati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. 8 Dalam pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dari definisi yang diberikan oleh UUPT tersebut terlihat bahwa fungsi utama komisaris adalah fungsi pengawasan. Hal tersebut juga terlihat dalam pasal 108 ayat (1) UUPT yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. 8 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 63.

6 6 Pada mulanya konsep dewan komisaris muncul adalah untuk melindungi kepentingan para pemegang saham (shareholders) yang merupakan pemilik dari perseroan terbatas. Hal ini merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi manajemen dengan pemilik, diperlukan suatu perangkat dimana pemilik perlu mendapat jaminan sampai seberapa jauh penyertaannya dapat memberikan hasil yang diharapkan, karena para pemilik tidak mungkin dapat langsung turut serta dalam pengelolaan perusahaan. Dewasa ini dewan komisaris (raad van commissarissen) merupakan lembaga pengawasan semata-mata untuk kepentingan perseroan, dia tidak lagi bertindak atas nama pemegang saham tetapi harus mempertahankan kepentingan dari perseroan terhadap siapa saja, termasuk pemegang saham. Dewan ini mempunyai tugas sendiri yang merupakan organ perseroan tetapi bukan merupakan wakil dari pemegang saham atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. 9 Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun, oleh karena dalam menjalankan tugasnya, komisaris dituntut untuk bertindak dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Tugas pengawasan inilah yang harus dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Inilah yang merupakan fiduciary duty dewan komisaris terhadap perseroan Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris, & Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal. 88.

7 7 Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris tersebut harus dilaksanakan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, sesuai dengan tugas pengurusan dari direksi yang pelaksanaan tugas pengurusannya diawasi oleh dewan komisaris. 11 Direksi merupakan salah satu organ perseroan yang tugas dan fungsinya adalah menjalankan kepengurusan perseroan terbatas dan mewakili perseroan dalam bertindak dalam lalu lintas hukum. Dalam pasal 1 angka 5 UUPT dinyatakan bahwa Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Lebih lanjut dalam pasal 92 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa Direksi berwenang menjalankan pengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Adapun yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat sebagaimana yang dijelaskan dalam penjelasan UUPT adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. Direksi merupakan salah satu organ perseroan terbatas yang tugas dan fungsinya melakukan kepengurusan sehari-hari dari perseroan terbatas serta mewakili badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka hubungan hukum tertentu. Badan hukum perseroan terbatas mewakilkan kepengurusan sehari-hari perseroan terbatas kepada Direksi selaku salah satu organ perseroan terbatas. Pada hakikatnya, hanya Direksilah yang diberi 11 Ibid., hal. 89.

8 8 kekuasaan untuk mengurusi dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam mengurusi dan mewakili perseroan terbatas, hendaknya Direksi memperhatikan kepentingan dan tujuan perseroan terbatas. 12 Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa hanya direksilah yang berhak mewakili perseroan dalam melakukan suatu perbuatan hukum untuk dan atas nama serta kepentingan perseroan semata-mata. Setiap perusahaan pasti terlibat suatu transaksi. Tiada perusahaan yang tanpa transaksi. Karena hal tersebut sejalan dengan kegiatan perusahaan yang harus dilakukan secara terus menerus dan tanpa putus serta sifatnya terbuka, maka perusahaan dalam berhubungan dengan pihak ketiga mengadakan suatu transaksi. Transaksi dilakukan karena transaksi itu sebagai tempat untuk menampung bertemunya suatu kesepakatan yang disebut perjanjian. 13 Dalam menjalankan kepengurusan perseroan, tidak jarang suatu perseroan memerlukan bantuan modal dalam bentuk pinjaman kredit pada bank guna berlangsungnya usaha perseroan. Perseroan hanya dapat meminjam kredit pada bank dengan diwakili oleh organ perseroan yang berhak mewakilinya yakni Direksi. Jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan hukum meminjam kredit pada bank adalah merupakan salah satu tindakan pengurusan oleh direksi. Namun kadang kala direksi perseroan tidak dapat menghadiri sendiri dalam melakukan perbuatan hukum tertentu seperti misalnya dalam penandatanganan akad kredit dengan pihak bank, dan pasal 103 UUPT telah memberikan jalan keluar bagi 12 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal Gatot Supramono II, Op.Cit., hal. 5.

9 9 persoalan tersebut dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana diuraikan dalam surat kuasa. Surat Kuasa Khusus hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih; oleh karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa. 14 Hal ini berarti bahwa dalam melakukan tindakan hukum tertentu direksi dapat menguasakan sebagian tugas dan tanggung jawabnya kepada karyawan perseroan ataupun orang lain untuk mewakili perseroan. Namun demikian, dalam pasal tersebut tidak ada dinyatakan bahwa direksi dapat memberikan kuasa kepada seseorang yang juga menjabat sebagai komisaris dalam perseroan yang sama. Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu perseroan terbatas, masing-masing organ perseroan mempunyai wewenang dan tanggung jawabnya yang sifatnya saling terikat namun tidak boleh disatukan atau berada pada satu tangan. Hal inilah yang membuat peneliti bertanya-tanya apakah tindakan seperti demikian bertentangan dengan UUPT. Apa akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa tersebut bila tidak bertentangan dengan UUPT dan bagaimana bila pemberian kuasa tersebut bertentangan dengan UUPT. 14 Djaja S. Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hal 5.

10 10 Secara teoritis dapat dibedakan antara tugas komisaris dengan direksi dalam suatu PT, akan tetapi praktiknya dalam membedakan tugas dan wewenang kedua organ tersebut sering kali tumpang tindih. Akibatnya jika dalam hal ada masalah yang menyangkut tentang PT, seringkali diantara kedua organ tersebut saling lempar tanggung jawab. 15 Oleh karena itu peneliti merasa penelitian mengenai Analisis Yuridis Mengenai Pemberian Kuasa Dari Direksi Perseroan Terbatas Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan sangat menarik untuk dibahas dan dikaji. B. Permasalahan Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini antara lain mengenai: 1. Bagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai pemberian kuasa direksi? 2. Bagaimana akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris untuk melakukan perbuatan hukum meminjam kredit pada Bank? 3. Mengapa pihak Bank menerima penggunaan surat kuasa tersebut dalam meminjam kredit? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian tesis ini adalah : 15 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, CV. Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal. 41.

11 11 1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris dalam meminjam kredit yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris untuk melakukan perbuatan hukum meminjam kredit pada Bank. 3. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan pihak Bank terhadap pihak perseroan terbatas yang ingin meminjam kredit dengan menggunakan surat kuasa tersebut. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis yaitu: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan penambah wawasan ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai hak seorang komisaris dalam bertindak mewakili perseroan khususnya dalam hal meminjam kredit pada bank. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat khususnya para pengurus perseroan dan pihak lain yang akan mengadakan hubungan hukum dengan perseroan seperti misalnya pihak Bank, yang ingin mengetahui lebih jelas apakah tindakan pemberian kuasa dari direksi kepada komisaris bertentangan dengan UUPT atau tidak

12 12 serta akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris perseroan terbatas. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, penelitian mengenai Analisis Yuridis Mengenai Pemberian Kuasa Dari Direksi Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Unsur Itikad Baik Dalam Pengelolaan Perseroan Oleh Direksi Chandra Lubis ( /MHum), dengan permasalahan: a. Bagaimanakah tanggung jawab direksi atas kerugian perseroan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? b. Bagaimanakah standar itikad baik dalam pengelolaan perseroan oleh Direksi? c. Bagaimanakah doktrin Business Judgment Rule untuk pembelaan Direksi dan kaitannya dengan itikad baik dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas?

13 13 2. Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan Ultra Vires Erlina ( /MKn), dengan permasalahan: a. Bagaimanakah pengaturan tanggung jawab Direksi perseroan? b. Bagaimanakah pengaturan Ultra Vires di dalam melindungi perusahaan dan pihak ketiga? c. Bagaimanakah gerak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam tindakan Ultra Vires? Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para peneliti tersebut di atas tidak sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun pokok permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang dipelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak bagaikan cerita cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang mempunyai wujud yang baru dan bermakna tertentu. 16 Penelitian ini menggunakan teori organ (organ theory) yang memberikan status perseroan terbatas tersebut sama seperti organ manusia dimana yang 2010, hal Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum : Esai-Esai Terpilih, Genta Publishing, Yogyakarta,

14 14 melakukan pengurusan adalah organ perseroan. Hal ini merupakan salah satu prinsip dari sebuah perseroan terbatas. Teori organ menganggap badan hukum tidak sebagai suatu fiksi atau perumpamaan melainkan sebagai suatu kenyataan belaka (realitas). Para penganut teori ini menggambarkan badan hukum sebagai sesuatu yang tidak berbeda dari seorang manusia. 17 Kalau seorang manusia bertindak dengan alat-alatnya (organ) berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak, dan lain sebagainya, maka badan hukum juga bertindak dengan alat-alatnya berupa rapat anggota atau ketuanya dari badan hukum. Oleh karena alat-alat ini berupa orang-orang manusia juga, maka apabila ada syaratsyarat dalam peraturan hukum yang melekat pada tubuh manusia syarat-syarat ini dapat juga dipenuhi oleh badan hukum. 18 Teori organ atau teori peralatan atau kenyataan (Otto von Gierke), menurut teori ini badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alatnya (organ) yang ada padanya (pengurusnya), jadi bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis. 19 Menurut teori organ, badan hukum merupakan een bestaan, dat hun realiteit dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia, yang sesungguhnya dalam lalu lintas hukum juga mempunyai kehendak sendiri yang dibentuk melalui alatalat kelengkapannya, yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya. Putusan yang dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum. 20 Prinsip pengurusan oleh suatu organ dalam suatu perseroan terbatas timbul sebagai akibat dari sifat perseroan terbatas yang merupakan asosiasi modal dan mempunyai sifat mobilitas atas penyertaan. Sifat asosiasi modal dalam perseroan 17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Di Indonesia, Penerbit Dian Rakjat, 1969, Jakarta, hal Ibid. 19 R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal H. Salim, HS., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 180.

15 15 terbatas adalah bahwa perseroan itu merupakan wadah penghimpun modal yang dibagi dalam saham. Sifat mobilitas atas penyertaan artinya bahwa pemegang saham yang telah menyertakan modalnya dalam perseroan dapat memperoleh kembali modalnya dengan cara menjual bagian saham yang dimilikinya sehingga modal dalam perseroan tidak terpecah. Maksud dari PT sebagai wadah penghimpun modal adalah sedemikian rupa agar sekali modal telah terkumpul harus benar-benar dijaga jangan sampai tercerai berai kembali. 21 Oleh karena itu, dalam suatu perseroan terbatas tidak mungkin diadakan suatu pengurusan oleh semua pemegang saham. Dalam hubungan itu, menurut ajaran, pengurusan pada PT harus dilakukan oleh suatu organ. Apa artinya oleh suatu organ, maksudnya tidak oleh para pemegang saham, melainkan oleh suatu lembaga tersendiri, yang terpisah kedudukannya sebagai pemegang saham. 22 Dalam UUPT diatur bahwa organ perseroan terbatas adalah RUPS, Direksi dan komisaris. Menurut undang-undang, RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. 23 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan 21 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal Ibid., hal Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

16 16 Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 24 Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 25 RUPS merupakan wadah tempat para pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya mengenai pengurusan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Melalui RUPS, para pemegang saham memberikan persetujuan ataupun menolak terhadap suatu bentuk rencana usaha yang mempunyai risiko besar terhadap perseroan seperti misalnya menjaminkan atau mengalihkan asset perseroan, pembubaran, penggabungan perusahaan (merger), dan pengalihan perseroan. Hal-hal demikianlah yang disebut sebagai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris. Pelaksanaan pengurusan sehari-hari dijalankan oleh suatu organ yang dinamakan direksi. Direksi dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Pejabatnya dinamakan direktur. Melalui lembaga Direksi, yang menurut visi pengundang-undang kemungkinan PT akan terdiri dari sejumlah orang yang amat banyak, dapatlah dihindarkan seluruh pemegang saham menjalankan pengurusan sehari-hari. Menurut ajaran, PT itu suatu asosiasi modal. Dengan demikian merupakan perusahaan besar. Dalam hal demikian mereka yang menjalankan perusahaan itu harus seorang profesional Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 25 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 26 Rudhi Prasetya II, Op.Cit., hal. 17.

17 17 Keberadaan direksi dalam suatu perseroan adalah sangat penting oleh karena direksi dalam suatu perseroan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan operasional perseroan sehingga perseroan dapat mencapai maksud dan tujuannya. Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi perseroan terbatas sangat penting. 27 Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi suatu prseroan, yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan. 2. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan. 28 Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dengan itikat baik dan penuh tanggung jawab. 29 Direksi sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan. Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana 27 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor, 2008, hal Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal Ibid., hal. 41.

18 18 itu dimuat dalam anggran dasarnya. Dengan demikian direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuannya. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh dalam pengurusan perseroan sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Adapun yang dimaksud dengan mewakili perseroan di luar pengadilan adalah dalam hal melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang ditentukan dalam anggaran dasar perseroan dengan tetap memperhatikan batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Keberadaan direksi diperlukan oleh perseroan sebagai salah satu pilar utama dalam mengurus perseroan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi dapat diibaratkan sebagai nahkoda perseroan. 30 Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu perseroan bergantung pada pengurusan dari direksinya. Adapun kemajuan suatu perseroan dapat diukur dari berkembangnya perseroan dan tercapainya maksud dan tujuan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya, direksi mempunyai tanggung jawab hukum yakni : Ibid.

19 19 1. Tanggung jawab karena melanggar perundang-undangan yang berlaku 2. Tanggung jawab karena melanggar anggaran dasar perseroan 3. Tanggung jawab karena melanggar putusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 4. Tanggung jawab karena kegagalan manajemen (management failure). Sehubungan dengan tanggung jawab hukum direksi maka direksi dalam menjalankan tugasnya haruslah memperhatikan keempat hal tersebut diatas yakni peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, dan manajemen perseroan. Dalam menjalankan tugas perwakilan, bagi direksi yang anggotanya lebih dari satu orang, maka UUPT memberikan kewenangan yang sama bagi tiap-tiap anggota direksi dalam mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam UUPT dan atau anggaran dasar. Hal ini dikarenakan UUPT menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. 32 Sistem kolegial ini juga terlihat dari pertanggungjawaban direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan dimana direksi bertanggung jawab secara bersama-sama apabila salah seorang anggota direksi bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. 33 Untuk tanggung jawab direksi ini, UUPT menganut prinsip presumsi bersalah (presumption of guilt) bagi semua anggota direksi. Artinya, hukum 31 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003, hal Penjelasan Pasal 98 ayat (2) UUPT 33 Pasal 97 ayat (3) dan (4) UUPT

20 20 menganggap semua anggota direksi bertanggung jawab renteng (personally and/or jointly), yaitu secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama atas seluruh kerugian pihak lain, tanggung jawab mana berlaku atas segala perbuatan yang dilakukan oleh direksi untuk dan atas nama perseroan, meskipun anggota direksi tersebut tidak ikut melakukan bahkan tidak mengetahui adanya tindakan tersebut. 34 Direksi sebagai organ yang menjalankan kepengurusan perseroan mempunyai tugas fiduciary duties. Fiduciary duties dari direksi adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya, dimana seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat yang tinggi (high degree). Dalam melaksanakan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai berikut: Dilakukan secara itikad baik (Bona Fides). 2. Dilakukan dengan Proper Purpose. 3. Dilakukan tidak dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab (Unfettered Discretion). 4. Tidak memiliki benturan tugas dan kepentingan (Conflict of Duty and Interest). 34 Munir Fuady II, Op.Cit., hal Ibid., hal. 82.

21 21 Dikatakan bahwa direksi sudah menjalankan tugasnya dengan itikad baik (Bona Fides) jika direksi tersebut telah menjalankan tugas dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh kepentingan-kepentingan dari perusahaan, pemegang saham, pekerja, dan stakeholder lainnya. 36 Direksi dikatakan telah menjalankan tugasnya dengan tujuan yang benar (proper purpose) jika dia menjalankan tugasnya secara: Tidak melanggar hukum (illegal). 2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. 3. Tidak bertentangan dengan anggaran dasar. Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of Directors mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty, yaitu: Duty to act in good faith; 2. Duty to manage the company s affairs with the proper degree of skill and care; 3. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms; 4. Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose; 5. Duty to act personally; 6. Duty not to take personal benefit/profit; 7. Duty to secure the proper and effective use of property. Dalam pandangan Collins, yang dimaksud dengan duty to act in good faith adalah: 1. Act in the best interest of the company; 2. Not to put yourself in a position where your personal interest or a duty you owe to another conflicts with the duties you owe to the company; 3. Only use company property for the benefit of the company and not for your own benefit. Jadi dalam duty to act in good faith ini terkandung kewajiban bagi direksi untuk hanya mengutamakan kepentingan perseroan semata-mata, serta tidak 36 Ibid., hal Ibid. 38 Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal. 47.

22 22 untuk memanfaatkan kedudukannya sebagai direksi untuk memperoleh manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari perseroan secara tidak adil. 39 Dalam Duty to manage the company s affairs with the proper degree of skill and care direksi wajib untuk bertindak dengan penuh kehati-hatian. Yang dimaksud dengan penuh kehati-hatian ini adalah bahwa jika direksi tidak tahu dengan persis atau tepat mengenai suatu perbuatan hukum yang harus diambil olehnya, maka ia wajib untuk memperoleh pendapat ahli dalam bidangnya mengenai hal berkenaan, walau demikian ia tetap memiliki kebebasan dan kewenangan untuk memutuskan jadi tidaknya perbuatan hukum tersebut dilaksanakan. 40 Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms adalah bahwa direksi dalam bertindak untuk dan atas nama perseroan, haruslah memenuhi semua aturan main yang ada dalam undang-undang dan anggaran dasar perseroan. 41 Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose menunjuk pada berlakunya asas intra vires, bahwa direksi hanya akan bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya, termasuk pembatasanpembatasan kewenangan direksi (jika ada). 42 Duty to act personally menunjuk pada sifat pertanggungjawaban direksi sebagai satu board atau dewan dimana setiap keputusan yang diambil, baik dengan suara bulat atau melalui voting mengikat seluruh anggota direksi sebagai satu kesatuan dewan yang dinamakan direksi. Meskipun demikian, setiap anggota direksi berhak dengan bebas menyatakan keberatannya atau dukungannya terhadap suatu tindakan yang dimajukan oleh salah satu anggota direksi ke hadapan (Rapat) Direksi. Setiap anggota direksi yang tidak setuju dengan keputusan direksi berhakuntuk mencatatkan pendapatnya yang berbeda tersebut pada risalah rapat direksi. Disinilah sebenarnya derajad kehati-hatian direksi dipertaruhkan Ibid., hal Ibid., hal Ibid. 42 Ibid. 43 Ibid.

23 23 Duty not to take personal benefit/profit mensyaratkan agar direksi tidak mengambil keuntungan pribadi atas setiap transaksi yang dilakukannya untuk dan atas nama perseroan terbatas. Pada pokoknya hal ini terkait dengan masalah benturan kepentingan, yaitu adanya pertentangan kepentingan antara kepentingan dan kewajiban anggota direksi pribadi dengan kepentingan perseroan atau kewajiban anggota direksi tersebut terhadap perseroan. 44 Duty to secure the proper and effective use of property, bahwa direksi wajib untuk: Company property is only used for company business; 2. All the company s property is under the control of the Board and kept in good condition; 3. Activities and property are properly and adequately insured; 4. Funds are properly invested and reviewed regularly to ensure that they remain suitable for the company s need; and 5. Proper procedures are in pleace to control finance. Kelima hal tersebut di atas pada dasarnya merupakan pelaksanaan atau refleksi kegiatan direksi sehari-hari. Doktrin fiduciary duty berkaitan erat dengan doktrin business judgment rule, dimana dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan, direksi perseroan senantiasa dilindungi oleh business judgment rule. Dalam Black s Law Dictionary, business judgment rule adalah rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made due care and in good faith Ibid. 45 Ibid. 46 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, Abridged Fifth Edition, West Publishing Co. St. Paul, Minn, hal. 200.

24 24 Dari pengertian tersebut diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dan dengan penuh kehati-hatian. Business judgment rule adalah a presumption that in making business decision directors acted on an informed basis, in good faith and in the honest believe that the action was taken in the best interest of the corporation. 47 Dengan adanya business judgment rule maka setiap keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi dianggap adalah merupakan keputusan yang telah diambil dengan penuh kehati-hatian, dengan itikad baik dan kepercayaan bahwa keputusan tersebut diambil demi kepentingan perseroan semata-mata. Setiap pihak yang menyatakan bahwa direksi telah melanggar kewajibannya (fiduciary duty) harus membuktikannya. Untuk dapat menilai apakah telah terjadi pelanggaran terhadap business judgment rule, maka harus ada standard of review yang menjadi dasar bagi penilaian apakah tindakan direksi adalah tindakan yang memang sudah sewajarnya dan seharusnya dilakukan. Dalam hukum perseroan, yang dipergunakan sebagai standard of review adalah good faith, prudence, negligence, gross negligence, waste and fairness. 48 Fairness berkaitan dengan ada tidaknya benturan kepentingan dalam suatu transaksi yang melibatkan kepentingan direksi dengan kepentingan perseroan yang diwakilinya. 47 Gunawan Widjaja II, Loc.Cit., hal Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal. 60.

25 25 Dalam menjalankan tugasnya, bagi direksi tidaklah boleh terdapat benturan kepentingan (conflict of interest). Sebab, jika terdapat benturan kepentingan, maka disangsikan direksi akan dapat bertindak objektif dan dapat memikirkan kepentingan perseroan semata-mata. Oleh karena itu, jika direksi melakukan transaksi perseroan yang mengandung benturan kepentingan maka dapat dikatakan direksi telah melanggar prinsip fiduciary duty. Seorang direktur perseroan dikatakan telah mempunyai benturan kepentingan jika terjadi hal-hal sebagai berikut: Berperkara di pengadilan mewakili perseroan, tetapi pihak lawan ada hubungannya dengan direktur tersebut. 2. Berlakunya doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity). 3. Berlakunya Transaksi untuk pribadi (Self Dealing). Doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity) adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa direksi, komisaris, pemegang saham ataupun pegawai perseroan tidak diperkenankan untuk mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya itu sebenarnya merupakan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya Munir Fuady II, Op.Cit., hal Ibid.

26 26 Doktrin Transaksi untuk Pribadi (Self Dealing) adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi secara pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan perseroan yang dipimpinnya sebagai pihak lawan transaksi. 51 Perlindungan business judgment rule tidak berlaku bagi anggota direksi perseroan, jika dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh direksi, diketahui bahwa direksi tersebut telah berupaya mengendapkan kepentingan pribadinya, atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi kepentingan pribadinya 52 Secara umum dapat dikatakan bahwa pertimbangan dan keputusan (judgment) seorang anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila judgment tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau lahir dari tidak adanya keterbukaan mengenai keberadaan benturan kepentingan (conflict of interest), atau terjadi sebagai akibat atau merupakan kesalahan atau perbuatan yang melanggar hukum (illegality), dan telah menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence). 53 Semua hal yang dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak berlakunya business judgement rule adalah pelanggaran terhadap fiduciary duty direksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa direksi yang melanggar fiduciary duty tidak dilindungi oleh business judgment rule. Dalam menjalankan pengurusan perseroan, direksi mempunyai wewenang yang cukup luas dalam mengelola usaha perseroan mulai dari bidang keuangan, pemasaran, manajemen dan lainnya yang menyangkut operasional perusahaan. Oleh karena itu, untuk mengawasi setiap kebijakan direksi dalam menjalankan pengurusan 51 Ibid. 52 Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal Ibid., hal. 63.

27 27 perseroan agar sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar perseroan, maka undang-undang memasukkan dewan komisaris sebagai salah satu organ perseroan. Dalam teori manajemen pengelolaan perseroan terbatas dikenal suatu konsep yang disebut agency theory. Pengelola perusahaan atau direksi adalah suatu pihak (agent) yang diberikan kepercayaan oleh pemilik modal untuk melaksanakan tugas untuk kepentingan mereka berdasarkan suatu kesepakatan, dan untuk itu agent mendapat imbalan. Untuk melaksanakan tugas ini tidak cukup bila diserahkan begitu saja, karena bukan mustahil bahwa pihak pengelola akan lebih banyak melihat kepentingannya daripada kepentingan pemilik modal, maka diperlukan berbagai perangkat untuk mengawasi pengelola serta memberikan imbalan yang memadai yang tentunya merupakan tambahan bagi pelaksanaannya. 54 Undang-undang menetapkan satu organ yang tugasnya adalah mengawasi setiap tindakan pengurus perseroan yakni Direksi, agar setiap keputusan yang diambil oleh direksi tetap berada pada koridor maksud dan tujuan serta demi kepentingan perseroan semata-mata, dan organ dimaksud dinamakan dewan komisaris. Dewan komisaris selain berfungsi sebagai pengawas juga berkewajiban dalam memberikan nasihat dan masukkan kepada direksi dalam pengelolaan perusahaan, bahkan dalam hal tertentu dewan komisaris diperkenankan untuk memberikan bantuan kepada direksi apabila hal tersebut diatur dalam anggaran dasar. Komisaris bertugas mengawasi pekerjaan direksi, memberi nasehat kepada direksi, dan bilamana perlu memberhentikan sementara direksi yang dianggap menyimpang dari tujuan perseroan. Rincian lebih lengkap mengenai lingkup hak dan 54 Moenaf H. Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995, Penerbit Pustaka Quantum, Jakarta, 2001, hal

28 28 kewenangan Komisaris diatur dalam akta perseroan, sehingga kita melihat bahwa pengawasan terhadap direksi itu sesungguhnya dapat dilakukan. 55 Namun dalam prakteknya fungsi dewan komisaris sering juga menyangkut masalah yang menentukan kebijakan serta mengambil keputusan yang penting yang tidak dapat dilakukan oleh dewan direksi, seperti keputusan melakukan investasi dan melakukan penyertaan pada perusahaan dalam jumlah yang besar. Melakukan fungsi pengawasan oleh dewan komisaris tidak dapat diartikan bahwa direksi harus tunduk kepada dewan komisaris, walaupun dikatakan dewan komisaris dapat memberhentikan sementara dewan direksi. 56 Dalam menjalankan pengurusan, tidak jarang direksi mengalami beberapa hal yang menghalanginya untuk bertindak sendiri dalam mewakili perseroan untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. Oleh karena itu, undang-undang telah memberikan solusinya yakni dengan cara direksi dapat memberikan kuasa kepada karyawan perseroan ataupun pihak lain untuk dapat mewakili direksi dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. Adapun hubungan hukum yang sering dilakukan oleh direksi dalam mengurus perseroan adalah mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 57 Menurut undang-undang, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yakni : Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 55 Todung Mulya Lubis, Loc.Cit. 56 Moenaf H. Regar, Op.Cit., hal Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 58 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

29 29 2. Cakap untuk melakukan suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut dengan syarat objektif karena mengenai objek perjanjian. Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perujudan kehendak tersebut. 59 Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Sehubungan dengan kecakapan bertindak, maka bagi suatu perseroan terbatas untuk dapat bertindak haruslah diwakili oleh wakilnya yang sah menurut hukum, dan dalam hal ini adalah direksi. Salah satu bentuk hubungan hukum yang sering dilakukan oleh suatu perseroan yang ingin berkembang adalah memperoleh bantuan modal dalam bentuk kredit pada bank. Dalam memperoleh dana dalam bentuk pinjaman dari pihak bank ini maka yang berhak untuk mewakili perseroan adalah Direksi. 59 Mariam Darus Badrulzaman dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 73.

30 30 Dalam memperoleh pinjaman kredit dari pihak bank, maka perseroan wajib mengadakan hubungan hukum dengan pihak bank dengan cara menandatangani perjanjian dengan pihak bank yang sering disebut juga dengan perjanjian kredit. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, istilah kredit yang digunakan dalam perjanjian pinjam meminjam uang dengan bank memiliki hal-hal terselubung yang perlu diselami artinya. 60 Kata kredit berasal dari bahasa Romawi credere artinya percaya, (Belanda: vertrouwen, Inggris: believe, trust or confidence). Secara umum kredit diartikan sebagai the ability to borrow on the opinion conceived by the lender that he will be repaid. 61 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, kredit adalah penyediaan uang untuk dipinjamkan kepada penerima kredit. Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa dalam pengertian kredit terkandung kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Dari kewajiban ini dapat ternyata bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan kredit itu dibelakang hari. 62 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan rumusan mengenai pengertian kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat 60 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek Di Medan, Penerbit Alumni, Bandung, 1978, hal Ibid., hal Ibid., hal. 23.

31 31 dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 63 Dari pengertian kredit tersebut maka elemen-elemen kredit adalah: Kredit mempunyai arti khusus yaitu meminjamkan uang. 2. Penyedia/pemberi pinjaman uang khusus terjadi di dunia perbankan. 3. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam sebagai acuan dari perjanjian kredit. 4. Dalam jangka waktu tertentu. 5. Adanya prestasi dari pihak peminjam untuk mengembalikan utang disertai dengan jumlah bunga atau imbalan. Bagi Bank Syariah atau Bank Muamalat pengembalian utang disertai imbalan atau adanya pembagian keuntungan tetapi bukan bunga. Dalam menandatangani perjanjian kredit dengan pihak Bank, maka yang berhak untuk mewakili perseroan dan bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan perseroan hanya direksi, baik hanya oleh salah seorang anggota direksi ataupun segenap direksi sesuai dengan yang ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Undang-undang memberikan hak kepada direksi untuk memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum tertentu yang dimaksud adalah perbuatan hukum yang tercantum dalam surat kuasa. 63 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, CV. Alberta, Bandung, 2003, hal

32 32 Surat kuasa dalam hukum Indonesia diatur dalam KUHPerdata alias Burgerlijk Wetboek (BW). Sayangnya, walaupun disebut dalam banyak pasal BW, Pasal 1792 s/d 1819, tak satupun mencantumkan definisi surat kuasa. 65 Pasal 1792 sebagai pembuka hanya berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka, mendefinisikan surat kuasa adalah surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu. Sementara, dalam gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else). 66 Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia (Marjanne Termorshuizen) dikatakan bahwa last berarti beban, kewajiban, atau tanggungan. Ini berarti suatu lastgeving, sesungguhnya tidak hanya terbatas pada suatu perbuatan hukum untuk memberikan kewenangan melakukan suatu pengurusan atas suatu hal atau kepentingan tertentu dari lastgever, melainkan juga membebani lasthebber dengan kewajiban, dan tanggungan untuk menyelesaikan tugas atau perintah yang diberikan tersebut hingga selesai. 67 Dalam suatu perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) tidak selalu diberikan kuasa atau diperjanjikan adanya kewenangan mewakili. Jika di dalam lastgeving sekaligus juga diberikan kuasa, penerima tugas/beban (lastnemer) berhak mewakili 65 Surat Kuasa, Konsep Amanah Yang (Sering) Salah Kaprah, terakhir diakses tanggal 23 Februari Ibid. 67 Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Bisnis : Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan, dan Pemberian Kuasa (Dalam Sudut Pandang KUHPerdata), Kencana, Jakarta, 2006, hal. 171.

33 33 pemberi tugas/beban (lastgever), yakni berdasarkan perjanjian (contractuele vertegenwoordiging). 68 Lebih lanjut diatur dalam undang-undang bahwa seorang penerima kuasa wajib untuk menyelesaikan perbuatan hukum yang dimaksud dalam suatu pemberian kuasa dan apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka penerima kuasa dapat dimintakan ganti kerugian bila terjadi kerugian sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pemberian kuasa Konsepsi Definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. 70 Pemberian kuasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris perseroan terbatas. b. Direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang melaksanakan pengurusan perseroan dan mewakili perseroan dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. 68 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2010, hal Pasal 1800 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 70 Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP Erman, SH, Sp.N Dosen Fakultas Hukum Usahid Jakarta Abstract Management as an element of limited liability company

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka berbagai pihak mengajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. Sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum yang diatur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. Sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum yang diatur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS 2.1 Karakteristik Perseroan Terbatas Sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN A. Pengertian PT Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan berbisnis dengan membentuk

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: AGUS SALIM HARAHAP Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan Jl. Mesjid No. 1 Medan Estate, Medan 20371 august_harahap@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M.

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M. ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M. 010108141 ABSTRAK Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Direksi Dewan Komisaris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan")

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. (Perusahaan) PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan") I. PENDAHULUAN Pedoman Kerja Dewan Direksi ("Pedoman Kerja Direksi") ini merupakan bagian dari Good Corporate Governance Perusahaan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D 101 10 058 ABSTRAK Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama

ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. ORGAN PERSEROAN TERBATAS Ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA Oleh: I Kadek Indra Setiawan I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In a limited liability

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991 Amanat, Anisitus Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A. PIAGAM DIREKSI Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. 1. Peraturan Perseroan No. 40/2007 A. LEGAL BASIS 2. Peraturan Pasar Modal

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan UUPT, Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Feb-Mei 2013. Volume I Nomor 1 PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU Martha Vivy E.P *) Ramli Siregar **) Windha ***) ABSTRACT Company Limited as a legal

Lebih terperinci

PERANAN, KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR ABSTRACT

PERANAN, KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR ABSTRACT SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR 1 PERANAN, KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR ABSTRACT Limited Liability Company is a facility of economic activity

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002. 158 DAFTAR PUSTAKA BUKU Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009. Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena struktur yang

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013 ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PENETAPAN PENGADILAN UNTUK KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM KETIGA YANG LEWAT WAKTU (STUDI KASUS: PERMOHONAN KEPADA KETUA PENGADILAN NEGERI OLEH PT X DIHUBUNGKAN DENGAN KONFLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO

TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO Oleh: Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H Penulis adalah mantan Ketua Badan Supervisi BI (2005-2008), Komisaris Utama PT. Danareksa

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS Kurniawan * Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram Jalan Majapahit Nomor

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B. TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal sebuah yayasan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci