POLA KEMITRAAN DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PEMASARAN KOPI RAKYAT (Studi Kasus di Kabupaten Malang, Jawa Timur)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA KEMITRAAN DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PEMASARAN KOPI RAKYAT (Studi Kasus di Kabupaten Malang, Jawa Timur)"

Transkripsi

1 POLA KEMITRAAN DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PEMASARAN KOPI RAKYAT Ade Supriatna dan Bambang Dradjat 1 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.10 Bogor 2 Lembaga Riset Perkebunan Nusantara, Jl. Salak No.1, Bogor Jawa Barat ABSTRACT The objectives of study were to analyze the impact of the marketing partnership to marketing efficiency: ( a) to describe the marketing channels, ( b) practice of marketing and (c) to analyze the marketing efficiency. Results showed that marketing partnership can improve the quality of copy and the efficiency of marketing. The copy price of SL-PHT farmer increased as much 13.1 percent gratuity, that is from Rp.8,550,- (traditional channels) to Rp.9,670,- (partnership channel). The other benefits of the marketing partnership were the performance of farmer group grown better including extension activity, generating capital of farmer groups and agro industry of coffee processing in household scale. The key factors required in this case were the improvement of coffee quality in the marketing partnership has to be followed by the provision of quality incentive, simplification of marketing channel and the existence of mediation by marketing institution like PUSKUD in East Java. The partnership of marketing become example to be applied to other area of coffee production. Key words : coffee bean, partnership, marketing efficiency ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2005 di Kabupaten Malang sebagai sentra produksi kopi Jawa Timur dan lokasi peserta SL-PHT yang melakukan kemitraan pemasaran. Bertujuan untuk mengetahui keberhasilan kemitraan dalam meningkatkan efisiensi pemasaran: ( a) menggambarkan saluran pemasaran, ( b) praktek pemasaran dan (c) menganalisis efisiensi pemasaran. Hasil menunjukkan, bahwa kemitraan pemasaran mampu meningkatkan kualitas kopi dan juga efisiensi pemasaran. Harga jual petani SL-PHT peserta kemitraan meningkat sebanyak 13,1 persen, yaitu dari Rp 8.550,- (saluran tradisional) menjadi Rp 9.670,- (saluran kemitraan). Manfaat lain dari kemitraan terutama kinerja kelompok tani menjadi lebih baik mencakup kegiatan penyuluhan, penyediaan modal kelompok dan terbentuknya agroindustri pengolahan kopi skala rumah tangga. Faktor kunci keberhasilan adalah peningkatan mutu kopi dalam kemitraan harus dibarengi dengan pemberian insentif mutu, penyederhanaan saluran pemasaran, dan perlu adanya fungsi mediasi lembaga pemasaran seperti PUSKUD Jawa Timur. Kasus kemitraan pemasaran kopi dapat dijadikan contoh untuk disebarluaskan ke daerah produsen kopi lainnya. Kata kunci : kopi biji, kemitraan, efisiensi pemasaran 293

2 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat PENDAHULUAN Kopi merupakan mata dagangan komoditas perkebunan yang cukup penting sebagai sumber devisa nonmigas. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2004 volume ekspor komoditas kopi mencapai 339,88 ribu ton dengan nilai US $ 283,33 juta. Nilai ekspor tersebut memberikan andil yang cukup besar dalam perolehan devisa negara dari sektor nonmigas dan berperanan penting dalam stabilitas ekonomi makro. Kontribusi nilai ekspor kopi terhadap total nilai ekspor komoditas pertanian 11,35 persen (Food and Agriculture Organization, 2005). Jawa Timur merupakan salah satu daerah produsen kopi di Indonesia. Luas areal kopi perkebunan rakyat di Jatim pada tahun 2003 mencapai 55 persen dari areal total di Jatim yang luasnya mencapai hektar. Luas areal kopi rakyat di Jatim dalam periode mengalami peningkatan sebesar 1,99 persen/tahun yang diikuti oleh peningkatan produksinya sebesar 3,46 persen/tahun (Disbun Provinsi Jatim, 2004). Selain terpengaruh oleh tataran persetujuan multilateral, perkopian Indonesia juga tidak terisolasi dari krisis perkopian yang terjadi saat ini, dimana harga kopi menurun drastis dan pasokan kopi di pasar dunia melonjak tajam. Menurut Renton (2003) dalam Hutabarat (2004) bahwa, penyebab utama jatuhnya harga kopi adalah perubahan struktur pasar, tidak adanya keseimbangan pasar antara volume yang diproduksi dan yang dikonsumsi, petani tidak memiliki modal sementara para pengolah akhir (roaster) mengambil keuntungan berlimpah dan rendahnya mutu kopi. Dalam konteks pasar seperti ini, kopi Indonesia harus bersaing ketat dengan sesama negara produsen kopi. Secara empirik, kemampuan bersaing suatu sistem agribisnis pada dasarnya ditunjukkan oleh kemampuan dalam memproduksi dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen (Saragih, 1994 dalam Irawan 2006). Dengan kata lain, sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi, adalah sistem agribisnis yang fleksibel atau mampu merespon setiap perubahan pasar secara efektif dan efisien. Kopi biji, seperti halnya komoditas perkebunan lainnya, pada tataran petani di perkebunan rakyat secara umum dihadapkan pada masalah mutu (Priyambodo, 1987; Buana et al., 1990; dan Susila et al., 1995). Suatu negara akan mampu mengekspor produk ke negara lain apabila negara yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi. Keunggulan komparatif tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja tetapi dapat pula diciptakan (Anggarwati dan Agmon,1990 dalam Susilowati, 2003) Upaya pengembangan agribisnis pertanian, dapat ditempuh melalui pola kerja sama (kemitraan) antara pelaku agribisnis dengan petani. Dua alasan bahwa kemitraan merupakan program dibutuhkan, yaitu pertama adanya tuntutan masyarakat dalam meredistribusikan peluang usaha, aset produksi dan manfaat kepada para petani dan kedua adanya tantangan global dalam melakukan usaha perkebunan termasuk merebut industri hilir yang menguasai marjin terbesar dan 294

3 merebut industri input produksi yang membebani para petani maupun perusahaan perkebunan (Fajar, 2006). Untuk perbaikan mutu, sudah diintroduksikan metode Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL -PHT) ke petani kopi di Jawa Timur yang dilaksanakan selama enam tahun ( ), tersebar di 17 Kabupaten dan dihasilkan petani SL-PHT (Disbun Provinsi Jatim, 2004). Disamping itu, upaya perbaikan pemasaran difasilitasi oleh Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) melalui kemitraan dengan eksportir yang dirintis mulai tahun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemitraan pemasaran tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemasaran. Membandingkan sistem pemasaran tradisional yang sudah berjalan dengan pemasaran kemitraan yang dibentuk dalam aspek: (1) saluran pemasaran, (2) praktek pemasaran, dan (3) efisiensi pemasaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran-pemikiran inovatif yang dapat menjadi masukan berharga bagi pengambil kebijakan dalam memacu peningkatan mutu dan penerapan kemitraan dalam rangka peningkatan efisiensi pemasaran kopi biji. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan tahun 2005 di Kabupaten Malang sebagai sentra produksi kopi Jawa Timur dan lokasi peserta SL-PHT yang melakukan kemitraan pemasaran dengan menggunakan metode survei. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung terhadap 15 petani, 5 pedagang, 2 pengolah hasil dan 3 eksportir. Data sekunder dikumpulkan dari dinas/instansi terkait dengan kebijakan pengembangan kopi meliputi dinas perkebunan, BPS, PUSKUD dan laporan lembaga penelitian. Data dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif meliputi saluran pemasaran, praktek pemasaran dan efisiensi pemasaran. Praktek pemasaran menitikberatkan pada cara transaksi pertukaran kopi. Sedangkan efisiensi pemasaran akan dilihat seberapa jauh sebaran marjin pemasaran kopi mulai dari level petani hingga eksportir. Total marjin pemasaran kopi merupakan perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga jual eksportir. Marjin pemasaran kopi (Limbang dan Sitorus, 1985). dimana: Mm Pe Pf Mm = Pe Pf = Marjin pemasaran di tingkat petani = Harga di tingkat pedagang/eksportir = Harga di tingkat petani Marjin pada setiap tingkat pedagang perantara dapat dihitung melalui selisih antara harga jual dengan harga beli. Dalam bentuk matematika sederhana dirumuskan: 295

4 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat dimana: Mm Ps Pb Mm = Ps Pb = Marjin pemasaran pada setiap tingkat lembaga pemasaran = Harga jual pada setiap pedagang = Harga beli pada setiap pedagang Karena dalam marjin pemasaran terdapat dua komponen, yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan lembaga pemasaran, maka: dimana: Mm = c + Pe Pf = c + Pf = Pe c - c = Biaya pemasaran = Keuntungan pedagang/eksportir HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran Pemasaran Kopi Saluran pemasaran kopi di tingkat petani dibedakan antara saluran pemasaran umum/tradisional dan saluran pemasaran kemitraan. Saluran tradisional merupakan saluran yang sudah lama berjalan dengan bentuk penjualan kopi biji asalan, hasil olah kering yang dihasilkan petani Non-SL-PHT. Sedangkan saluran kemitraan merupakan saluran pemasaran baru bentuk kerja sama antara eksportir dengan petani SL-PHT yang difasilitasi oleh PUSKUD. Dimana petani menjual hasil ke PUSKUD dalam bentuk gelondongan basah. Saluran Tradisional. Pada saluran ini, pelaku pasar terdiri atas petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar di Pasar Dampit dan eksportir. Situasi pasar di tingkat petani, ditandai dengan relatif banyaknya penjual (petani) dan pembeli (pedagang) dengan struktur pasar bersifat monopsoni atau oligopsoni. Pasar demikian terjadi akibat kurangnya kompetisi di antara pedagang (meskipun jumlahnya banyak) karena dalam kegiatannya pedagang tersebut dikendalikan oleh beberapa pedagang tertentu meskipun keadaan pasar tampaknya bersaing sempurna. Kondisi pasar demikian kurang menguntungkan bagi para petani karena harga yang diterima petani akan dikendalikan oleh para pedagang yang memiliki kekuatan monopsoni. Petani cenderung menerima harga yang rendah akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungan (Azzaino, 1984 dan Sudaryanto et al., 1993 dalam Irawan, 2006). 296

5 Eksportir Pedagang besar/ Pasar Dampit Pedagang Pengumpul Petani Petani Petani Gambar 1. Saluran Pemasaran Kopi Pola Tradisional Dalam saluran tradisional, petani menjual kopi dalam bentuk biji asalan ke pedagang pengumpul. Dari pengumpul kopi dijual ke pedagang besar di pasar Dampit. Selanjutnya dari pedagang besar, kopi dijual ke eksportir. Dalam keadaan tertentu, terutama apabila ada keperluan ke pasar Dampit, beberapa petani menjual kopi langsung ke pedagang besar tetapi jumlahnya sedikit. Petani dan pengumpul tidak akses menjual langsung kopi ke eksportir karena eksportir tidak mau menerima dengan alasan volume penjualan mereka masih kecil dan kualitas biji beragam sehingga diperlukan curahan waktu untuk proses penanganan hasil yang sudah biasa dikerjakan oleh pedagang besar (Gambar 1). Pada saluran tradisional, petani menjual kopi dalam bentuk biji asalan (kadar air 14 persen) dan umumnya bermutu rendah. Biji kopi berasal dari buah yang tingkat kematangannya tidak seragam dan kadang-kadang memasukkan biji jatuhan baik yang karena matang maupun gangguan hama penyakit tanaman (HPT). Prosesing hasil dikerjakan sendiri dengan metode olah kering mencakup pelepasan kulit kopi dengan alat knesher, pengeringan menggunakan sinar matahari selama 5 sampai 7 hari, dan penggilingan/pemolesan menggunakan huller untuk melepaskan kulit ari. Frekuensi penjualan petani antara 3 sampai 5 kali dalam satu musim panen. 297

6 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat Saluran Kemitraan. Merupakan saluran baru hasil kemitraan antara petani SL-PHT dengan eksportir dengan tujuan Perancis. Kemitraan ini difasilitasi oleh dinas perkebunan provinsi, Puslit Kopi dan Kakao Jember, dan PUSKUD Jatim. Pembelian kopi petani dalam bentuk kopi olah basah ( Robusta Wet Processing = RWP) mutu ekspor dengan wilayah pembelian meliputi petani SL- PHT di Kecamatan Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing, dan sekitarnya. Kopi RWP adalah kopi dalam bentuk gelondongan basah merah yang setelah dipetik pada hari yang sama langsung dikirim ke pabrik untuk diolah. Ada dua kelompok RWP, yaitu: RWP I merupakan kopi gelondongan basah merah, seragam dan sehat dengan komposisi persen biji besar dan persen medium yang dipetik pada petikan ketiga; dan RWP II merupakan kopi gelondongan basah merah yang dipanen pada panenan pertama, kedua (panen awal) atau keempat (panen akhir). Harga beli ditetapkan secara musyawarah dan dituangkan dalam MOU atau perjanjian kerja sama kemitraan pemasaran Pada saluran kemitraan, pelaku pasar terdiri atas petani SL-PHT, PUSKUD, dan eksportir. Petani menjual kopi dalam bentuk gelondongan basah ke PUSKUD. PUSKUD mengolah gelondongan basah dengan metode olah basah untuk menghasilkan biji kopi berkualitas sesuai permintaan eksportir. Selanjutnya kopi yang dihasilkan dikemas dan dikirimkan ke eksportir (Gambar 2). Eksportir PUSKUD Petani SL-PHT Petani SL-PHT Petani SL-PHT Gambar 2. Saluran Pemasaran Kopi Pola Kemitraan Melalui pola kemitraan ini, banyak manfaat diperoleh terutama dalam upaya perbaikan mutu kopi, antara lain petani dituntut melaksanakan budidaya tanaman kopi secara ramah lingkungan melalui penerapan prinsip-prinsip PHT, 298

7 menerapkan cara dan waktu panen yang benar (bentuk gelondongan basah RWP 1 dan RWP 2) dan pengolahan buah kopi dengan metode olah basah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hutabarat (2004) bahwa sebagian besar kopi yang mengalami penurunan harga yang sangat drastis adalah jenis-jenis yang bermutu rendah, sementara konsumen menginginkan jenis-jenis produk yang bermutu tinggi. Kopi bermutu baik yang diinginkan konsumen tadi pasti berasal dari bahan baku kopi yang juga bermutu baik. Jadi, disini faktor cara panen dan teknologi pengolahan hasil sangat berpengaruh pada kinerja perdagangan dan pasar kopi secara umum. Disamping itu, petani mendapat kepastian bahwa produknya dapat dijual dengan harga beli yang ditetapkan secara musyawarah antara petani dengan eksportir (MOU). Mereka tidak menghadapi resiko akibat struktur pasar monopsoni seperti pada saluran tradisional. Saluran Pemasaran Kopi Saluran Tradisional. Harga kopi di tingkat petani mengacu pada harga yang ditentukan oleh eksportir dengan demikian eksportir merupakan pasar acuan (refference market). Dengan mengacu pada harga kopi dunia, eksportir kemudian memposisikan diri terhadap pedagang besar sebagai penentu harga dan mutu dalam pembelian kopi. Selanjutnya harga pembelian ditentukan oleh pedagangpedagang di bawahnya secara bervariasi sampai ke harga di tingkat petani. Tinggi rendahnya harga ditentukan berdasarkan kadar air, besar kecilnya biji, kandungan kotoran, keutuhan biji, dan bau/aroma. Petani (produsen kopi). Sebelum penjualan, petani terlebih dulu mencari informasi harga dari pasar Dampit dan atau petani lain yang sudah menjual. Kisaran harga jual petani ke pedagang pengumpul Rp 8.000,- sampai Rp10.500,- per kilogram biji asalan. Cara penjualan, yaitu barang diterima di tempat pedagang dengan ongkos muat dan transportasi pengiriman ditanggung petani, sedangkan biaya bongkar ditanggung pembeli. Pembayaran dilakukan secara tunai atau paling lambat sekitar 1 sampai 2 hari setelah transaksi. Dorongan petani untuk memilih pembeli, baik pedagang pengumpul maupun pedagang besar, tidak semata-mata alasan harga beli yang ditawarkan lebih tinggi tetapi ada alasan-alasan lain yang mengikat, terutama adanya ikatan pinjaman dengan pedagang baik berupa pinjaman pupuk ataupun kebutuhan sehari-hari sehingga secara tidak langsung petani harus menjual kopi ke pihak mereka. Pemberian pinjaman merupakan usaha untuk membina relasi atau langganan dalam perdagangan sehingga pasokan barang lebih terjamin. Pola pelangganan merupakan keberadaan pemberi pinjaman, disatu sisi membatasi kebebasan petani dalam memilih pembeli yang lebih menguntungkan tetapi dari sisi lain mereka dapat membantu kekurangan modal ditengah-tengah lemahnya aksesibilitas petani kepada lembaga permodalan formal strategi yang sangat sesuai menghadapi berbagai kelemahan kelembagaan pasar (Syahyuti, 2007). 299

8 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat Pemberian pinjaman juga dilakukan oleh pedagang besar ke pengumpul dan eksportir ke pedagang besar. Pedagang Pengumpul. Pengumpul memperoleh bahan baku kopi berasal dari petani dan juga dari kebun sendiri. Lama masa berdagang kopi antara 3 sampai 4 bulan per tahun dan volume kopi yang diperdagangkan antara 3 sampai 25 ton per bulan. Cara pembelian yaitu barang diterima di tempat pedagang, ongkos muat dan pengiriman barang ditanggung petani sedangkan ongkos bongkar ditanggung pedagang. Karung bekas wadah kopi dikembalikan ke petani. Pembayaran ke petani dilakukan secara tunai tetapi apabila tidak ada uang petani harus menunggu sampai barang laku dijual sekitar 1 sampai 2 hari. Pedagang pengumpul tidak melakukan penanganan hasil melainkan hanya pencampuran biji kopi hasil pembelian dari beberapa petani. Selanjutnya pada hari yang sama atau paling lambat 2 hari pengumpul mengirim kopi ke pedagang besar di Pasar Dampit. Pengumpul melakukan negoisasi harga ke pedagang besar melalui telepon atau pengiriman contoh barang. Pengiriman kopi pada umumnya menggunakan kendaraan umum atau ojek. Pedagang Besar. Pada musim panen kopi, sumber pembelian kopi pedagang besar paling banyak (90 persen) berasal dari pedagang pengumpul dan sisanya (10 persen) dari petani langsung. Pada waktu stok barang dari kabupaten Malang sudah menipis, pedagang besar juga melakukan pembelian kopi dari pedagang luar Kabupaten Malang. Harga kopi dari luar Kabupaten Malang umumnya lebih murah karena kualitasnya lebih jelek terutama kandungan/kadar airnya tinggi dan kematangan tidak seragam. Besar volume perdagangan antara 150 ton sampai 180 ton per bulan. Harga beli pedagang besar ditetapkan berdasarkan tawar menawar dan umumnya memberikan harga lebih tinggi sekitar Rp 50,- sampai Rp 200,- per kilogram dari harga petani. Cara transaksi pembelian, barang diterima di pedagang besar, sehingga ongkos muat dan pengiriman ditanggung pedagang pengumpul sedangkan pedagang besar hanya mengeluarkan ongkos bongkar. Karung kemasan dikembalikan ke pedagang pengumpul dan pembayaran dilakukan secara tunai. Di tingkat pedagang besar, dilakukan penanganan hasil berupa pencampuran biji hasil pembelian dan sortasi ukuran sesuai permintaan pasar. Pada umumnya sortasi ukuran biji menghasilkan dua kelompok ukuran yaitu biji besar (20%) dan sisanya (80%) merupakan campuran antara medium dan kecil. Perbedaan harga jual antara biji besar dan campuran sekitar Rp 500,- per kilogram. Selama proses penanganan hasil, terjadi penyusutan sebanyak 0,5 persen. Pengemasan biji kopi menggunakan karung berkapasitas 90 kilogram per karung selanjutnya biji kopi sudah siap dijual ke eksportir. Eksportir. Eksportir memperoleh biji kopi dari pedagang besar Kabupaten Malang, dan pada keadaan tertentu, ekpsortir juga melakukan pembelian kopi dari luar wilayah seperti dari Medan, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan lainnya. Pembelian kopi dari luar dilakukan apabila suplai kopi dari Malang sudah sedikit dan digunakan sebagai bahan campuran. Selain itu, kopi Vietnam yang harganya jauh lebih murah juga sudah masuk ke wilayah Malang. 300

9 Volume pembelian eksportir antara ton sampai ton biji kopi per bulan. Dalam pembelian negoisasi harga dilakukan melalui telepon dan atau pengiriman contoh barang. Cara pembelian barang diterima di eksportir sehingga biaya muat dan pengiriman ditanggung pedagang besar. Pembayaran dilakukan antara 2 sampai 3 hari setelah penimbangan secara tunai atau melalui rekening Bank. Di tingkat eksportir, dilakukan penanganan hasil lebih intensif berupa pengeringan biji menggunakan sinar matahari dan alat oven sampai kadar air antara persen, pemolesan (huller) menggunakan alat mesin, sortasi ukuran biji menggunakan mesin ayak sehingga diperoleh ukuran biji besar (6,5-7,0 ml), medium (5,5 ml) dan ukuran kecil (<5,5 ml). Selanjutnya dilakukan sortasi mutu secara manual untuk memisahkan biji pecah, hitam, bolong akibat PBKo dan biji coklat akibat panen muda. Standar mutu kopi mengikuti standar SLI. Selanjutnya biji kopi dikemas dalam karung berkapasitas sekitar 60 kg per karung, pemberian label dan siap untuk diekspor. Selama pengolahan, terjadi penyusutan berat sekitar 5,0 persen. Transaksi barang ke negara tujuan umumnya dilakukan melalui internet dan pengiriman contoh barang dan pengiriman barang dilakukan sampai pelabuhan Surabaya (FOB). Dalam penentuan harga dan mutu, para eksportir cenderung sebagai penerima harga dan mutu tanpa mampu melakukan tawar menawar. Saluran Kemitraan. Dalam kerja sama pemasaran antara petani SL-PHT dengan eksportir, pihak eksportir menerima pembelian kopi kering hasil olahan basah. Petani menjual kopi dalam bentuk gelondongan basah mutu RWP ke pabrik PUSKUD, kegiatan penimbangan dan pengiriman ke pabrik dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dan berasal dari pengurus kelompok tani. Selanjutnya gelondongan diolah secara basah di pabrik pengolah PUSKUD, setelah dikemas hasil olahannya siap dikirimkan ke eksportir. Penentuan harga jual kopi petani SL-PHT dan Non SL-PHT dilakukan dengan mekanisme pembelian oleh PUSKUD melalui pola kemitraan. Untuk mengurangi dampak negatif dari kekuatan monopsoni, pengaturan tentang hak dan kewajiban petani dan PUSKUD tertuang dalam MOU/perjanjian kerja sama kemitraan pemasaran kopi RWP antara CEO PUSKUD Jatim dengan ketua kelompok tani, sebagai berikut: 1. Kewajiban petani/kelompok tani a. Mengirim kopi gelondongan merah M 95 persen (95% merah dan 5% kuning) dan BS-3 (bersih, segar dan seragam) ke pabrik PUSKUD Jatim b. Menjual kopi mutu RWP ke pihak CEO PUSKUD c. Menerima pembayaran penjualan dari CEO PUSKUD melalui KUD/pabrik PUSKUD d. Membayar biaya proses pengolahan Rp1.300,- per kg ose e. Berhak menerima pinjaman pupuk dan biaya angkut dari PUSKUD ke eksportir 301

10 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat 2. Kewajiban CEO PUSKUD Jatim a. Menetapkan rendemen 23 persen mutu RWP b. Membeli kopi mutu RWP dengan ketentuan harga pasar Dampit ditambah harga premium (antara Rp 2000,- sampai Rp 2.420,- lebih tinggi dari harga di pasar Dampit) c. Melakukan pembayaran 2 sampai 3 hari setelah penetapan harga 3. Kewajiban KUD/pabrik PUSKUD a. Menerima gelondongan sesuai mutu yang sudah ditetapkan b. Melakukan penimbangan gelondongan di pabrik c. Melakukan pengolahan kopi di pabrik d. Tugas-tugas lain yang dianggap perlu dari CEO PUSKUD Dengan kemitraan, petani peserta memperoleh bantuan modal untuk pengadaan pupuk. Padahal sebelum kemitraan pengadaan pupuk tersebut merupakan masalah yang menyebabkan petani terjerumus kedalam pelepas uang atau pedagang. Kemitraan pemasaran pada awalnya diterapkan hanya untuk petani SL- PHT tetapi pada perkembangannya sekarang diikuti juga oleh petani Non SL-PHT yang dapat memenuhi gelondongan mutu RWP M 95 persen dan BS-3 serta pelaksanaannya dibawah koordinasi ketua kelompok tani yang ditunjuk. Kemitraan pemasaran dimulai tahun 2003 dan realisasi pembelian dimulai pada tahun 2004, yaitu sebanyak 1 kontainer (18 ton) ose berasal dari 19 kelompok tani. Untuk tahun 2005 terealisasi 184 ton ose berasal dari 59 kelompok tani, melebihi target sebanyak 6 kontainer (108 ton). Keberhasilan pencapaian target dikarenakan PUSKUD melakukan kerja sama dengan Perkebunan Swasta PT.Margosuko yang menyediakan fasilitas pengolahan basah. Efisiensi Pemasaran Kopi Saluran Tradisional. Pelaku pasar dari saluran tradisional meliputi petani sebagai produsen kopi, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir. Mengenai marjin pemasaran setiap pelaku dapat dilihat Tabel 1. Pedagang pengumpul. Pengumpul mengeluarkan biaya untuk ongkos bongkar (umumnya dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga), pencampuran biji kopi dan pengarungan menggunaan karung urea berkapasitas 50 kg per karung (menggunakan tenaga kerja keluarga). Biaya penjualan dikerjakan oleh tenaga keluarga terdiri atas muat barang dan pengiriman menggunakan motor sendiri. Total biaya pemasaran pedagang pengumpul sebesar Rp 25,-, rata-rata harga jual Rp 8.700,- dan margin keuntungan sebesar Rp 125,- per kilogram (1,27%). Pedagang besar. Pedagang besar mengeluarkan biaya untuk ongkos bongkar (dikerjakan oleh karyawan), apabila diupahkan Rp 250,- per karung, kegiatan penanganan hasil berupa sortasi ukuran biji menggunakan mesin ayak dengan hasil 20 persen biji besar dan sisanya 80 persen ukuran medium dan kecil. 302

11 Selanjutnya dilakukan kegiatan pengarungan dengan karung berkapasitas 90 kg per karung. Selama proses penanganan hasil sampai siap jual terjadi penyusutan sekitar 0,5 persen. Tabel 1. Analisis Margin Pemasaran Komoditas Kopi pada Saluran Pemasaran Tradisional Uraian 1. Eksportir a. Harga jual b. Margin pemasaran -Biaya pemasaran -Margin keuntungan c. Harga beli 1) 2. Pedagang besar/pasar Dampit a. Harga jual b. Margin pemasaran -Biaya pemasaran -Margin keuntungan c. Harga beli 1) Rp/kg Share harga (%) 1) 100,00 8,53 1,12 90,35 90,35 1,17 0,86 88,32 3. Pedagang pengumpul a. Harga jual b. Margin pemasaran -Biaya pemasaran 25 -Margin keuntungan 125 c. Harga beli 1) ) Harga beli di pelaku dibagi harga jual di eksportir x 100 persen. 88,32 0,25 1,27 86,80 Total biaya pemasaran pedagang besar Rp 85,- per kilogram terdiri atas nilai penyusutan, pembelian karung, biaya sortasi, dan pengiriman ke eksportir. Rata-rata harga jual ke eksportir Rp 8.900,-, terdiri atas biji besar Rp 8.750,- dan biji medium dan kecil Rp 9.250,- per kilogram. Sehingga diperoleh marjin keuntungan sebesar Rp 115,- per kilogram (1,17 %). Eksportir. Eksportir mengeluarkan biaya ongkos bongkar (menggunakan tenaga karyawan), apabila diupahkan Rp 400,- per karung. Di tingkat eksportir dilakukan penanganan hasil secara intensif dengan mengikuti standar mutu SLI dan disesuaikan dengan permintaan pasar atau pengimpor. Biaya pemasaran eksportir mencapai Rp 840,- per kilogram biji kopi, terdiri atas biaya pengolahan sesuai mutu yang diinginkan importir, pengiriman ke pelabuhan Surabaya, biaya administrasi, dan pengadaan karung. Rata-rata harga jual Rp 9.850,- per kilogram dan margin keuntungan sebesar Rp 110,- per kilogram biji kopi (1,12 %). Saluran Kemitraan. Pada saluran pemasaran ini, pelaku pasar terdiri dari petani sebagai produsen, PUSKUD, dan Eksportir. Mengenai marjin pemasaran setiap pelaku pasar dapat dilihat pada Tabel

12 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat Tabel 2. Analisis Margin Pemasaran Komoditas Kopi pada Saluran Pemasaran Kemitraan 1. Eeksportir a. Harga jual b. Margin pemasaran - Biaya pemasaran - Margin keuntungan c. Harga beli 1) Uraian Rp/kg (%) ,00 1,18 1,18 97,64 2. PUSKUD a. Harga jual b. Margin pemasaran - Biaya pemasaran - Margin keuntungan c. Harga beli 1) 1) Harga beli di pelaku dibagi harga jual di eksportir x 100 persen ,64 4,68 1,74 91,23 Petani. Petani kemitraan mengirimkan kopi hasil panen ke PUSKUD dalam bentuk gelondongan basah merah M-95% (95% merah dan 5% kuning) dan BS-3 (bersih, segar dan seragam). Pengiriman harus dilakukan pada hari yang sama dengan waktu panenan. Harga beli kopi petani ditetapkan setelah gelondongan selesai diproses yaitu senilai harga jual biji asalan di Pasar Dampit ditambah harga premium sekitar (Rp 2000 sampai Rp 2.420) per kilogram. Pada realisasinya petani rata-rata memperoleh harga Rp 9.670,- per kilogram. PUSKUD. Lembaga ini membeli kopi gelondongan basah dari petani peserta kemitraan dengan cara diterima ditempat. Di pabrik PUSKUD dilakukan pengolahan dengan metode olah basah, pengeringan, sortasi, grading, dan pengarungan sesuai dengan permintaan. Kapasitas pengolahan antara 16 sampai 18 ton ose per hari dan proses pengolahan menghasilkan 4 grade, yaitu grade I sampai grade IV. Kopi hasil olahan yang dikemas sudah siap dikirim eksportir ke negara tujuan. Total biaya pemasaran PUSKUD mencapai Rp 496,- per kilogram, rata-rata harga jual ke eksportir Rp ,- per kilogram dan marjin keuntungan Rp 184,- per kilogram (1,74%). Eksportir. Eksportir membeli kopi dari PUSKUD dalam kondisi siap ekspor karena penanganan pengolahan sudah dilakukan oleh PUSKUD dengan harga Rp ,- per kilogram. Biaya pemasaran eksportir mencapai Rp 125,- per kilogram ose, terdiri atas biaya pengiriman ke pelabuhan Surabaya, biaya administrasi, dan pengadaan karung. Rata-rata harga jual eksportir Rp ,- per kilogram dan margin keuntungan Rp 125,- per kilogram biji kopi (1,18 %). Pola kemitraan pemasaran ternyata disamping memberikan manfaat dari aspek budidaya dan peningkatan mutu kopi juga dari aspek ekonomi memberikan keuntungan lebih tinggi. Harga jual petani meningkat sebanyak 13,1 persen, yaitu dari Rp 8.550,- (saluran tradisional menjadi Rp 9.670,- (saluran kemitraan). Disamping itu, kinerja kelompok tani menjadi lebih baik, terutama kegiatan 304

13 penyuluhan, penguatan modal kelompok untuk memenuhi kebutuhan usaha para anggotanya dan menjalankan usaha agroindustri pengolahan kopi dalam skala rumah tangga. Pemasaran hasil melalui kemitraan menunjukkan keberhasilan dengan semakin meningkatnya permintaan eksportir terhadap produk yang dihasilkan. Untuk dapat memenuhi permintaan tersebut, kelompok tani kemitraan terus melakukan perluasan areal produksi dengan cara menyewa atau bagi hasil ke petani-petani lain disekitranya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (2006) bahwa, pemasaran hasil oleh petani sebaiknya tidak secara individu, tetapi dalam kelompok hamparan wilayah. Melalui pengembangan kemitraan usaha akan diperoleh beberapa manfaat dalam meningkatkan daya saing komoditas, seperti tercapainya skala ekonomi usaha tani termasuk dalam pengangkutan, adanya transfer teknologi dan informasi dari perusahaan kepada masyarakat petani, peningkatan akses terhadap pasar, serta adanya keterpaduan dalam pengambilan keputusan sehingga usaha tani yang dilakukan sesuai dengan dinamika permintaan pasar (Saptana et al., 2006). Pemerintah perlu memfasilitasi adanya kemitraan dengan pedagang/ eksportir. Pemerintah bertanggung jawab atau menjamin berbagai bentuk infrastruktur yang dibutuhkan petani, menyediakan modal usaha melalui sistem perkreditan, membersihkan pungutan-pungutan non-pajak, pengawasan harga yang sesuai mutu hasil di tingkat pedagang serta menginformasikan harga pasar lokal dan dunia kepada masyarakat luas. Namun demikian, usaha agroindustri pengolahan kopi masih banyak menghadapi kendala sehingga sulit berkembang. Skala usaha masih skala rumah tangga dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan rumah tangga petani sendiri. Sesuai hasil penelitian Supriyati et al. (2006) bahwa, pengembangan agroindustri pertanian banyak menghadapi kendala, antara lain; kualitas dan kontinyuitas produk pertanian kurang terjamin, kemampuan SDM masih terbatas, teknologi yang digunakan sebagian besar masih sederhana, kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumah tangga belum berkembang secara luas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pola kemitraan pemasaran antara eksportir dengan petani SL-PHT sudah mampu meningkatkan kualitas kopi di tingkat petani dan efisiensi pemasaran. Harga jual petani meningkat sebanyak 13,1 persen, yaitu dari Rp 8.550,- (saluran tradisional) menjadi Rp 9.670,- (saluran kemitraan). Dari aspek kelembagaan, kinerja kelompok tani menjadi lebih baik mencakup kegiatan penyuluhan, penyediaan modal kelompok dan mendirikan agroindustri pengolahan kopi dalam skala rumah tangga. 305

14 Ade Supriatna dan Bambang Dradjat Pada kedua saluran pemasaran (tradisional dan kemitraan) menunjukkan bahwa bagian harga yang diterima petani sudah relatif tinggi (86 dan 91%) dan marjin sudah terdistribusi relatif seimbang diantara pelaku pasar. Hasil analisis marjin juga menunjukkan bahwa saluran pemasaran kemitraan relatif lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran tradisional. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan mutu kopi dan penyederhanaan saluran pemasaran mampu meningkatkan efisiensi pemasaran. Saran Penerapan pola kemitraan pemasaran kopi dapat dijadikan contoh bagi penerapan yang sama di daerah produsen kopi lainnya. Faktor kunci keberhasilan adalah peningkatan mutu kopi petani perlu diikuti dengan pemberian insentif dan penyederhanaan saluran pemasaran. Fungsi kelembagaan semacam PUSKUD berperan penting dalam pemasaran kopi biji tersebut, terutama dalam mediasi petani dengan eksportir. DAFTAR PUSTAKA Buana, L. dan Hermansyah Jenis Cacat, Pelaku Tataniaga dan Faktor Teknis Penentu Kopi Ekspor di Sumatera Selatan. Menara Perkebunan. 18(4): Dinas Perkebunan Jawa Timur Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Fajar, U Kemitraan Usaha Perkebunan: Perubahan Struktur yang Belum Lengkap. Forum Penelitian Agroekonomi 24(1): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Food and Agriculture Organization Data Ekspor-Impor Komoditas Kopi Hutabarat, B Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perkopian Nasional. Jurnal Agro Ekonomi 22(2): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hutabarat, B Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. Jurnal Agro Ekonomi 24(1): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Irawan, B Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian 5(4): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Limbong, W.H. dan P.Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian (Diktat kuliah). Edisi I. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB Bogor. Priyambodo, A Analisis Teknis-Ekonomis Penerapan Sistem Nilai Cacat dalam Tataniaga Kopi di Daerah Lampung. Thesis Master Institut Pertanian Bogor, Bogor. 306

15 Saptana, Sunarsih dan K.S. Indraningsih Mewujudkan Keunggulan Komparatif Menjadi Keunggulan Kompetitif Melalui Pengembangan Kemitraan Usaha Hortikultura. Forum Penelitian Agroekonomi 24(1): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Supriyati dan E. Suryani Peranan, Peluang dan Kendala Pengembangan Agroindustri di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi 24(2): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Susila, W.R Dampak Penerapan Unit Pengolahan dan Pemasaran Kopi di Prafi, Manokwari. Jurnal Pengkajian Agribisnis Perkebunan. 1(1): Susilowati, S.H Dinamika Daya Saing Lada Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 21(2): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Syahyuti Dibutuhkan Dukungan Kebijakan untuk Mengoptimalkan Peran Pedagang Hasil-hasil Pertanian. Dalam K. Suradisastra, Y. Yusdja dan B. Hutabarat (Eds). Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. hlm

BAB I PENDAHULUAN. saluran pemasaran yang lebih besar. Karena itu, keberhasilan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. saluran pemasaran yang lebih besar. Karena itu, keberhasilan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan jarang bekerja sendiri dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang menguntungkan. Sebagai gantinya, sebagian besar

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG (Analysis of Coffee Marketing in Bermani Ulu Raya Subdistrict, District Rejang Lebong) Sri Sugiarti Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN DAN DAYA SAING EKSPOR KAKAO INDONESIA (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara)

KINERJA PEMASARAN DAN DAYA SAING EKSPOR KAKAO INDONESIA (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) KINERJA PEMASARAN DAN DAYA SAING EKSPOR KAKAO INDONESIA (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) Marketing and Competitiveness of Indonesian Cacao (Case Study in South East Sulawesi) Oleh: Ade Supriatna

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG BUPATEN LOMBOK BARAT 1) TRIANA LIDONA APRILANI, 2) AZRUL FAHMI Fakultas Pertanian Universitas Islam AlAzhar email : 1) lidona 2) lanoy3_kim98@yahoo.com

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN Arini Pebristya Duha *), HM Mozart B Darus **), Luhut Sihombing **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Diany Faila Sophia Hartatri 1), Febrilia Nur Aini 1), dan Misnawi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG 131 Buana Sains Vol 8 No 2: 131-136, 2008 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG Ahmad Zubaidi PS Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI Oleh : Supriyati Adi Setiyanto Erma Suryani Herlina Tarigan PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN KERUAHAN PRODUKSI BAWANG MERAH Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Faktor internal kemampuan kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman berkualitas. Salah satu contoh produk yang sangat diperhatian kualitasmya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

PEMASARAN MINYAK KELAPA DI KABUPATEN PURWOREJO ABSTRAK

PEMASARAN MINYAK KELAPA DI KABUPATEN PURWOREJO ABSTRAK PEMASARAN MINYAK KELAPA DI KABUPATEN PURWOREJO Cahyo Dwi Yuliyanto, Dyah Panuntun Utami, Zulfanita Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian mempunyai fungsi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pangan pokok. Salah satu bahan tersebut adalah gula pasir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG SKRIPSI SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PERTANIAN OLEH RIFI YANTI 0810221051 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di antara sayur sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di antara sayur sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Hal tersebut menyebabkan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Pengaruh Biaya Pemasaran Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Kopra Di Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmehara Utara Stefen Popoko * Abstrak Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci