Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Pemanas air surya pelat datar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Pemanas air surya pelat datar"

Transkripsi

1 Bab II Teori Dasar Pemanfaatan energi matahari dapat dibagi menjadi dua yaitu: sistem aktif dan sistem pasif. Perbedaan antara kedua sistem ini adalah ada atau tidaknya pengumpul surya (kolektor) pada sistem tersebut. Kolektor adalah kuni dari sistem aktif, sedangkan sistem pasif hanya mengandalkan sinar matahari yang datang seara alami tanpa menggunakan kolektor. Pengumpul surya (solar olletor) adalah suatu alat yang memanfaatkan energi termal dari radiasi matahari yang kemudian diteruskan kepada fluida kerjanya. Menurut ara pengumpulan energi surya, pengumpul surya dibagi menjadi pengumpul terkosentrasi (onentrating solar olletor) dan pengumpul tidak-terkonsentrasi (non-onentrating solar olletor). Pengumpul surya terkonsentrasi umumnya memiliki reflektor yang mengkonsentrasikan radiasi surya ke arah bagian pelat penyerap. Pengumpul surya tidak-terkonsentrasi, langsung memanfaatkan terpaan radiasi surya untuk memanaskan pelat penyerap melalui efek rumah kaa. Sistem pemanas air surya untuk perumahan pada umumnya menggunakan kolektor tidak-terkonsentasi, yaitu kolektor pelat datar. Gambar 2.1 Pemanas air surya pelat datar 2.1 Pemanas Air Surya Pelat Datar Terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor dan tangki penyimpan air (gambar 2.1). Pada bagian kolektor terdapat sistem aliran fluida yang berupa pipapipa dan penyerap panas radiasi matahari. Permukaan kolektor tersebut diberi warna hitam untuk meningkatkan arbsorpsivitasnya. 4

2 Ketika energi panas matahari mengenai permukaan kolektor, permukaan tersebut akan menjadi panas dan akan memanaskan air yang berada dalam pipa. Ketika temperatur air meningkat, berat jenisnya akan turun sehingga air yang panas akan bergerak naik ke bagian atas kolektor menuju bagian atas tangki penyimpan air. Sedangkan air dingin yang masih berada di bagian bawah tangki akan bergerak turun ke bagian bawah kolektor karena berat jenis air dingin lebih tinggi daripada air panas. Sirkulasi air ini terjadi terus-menerus ketika kolektor tersebut terkena panas matahari. Namun ketika radiasi matahari berkurang, air didalam kolektor mendingin dan apabila temperaturnya lebih rendah daripada temperatur air dalam tangki, maka sirkulasi akan berhenti. Prinsip kerja ini disebut thermosyphon (gambar 2.2). Gambar 2.2 Sirkulasi alami pemanas air surya Kolektor Pelat Datar Kolektor pelat datar datpat dibedakan lagi berdasarkan jenis fluida kerjanya, yaitu kolektor pelat datar untuk air dan kolektor pelat datar untuk udara. Dibawah ini akan dijelaskan kolektor pelat datar yang digunakan pada sistem pemanas air surya. Kolektor pelat datar terdiri dari empat elemen dasar: 1. Absorber. Berfungsi untuk menyerap radiasi matahari yang datang dan memindahkan energi panas ini ke fluida. Terdiri dari pelat absorber (sirip), pipa pengumpul dan pipa induk. Pelat absorber (sirip) berfungsi untuk memperluas permukaan penyerap panas. Panas ini kemudian diserap oleh air dalam pipa-pipa pengumpul yang dihubungkan dengan pipa induk. 5

3 2. Penutup transparan. Berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas radiasi dan perpindahan panas konveksi dari kolektor kesekeliling. 3. Isolasi. Berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas dari bagian-bagian absorber yang tidak terkena matahari. 4. Rangka dan rumah (asing) kolektor. Tempat untuk meletakkan seluruh komponen pada posisinya dan menyangga berat kolektor. Gambar 2.3 Kolektor pelat datar untuk air Energi panas dipindahkan dari absorber ke fluida baik itu fluida air maupun gas yang kemudian digunakan langsung atau disimpan. Biasanya lebih dari setengah panas yang diserap hilang dari permukaan absorber, disebabkan oleh reradiasi dan konveksi ke lingkungan. Kehilangan panas ini dapat dikurangi dengan menggunakan pelat penutup transparan dari jenis kaa karena: a. Kaa dapat meneruskan gelombang radiasi matahari tetapi tidak dapat meneruskan gelombang radiasi matahari. b. Ruang udara antara absorber dengan kaa memangkas besar hambatan thermal antara absorber dengan udara lingkungan. Bagian bawah absorber harus diisolasi untuk menegah kerugian seara konduksi dari sisi bagian bawah dan samping. Sebagai ontoh, rangka bagian luar dan penyangga pelat penutup harus juga diisolasi dari pelat absorber dan juga dari ruang udara, yang memiliki temperatur diatas temperatur sekeliling. 6

4 2.1.2 Tangki penyimpan air Digunakan untuk menyimpan air panas yang sudah dipanaskan dikolektor untuk digunakan sesuai keperluan. Tangki dibuat bebrbentuk silinder horizontal dan dilengkapi dengan 4 buah pipa dengan fungsi masing-masing, seperti ditunjukkan pada gambar Saluran air panas dari kolektor Terletak pada bagian atas sebelah kiri dari tangki untuk saluran air yang telah dipanaskan di kolektor. 2. Saluran air dingin Terletak di bagian paling bawah sebelah kanan tangki. Pipa ini berfungsi sebagai saluran air dingin ke kolektor dan sebagai saluran masuk untuk air dingin pengganti (make-up water). 3. Saluran pengambilan air panas / pemakaian Terletak pada bagian atas sebelah kanan dari tangki. Berfungsi untuk mengalirkan air panas yang akan digunakan. Saluran ini ditempatkan diatas saluran air masuk dari kolektor, untuk menjamin permukaan air didalam tangki selalu berada diatas saluran air dari kolektor sehingga sirkulasi thermosyphon dari kolektor ke tangki akan selalu berjalan. 4. Saluran pengeluaran udara Terletak diantara saluran masuk air dingin dan saluran pengambilan air panas. Saluran ini berguna untuk mengeluarkan udara yang terjebak didalam tangki. Bila didalam tangki terdapat udara, maka udara ini akan menghalangi masuknya air kedalam tangki. Sirkulasi air akan terganggu dan tekanan didalam sistem akan naik akibat pemuaian udara. Gambar 2.4 Tipikal tangki penyimpan air panas 7

5 2.1.3 Pelat Penutup Radiasi matahari yang diterima oleh suatu benda, dapat ditransmisikan (τ ), direfleksikan ( ρ ), dan atau di absorpsi (α ) τ + ρ+ α = 1 Persamaan tersebut berlaku untuk ahaya dengan berbagai panjang gelombang, juga untuk memperhitungkan radiasi matahari dan untuk radiasi gelombang panjang dari pelat absorber kolektor matahari. Material penutup kolektor harus mempunyai nilai transmisivitas yang tinggi, sedangkan absorpsivitas dan refleksivitas yang seminimal mungkin. Hal ini disebabkan karena radiasi matahari yang diterima oleh pelat penutup harus dapat diteruskan seara maksimal ke pelat absorber agar energi radiasi tersebut sebanyak-banyaknya dipindahkan ke fluida kerja [Lunde, 1980]. Ada banyak material yang dapat meneruskan radiasi matahari dengan baik, tetapi menyerap sedikit energi dari sinar yang datang. Kaa, udara, air dan bahan plastik yang transparan termasuk diantara material tersebut. Seara umum, kaa menyerap 5-10% dari sinar yang datang. Yang mempengaruhi absorpsivitas dan warna dari kaa adalah kandungan oksida besi. Untuk kaa dengan kadar besi yang rendah, yaitu 0,05% oksida besi, akan kehilangan hanya sekitar 2,5% dari ahaya yang diteruskan untuk diserapkan oleh kaa dengan ketebalan pada umumnya. Untuk kaa water white dengan kadar besi yang sangat rendah yaitu 0,01% oksida besi, dapat meneruskan sekitar 91,4% dari radiasi matahari. Sifat-Sifat Jenis kaa: Ordinary Float Iron-oxide ontent, perent 0,12 Refrative Index 1,52 Light transmittane (normal, perent) Glass thikness, inhes 0,25-0,125 Refletane loss, perent 8,2-8,0 Absorpstion loss, perent 8,0-13,0 Tabel 2.1 Sifat-sifat kaa [2] Tabel diatas penting untuk mengetahui rugi-rugi panas di pelat penutup. Sehingga dapat diketahui besar intensitas radiasi matahari yang diterima dan dimanfaatkan kolektor. 8

6 2.1.4 Permukaan Pelat Absorber Karakteristik optik dari pelat absorber sangat berpengaruh terhadap efisiensi dimana radiasi matahari yang datang diubah menjadi energi berguna. Sifat permukaan yang melakukan reradiasi panjang gelombang termal menentukan banyaknya losses radiasi seara langsung. Rugi-rugi ini tetap ada pada kolektor meskipun terdapat pelat penutup karena luas pemukaan kolektor ukup besar. Besar pemantulan ahaya tampak dan infra merah sangat menentukan seberapa besar energi panas yang diserap karena pelat absorber yang opaque tidak meneruskan ahaya. ρ + α = 1 Selain itu juga terdapat istilah emissivitas (ε), yaitu sifat optik permukaan yang sama dengan absorptivitas, tetapi pada temperatur sehingga permukaan lebih banyak memanarkan (emit) daripada menyerap radiasi. Pelat absorber yang ideal memiliki permukaan dengan absorptivitas yang tinggi untuk menyerap sebanyak mungkin radiasi matahari, akan tetapi memiliki emissivitas yang rendah untuk meminimalkan losses seara reradiasi. Permukaan dengan sifat-sifat diatas disebut dengan permukaan selektif. 2.2 Teori Kolektor Pelat Datar Sub-bab ini akan membahas tentang kolektor pelat datar seara teoritik dengan ukup mendetail. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan pengertian ara kerja dari kolektor pelat datar. Sedangkan pada perhitungan performasi kolektor pada bab 4, dilakukan penyederhanaan dari berbagai prosedur teoritik yang dijelaskan pada sub-bab ini Persamaan Kesetimbangan Energi pada Kolektor Pelat Datar Langkah awal untuk melakukan analisis kolektor pelat datar adalah kesetimbangan energi. Kesetimbangan energi ini menunjukkan adanya energi matahari yang diterima menjadi energi yang berguna, rugi-rugi termal dan rugirugi optik. Dengan mengasumsikan kolektor beroperasi dalam keadaan tunak, energi panas yang dikumpulkan ( Q ) sama dengan energi yang diserap ( Q ) dikurangi dengan rugi-rugi ke sekeliling ( Q ): u loss a 9

7 Qu = Qa Qloss (2.1) Energi panas yang diserap sebanding dengan perkalian radiasi matahari yang diserap kolektor, S dengan luas kolektor, A Q a = S A (2.2) Radiasi matahari yang diserap oleh kolektor sebanding dengan perkalian antara nilai transmisi-absorpsi rata-rata, ( τα dengan radiasi matahari yang datang, I t. ( τα ) It S = (2.3) ave Energi thermal yang hilang dari kolektor ke sekeliling dengan konduksi, konveksi, dan radiasi infra merah dapat diwakili dengan koefisien kehilangan panas, U L, perbedaan antara temperatur rata-rata pelat absorber, T p,m dan temperatur lingkungan T a. Persamaan rugi-rugi termal didefinisikan sebagai berikut: (, ) Q = U A T T (2.4) loss L p m a Maka besarnya energi yang berguna: Qu = A S UL( Tp, m Ta) (2.5) Permasalahan pada persamaan ini adalah temperatur rata-rata pelat absorber sulit untuk dihitung atau diukur karena merupakan fungsi ranangan kolektor, radiasi matahari yang datang dan kondisi fluida yang masuk. Ukuran kinerja kolektor adalah efisiensi kolektor, yang didefinisikan sebagai perbandingan dari energi yang berguna sepanjang periode waktu tertentu terhadap energi matahari yang datang dalam periode waktu yang sama. Qu η = (2.6) A I t Nilai dari efisiensi kolektor biasanya berkisar antara nol dan satu. Tetapi bernilai negatif ketika radiasi yang datang tidak dapat mengimbangi rugi-rugi yang terjadi. ) ave 10

8 2.2.2 Koefisien Kehilangan Panas Kolektor Keseluruhan Mengembangkan konsep dari koefisien kehilangan panas kolektor keseluruhan berguna untuk menyederhanakan persamaan matematika. Rangkaian thermal untuk sistem dengan satu pelat penutup ditunjukkan oleh gambar 2.5. Pada beberapa lokasi tertentu pada pelat kolektor dimana temperaturnya adalah T p, sejumlah energi matahari S diserap oleh pelat; S sebanding dengan radiasi matahari yang datang dikurangi rugi-rugi optik, sesuai dengan persamaan (2.3). Energi yang diserap ini akan didistribusikan menjadi losses melalui bagian atas dan bawah kolektor, dan juga menjadi energi berguna. Tujuan dari sub-bab ini adalah merubah rangkaian thermal gambar 2.5 menjadi rangkaian thermal pada gambar 2.6. Gambar 2.5 Rangkaian thermal kolektor dengan satu pelat penutup R1 = Penjumlahan tahanan termal konveksi akibat sekeliling dan tahanan termal radiasi. R2 = Penjumlahan tahanan termal konveksi dalam ruang antara kaa dengan pelat absorber dan tahanan termal radiasi. R3 = Tahanan termal konduksi isolasi R4 = Penjumlahan tahanan termal konveksi akibat sekeliling dan tahanan termal radiasi. Ta = Temperatur sekeliling. T1 = Temperatur kaa. Tp = Temperatur pelat absorber. Tb = Temperatur isolasi bagian bawah. 11

9 Gambar 2.6 Rangkaian thermal ekivalen kolektor pelat datar Rugi-rugi energi yang melewati bagian atas kolektor disebabkan oleh konveksi dan radiasi diantara pelat sejajar. Perpindahan energi antara pelat kolektor yang bertemperatur T p dan pelat penutup yang bertemperatur T adalah sama dengan rugi-rugi energi ke sekeliling dari pelat penutup atas. Rugi-rugi yang melewati bagian atas kolektor tiap satu satuan luas adalah sama dengan perpindahan energi panas dari pelat absorber ke pelat penutup: p q h loss, top = p ( T T ) p 4 4 ( T T ) σ p ε ε p (2.7) h = koefisien perpindahan panas antara pelat kolektor dan pelat penutup. Dengan melinearkan perpindahan panas seara radiasi, maka: q ( h + h )( T T ) loss, top = p r, p p (2.8) dimana: h r, p = 2 2 ( T + T )( T + T ) p ε ε Tahanan, R 2, dinyatakan sebagai: p p R 2 1 = h p h + r, p (2.9) Persamaan untuk tahanan dari pelat penutup atas ke sekeliling, R 1 sama dengan persamaan (2.9) tetapi koefisien perpindahan panas konveksi-nya adalah untuk angin yang bertiup di sekitar kolektor. Tahanan radiasi dari bagian atas pelat penutup memperhitungkan perubahan radiasi dengan langit pada T s. Diambil referensi untuk tahanan ini dengan 12

10 temperatur lingkungan T a. Maka koefisien perpindahan panas seara radiasi dapat ditulis sebagai berikut: h r, a = σ 2 2 ( T + T )( T + T )( T T ) s s s ε (2.10) T Ta tahanan ke sekeliling ditulis sebagai: 1 R1 = (2.11) h wind + h r, a untuk sistem satu pelat penutup, koefisien rugi-rugi untuk bagian atas pelat kolektor ke sekeliling adalah: 1 U = t R + R (2.12) 1 2 Dalam menyelesaikan persamaan koefisien rugi-rugi tersebut diperlukan proses iterasi. Pertama, dengan menebak temperatur pelat penutup yang tidak diketahui, dimana koefisien perpindahan panas untuk konveksi dan radiasi diantara pelat sejajar sudah diperhitungkan. Dengan dugaan ini, persamaan (2.12) dapat diselesaikan. Rugi-rugi panas bagian atas pelat kolektor adalah koefisien rugi-rugi bagian atas pelat kolektor dikalikan dengan perbedaan temperatur keseluruhan. Untuk menghitung nilai temperatur pelat, perubahan energi diantara pelat harus sama dengan rugi-rugi panas keseluruhan. Diawali pada pelat absorber, nilai temperatur baru dihitung untuk pelat penutup pertama. Temperatur pelat penutup pertama yang baru digunakan untuk menari temperatur pelat penutup kedua, dan selanjutnya. Untuk dua pelat yang berdekatan, temperatur baru dari pelat (j) dapat dinyatakan dalam kondisi temperatur (i) sebagai: T j U = Ti h ( T T ) t p i j + h a r, i j (2.13) Proses ini diulangi hingga temperatur pelat penutup tidak lagi berubah banyak diantara iterasi. Proses perhitungan koefisien kehilangan panas ukup panjang, apalagi bila ingin diketahui U L setiap 2 menit. Untuk mempermudah telah disajikan grafik U L terhadap temperatur pelat rata-rata [Duffie, 1980]. Tersedia grafik untuk satu, dua dan tiga pelat penutup; temperatur ambien 40, 10 dan -20 C; untuk koefisien 13

11 perpindahan panas angin 5, 10 dan 20 W/m 2 C; dan untuk emisi pelat 0,95 dan 0,10. Rugi-rugi energi yang melalui bagian bawah kolektor ditunjukkan dengan gambar dua rangkaian tahanan, R 3 dan R 4, pada gambar 2.3. R 3 manggambarkan tahanan aliran energi panas melalui isolasi dan R 4 menggambarkan tahanan konveksi dan radiasi ke sekeliling. R 4 memungkinkan untuk diasumsikan benilai 0 dan seluruh tahanan untuk aliran energi panas disebabkan oleh isolasi. Maka koefisien rugi-rugi untuk bagian bawah kolektor, U b, dapat dinyatakan sebagai berikut: 1 U b = = R 3 k L (2.14) dengan k = konduktivitas thermal isolasi dan L = ketebalan isolasi. Untuk kebanyakan kolektor, perhitungan rugi-rugi untuk bagian tepi sangat rumit. Akan tetapi sistem yang diranang dengan baik, rugi-rugi bagian tepi seharusnya keil sehingga tidak diperlukan perhitungan dengan ketelitian yang tinggi. Rugi-rugi bagian tepi diperkirakan dengan menganggap aliran energi panas ke arah samping adalah satu dimensi sekeliling sistem kolektor. Rugi-rugi yang melalui bagian tepi harus direkomendasikan terhadap luas kolektor. Jika perkalian koefisien rugi-rugi bagian tepi dengan luas adalah ( UA, maka koefisien rugirugi bagian tepi berdasarkan luas kolektor, A adalah: U U e e ( UA) edge = (2.15) A kisolasi + h p tbox L = (2.16) A dimana: k isolasi = konduktivitas thermal isolasi L = tebal isolasi h = koefisien konveksi sekeliling p = keliling t box = tinggi kotak kolektor ) edge 14

12 Pada rugi-rugi bagian tepi untuk susunan kolektor dengan konstruksi yang ukup besar biasanya diabaikan, tetapi untuk kolektor yang keil rugi-rugi bagian tepi ukup berpengaruh. Koefisien rugi-rugi kolektor keseluruhan, U L, adalah penjumlahan dari koefisien rugi-rugi untuk bagian atas, bawah dan tepi UL = Ut + Ub + Ue (2.17) Faktor Efisiensi Kolektor Dengan menganggap konfigurasi pipa dan pelat seperti pada gambar 2.5 dapat diperoleh faktor efisiensi sirip dan faktor efisiensi kolektor. W/2 T b d bond x (W-D)/2 D T f Gambar 2.7 Konfigurasi pipa dan absorber Permukaan yang diperluas selalu digunakan untuk membantu perpindahan enrgi panas dari permukaan absorber ke fluida kerja. Dalam kolektor dengan fluida air,permukaan absorber bertindak sebagai sirip pada pipa dimana fluida bersirkulasi sehingga dapat digunakan pipa yang berdimensi keil, mempertahankan biaya yang rendah, menyederhanakan permasalahan distribusi dan meyakinkan koefisien perpindahan panas yang tinggi pada bagian sisi fluida air (gambar 2.7) Radiasi matahari seara seragam menimpa sirip (atau pelat absorber) dan dikonduksikan ke pipa yang terdekat. Sejumlah panas yang mengalir pada sepanjang sirip dengan jarak tertentu ke pipa akan semakin rendah. Untuk mengkonduksikan panas sepanjang sirip, temperatur harus meningkat seperti peningkatan yang terjadi dari ujung sirip, dengan temperatur tertinggi pada titik tengah antara pipa. Dengan temperatur yang tinggi ini berarti rugi-rugi ke lingkungan melalui pelat penutup juga tinggi. Persamaan efisiensi sirip adalah sebagai berikut: 15

13 mw ( D) ( D) 2 tanh 2 F = mw Dimana m didefinisikan dengan: 2 m = UL kδ (2.18) Nilai kδ merupakan perkalian antara konduktivitas thermal pelat dan ketebalan pelat. Fungsi F diatas merupakan persamaan standar efisiensi sirip untuk sirip lurus dengan profil persegi panjang yang digambarkan pada gambar 2.6. Gambar 2.8 Efisiensi sirip untuk pipa dan absorber kolektor matahari [1] Persamaan faktor efisiensi kolektor, F, adalah: 1 U L F ' = W + + UL D+ W D F C π Dh ( ) B i f, i (2.19) C B pada persamaan diatas merupakan konduktivitas dari pengikat, yang dihitung dengan persamaan berikut: C k b γ b B = (2.20) K b : konduktivitas thermal pengikat, γ : tebal rata-rata pengikat dan b : lebar pengikat. Persamaan konduktivitas pengikat dapat menjadi parameter sangat penting dalam menggambarkan kinerja kolektor seara akurat. Persamaan F diatas menggambarkan perbandingan penerimaan energi berguna aktual terhadap 16

14 penerimaan energi berguna jika permukaan kolektor yang menyerap energi berada pada temperatur fluida lokal. Faktor efisiensi kolektor pada dasarnya konstan untuk setiap ranangan kolektor dan laju aliran fluida. Untuk kebanyakan ranangan kolektor, parameter F merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan F, tetapi bukan merupakan fungsi temperatur. Faktor efisiensi kolektor menurun dengan meningkatnya jarak antara sumbu pipa yang bersebelahan dan meningkat dengan meningkatnya ketebalan kedua material dan konduktivitas thermal. Dengan meningkatnya koefisien rugi-rugi keseluruhan akan menurunkan F, tetapi dengan meningkatkan koefisien perpindahan energi panas pipa akan meningkatkan F Heat Removal Fator Merupakan hal yang tepat untuk mendefinisikan besaran yang menghubungkan penerimaan energi berguna aktual dari kolektor dengan penerimaan energi berguna jika seluruh permukaan kolektor berada pada temperatur fluida masuk. Besaran ini dinamakan dengan faktor pelepasan panas kolektor, F R, seara matematis ditulis dengan: F F (,, ) (, ) mcp Tf o Tf i R = A S UL Tf i Ta R mc p = 1 e AU L ULAF'/ mp (2.21) Besaran F R ekivalen dengan onventional heat exhanger efetiveness, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara energi panas aktual terhadap perpindahan energi panas maksimum yang mungkin. Penerimaan energi berguna maksimum yang mungkin dalam solar olletor terjadi ketika seluruh kolektor berada pada temperatur fluida masuk; rugi-rugi panas ke sekeliling menjadi minimum. Faktor pelepasan energi panas kolektor dikalikan dengan penerimaan energi berguna maksimum yang mungkin, sama dengan penerimaan energi aktual, Q u : ( ) Qu = AFR S UL Ti Ta (2.22) 17

15 Persamaan diatas berguna dan berlaku untuk kebanyakan kolektor pelat datar. Dengan persamaan ini, penerimaan energi berguna diperhitungkan sebagai fungsi dari temperatur fluida masuk, dan merupakan gambaran yang tepat ketika menganalisis sistem energi matahari, dengan syarat temperatur masuk fuida diketahui. Akan tetapi, rugi-rugi berdasarkan temperatur fluida masuk sangat keil ketika rugi-rugi terjadi di sepanjang pelat kolektor dan pelat mengalami peningkatan temperatur dalam arah aliran. Ketika laju aliran massa yang melalui kolektor meningkat, temperatur sepanjang kolektor menurun. Hal ini menyebabkan rugi-rugi yang keil ketika temperatur rata-rata kolektor rendah dan pada saat bersamaan penerimaan energi berguna meningkat. Peningkatan ini digambarkan dengan peningkatan faktor pelepasan panas kolektor F R sebagai peningkatan laju aliran massa. Perlu diketahui bahwa faktor pelepasan panas kolektor F R tidak akan melebihi faktor efisiensi kolektor F. Ketika laju aliran semakin membesar, perubahan temperatur fluida dari masuk sampai keluar akan menurun mendekati nol, akan tetapi temperatur permukaan absorber akan tetap lebih tinggi dari temperatur fluida. Perbedaan temperatur ini diperhitungkan untuk faktor efisiensi kolektor, F Performansi Kolektor Performansi kolektor seara instan ditunjukkan pada gambar 2.9 untuk empat ranangan kolektor pemanas airan: satu dan dua pelat penutup, pelat absorber yang selektif dan non-selektif. Kofisien kehilangan panas bagian atas, U L telah dihitung dengan menyelesikan sistem dari persamaan-persamaan algebra seperti dijelaskan sub-bab Losses bagian bawah dan tepi diasumsikan sebesar 1,0 W/m 2 C. Untuk kolektor dengan satu pelat penutup, nilai produk transmisiabsorpsi efektif, (τα) e diasumsikan 0,86 dan 0,81 untuk kolektor selektif dan nonselektif. Untuk kolektor dengan dua pelat penutup, (τα) e diasumsikan sebesar 0,81 dan 0,77. Pada setiap ranangan, nilai faktor pelepasan panas kolektor, F R konstan sebesar 0,95. Apabila dipakai nilai U L yang konstan, maka semua kurva akan menjadi garis lurus. Sebuah garis lurus yang sesuai dapat dipakai untuk menggantikan setiap kurva dengan kesalahan 5%. Kurva-kurva ini dikembangkan dengan radiasi 18

16 datang pada kolektor sebesar 1000 W/m 2, ini merupakan radiasi level tinggi; jika digunakan radiasi dengan level lebih rendah, kurva akan lebih linear. Gambar 2.9 Efisiensi kolektor sebagai fungsi dari temperatur fluida masuk [1] Observasi penting lainnya dapat diambil dari gambar ini. Seleksi dari kolektor terbaik bergantung pada aplikasinya. Jika input kolektor adalah air temperatur rendah, maka kolektor yang paling murah, satu pelat penutup, non-selektif akan mempunyai efisiensi tertinggi. Dengan kenaikan temperatur air suplai, performansi kolektor dengan 1 penutup, dan non-selektif akan jatuh lebih epat dari yang lain. Ketika temperatur inlet melebihi 100 C, kolektor paling mahal, dua pelat penutup, dan permukaan selektif akan memiliki performansi tertinggi. Sebuah implikasi dari paragraf sebelumnya adalah temperatur fluida diketahui untuk aplikasi tertentu. Ini jarang menjadi masalah. Kebanyakan sistem surya bekrja dengan temperatur inlet yang bervariasi sehingga seleksi kolektor terbaik dari sudut pandang performansi thermal tidak selalu mungkin. Walaupun jika performansi thermal dari satu kolektor melebihi yang lainnya untuk temperatur dengan range yang lebar, harga dari dua sistem tersebut harus dipertimbangkan sebelum keputusan rasional diambil. 19

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Philip Kristanto Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin - Universitas Kristen Petra Yoe Kiem San Alumnus Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang   Jenis Energi Unit Total Exist 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Optimalisasi Penyerapan Radiasi Matahari Pada Solar Water Heater... (Sulistyo dkk.) OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Agam Sulistyo *,

Lebih terperinci

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON Caturwati NK, Agung S, Chandra Dwi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (215 ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print B-31 Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V Oleh : REZA ARDIANSYAH 2015 100 033 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI, M.Eng OUTLINE LATAR BELAKANG PERUMUSAN, batasan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK Energi fosil di bumi sangat terbatas jumlahnya. Sedangkan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Tugas Akhir Konversi Energi ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Disusun Oleh : Hendra n y

Lebih terperinci

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Ketut Astawa1, Nengah Suarnadwipa2, Widya Putra3 1.2,3

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB 2105 100 127 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER Oleh: Zainul Hasan 1, Erika Rani 2 ABSTRAK: Konversi energi adalah proses perubahan energi. Alat konversi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Lebih terperinci

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4 BAB V RADIASI Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan

Lebih terperinci

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 4 No.2. Oktober 2010 (88-92) Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Made Sucipta, I Made Suardamana, Ketut Astawa Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XI No.1 Mei 2011 Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Handjoko Permana a, Hadi Nasbey a a Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-5 1 Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating Hendra

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (98-102) Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Made Sucipta, Ketut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matahari adalah sumber energi tak terbatas dan sangat diharapkan dapat menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi panas surya (Matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL Irwin Bizzy, Dendi Dwi Saputra, Muhammad Idris Dwi Novarianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit TUGAS AKHIR Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR

PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ISSN 2302-0180 7 Pages pp. 32-38 PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR Faisal Amir 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 2 1) Magister Ilmu Hukum Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING Mulyanef 1, Marsal 2, Rizky Arman 3 dan K. Sopian 4 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta,

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER Arief Rizki Fadhillah 1, Andi Kurniawan 2, Hendra Kurniawan 3, Nova Risdiyanto Ismail 4 ABSTRAK Pemanas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan air panas pada saat ini sangat tinggi. Tidak hanya konsumen rumah tangga yang memerlukan air panas ini, melainkan juga rumah sakit, perhotelan, industri,

Lebih terperinci

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri Jurnal Energi dan Manufaktur Vol 9. No. 2, Oktober 2016 (161-165) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jem ISSN: 2302-5255 (p) ISSN: 2541-5328 (e) Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor B-68 Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor Dendi Nugraha dan Bambang Arip Dwiyantoro Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar JURNA TEKNIK MESIN Vol. 3, No. 2, Oktober 2001: 52 56 Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Eddy Elfiano 1, M. Natsir Darin 2, M. Nizar 3

Eddy Elfiano 1, M. Natsir Darin 2, M. Nizar 3 Analisa Pengaruh Variasi Lapisan Plat Pada Pipa Sejajar ANALISA PENGARUH VARIASI LAPISAN PLAT PADA PIPA SEJAJAR TERHADAP EFEKTIFITAS PENYERAPAN PANAS KOLEKTOR SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN SISTEM EFEK

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER Nizar Ramadhan 1, Sudjito Soeparman 2, Agung Widodo 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-62 Studi Eksperimental Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Efisiensi Thermal pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa Sandy Pramirtha dan Bambang Arip Dwiyantoro

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH 4.1. Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari 4.1.1 Perhitungan Sudut Deklinasi Untuk mengetahui sudut deklinasi (δ) menggunakan persamaan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA Walfred Tambunan 1), Maksi Ginting 2, Antonius Surbakti 3 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru 1) e-mail:walfred_t@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com) 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan berpindah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

PEMANAS AIR SURYA Pembuatan, Instalasi dan Pengujian Lapangan

PEMANAS AIR SURYA Pembuatan, Instalasi dan Pengujian Lapangan PEMANAS AIR SURYA Pembuatan, Instalasi dan Pengujian Lapangan TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Rahadian Effendi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk termokopel yang berada pada HTF, PCM dan permukaan kolektor. Hasil dari kalibrasi tiap termokopelnya disajikan pada Tabel 4.1,

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam NK. Caturwati 1)*, Yuswardi Y. 2), Nino S. 3) 1, 2, 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh :

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh : SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR Oleh : I NYOMAN WIDYA PUTRA YASA NIM : 0919351019 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger

Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger Pengaruh Tebal Isolasi Thermal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger (Ekadewi Anggraini Handoyo Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough LAPORAN TUGAS AKHIR Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama :

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm)

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm) ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine 600-1200 rpm) Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 6308030042 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Matahari atau juga disebut Surya adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak sekitar 149.680.000 kilometer (93.026.724 mil). Matahari adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata

Lebih terperinci

Bab III Proses Produksi

Bab III Proses Produksi Bab III Proses Produksi 3.1 Perancangan Komponen Utama Sebelum dilakukan proses produksi, dilakukan proses perancangan. Proses perancangan ini meliputi perancangan dua komponen utama sistem pemanas air

Lebih terperinci

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. No., Juli 2016 (1 6) Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara I Kadek Danu Wiranugraha, Hendra Wijaksana dan Ketut

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KOLEKTOR SEDERHANA BERGELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR TERHADAP KINERJA SOLAR WATER HEATER

ANALISIS KOLEKTOR SEDERHANA BERGELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR TERHADAP KINERJA SOLAR WATER HEATER ANALISIS KOLEKTOR SEDERHANA BERGELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR TERHADAP KINERJA SOLAR WATER HEATER Sutrisno 1), Mustafa 2) 1),2) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun email : sutrisno_wb@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya 1 Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya Dewi Jumineti 1) Sutopo Purwono Fitri 2) Beni Cahyono 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS,

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging Banjarmasin, 7-8 Oktober 25 Studi Eksperimental Penyimpanan Energi Termal pada Tangki Pemanas Air Tenaga Surya yang Berisi PCM Muhammad Nadjib, a *, Sukamta, b, Novi Caroko, c dan Tito Hadji A.S.,d Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci