BAB II TINJAUAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian 1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001). 2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001). 3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. 5

2 B. Anatomi dan Fisiologi Gambar 2.1 Anatomi hati Sumber: Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava 6

3 inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal. Fungsi metabolik hati: 1. Metabolisme glukosa Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja. 2. Konversi amonia Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin. 3. Metabolisme protein Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport 7

4 yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein. 4. Metabolisme lemak Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol. 5. Penyimpanan vitamin dan zat besi 6. Metabolisme obat Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin. 7. Pembentukan empedu Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. 8. Ekskresi bilirubin Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya 8

5 lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001) C. Etiologi Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain : 1. Malnutrisi 2. Alkoholisme 3. Virus hepatitis 4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika 5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan) 6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi) 7. Zat toksik Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati : 1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). 9

6 D. Patofisiologi Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001). 10

7 E. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain: 1. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler). 2. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi 11

8 arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. 3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. 4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. 12

9 5. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. 6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah: 1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya. 2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti : a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine. 13

10 b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid. 3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul a. Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja) 1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung. 2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmhg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya. 3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. 14

11 c. Ensefalopati 1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia. 2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai. 3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises. 4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik. 5) Transplantasi hati. d. Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida. e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan cairan dan garam. G. Komplikasi Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah: 1. Hipertensi portal 2. Coma/ ensefalopaty hepatikum 3. Hepatoma 4. Asites 5. Peritonitis bakterial spontan 6. Kegagalan hati (hepatoselular) 7. Sindrom hepatorenal H. Pengkajian Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut: 1. Demografi a. Usia : diatas 30 tahun 15

12 b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat hepatitis kronis b. Penyakit gangguan metabolisme : DM c. Obstruksi kronis ductus coleducus d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis e. Penyakit autoimun f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP 3. Pola Fungsional a. Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus. b. Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi. c. Eliminasi Gejala : Flatus. Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat. d. Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi. 16

13 e. Neurosensori Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas. f. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas. Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri. g. Pernapasan Gejala : Dispnea. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia. h. Keamanan Gejala : Pruritus. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie. i. Seksualitas Gejala : Gangguan menstruasi, impoten. Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis) 4. Pemeriksaan Fisik a. Tampak lemah b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan) c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis d. Distensi vena jugularis dileher e. Dada : 1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki) 2) Penurunan ekspansi paru 3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan 4) Disritmia, gallop 17

14 5) Suara abnormal paru (rales) f. Abdomen : 1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen 2) Penurunan bunyi usus 3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras 4) Nyeri tekan ulu hati g. Urogenital : 1) Atropi testis 2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum) h. Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis i. Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot 5. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu: 1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme. 2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT 3) Albumin serum menurun 4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia 5) Pemanjangan masa protombin 6) Glukosa serum : hipoglikemi 7) Fibrinogen menurun 8) BUN meningkat 18

15 b. Pemeriksaan diagnostik Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu: 1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal. 2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus. 3) USG 4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta. 5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati. 6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal. 19

16 20

17 J. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) antara lain: 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit. 6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh. 8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah. K. Intervensi dan Rasional Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut: 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi efektif. Kriteria hasil : a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas. b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan. c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal. d. Tidak mengalami gejala sianosis. 21

18 Intervensi : 1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan. Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan akumulasi cairan dalam abdomen. 2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring. Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma. 3) Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk. Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret. 4) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi. Rasional : Untuk mencegah hipoksia. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi. Kriteria hasil : a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif. b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut. Intervensi : 1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori. Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan. 2) Berikan makan sedikit tapi sering. Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites. 3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan. 22

19 Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia. 4) Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites. 5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein dan amonia. Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan. Kriteria hasil : a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran. b. Berat badan stabil. c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema. Intervensi : 1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif. Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi. 2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan. Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi. 3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites. Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis. 23

20 4) Awasi TD dan CVP. Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan. 5) Awasi albumin serum dan elektrolit. Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan edema. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas. Kriteria hasil : a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien. b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup. c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan. Intervensi : 1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP). Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. 2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K) Rasional : Memberikan nutrien tambahan. 3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat. Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi klien. 4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. 24

21 5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit terjaga. Kriteria hasil : a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh. b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh. c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang. Intervensi : 1) Batasi natrium seperti yang diresepkan. Rasional : Meminimalkan pembentukan edema. 2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit. Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma. 3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering. Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema. 4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous. Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema. 5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain. Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar. 25

22 6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil : a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan. b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan. Intervensi : 1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal. Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis. 2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber. Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan. 3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada. Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut. 4) Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan. Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif. 5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran. Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : a. Tanda-tanda vital dalam batas normal. 26

23 b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang. Intervensi : 1) Kaji tanda vital dengan sering. Rasional : Tanda adanya syok septik. 2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif. Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain. 3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi. Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi sekunder. 4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik. Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder. 8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan proses pikir. Kriteria hasil : a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan. b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan perubahan mental. Intervensi : 1) Observasi perubahan perilaku dan mental. Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik. 2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien. Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini. 27

24 3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri. Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan kebutuhan metabolik hati. 4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, ph, BUN, glukosa dan darah lengkap. Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik, hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma hepatik. 28

TINJAUAN TEORI. dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya. dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

TINJAUAN TEORI. dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya. dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat) . KOMPLIKASI Ensefalopai hepaic terjadi pada kegagalan hai berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopai hepaik. Kerusakan jaringan paremkin hai

Lebih terperinci

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering ASKEP HEPATITIS TINJAUAN TEORITIS Defenisi Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Sirosis Hepatis Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya

Lebih terperinci

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan BAB I KONSEP DASAR A. Konsep Medis Kurang Energi Protein (KEP) 1. Pengertian Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atua lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan

BAB II KONSEP DASAR. adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

Portal Hypertension. Penyebab

Portal Hypertension. Penyebab Portal Hypertension Portal hypertension adalah peningkatan tekanan darah pada sistem pembuluh darah yang disebut sistem vena porta. Vena yang berasal dari lambung, usus, limpa, dan pankreas bergabung menjadi

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya.

Lebih terperinci

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Demografi Nama Umur Pekerjaan Alamat a. Aktifitas dan istirahat Ø Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal Ø Dispnea nokturnal karena pengerahan tenaga b. Sirkulasi

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Oleh : Dewi Rahmawati 201420461011056 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang 27 BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang ditemukan pada pasien An.T adapun permasalahan tersebut sebagai berikut: A. Diagnosa 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida A. Pengertian Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Dr. Suparyanto, M.Kes GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT CAIRAN TUBUH Cairan tubuh adalah larutan isotonik yang tersusun atas air dan zat terlarut (mineral)

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi Lampiran 1 Senin/ 17-06- 2013 21.00 5. 22.00 6. 23.00 200 7. 8. 05.00 05.30 5. 06.00 06.30 07.00 3. Mengkaji derajat kesulitan mengunyah /menelan. Mengkaji warna, jumlah dan frekuensi Memantau perubahan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN HPP

ASUHAN KEPERAWATAN HPP 1. Pengertian Haemoragik Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi.hpp diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirosis Hati 2.1.1 Definisi Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KASUS

BAB III ANALISA KASUS BAB III ANALISA KASUS 3.1 Pengkajian Umum No. Rekam Medis : 10659991 Ruang/Kamar : Flamboyan 3 Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2011 Diagnosa Medis : Febris Typhoid a. Identitas Pasien Nama : Nn. Sarifah Jenis

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sitem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi

Lebih terperinci

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis? Gagal Ginjal Kronis Banyak penyakit ginjal yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan pada kesehatan. Gagal ginjal mengganggu fungsi normal dari organ-organ tubuh lainnya. Penyakit ini bisa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. 19 Sirosis hati merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. 19 Sirosis hati merupakan 2.1 Pengertian Sirosis Hati BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Istilah sirosis pertama kali diberikan oleh Laennec pada tahun 1819, yang berasal dari kata kirhoss yang berarti kuning orange (orange yellow), karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

BAB II TINJAUAN TEORI. fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

1. 4A 2. 3A 3. 3B. : Mengetahui masalah gizi dan penatalaksanaannya pada sistem respirasi

1. 4A 2. 3A 3. 3B. : Mengetahui masalah gizi dan penatalaksanaannya pada sistem respirasi 1 Judul mata kuliah Blok : Gizi pada penyakit sistem respirasi : Sistem respirasi Waktu penyajian : Kompetensi : 1. Area landasan ilmiah ilmu kedokteran 2. Area pengelolaan masalah kesehatan Nama penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns I. DEFINISI Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang memiliki peran dalam proses penyimpanan energi, pembentukan protein, pembentukan asam empedu, pengaturan

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG DEFINISI Kanker lambung merupakan neoplasma maligna yang di temukan di lambung, biasanya adenokarsinoma,atau gangguan sel gaster yang dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster,

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR Mei Vita Cahya Ningsih D e f e n I s i Sejak tahun1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi berat lahir

Lebih terperinci

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009)

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang normal menjadi nodul-nodul yang abnormal (Dipiro et al., 2015). Perubahan

Lebih terperinci