PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG"

Transkripsi

1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT.140/3/2012 telah ditetapkan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2012; b. bahwa program dan kegiatan ketahanan pangan merupakan prioritas pembangunan nasional kelima dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan dalam rangka pencapaian sasaran program kegiatan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara efektif dan efisien; c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4254); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

2 7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816); 9. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214) juncto Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418); 10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 11. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; 12. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; 13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jis Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142); 14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142); 15. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Peraturan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 155); 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun ; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pelimpahan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran 2013; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Penugasan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Provinsi Tahun Anggaran 2013;

3 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Penugasan Kepada Bupati/Walikota Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013; 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013 terdiri dari Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Pedoman Desa Mandiri Pangan, Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, dan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat. Pasal 2 Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 3 Pedoman Desa Mandiri Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 4 Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 5 Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

4 Pasal 6 Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Pedoman Desa Mandiri Pangan, Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, dan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat ini digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Tahun 2013 dengan aktivitas-aktivitas prioritas nasional. Pasal 7 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT.140/3/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 2013 MENTERI PERTANIAN, ttd. SUSWONO

5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013 PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma Italia, para pemimpin negara dan pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara. Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat. Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain Air Susu Ibu (ASI). Kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia dipantau dengan menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan (PPH). Skor PPH Indonesia periode mengalami fluktuasi mulai dari 75,7 pada tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3 dan tahun PPH tahun 2012 bahkan cenderung mengalami penurunan lagi. Hal ini disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Bahkan konsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar dengan proporsi

6 sebesar 61,8 persen. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah. Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat setempat. Pelaksanaan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) ini merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota). Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui tiga kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Disamping itu perlu dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di bidang pangan maupun bidang lainnya lainnya seperti pendidikan dengan sosialisasi baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita dan masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.

7 Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change). Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan produktif. Untuk itu, Pedoman Gerakan P2KP tahun 2013 ini ditetapkan sebagai acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga dapat berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas: 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi pekarangan. Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dengan pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/kota. Selain pemanfaatan pekarangan, juga diarahkan untuk pemberdayaan kemampuan kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA), termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang lebih beragam.

8 Di setiap desa dibangun kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit bagi anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untuk itu, pengembangan kebun bibit pada kegiatan ini harus berkoordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat, dan mengutamakan tanam-tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat ataupun jenis tanaman baru yang memiliki keunggulan nilai gizi. Di setiap desa pelaksana P2KP dana bantuan sosial (bansos) juga diarahkan untuk mengembangkan kebun sekolah di salah satu sekolah (SD/SMP/SMA) yang berlokasi di desa tersebut. Pembinaan dilakukan oleh pandamping desa P2KP, sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok wanita P2KP, dan berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan. Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga diarahkan untuk dapat memasok bibit ke kebun sekolah tersebut. Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap anggota wajib mengembangkan pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok. Setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak dan sisa-sisa limbah dapur untuk digunakan sendiri. Pembuatan kompos/pupuk organik ini diharapkan dilaksanakan juga dalam pengembangan kebun sekolah. 2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Tujuan dari kegiatan MP3L adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk: a. mengembangkan beras/nasi non beras sumber karbohidrat yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan lokal; b. mengembalikan kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan non-beras/non-terigu dari sumber pangan lokal;

9 c. perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan tepung. Ke depan diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan nasi non-beras yang dapat disandingkan dengan nasi beras sebagai menu makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan penganekaragaman pangan khususnya berbasis aneka tepung berbahan baku lokal serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan intermediate. 3. Sosialisasi dan Promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif. Kepemimpinan formal (presiden, gubernur, bupati/walikota, hingga kepala desa) berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama) berperan sebagai panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik tertulis maupun melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya diversifikasi pangan sebagai upaya pemenuh gizi keluarga. Pelaksanaan gerakan P2KP memerlukan dukungan, peran serta dan sinergi dari lembaga/instansi dan pemangku kepentingan di lingkup Kementerian Pertanian, dukungan diharapkan dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP). Kementerian lain yang terkait dan diharapkan dapat bersinergi dan mendukung kegiatan ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga adat dan agama, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), pelaku usaha, dan organisasi non-pemerintah seperti PKK, SIKIB, Kowani, dan lain sebagainya. Kerja sama ini dapat dilakukan secara sinergis melalui pelaksanaan gerakan P2KP sesuai peraturan yang ada.

10 Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa. Lomba Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk mendukung upaya P2KP. LCM dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi dan peningkatan pemahaman atas pentingnya diversifikasi konsumsi pangan melalui kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal, mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional. Pameran diversifikasi pangan juga dilakukan sebagai bentuk promosi pangan lokal yang antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka pangan lokal, produk olahan pangan lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memudahkan interaksi antara pemerintah dengan para pengunjung, baik itu masyarakat umum maupun pelaku usaha. Pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tingkat nasional, setiap provinsi diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada stand masing-masing daerah. Dalam rangka mempercepat penurunan konsumsi beras, maka pameran ini diarahkan untuk memamerkan atau mendemokan pangan pokok selain beras dan terigu, dan bukan memamerkan pangan kudapan/camilan. Dari uraian di atas kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP ini terdiri dari empat sub kegiatan, yaitu sebagai berikut: No Kegiatan Sub Kegiatan 1. Gerakan dan kampanye P2KP 2. Lomba Cipta Menu B2SA 3. Promosi Media Massa Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan para pemangku kepentingan; Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif bersama-sama antara pemerintah, akademisi, swasta, LSM, serta masyarakat; Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan. Kerja sama dengan PKK; Kerja sama dengan akademisi dan organisasi profesi; Kerja sama dengan pihak swasta. Pemasangan billboard/baliho gerakan P2KP di tempat-tempat umum; Penyiaran jingle P2KP di radio; Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi. 4. Pameran Diversifikasi Pangan Promosi pangan pokok lokal; Demo masak pangan pokok lokal.

11 C. Pengertian 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 2. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. 3. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. 4. Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. 5. Sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman adalah upaya penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. 6. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. 7. Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu. 8. Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan ragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan). 9. Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan. 10. Tanaman pekarangan adalah tanaman yang menghasilkan umbi, buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai buah, sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. 11. Pendamping P2KP Tingkat Kabupaten/Kota adalah penyuluh pertanian atau aparat yang menangani P2KP yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP, dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di kabupaten/kota.

12 12. Pendamping P2KP Tingkat Desa adalah penyuluh pertanian/penyuluh Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP)/penyuluh swadaya/local champion/tokoh masyarakat yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP di kabupaten/kota dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di desa P2KP. 13. Demplot adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek pemanfaatan pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok. 14. Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi sasaran, dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta. 15. SL-P2KP adalah SL bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal. 16. Kebun Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah dengan batas penguasaan yang jelas, dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan. 17. Kebun Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan sebagai tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik anggota dan masyarakat desa. 18. Desa P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. 19. Kelompok P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan P2KP, yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan. 20. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk menghasilkan model pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah berbasis sumber daya lokal. 21. Rumah Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal memanfaatkan pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan. 22. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat. 23. Lomba Cipta Menu (LCM) adalah ajang perlombaan tahunan yang diikuti oleh kelompok wanita dalam menciptakan menu makanan berbasis pangan lokal yang diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan tingkat nasional.

13 A. Tujuan 1. Tujuan Umum: BAB II TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH). Adapun tujuan dari Pedoman P2KP ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga kegiatan P2KP dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan. 2. Tujuan Khusus: B. Sasaran a. meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras; b. meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; c. mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal. 1. Sasaran Kegiatan Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP ialah: a. meningkatnya kesadaran dan peranserta masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta menurunnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan lokal. b. berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal. 2. Sasaran Lokasi Kegiatan Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut: a. optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru dan 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa lanjutan tahun 2012 pada 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota di 33 provinsi; b. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi; c. sosialisasi dan promosi P2KP dilaksanakan di 33 (tiga puluh tiga) provinsi.

14 C. Indikator Keluaran Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut: a. meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang B2SA; b. meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan, dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal; c. terciptanya model pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik daerah; d. meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP; e. meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH pada desa binaan. A. Kebijakan BAB III KERANGKA PIKIR Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal. Untuk implentasinya, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. B. Rancangan Kegiatan Gerakan P2KP pada tahun 2013 dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu: 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran yaitu : Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2012 yang telah berkembang dan melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak

15 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa di 149 (seratus empat puluh sembilan) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi untuk kegiatan pengembangan kebun bibit; Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 5000 (lima ribu) desa di 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi dengan rincian kegiatan : a. pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok. Kegiatan berupa pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan kandang/kolam; b. pengadaan kebun bibit; c. pengembangan kebun sekolah; d. pengenalan dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk pembelian sarana pengolahan pangan. Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang diidentifikasi harus memenuhi kriteria-kriteria, yaitu: a. kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL; b. bukan kelompok penerima Bantuan Sosial (Bansos) lainnya di tahun berjalan; c. memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa; d. mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan); e. mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan). 2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Inti kegiatan MP3L dilaksanakan untuk mendorong penyediaan bahan pangan lokal selain beras dan terigu dalam mendukung pola konsumsi pangan pokok yang B2SA melalui: Bantuan penyediaan alat untuk menghasilkan produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal; Fasilitasi dan pendampingan kepada UMKM untuk mengembangkan bisnis dan industri berbasis pangan lokal dalam penyediaan bahan pangan pokok lokal non-beras untuk masyarakat; Kajian terhadap produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal, meliputi : spesifikasi produk, kandungan gizi, daya terima konsumen dan kelembagaan. Sebagai keberlanjutan dari kegiatan MP3L tahun 2012 yang dikembangkan di 10 (sepuluh) kabupaten di 9 (sembilan) provinsi, pada tahun 2013 akan dikembangkan menjadi 30 (tiga puluh) kabupaten di 18 (delapan belas) provinsi. Pelaksanaan kegiatan MP3L didampingi oleh perguruan tinggi setempat yang menangani pengembangan teknologi pangan. Kerja sama dengan

16 perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk membantu dan mendukung badan/kantor/dinas yang menangani ketahanan pangan tingkat provinsi dalam melaksanakan kegiatan P2KP. 3. Sosialisasi dan Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media massa cetak maupun elektronik, promosi pola pangan B2SA seperti One day No Rice atau Manggadong di Sumatera Utara, Lomba Cipta Menu Pangan B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal berbasis tepung-tepungan, gerakan kampanye kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal, serta melalui pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat. Selain rencana kegiatan utama program P2KP di atas, dilakukan juga kegiatan pendukung pencapaian indikator keluaran program ini yang dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota yang harus dilaksanakan secara simultan sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Melengkapi upaya P2KP dilakukan kegiatan Analisis Situasi Konsumsi Pangan di Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, khususnya di desa penerima program P2KP. Kegiatan ini dilakukan di 250 (dua ratus lima puluh) kabupaten/kota terpilih, dengan minimum sampel 6 (enam) desa per kabupaten/kota (desa lama maupun desa baru penerima program) dan masing-masing desa diambil 10 (sepuluh) s.d 30 (tiga puluh) rumah tangga sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60 (enam puluh) s.d 180 (seratus delapan puluh) rumah tangga, dan total sampel nasional sebesar (lima belas ribu) s.d (empat puluh lima ribu) rumah tangga. Kegiatan pemantauan survei konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua tahap yaitu awal dan akhir tahun pelaksanaan program Metode survei konsumsi/pemantauan konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan Food Record Method (Pencatatan konsumsi pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh penyuluh pendamping desa P2KP dan pendamping kabupaten/kota P2KP. Tahap analisis dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani konsumsi di kabupaten/kota dan provinsi. Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Melalui pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur indikator keberhasilan program P2KP. Keberhasilan pelaksanaan gerakan P2KP bergantung pada sinergi kerja sama antara aparat pemerintah daerah dari berbagai instansi terkait, penyuluh pendamping dan penerima manfaat. Agar kegiatan dilaksanakan dengan tepat sasaran maka harus diidentifikasi dengan benar akar masalah yang ada di lapangan dan melakukan pendekatan yang menyeluruh kepada masyarakat. Pelaksana kegiatan sebaiknya dari kelompok-kelompok yang telah mengakar di masyarakat dan mempunyai keinginan serta komitmen sebagai perintis gerakan P2KP. Secara utuh, kegiatan ini diarahkan untuk menjadi kebutuhan kelompok/masyarakat sehingga keberadaan dan perkembangannya akan bersifat berkelanjutan dan tidak sebatas keproyekan.

17 Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan gerakan P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan masyarakat. Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping P2KP adalah dari sisi kepemimpinan (leadership), manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship), disamping kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual. Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota diambil dari tenaga penyuluh ataupun pegawai badan/kantor/unit kerja ketahanan pangan di kabupaten/kota bersangkutan, sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga penyuluh yang ada di desa bersangkutan atau apabila tidak ada maka dapat diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan membuat laporan secara berkala. C. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP, diantaranya adalah mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh panutan, kampanye dan gerakan, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan. Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh panutan, baik itu pemimpin formal maupun informal. Peranan para pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat diwujudkan melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP. Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan gerakan P2KP baik itu di tingkat pusat maupun daerah yang antara lain dilakukan dengan cara mengadvokasi para pemimpin, mensosialisasikan kegiatan P2KP kepada para pemangku kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal kepada masyarakat luas secara formal maupun informal. Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan kerja sama yang sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku kepentingan, baik dengan instansi di lingkup Kementerian Pertanian, kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta serta Badan Umum Milik Negara (BUMN)/Badan Umum Milik Daerah (BUMD). D. Strategi Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, gerakan P2KP dilakukan melalui 2 (dua) strategi utama, yaitu: 1. Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian gerakan P2KP adalah masih terbatasnya kebijakan dan peraturan yang berhubungan dengan proses internalisasi pola konsumsi pangan yang B2SA pada tingkat rumah tangga hingga individu. Pengetahuan tentang diversifikasi pangan yang dimiliki oleh

18 setiap individu, terutama wanita sangat penting dalam menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang. Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu : a. advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai tingkatan dan masyarakat; b. pendidikan konsumsi pangan yang B2SA melalui jalur pendidikan formal dan non-formal/penyuluhan. Bagian dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut dilakukan mulai dari pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga, peningkatan pengetahuan tentang pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk pengenalan pangan dan pola pangan B2SA. 2. Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh ketersediaan aneka ragam bahan pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan beriringan dengan pengembangan usaha pangan lokal. Oleh karena itu gerakan P2KP nasional dan daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Dalam kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha pangan lokal skala UMKM. A. Persiapan BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang disusun oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan Gerakan P2KP di Daerah. 2. Mekanisme penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP: a. aparat kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi dengan Camat untuk memilih lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih kelompok yang memenuhi kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi identitas penerima manfaat (nama dan alamat kelompok, jumlah anggota kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota kelompok, nomor rekening kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala sekolah); b. selanjutnya hasil CPCL tersebut ditetapkan melalui Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota untuk dana Tugas Pembantuan (TP) dan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi untuk dana dekonsentrasi (Format 1);

19 c. keputusan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari d. kelompok yang telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan dengan Keputusan KPA. 3. Mekanisme penetapan pendamping P2KP: a. pendamping P2KP tingkat kabupaten/kota tahun 2013 (bagi kabupaten/kota lama dipilih pendamping yang sudah mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2) dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari Selanjutnya seluruh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan apresiasi tahun b. pemilihan dan penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi dengan Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/tokoh masyarakat, kemudian ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi pada bulan Februari Penyuluh yang telah diidentifikasi harus membuat surat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA. 4. Memilih dan menetapkan lokasi dan pelaku usaha untuk MP3L : a. mengidentifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin. b. mengidentifikasi calon produsen/penghasil produk pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan. B. Pelaksanaan 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Kegiatan ini dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru di 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari 1 (satu) kelompok yang beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan dalam satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut: a. identifikasi desa calon penerima;

20 b. identifikasi kelompok wanita calon penerima manfaat; c. pendamping bekerja sama dengan kelompok untuk melaksanakan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan; d. sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL), yang diberikan kepada para penerima manfaat; e. pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan (LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan (pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi, administrasi, dan manajemen kelompok; f. pengembangan kebun bibit kelompok/desa; g. pengembangan pekarangan milik anggota kelompok penerima manfaat sesuai hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan tiap-tiap anggota kelompok; h. pembinaan minimal satu sekolah (SD/MI/SMP/SMA) untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran dan buah, dan atau unggas/ternak kecil/ikan di setiap desa P2KP; i. budidaya tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta diutamakan menggunakan pupuk organik dan pestisida hayati yang aman bagi lingkungan dan kesehatan; j. budidaya unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau ikan (lele, nila, mas, patin) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai pangan sumber protein hewani; k. pengenalan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur, bakteri, virus, serangga) dan cara penanggulangannya; l. pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali dalam sebulan; m. penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk hidup sehat, aktif, dan produktif; n. demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; o. pengembangan olahan pangan hasil pekarangan untuk pengenalan pangan B2SA atau pengembangan usaha pangan berbasis sumber daya lokal. 2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) Kegiatan pengembangan pangan lokal mendukung pelaksanaan Pangkin dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) kabupaten/kota di 18 (delapan belas) provinsi dengan kegiatan sebagai berikut: a. identifikasi calon penerima subsidi pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (rumah tangga miskin penerima Raskin jumlah dan lokasinya);

21 b. identifikasi pangan lokal untuk Pangkin: identifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin; identifikasi calon produsen/penghasil produk Pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan; c. pembuatan rancangan produk pangan lokal untuk Pangkin: pengadaan alat untuk menghasilkan produk pangan lokal untuk pangkin; pengadaan alat labeling dan pengemas; pembelian bahan baku pangan lokal. d. pengkajian produk pangan lokal kepada masyarakat: uji selera konsumen terhadap hasil produk pangan lokal; uji daya beli masyarakat, antara lain dengan menjual hasil produk pangan lokal kepada masyrakat; penyusunan spesifik produk dalam bentuk kemasan, labelling, dan daya simpan; perhitungan ongkos produksi. e. operasional, antara lain: pembinaan, sosialisasi, koordinasi, monitoring, dan evaluasi, serta pelaporan. Dalam rangka sosialisasi, perlu diadakan kampanye yang melibatkan stakeholder termasuk para pemimpin dan masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan pangan lokal yang dikembangkan. 3. Sosialisasi dan Promosi P2KP Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk: a. Gerakan atau Kampanye P2KP Gerakan atau kampanye P2KP dilaksanakan melalui kegiatankegiatan kreatif dan inovatif yang dapat menarik perhatian serta mendidik masyarakat dengan membentuk pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman seperti melalui gerakan One Day No Rice, kegiatan mengonsumsi ubi (manggadong), gerakan konsumsi buah dan sayur, dan lain sebagainya. Gerakan dan kampanye P2KP dilakukan secara terintegrasi antara pusat, daerah, dan para pemangku kepentingan sehingga mencapai kesatuan gerak dalam mengampanyekan pangan lokal. Pelaksanaan gerakan dan kampanye P2KP dapat juga dilakukan melalui aneka perlombaan, seminar diversifikasi pangan, maupun melalui penyuluhan di berbagai tingkatan. Optimaliasasi peran tokoh masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam gerakan dan kampanye P2KP akan membuat upaya sosialisasi dan promosi P2KP berjalan lebih lancar.

22 b. Lomba Cipta Menu B2SA Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan pada tingkat provinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada puncak perayaan HPS. Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang, dan makan malam untuk tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal. c. Penayangan Iklan di Media Massa Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam bentuk pemasangan billboard di tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di radio, maupun penayangan iklan layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. d. Pameran P2KP Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya peningkatan diversifikasi pangan melalui berbagai event seperti Hari Pangan Sedunia, Festival Pangan Lokal, Agrinex, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan pameran juga dapat dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur, poster, banner, dan lain sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema pameran. Melalui pameran P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan sehingga dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal. e. sosialisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran. f. melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain melalui gerakan P2KP seperti One Day No Rice, dan lain sebagainya. g. melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan lokal. h. kunjungan kerja. i. pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai bentuk advokasi terhadap gerakan P2KP. C. Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu diperhatikan pada pengendalian intern program P2KP meliputi bidang administrasi, proses keberlangsungan kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan. 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan : a. kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Penerima Bantuan Sosial (Bansos), Surat Pernyataan Kelompok, Keputusan Pendamping Kabupaten/Kota dan Desa, SP2D Pencairan Bantuan Sosial (Bansos), Berita Serah Terima Bantuan Sosial (Bansos), Laporan Semester, dan Laporan Akhir P2KP; b. pada proses keberlangsungan kegiatan perlu diperhatikan tentang perkembangan, ketepatan waktu dalam melaksanakan kegiatan, dan keberlanjutan kegiatan;

23 c. kualitas kerja yang dihasilkan mengacu pada pengembangan KRPL, pengetahuan pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk olahan pangan lokal, intensitas promosi, dan aksi gerakan P2KP berbasis kearifan lokal; d. peluang resiko yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan, kualitas kegiatan, kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL, pencairan dana, kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan, serta kampanye P2KP. 2. Untuk MP3L: a. Identifikasi lokasi dan pelaku produk pangan lokal; serta b. Produk pangan pokok lokal yang dihasilkan. A. Organisasi BAB V ORGANISASI DAN TATA KERJA Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada gerakan P2KP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 menunjukkan bahwa di daerah, pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Daerah yang diketuai oleh gubernur atau bupati/walikota selaku Ketua Harian DKP di masing-masing daerah. Penanggung jawab kegiatan adalah badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, kelurahan dan desa. Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar gerakan P2KP, Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP membantu Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP mengkoordinasikan instansi terkait baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan motivasi. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP. B. Tata Kerja Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan P2KP secara berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat pusat, DKP berfungsi sebagai simpul koordinasi.

24 1. Desa Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah di desa P2KP mendukung pelaksanaan kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan berkoordinasi bersama-sama dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima manfaat, dan dengan pihak sekolah pelaksana pengembangan kebun sekolah. 2. Kecamatan Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (b) mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (c) memberikan masukan kepada Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL. 3. Kabupaten/Kota Bupati/Walikota selaku Ketua DKP di kabupaten/kota berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten/kota adalah Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan. 4. Provinsi Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di provinsi adalah Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan di tingkat provinsi. 5. Pusat Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP cq. Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab mulai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran. A. Operasional Kegiatan BAB VI PEMBIAYAAN 1. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan Rp (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun bibit. 2. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bantuan sosial sebesar Rp (empat puluh tujuh juta rupiah), terdiri dari : a. Rp (tiga puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot. Dana bantuan sosial ini digunakan untuk pembuatan pagar, bibit/benih, sarana budidaya, sarana pembuatan pupuk organik dan/atau pembuatan kandang/kolam; b. Rp (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit; c. Rp (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun sekolah; dan

25 d. Rp (dua juta rupiah) untuk pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan dan atau usaha olahan pangan skala UMKM. 3. Kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) tahun 2013 dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi. Kegiatan MP3L pada tahun 2013 merupakan pengembangan dari kegiatan MP3L di tahun Besar anggaran per kabupaten/kota antara Rp (dua ratus juta rupiah) - Rp (empat ratus lima puluh juta rupiah). 4. Sosialisasi dan Promosi P2KP Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh badan/dinas/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran antara Rp (seratus juta rupiah) - Rp (dua ratus juta rupiah) untuk masingmasing provinsi yang digunakan untuk kegiatan: penayangan ILM, pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif diversifikasi pangan. Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh kabupaten/kota dengan menggunakan dana APBD antara lain untuk pembuatan baliho, banner, leaflet, penayangan jingle di radio, dll. B. Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Dalam pengelolaan anggaran, KPA, PPK, Satker Badan, Dinas, Kantor, unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok wanita. Dalam rangka peningkatan efisiensi pemanfaatan dana bantuan sosial tahun berjalan dan sebaran penyerapan anggaran, dana bantuan sosial ditransfer ke kelompok penerima manfaat diharapkan paling lambat pada tanggal 31 Juli 2013, oleh karena itu proses atau kegiatan pembinaan dan pendampingan kepada kelompok penerima manfaat harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan tepat waktu. Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan mekanisme pencairan dana sebagai berikut: 1. Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA), dibantu oleh penyuluh pendamping P2KP tingkat desa (Format 4); 2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di provinsi dan/atau kabupaten/kota; 3. Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada PPK provinsi dan kabupaten/kota setelah diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat kabupaten/kota; 4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan Ketua Kelompok Wanita seperti terlihat pada Format 5; 5. Selanjutnya PPK mengajukan kepada KPA tingkat kabupaten/kota, bila disetujui KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) seperti terlihat pada Format 6 dan mengajukan kepada pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran sebagai berikut:

26 a. keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tentang Penetapan Kelompok Sasaran (Format 1); b. rekapitulasi RKKA (Format 4) dengan mencantumkan: 1) nama dan alamat kelompok; 2) nama dan alamat ketua kelompok; 3) nama dan alamat anggota kelompok; 4) nama dan alamat sekolah; 5) nomor rekening a.n. kelompok; 6) nama cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat; c. surat perjanjian kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang pemanfaatan dana (Format 5); d. kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan (Format 7). 6. Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat; 7. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana bantuan sosial ke rekening Kelompok Penerima Manfaat; 8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana bantuan sosial di rekening bank dengan diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota; C. Pertanggungjawaban Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan P2KP tahun 2013 berasal dari APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN yang dialokasikan di provinsi berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana tugas pembantuan. Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas pembantuan dialokasikan di provinsi. Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan terdiri dari dua komponen belanja, yaitu belanja sosial dan belanja barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan pencairan anggaran belanja barang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. A. Pemantauan BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN Pemantauan dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya monitoring kegiatan P2KP di lapangan baik dilakukan oleh Pusat, Provinsi, maupun

27 Kabupaten/Kota. Pemantauan dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2009 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Pertanian. Beberapa hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi, penggunaan dana, dokumen operasional berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis), persiapan dan pelaksanaan kegiatan di kelompok penerima manfaat. B. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan Pusat secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani P2KP serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran. C. Pelaporan Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat kelompok, desa, kabupaten/kota, provinsi hingga Pusat secara berkala, berkelanjutan, dan tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa menyampaikan laporan kepada kabupaten/kota melalui pendamping P2KP kabupaten/kota dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya kabupaten/kota meneruskan laporan tersebut ke provinsi dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1). Aparat dan pendamping kabupaten/kota memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan laporan P2KP ke Provinsi sesuai dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang perlu penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota. Provinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya Provinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan tingkat provinsi. Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan pemantauan kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Provinsi dan selanjutnya memberikan umpan balik kepada Provinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut: a. kemajuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator yang ditetapkan; b. permasalahan yang dihadapi dan upaya tindak lanjut; dan c. saran dan masukan untuk perbaikan kegiatan yang akan datang.

28 Alur pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini: Menteri Pertanian BKP Pusat Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota Keterangan: : Arus pelaporan. : Umpan balik. Kelompok Penerima Manfaat dan Penyuluh Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP BAB VIII PENUTUP Pedoman Gerakan P2KP Tahun 2013 diterbitkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP. Penyelenggaraan gerakan P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal. Pedoman ini juga menjadi acuan bagi penyusunan Pedoman Pelaksanaan di tingkat Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Petunjuk Teknis (Juknis) P2KP di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. MENTERI PERTANIAN, ttd. SUSWONO

29 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013 PEDOMAN DESA MANDIRI PANGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan ketahanan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara adil, merata dan tidak bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat, berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Kemandirian Pangan pada intinya adalah pemenuhan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinnya secara efisien dan kearifan lokal. Upaya perwujudan kemandirian dilakukan secara bertahap melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah, serta mampu untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pemberdayaan dilakukan terhadap masyarakat miskin dan rawan pangan di pedesaan. Strategi yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui jalur ganda/twin track strategy, yaitu: (1) membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan; dan (2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung. Sejak tahun 2006 Badan Ketahanan Pangan melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat miskin dengan menerapkan kedua strategi tersebut melalui Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mandiri Pangan). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, untuk dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga. Apabila pelaksanaan ini dilaksanakan secara meluas, maka kegiatan Desa Mandiri Pangan akan berdampak terhadap penurunan tingkat kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di pedesaan. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia sampai setengahnya di tahun Sampai dengan 2012 kegiatan Desa Mandiri Pangan telah dilaksanakan di 33 (tiga puluh tiga) provinsi, 410 (empat ratus sepuluh) kabupaten/kota pada (tiga ribu dua ratus delapan puluh) desa. Pada tahun 2013 tidak lagi dialokasikan desa baru, sehingga total jumlah desa yang dibina tidak mengalami penambahan. Jumlah Desa Mandiri Pangan secara rinci dapat dilihat pada Format 7.

30 B. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Desa Mandiri Pangan terdiri dari: (1) Pendahuluan; (2) Konsep Umum Desa Mandiri Pangan; (3) Pelaksanaan Kegiatan; (4) Organisasi dan Tata Kerja; (5) Pembiayaan; (6) Pemantauan dan Evaluasi, Pengendalian dan Pengawasan, serta Pelaporan; (7) Penutup. Ruang lingkup kegiatan Desa Mapan terdiri dari Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Mandiri Pangan. Pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap selama 4 (empat) tahun: Tahap Persiapan (tahun I) berfokus pada penyiapan database, penguatan kelembagaan masyarakat dan layanan modal, Tahap Penumbuhan (tahun II) berfokus pada pengembangan usaha kelompok, Tahap Pengembangan (tahun III) berfokus pada peningkatan sarana prasarana, dan Tahap Kemandirian (tahun IV) berfokus pada peningkatan kesehatan dan gizi. Sedangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dilaksanakan dalam 5 (lima) tahap semalan 5 (lima) tahun: Tahap Persiapan (tahun I) berfokus pada kapasitas individu dan kelembagaan ekonomi, Tahap Penumbuhan (tahun II) berfokus pada penumbuhan usaha-usaha kelompok, Tahap Pengembangan (tahun III) berfokus pada pengembangan sarana dan prasarana, Tahap Kemandirian (tahun IV) berfokus pada peningkatan status gizi dan kesehatan, dan Strategi Keberlanjutan Kegiatan (tahun V) berfokus pada pemantapan kelembagaan dan ekonomi kawasan. C. Pengertian 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 2. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Wilayah adalah suatu bagian dari permukaan bumi yang teritorialnya ditentukan atas dasar pengertian, batasan dan perwatakan geografis seperti wilayah aliran sungai, wilayah hutan, wilayah pantai, wilayah negara yang secara geografis ditentukan oleh suatu batasan geografis tertentu. 4. Kawasan adalah suatu wilayah yang teritorialnya didasarkan pada pengertian dan batasan fungsional tertentu. 5. Mandiri Pangan adalah upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang dapat dicukupi oleh kemampuan sumberdaya yang dimiliki, dilihat dari bekerjanya subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi pangan. 6. Desa Mandiri Pangan adalah desa/kelurahan yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan.

31 7. Kawasan Mandiri Pangan adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampungkampung terpilih (3 s.d 5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri. 8. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat atau mereka yang kurang beruntung dalam perolehan sumberdaya pembangunan didorong untuk mandiri dan mengembangkan kehidupan sendiri. 9. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. 10. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. 11. Desa rawan pangan adalah kondisi suatu daerah yang tingkat ketersediaan, akses, dan/atau keamanan pangan sebagian masyarakat dan rumah tangganya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan atau desa dengan jumlah Kepala Keluarga Miskin > 30% (tiga puluh persen). 12. Kemandirian adalah sikap kesadaran/kemampuan untuk mengembalikan keadaan ke normal setelah terjadinya suatu tekanan, gejolak, atau bencana. 13. Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. 14. Kelompok afinitas adalah kelompok yang tumbuh atas dasar ikatan kebersamaan dan kecocokan antar anggota yang mempunyai kesamaan visi dan misi dengan memperhatikan sosial budaya setempat. 15. Kaum adalah golongan orang yang bekerja, sepaham, sepakat. 16. Cluster adalah konsentrasi geografis berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bekerja sama dalam melakukan aktivitas bisnis. 17. Kelompok usaha adalah keanggotaan kelompok yang diikat dengan rasa kesatuan dan kebersamaan oleh jaringan persahabatan, dan memungkinkan mereka mampu untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu secara bersama-sama. 18. Data Dasar Rumah Tangga (DDRT) adalah kegiatan pendataan lengkap (Sensus) rumah tangga untuk memperoleh gambaran karakteristik rumah tangga yang berada di dalamnya. 19. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah rumah tangga sasaran yang ditetapkan melalui survei DDRT dengan 13 (tiga belas) indikator kemiskinan: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan, konsumsi pangan, konsumsi non pangan, modal (lahan, tabungan, hewan ternak), sarana transportasi, perabotan rumah tangga, luas tempat tinggal, kondisi tempat tinggal, sumber air minum, sumber penerangan, asupan gizi, dan porsi pangan antar anggota rumah tangga.

32 20. Lembaga Keuangan Desa (LKD) adalah lembaga yang ditumbuhkan oleh kelompok, yang beranggotakan sub-sub kelompok afinitas untuk mengelola keuangan sebagai modal usaha produktif pedesaan. 21. Lembaga Keuangan Kawasan adalah lembaga yang ditumbuhkan oleh kelompok masyarakat dalam suatu kawasan, yang bertugas untuk mengelola keuangan bersama sebagai modal usaha produktif. 22. Tim Pangan Desa (TPD) adalah lembaga yang ditumbuhkan oleh masyarakat yang terdiri dari perwakilan aparat desa, tokoh masyarakat, penggerak PKK, perwakilan kelompok rumahtangga miskin yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan ketahanan pangan di pedesaan. 23. Forum Komunikasi Kawasan (FKK) adalah lembaga yang ditumbuhkan oleh masyarakat yang terdiri dari tokoh masyarakat/adat, tokoh agama, perwakilan aparat desa/kelurahan, penggerak PKK, kader kesehatan, penyuluh/koordinator pendampingan tingkat kecamatan yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan ketahanan pangan di kawasan. 24. Rencana Usaha Kelompok (RUK) adalah rincian usulan kegiatan kelompok yang berisi komponen bahan/material atau konstruksi yang disusun melalui musyawarah kelompok, yang nantinya dipakai sebagai dasar pencairan dan pembelanjaan dana bantuan sosial. 25. Dana Belanja Bantuan Sosial (Bansos) adalah penyaluran atau transfer uang kepada kelompok/masyarakat pertanian yang mengalami risiko sosial keterbatasan modal sehingga mampu mengakses pada lembaga permodalan secara mandiri. 26. Pemberdayaan sosial adalah upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan kelompok sasaran meliputi penguatan modal usaha, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan kemampuan sumber daya manusia sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dan dalam melakukan usahanya secara berkelanjutan. 27. Dana Dekonsentrasi (Dekon) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 28. Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. A. Rancangan Kegiatan BAB II KONSEP UMUM DESA MANDIRI PANGAN Kegiatan Desa Mandiri Pangan merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, (1) penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah

33 penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat; dan (2) program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil. Tujuan kegiatan Desa Mandiri Pangan memberdayakan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri untuk mengurangi kemiskinan dan mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Kegiatan ini dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan (4 tahun), meliputi Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian. B. Pendekatan Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan, melalui: (1) pemberdayaan masyarakat miskin, (2) penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah desa, (3) pengembangan sistem ketahanan pangan, dan (4) peningkatan koordinasi lintas sektor untuk mendukung pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pedesaan. Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui: (1) pelatihan; (2) pendampingan; dan (3) peningkatan akses untuk pengembangan kerja sama partisipasi inklusif, peningkatan kapasitas individu dan kelembagaan masyarakat, perubahan sosial dan ekonomi yang lebih baik, serta serta peningkatan ketahanan pangan. Pemberdayaan ditujukan untuk rumahtangga sasaran (rumahtangga miskin khususnya) dan kelembagaan masyarakat di pedesaan. Melalui upaya ini diharapkan terjadi perubahan dinamika masyarakat dalam perencanaan dan berkelompok untuk menanggulangi kerawanan pangan di desanya yang difasilitasi oleh pendamping, lembaga layanan modal dan lembaga layanan masyarakat secara berkesinambungan dalam rangka. penguatan modal dan sosial. Fasilitasi pemerintah melalui pendampingan dan bantuan sosial (bansos), diharapkan mampu mengoptimalkan input: sumber daya alam, sumber daya manusia, dana, teknologi, dan kearifan lokal untuk menggerakan sistem ketahanan pangan, dari aspek (1) subsistem ketersediaan pangan dalam peningkatan produksi dan cadangan pangan masyarakat; (2) subsistem distribusi yang menjamin kemudahan akses fisik, peningkatan daya beli, serta menjamin stabilisasi pasokan; dan (3) subsistem konsumsi untuk peningkatan kualitas pangan dan pengembangan diversifikasi pangan. Bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat dikelola oleh LKD yang berfungsi sebagai layanan modal; lembaga layanan kesehatan/posyandu bersama kader gizi dan PKK mampu menggerakkan masyarakat dalam merubah mind set atau pola pikir tentang pentingnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Upaya perwujudan ketahanan pangan perlu didukung oleh berfungsinya sistem ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan, keterjangkauan atau distribusi, dan konsumsi pangan serta koordinasi program lintas sektor dan subsektor untuk pembangunan sarana prasarana pedesaan. Indikator output yang diharapkan, antara lain: (1) terbentuknya kelompokkelompok afinitas yang mengembangkan usaha produktif; (2) terbentuknya LKD; dan (3) tersalurnya dana bantuan sosial untuk menambah permodalan usaha produktif. Diharapkan upaya ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan daya beli, gerakan tabungan masyarakat, peningkatan ketahanan pangan rumah tangga, perubahan pola pikir masyarakat tentang pentingnya pangan, serta peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat. Kerangka pikir kegiatan Desa Mandiri Pangan dapat dilihat pada Gambar 1.

34 Identifikasi permasalahan dan pemetaan potensi Input - SDM - SDA - Dana - Teknolo gi - Kearifan Lokal Penguatan kelembagaan tingkat desa/kawasan dengan: Pemberdayaan masyarakat (community base development) melalui pelatihan, pendampingan, dan peningkatan akses untuk peningkatan keterampilan dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan ekonomi dan lingkungan sosial budaya. PENGUATAN SISTEM KETAHANAN PANGAN Ketersediaa n Peningkatan Produksi dan ketersediaan pangan Keterjangkaua n/distribusi - Cadangan pangan - Akses fisik dan Konsumsi - kualitas pangan - diversisifikasi pangan Koordinasi, Sinkronisasi, dan Integrasi lintas sektor Kementan-Kemenkes-Kemen PU-Kemen Koperasi&UKM Output 1.Terbentuknya kelompok usaha 2.Terbentuknya lembaga keuangan 3. Tersalurnya bansos untuk usaha produktif Outcome 1.Meningkatnya usaha produktif. 2. Meningkatnya permodalan 3. Meningkatnya cadangan pangan dan diversifikasi pangan Benefit 1. Meningkatnya pendapatan, daya beli dan akses pangan 2. Berkembangnya modal usaha Impact Terwujudnya Ketahanan Pangan dan Gizi Masyarakat Gambar 1. Kerangka Pikir Kegiatan Desa Mandiri Pangan C. Strategi 1. Strategi pencapaian tujuan: a. mengembangkan kerja sama dan partisipasi inklusif; b. memberikan pelatihan kepada kelompok usaha; c. mendorong terbentuknya kelembagaan layanan permodalan; d. memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang sistem ketahanan pangan; e. melakukan konsolidasi, integrasi, dan sinkronisasi kepada instansi terkait, baik pusat, provinsi, kabupaten/kota. 2. Strategi keberlanjutan program: a. pemerintah Daerah melanjutkan pembinaan terhadap desa yang sudah selesai tahap kemandirian, melalui: 1) memelihara keberlanjutan pengembangan dan perluasan manfaat Desa Mandiri Pangan; 2) menerbitkan regulasi melalui peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota agar desa tersebut dibina untuk mengembangkan usaha; 3) penyediaan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi maupun kabupaten/kota;

35 b. menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga permodalan dalam rangka memperkuat usaha dan meningkatkan skala ekonomi; c. lembaga keuangan menjadi lembaga formal sebagai layanan modal dan investasi tingkat desa; d. TPD menjadi koordinator pembangunan ketahanan pangan desa. D. Tahapan Pengembangan Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan tahun 2013 dilanjutkan sesuai dengan capaian tahapan masing-masing desa pelaksanaan kegiatan sampai tahap kemandirian. Fokus kegiatan pada Tahap Penumbuhan (tahun kedua) diarahkan untuk pengembangan usaha kelompok, melalui: (1) pelatihan dan pendampingan untuk peningkatan ketrampilan masyarakat dan penguatan kelembagaan masyarakat; (2) penumbuhan usaha melalui peningkatan teknologi pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran; (3) pengembangan sistem ketahanan pangan melalui pembangunan sarana cadangan pangan; (4) koordinasi lintas sektor dan subsektor untuk dukungan sarana prasarana pedesaan. Tahap Pengembangan (tahun ketiga) diarahkan untuk pengembangan akses permodalan; (2) pengembangan skala usaha dan jejaring pemasaran; (3) pengembangan sistem ketahanan pangan melalui percepatan diversifikasi dan pemanfaatan sumberdaya pangan lokal; (4) peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pedesaan melalui koordinasi, sinkronisasi dan integrasi program dengan Dinas Pekerjaan Umum dalam wadah Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi dan Tim Koordinator Teknis Kabupaten/Kota. Tahap Kemandirian (tahun keempat) diarahkan untuk peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat, melalui: (1) pelatihan dan pendampingan untuk peningkatan layanan kesehatan dan gizi; (2) pengembangan sistem ketahanan pangan melalui diversifikasi, akses, dan jaringan pemasaran; (3) pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana pedesaan; (4) peningkatan layanan dan gizi masyarakat melalui koordinasi untuk sinkronisasi dan integrasi program dengan Dinas Kesehatan dalam wadah Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi dan Tim Koordinator Teknis Kabupaten/Kota. E. Penajaman Konsepsi Desa Mandiri Pangan Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan tahun 2006 s.d 2011 memiliki karakteristik yang berbeda-beda antar wilayah. Berdasarkan hasil evaluasi awal tahun 2011 terhadap kegiatan Desa Mandiri Pangan, diketahui bahwa hasil pelaksanaan kegiatan di wilayah Papua-Papua Barat, wilayah perbatasan, dan wilayah kepulauan menunjukkan perkembangan yang kurang efektif jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Permasalahan yang mendasar di wilayah kawasan diantaranya: (1) tingginya angka kemiskinan; (2) masih menonjolnya masalah kesehatan yang dicirikan dengan tingginya angka underweight pada balita, (3) terbatasnya akses pangan masyarakat yang dipengaruhi oleh relatif rendahnya kemampuan SDM, rendahnya daya beli, rendahnya dukungan sarana prasarana: transportasi, akses terhadap air bersih dan kesehatan, serta (4) terbatasnya sarana informasi dan kemampuan berusaha.

36 Sedangkan permasalahan spesifik yang timbul di kawasan Papua-Papua Barat, perbatasan, dan kepulauan diantaranya: (1) karakteristik sosial budaya di Papua-Papua Barat berbeda dengan wilayah lainnya, diantaranya kelembagaan adat lebih diterima masyarakat, dibandingkan dengan kelembagaan formal yang ada di kampung; (2) keterisolasian wilayah perbatasan antar negara, yang disebabkan oleh keterbatasan akses dan sarana prasarana; (3) rendahnya aksesibilitas kecukupan pangan masyarakat wilayah kepulauan, yang disebabkan oleh keterbatasan sarana prasarana, pengaruh perubahan cuaca dan iklim, ketertinggalan akses informasi dan komunikasi; (4) potensi sumber daya lokal belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan kawasan sesuai dengan karakter ekologinya. Permasalahan tersebut diantaranya teridentifikasi dari hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Pusat Studi Pembangunan Pertanian Institut Pertanian Bogor (PSP-IPB, 2012). Hasil kajian merekomendasikan perlunya model pemberdayaan masyarakat berbasis wilayah/kawasan yang terintegrasi di wilayah Papua-Papua Barat, wilayah kepulauan, dan wilayah perbatasan. Implementasi hasil kajian ditindaklanjuti melalui pengembangan Kawasan Mandiri Pangan tahun 2013 di Papua Papua Barat, kepulauan dan perbatasan. Rancangan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di Papua-Papua Barat, kepulauan, dan perbatasan dilaksanakan selama 5 (lima) tahap (5 tahun), meliputi Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, Kemandirian, dan Strategi Keberlanjutan Kegiatan. Dalam tiga tahap pertama, pembinaan dan pendampingan dilaksanakan utamanya melalui kegiatan APBN, dua tahun terakhir diharapkan peran pemerintah daerah akan lebih dominan. Berdasarkan disain ini diharapkan akan lebih terjamin keberlanjuran pengembangan dan manfaat dari implementasi kegiatan ini. Pelaksanaan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dilakukan dengan pendekatan wilayah kecamatan, melalui (1) identifikasi permasalahan dan pemetaan potensi sumberdaya, (2) pemberdayaan masyarakat, (3) penguatan kelembagaan untuk mendukung sistem ketahanan pangan di kawasan, dan (4) koordinasi untuk sinkronisasi dan integrasi program lintas sektor dan sub sektor. Identifikasi permasalahan dan potensi dilakukan dengan pendekatan ekologi untuk melihat potensi sumberdaya lokal, karakteristik wilayah dan karakteristik masyarakat adat, agar dapat dilakukan pendekatan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat sesuai hasil pemetaan potensi wilayah kawasan. Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk peningkatan kapasitas individu, masyarakat dan penguatan kelembagaan melalui pelatihan, pendampingan, dan peningkatan akses untuk peningkatan keterampilan, perubahan pola pikir, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial budaya. Pendampingan masyarakat juga diarahkan untuk penguatan forum komunikasi kawasan, lembaga keuangan, serta penguatan sistem ketahanan pangan kawasan. Penguatan sistem ketahanan pangan dilakukan untuk menjamin peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, peningkatan cadangan pangan, akses fisik, daya beli masyarakat, kualitas pangan, dan diversifikasi pangan.

37 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan tahun 2013 terdiri dari 2 (dua) model, yaitu Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Mandiri Pangan (Papua-Papua Barat, kepulauan, dan perbatasan). Pada tahun anggaran 2013, dengan adanya penyesuaian perencanaan kegiatan pada kegiatan Desa Mandiri Pangan, maka untuk Desa Mandiri Pangan Reguler dilakukan moratorium penambahan desa baru, sehingga kegiatan difokuskan pada pembinaan desa-desa lama (desa tahun 2009 s.d. 2012). Sedangkan alokasi desa baru dimasukkan pada kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Papua-Papua Barat (24 kawasan), kepulauan (24 kawasan), dan perbatasan (73 kawasan). A. DESA MANDIRI PANGAN REGULER 1. Sasaran Sasaran kegiatan Desa Mandiri Pangan adalah Rumah Tangga Miskin (RTM) di desa rawan pangan pada (seribu lima ratus enam belas) desa, 410 (empat ratus sepuluh) kabupaten/kota, 33 (tiga puluh tiga) provinsi, yang terdiri dari: 359 (tiga ratus lima puluh sembilan) desa exit strategy, 466 (empat ratus enam puluh enam) desa tahap kemandirian, 262 (dua ratus enam puluh dua) desa tahap pengembangan, dan 429 (empat ratus dua puluh sembilan) desa tahap penumbuhan. 2. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan Desa Mandiri Pangan Reguler pada Tahap Penumbuhan sampai Kemandirian, sebagai berikut: 1) Output a) terselenggaranya pelatihan dan pendampingan, serta koordinasi lintas sektor; b) terbentuknya cadangan pangan masyarakat; c) terbentuknya lembaga layanan kesehatan dan gizi masyarakat pedesaan. 2) Outcome a) perubahan pola pikir masyarakat, peningkatan ketrampilan dan aksesibiltas pangan; b) meningkatnya usaha kelompok, teknologi pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran; c) meningkatnya sarana dan prasarana pedesaan; d) meningkatnya layanan kesehatan dan gizi masyarakat pedesaan; e) meningkatnya cadangan pangan masyarakat pedesaan. 3) Benefit a) meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat; b) berkembangnya modal usaha kelompok. 4) Impact Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.

38 3. Pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan Reguler disesuaikan dengan capaian tahapan masing-masing desa, dengan rincian kegiatan dan output, serta jadwal palang seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Kegiatan dan Output Per Tahapan Kegiatan Desa Mandiri Pangan. Tahapan Kegiatan Output pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan perubahan pola pikir masyarakat, aksesibilitas pangan; penguatan kelembagaan layanan masyarakat, layanan modal, dan pengembangan usaha melalui peningkatan teknologi pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran; pengembangan sistem ketahanan pangan melalui pembangunan sarana cadangan pangan masyarakat; koordinasi lintas sektor untuk dukungan sarana dan prasarana pedesaan. PENUMBUHAN Fokus: Pengembangan usaha kelompok terselenggaranya pelatihan dan pendampingan kepada kelompok afinitas, TPD, LKD, dan pendamping untuk peningkatan akses pangan dan perubahan pola pikir masyarakat; berfungsinya kelembagaan sosial kemasyarakatan dan layanan permodalan; terselenggaranya pelatihan teknis pengolahan atau budidaya, pemanfaatan teknologi dan pemasaran; terselenggaranya koordinasi lintas sektor untuk dukungan sarana prasarana; meningkatnya skala usaha dan jejaring pemasaran kelompok. PENGEMBANGAN Fokus: Peningkatan Sarana Prasarana pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan keterampilan, akses permodalan, dan perubahan pola pikir masyarakat; pelatihan teknis untuk peningkatan skala usaha dan jejaring pemasaran usaha melalui akses permodalan dan kerja sama; pengembangan sistem ketahanan pangan melalui penumbuhan cadangan pangan dan pemanfaatan sumberdaya pangan; peningkatan pembangunan sarana dan terselenggaranya pelatihan kepada LKD untuk peningkatan akses modal; meningkatnya perubahan pola pikir masyarakat; meningkatnya skala usaha, modal, dan pasar; terselenggaranya koordinasi lintas sektor; terbentuknya sarana prasana (cadangan pangan, akses jalan, listrik, dan informasi,dll).

39 Tahapan Kegiatan Output prasarana pedesaan melalui koordinasi lintas sektor. KEMANDIRIAN Fokus: Peningkatan kesehatan dan gizi pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan kemandirian masyarakat, perubahan pola pikir, dan peningkatan kesehatan dan gizi; pengembangan sistem ketahanan pangan melalui pengembangan diversifikasi, akses, jaringan pemasaran, dan penganekaragaman konsumsi; pemanfaatan, pemeliharaan sarana dan prasarana pedesaan; peningkatan layanan kesehatan dan gizi masyarakat melalui koordinasi lintas sektor; pemantapan lembaga permodalan, kelompok, dan tim pangan pedesaan. terselenggaranya pelatihan kepada kader gizi dan TPD untuk peningkatan kemandirian pangan dan layanan kesehatan dan gizi masyarakat; meningkatnya perubahan pola pikir masyarakat menuju kemandirian; LKD menjadi lembaga formal layanan permodalan pedesaan; TPD menjadi koordinator dan penggerak ketahanan pangan pedesaan; kelompok afinitas menjadi gabungan kelompok secara spesifik. Tabel 2. Jadwal Palang Kegiatan Desa Mandiri Pangan Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan Tahap Kemandirian. No KEGIATAN 1. Koordinasi dan kerja sama lintas sektor. TAHAPAN II III IV KETERANGAN V V V Tim Asistensi dan Advokasi Pusat dan Provinsi; Tim Koordinator Teknis Kabupaten/Kota. 2. Pengembangan modal. V V V LKD. 3. Pengembangan jaringan usaha. 4. Pengembangan sistem ketahanan pangan. V V Kelompok dan LKD. V V V TPD dan Aparat tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 5. Evaluasi partisipatif. V V V Kelompok afinitas. 6. Evaluasi dan Monitoring. V V V Pusat, Provinsi, kabupaten/kota,pendamping.

40 No KEGIATAN TAHAPAN II III IV KETERANGAN 7. Laporan Kegiatan. V V V Provinsi, kabupaten/kota, pendamping, TPD, LKD. B. KAWASAN MANDIRI PANGAN 1. Tujuan, Sasaran dan Indikator Keberhasilan a. Tujuan tujuan umum kegiatan Kawasan Mandiri Pangan: memberdayakan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri; tujuan khusus kegiatan Kawasan Mandiri Pangan: (1) mengembangkan perekonomian kawasan adat di Papua- Papua Barat; (2) mengembangkan perekonomian kawasan perbatasan antar negara; dan (3) mengembangkan cadangan pangan masyarakat kawasan kepulauan. b. Sasaran Sasaran kegiatan adalah Rumah Tangga Miskin (RTM) yang mempunyai potensi pengembangan komoditas unggulan spesifik lokal dan potensi pengembangan titik tumbuh sebagai pusat ekonomi di 121 (seratus dua puluh satu) kawasan, 60 (enam puluh) kabupaten/kota, 18 (delapan belas) provinsi. c. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan terdiri dari output dan outcome seperti Tabel 3. Tabel 3. Indikator Keberhasilan Kawasan Mandiri Pangan. Indikator Output Outcome Kawasan Mandiri Pangan Papua-Papua Barat Perbatasan Kepulauan terbentuknya kelompok usaha; terbentuknya Lembaga Keuangan (LK); tersalurnya dana bantuan sosial untuk pengembangan pangan lokal, teknologi pengolahan dan pemasaran. Terbentuknya ekonomi kawasan Papua-Papua Barat yang berbasis sosial budaya Terbentuknya titik tumbuh ekonomi pada kawasan perbatasan antar negara Terbentuknya ketersediaan dan cadangan pangan kawasan kepulauan meningkatnya usaha-usaha produktif masyarakat; meningkatnya peran LK sebagai lembaga layanan permodalan kawasan; meningkatnya perekonomian kawasan dan peningkatan nilai tambah dari sumber pangan local;

41 Indikator Kawasan Mandiri Pangan Papua-Papua Barat Perbatasan Kepulauan meningkatnya cadangan pangan masyarakat; meningkatnya pengembangan diversifikasi pangan yang bersumber dari bahan baku lokal. 2. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pengambangan kawasan terdiri dari: persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Persiapan Kegiatan Pada tahap persiapan, ditekankan pada bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). 1) Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian membentuk Tim Asistensi dan Advokasi pusat, yang terdiri dari Kementerian Pertanian (Badan Ketahanan Pangan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD), dan perguruan tinggi setempat. Tim ini bertugas melakukan koordinasi, merumuskan Grand Strategy, integrasi kegiatan, dan pendanaan antar kementerian atau lembaga dan eselon 1 lingkup Kementerian Pertanian. 2) Pemerintah Provinsi. Pada level provinsi dibentuk Tim Advokasi Provinsi, yang terdiri dari; Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD), dan Perguruan tinggi setempat. Tugas Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi antara lain: melakukan pendampingan bagi tim teknis di tingkat kabupaten/kota, melakukan pendampingan pendanaan, integrasi dan sharing dana pembangunan di lokasi kawasan, memberikan usulan lokasi kabupaten/kota, dan melakukan replikasi kegiatan. 3) Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada level kabupaten/kota dibentuk Tim Koordinator Teknis yang terdiri dari: Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD), dan Perguruan tinggi setempat. Tugas dari Tim Koordinator Teknis kabupaten/kota antara lain: melakukan koordinasi dan integrasi pembangunan di lokasi kawasan, replikasi kegiatan, pemilihan lokasi prioritas penyiapan pelaksanaan.

42 b. Perencanaan Kegiatan Perencanaan pengembangan kawasan dilakukan secara berjenjang dari: kawasan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. 1) Perencanaan di Kawasan, dilakukan secara parsitipatif oleh masyarakat bersama FKK, aparat kabupaten/kota, dan dinasdinas terkait. 2) Perencanaan di Kabupaten/Kota, dilakukan dengan melibatkan dinas-dinas terkait di tingkat kabupaten/kota, dengan cara mengintegrasikan program/kegiatan sub sektor dan lintas sektor dengan mengakomodir hasil perencanaan tingkat kawasan dalam mendukung kegiatan pengembangan ketahanan pangan kawasan. Koordinasi pelaksanaan program/kegiatan dilakukan dalam wadah Tim Koordinator Teknis kabupaten/kota, yang diketuai oleh kepala unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota. 3) Perencanaan di Provinsi, dilakukan dengan melibatkan dinasdinas terkait tingkat provinsi, dengan cara mengintegrasikan hasil perencanaan kabupaten/kota dan program/kegiatan pembangunan lintas subsektor dan sektor di provinsi. Koordinasi pelaksanaan program/kegiatan dilakukan dalam wadah Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi, yang diketuai oleh Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi. 4) Perencanaan di Pusat, dilakukan dengan melibatkan lembaga/kementerian di pusat dengan stake holder terkait, dengan memperhatikan hasil perencanaan tingkat wilayah (kawasan, kabupaten/kota, dan provinsi) untuk mendukung percepatan pengembangan kawasan pangan terpadu. Koordinasi pelaksanaan program/kegiatan dilakukan dalam wadah Tim Asistensi dan Advokasi Pusat, yang diketuai oleh BKP Kementerian Pertanian. c. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Tahapan Persiapan Fokus: peningkatan kapasitas individu dan kelembagaan ekonomi. Pelaksanaan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di rencanakan selama 5 tahap (5 tahun) (Tabel 4), meliputi: Tahap Persiapan (tahun I) berfokus peningkatan kapasitas individu dan kelembagaan ekonomi, Tahap Penumbuhan (tahun II) berfokus pada penumbuhan usaha-usaha kelompok, Tahap Pengembangan (tahun III) berfokus pada pengembangan sarana dan prasarana, Tahap Kemandirian (tahun IV) berfokus pada peningkatan status gizi dan kesehatan, dan Strategi Keberlanjutan Kegiatan (tahun V) berfokus pada pemantapan kelembagaan dan ekonomi kawasan. Tabel 4. Tahapan Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan. Kegiatan (1)Seleksi Lokasi melalui: Indeks Potensi Kawasan (IPK) untuk menentukan Distrik/Kecamatan dan survey DDRT untuk menentukan kelompok penerima manfaat; (2) Penentuan titik Tumbuh Kawasan; (3) Sosialisasi kegiatan; (4) Penetapan Kawasan; Tim Asistensi dan Advokasi pusat dan provinsi, Tim Koordinator Teknis Kabupaten/Kota, Penetapan Pendamping dan Koordinator Pendamping; (5) Apresiasi Peningkatan Kapasitas pelaksana tingkat kawasan dan pendampingan; (6) Penetapan FKK; (7) Penumbuhan

43 Tahapan Penumbuhan Fokus: Penumbuhan usaha-usaha kelompok Pengembangan Fokus: Pengembangan sarana dan prasarana Kemandirian Fokus: Peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat Strategi Keberlanjutan Kegiatan Fokus: pemantapan kelembagaan dan ekonomi kawasan Kegiatan Lembaga Keuangan; (8) Penumbuhan Kelompok; (9) Pelatihan dan Pendampingan; (10) Penyusunan Rencana Pembangunan Wilayah Kawasan untuk pencairan dana bantuan sosial tahap I; (1)Pelatihan dan Pendampingan; (2) Penumbuhan Usaha Produktif Kelompok; (3) Penguatan Sistem Ketahanan Pangan; (4) Koordinasi, Sinkronisasi, dan Integrasi Lintas Sektor; (5) Pencairan Dana Bantuan Sosial tahap II; (6) FGD untuk sinkronisasi dan integrasi program lintas sektor; (7) Pengembangan teknologi pengolahan dan Penyimpanan; (8) Pengembangan keuangan mikro tingkat kawasan. (1)Pelatihan dan pendampingan; (2) Pengembangan Sistem Ketahanan Pangan; (3) Pemasaran dan Penguatan Titik Tumbuh Ekonomi; (4) Pencairan dana bantuan sosial tahap III; (5) Dukungan pengembangan sarana prasarana. (1) Pelatihan teknis dan pendampingan; (2) Pengembangan layanan gizi dan kesehatan masyarakat; (3) Lembaga layanan modal menjadi lembaga keuangan formal; (4) Pemantapan Sistem Ketahanan Pangan; (5) Pengembangan pusat ekonomi kawasan; (6)Dukungan pengembangan sarana prasarana. (1) pelatihan teknis dan pendampingan (FKK menjadi koordinator pembangunan ketahanan pangan kawasan); (2) Kelompok usaha membentuk cluster sesuai dengan pengembangan kawasan; (3) LK menjadi lembaga perbankan/investasi tingkat kawasan; (4) Kader pangan bersama FKK berfungsi sebagai lembaga koordinasi pangan tingkat kawasan. Pelaksanaan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan tahun 2013 baru memasuki tahap persiapan, dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 1. Seleksi Lokasi Seleksi lokasi sasaran dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu seleksi kabupaten/kota pelaksana, seleksi lokasi pengembangan kawasan/kecamatan, dan seleksi desa dan kelompok penerima. a. seleksi Kabupaten/Kota, didasarkan pada hasil peta FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas). b. seleksi Kecamatan, didasarkan pada hasil Indeks Potensi Kawasan (IPK) dan koordinasi, sinkronisasi serta integrasi program lintas sektor terkait. c. seleksi Desa/Kampung dan kelompok penerima, didasarkan pada hasil survei Data Dasar Rumah Tangga (DDRT) untuk kawasan perbatasan dan kawasan kepulauan, dan Indeks Potensi Desa (IPD) untuk kawasan Papua-Papua Barat. Survei DDRT atau IPD digunakan untuk

44 menentukan desa-desa yang terpilih (3 (tiga) s.d 5 (lima) desa) dan sekaligus untuk menentukan kelompok penerima. 2. Penentuan Titik Tumbuh Kawasan Tujuan titik tumbuh kawasan: untuk menentukan pusat/sentra pengembangan ekonomi kawasan, yang didasarkan pada: (a) adanya komoditas unggulan spesifik lokal; (b) akses sarana prasarana dan akses pasar memadai; (c) adanya kelembagaan masyarakat yang sudah terbentuk; (d) kemudahan dalam akses permodalan; (e) bukan lokasi yang sedang berkonflik (khusus Papua-Papua Barat); (f) memiliki potensi yang cukup besar sebagai penyangga ekonomi kawasan. Penentuan titik tumbuh kawasan dilakukan melalui FGD oleh BKP provinsi dan kabupaten dengan melibatkan tokoh masyarakat. 3. Sosialisasi kegiatan Sosialisasi kegiatan diselenggarakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dengan melibatkan aparat dinas/instansi terkait tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Tujuan sosialisasi untuk menyamakan konsep dan kebijakan pengembangan kawasan pangan terpadu. Materi sosialisasi: Pedoman Pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan. Sedangkan waktu pelaksanaan untuk: bulan Februari-Maret. 4. Penetapan Perangkat Kelembagaan a. Penetapan Kawasan Kawasan merupakan suatu wilayah yang teritorialnya didasarkan pada pengertian dan batasan fungsional tertentu. Kawasan pengembangan ketahanan pangan terdiri dari beberapa desa yang berasal dari desa/kampung-kampung terpilih. Lokasi kawasan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. b. Penetapan Tim Asistensi dan Advokasi Pusat Tim Asistensi dan Advokasi merupakan Tim yang anggotanya terdiri dari beberapa instansi yang berada di tingkat pusat. Tim ini bertugas dalam (1) bersama provinsi memberikan asistensi kepada koordinator teknis kabupaten/kota; (2) melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan antar lintas sektor terkait untuk peningkatan permodalan masyarakat, sarana dan prasarana kawasan serta gizi dan kesehatan masyarakat; (3) merencanakan usulan kegiatan dan anggaran pengembangan kawasan; dan (4) melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan. Tim Asistensi dan Advokasi di tetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. c. Penetapan Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi Tim Asistensi dan Advokasi merupakan Tim yang anggotanya terdiri dari beberapa instansi yang berada di tingkat provinsi. Tim ini bertugas dalam (1) memberikan asistensi kepada koordinator teknis kabupaten/kota; (2) memberikan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat

45 di kawasan; (3) melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan antar lintas sektor terkait untuk peningkatan permodalan masyarakat, sarana dan prasarana kawasan serta gizi dan kesehatan masyarakat; (4) merencanakan usulan kegiatan dan anggaran pengembangan kawasan; (5) melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan. Tim Asistensi dan Advokasi di tetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Provinsi. d. Penetapan Tim Koordinator Teknis Tim Koordinator Teknis merupakan Tim yang anggotanya terdiri dari beberapa instansi yang berada di tingkat kabupaten/kota. Tim ini bertugas (1) memberikan bimbingan teknis (termasuk demonstrasi plot, antara lain: teknik budidaya, pemanfaatan teknologi dan sumberdaya, teknik pengolahan pangan dan pemasaran, dll) terhadap pemberdayaan masyarakat di kawasan; (2) menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan masyarakat (FKK, LK, dll); (3) memberikan pemahaman tentang gizi dan kesehatan masayarakat; (4) melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan antar lintas sektor terkait untuk peningkatan sarana dan prasarana kawasan; (5) melakukan pengembangan permodalan dan kelembagaan tingkat kawasan; (6) merencanakan usulan kegiatan dan anggaran pengembangan kawasan; dan (7) melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan; Tim Koordinator Teknis di tetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. e. Penetapan Pendamping Komunitas Pendampingan dilakukan oleh petugas penyuluh untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam pengembangan usaha. Tugas pendamping komunitas dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat/penyuluh Pendamping Swakarsa (PPS) dari masing-masing kampung. Pendamping komunitas dan pembantu pendamping dari masing-masing kampung ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. f. Penetapan Koordinator Pendamping Koordinator Pendamping adalah aparat yang ditunjuk oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 5. Apresiasi Peningkatan Kapasistas Apresiasi peningkatan kapasitas dilaksanakan dengan tujuan: (1) memberikan pemahanan kepada pelaksana kegiatan tentang pengembangan Kawasan Mandiri Pangan; (2) mengetahui karakteristik dan potensi sumberdaya yang dimiliki di kawasan; (3) melakukan inisiasi penumbuhan kelembagaan (forum kelembagaan kawasan dan lembaga keuangan); dan (4) menyusun rencana tindak lanjut kawasan. Materi yang disampaikan dalam apresiasi diantaranya: (1) pedoman pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan; (2) participatory rural appraisal (PRA); dan (3) penumbuhan dan dinamika kelompok.

46 Peserta: tokoh adat, agama, pemuda/karang taruna, kepala kampung, dan kepala distrik. 6. Penetapan Forum Komunikasi Kawasan (FKK) Penumbuhan FKK diinisiasi melalui pertemuan apresiasi peningkatan kapasitas. Pengurus FKK merupakan perwakilan dari beberapa unsur: tokoh suku adat, aparat kecamatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader penggerak kesehatan, perwakilan kelompok. FKK ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 7. Penumbuhan Lembaga Keuangan (LK) LK merupakan lembaga permodalan yang ditumbuhkan di tingkat kawasan, yang berfungsi sebagai layanan permodalan bagi kelompok suku adat. LK ditumbuhkan oleh FKK bersama dengan masyarakat adat. LK ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 8. Penumbuhan Kelompok Kelompok usaha adalah masyakarat yang mengembangkan usaha secara bersama-sama dan memiliki komoditas sejenis, yang mengarah pada pembentukan cluster. Kelompok usaha ditumbuhkan oleh FKK, LK, dan masyarakat. Kelompok ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 9. Pelatihan dan Pendampingan Pelatihan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat diselenggarakan oleh: (a) Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; (b) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP); (c) dinas-dinas pertanian terkait tingkat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (d) lembaga swadaya masyarakat. Tujuan pelatihan antara lain adalah : (1) identifikasi potensi dan permasalahan; (2) menentukan matriks program kegiatan per kabupaten/kota; dan (3) menentukan rencana aksi kegiatan pengembangan kawasan pangan. 10. Penyusunan Rencana Pembangunan Wilayah Kawasan (RPWK) Penyusunan RPWK dimasudkan untuk menuangkan berbagai keinginan kelompok sasaran kedalam perencanaan dan pelaksanaan. Jadwal Palang Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jadwal Palang Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Tahap Persiapan. No KEGIATAN WAKTU KETERANGAN 1. Indeks Potensi Kawasan (IPK) Januari- Februari Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 2. Survei DDRT/ IPD Februari Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan

47 No KEGIATAN WAKTU KETERANGAN Kabupaten/Kota. 3. Penetapan Desa dan Kawasan 4. Penetapan Pendamping Februari Februari Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota. Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 5. Penetapan Koordinator Pendamping 6. Penyusunan data dasar kawasan Februari Februari Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi dan Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Pendamping dan FKK. 7. Apresiasi dan FGD Maret Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 8. Penetapan Kelompok Maret Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 9. Penetapan FKK Maret Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 10. Sosialisasi Kegiatan Januari- Maret 11. Penumbuhan dan penetapan LK Maret Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi dan Badan/Dinas/ Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 12. Penyusunan RPWK April FKK, Pendamping, Aparat Kecamatan. 13. Pelatihan April-Mei Pendamping, Pembina provinsi, kabupaten/kota. 14. Penyusunan RUK April-Mei Kelompok. 15. Pembuatan Rekening dan Pengajuan RUK 16. Kontrak Kerja antara PPK dengan LK 17. Transfer Dana bantuan sosial ke Rekening Kelompok 18. Pencairan Dana bantuan sosial Ke Kelompok /LK Juni Juni Juni-Juli Juni-Juli Kelompok. PPK kabupaten/kota. Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. KPPN Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi dan Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan

48 No KEGIATAN WAKTU KETERANGAN Kabupaten/Kota. 19. Pengajuan RUK dari Kelompok ke LK 20. Pemanfaatan Dana bantuan sosial oleh kelompok 21. Koordinasi dan kerja sama lintas sektor 22. Evaluasi dan Monitoring Juli- Agustus September -Desember (sesuai kesiapan kelompok) September -November November Kelompok, Pendamping, dan FKK. Kelompok. Tim Koordinator Teknis kabupaten/kota. Pusat, Provinsi, kabupaten/kota,pendamping. 23. Laporan Kegiatan Desember Provinsi, kabupaten/kota, pendamping, FKK, dan LK. BAB IV ORGANISASI DAN TATA KERJA A. Organisasi Mengingat keberhasilan Kegiatan Desa Mandiri Pangan sangat ditentukan oleh keterpaduan program/kegiatan dari berbagai instansi, maka sistem pengorganisasi kegiatan Desa Mandiri Pangan melibatkan lintas subsektor dan sektor terkait, baik di tingkat pusat, provinsi, dan maupun kabupaten dibawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Fungsi dan peran masing-masing lembaga (seperti tercantum Gambar 2) sebagai berikut: 1. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian sebagai penanggungjawab kegiatan nasional. 2. Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab kegiatan pada masingmasing tingkatan. 3. Dewan Ketahanan Pangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota diperankan sebagai wadah koordinasi pelaksana kegiatan. 4. Tim Asistensi dan Advokasi yang berada di Pusat dan Provinsi sebagai asisten dan advokan Tim Koordinator Teknis kabupaten/kota. 5. Tim Koordinator Teknis Kabupaten sebagai pelaksana pendampingan kegiatan pengembangan kegiatan tingkat kabupaten/kota. 6. Koordinator Pendamping merupakan aparat kabupaten/provinsi yang melakukan fungsi sebagai koordinator pendamping di tingkat lapangan. Koordinator Pendamping ditunjuk oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Provinsi Dan Kabupaten/Kota. 7. Camat/Kepala Distrik sebagai koordinator desa pelaksana kegiatan di wilayah kerjanya. 8. Kepala Desa sebagai penanggung jawab operasional kegiatan di tingkat desa wilayah kerjanya. 9. FKK sebagai koordinator pembangunan ketahanan pangan tingkat kawasan. 10. TPD sebagai penggerak pembangunan ketahanan pangan di desa.

49 PELAKSANA KEGIATAN PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN PENGARAH Tim Asistensi dan Advokasi Kepala BKP Menteri Pertanian Tim Asistensi dan Advokasi Kepala Badan/Kantor/ Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi Gubernur Tim Koordinator Teknis Kepala Badan/Kantor/ Dinas/unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota Bupati/ Walikota Koordinator Pendamping Provinsi dan Kabupaten/Kota Camat/Kepala Distrik melakukan Koordinasi Tk. Kecamatan FKK/Tim Pangan Desa Pendamping Penerima Manfaat Gambar 2. Pengorganisasian Desa Mandiri. Keterangan : : Hubungan koordinasi. : Hubungan integrasi dari instansi terkait. : Hubungan Pengarah. : Hubungan Pembinaan. B. Tata Kerja Kegiatan Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Mandiri Pangan dirumuskan oleh kelompok kerja yang berfungsi sebagai simpul koordinasi untuk memperlancar pelaksanaan program secara berjenjang di tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. 1. Tingkat Desa/Kampung Kepala Desa sebagai penanggung jawab kegiatan di desa, bertugas untuk mengkoordinasikan TPD, kelompok masyarakat, dan pendamping di desa, serta berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan aparat pemerintah. 2. Tingkat Kecamatan Pokja Kecamatan diketuai oleh Camat/Kepala Distrik sebagai koordinator pelaksana kegiatan di wilayah kerjanya. 3. Tingkat Kabupaten/Kota

50 a. Bupati/Walikota; merupakan pembina kegiatan dan bertanggungjawab atas keberhasilan pelaksanaan kegiatan di tingkat kabupaten/kota. Tim Koordinator Teknis; merupakan tim yang memiliki kemampuan profesional (berdasarkan rekomendasi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota), yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Tugas Tim Koordinator Teknis adalah melakukan advokasi, sinkronisasi dan integrasi kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dengan kegiatan-kegiatan yang berada dibawah tanggungjawabnya dan/atau kegiatan yang berada di instansi/unit lain atau organisasi kemasyarakatan lainnya pada tingkat kabupaten/kota. b. Koordinator Pendamping Kabupaten/Kota Koordinator Pendamping Kabupaten/Kota adalah aparat yang ditunjuk oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan kabupaten/kota untuk mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian kegiatan para pendamping di tingkat desa/kampung. 4. Tingkat Provinsi a. Gubernur: merupakan pembina kegiatan, dan bertanggungjawab atas keberhasilan pelaksanaan kegiatan ditingkat provinsi. Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi; merupakan tim yang memiliki kemampuan profesional (berdasarkan rekomendasi BKP provinsi), yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi. Tugas Tim Asistensi dan Advokasi adalah melakukan advokasi, sinkronisasi dan integrasi kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dengan kegiatan-kegiatan yang berada dibawah tanggungjawabnya dan/atau kegiatan yang berada di instansi/unit lain atau organisasi kemasyarakatan lainnya pada tingkat provinsi. b. Koordinator Pendamping Provinsi Koordinator Pendamping Provinsi adalah aparat yang ditunjuk oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi untuk mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian kegiatan para koordinator pendamping di tingkat kabupaten/kota. 5. Tingkat Pusat Di tingkat pusat dibentuk Tim Asistensi dan Advokasi Pusat. Tugas Tim ini secara rinci sebagai berikut: a. melakukan proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan Desa Mandiri Pangan. b. melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. c. melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan dengan pemangku kebijakan terkait. d. memberikan rekomenadasi dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan.

51 A. Pengelolaan Dana APBN BAB V PEMBIAYAAN Dana APBN untuk Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, dialokasikan di pusat, provinsi berupa dana Dekonsentrasi (Dekon), dan kabupaten/kota berupa dana Tugas Pembantuan (TP). Salah satu komponen kegiatan pengembangan Kawasan Mandiri Pangan adalah penyaluran dana bantuan sosial (bansos) untuk pengembangan usaha produktif. Dana bansos tersebut dikelola oleh Lembaga Keuangan tingkat kawasan yang ditumbuhkan dari dan oleh masyarakat. Proses pencairan dana mengikuti Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial untuk Pertanian Tahun Anggaran Pencairan dana bantuan sosial ke rekening kelompok/lk kawasan diharapkan dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Juli Alur penyaluran dana bantuan sosial untuk pengembangan usaha produktif dapat dilihat pada Gambar 3. Menteri Pertanian 1 Gubernur/ Bupati/Walikota 2 Kepala Badan/ Kantor/ Dinas/unit kerja yang menangani ketahanan pangan kabupaten/kota selaku KPA 10 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendaharawan Pengeluaran 9 KPPN Kabupaten 6 8 Pejabat Penguji Perintah Pembayaran (P4) Subkelompok Pendamping 12 TPD/FKK 5 13 Kelompok 7 14 Rekening LKD 12 Bank Gambar 3. Alur Penyaluran Dana Bansos Usaha Produktif

52 Keterangan: 1. Pelimpahan wewenang Menteri Pertanian kepada Gubernur berupa dana dekonsentrasi dan kepada Bupati/Walikota berupa tugas pembantuan. 2. Atas usulan Gubernur/Bupati/Walikota, Menteri Pertanian menetapkan Badan/Kantor/Dinas/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi/kabupaten/kota selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 3. Pendamping memfasilitasi penumbuhan subkelompok. 4. Pendamping bersama subkelompok yang tergabung dalam kelompok menumbuhkan lembaga keuangan yang pengurusnya terdiri dari perwakilan kelompok-kelompok. 5. Pendamping memfasilitasi subkelompok yang tergabung dalam kelompok afinitas untuk menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK). 6. RUK subkelompok yang dihimpun kelompok (Format 1), diajukan ke Tim Teknis Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pendamping, FKK/TPD, dan Kepala Distrik/Kepala Desa. 7. Setelah mendapat persetujuan Tim Teknis Kabupaten/Kota, kelompok membuat rekening bank. 8. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi atau kabupaten/kota: 1) Membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan lembaga keuangan mikro dan kelompok penerima manfaat (Format 4); 2) Membuat Surat Berita Acara Serah Terima Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif dengan kelompok penerima manfaat dan lembaga keuangan (Format 5); 3) Membuat Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS), dan diajukan ke Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi atau kabupaten/kota untuk mendapat persetujuan, dengan melampirkan: a) Surat Keputusan Kepala Badan/ Dinas/ Kantor/Unit kerja atau Pejabat yang ditunjuk tentang Penetapan Kelompok Sasaran; b) rekapitulasi RUK/RUB (Format 2); c) kuitansi harus ditandatangani oleh ketua kelompok/gabungan kelompok, diketahui/disetujui oleh KPA Kabupaten/Kota dan Bendaharawan yang bersangkutan (Format 3); d) Surat Perjanjian Kerja Sama antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan Lembaga Keuangan dan kelompok sasaran tentang pemanfaatan dana bantuan sosial. e) Surat Pernyataan Ketua Kelompok/LK tentang pemanfaatan dana bantuan sosial (Format 6). 4) Mengajukan SPP-LS yang disetujui KPA provinsi atau kabupaten/kota kepada Pejabat Penguji Perintah Pembayaran (P4). 9. P4 Provinsi atau Kabupaten/Kota: a. menguji SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) provinsi atau kabupaten/kota, dan ; b. memberikan rekomendasi kepada Bendahara Pengeluaran Satker Dekon di provinsi atau Satker TP di kabupaten.

53 10. Bendahara Pengeluaran Satker Dekon di provinsi atau Satker TP di kabupaten mengajukan SPM-LS kepada Kantor Penerimaan Pengeluaran Negara (KPPN) provinsi atau kabupaten/kota. 11. KPPN provinsi atau kabupaten/kota menerbitkan Surat Perintah Pencairan dana (SP2D) dan mentransfer dana bantuan sosial ke rekening kelompok /lembaga keuangan mikro. 12. Dana bantuan sosial yang telah ditransfer ke bank, dapat dicairkan oleh kelompok setelah mendapat rekomendasi dari pendamping dan FKK/TPD. 13. Kelompok mendistribusikan dana bantuan sosial kepada masingmasing subkelompok sesuai dengan RUK yang diajukan dan sudah diverifikasi oleh pendamping dan FKK/TPD. 14. Kelompok bersama FKK/LKD menyampaikan laporan penyaluran dana bantuan sosial kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan kabupaten/kota selaku KPA. B. Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Pemanfaatan dana Bantuan Sosial yang diperuntukkan kepada kelompok mengacu pada hasil Rencana Pembangunan Wilayah Kawasan (RPWK) dan RUK/RUB yang disusun oleh kelompok bersama masyarakat dan digunakan untuk: pembangunan fisik untuk usaha produktif sebanyak 50% (lima puluh persen) dan modal usaha produktif 50% (lima puluh persen). Dana bantuan sosial untuk pengembangan kawasan diberikan sebanyak 3 (tiga) kali dalam 3 (tiga) tahun kepada 3 (tiga) s.d 5 (lima) desa/kampung dengan penerima manfaat yang berbeda-beda, namun pengelolaan dana dari masing-masing desa/kampung dilakukan bersama-sama dalam wadah lembaga keuangan kawasan. Fokus pemanfaatan dana bantuan sosial pada tahun pertama diarahkan pada budidaya, tahun kedua diarahkan pada teknologi pengolahan, penyimpanan, dan kebun koleksi jenis pangan lokal yang produktif serta pada tahun ketiga diarahkan pada pemasaran dan penguatan titik tumbuh ekonomi kawasan. C. Pertanggunggungjawaban Pertanggungjawaban pengelolaan dana APBN dilakukan oleh KPA provinsi atau KPA kabupaten/kota dalam laporan keuangan secara rutin, dan berpedoman pada peraturan-peraturan berikut: a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Kewajiban Melaporkan Laporan Keuangan Bagi Lembaga Negara dan Kementerian. b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Pusat. c. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 51 Tahun 2008 tentang Penyusunan Laporan Keuangan. BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN, SERTA PELAPORAN Kegiatan pemantauan dan evaluasi, pengendalian dan pengawasan serta pelaporan pada kegiatan ini mengacu pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60

54 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang menyatakan bahwa: Pimpinan instansi bertanggung jawab terhadap efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern (SPI) di lingkungannya. Pelaksanaan SPIP di lingkungan Kementerian Pertanian juga mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Kementerian Pertanian. Uraian secara rinci pelaksanaan SPIP sebagai berikut: A. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dalam kerangka SPI dilakukan secara berkelanjutan sejak perencanaan hingga tahap akhir kegiatan, pada aspek yang mendukung kelancaran pelaksanaan program/kegiatan, ketertiban laporan keuangan, dan pengamanan aset. Tanggungjawab Pemantauan dan Evaluasi melekat pada masing-masing Satker tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Evaluasi kegiatan dilakukan pada awal, pertengahan, dan akhir tahun kegiatan, guna mengetahui perkembangan dan keberhasilan pencapaian indikator kegiatan setiap tahapan dan kemandirian. Evaluasi per tahapan dimaksudkan untuk mengetahui capaian hasil pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi kemandirian untuk mengetahui capaian tingkat kemandirian dengan klasifikasi rendah, sedang, dan tinggi. B. Pengendalian dan Pengawasan Pengendalian dan Pengawasan kegiatan Desa Mandiri Pangan mencangkup: (1) lingkungan pengendalian; (2) penilaian risiko; (3) kegiatan pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan (5) pemantauan pengendalian intern. 1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan Pengendalian adalah kondisi yang dibangun untuk mendorong keberhasilan penerapan dan pelaksanaan program/kegiatan. Untuk mendorong keberhasilan penerapan dan pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan, diperlukan lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian kegiatan Desa Mandiri Pangan meliputi; (a) organisasi; (b) kebijakan; (c) sumber daya manusia; dan (d) prosedur. a. Organisasi Tabel 6. Lingkungan Pengendalian (Organisasi). No Organisasi yang dibentuk 1 Tim Asistensi dan Advokasi Pusat Uraian Pelaksanaan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selaku KPA mengajukan usulan Surat Keputusan tentang Tim Asistensi dan Advokasi Pusat kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan, dilengkapi dengan uraian Tugas. Output Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian

55 No Organisasi yang dibentuk 2 Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi 3 Tim Koordinator Teknis Kabupaten/Kota Uraian Pelaksanaan KPA provinsi mengajukan usulan Surat Keputusan tentang Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi kepada Kepala Badan/Dinas/unit kerja Ketahanan Pangan Provinsi, dilengkapi dengan uraian Tugas. KPA kabupaten/kota mengajukan usulan Surat Keputusan tentang Tim Koordinator Teknis kepada Kepala Badan/ Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota, dilengkapi dengan uraian Tugas. 4 FKK Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota menetapkan FKK/TPD berdasarkan usulan aparat kebupaten dan masyarakat, dilengkapi dengan susunan organisasai dan uraian tugas. 5 Lembaga Keuangan Kawasan 6 Kelompok Usaha Kepala Badan/ Dinas/Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota menetapkan LK berdasarkan usulan FKK dan masyarakat, dilengkapi dengan susunan organisasai dan uraian tugas. Kepala Badan/Dinas/Kantor/ unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota menetapkan kelompok penerima manfaat berdasarkan hasil survei DDRT Output Keputusan Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi Keputusan Kepala Badan/ Dinas/Kantor/ unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Keputusan Kepala Badan/ Dinas/Kantor/ unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Keputusan Kepala Badan/ Dinas/Kantor/ unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Keputusan Kepala Badan/Dinas/ Kantor/unit kerja Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. b. Kebijakan Tabel 7. Lingkungan Pengendalian (Kebijakan). No Kebijakan yang dilaksanakan 1 Pusat: Penyusunan Pedum dan Pedop Desa Mandiri Pangan Reguler. Penyusunan Pedop Uraian Pelaksanaan Menyusun Pedoman Umum dan Pelaksanaan Menjabarkan kegiatan secara rinci dan jelas, dan dilengkapi dengan jadwal palang. Output Buku Pedoman Umum. Buku Pedoman Pelaksanaan. Sosialisasi kegiatan kepada Provinsi.

56 No Kebijakan yang dilaksanakan Kawasan Mandiri Pangan. 2 Provinsi: Penyusunan Juklak Desa Mandiri Pangan. Penyusunan Juklak Kawasan. 3 Kabupaten/Kota: Penyusunan Juknis Desa Mandiri Pangan. Penyusunan Juknis Kawasan. Uraian Pelaksanaan Melakukan sosialisasi kepada provinsi. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan. Menjabarkan Kegiatan secara rinci dan jelas, dan dilengkapi dengan jadwal palang. Melakukan Sosialisasi kepada Kabupaten/Kota. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Menjabarkan Kegiatan secara rinci dan jelas, dan dilengkapi dengan jadwal palang. Melakukan Sosialisasi kepada kelompok penerima dan masyarakat. Output Buku Juklak. Sosialisasi kegiatan kepada Kabupaten/Kota. Buku Juknis Sosialisasi kepada kelompok peneriman dan masyarakat. No c. Sumber Daya Manusia (SDM) Tabel 8. Lingkungan Pengendalian (SDM). SDM yang diperlukan 1 - Tim Asistensi dan Advokasi Pusat. - Tim Asistensi dan Advokasi Provinsi. - Tim Koordinator Teknis Kabupaten/ Kota. Uraian Pelaksanaan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota menetapkan tim, yang terdiri dari lintas sektor terkait, minimal beranggotakan dari: Badan Ketahanan Pangan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi. 2 - FKK Kabupaten/Kota menetapkan FKK. Anggota FKK: kader penggerak kesehatan, aparat kecamatan, tokoh masyarakat, agama, pemuda, perwakilan kelompok. Output - SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Pusat. - SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi. - SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten/ Kota. SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 3 Pendamping Masing-masing desa ditetapkan SK Kepala Badan

57 No SDM yang diperlukan Uraian Pelaksanaan Output (PPL) satu pendamping yang berasal dari PPL. Masing-masing kawasan ditetapkan 1 PPL dan pendamping dari tokoh masyarakat. Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. 4 - LK Kabupaten/Kota menetapkan: LK setiap kawasan. 5 Kelompok Kabupaten/Kota menetapkan kelompok sebagai kelompok penerima manfaat. SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. d. Prosedur Tabel 9. Lingkungan Pengendalian (Prosedur). No Standard Orating Procedure (SOP) yang harus dibuat 1 Sosialisasi kegiatan. 2 Penetapan pendamping. 3 Survey DDRT atau IPD. 4 Penyaluran dan Pemanfaatan bantuan sosial. 5 Monitoring dan Evaluasi. Uraian Pelaksanaan Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan. Menyusun SOP sosialisasi. Menyeleksi pendamping yang sesuai dengan kriteria di buku pedoman, satu pendamping untuk satu kawasa. Menyusun SOP penetapan pendamping. Menyusun SOP pelatihan DDRT atau IPD kepada petugas. Menyusun SOP Penyaluran bantuan sosial. Menyusun SOP Monitoring dan Evaluasi. Output SOP dari masingmasing kegiatan. 2. Penilaian Risiko Penilaian Risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran program/kegiatan Instansi Pemerintah. Penilaian risiko dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan yang dituangkan dalam Term of Reference/Pokok Acuan Tugas (TOR/PAT) dan unit kerja pelaksananya, yang memuat uraian langkahlangkah penanganan risiko kemudian dilanjutkan dengan identifikasi risiko kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian Risiko kegiatan Desa Mandiri Pangan dapat dilihat pada Tabel 10.

58 Tabel 10. Penilaian Risiko Kegiatan Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Kegiatan Deskripsi Penyebab Akibat Penanganan Seleksi lokasi sasaran. Penetapan Kawasan. Penetapan Pendampin g, Koordinator Pendampin g, FKK. Survey DDRT atau Pengumpulan Data IPK. Kawasan belum ditetapkan. Pendamping,Koordinator Pendamping, FKK belum ditetapkan. a. Pelaksana kurang memahami pelaksanaan pengumpulan data; b. Kurangnya aparat pelaksana ; c. DIPA belum siap. Mutasi pejabat yang bersangkutan dan Bupati/Walikota. Mutasi pejabat yang bersangkutan. Jumlah KK Miskin dan Rumah Tangga Miskin (RTM) tidak dapat diketahui. Sasaran pelaksana kegiatan (kelompok suku adat) tidak sesuai dengan kriteria. Kegiatan pemberdayaan dan pendampingan terhambat. a. Melatih petugas untuk melakukan pengumpulan data IPK sesuai kuesioner dan mekanisme yang telah ditetapkan ; b. Inisiatif daerah dari penyediaan dana APBD. a. Surat dari pusat untuk segera menetapkan dan proses pembinaan ; b. Penetapan dilakukan segera melalui SK Kepala Badan dan dikuatkan oleh SK Bupati/Walikota. Surat dari pusat untuk segera menetapkan dan melakukan proses pembinaan. Penanggung jawab Badan/Dinas/Kantor/uni t kerja ketahanan pangan kabupaten/kota Badan/Dinas/Kantor/uni t kerja ketahanan pangan kabupaten/kota. Badan/Dinas/Kantor/uni t kerja ketahanan pangan provinsi dan kabupaten/kota. Sosialisasi Kegiatan. Sosialisasi tidak dilaksanakan disemua tingkatan Mutasi pejabat penanggungjawab kegiatan. Kegiatan tidak berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran. Surat dari pusat agar melakukan sosialisasi kegiatan sampai level desa. BKP Kementerian Pertanian, Badan/Dinas/Kantor/uni t kerja ketahanan pangan provinsi kabupaten/kota.

59 Kegiatan Deskripsi Penyebab Akibat Penanganan Penetapan Kelompok. Kelompok belum ditetapkan. Mutasi pejabat yang bersangkutan. Kegiatan usaha produktif terhambat. Surat dari pusat untuk segera menetapkan dan melakukan proses pembinaan dan pendampingan. Penanggung jawab Badan/Dinas/Kantor/uni t kerja ketahanan pangan kabupaten/kota. Penumbuhan LK. LK belum ditumbuhkan. Mutasi pejabat yang bersangkutan. Kegiatan usaha produktif terhambat. Surat dari pusat untuk segera menetapkan dan melakukan proses pembinaan dan pendampingan. BKP Kementerian Pertanian. Pelatihan dan pendampin g-an. Pelatihan dan penadmpingan belum dilaksanakan. Kelengkapan administrasi belum siap SDM lemah. Kegiatan pemberdayaan tidak terlaksana Persamaan persepsi kegiatan masih kurang. a. Surat dari pusat agar dilakukan pelatihan dan pendampingan; b. Prov,Kab/Kota segera menindaklanjuti dengan memberikan pelatihan, pendampingan dan pembinaan intensif. BKP Kementerian Pertanian, Badan/Dinas/Kantor/un it kerja ketahanan pangan provinsi kabupaten/kota, Pendamping. Kontrak kerja PPK dengan Kelompok/ LK. PPK belum membuat kontrak kerja dengan Kelompok/LK. Kelengkapan adm. yang minim Lokasi KPN yang jauh. Pencairan bantuan sosial tidak bisa dilaksanakan sesuai target. Surat dari pusat untuk segera membuat kontrak kerja dan pencairan bantuan sosial. BKP Kementerian Pertanian, Badan/Dinas/Kantor/un it kerja ketahanan pangan provinsi kabupaten/kota. Pemanfaatan bantuan sosial. bantuan sosial belum dimanfaatkan. Kelompok belum siap Administrasi kurang. Kegiatan usaha produktif tidak berjalan. Surat dari pusat untuk segera memanfaatkan bantuan sosial dan pembinaan dari BKP prov atau Kabupaten/Kota. BKP Kementerian Pertanian, Badan/Dinas/Kantor/ unit kerja ketahanan pangan provinsi kabupaten/kota.

60 Kegiatan Deskripsi Penyebab Akibat Penanganan Evaluasi dan Pelaporan. Pelaksanaan evaluasi dan Pelaporan tidak rutin. Rendahnya kualitas SDM Provinsi,Kabupaten/Ko ta kurang memahami instrument evaluasi dan pelaporan. Perkembangan dinamika kegiatan kawasan tidak diketahui secara baik dan benar. Surat dari pusat agar tetap melaksanakan evaluasi Pendampingan, pembinaan dan pemantauan secara rutin. Penanggung jawab BKP Kementerian Pertanian, Badan/Dinas/Kantor/un it kerja ketahanan pangan provinsi kabupaten/kota.

61 3. Kegiatan Pengendalian Kegiatan pengendalian adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang memberikan arah bagi pimpinan untuk mencapai tujuan. Aktivitas pengendalian membantu untuk kepastian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi dan menangani risiko. Pengendalian bertujuan untuk memastikan bahwa kebijaksanaan dan prosedur yang ditetapkan telah diikuti dan dipatuhi, serta dilaksanakan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan terhadap potensi atau titik kritis kegiatan hasil analisa risiko untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetapkan. Tabel 11. Kegiatan pengendalian dalam kegiatan Desa Mandiri Pangan dan Kawasan. Kegiatan Seleksi lokasi sasaran Penetapan Pendamping Sosialisasi Kegiatan Kontrak kerja PPK dengan lembaga keuangan/ kelompok Pencairan dan Pemanfaatan bantuan sosial Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Pengendalian Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan a. Lokasi sasaran harus sesuai dengan hasil peta FSVA dan survei DDRT atau IPD; b. Jika dana APBN terbatas, maka pendamping dilatih DDRT dengan menggunakan dana APBD I/II; c. Lokasi kawasan harus sesuai dengan IPK dan hasil integrasi program lintas sektor. Bersedia tinggal di lokasi/di sekitar lokasi binaan Jika ada pendamping yang mutasi atau pensiun, maka segera dilakukan penetapan pendamping baru. Sosialisasi kegiatan harus dilakukan sampai tingkat kampung/desa. a. PPK dan lembaga keuangan segera melakukan koordinasi sebelum proses pencairan dana bantuan sosial untuk merumuskan kontrak kerja; b. dana yang sudah di transfer ke rekening kelompok langsung dikelola oleh lembaga keuangan. a. kabupaten/kota mengawal ketat proses pencairan, agar dana bisa segera cair ke rekening kelompok; b. satuan kerja segera berkoordinasi dengan pihak terkait, untuk percepatan pencairan dana; c. pemanfaatan dana bantuan sosial harus sesuai dengan RUK yang diserahkan kelompok kepada lembaga keuangan. a. pelaksana kegiatan (desa,kecamatan,kabupaten/kota, provinsi) membuat laporan hasil evaluasi kegiatan; b. mengirimkan laporan secara berjenjang, dari kelompok kepada kecamatan-kabupaten/kota-provinsi-pusat.

62 4. Informasi dan Komunikasi Informasi dan komunikasi yang disampaikan meliputi pencatatan, pelaporan, dan sarana. Tabel 12. Informasi dan komunikasi yang disampaikan dalam kegiatan Desa Mandiri Pangan. No Kegiatan Uraian Dokumen pendukung 1 Pencatatan Setiap aktivitas SK Pelaksana dilakukan pencatatan Kegiatan dari oleh petugas yang Ka.Badan. ditunjuk. 2 Pelaporan Setiap kegiatan dibuat laporan tertulis Menyusun laporan bulanan. 3 Sarana Provinsi,kabupaten/ kota menyediakan sarana komunikasi seperti: Telepon, Fax. Internet. 5. Pemantauan Buku laporan, DIPA, POK, PEDUM, Juklak, Juknis. Tabel 13. Pemantauan Kegiatan Desa Mandiri Pangan. Output Perkembangan kegiatan Desa Mandiri Pangan dapat diketahui. Arsip laporan; Laporan bulanan Simonev lancar; Laporan triwulan; Laporan tahunan; Laporan SAI. Laporan masing-masing kegiatan dapat dilaksanakan. No Kegiatan Uraian pelaksanaan 1 Pencatatan Setiap aktivitas dilakukan pencatatan oleh petugas yang ditunjuk. 2 Pelaporan Setiap kegiatan 3 Tindak Lanjut LHA dibuat laporan tertulis dan menyusun laporan bulanan. Menindaklanjuti hasil audit APIP dan hasil evaluasi. Dokumen Pendukung SK Pelaksana Kegiatan dari Ka. Badan. Buku laporan DIPA, POK, PEDUM, Juklak, Juknis. Hasil audit dan evaluasi. Output Perkembangan kegiatan Desa Mandiri Pangan dapat diketahui. Arsip laporan,laporan bulanan Simonev lancar, Laporan triwulan, Laporan tahunan,laporan SAI. Laporan Hasil Tindak Lanjut (LHA) dan evaluasi.

63 C. Pelaporan Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berkala, tepat waktu, berkelanjutan, dan berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Desa menyampaikan formulir laporan yang disepakati kepada kecamatan dan kabupaten/kota tentang situasi pangan dan cadangan pangan desa serta perkembangan pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan. Kecamatan yang berfungsi sebagai pemantau, pendamping, dan penghubung ke kabupaten/kota, dengan menggunakan format yang disepakati menyampaikan ke kabupaten/kota tentang upayaupaya yang telah dilakukan dan meneruskan hal-hal yang tidak dapat dilakukan. Kabupaten/kota memantau kegiatan lapang secara berkala (satu bulan sekali), mengevaluasi hasil pemantauan, serta menyampaikan laporan desa dan kecamatan ke provinsi sesuai dengan format yang disepakati. Kabupaten memberikan feedback kepada desa dan kecamatan, serta menindaklanjuti berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan di kabupaten/kota. Provinsi memantau kegiatan lapang secara berkala (semesteran), mengevaluasi hasil pemantauan, melaporkan ke pusat sesuai format yang disepakati, memberikan feedback kepada kabupaten/kota, serta menindaklanjuti berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan di provinsi. Pusat sebagai penanggung jawab program melakukan: pemantauan kegiatan lapang secara berkala, mengevaluasi hasil pemantauan provinsi, memberikan feedback kepada provinsi terhadap, serta menindaklanjuti berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan di pusat. Pelaporan terpaut dengan SPI, merupakan Informasi dan Komunikasi yang dilakukan melalui: (1) Pencatatan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Pelaksana pada setiap tahap kegiatan secara tepat, cepat, dan akurat; (2) Pelaporan hasil kegiatan oleh Pelaksana pada setiap tahap kegiatan, dapat dimengerti, relevan, dipercaya, dan tepat waktu. BAB VII PENUTUP Pedoman Desa Mandiri Pangan dan Kawasan Mandiri Pangan diharapkan dapat menjadi acuan bagi aparat dan pihak-pihak yang melaksanakan pengembangan kawasan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Pedoman ini untuk selanjutnya dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dan dapat dijabarkan dengan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari provinsi maupun kabupaten. MENTERI PERTANIAN, ttd. SUSWONO

64 LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013 PEDOMAN PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketahanan Pangan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. 3 (tiga) alasan utama yang melandasi pentingnya ketahanan pangan yaitu: 1) akses atas pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, beragam dan bergizi bagi setiap orang merupakan salah satu pemenuhan hak asasi manusia; 2) konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif; dan 3) ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional suatu negara yang berdaulat. Ketahanan Pangan nasional salah satunya dicirikan dengan ketersediaan pangan yang cukup secara makro. Saat ini, secara nasional Indonesia memiliki ketahanan pangan yang baik, namun demikian masih ada beberapa daerah yang masyarakatnya tidak mampu mengakses pangan karena kondisi wilayahnya miskin atau pendapatan yang rendah, sehingga tidak mencukupi untuk memperoleh akses terhadap pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), program Pemerintah telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011 menjadi sekitar 30 juta jiwa, lebih rendah daripada jumlah penduduk miskin tahun 2010 sekitar 31,02 juta jiwa. Sebagian besar penduduk miskin tersebut tinggal di wilayah pedesaan dengan mata pencaharian dari usaha di sektor pertanian, yang memiliki skala usaha kurang dari 0,5 hektar, dan bahkan banyak yang bekerja sebagai buruh tani. Angka penduduk miskin wilayah perkotaan sebesar 8,78 % (persen) jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat perdesaan. Di sisi lain, Indonesia sebagai wilayah sentra produksi pertanian yang sangat luas, khususnya padi dan jagung, tersebar pada topografi beragam, sementara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang berada di wilayah tersebut memiliki keterbatasan sarana prasarana (produksi, pengolahan dan penyimpanan), kepemilikan sarana yang sangat bervariasi, waktu panen yang tidak bersamaan pada beberapa wilayah, dan iklim yang kurang mendukung pada saat tanam maupun panen raya. Dengan kondisi tersebut, petani, Kelompok Tani (Poktan) maupun Gapoktan selalu dihadapkan pada berbagai masalah antara lain: 1) keterbatasan modal usaha untuk melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian/pemasaran setelah panen; 2) rendahnya posisi tawar petani pada saat panen raya yang bersamaan dengan datangnya hujan; dan 3) keterbatasan akses pangan (beras) untuk dikonsumsi saat petani menghadapi paceklik karena tidak memiliki cadangan pangan yang cukup. Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan/atau Gapoktan tersebut

65 yang tidak dapat melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian/pemasaran hasil produksinya, maka dapat mempengaruhi ketidakstabilan harga untuk komoditas gabah/beras dan jagung di wilayah sentra produksi pada saat terjadi panen raya serta kekurangan pangan (beras) pada saat musim paceklik ataupun gagal panen. Dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan petani, Poktan, dan/atau Gapoktan terhadap jatuhnya harga gabah, beras dan/atau jagung di saat panen raya dan masalah aksesibilitas pangan, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian c.q. Badan Ketahanan Pangan, sejak tahun 2009 telah melaksanakan kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM). Melalui kegiatan Penguatan-LDPM, Pemerintah menyalurkan Dana Bantuan Sosial (Bansos) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Gapoktan dalam rangka memberdayakan kelembagaan tersebut agar mereka mampu dan berdaya dalam melakukan aktivitas pendistribusian pangan serta penyediaan cadangan pangan. Melalui fasilitas penguatan modal usaha, diharapkan Gapoktan bersama-sama dengan anggotanya mampu secara swadaya melakukan aktivitas antara lain membangun sarana untuk penyimpanan, mengembangkan usaha di bidang pemasaran pangan dan menyediakan pangan minimal bagi kebutuhan anggotanya. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup substansi Pedoman kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 meliputi: 1. Tujuan, Sasaran dan Indikator Keberhasilan; 2. Kerangka Pikir; 3. Pelaksanaan; 4. Organisasi dan Tata Kerja; 5. Pembiayaan; dan 6. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan. C. Dasar Hukum Perlunya kebijakan Pemerintah dalam penanganan gejolak pasokan dan harga pangan pada saat panen raya secara eksplisit telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yaitu dalam Pasal 13 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Sementara itu dalam Pasal 130 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan dan Ketahanan Pangan. Peran serta masyarakat antara lain dilakukan dalam hal: pelaksanaan produksi, distribusi, perdagangan dan konsumsi pangan; penyelenggaraan cadangan Pangan Masyarakat; dan pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan dan Gizi.

66 Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yaitu dalam Pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa Pengendalian harga pangan tertentu yang bersifat pokok di tingkat masyarakat diselenggarakan untuk menghindari terjadinya gejolak harga pangan yang mengakibatkan keresahan masyarakat, keadaan darurat karena bencana, dan/atau paceklik yang berkepanjangan. Pengendalian harga pangan dapat dilakukan diantaranya melalui pengaturan dan pengelolaan pasokan pangan serta pengaturan kelancaran distribusi pangan. Mengingat di daerah sentra produksi padi dan jagung sering terjadi gejolak harga di saat panen raya, maka kelembagaan Gapoktan sebagai kelembagaan di perdesaan harus diperkuat agar mampu membantu anggotanya dalam mendistribusikan/memasarkan produksi. Gapoktan juga diharapkan mampu menggerakan unit-unit usahanya sehingga terjadi perputaran ekonomi baik di unit usahanya maupun di wilayahnya melalui kegiatan usaha pembelian, pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan penjualan gabah/beras dan/atau jagung serta mengembangkan jejaring pemasaran dengan mitranya baik di dalam maupun di luar wilayahnya. Gapoktan sebagai wadah atau gabungan dari Poktan dan petani di wilayahnya harus mampu mengatasi kelangkaan akses pangan pada saat anggotanya menghadapi gagal panen ataupun paceklik melalui pembangunan cadangan pangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan, Pemerintah menetapkan Cadangan Pangan Nasional. Cadangan Pangan Nasional dimaksud terdiri atas Cadangan Pangan Pemerintah, Cadangan Pangan Pemerintah Daerah, dan Cadangan Pangan Masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan Cadangan Pangan Masyarakat. Sementara itu Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sesuai kearifan lokal. Untuk pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat, dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 disebutkan bahwa Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan cadangan pangan masyarakat. Upaya mewujudkan cadangan pangan masyarakat dimaksud dilakukan secara mandiri serta sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selanjutnya dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 ditegaskan bahwa Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta seluas-luasnya dalam mewujudkan ketahanan pangan. Peran serta masyarakat dapat berupa: 1) melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi pangan; 2) menyelenggarakan cadangan pangan masyarakat; dan 3) melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Seperti halnya keberadaan cadangan pangan yang sudah ada di tingkat nasional, Kementerian Dalam Negeri juga telah mendorong Pemerintah Desa untuk mewujudkan cadangan pangan pemerintah desa melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2008 tentang Cadangan Pangan Pemerintah Desa. Sama halnya dengan keberadaan cadangan

67 pangan masyarakat di tingkat desa, maka di tingkat Gapoktan pun sangat diperlukan. Mengingat Gapoktan sebagai kelembagaan petani dan wadah dari Poktan dan petani, maka Gapoktan wajib menguasai cadangan pangan secara kolektif agar mampu mengantisipasi kekurangan bahan pangan di saat menghadapi musim paceklik dan mengantisipasi ancaman gagal panen akibat bencana alam seperti serangan hama dan penyakit, anomali iklim dan banjir, dan lain-lain. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah dalam mengamankan produksi beras/gabah nasional dan antisipasi serta respon cepat menghadapi iklim ekstrim dengan memperkuat cadangan gabah/beras Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat. Di samping itu melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 ditetapkan Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga bahwa tujuan dari Kementerian Pertanian memberikan Dana Bantuan Sosial melalui kegiatan Penguatan-LDPM antara lain adalah dalam rangka memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani, Poktan, dan/atau Gapoktan agar mampu secara mandiri untuk: menyediakan sarana penyimpanan (gudang) yang akan menjadi milik Gapoktan; memasarkan, mendistribusikan, dan/atau mengolah gabah, beras, dan/atau jagung terutama dari anggotanya; dan meningkatkan akses pangan. Dengan demikian fasilitasi yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung kepada Gapoktan bersifat jangka pendek dalam rangka melindungi petani terhadap jatuhnya harga saat panen raya dan melindungi Gapoktan terhadap resiko kesulitan akses pangan di saat paceklik/tidak ada panen/gagal panen. D. Pengertian Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. 2. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. 3. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. 4. Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Poktan adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk bekerja sama dalam meningkatkan, mengembangkan produktivitas usaha tani, memanfaatkan sumber daya pertanian, mendistribusikan hasil produksinya dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

68 5. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. 6. Pemberdayaan Gapoktan adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan, meningkatkan kapasitas dan kemandirian Gapoktan secara partisipatif agar mereka mampu menemukenali permasalahan: a) ketidakmampuan anggotanya mengakses pangan saat paceklik dan mendistribusikan/memasarkan/mengolah hasil produksi; dan b) mencari, merumuskan, dan memutuskan dengan cara yang cepat dan tepat dalam mengatasi persoalan yang dihadapi anggotanya. 7. Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM) adalah salah satu sub kegiatan dari program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan tahun 2013 dan kegiatan prioritas pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan yang terbagi atas 3 (tiga) Tahapan meliputi: Tahap Penumbuhan (tahun pertama), Tahap Pengembangan (tahun kedua), dan Tahap Kemandirian (tahun ketiga). 8. Tahap Penumbuhan adalah tahapan pertama dalam Pemberdayaan Gapoktan yang baru pertama kali bergabung dalam kegiatan Penguatan-LDPM untuk memperkuat usaha pada unit distribusi/pemasaran/ pengolahan dan unit pengelolaan cadangan pangan khususnya dalam melakukan kegiatan pembelian-penjualan gabah/beras/jagung dan/atau penyediaan cadangan pangan bagi anggota Gapoktan saat menghadapi paceklik. 9. Tahap Pengembangan adalah tahapan kedua dalam Pemberdayaan Gapoktan yang telah melalui Tahap Penumbuhan dan memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan pendampingan serta Dana Bantuan Sosial tahap kedua. 10. Tahap Kemandirian adalah tahapan ketiga dalam Pemberdayaan Gapoktan yang telah melalui Tahap Pengembangan untuk diberikan pendampingan dalam pengelolaan usaha sehingga menjadi Gapoktan yang mandiri dalam mengelola distribusi pangan dan cadangan pangan di wilayahnya. 11. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang bersumber dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pelimpahan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran Dana Bantuan Sosial adalah Dana Dekonsentrasi yang bersumber dari APBN tahun 2013 yang akan ditransfer langsung ke Rekening Gapoktan pada Tahap Penumbuhan dan Tahap Pengembangan. 13. Harga Pembelian Pemerintah yang selanjutnya disingkat HPP adalah harga pembelian Pemerintah untuk komoditas gabah/beras sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah atau sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.

69 14. Harga Referensi Daerah yang selanjutnya disingkat HRD adalah harga referensi daerah untuk komoditas jagung yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur setempat. 15. Rencana Usaha Gapoktan yang selanjutnya disingkat RUG adalah rencana usaha yang disusun oleh anggota Poktan secara sistematis dan partisipatif untuk kegiatan pembelian-penjualan kegiatan pembangunan sarana penyimpanan, pembelian dan penyaluran cadangan pangan. 16. Unit usaha distribusi/pemasaran adalah unit usaha yang dimiliki oleh Gapoktan dan dibentuk atas keinginan, kebutuhan, dan kesepakatan dari anggota Gapoktan, terutama untuk membantu petani anggotanya dalam mendistribusikan gabah/beras/jagung saat panen raya sehingga harga stabil di tingkat petani. 17. Unit usaha pengolahan adalah unit usaha yang dimiliki oleh Gapoktan dan dibentuk atas keinginan, kebutuhan, dan kesepakatan dari anggota Gapoktan untuk dapat meningkatkan nilai tambah produk gabah/beras/jagung melalui kegiatan mengolah/menggiling/ mengepak/menyimpan sehingga dapat memberikan keuntungan bagi Gapoktan. 18. Unit pengelola cadangan pangan adalah unit pengelolaan cadangan pangan yang dibentuk atas keinginan, kebutuhan, dan kesepakatan dari anggota Gapoktan untuk dapat menyediakan cadangan pangan terutama bagi anggotanya khususnya saat menghadapi musim paceklik. 19. Sentra produksi padi adalah provinsi dan/atau kabupaten/kota yang produksi padi dominan. 20. Pendamping adalah Penyuluh Pertanian atau Petugas Lapangan yang diutamakan berpengalaman di bidang penyuluhan pertanian. 21. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pendamping berupa bimbingan dan pembinaan yang dilakukan secara rutin kepada Gapoktan binaannya agar pengurus dan anggota Gapoktan mampu: menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan secara partisipatif; menyusun dan menetapkan aturan dan sanksi secara musyawarah dan mufakat; memupuk dan mengatur dana yang bersumber baik dari anggotanya maupun dari Pemerintah; membangun dan mengembangkan jejaring kemitraan usaha dengan pihak lain di luar wilayahnya; dan memupuk rasa tanggung jawab terhadap organisasi Gapoktan dengan melakukan pemantauan secara partisipatif, pengendalian, dan pengawasan internal. BAB II TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN A. Tujuan Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2013 bertujuan: 1. Memberdayakan Gapoktan agar mampu mengembangkan unit usaha distribusi pangan dan unit pengelola cadangan pangan, antara lain

70 dalam hal: a) mengembangkan sarana penyimpanan (gudang) sendiri; b) menyediakan cadangan pangan (gabah/beras dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya) minimal bagi kebutuhan anggotanya saat menghadapi musim paceklik, dan c) menjaga stabilisasi harga gabah, beras dan/atau jagung saat panen raya melalui kegiatan pembelianpenjualan; 2. Mengembangkan usaha ekonomi di wilayah melalui peningkatan usaha pembelian dan penjualan gabah, beras dan/atau jagung; 3. Meningkatkan nilai tambah produk petani anggotanya melalui kegiatan penyimpanan atau pengolahan atau pengemasan dan lain-lain; dan 4. Memperluas jejaring kerja sama distribusi/pemasaran yang saling menguntungkan dengan mitra usaha, baik di dalam maupun di luar wilayahnya. B. Sasaran Sasaran kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 secara nasional adalah Gapoktan yang sudah ada/telah eksis, bukan bentukan baru dan memenuhi kriteria, yaitu: 1. Berlokasi di daerah sentra produksi padi bagi Gapoktan Tahap Penumbuhan 2013, sementara itu bagi Gapoktan Tahap Pengembangan masih dimungkinkan di daerah sentra produksi jagung; 2. Memiliki unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan dan unit pengelola cadangan pangan; dan 3. Memiliki lahan sendiri untuk dapat dibangun sarana penyimpanan (gudang). C. Indikator Keluaran A. Kebijakan BAB III KERANGKA PIKIR Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM adalah untuk mewujudkan stabilisasi harga pangan di tingkat petani dan Ketahanan Pangan di tingkat

71 rumah tangga petani melalui: a) pengembangan unit-unit usaha (unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan); dan b) pembangunan sarana penyimpanan milik Gapoktan agar dapat meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan nilai tambah produksi petani dan mendekatkan akses masyarakat terhadap sumber pangan (Gambar 1). Terwujudnya stabilitas harga pangan wilayah Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani Posisi tawar meningkat Harga di petani baik Nilai tambah produk meningkat Unit Usaha Pengolahan Akses pangan meningkat Gapoktan Unit Usaha Modal usaha dan Unit Pengelolaan Distribusi/Pemasaran/ manajemen meningkat Pengolahan Cadangan Pangan Gambar 1. Kerangka B A Pikir N S O S Kegiatan + Pendampingan Penguatan-LDPM. Permasalahan Rendahnya posisi tawar petani pada saat panen raya Rendahnya nilai tambah produk pertanian Terbatasnya modal usaha Gapoktan Terbatasnya akses pangan (beras) pada saat masa paceklik Kebijakan dimaksud diarahkan untuk: a) mendukung upaya petani memperoleh harga yang lebih baik pada saat panen raya; b) meningkatkan kemampuan petani memperoleh nilai tambah produk pangan dan usahanya melalui kegiatan pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di tingkat petani anggotanya; dan c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan anggotanya saat menghadapi paceklik atau tidak ada panen. Dana Bantuan Sosial yang disalurkan kepada Gapoktan pada: a) Tahap Penumbuhan wajib digunakan untuk pembangunan atau renovasi sarana penyimpanan (gudang); pengadaan gabah, beras dan/atau pangan lokal spesifik lainnya; dan pembelian gabah, beras dan/atau jagung terutama dari hasil produksi petani anggotanya; b) Tahap Pengembangan wajib digunakan untuk pengadaan gabah, beras dan/atau pangan lokal spesifik lainnya jika dibutuhkan; dan pembelian gabah, beras dan/atau jagung terutama dari hasil produksi petani anggotanya. Bagi provinsi/kabupaten/kota yang sudah mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan gudang, maka Dana Bantuan Sosial tersebut dapat digunakan untuk penguatan modal usaha penjualan-pembelian gabah, beras dan/atau jagung atau untuk pengadaan cadangan pangan.

72 Gapoktan Tahap Kemandirian tidak lagi menerima Dana Bantuan Sosial tetapi wajib mengelola dana yang sudah diterimanya secara berkelanjutan untuk terus digunakan dalam pembelian gabah, beras dan/atau jagung sehingga terjadi pemupukan modal dari kegiatan pembelian dan penjualan pangan. Dukungan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan Gapoktan di daerah sentra produksi, dengan meningkatnya kegiatan pembelian penjualan diharapkan mampu meminimalkan tingkat fluktuasi harga di wilayah pada saat panen raya sehingga terwujud stabilisasi harga di tingkat petani. Dengan terkendalinya tingkat harga pangan di wilayah tersebut diharapkan mampu mengatasi inflasi dan memotivasi bekerjanya mekanisme pasar secara efektif dan efisien. B. Rencana Kegiatan No Sejalan dengan proses pemberdayaan, maka kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian (Format-1). Dukungan Dana Bantuan Sosial yang bersumber dari APBN untuk kegiatan Penguatan-LDPM hanya diberikan kepada Gapoktan Tahap Penumbuhan dan Gapoktan Tahap Pengembangan, yaitu pada tahun pertama dan tahun kedua. Sementara itu pada tahun ketiga, Gapoktan hanya menerima pembinaan dari pendamping, Tim Teknis maupun Tim Pembina (Tabel 1). Tabel 1. Jumlah Gapoktan Penerima Dana Bantuan Sosial Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun PROVINSI GAPOKTAN PENERIMA DANA BANTUAN SOSIAL Rp. 150 juta Rp. 75 juta Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan 8 Lampung Banten D I Y Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali N T B N T T

73 17 Kalimatan Barat Kalimatan Selatan Kalimatan Tengah Kalimatan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Gorontalo ) Papua Maluku Total ) 237 2) 222 3) 281 Keterangan : 1) Dana Bantuan Sosial Tahap Penumbuhan Tahun 2009, 1 Gapoktan kembali ke Kas Negara (546-1 = 545 Gapoktan). 2) Dana Bantuan Sosial Tahap Pengembangan Tahun 2010, 33 Gapoktan kembali ke Kas Negara ( = 512 Gapoktan), 512 Gapoktan tersebut masuk ke Tahap Kemandirian dan pasca Tahap Kemandirian di Tahun Tahap Penumbuhan (tahun pertama) pada tahun 2013 dilaksanakan di 14 (empat belas) provinsi dengan mempersiapkan dan/atau menumbuhkan 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan, Tahap Pengembangan (tahun kedua) di 26 (dua puluh enam) provinsi untuk mengembangkan 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan, dan Tahap Kemandirian (tahun ketiga) di 25 (dua puluh lima) provinsi untuk memberdayakan 235 (dua ratus tiga puluh lima) Gapoktan. Melalui fasilitasi Pemerintah diharapkan dapat menjadi Gapoktan yang mandiri dalam mengelola usaha jual dan beli gabah, beras dan/atau jagung serta usaha pengelolaan cadangan pangan (Gambar 2). DUkungan Dukungan Dana Pemerintah/Provinsi/Kabupaten/Kota APBN Tahun I Pembinaan Penyaluran Bansos : Gudang Cadangan Pangan Stabilisasi Harga SDM Gapoktan APBN Tahun II II Pembinaan Penyaluran Bansos : Cadangan Pangan Stabilisasi Harga Pemupukan Cadangan Pangan Pemupukan modal usaha dalam distribusi Pemupukan Modal dan Swadaya Masyarakat APBN APBD Tahun III Pembinaan Cadangan Pangan Mandiri Unit Usaha Mandiri Thn I II III Gambar 2. Dukungan APBN pada kegiatan Penguatan-LDPM. Pada Tahap Penumbuhan dan Tahap Pengembangan, Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan verifikasi, identifikasi bagi

74 calon Gapoktan yang akan ditumbuhkan dan siap atau layak menerima tambahan Dana Bantuan Sosial tahun 2013 sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah) serta melakukan evaluasi dan seleksi terhadap Gapoktan yang sudah ditumbuhkan tahun 2012 untuk dinilai apakah siap atau layak untuk menerima tambahan Dana Bantuan Sosial tahun 2013 sebesar Rp (tujuh puluh lima juta rupiah) sebagai tambahan modal usaha. Bagi Gapoktan yang sudah masuk Tahap Penumbuhan pada tahun pertama tetapi belum juga memenuhi persyaratan masuk ke Tahap Pengembangan, maka provinsi dan kabupaten/kota wajib melakukan pembinaan teknis dan administrasi sehingga Gapoktan dinyatakan layak masuk ke Tahap Pengembangan. Selama masih dalam proses pembinaan, Dana Bantuan Sosial sebesar Rp (tujuh puluh lima juta rupiah) belum dapat dicairkan. Apabila sampai dengan akhir tahun pelaksanaan, Gapoktan belum juga layak untuk dapat masuk ke Tahap Pengembangan maka provinsi segera mengembalikan dana tersebut ke Kas Negara. Pada tahun berikutnya, Gapoktan tidak akan lagi mendapat Dana Bantuan Sosial sebesar Rp (tujuh puluh lima juta rupiah) namun daerah tetap harus melakukan pembinaan lanjutan terhadap Gapoktan agar aset yang telah diberikan oleh Pemerintah masih dapat terus berkembang. Pada Tahap Kemandirian, Pendamping, Tim Teknis Kabupaten/Kota, dan Tim Pembina Provinsi melanjutkan pembinaan teknis dan administrasi terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian agar mereka dapat terus mengembangkan unit usahanya sehingga akumulasi Dana Bantuan Sosial yang dikelolanya akan terus meningkat melakukan kegiatan usaha jual-beli gabah, beras dan/atau jagung. C. Pendekatan Kegiatan Penguatan-LDPM dilaksanakan melalui pendekatan pemberdayaan. Gapoktan dibina dan dibimbing agar melalui unit usaha yang dikelolanya mampu mengatasi permasalahan petani anggotanya, khususnya masalah ketidakmampuan anggotanya dalam mengakses pangan saat paceklik, masalah harga pangan yang jatuh saat panen raya, dan masalah pembiayaan/modal usaha. Gapoktan akan memperoleh bimbingan dari Pendamping, Tim Teknis Kabupaten/Kota maupun Tim Pembina Propinsi secara partisipatif, sehingga diharapkan mereka secara mandiri mampu: 1) menemukenali permasalahan yang dihadapi pada saat menghadapi panen raya dan pada saat menghadapi musim paceklik; 2) merumuskan dan memutuskan cara yang tepat secara musyawarah dan mufakat jatuhnya harga di tingkat petani; 3) mengatasi kebutuhan pangan anggotanya saat mereka menghadapi paceklik atau tidak ada panen; dan 4) mencari pasar atau mitra usaha di dalam maupun di luar wilayahnya yang dapat memberikan keuntungan bagi anggotanya. Selanjutnya Gapoktan (pengurus, anggota dan unit usahanya) disadarkan agar mereka mampu: 1) untuk menghilangkan ketergantungan dari pihak lain; 2) untuk tumbuh menjadi Gapoktan yang mandiri; dan 3) untuk berkembang secara swadaya dan berkelanjutan dalam mengembangkan usahanya secara produktif.

75 Melalui upaya pemberdayaan, diharapkan Gapoktan sebagai organisasi petani di perdesaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi prime mover dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Ke depan, diharapkan agar Gapoktan mampu mengembangkan unit usaha yang dikelolanya dalam: 1) meningkatkan kerja sama yang transparan antara Gapoktan (pengurus dan anggota) dengan unit-unit usaha yang dikelolanya; 2) menghimpun, mengembangkan dan memupuk dana yang dikelola oleh masing-masing unit usaha Gapoktan dari usaha bisnis yang dikelolanya; 3) menerapkan aturan dan sanksi yang telah dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah; 4) meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam hal membuat administrasi (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga), pembukuan, pemantauan secara partisipatif; 5) pengawasan internal; dan 6) mengembangkan kemitraan dan melakukan negosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. D. Strategi 1. Strategi Dasar Strategi dasar dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM di tingkat Gapoktan adalah: a) memperkuat modal usaha Gapoktan, dan b) meningkatkan kemampuan SDM Gapoktan agar mereka mampu mengelola Dana Bantuan Sosial dan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk menyamakan persepsi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM dilakukan dengan strategi antara lain: a) melaksanakan apresiasi bagi para aparat provinsi/kabupaten/kota untuk menyamakan persepsi dalam pelaksanaan di lapangan; dan b) melaksanakan apresiasi bagi para pendamping yang akan mendampingi Gapoktan Tahap Penumbuhan. Bagi Gapoktan yang akan masuk Tahap Kemandirian, strategi yang dilakukan adalah melakukan apresiasi terhadap Gapoktan agar mereka mampu secara teknis dan administrasi mengembangkan unit usaha yang dimilikinya secara mandiri dan berkelanjutan dalam hal melakukan kegiatan jual-beli gabah, beras, dan/atau jagung, serta pengelolaan cadangan pangan minimal untuk memenuhi kebutuhan anggotanya saat menghadapi paceklik atau gagal panen. 2. Strategi Keberlanjutan Program Strategi keberlanjutan kegiatan Penguatan-LDPM setelah memasuki Tahap Kemandirian dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota: a. mengintegrasikan dan menginternalisasikan kegiatan-kegiatan pada instansi terkait untuk memperoleh dukungan fasilitasi sarana prasarana Gapoktan (berupa lantai jemur, alat pengering, pengemasan, mesin jahit karung, timbangan, penggilingan/rmu, dan lain-lain); b. melanjutkan pembinaan di bidang administrasi dan teknis (penyimpanan, pengolahan, pemasaran dan lain-lain) baik melalui dukungan APBD provinsi maupun kabupaten/kota;

76 c. mendorong terbentuknya wadah asosiasi Gapoktan di kabupaten/kota dan provinsi dalam rangka pengembangan jejaring pemasaran gabah, beras, dan/atau jagung; d. melakukan seleksi terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian yang layak untuk dijadikan laboratorium/pusat pembelajaran kegiatan distribusi padi/jagung; dan e. mengamankan aset yang dimiliki Gapoktan, agar Dana Bantuan Sosial dari APBN tidak menjadi milik perorangan maupun pengurus tetapi tetap terus berkembang untuk kesejahteraan anggotanya. A. Tahap Penumbuhan 1. Sasaran BAB IV PELAKSANAAN Sasaran untuk Tahap Penumbuhan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 adalah memberdayakan 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan yang tersebar di 14 (empat belas) provinsi di daerah sentra produksi padi sehingga Gapoktan mampu secara swadaya membangun sarana penyimpanan (gudang) yang akan menjadi miliknya sendiri, menyediakan cadangan pangan, dan memasarkan/ mendistribusikan/mengolah gabah/beras hasil produksi petani anggotanya, meningkatkan pendapatan petani/gapoktan dan meningkatkan akses pangan. 2. Indikator Beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Tahap Penumbuhan antara lain: a. indikator masukan (input) 1) Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013 bagi 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan; 2) Terseleksinya 75 (tujuh puluh lima) orang Pendamping yang berada di wilayah Gapoktan binaan; dan 3) Terseleksinya 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan di daerah sentra produksi padi. b. indikator keluaran (output) Tersalurkannya Dana Bantuan Sosial Penguatan-LDPM ke 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan sasaran sebagai modal usaha pada unit-unit usaha yang dikelolanya untuk: 1) pengembangan/pembangunan 75 (tujuh puluh lima) sarana penyimpanan (gudang) secara swadaya yang dilakukan oleh Gapoktan sasaran; 2) pengadaan gabah, beras dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sebagai cadangan pangan yang dilakukan oleh 75 (tujuh puluh lima) unit pengelola cadangan pangan; dan

77 3) pembelian gabah/beras yang dilakukan oleh 75 (tujuh puluh lima) unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan. c. indikator hasil (outcome) 1) tersedianya cadangan pangan (gabah,beras, dan/atau jagung, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya) di 75 (tujuh puluh lima) gudang milik Gapoktan; 2) meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah, beras, dan/atau jagung yang dilakukan oleh 75 (tujuh puluh lima) unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan minimal 2 (dua) kali putaran. Dua kali putaran merupakan realisasi kegiatan pembelian dan penjualan gabah dan/atau beras dimana akumulasi volumenya 2 (dua) kali dari target volume yang harus dibeli sesuai dengan alokasi Dana Bantuan Sosial yang diterima pada unit distribusi atau pemasaran atau pengolahan pada tahun pertama; dan 3) meningkatnya modal usaha Gapoktan melalui kegiatan jual-beli gabah, beras, dan/atau jagung. 3. Kriteria dan Penentuan Calon Gapoktan a. Gapoktan Gapoktan yang akan menjadi penerima Dana Bantuan Sosial kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 adalah Gapoktan yang sudah ada (telah eksis) di daerah sentra produksi padi, bukan bentukan baru, dengan kriteria sebagai berikut: 1) memiliki organisasi kepengurusan (Ketua, Sekretaris, Bendahara) yang dikelola oleh petani di wilayahnya dan masih aktif hingga saat ini (Format-2); 2) kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitas lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung); 3) memiliki unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan (RMU, pengeringan, pembersihan, pengepakan) yang dikelola oleh petani dan masih berjalan hingga saat ini; 4) memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman, dapat dipercaya, mampu mengelola dan mengembangkan kegiatan pembelian/pengolahan/penyimpanan dan penjualan gabah dan/atau beras, sehingga memberikan keuntungan bagi unit usahanya serta mampu mengelola cadangan pangan melalui kerjasama dengan anggotanya; 5) memiliki gudang sendiri atau hibah perseorangan/pemerintah yang dapat digunakan untuk menampung/menyimpan gabah, beras, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya dengan kapasitas simpan ton. Pengertian memiliki gudang sendiri, yaitu gudang yang dibangun oleh/dan untuk kepentingan

78 Gapoktan. Perolehannya dapat dari pembelian dan/atau hibah yang berstatus sebagai aset Gapoktan dengan bukti berupa: a) dokumen perikatan jual-beli lahan yang diketahui oleh Camat (selaku PPAT/Notaris) sesuai peraturan perundang-undangan; b) surat hibah bangunan dari perorangan yang disetujui oleh ahli waris dan diketahui oleh Camat/Notaris; atau c) surat penyerahan hibah kepemilikan aset (bangunan) milik pemerintah daerah serta Surat Pernyataan Alih Fungsi Pemanfaatannya dari semula menjadi gudang penyimpanan pangan. 6) memiliki lahan sendiri, atau hibah perseorangan/pemerintah daerah (Format-3), jika akan dibangun sarana penyimpanan (gudang) dengan menggunakan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013 pada lahan tersebut. Pengertian memiliki lahan sendiri adalah lahan yang diperoleh dari pembelian bersama dan/atau hibah yang berstatus sebagai aset Gapoktan yang dibuktikan dengan: a) dokumen perikatan jual beli lahan yang diketahui oleh Camat (selaku PPAT)/Notaris sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku; b) surat hibah lahan yang disetujui oleh ahli waris dan diketahui oleh Camat/Notaris; atau c) surat penyerahan hibah kepemilikan aset (lahan milik) pemerintah daerah dan Surat Pernyataan Alih Fungsi Pemanfaatannya dari semula menjadi lahan untuk membangun gudang penyimpanan pangan. 7) tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya; dan 8) memiliki komitmen untuk mengirimkan laporan mingguan secara rutin (setiap hari Senin) dengan menggunakan SMS, ke SMS Center dengan Nomor dan laporan bulanan (secara tertulis) ke Badan/Dinas/unit kerja yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota. b. Pendamping Pendamping yang akan melakukan kegiatan pendampingan kepada Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013, mempunyai kriteria sebagai berikut: 1) Penyuluh Pertanian atau Petugas Lapangan yang diutamakan berpengalaman di bidang penyuluhan pertanian; 2) sanggup melaksanakan tugas hingga akhir tahun pelaksanaan dan bertanggung jawab untuk mendampingi dan membimbing Gapoktan secara rutin; dan 3) Pendamping diutamakan berdomisili di desa lokasi penerima kegiatan Penguatan-LDPM atau di desa lain di wilayah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) atau kelembagaan penyuluhan di kecamatan.

79 B. Tahap Pengembangan 1. Sasaran Sasaran untuk Tahap Pengembangan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 adalah 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan Tahap Penumbuhan tahun 2012 di 26 (dua puluh enam) provinsi yang akan dievaluasi oleh provinsi dan kabupaten/kota dan dinyatakan layak dan siap untuk masuk ke Tahap Pengembangan. 2. Indikator Beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Tahap Pengembangan dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 antara lain: a. indikator masukan (input) 1) Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013 sebagai tambahan modal usaha unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan dan/atau unit pengelolaan cadangan pangan di 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan; 2) tersedianya 281 (dua ratus delapan puluh satu) orang Pendamping tahun 2013 yang siap untuk melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di wilayahnya; 3) tersedianya 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan hasil penumbuhan tahun 2012 yang siap untuk menerima dana tambahan bantuan sosial tahun b. indikator keluaran (output) Tersalurkannya Dana Bantuan Sosial Penguatan-LDPM ke 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan sasaran sebagai tambahan modal usaha pada unit-unit usaha yang dikelolanya untuk: 1) pengadaan gabah, beras, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sebagai cadangan pangan yang dilakukan oleh 281 (dua ratus delapan puluh satu) unit pengelola cadangan Pangan; dan/atau 2) pembelian gabah, beras, dan/atau jagung yang dilakukan oleh 281 (dua ratus delapan puluh satu) unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan. c. indikator hasil (outcome) 1) tersedianya cadangan pangan (gabah, beras, dan/atau jagung, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya) di 281 (dua ratus delapan puluh satu) gudang milik Gapoktan; 2) meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah, beras, dan/atau jagung dari alokasi Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013 yang diperoleh dari tahun pertama dan tahun kedua di 281 (dua ratus delapan puluh satu) unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan lebih dari 2 (dua) kali putaran. Dua kali putaran merupakan realisasi kegiatan pembelian dan

80 penjualan gabah, beras dan/atau jagung dimana akumulasi volumenya > 2 (dua) kali dari target volume yang harus dibeli sesuai dengan alokasi Dana Bantuan Sosial yang diterima pada unit distribusi atau pemasaran atau pengolahan pada tahun pertama dan tahun kedua; 3) meningkatnya modal usaha menjadi lebih besar dari Dana Bantuan Sosial yang telah diterimanya. d. indikator manfaat (benefit) 1) Dana Bantuan Sosial dari pemerintah sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Gapoktan yang terseleksi untuk melakukan kegiatan pembelian gabah, beras, dan/atau jagung terutama dari hasil produksi petani anggotanya; 2) minimal petani produsen gabah, beras dan/atau jagung yang menjadi anggota Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM sudah memperoleh harga yang layak terutama pada saat panen raya serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras, maupun HRD untuk jagung; 3) minimal anggota Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM dapat memperoleh akses pangan dengan mudah disaat mereka menghadapi musim paceklik; dan 4) minimal kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya sudah semakin baik, transparan dan akuntabel. e. indikator dampak (impact) 3. Kriteria 1) Terwujudnya stabilitas harga gabah, beras, dan/atau jagung di wilayah Gapoktan. 2) Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani. 3) Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan. 4) Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah Gapoktan. a. Gapoktan Gapoktan yang menjadi sasaran penerima dana tambahan bantuan sosial tahun 2013 adalah Gapoktan Tahap Penumbuhan yang sudah terseleksi untuk masuk ke Tahap Pengembangan, dengan kriteria sebagai berikut: 1) sudah terseleksi secara bertahap mulai dari kabupaten/kota hingga ke provinsi; 2) sudah melakukan Rapat Tahunan Gapoktan; 3) sudah melakukan tutup buku untuk mengetahui saldo Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2012; 4) pengurus Gapoktan tidak merangkap jabatan baik dalam pengelolaan uang maupun pengelolaan usaha;

81 5) tidak mempunyai masalah antara pengurus Gapoktan, ketua unit-unit usahanya dan anggotanya; 6) tidak ada masalah terhadap kepemilikan lahan yang sudah dibangun dan gudang dengan menggunakan Dana bantuan sosial; 7) mempunyai laporan secara tertulis tentang seluruh aktivitas kegiatan yang telah dilakukan dari hasil pertemuan/ musyawarah; 8) memiliki pembukuan keuangan Dana Bantuan Sosial yang baik, rapih dan teratur yang diketahui oleh pendamping dan/atau Tim Teknis kabupaten/kota; 9) sudah memiliki aturan yang mengikat secara tertulis baik untuk pengurus Gapoktan maupun untuk Anggota Gapoktan dan telah menerapkannya apabila terjadi pelanggaran kesepakatan; 10) memiliki Rencana Usaha Gapoktan (RUG) tertulis yang mencakup rencana penggunaan Dana Bantuan Sosial yang telah diterima Tahun 2012 dan yang akan diterima Tahun 2013 pada unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan maupun pada unit pengelola cadangan pangan; 11) memiliki jejaring pemasaran baik di dalam maupun di luar wilayahnya untuk mengembangkan saluran pemasaran gabah/beras/jagung; 12) sudah melakukan pembelian-penjualan gabah,beras, dan/atau jagung minimal 2 (dua) kali putaran dari Dana Bantuan Sosial yang diterima Tahun 2012; 13) memiliki cadangan pangan minimal gabah, beras, dan/atau jagung, dan/atau pangan utama lokal spesifik lainnya di gudang; dan 14) modal usaha Gapoktan bertambah dari modal yang sudah diterima pada Tahap Penumbuhan. b. Pendamping Pendamping sudah dievaluasi kinerjanya pada Tahap Penumbuhan dan masih bersedia untuk membina dan mendampingi Gapoktan pada Tahap Pengembangan, dengan kriteria sebagai berikut: 1) mempunyai komitmen untuk mendampingi dan membimbing Gapoktan sesuai dengan aturan/ketentuan yang ditetapkan Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota; 2) mempunyai rencana kerja dan jadwal pelaksanaan untuk tahun berikutnya secara tertulis mengenai pembinaan dan pendampingan kepada Gapoktan binaannya yang diketahui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota; dan 3) sanggup melakukan kunjungan/pembinaan secara rutin minimal 2 (dua) kali dalam sebulan ke Gapoktan dalam rangka membina dan mengembangkan kegiatan yang ada pada unit-unit usaha Gapoktan.

82 C. Tahap Kemandirian 1. Sasaran Sasaran dari pembinaan tahun ketiga kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 adalah 222 (dua ratus dua puluh dua) Gapoktan yang sudah ditumbuhkan pada tahun 2011 untuk dapat menjadi Gapoktan yang mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola unit-unit usahanya sehingga tidak tergantung kepada bantuan Pemerintah. 2. Indikator Keberhasilan Beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Tahap Kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 antara lain: a. indikator hasil (outcome) 1) meningkatnya modal usaha Gapoktan lebih besar dari total Dana Bantuan Sosial yang telah diterimanya pada tahun pertama dan tahun kedua; 2) tersedianya cadangan pangan (gabah, beras, dan/atau jagung, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya) di 222 (dua ratus dua puluh dua) gudang milik Gapoktan; dan 3) meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah, beras, dan/atau jagung di 222 (dua ratus dua puluh dua) unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan lebih dari 2 (dua) kali putaran. Dua kali putaran merupakan realisasi kegiatan pembelian dan penjualan gabah,beras, dan/atau jagung dimana akumulasi volumenya > 2 (dua) kali dari target volume yang harus dibeli sesuai dengan alokasi Dana Bantuan Sosial pada unit distribusi/pemasaran/pengolahan tahun pertama, tahun kedua dan akumulasi keuntungan. b. indikator manfaat (benefit) 1) Dana Bantuan Sosial yang sudah diterima oleh Gapoktan selama 2 (dua) tahun masih dikelola dengan baik dan tersedia di Gapoktan untuk mendukung kegiatan pembelian dan penjualan gabah, beras dan/atau jagung maupun cadangan pangan pada tahun 2013; 2) minimal harga gabah, beras, dan/atau jagung terkendali/stabil di wilayah Gapoktan terutama pada saat panen raya; 3) minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah pada saat musim paceklik atau tidak ada panen; dan 4) minimal kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya meningkat, transparan dan akuntabel dalam mengelola asetnya.

83 c. indikator dampak (impact) 1) terwujudnya stabilitas harga gabah, beras, dan/atau jagung di wilayah Gapoktan; 2) meningkatnya jumlah anggota Gapoktan yang mempunyai akses pangan sehingga terwujud Ketahanan Pangan di tingkat rumah tangga petani; dan 3) meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah Gapoktan. 3. Pendamping No. Pendamping yang sudah mempunyai komitmen untuk melanjutkan pembinaan dan pendampingan bagi 222 (dua ratus dua puluh dua) Gapoktan Tahap Kemandirian. Lokasi Pembinaan Pendamping di Provinsi Pelaksana Kegiatan Penguatan-LDPM periode adalah sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah Gapoktan Pelaksana Kegiatan Penguatan-LDPM yang mendapat pendampingan Periode Provinsi Ditumbuhkan Penerima Dana Bansos Tidak menerima Dana Bansos Penumbuhan Pengembangan Kemandirian 1. Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten D I Y Jabar Jateng Jatim Bali N T B N T T Kalbar Kalsel Kalteng Kaltim Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut

84 No. Provinsi Ditumbuhkan Penerima Dana Bansos Tidak menerima Dana Bansos Penumbuhan Pengembangan Kemandirian 26. Gorontalo Papua Maluku Total D. Mekanisme Pelaksanaan Seleksi Lokasi, Calon Gapoktan dan Pendamping Mekanisme seleksi lokasi, calon Gapoktan dan calon Pendamping dilakukan secara berjenjang oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dan Tim Pembina Provinsi, dengan mekanisme seleksi (format sebagaimana tercantum dalam Format-4) sebagai berikut: 1. Seleksi Lokasi Kabupaten/kota, dengan syarat: a) merupakan kabupaten/kota sentra produksi padi; dan b) terdapat Gapoktan yang masih aktif, bergerak pada kegiatan jual-beli gabah atau beras. 2. Seleksi Calon Gapoktan Berdasarkan usulan Tim Teknis Kabupaten/Kota, dilakukan verifikasi oleh Tim Pembina Provinsi dan selanjutnya ditetapkan oleh Kepala Badan/Dinas/unit kerja Ketahanan Pangan tingkat Provinsi. 3. Seleksi Calon Pendamping Tenaga pendamping berasal dari penyuluh pertanian atau petugas lapangan/petugas non PNS dengan pendidikan terakhir minimal S1 (pertanian, sosial, ekonomi), memiliki pengalaman di bidang pemberdayaan masyarakat. Tenaga pendamping diutamakan yang berdomisili di desa calon lokasi penerima Dana Bantuan Sosial Penguatan-LDPM atau di wilayah kerja Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), atau lembaga penyuluhan kecamatan. E. Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), bahwa pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib melaksanakan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013, maka Badan/Dinas/unit kerja Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib menerapkan SPIP di lingkungan instansinya.

85 Penerapan SPIP di setiap SKPD bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap empat hal, yaitu: 1) tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara; 2) keandalan pelaporan keuangan; 3) pengamanan aset negara; dan 4) ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Instrumen Pengendalian yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2012 baik di provinsi maupun kabupaten/kota antara lain: 1) Pedoman Umum (Pedum) Kegiatan-LDPM tahun 2013; 2) Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013; dan (3) Petunjuk Teknis SPIP-BKP tahun Untuk mewujudkan akuntabilitas keuangan negara melalui pencapaian tujuan SPIP, maka pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 juga memberikan pedoman langkah-langkah yang harus dilaksanakan, yaitu: 1) lingkungan pengendalian; 2) penilaian resiko; 3) kegiatan pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan 5) pemantauan. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah antara lain meliputi: 1. Lingkungan Pengendalian Dalam rangka pelaksnaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 pimpinan SKPD yang menangani ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten/kota wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif sehingga pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pedum dan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penguatan-LDPM tahun Untuk menciptakan lingkungan pengendalian tersebut, pimpinan SKPD yang menangani ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten/kota dapat menerapkannya antara lain melalui: a) penegakan integritas dan nilai etika; b) komitmen terhadap kompetensi; c) kepemimpinan yang kondusif; d) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; e) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; dan f) hubungan kerja yang baik dengan instansi terkait. 2. Penilaian Resiko Dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM perlu diantisipasi kemungkinan adanya resiko yang akan dihadapi dalam pelaksanaan. Sehubungan dengan hal tersebut, pimpinan SKPD yang menangani ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten/kota perlu melakukan penilaian resiko melalui beberapa tahap, antara lain: a. menetapkan tujuan pelaksanaan Penguatan-LDPM tahun 2013 dengan cara memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis serta terikat waktu; b. menetapkan tujuan pada tingkatan pelaksanaan kegiatan Penguatan- LDPM tahun 2013 berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Kementerian Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan Daerah; c. melakukan identifikasi risiko pada tahapan persiapan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 antara lain:

86 1) mengenali risiko dari faktor eksternal antara lain: a) terjadinya pergantian Aparat di Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten/kota, dan SDM yang menangani kegiatan Penguatan-LDPM; b) kemampuan aparat Tim Teknis kabupaten/kota dan Tim Pembina Provinsi yang akan melakukan identifikasi, verifikasi dan evaluasi terhadap: (1) Gapoktan Tahap Penumbuhan dan Pengembangan yang akan menerima dan mengelola Dana bantuan sosial; dan (2) Pendamping yang akan mendampingi/membina Gapoktan tahap Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian selama tahun c) kemampuan pengurus Gapoktan antara lain dalam membuat RUG, mengembangan agribisnis padi dan jagung, mengembangkan cadangan pangan, membuat pembukuan keuangan dan pelaporan mingguan dan bulanan; dan d) SDM yang menangani proses pengusulan/pencairan dana di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). 2) mengenali faktor internal dalam hal kesiapan provinsi dan kabupaten/kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 antara lain: a) persiapan: membuat juklak dan juknis, menetapkan tim Pembina dan Tim Teknis, menetapkan KPA/PPK dan bendahara yang akan melakukan proses pencairan dana keuangan, sosialisasi kegiatan Penguatan-LDPM 2013 kepada tim Pembina dan Tim Teknis; b) pelaksanaan: rekomendasi penetapan Gapoktan dan Pendamping serta proses pengusulan pencairan dana; c) pemantauan dan evaluasi: keterbatasan SDM daerah (yang akan melakukan pemantauan dan evaluasi, membuat laporan hasil pemantauan) dan kemampuan SDM yang akan membina; dan d) melakukan analisa resiko untuk menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan pelaksanaan Kegiatan Penguatan-LDPM tahun Kegiatan Pengendalian Kegiatan pengendalian merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian dapat dilakukan antara lain: a. pembinaan secara berkelanjutan terhadap Gapoktan, Pendamping dan aparat daerah yang akan melakukan pembinaan dan/atau yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013;

87 b. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi di daerah; c. pengendalian Dana Bantuan Sosial yang akan menjadi aset Gapoktan; d. penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja dalam capaian pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013; e. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas kejadian-kejadin yang terjadi di lapangan (pencairan Dana bantuan sosial, penggunaan Dana Bantuan Sosial yang tidak sesuai dengan Pedum dan RUG yang disusun oleh Gapoktan); dan f. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, transaksi, kejadian penting dan lain-lain. 4. Informasi dan Komunikasi Informasi transparan kepada Tim Pembina dan Tim teknis perlu dilakukan untuk agar mereka dapat melakukan pembinaan maupun bimbingan teknis dengan baik kepada Gapoktan maupun pendamping sehingga pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sesuai dengan ketentuan di dalam Pedoman Umum (Pedum), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan/atau Petunjuk Teknis (Juknis). Selanjutnya dapat dilakukan identifikasi kemungkinan permasalahan yang akan timbul, melakukan pencatatan dan mengkomunikasikan secepatnya kepada pimpinan apabila mengalami masalah di dalam pelaksanaannya. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kesalahpahaman (misunderstanding) maupun distorsi informasi sehingga di dalam pelaksanaannya berjalan secara efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh informasi yang cepat dari kabupaten/kota ke provinsi atau sebaliknya diperlukan komunikasi yang efektif, sehingga setiap SKPD perlu dilengkapi dengan sarana komunikasi yang memadai, mengelola, mengembangkan, dan memperbaharui sistem informasi secara terus menerus, menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi yang ada semaksimal mungkin. 5. Pemantauan Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern yang ada pada Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Pimpinan SKPD wajib memberikan perhatian terhadap kegiatan pemantauan atas pengendalian intern dan perkembangan misi organisasi. Pengendalian yang tidak dipantau dengan baik cenderung akan memberikan pengaruh yang buruk dalam jangka waktu tertentu. BAB V ORGANISASI DAN TATA KERJA Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance) dan

88 pemerintahan yang bersih (clean government), maka pelaksanaan harus mematuhi prinsip prinsip berikut: kegiatan 1. Menaati ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 2. Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); 3. Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, tranparansi dan demokratisasi; dan 4. Memenuhi asas akuntabilitas. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM, di tingkat pusat dibentuk Tim Pembina Tingkat Pusat, di tingkat Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi, dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota. Organisasi kegiatan secara rinci sebagai berikut: A. Tingkat Pusat 1. Menteri Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 05/Permentan/OT.140/I/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran Tim Pembina tingkat Pusat yang diketuai oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mempunyai tugas dan fungsi: a. melakukan koordinasi dalam mengintegrasikan program dan kegiatan dengan instansi lingkup pertanian maupun lintas sektor yang mendukung pelaksanaan dan pengembangan kegiatan Penguatan-LDPM; b. merumuskan kebijakan yang mendukung pelaksanaan dan pengembangan kegiatan Penguatan-LDPM secara terintegrasi; c. membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi Tim Pembina Provinsi dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM di daerah; dan d. membina, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM. B. Tingkat Provinsi 1. Gubernur bertanggung jawab terhadap pengelolaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM yang didukung dengan Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Gubernur menetapkan Tim Pembina Provinsi yang beranggotakan pejabat/staf dari Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan dan lingkup pertanian, instansi terkait lainnya sesuai dengan bidang tugasnya, dan/atau organisasi petani dan masyarakat lainnya. 3. Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan provinsi selaku penanggungjawab kegiatan Penguatan-LDPM melaksanakan: a. penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) kegiatan Penguatan- LDPM tahun 2013 untuk Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, Tahap Kemandirian dan/atau pasca Tahap

89 Kemandirian guna disebarluaskan ke Tim Pembina dan anggotanya di provinsi dan kabupaten/kota sebagai acuan dalam melakukan pembinaan dan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013; b. koordinasi dan sinkronisasi dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM dengan berbagai program/kegiatan lintas sektor baik lingkup pertanian maupun sektor pendukung lainnya di tingkat provinsi guna memadukan berbagai kegiatan dan pembinaan untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam pelaksanaannya; c. koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi lingkup pertanian dan lintas sektor di provinsi, kabupaten/kota dalam hal: 1) memadukan kegiatan lingkup pertanian dan sektor pendukung lainnya baik di provinsi maupun kabupaten/kota yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM; 2) melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian; dan 3) membantu mengatasi dan memecahkan permasalahan teknis maupun non teknis; d. pertemuan dengan Tim Pembina secara rutin untuk membahas kendala-kendala yang dihadapi dalam hal: 1) pencairan dan pemanfaatan dana bantuan sosial; 2) pembangunan/renovasi/ pengelolaan cadangan pangan; 3) pendistribusian/pemasaran/ pengolahan; dan 4) peningkatan kemampuan dan keterampilan pendamping dalam melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap Gapoktan; e. penetapan Gapoktan dan pendamping untuk Tahap Penumbuhan dan/atau Tahap Pengembangan yang akan menerima Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013 sesuai rekomendasi Tim Pembina Provinsi; f. penetapan pendamping yang akan melakukan pendampingan terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian; g. pembinaan berkelanjutan (teknis dan administrasi) terhadap Gapoktan yang sudah masuk pada Tahap Kemandirian; dan h. Pelaporan kepada Gubernur terhadap pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM. 4. Tim Pembina Provinsi mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam: a. sosialisasi, pembinaan, pemantauan dan evaluasi ke kabupaten/kota terhadap pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM 2013 Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian (Tim Teknis, Pendamping, Gapoktan); b. verifikasi calon Gapoktan dan Pendamping Tahap Penumbuhan dan/atau evaluasi Gapoktan serta pendamping yang akan masuk Tahap Pengembangan; c. evaluasi Pendamping yang akan melanjutkan Pendampingan terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian; dan d. pemberian rekomendasi untuk penetapan: 1) Gapoktan Tahap Penumbuhan yang sudah diverifikasi dan Gapoktan Tahap Pengembangan yang sudah dievaluasi yang akan menerima Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2013; dan

90 2) Pendamping yang akan mendampingi Gapoktan Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian untuk disampaikan kepada Kepala Badan/Dinas/ unit kerja ketahanan pangan provinsi. e. evaluasi usulan Rencana Usaha Gapoktan (RUG) dan rencana pelaksanaannya (pembangunan/renovasi gudang, pengadaan gabah, beras, dan/atau jagung dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya untuk cadangan pangan, pembelian-penjualan gabah, beras, dan/atau jagung) dan pemanfaatan Dana bantuan sosial; f. penyelesaian masalah pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM Tahap Penumbuhan dan/atau Tahap Pengembangan, dalam hal: 1) pencairan dan pemanfaatan Dana bantuan sosial; 2) pelaksanaan teknis dan non teknis yang dihadapi oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota, Pendamping, dan Gapoktan; 3) perencanaan dan penyusunan desain bangunan/renovasi gudang; 4) pengelolaan/pemeliharaan gudang; 5) pengadaan dan penyaluran cadangan pangan; 6) pendistribusian/pemasaran/ pengolahan; dan 7) pengembangan unit-unit usaha yang dikelola oleh Gapoktan. g. penyelesaian masalah pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM Tahap Kemandirian, dalam hal: 1) pengembangan mitra untuk pendistribusian/pemasaran; 2) pengembangan kegiatan pembelianpenjualan gabah, beras dan/atau jagung; 3) peningkatan akumulasi modal usaha; dan 4) pembinaan teknis dan non teknis yang dihadapi oleh Pendamping dan Gapoktan; h. memfasilitasi Gapoktan untuk melakukan rapat tahunan Gapoktan dan penutupan pembukuan setiap akhir tahun; dan i. penyusunan pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sebagai bahan kepada Gubernur. C. Tingkat Kabupaten/Kota 1. Bupati/Walikota menetapkan: a. Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota sebagai penanggungjawab pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM. b. Tim Teknis Kabupaten/Kota beranggotakan pejabat/staf dari Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan dan lingkup pertanian, instansi terkait sesuai dengan bidang tugasnya, organisasi petani dan masyarakat lainnya. Ketua dari Tim Teknis adalah Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota. 2. Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota selaku penanggung jawab pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM melaksanakan: a. penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) kegiatan Penguatan-LDPM tahun 2013 untuk Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian, guna disebarluaskan kepada Tim Teknis dan Pendamping yang akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis kepada Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM;

91 b. koordinasi dan sinkronisasi dalam hal perencanaan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM dengan berbagai program/kegiatan lintas sektor baik lingkup pertanian maupun sektor pendukung lainnya dari tingkat kabupaten/kota guna memadukan berbagai kegiatan dan pembinaan untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam pelaksanaannya; c. koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi lingkup pertanian maupun lintas sektor terkait lainnya di kabupaten/kota dalam hal: 1) memadukan kegiatan lingkup pertanian dan sektor pendukung lainnya baik dari provinsi maupun di kabupaten/kota yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM; 2) melakukan pemantauan dan evaluasi; dan 3) membantu mengatasi dan memecahkan permasalahan yang terkait dengan teknis maupun non teknis. d. pertemuan dengan Tim Teknis secara rutin untuk membahas kendala-kendala yang dihadapi pendamping dalam hal: 1) membimbing/membina Gapoktan Tahap Penumbuhan, dan/atau Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian; 2) pemanfaatan Dana bantuan sosial; 3) membimbing dalam perencanaan dan penyusunan desain bangunan/renovasi gudang; 4) membimbing dalam pengelolaan gudang dan cadangan pangan yang baik; 5) membimbing dalam pengadaan dan penyaluran cadangan pangan; 6) membimbing dalam pendistribusian/pemasaran/pengolahan; dan 7) membimbing dalam pengembangan unit-unit usaha yang dikelola oleh Gapoktan dan membimbing Gapoktan dalam pelaksanaan rapat tahunan Gapoktan dan penutupan pembukuan setiap akhir tahun. e. pengusulan kepada Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan di provinsi, yaitu: 1) calon Gapoktan dan Pendamping Tahap Penumbuhan yang sudah diidentifikasi; 2) Gapoktan dan Pendamping yang sudah dievaluasi dari Tahap Penumbuhan untuk masuk ke Tahap Pengembangan; dan/atau 3) Pendamping yang akan melanjutkan pendampingan terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian. f. Pelaporan kepada Bupati/Walikota terhadap pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM. 3. Tim Teknis Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan: a. sosialisasi, pemantauan, pembinaan (teknis dan non teknis), evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian terhadap Pendamping dan Gapoktan; b. identifikasi Gapoktan Tahap Penumbuhan dan/atau evaluasi Gapoktan yang akan masuk ke Tahap Pengembangan; c. evaluasi Pendamping yang akan mendampingi Gapoktan Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian; d. rekomendasi pencairan dan penggunaan Dana Bantuan Sosial oleh unit-unit usaha Gapoktan yang disesuaikan dengan RUG.

92 e. penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM Tahap Penumbuhan dan/atau Tahap Pengembangan dalam hal: 1) pemanfaatan Dana bantuan sosial; dan 2) pelaksanaan teknis dan non teknis yang dihadapi oleh pendamping dan Gapoktan; f. penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM Tahap Kemandirian dalam hal: 1) pengembangan jejaring mitra usaha untuk melakukan kegiatan pendistribusian/pemasaran; 2) pengembangan kegiatan pembelian-penjualan gabah atau beras atau jagung; 3) peningkatan akumulasi modal usaha; dan 4) pembinaan teknis dan non teknis yang dihadapi oleh pendamping, dan Gapoktan; g. fasilitasi Gapoktan untuk melakukan rapat tahunan Gapoktan dan penutupan pembukuan setiap akhir tahun; h. pembinaan dan bimbingan teknis terhadap Gapoktan yang tidak terseleksi agar dapat masuk ke Tahap Pengembangan; dan i. penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sebagai bahan kepada Bupati/Walikota. D. Tingkat Pendamping Pendamping yang sudah ditetapkan oleh provinsi untuk mendampingi Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM baik untuk Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan dan/atau Tahap Kemandirian mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain: 1. merencanakan, membuat materi Pendampingan, mencatat dan melaporkan seluruh aktivitas kegiatan dalam rangka melakukan Pendampingan ke Gapoktan dan unit-unit usahanya secara rutin; 2. membimbing kelembagaan Gapoktan untuk dapat: a) mengambil suatu keputusan yang dilakukan secara partisipatif; b) memahami tugas dan tanggung jawab sebagai pengurus dan anggota; c) memahami mekanisme musyawarah dalam membahas rencana kegiatan, masalah yang dihadapi dan merumuskan keputusan serta langkah-langkah pelaksanaan; dan d) memahami dan menerapkan aturan, sanksi yang disepakati serta dimusyawarahkan bersama baik untuk pengurus, anggota maupun pengurus unit-unit usahanya; 3. memfasilitasi dan memotivasi Gapoktan dan unit-unit usahanya agar mampu mengambil keputusannya sendiri, dengan jalan: a) membantu menemukenali masalah dalam pendistribusian hasil produk anggotanya; b) membantu menganalisis situasi yang sedang dihadapi anggotanya dan melakukan rencana antisipasi terhadap jatuhnya harga di saat panen raya dan kekurangan pangan disaat musim paceklik serta langkah-langkah perbaikannya (pengolahan/penyimpanan/distribusi/ pemasaran); c) membantu memperoleh pengetahuan/informasi (pembangunan/renovasi gudang, teknologi pengolahan, penyimpanan), pasar, permodalan dan kemudahan-kemudahan lain guna memecahkan masalah yang dihadapi di lapangan; dan d) membantu mengambil keputusan berdasarkan analisis terhadap situasi dan masalah. 4. mendampingi dan memfasilitasi Gapoktan dalam: a) menyusun Rencana Usaha Gapoktan (RUG); dan b) melaksanakan kegiatan secara

93 partisipatif (perumusan rencana, indikator keberhasilan, tahapan pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan); 5. memfasilitasi Gapoktan dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang pemasaran dan permodalan; 6. memfasilitasi dan memotivasi anggota Gapoktan untuk dapat melakukan pemupukan dana/modal sehingga dapat mengembangkan unit distribusi atau pemasaran atau pengolahan dan unit pengelola cadangan pangan yang dikelola secara transparan sesuai aturan dan sanksi yang disepakati; 7. memfasilitasi Gapoktan dan unit-unit usahanya dalam membuat administrasi dan pembukuan secara baik dan teratur (kegiatan pembelian dan penjualan, pengadaan dan penyaluran cadangan pangan, keuangan), mengelola keuangan secara transparan dan akuntabel, mengembangkan usaha sehingga memperoleh nilai tambah yang menguntungkan; 8. memfasilitasi ketua/pengurus Gapoktan dan unit-unit usahanya dalam menyusun laporan bulanan secara tertulis ke kabupaten/kota dan pengiriman laporan mingguan dengan menggunakan SMS ke Pusat; 9. memfasilitasi Gapoktan untuk melakukan rapat tahunan Gapoktan dan penutupan pembukuan setiap akhir tahun, dan mengarahkan unit usaha Gapoktan untuk memasukan seluruh Dana Bantuan Sosial dan hasil usahanya yang telah diterimanya ke dalam rekening Gapoktan. E. Tingkat Gapoktan (Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian) Tugas dan tanggung jawab Pengurus Gapoktan antara lain : 1. membuat aturan dan sanksi tertulis yang disepakati serta mengikat seluruh anggota Gapoktan sebagai organisasi kelembagaan petani (AD/ART); 2. membangun kerja sama yang transparan dan akuntabel antara pengurus dan anggotanya. 3. menyusun RUG dan rencana pelaksanaan kegiatan secara musyawarah mufakat (Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian). 4. melaksanakan seluruh kegiatan secara swakelola dan swadaya masyarakat baik untuk kegiatan yang bersumber dari Dana Bantuan Sosial (Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian), dan/atau APBD, dan/atau swadaya masyarakat serta mengacu pada Petunjuk pelaksanaan (Juklak), Petunjuk teknis (Juknis), aturan/sanksi setempat yang berlaku, dengan bimbingan dari Tim Pembina Provinsi, Tim Teknis Kabupaten/Kota dan Pendamping; 5. memanfaatkan Dana Bantuan Sosial sesuai dengan RUG dan Dana Bantuan Sosial tersebut tidak dapat dialokasikan untuk kegiatan lainnya, yang tidak sesuai dengan Pedum dan tidak boleh dilakukan pemotongan-pemotongan oleh pihak lain untuk kepentingan pribadi; 6. mengarahkan dan menganjurkan kepada pengurus dari masing-masing unit usaha dan anggota kelompoknya untuk melakukan pembukuan, pencatatan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan. Pelaporan dilakukan baik ke kabupaten/kota maupun ke pusat secara rutin;

94 7. mendorong dan menggerakkan aktivitas, kreativitas, inisiatif dari masing-masing unit usahanya dan anggota kelompok untuk mengembangkan usahanya; 8. mengadakan pertemuan/musyawarah/rapat anggota dengan penanggung jawab masing-masing unit usahanya dan para anggota kelompok yang dihadiri oleh Pendamping secara berkala dan terjadwal, minimal satu bulan sekali untuk dapat memperkuat dan mengetahui pengelolaan Gapoktan sebagai organisasi ekonomi; 9. melaksanakan rapat tahunan Gapoktan, stock opname dan penutupan buku kas untuk mengetahui perkembangan Dana Bantuan Sosial setiap akhir tahun. Uang tunai yang masih berada di masing-masing unit harus masuk ke rekening Gapoktan setiap akhir tahun; 10. menyusun rencana penggunaan Dana Bantuan Sosial setiap awal tahun untuk Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan dan Tahap Kemandirian terhadap dana yang akan dan sudah diterima; dan 11. mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang telah dilaksanakan oleh unit usahanya, untuk selanjutnya membuat rencana dan langkah perbaikan. F. Tingkat Unit Usaha Gapoktan Tugas dan tanggung jawab dari unit usaha distribusi, pemasaran dan/atau pengolahan dan unit pengelola cadangan pangan yang memperoleh Dana Bantuan Sosial kegiatan Penguatan-LDPM adalah: 1) melakukan kegiatan secara swakelola dan swadaya; 2) membuat pembukuan (administrasi dan keuangan) secara teratur untuk seluruh kegiatan yang dilakukan (kegiatan pembelian-penjualan gabah, beras, dan/atau jagung, pengadaanpenyimpanan-penyaluran-pengembalian cadangan pangan dan pembangunan gudang); 3) membuat laporan secara berkala kepada ketua Gapoktan; 4) melakukan pembaharuan gabah dan/atau beras cadangan apabila dalam batas tertentu belum dimanfaatkan; dan 5) membuat aturan dan sanksi dalam penyaluran cadangan pangan. G. Tingkat Petani Petani dan Poktan yang berada dalam wadah Gapoktan merupakan produsen dari gabah, beras, dan jagung, dimana pada saat tertentu mereka juga sebagai konsumen. Pada saat sebagai produsen mereka mempunyai masalah dalam pendistribusian pemasaran hasil panennya, maka Gapoktan melalui unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan yang mendapatkan dukungan Dana Bantuan Sosial dari Pemerintah, wajib melakukan pembelian gabah dan beras serendah-rendahnya sesuai HPP dan/atau HRD untuk jagung. Di sisi lain pada saat musim paceklik apabila ada anggota Gapoktan tidak menghasilkan produk pangan sehingga berdampak tidak mempunyai akses terhadap pangan, maka Gapoktan melalui unit pengelola cadangan pangan dapat menyalurkan cadangan pangan dengan memprioritaskan kepada anggota Gapoktan yang sudah memenuhi kewajiban sebagai anggota Gapoktan sesuai dengan aturan dan sanksi yang telah disepakati bersama.

95 BAB VI PEMBIAYAAN Pembiayaan kegiatan Penguatan-LDPM bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2013 Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian berupa Dana Dekonsentrasi di provinsi. Penggunaan dan pencairan Dana Bantuan Sosial kepada Gapoktan mengikuti aturan dan mekanisme Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun Dana Bantuan Sosial yang bersumber APBN tahun 2013 disalurkan ke 75 (tujuh puluh lima) Gapoktan Tahap Penumbuhan paling lambat tanggal 31 Juli 2013 masing-masing sebesar Rp (seratus lima puluh juta), dan disalurkan ke 281 (dua ratus delapan puluh satu) Gapoktan Tahap Pengembangan paling lambat tanggal 31 Agustus 2013 masing-masing sebesar Rp (tujuh puluh lima juta) (Tabel 3). Apabila pencairan Dana Bantuan Sosial tersebut terpaksa dilakukan setelah batas waktu di atas, maka pelaksanaannya dilaporkan ke Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Tabel 3. Alokasi Dana Bantuan Sosial Penguatan-LDPM Tahun Gapoktan yang Ditumbuhkan Penumbuhan Pengembangan No PROVINSI Jumlah Jumlah Jumlah Gapoktan Bansos Gapoktan Jumlah Bansos (Rp.Juta) (Rp.Juta) 1 Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten D I Y Jabar Jateng Jatim Bali N T B N T T Kalbar Kalsel Kalteng Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut Gorontalo Maluku Jumlah

96 Keterangan: 1. Dana Bantuan Sosial untuk Gapoktan Tahap Rp. 150 Juta. 2. Dana Bantuan Sosial untuk Gapoktan Tahap Rp. 75 Juta. Untuk Tahap Pengembangan Dana Bantuan Sosial disalurkan ke Gapoktan yang benar-benar sudah terseleksi baik oleh provinsi maupun kabupaten/kota. Apabila Gapoktan yang ditumbuhkan tahun pertama belum memenuhi kriteria atau belum siap untuk masuk ke Tahap Pengembangan, maka Dana Bantuan Sosial tidak dicairkan oleh provinsi dan dikembalikan ke Kantor Kas Negara. Namun demikian, Tim Pembina provinsi maupun Tim Teknis kabupaten/kota tetap diberikan kesempatan untuk melakukan pembinaan baik teknis maupun administrasi. Tim Teknis Kabupaten dan Tim Pembina Provinsi bertanggung jawab terhadap evaluasi Gapoktan yang dinyatakan layak untuk masuk ke Tahap Pengembangan. Mengingat penyaluran Dana Bantuan Sosial tersebut ditetapkan paling lambat tanggal 31 Juli 2013 untuk Tahap Penumbuhan dan tanggal 31 Agustus 2012 untuk Tahap Pengembangan, maka proses pembinaan dan pendampingan kepada Gapoktan calon penerima Dana Bantuan Sosial harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal secara tepat waktu. Pembinaaan dan pendampingan dilanjutkan lebih instensif lagi bagi Gapoktan Tahap Pengembangan sampai dinyatakan layak menerima Dana bantuan sosial. Kesempatan kedua bagi Gapoktan Tahap Pengembangan untuk dapat menerima Dana Bantuan Sosial paling lambat tanggal 31 Oktober Oleh karena itu, kesempatan kedua yang diberikan kepada Gapoktan Tahap Pengembangan, harus dipandang oleh pengurus Gapoktan sebagai langkah darurat, mengingat sasaran utama waktu penyaluran adalah paling lambat tanggal 31 Agustus Dana Bantuan Sosial tersebut dikelola sesuai dengan mekanisme penyaluran dan prosedur pencairan (Format-5 dan Format-6) dengan tahapan sebagai berikut: 1. KPA/PPK provinsi menetapkan Gapoktan penerima Dana Bantuan Sosial Penguatan-LDPM. 2. KPA/PPK provinsi membuat Surat Perjanjian Kerja Sama dengan Gapoktan (Format-7). 3. KPA/PPK provinsi membuat Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) (Format-8) kepada Pejabat Pembuat SPM/Penguji SPP Satuan Kerja (Satker) lingkup Badan Ketahanan Pangan Provinsi untuk tagihan atas beban belanja negara yang berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 4. Pejabat Penerbit SPM mengajukan Surat Perintah Pembayaran ke KPPN. 5. KPA/PPK provinsi melalui bendahara pengeluaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS). 6. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana Penguatan-LDPM ke rekening Gapoktan. 7. Setelah Dana Bantuan Sosial masuk ke rekening Gapoktan, KPA/PPK membuat berita acara serah terima uang dengan Ketua Gapoktan penerima Dana Bantuan Sosial (Format-9).

97 Bagi daerah yang memiliki Gapoktan bermasalah atau melanggar perjanjian kerja sama yang telah disepakati sebagaimana dicantumkan pada Pasal 7 Surat Perjanjian Kerja Sama dengan Gapoktan, pihak pertama berhak secara sepihak mencabut seluruh dana yang telah diterima dan mengembalikan ke Kantor Kas Negara. Pengembalian Dana Bantuan Sosial periode dapat menggunakan form pengembalian (Form SSBP) yang ada di masingmasing KPPN atau form yang ada di Bank persepsinya dengan menggunakan AKUN No dan ditulis dengan Pengembalian Belanja Rupiah Murni tahun Dana Bantuan Sosial yang akan dikembalikan dan untuk pengembalian di tahun berjalan (2013) akun yang digunakan sama dengan yang ada di MAK dan POK. A. Pemantauan dan Evaluasi BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Pada kegiatan Penguatan-LDPM, pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan oleh Gapoktan (Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian) dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Dana Bantuan Sosial dan usaha di unit distribusi atau pemasaran atau pengolahan dan di unit pengelola cadangan pangan. Selanjutnya setelah pemantauan dan evaluasi, segera dilakukan penyempurnaan dalam penyelenggaraan kegiatan untuk mendorong keberhasilan dan keberlanjutan kegiatan Penguatan-LDPM. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang mulai dari Gapoktan (Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian) di kabupaten/kota, provinsi hingga pusat, yaitu: 1. Gapoktan (Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian) melakukan pemantauan dan evaluasi secara partisipatif dalam kerangka pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan dan penggunaan Dana Bantuan Sosial pada unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan dan pengelola cadangan pangan. 2. Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota, provinsi dan pusat bersama Tim Teknis terkait melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap: a. penggunaan dan perkembangan Dana Bantuan Sosial untuk Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian; b. Pelaksanaan kegiatan (pembangunan gudang, pembelian-penjualan, pengadaan-penyaluran cadangan pangan) sesuai dengan Rencana Usaha Gapoktan; dan c. Stock opname untuk melihat sisa barang yang ada di unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan dan unit pengelola cadangan pangan. B. Pelaporan Pelaporan merupakan unsur Informasi dan Komunikasi dari Sistem Pengendalian Intern, sebagai sarana bagi setiap anggota organisasi mendapatkan informasi yang jelas mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.

98 Pada kegiatan Penguatan-LDPM, pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang mulai dari Gapoktan (Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian), kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, dengan mekanisme pelaporan sebagaimana Format-10. Adapun prosedur pelaporan adalah sebagai berikut: Gapoktan (Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan/atau Tahap Kemandirian) menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan keuangan dan kegiatan dalam pengelolaan usaha distribusi (jual beli gabah, beras dan/atau jagung) dan pengelolaan cadangan pangan kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota di Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan di tingkat kabupaten/kota secara tertulis setiap bulan. Sementara itu, laporan untuk kegiatan pembelian/penjualan, harga, sisa barang dan pengadaan-penyaluran cadangan pangan dilaporkan melalui SMS center setiap minggu pada hari Senin ke Nomor Tim Teknis Kabupaten/Kota membuat laporan kepada Tim Pembina Provinsi di Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan di tingkat provinsi setiap 2 (dua) bulan. Tim Pembina Provinsi membuat laporan ke Tim Pembina Pusat di Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian setiap 2 (dua) bulan. BAB VIII PENUTUP Kegiatan Penguatan-LDPM merupakan kegiatan strategis di Kementerian Pertanian. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjaga stabilisasi harga di tingkat petani pada saat menghadapi panen raya dan meningkatkan akses pangan anggota Gapoktan pada saat musim paceklik. Pedoman ini disusun sebagai bahan acuan bagi aparat (pusat, provinsi, kabupaten/kota) dan pihak-pihak terkait lainnya untuk: a) menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) Kabupaten/Kota sebagai acuan operasional di lapangan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah; dan b) menyamakan gerak dan langkah pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM dalam rangka Pemberdayaan Gapoktan dalam mengelola dan mengembangkan usaha distribusi/ pemasaran/pengolahan dan cadangan pangan. Hal-hal lain yang bersifat teknis dan belum diatur dalam Pedoman ini, Badan Ketahanan Pangan dapat mengeluarkan Pedoman Teknis. Keberhasilan kegiatan Penguatan-LDPM sangat ditentukan oleh kerja sama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan baik dari instansi pemerintah maupun masyarakat dan pelaku usaha mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan dukungan anggaran. MENTERI PERTANIAN, ttd. SUSWONO

99 Lampiran 1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN/ DINAS/ KANTOR/ Unit Kerja* ) KETAHANAN PANGAN/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KABUPATEN/KOTA* ) NOMOR :. Format 1 TENTANG PENETAPAN PENERIMA MANFAAT KEGIATAN P2KP TAHUN 2013 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Menimbang : a.... b Mengingat : a... b... c... d... Memperhatikan: Daftar Isian Penggunaan Anggaran. Tahun Anggaran Menetapkan : MEMUTUSKAN: Pertama : Kelompok Wanita..... dan Sekolah (SD/SMP/MU)... berkedudukan di Desa/Kelurahan... Kecamatan... Kabupaten/Kota..., seperti terdapat dalam lampiran keputusan ini merupakan kelompok penerima manfaat Kegiatan P2KP 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep KRPL. Kedua Ketiga : Bertanggungjawab kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/ Unit Kerja Ketahanan Pangan dan menyampaikan laporan pelaksanaan secara berkala. : Segala biaya akibat dikeluarkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada dana DIPA... Kabupaten/Kota... sesuai dengan yang tercantum dalam DIPA Nomor:... tanggal.tahun Anggaran Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal penetapan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013 dengan ketentuan akan diperbaiki sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini.

100 Kelima : Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya Ditetapkan di pada tanggal. Kepala Badan/Dinas/ Kantor/ Unit Kerja Ketahanan Pangan/KPA*) Kab/Kota... (.....) Nip. Tembusan : 1. Kepala Badan Ketahanan Pangan cq Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Kementerian Pertanian; 2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi ; 3. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).; 4. Bupati/Walikota *) ; Keterangan: - *) Coret yang tidak perlu. - Keputusan KPA Kab/Kota untuk dana TP dan Keputusan KPA Provinsi untuk dana dekonsentrasi.

101 2 Format 2 KEPUTUSAN KEPALA BADAN/ DINAS/ KANTOR/ Unit Kerja* ) KETAHANAN PANGAN/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KABUPATEN/KOTA* ) NOMOR :. TENTANG PENETAPAN PENDAMPING KABUPATEN/KOTA KEGIATAN P2KP TAHUN 2013 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Menimbang : a.... b Mengingat : a... b... c... d... Memperhatikan: Daftar Isian Penggunaan Anggaran. Tahun Anggaran. MEMUTUSKAN: Menetapkan: Pertama :... sebagai Tenaga Pendamping (Penyuluh Pendamping P2KP) Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep KRPL; Kedua : Pendamping P2KP mempunyai tugas: Ketiga : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Diktum Kedua, Pendamping P2KP bertanggungjawab kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan dan menyampaikan laporan pelaksanaan secara berkala. Keempat : Memberikan honorarium kepada Pendamping P2KP setiap bulan sebesar Rp (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) selama 10 bulan selama melaksanakan tugas pendampingan; Kelima : Segala biaya akibat dikeluarkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada dana DIPA... Kabupaten/Kota... sesuai dengan yang tercantum dalam DIPA Nomor:... tanggal.tahun Anggaran Keenam : Keputusan ini berlaku sejak tanggal penetapan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013 dengan ketentuan akan diperbaiki sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini. Ketujuh : Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

102 Ditetapkan di pada tanggal. Kepala Badan/Dinas/ Kantor/ Unit Kerja Ketahanan Pangan/KPA*) Kab/Kota... (.....) Nip. Tembusan : 1. Kepala Badan Ketahanan Pangan cq Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Kementerian Pertanian; 2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi ; 3. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).; Keterangan: - *) Coret yang tidak perlu - Keputusan KPA Kab/Kota untuk dana TP dan Keputusan KPA Provinsi untuk dana dekonsentrasi La

103 KEPUTUSAN KEPALA BADAN/ DINAS/ KANTOR/ Unit Kerja* ) KETAHANAN PANGAN/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KABUPATEN/KOTA NOMOR :. TENTANG PENETAPAN PENDAMPING DESA KEGIATAN P2KP TAHUN 2013 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Menimbang : a.... b Mengingat : a... b... c... d... Memperhatikan: a b c. MEMUTUSKAN: Menetapkan: Pertama : Pendamping P2KP Desa.... Kedua : Pendamping P2KP mempunyai tugas : Ketiga : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Diktum Kedua, Pendamping P2KP bertanggungjawab kepada Kepala Badan/Kantor Ketahanan Pangan dan menyampaikan laporan pelaksanaan secara berkala. Keempat Kelima Format 3 : Memberikan honorarium kepada Pendamping P2KP setiap bulan sebesar Rp (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) selama 10 bulan selama melaksanakan tugas pendampingan; : Segala biaya akibat dikeluarkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada dana DIPA... Kabupaten/Kota... sesuai dengan yang tercantum dalam DIPA Nomor:... tanggal.tahun Anggaran Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal penetapan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013 dengan ketentuan akan diperbaiki sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini. Kelima : Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di pada tanggal. Kepala Badan/Dinas/ Kantor/ Unit Kerja Ketahanan Pangan/KPA*) Kab/Kota... (.....) Nip.

104 Tembusan : 1. Kepala Badan Ketahanan Pangan cq Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Kementerian Pertanian; 2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi ; 3. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).; 4. Bupati/Walikota *) ; Keterangan: - *) Coret yang tidak perlu - Keputusan KPA Kab/Kota untuk dana TP dan Keputusan KPA Provinsi untuk dana dekonsentrasi

105 Rekapitulasi RKKA Kelompok :... Nama Ketua Kelompok :... Desa/Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kota :... Provinsi :... Format 4 REKAPITULASI RENCANA KEGIATAN DAN KEBUTUHAN ANGGARAN (RKKA)...,... Kepada Yth : Kuasa Pengguna Anggaran... Kab/Kota... Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan/Dinas...No...tanggal...tentang penetapan kelompok penerima manfaat kegiatan...dengan ini kami mengajukan permohonan Dana Bantuan Sosial sebesar Rp...(terbilang...) sesuai Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA) terlampir dengan rekapitulasi kegiatan sebagai berikut: No Kegiatan Jumlah Biaya (Rupiah) Pembuatan Kebun Bibit Dst. Pemanfaatan Pekarangan anggota kelompok Pengadaan sarana pendukung Pengembangan Kebun Sekolah Jumlah

106 Selanjutnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan oleh anggota kelompok dan sekolah yang terdiri dari : No Nama Jabatan dalam kelompok/sekolah Alamat Dst.. sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja sama Nomor...tanggal..., Dana Bantuan Sosial kelompok tersebut agar dipindahbukukan ke rekening Kelompok... No. Rekening... pada cabang/unit Bank...di... MENGETAHUI Pendamping P2KP Desa, Ketua kelompok, MENYETUJUI, Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota Nip.

107 SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA Nomor:... Format 5 Antara PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK) Kabupaten/Kota... Dengan Ketua Kelompok Wanita... Tentang BANTUAN SOSIAL PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2013 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) PROVINSI Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun dua ribu sebelas bertempat di Kantor... Jalan..., kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1....: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)... dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)... DIPA Tahun... No... tanggal..., yang berkedudukan di Jalan... yang untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA : Ketua Kelompok Wanita... berkedudukan di Desa/Kelurahan... Kecamatan... Kabupaten/Kota...dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama jabatan tersebut dan dengan demikian untuk dan atas nama serta sah mewakili Kelompok wanita yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja sama yang mengikat dalam rangka pelaksanaan kegiatan P2KP 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dengan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 DASAR PELAKSANAAN 1. Keputusan Presiden No:... tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

108 2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; 3. Pedoman Umum Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) tahun 2013 yang diterbitkan oleh Menteri Pertanian, Kementerian Pertanian; 4. DIPA..., Nomor :..., tanggal..., 2013; 5. Surat Keputusan Kepala Badan/Kantor/Dinas/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan Kabupaten..., Nomor..., tanggal tentang Penetapan Penerima Manfaat. Pasal 2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan perjanjian kerja sama ini adalah mengikat kedua belah PIHAK dalam rangka pelaksanaan kegiatan P2KP 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap serta motivasi kelompok wanita untuk memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber pangan dan pendapatan keluarga; meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan kelompok wanita dalam menyiapkan, mengolah, menyajikan dan mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi berimbang dan aman melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL; Pasal 3 LINGKUP PEKERJAAN PIHAK PERTAMA memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah setuju untuk menerima dan memanfaatkan dana Bantuan Sosial kegiatan P2KP 2013 untuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui demplot pekarangan kelompok dengan menggunakan metode sekolah lapangan (SL). Pasal 4 SUMBER DAN JUMLAH DANA Sumber dan jumlah dana Bantuan Sosial P2KP 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melaui konsep KRPL yang diterima oleh PIHAK KEDUA adalah : 1. Sumber dana sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)... Nomor:... tanggal Jumlah dana yang disepakati kedua belah pihak sebesar Rp... (dengan huruf)

109 Pasal 5 PEMBAYARAN Pembayaran Dana Bantuan Sosial kegiatan P2KP 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL yang dimaksud pada Pasal 4 Angka (2) Surat Perjanjian Kerja sama ini akan dilakukan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA setelah perjanjian kerja sama ini ditandatangani, dilaksanakan melalui Surat Perintah Membayar (SPM) yang disampaikan oleh KPA kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara..., dengan cara pembayaran langsung ke rekening kelompok wanita... Desa/Kelurahan Kecamatan Kabupaten/Kota... pada Bank... dengan Nomor Rekening :... Pasal 6 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 1. PIHAK KESATU mempunyai tugas dan tanggung jawab menyalurkan bansos kepada kelompok wanita sesuai dengan RKKA 2. PIHAK KEDUA mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. menyusun RKKA sesuai dengan kebutuhan anggota kelompok b. melaksanakan optimalisasi pemanfaatan pekarangan anggota dan sarana pendukungnya, membuat dan mengembangkan demplot kelompok serta mengembangan kebun bibit; c. membuat administrasi pengelolaan dan laporan keuangan dana bansos; d. membuat laporan bulanan tentang perkembangan kegiatan; e. mengembangkan jumlah anggota kelompok; f. melaksanakan evaluasi dan perencaanaan kelompok secara berkelanjutan; g. melakukan pengelolaan kebun bibit secara berkelanjutan. Pasal 7 SANKSI Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat memanfaatkan dana Bantuan Sosial kegiatan P2KP 2013 Pemberdayaan Kelompok Wanita melalui Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dengan konsep KRPL seperti tersurat pada pasal 3, maka PIHAK PERTAMA berhak secara sepihak mencabut seluruh dana yang diterima PIHAK KEDUA yang mengakibatkan surat perjanjian kerja sama batal.

110 Pasal 8 PERSELISIHAN 1. Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sehubungan dengan surat perjanjian kerja sama ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah mufakat; 2. Apabila dengan cara musyawarah belum dapat dicapai suatu penyelesaian, maka kedua belah PIHAK menyerahkan perselisihan ini kepada Pengadilan Negeri... sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengikat kedua belah pihak. Pasal 9 KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) 1. Apabila dalam masa perjanjian terjadi keadaan memaksa (force majeure), yaitu hal-hal yang diluar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga tertundanya pelaksanaan kegiatan, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA (KPA/PPK) dan pihak lainnya dengan tembusan kepada Badan Ketahanan Pangan dalam waktu 4 X 24 jam tentang tanggal dan terjadinya keadaan memaksa (force majeure). 2. Keadaan memaksa (force majeure) yang dimaksud Pasal 7 Ayat (1) adalah: a. Bencana alam seperti: gempa bumi, angin topan, banjir besar, kebakaran yang bukan disebabkan kelalaian PIHAK KEDUA; b. Peperangan; c. Perubahan kebijakan moneter, berdasarkan peraturan Peraturan Pemerintah. 3. Keadaan memaksa (force majeure) harus diketahui oleh pejabat yang berwenang di tempat terjadinya keadaan memaksa (force majeure). Pasal 10 LAIN-LAIN 1. Segala lampiran yang melengkapi surat perjanjian kerja sama ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama; 2. Perubahan atas surat perjanjian kerja sama ini tidak berlaku kecuali terlebih dahulu harus dengan persetujuan kedua belah pihak.

111 Pasal 11 JANGKA WAKTU BERLAKUNYA PERJANJIAN Perjanjian ini mulai berlaku sejak ditandatangani oleh kedua belah PIHAK. Pasal 12 PENUTUP Surat perjanjian kerja sama ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah PIHAK di atas materai cukup dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa adanya paksaan dari mana pun dan dibuat rangkap 6 (enam) yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk digunakan sebagaimana mestinya. PIHAK KEDUA Ketua kelompok wanita Meterai Rp6.000,- PIHAK PERTAMA Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota Nip. Mengetahui/Menyetujui Kuasa Pengguna Anggaran Kabupaten/Kota Nip.

112 SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN LANGSUNG (SPP-LS) DANA BANTUAN SOSIAL PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) 2013 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Kepada Yth : Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)/Penguji SPP Satker... Kabupaten/Kota... Di.. Dengan memperhatikan Keputusan Presiden No. 17 dan 18 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : Tanggal.. serta DIPA Satuan Kerja.. TA Nomor.. Tanggal /./2013 serta berdasarkan (1) Surat Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Kabupaten... Nomor:.. tanggal, tentang Penetapan Penerima Manfaat dan (2) Surat Perjanjian Kerja sama antara PPK dengan Ketua Kelompok Wanita Nomor :... tanggal..., dengan ini diminta bantuan Saudara untuk membayar dana bantuan sosial Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL pada MAK.. Untuk hal tersebut kami mohon ditransfer dana sebesar Rp.. ke rekening Kelompok Wanita pada Bank. (Pemerintah) dengan Nomor Rekening. SPP-LS ini dilampiri dengan: 1. Foto kopi Surat Keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Kabupaten tentang Penetapan kelompok wanita sebagai Penerima Manfaat; 2. Surat Perjanjian Kerja sama; 3. Kuitansi yang ditandatangani oleh Ketua Kelompok yang diketahui oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendaharawan pengeluaran Kabupaten; Diterima Oleh Pada tanggal : Pejabat Penandatangan SPM /Penguji SPP Mengetahui/Menyetujui Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Pembuat Komitmen Ttd Ttd Ttd Format 6 (...) (...) (...) Nip... Nip... Nip...

113 Kuitansi Dana Bantuan Sosial NPWP :... MAK :... T.A :... Format 7 KUITANSI No :... Sudah Terima dari : Kuasa Pengguna Anggaran... Kabupaten/Kota... Uang sebanyak : Untuk pembayaran Terbilang Rp. : : Dana Bantuan Sosial untuk kegiatan P2KP Kelompok... di Desa/Kelurahan... Kecamatan... Kabupaten/Kota... Sesuai Surat Perjanjian Kerja sama No...tanggal......, Mengetahui/Menyetujui, Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota... Yang menerima, Petani/Ketua Kelompok Meterai Rp Nip. Setuju dibayar,tgl... Kuasa Pengguna Anggaran, Bendaharawan, Nip. Nip.

114 Format 8 PERNYATAAN KESANGGUPAN PELAKSANAAN KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN Dalam rangka menyuksesan Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan yang beragam, dan bergizi seimbang ditingkat rumah tangga dan di tingkat desa, kami yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama : (Ketua Kelompok) Kelompok : Alamat : Selaku Pihak Pertama 2. Nama : (Pendamping Desa) Alamat : Selaku Pihak kedua Pihak Pertama Berjanji akan melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan dan keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan di Desa yang terdiri dari pengembangan kebun bibit desa, pembuatan pekarangan anggota kelompok, pengembangan kebun sekolah, dan pengadaan sarana pendukung pasca panen dan pengolahan menu B2SA. Pihak Kedua berjanji akan melakukan pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan yang dilakukan oleh pihak pertama sehingga dapat berjalan sesuai dengan sasaran yang diharapkan yaitu peningkatan kualitas pangan di tingkat rumah tangga dan desa., Januari 2013 Pendamping desa Ketua Kelompok (...) (...) Disaksikan oleh : Kepala Desa/Lurah... (...)

115 Kelompok :... Desa/Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kota :... Provinsi :... Format-1 RENCANA USAHA KELOMPOK/RENCANA USAHA BERSAMA...,... Kepada Yth : Ketua LK..., Kecamatan., Kabupaten/Kota Sesuai dengan Surat Keputusan *)...No...tanggal...tentang penetapan kelompok sasaran kegiatan...dengan ini kami mengajukan permohonan Dana Bantuan Sosial Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan, sebesar Rp...(terbilang...) sesuai Rencana Usaha Kelompok (RUK)/Rencana Usaha Bersama (RUB) terlampir dengan Rincian kegiatan sebagai berikut: No Rincian Jumlah Biaya Nama Peminjam Tanda Tangan Kegiatan (Rupiah) Jumlah Selanjutnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja sama Nomor...tanggal..., Dana Bantuan Sosial tersebut akan digunakan untuk usaha produktif sesuai RUK yang diajukan. MENYETUJUI FKK, Ketua kelompok, Pendamping, MENGETAHUI/MENYETUJUI, Ketua LK...

116 Kelompok :... Desa/Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kota :... Provinsi :... Format-2 REKAPITULASI RENCANA USAHA KELOMPOK/ RENCANA USAHA BERSAMA...,... Kepada Yth : Pejabat Pembuat Komitmen... Kab/Kota... Sesuai dengan Surat Keputusan *)...No...tanggal...tentang penetapan kelompok sasaran kegiatan...dengan ini kami mengajukan permohonan Dana Bantuan Sosial Usaha Produktif Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan, sebesar Rp...(terbilang...) sesuai Rencana Usaha Kelompok (RUK)/Rencana Usaha Bersama (RUB) terlampir dengan rekapitulasi kegiatan sebagai berikut: No Kegiatan Jumlah Biaya (Rupiah) Dst. Jumlah Selanjutnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja sama Nomor...tanggal..., Dana Bantuan Sosial Usaha Produktif kelompok tersebut agar dipindahbukukan ke rekening kelompok... No. Rekening... pada cabang/unit Bank...di... Ketua kelompok, Petugas Pendamping/PPL, MENYETUJUI Ketua Tim teknis, MENGETAHUI/MENYETUJUI Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota... NIP... NIP... *) Bupati/Walikota atau Kepala Dinas lingkup Pertanian atau pejabat yang ditunjuk.

117 Format-3 NPWP :... MAK :... T.A :... KUITANSI No :... Sudah Terima dari : Kuasa Pengguna Anggaran... Kabupaten/Kota... Uang sebanyak : Untuk pembayaran : Dana Bantuan Sosial Usaha Produktif Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di Kecamatan... Kabupaten/Kota... Sesuai Surat Perjanjian Kerja sama No...tanggal... Terbilang Rp. : Setuju dibayar, an.kuasa Pengguna Anggaran/ Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota......, Yang menerima, Petani/Ketua Kelompok, Meterai Rp NIP. Tgl... Bendaharawan,... NIP. *) Format kuitansi ini dapat disesuaikan untuk kegiatan pada DIPA Pusat dan DIPA Provinsi.

118 Format-4 PERJANJIAN KERJA SAMA Nomor Antara PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN...KABUPATEN/KOTA... DENGAN KELOMPOK/LKD... Tentang PEMANFAATAN DANA BANTUAN SOSIAL UNTUK KEGIATAN KAWASAN MANDIRI PANGAN Pada hari ini,...tanggal...bulan...tahun dua ribu tiga belas bertempat di Kantor...Jalan..., kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1....: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)..., dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)...DIPA Tahun Anggaran 2013 No...tanggal...yang berkedudukan di jalan...yang untuk selanjutnya disebut PIHAK KESATU : Ketua Kelompok..., dalam hal ini bertindak sebagai pengurus LK dan atas nama kelompok...yang berkedudukan di Desa/ kampung...kecamatan...kabupaten/kota...yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA untuk selanjutnya disebut PARA PIHAK Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja sama yang mengikat dan berakibat hukum bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan pemanfaatan Dana Bantuan Sosial untuk Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan, dengan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 DASAR PELAKSANAAN 1. Keputusan Presiden No...Tahun..., tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 2. Pedoman/Petunjuk Teknis tentang Kegiatan... Tahun Anggaran 2013 yang diterbitkan oleh Dirjen/Kepala Badan..., Kementerian Pertanian; 3. DIPA..., Nomor :...tanggal ; 4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :...tanggal..., tentang Penyaluran Dana Bantuan Sosial untuk Pertanian Tahun Anggaran 2013; 5. Surat Keputusan Bupati/Walikota atau Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk..., Nomor...tanggal...tentang Penetapan Kelompok.

119 Pasal 2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud kerja sama adalah untuk memperkuat permodalan usaha produktif kelompok Kawasan Mandiri Pangan. 2. Tujuan kerja sama adalah meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin di Kawasan Mandiri Pangan. Ruang Lingkup Kerja sama : Pasal 3 RUANG LINGKUP 1. Menyalurkan dana bantuan sosial kepada Kelompok/LK untuk pengembangan usaha produktif. 2. Melakukan pembinaan untuk peningkatan kemampuan Kelompok/LK. Pasal 4 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 1. PIHAK KESATU mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. Menyalurkan dana bantuan sosial kepada kelompok/lembaga Keuangan (LK) sesuai dengan Rencana Usaha Kelompok (RUK); b. Memberikan bimbingan teknis peningkatan kemampuan Kelompok /LK. 2. PIHAK KEDUA mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Menyusun RUK sesuai dengan kebutuhan kelompok; b. Memanfaatkan dana bansos sesuai dengan RUK/RUB; c. Mengembangkan tabungan anggota kelompok di LK minimal 5% dari dana bantuan sosial yang diterima; d. Membuat administrasi keuangan pengelolaan dana bantuan sosial; e. Membuat laporan bulanan tentang perkembangan dana bantuan sosial. Pasal 5 PENDANAAN Sumber dan jumlah Dana Bantuan Sosial untuk Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan yang diterima oleh PIHAK KEDUA adalah : 1. Sumber dana sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)...Nomor :...tanggal Jumlah dana yang disepakati kedua belah pihak sebesar Rp...(dengan huruf). Pasal 6 PEMBAYARAN 1. Pembayaran Dana Bantuan Sosial Usaha Produktif Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimaksud pada pasal 3 ayat (2) Surat Perjanjian Kerja sama ini akan dilakukan oleh PIHAK KESATU kepada PIHAK KEDUA setelah perjanjian kerja sama ini ditandatangani, dilaksanakan melalui Surat Perintah Membayar (SPM) yang disampaikan oleh KPA kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara..., dengan cara

120 pembayaran langsung ke rekening kelompok...desa/kampung... Kecamatan...Kabupaten/Kota......pada Bank...No. Rek : PIHAK KEDUA menyalurkan dana Bansos sebagaiamana ayat (1) sesuai dengan RUK yang telah disusun dan diusulkan kepada PIHAK KESATU. 3. Dalam penyaluran dana Bansos sebagaimana ayat (2), PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan menarik jasa atau fee kepada kelompok. Ketentuan pemanfaatan meliputi : Pasal 7 PEMANFAATAN 1. Keanggotaan Kelompok afinitas berasal dari perwakilan kelompok, yang terdiri dari Rumah Tangga Miskin (RTM). 2. Dana yang ada di rekening kelompok afinitas selanjutnya dikelola LK. 3. Pengurus LK berasal dari perwakilan sub-subkelompok afinitas yang dikukuhkan oleh FKK dan tokoh masyarakat. Pengurus mempunyai kemampuan untuk mengelola keuangan dan dipercaya oleh masyarakat. Pengurus LK mengelola keuangan dari dana Bansos, tabungan, dan bentuk bantuan lainnya yang akan dimanfaatkan untuk usaha produktif. 4. LK menyalurkan dana bantuan sosial kepada kelompok sesuai RUK yang diusulkan dan telah direkomendasi oleh FKK dan Pendamping. Pasal 8 JANGKA WAKTU Kesepakatan ini berlaku selama 5 (lima) tahun sejak ditandatangani dan dapat diperpanjang atau diakhiri atas persetujuan PARA PIHAK. Pasal 9 MONITORING DAN EVALUASI 1. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerja sama dilakukan oleh PARA PIHAK sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sekali; 2. Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud Ayat (1) Pasal ini menjadi bahan pertimbangan PARA PIHAK untuk perbaikan/penyempurnaan hal-hal yang belum atau tidak sesuai dengan tujuan kerja sama ini. Pasal 10 SANKSI Apabila kelompok/lk tidak dapat mengelola dan memanfaatkan dana bantuan sosial sesuai dengan pasal 2 dan pasal 4 ayat 2, maka PIHAK KESATU berhak secara sepihak mencabut seluruh dana Bansos yang diterima kelompok yang mengakibatkan surat perjanjian kerja sama batal. Pasal 11 PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Apabila terjadi perbedaan dalam penafsiran dan/atau pelaksanaan kerja sama ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat oleh PARA PIHAK;

121 2. Apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, maka PARA PIHAK sepakat memilih domisili hukum yang tetap dan seumumnya di kantor Pengadilan Negeri setempat. Pasal 12 AKIBAT HUKUM Apabila PIHAK KEDUA tidak memanfaatkan dana bansos sesuai dengan RUK/RUB yang diusulkan kepada PIHAK KESATU, maka PIHAK KEDUA bersedia mengembalikan seluruh dana yang diperoleh kepada PIHAK KESATU dan menerima tanggung jawab hukum atas kesalahan atau kelalaian, sesuai dengan proses hukum dari kantor Pengadilan Negeri setempat. Pasal 13 FORCE MAJEURE 1. Jika timbul keadaan memaksa (force majeure) yaitu hal-hal yang diluar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga tertundanya pelaksanaan kegiatan, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada PPK/KPA dengan tembusan kepada Tim Teknis dalam waktu 4 X 24 jam kepada PIHAK KESATU; 2. Keadaan memaksa (force majeure) yang dimaksud Pasal 13 ayat 1 adalah : a. Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir besar, kebakaran yang bukan disebabkan kelalaian PIHAK KEDUA; b. Peperangan; c. Perubahan kebijakan moneter berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 KETENTUAN LAIN 1. Bea meterai yang timbul karena pembuatan surat perjanjian kerja sama ini menjadi beban PIHAK KEDUA. 2. Segala lampiran yang melengkapi surat perjanjian kerja sama ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. 3. Perubahan atas surat perjanjian kerja sama ini tidak berlaku kecuali terlebih dahulu harus dengan persetujuan kedua belah pihak. Pasal 15 PENUTUP Surat perjanjian kerja sama ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa adanya paksaan dari manapun dan dibuat rangkap 2 (dua) yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk digunakan sebagaimana mestinya. PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA Ketua Kelompok/LK Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota... Meterai Rp NIP...

122 Format-5 Paket Bansos Usaha Produktif... BERITA ACARA SERAH TERIMA PENGELOLAAN PAKET BANTUAN SOSIAL USAHA PRODUKTIF Nomor :.. Tanggal :.. Pada hari ini tanggal.bulan..tahun kami yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Jabatan : Pejabat Pembuat Komitmen...pada Badan/Kantor/Dinas Kabupaten/Kota. Alamat :, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KESATU atau yang Menyerahkan Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif. Nama :.., untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA atau yang Menerima dan Mengelola Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif. Dengan ini menyatakan bahwa PIHAK KESATU telah menyerahkan Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif dengan baik berupa: Paket Bansos Usaha Produktif : Rp. (dalam tulisan) Lokasi berada di Desa/Kelurahan Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi : : : : Selanjutnya PIHAK KESATU menyerahkan Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif untuk dilakukan pengelolaan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima paket bantuan tersebut di atas dalam keadaan baik dan lengkap untuk dikelola dan dimanfaatkan sesuai peruntukannya serta menyatakan sanggup melakukan pengembangan paket bantuan sosial untuk usaha produktif tersebut. Demikian Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Paket Bantuan Sosial Usaha Produktif ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. PIHAK KESATU Yang Menyerahkan, Pejabat Pembuat Komitmen PIHAK KEDUA Yang Menerima dan Mengelola, Meterai Rp Kelompok/LK

123 Format-6 SURAT PERNYATAAN Pada hari ini tanggal.bulan..tahun yang bertandatangan dibawah ini: Nama : atau selaku ketua kelompok/lk...desa/kampung...kecamatan......kabupaten/kota... Alamat :... Dengan ini menyatakan bahwa Saya akan memanfaatkan Paket Bantuan Sosial untuk Usaha Produktif Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan sesuai dengan RUK/RUB yang telah Saya diajukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kabupaten/Kota... Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan dari pihak manapun, dan apabila dikemudian hari Surat Pernyataan ini terbukti tidak benar, maka Saya bersedia mengembalikan seluruh dana yang diterima dan dimintai pertanggungjawaban di muka pengadilan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku...., Yang Membuat Pernyataan, Meterai Rp Ketua Kelompok/LK

124

125 LOKASI PELAKSANA KEGIATAN DESA MANDIRI PANGAN TAHUN 2006 S/D 2013 TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHAP PERSIAPAN TAHAP PENUMBUHAN TAHAP PENGEMBANGAN TAHAP KEMANDIRIAN GKP : 250 Ds, 122 kab 250 ds.lama, 122 kab 250 ds lama, 122 kab 250 ds lama, 122 kab 122 Ds Inti, 363 Ds replikasi, 128 Ds proses kemandirian Tota, 250 Desa, TAHAP PERSIAPAN TAHAP PENUMBUHAN TAHAP PENGEMBANGAN TAHAP KEMANDIRIAN GKP 122 kab 32 prov Ds baru, 58 kab baru 354 ds lama, 180 kab 354 ds lama, 180 kab 354 ds lama, 180 kab Ds baru, 122 kab lama T : 354 desa, 180 kab Total : 604 desa, TAHAP PENUMBUHAN TAHAP PENGEMBANGAN 221d 180 kab, desa lama,201 kab lama,201 kab prov TAHAP PERSIAPAN 41 ds baru,21 kab baru 180 ds baru,180 kab lama T : 221 desa, 201 kab Total : 825 desa, 201 kab, 32 prov TAHAP PERSIAPAN 148 ds baru, 74 kab baru 211 ds baru, 201 kab lama T : 359 desa, 275 kab Total : 1184 desa, 275 kab, 33 prov TAHAP PENUMBUHAN 359 ds lama,275 kab GKP : 123 Ds Inti 369 replikasi 5 ds proses Kemandirian 69 inti 207 replikasi 285 proses kemandirian TAHAP KEMANDIRIAN 221ds lama, 201 kab TAHAP PENGEMBANGAN 359 ds lama,275 kab TAHAP PERSIAPAN TAHAP PENUMBUHAN 214 ds baru, 106 kab baru 363 desa replikasi 252 ds baru, 205 kab lama 466 desa reguler 363 ds replikasi,110 kab lama T : 829 desa, 381 kab T: 829 desa, 381 kab, Total : desa, 381 kab, 33 prov T: desa TAHAP PERSIAPAN 36 ds baru, 18 kab baru 226 ds baru, 225 kab lama 576 Ds replikasi 110 kab T: 838 ds, 399 kab GKP III: 122 Ds Inti, 363 Ds Replikasi GKP II: 192 Ds Inti, 576 ds Replikasi GKP I: 55 Ds Inti, 165 Ds Replikasi TAHAP KEMANDIRIAN 359 ds lama, 275 kab TAHAP PENGEMBANGAN 363 desa replikasi 466 desa reguler T: 829 desa, 381 kab TAHAP PENUMBUHAN 36 ds baru, 18 kab baru 226 ds baru, 225 kab lama 576 Ds replikasi 110 kab T: 838 ds, 399 kab Total : destahap PERSIAPAN 399 Kab, 33 prov 22 ds baru, 11 kab baru 407 ds baru, kab lama T: 429 ds, kab T: desa Total : desa, 410 Kab, 33 prov T: desa EXIT STRATEGY 359 ds lama, 275 kab TAHAP KEMANDIRIAN 466 desa reguler TAHAP PENGEMBANGAN 262 ds baru, 225 kab lam TAHAP PENUMBUHAN 429 desa, 243 kab 0 Total: desa, 410 ka 33 provinsi

126 TAHAPAN DALAM PENGUATAN GAPOKTAN PELAKSANA KEGIATAN PENGUATAN-LDPM FORMAT-1 No Tahap Penumbuhan Dukungan APBN untuk Pembinaan di tingkat : Pusat Provinsi (Tim Pembina) Kabupaten/Kota (Tim Teknis) Pendamping Pemberian Bansos untuk: 1. Unit Pengelola Cadangan pangan 2. Unit usaha distribusi/ pemasaran/ pengolahan 1. Kegiatan Pembangunan /renovasi gudang 2. Kegiatan Pengadaan gabah/beras jagung, pangan pokok lokal spesifik lainnya. 1. Kegiatan Pembelian gabah/beras/ jagung petani 2. Penjualan Tahap Pengembangan Dukungan APBN dan APBD untuk Pembinaan Lanjutan di tingkat: Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Pendamping Pemberian tambahan Bansos untuk: Keterangan : Huruf miring : dukungan APBD dan masyarakat Huruf tebal : dukungan APBN Tahap Kemandirian Dukungan APBN dan APBD untuk Pembinaan lanjutan di tingkat: Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Pendamping Tanpa Bansos Pemeliharaan lanjutan untuk gudang dapat dilakukan melalui APBD atau swadaya Tersedianya cadangan pangan setiap saat, secara mandiri dan berkelanjutan Kegiatan pemeliharaan lanjutan untuk gudang dapat dilakukan melalui APBD atau swadaya Kegiatan Pemupukan volume cadangan pangan dari anggota Penambahan volume cadangan pangan (jika diperlukan) Kegiatan peningkatan jejaringan pemasaran di luar wilayah Gapoktan/desa/ kecamatan/kabupa ten/ provinsi Peningkatan volume pembelianpenjualan sehingga Modal usaha tahun I meningkat Peningkatan volume pembelianpenjualan dengan dana Bansos tahun II Berkembangnya pemasaran Berkembangnya volume pembelianpenjualan secara mandiri dan berlanjut Modal usaha meningkat lebih besar dari dana bansos yang diterima

127 FORMAT-2 STRUKTUR PENGURUS GAPOKTAN... KEGIATAN PENGUATAN-LDPM TAHUN... Bansos Ketua Gapoktan Sekretaris Tim Pengawas Bendahara Unit Usaha Saprodi Unit Usaha Alsintan Unit Usaha Distribusi/Pemasaran/ Pengolahan Unit Usaha Pengelola Cadangan Pangan Unit Usaha Penerima Dana Bansos Kegiatan Penguatan-LDPM Keterangan : Alur masuk Dana Bantuan Sosial Kegiatan Penguatan-LDPM Unit Usaha Penerima Dana Bantuan Sosial Kegiatan Penguatan- LDPM *) Untuk Gapoktan Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan dan Tahap Kemandirian wajib untuk melampirkan Foto dan Fotokopi KTP dari masingmasing pengurus

128 CONTOH SURAT HIBAH (Surat hibah ini dapat disesuaikan dengan kondisi di daerah) FORMAT-3 NOTARIS NAMA NOTARIS SK MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR : TANGGAL : NOMOR : SURAT HIBAH TANGGAL : PENGHADAP : Alamat Kantor SURAT HIBAH Kami yang bertandatangan dibawah ini:... I. (Nama)., pekerjaan..., lahir di... pada tanggal..., warga Negara..., bertempat tinggal di.., Pemegang Kartu Penduduk Nomor: PIHAK PERTAMA II. (Nama), pekerjaan..., lahir di...pada tanggal..., warga Negara..., bertempat tinggal di, Pemegang Kartu Penduduk Nomor: Dalam hal 65

129 ini bertindak selaku ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), berkedudukan di.. dengan Akta Nomor, tertanggal, yang dibuat dihadapan Notaris... (Nama Notaris) di PIHAK KEDUA Pihak Pertama menerangkan dengan ini menghibahkan dan menyerahkan secara cuma-cuma kepada Pihak Kedua yang menerangkan dengan ini menerima penghibahan dan penyerahan secara cuma-cuma tersebut dari para Pihak Pertama, atas: Hak-hak yang telah dan yang dapat dipunyai oleh Pihak Pertama atas sebagian dari sebidang tanah/gudang/bangunan*) seluas lebih kurang..m² (Tulis dengan huruf) yang terletak di (sebutkan lokasi dimana berada) yaitu tanah/gudang/bangunan*) yang dimaksud di dalam (sebut bentuk surat kepemilikan tanah/gudang/bangunan), yang diketahui oleh (sebutkan jabatan/pekerjaan dari pejabat yang mengeluarkan surat). Selanjutnya para pihak menerangkan bahwa penghibahan dan penyerahan secara cuma-cuma tersebut dilakukan dengan syarat-syarat dan ketentuanketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Apa yang dihibahkan dan diserahkan dengan surat ini pada hari ini berpindah ke tangan dan dengan demikian menjadi milik dan kepunyaan Pihak Kedua, dan terhitung mulai hari ini, semua keuntungan dan/atau kerugiannya menjadi keuntungan dan/atau kerugian Pihak Kedua. Pasal 2 Pihak Kedua menerima apa yang dihibahkan dan diserahkan dengan surat ini sesuai yang diterima pada kondisi hari ini, dan mengenai hal ini Pihak Kedua, tidak akan mengajukan tuntutan berupa apapun juga kepada Pihak Pertama terhadap kondisi yang telah dihibahkan tersebut. Pasal 3 Pihak Pertama menjamin dan menanggung untuk sekarang dan kemudian bahwa Pihak Kedua tidak akan mendapat gangguan atau gugatan berupa apapun juga dari pihak lain yang menyatakan telah mempunyai/memiliki hak terlebih dahulu atau turut mempunyai/memiliki hak atas apa yang dihibahkan tersebut tidak tersangkut dengan sesuatu perkara dan bebas dari segala macam sitaan dan agunan. Pasal 4 Pihak Pertama telah menyerahkan tanah/gudang/bangunan*) tersebut kepada Pihak Kedua sesuai dengan kondisi yang diserahkan pada hari ini, dan tidak dimiliki oleh seorangpun juga. Pasal 5 Pihak Pertama menerangkan dengan ini: a. Melepaskan segala hak dan wewenangnya berkenaan dengan tanah/gudang/bangunan*) tersebut; 66

130 b. Memberi kesempatan dan hak utama untuk memindahkannya kepada orang lain, kuasa mana tidak dapat dicabut atau dibatalkan dan juga tidak akan berakhir meskipun Pihak Pertama meninggal dunia, yaitu: Untuk memohon kepada Yang Berwenang sesuatu hak atas tanah/gudang/bangunan*) tersebut sesuai dengan Peraturan yang berlaku dan menerima balik nama tanah/gudang/bangunan*) tersebut atas nama Pihak Kedua. Untuk keperluan tersebut membuat dan menandatangani surat-surat lainnya, menghadap dimana perlu, memberikan keterangan-keterangan dan laporan, dan seterusnya melakukan segala macam perbuatan yang perlu dan berguna untuk hal-hal tersebut. Pasal 6 Mengenai hibah ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak memilih tempat tinggal yang tetap dan umum di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di (.sebutkan lokasinya) Demikian surat hibah ini kami buat dan diterima dengan sebenarnya dan sekaligus sebagai bukti sah agar dapat dipakai/dipergunakan dimana perlu PIHAK PERTAMA Materai Nama Jelas Keterangan : *) pilih salah satu ttd (tempat)..., (Tanggal) PIHAK KEDUA ttd Nama Jelas 67

131 FORMAT-4 MEKANISME SELEKSI CALON GAPOKTAN DAN CALON PENDAMPING Keterangan : 1. Provinsi menugaskan kabupaten/kota menginventarisasi dan mengindentifikasi calon-calon Gapoktan dan calon Pendamping yang ada di wilayahnya; 2. Kabupaten/kota menugaskan Tim Teknis kabupaten/kota untuk seleksi calon Gapoktan dan Pendamping; 3. Tim Teknis kabupaten/kota membuat long list sampai dengan short list dari hasil seleksi calon Gapoktan dan calon Pendamping; 4. Tim Teknis kabupaten/kota melaporkan hasil short list calon Gapoktan dan Pendamping; 5. Kabupaten/kota mengusulkan short list calon Gapoktan dan Pendamping untuk dilakukan verifikasi oleh provinsi; 6. Provinsi menugaskan Tim Pembina untuk melakukan verifikasi terhadap usulan dari kabupaten/kota; 7. Tim Pembina provinsi melakukan verifikasi terhadap calon-calon Gapoktan dan Pendamping yang diusulkan oleh kabupaten/kota; 8. Tim Pembina melaporkan hasil verifikasi dan mengusulkan calon Gapoktan penerima Bansos dan calon Pendamping; 9. Selanjutnya, Kepala Badan/Dinas/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi menetapkan Gapoktan dan Pendamping pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM. 68

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013 PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan

Lebih terperinci

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 09/Permentan/OT.140/1/2014 TANGGAL : 27 Januari 2014 PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014 BAB I

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga bermanfaat. Kepala Badan Ketahanan Pangan. Achmad Suryana. P a n d u a n T e k n i s P 2 K P t a h u n

KATA PENGANTAR. Semoga bermanfaat. Kepala Badan Ketahanan Pangan. Achmad Suryana. P a n d u a n T e k n i s P 2 K P t a h u n KATA PENGANTAR Diversifikasi pangan merupakan salah satu cara adaptasi yang efektif untuk mengurangi resiko produksi akibat perubahan iklim dan kondusif dalam mendukung perkembangan industri pengolahan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

5 / 7

5 / 7 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2.1 Pola Konsumsi Pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2010). Pola

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 01.a TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA PROBOLINGGO DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BUPATI BANJARNEGARA PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PETUNUJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/KPTS/KN.210/K/02/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/KPTS/KN.210/K/02/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/KPTS/KN.210/K/02/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN MELALUI DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS PANGAN LOKAL (ENBAL) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH Ungaran, Januari 2017 ASPEK KONSUMSI PANGAN DALAM UU NO 18/2012 Pasal 60 (1) Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Penyataan ini ditetapkan oleh 2 (dua) deklarasi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA DRAF FINAL+MASUKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEGIATAN PRIORITAS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN

KEGIATAN PRIORITAS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEGIATAN PRIORITAS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN PERCEPATAN PENGANEKA- RAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) PENGEMBANGAN KONSUMSI PANGAN KEGIATAN PRIORITAS PENGANEKARAGMA N KONSUMSI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2017 KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Kebijakan Strategis. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.274, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/Permentan/OT.140/3/2012 TENTANG PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 25/Permentan/OT.140/2/2010

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 25/Permentan/OT.140/2/2010 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 25/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN REVISI RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN 2015-2019 PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN JAKARTA 2015 Renstra Pusat Pusat PKKP 2015-2019

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Pembangunan ketahanan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi penduduk merupakan salah satu urusan wajib pemerintah. Hal ini memberikan landasan dan peluang kepada daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam.berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa meningkatnya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pencapaian indikator kinerja antara lain:

Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pencapaian indikator kinerja antara lain: RINGKASAN EKSEKUTIF Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 dan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan, maka Pusat Penganekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 55,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa meningkatnya

Lebih terperinci

UPAYA OPTIMALISASI PANGAN BERBASIS TEPUNG NONBERAS SEBAGAI PENGEMBANGAN UMKM KABUPATEN CILACAP

UPAYA OPTIMALISASI PANGAN BERBASIS TEPUNG NONBERAS SEBAGAI PENGEMBANGAN UMKM KABUPATEN CILACAP UPAYA OPTIMALISASI PANGAN BERBASIS TEPUNG NONBERAS SEBAGAI PENGEMBANGAN UMKM KABUPATEN CILACAP oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Produk UMKM di Kabupaten Cilacap Alangkah menyedihkan, menjadi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dimulai pada tahun 2010 kementerian

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci