DRAFT RANCANGAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. Nomor : Tahun 2012 TENTANG REGISTRASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAFT RANCANGAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. Nomor : Tahun 2012 TENTANG REGISTRASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI"

Transkripsi

1 DRAFT RANCANGAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL Nomor : Tahun 2012 TENTANG REGISTRASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 28 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi menugaskan kepada lembaga untuk melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi yang meliputi klasifikasi dan kualifikasi b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi bahwa dalam rangka pelaksanaan pembinaan terhadap penyedia jasa, pengguna jasa dam masyarakat dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Lembaga; c. bahwa pemerintah, melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi dan Pemberian Lisensi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tentang Registrasi Tenaga Kerja Konstruksi Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 54); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi;

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaran Jasa Konstruksi; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran masyarakat Jasa Konstruksi; 5. Peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara pemilihan Pengurus, Masa bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana diubah dengan Peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2010 tentang Tata cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi; 6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 223/KPTS/M/2011 tentang penetapan Organisasi dan Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi; 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi dan Pemberian Lisensi; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL TENTANG REGISTRASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

3 1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut LPJK adalah Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana diubah terkahir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran masyarakat jasa konstruksi. 2. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Tingkat Nasional yang selanjutnya disebut LPJK Nasional adalah yang berkedudukan di ibukota Negara. 3. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Tingkat Provinsi yang selanjutnya disebut LPJK Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi. 4. Badan Pelaksana LPJK adalah satuan organisasi di LPJK yang bertugas melakukan kegiatan operasional LPJK. 5. Asosiasi Profesi adalah asosiasi profesi jasa konstruksi, yaitu satu atau lebih wadah organisasi dan/atau himpunan orang perseorangan yang terampil dan/atau ahli atas dasar kesamaan disiplin keilmuan dan/atau profesi di bidang konstruksi dan/atau yang berkaitan dengan jasa konstruksi. 6. Institusi Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Institusi Diklat adalah institusi tempat diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi, yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan dan telah ditetapkan oleh LPJK Nasional. 7. Klasifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian masing-masing. 8. Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian. 9. Sertifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja seseorang di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu. 10. Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian tertentu.

4 11. Sertifikat Keahlian Kerja yang selanjutnya disebut SKA adalah Sertifikat yang diterbitkan LPJK dan diberikan kepada tenaga ahli konstruksi yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian dan/atau keahlian tertentu. 12. Sertifikat Keterampilan Kerja yang selanjutnya disebut SKTK adalah Sertifikat yang diterbitkan LPJK dan diberikan kepada tenaga terampil konstruksi yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian dan/atau keterampilan tertentu. 13. Registrasi adalah suatu kegiatan oleh LPJK untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat 14. Nomor Registrasi Keahlian yang selanjutnya disebut NRKA adalah nomor registrasi yang tercantum dalam SKA yang diberikan oleh LPJK. 15. Nomor Registrasi Keterampilan yang selanjutnya disebut NRKT adalah nomor registrasi yang tercantum dalam SKTK yang diberikan oleh LPJK. 16. Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi adalah biaya yang harus dibayar oleh Pemohon kepada LPJK Nasional atau LPJK Provinsi sesuai dengan ketentuan LPJK Nasional, yang berkaitan dengan registrasi SKA. 17. Peraturan LPJK tentang Registrasi Tenaga Kerja Konstruksi, adalah norma dan aturan yang ditetapkan oleh LPJK Nasional, bersifat nasional yang mengatur tentang persyaratan dan proses Registrasi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. 18. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh LPJK Nasional kepada Unit Sertifikasi Tenaga Kerja. 19. Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Tingkat Nasional yang selanjutnya disebut USTK Nasional adalah USTK yang dibentuk oleh LPJK Nasional. 20. Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Tingkat Provinsi yang selanjutnya disebut USTK Provinsi adalah USTK yang dibentuk oleh LPJK Provinsi. 21. Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Bentukan Masyarakat Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut USTK Masyarakat adalah USTK yang dibentuk oleh Masyarakat Jasa Konstruksi. 22. Pemangku Kepentingan (Stakeholders) adalah perorangan anggota masyarakat jasa konstruksi, yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi, yang dalam kegiatan sertifikasi bukan merupakan pengurus ataupun personil anggota asosiasi.

5 23. Tim Verifikasi dan Validasi Asosiasi yang selanjutnya disebut TVVA adalah satuan kerja tetap dalam Asosiasi yang bertugas melaksanakan verifikasi dan validasi awal tenaga kerja konstruksi anggotanya. 24. Sistem Informasi Konstruksi Indonesia yang selanjutnya disebut SIKI adalah sistem informasi berbasis teknologi yang menghimpun semua data dan informasi jasa konstruksi yang dimiliki LPJK Nasional. BAB II Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Pasal 2 Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kerjakonstruksi, yang wajib dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan persyaratan tenaga kerja konstruksi untuk dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan dan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Peraturan ini bertujuan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan sertifikasi dan regisrasi tenaga kerja konstruksi sesuai dengan persyaratan kompetensi kerja, klasifikasi/subklasifikasi dan kualifikasi/subkualifikasi bidang tenaga kerja konstruksi yang telah ditetapkan. Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kerja konstruksi ini meliputi ketentuan tentang bentuk, sifat, persyaratan tenaga kerja, penggolongan klasifikasi dan pembagian subklasifikasi, penggolongan kualifikasi dan pembagian subkualifikasi, persyaratan dokumen permohonan registrasi, penyelenggaraan registrasi, penyelenggaraan sertifikasi, penyelenggaraan verifikasi & validasi awal, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan sertifikasi, serta sanksi atas pelanggaran. BAB III PERSYARATAN, SERTA KLASIFIKASI DAN KUALIFIKASI TENAGA KERJA Bagian Kesatu Persyaratan Tenaga Kerja Pasal 5 (1) Pemohon SKA wajib memiliki pendidikan paling rendah D3 untuk ahli pengawas dan ahli pelaksana serta S1 untuk ahli perencana dari perguruan tinggi terakreditasi.

6 (2) Pemohon SKTK untuk tenaga operator wajib memiliki pendidikan paling rendah Sekolah Menenggah Umum (SMU), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) atau sesuai dengan persyaratan SKKNI. (3) Pemohon SKTK untuk tenaga tukang wajib tidak buta aksara. (4) Pemohon SKA/SKTK bagi warga negara asing wajib mampu berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia. Bagian Kedua Klasifikasi dan Kualifikasi Tenaga Kerja Pasal 6 (1) Klasifikasi tenaga kerja ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi: a. Arsitektur; b. Sipil; c. Mekanikal; d. Elektrikal; e. Tata Lingkungan; dan f. Manajemen Pelaksanaan. (2) Klasifkasi arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi subklasifikasi sebagai berikut: a. Arsitektur; b. Desain interior; dan c. Teknik iluminasi. (3) Klasifkasi sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi subklasifikasi sebagai berikut: a. bangunan gedung; b. transportasi; c. sumber daya air; dan d. geoteknik; (4) Klasifkasi mekanikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi subklasifikasi sebagai berikut: a. tata udara; b. plambing dan Pompa Mekanik;

7 c. proteksi kebakaran; d. transportasi dalam gedung; dan e. perpipaan. (5) Klasifkasi elektrikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi subklasifikasi sebagai berikut: a. teknik tenaga listrik; dan b. elektronika dan telekomunikasi. (6) Klasifkasi tata lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi sebagai berikut: a. perencanaan wilayah dan perkotaan; b. teknik lingkungan; c. arsitektur landsekap; dan d. geodesi (7) Klasifkasi manajemen pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi subklasifikasi sebagai berikut: a. manajemen proyek; b. manajemen konstruksi; c. manajemen pemeliharaan/perawatan bangunan gedung; d. survei kuantitas (quantity surveying); dan e. manajemen keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. (8) Klasifikasi tenaga kerja terampil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi: a. arsitektur; b. sipil; c. mekanikal; d. elektrikal; e. tata lingkungan; dan f. manajemen pelaksanaan. (9) Klasifkasi tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi subklasifikasi sebagaimana sebagamana termuat dalam Lampiran 1: Klasifikasi dan Subklasifikasi Tenaga Terampil Konstruksi (10) Subklasifkasi tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) meliputi sub-subklasifikasi sebagaimana termuat dalam Lampiran 2: Klasifikasi dan Subklasifikasi/Sub-subklasifikasi Tenaga Ahli Konstruksi

8 Pasal 7 (1) Kualifikasi tenaga kerja konstruksi meliputi: a. tenaga ahli; dan b. tenaga terampil. (2) Kualifikasi tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi subkualifikasi: a. muda; b. madya; dan c. utama (3) Kualifikasi tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi subkualifikasi: a. kelas 3; b. kelas 2; dan c. kelas 1. (4) Pembagian subkualifikasi tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3) ditentukan berdasarkan pada pemenuhan persyaratan kompetensi kerja yang meliputi: a. pendidikan; b. pengalaman kerja; dan c. uji kompetensi. (5) Uji kompetensi untuk tenaga ahli dan tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi uji wajib dan uji pilihan. (6) Uji wajib untuk tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi uji tulis dan portofolio (7) Uji pilihan untuk tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi uji lisan/wawancara, atau studi kasus. (8) Uji wajib untuk tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi uji tulis dan uji lisan/wawancara, (9) Uji pilihan untuk tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi observasi, peragaan/simulasi, atau praktek kerja.

9 Bagian Keempat Persyaratan Klasifikasi dan Kualifikasi Tenaga Kerja Pasal 8 (1) Persyaratan klasifikasi tenaga kerja konstruksi sesuai dengan latar belakang pendidikan. (2) Persyaratan kualifikasi tenaga kerja konstruksi sesuai dengan hasil uji kompetensi. Persyaratan Administrasi Pasal 9 (1) Pemohon registrasi tenaga kerja ahli wajib melampirkan persyaratan administrasi meliputi: a. fotocopy Ijazah yang dilegalisasi oleh Lembaga Pendidikan penerbit, notaries atau kantor pos; b. daftar Pengalaman Kerja dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 5; c. fotocopy Kartu Tanda Anggota (KTA) Asosisasi Profesi yang masih berlaku; d. fotocopy Kartu identitas diri pemohon berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi warga negara Indonesia atau pasport bagi warga negara asing yang masih berlaku; e. fotocopy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perseorangan; dan f. surat Pernyataan dari Pemohon yang menyatakan bahwa seluruh data dalam dokumen yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 6. (2) Dalam hal Pemohon adalah tenaga kerja asing, selain persyaratan permohonan SKA sebagaimana disebutkan pada ayat (1), Pemohon wajib melampirkan dokumen tambahan sebagai berikut : a. Surat permohonan registrasi tenaga kerja asing sesuai Lampiran 4 yang diajukan langsung ke LPJK Provinsi. b. Fotocopy paspor Pemohon yang masih berlaku yang dilegalisasi oleh Kedutaan/Perwakilan negaranya di Indonesia. c. Fotocopy Surat Keterangan Ijin Kerja Pemohon dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang telah dilegalisasi.

10 d. Fotocopy Visa Kerja Pemohon yang sudah dilegalisasi oleh Kantor Imigrasi setempat. e. Surat Rekomendasi dari Perusahaan di mana Pemohon bekerja di Indonesia f. Surat Rekomendasi dari Asosiasi Profesi yang ada di Indonesia di mana pemohon menjadi anggotanya. g. Fotocopy terjemahan ijasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan transkrip yang disahkan oleh penerjemah yang disumpah. (3) Pemohon registrasi tenaga kerja terampil wajib melampirkan persyaratan administrasi meliputi: a. fotocopy Ijazah yang dilegalisasi oleh Lembaga Pendidikan penerbit, notaries atau kantor pos, kecuali untuk persyaratan permohonan SKTK tukang; b. daftar Pengalaman Kerja dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 5; c. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon yang masih berlaku; dan d. surat Pernyataan dari Pemohon yang menyatakan bahwa seluruh data dalam dokumen yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 6. (4) Dalam hal Pemohon adalah tenaga kerja asing, pemohon wajib melampirkan dokumen tambahan sebagai berikut : a. fotocopy Ijazah yang dilegalisasi oleh Lembaga Pendidikan penerbit, notaris atau kantor pos; b. daftar Pengalaman Kerja dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 5; c. surat Pernyataan dari Pemohon yang menyatakan bahwa seluruh data dalam dokumen yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 6. d. Surat permohonan registrasi tenaga kerja asing sesuai Lampiran 4 yang diajukan langsung ke LPJK Provinsi; e. Fotocopy paspor Pemohon yang masih berlaku yang dilegalisasi oleh Kedutaan/Perwakilan negaranya di Indonesia; f. Fotocopy Surat Keterangan Ijin Kerja Pemohon dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang telah dilegalisasi; g. Fotocopy Visa Kerja Pemohon yang sudah dilegalisasi oleh Kantor Imigrasi setempat; h. Surat Rekomendasi dari Perusahaan di mana Pemohon bekerja di Indonesia; dan i. Surat Rekomendasi dari Asosiasi Profesi yang ada di Indonesia di mana pemohon menjadi anggotanya;

11 BAB IV Penyelenggara Registrasi, Sertifikasi serta Verifikasi dan Validasi Awal Bagian Pertama Pelaksana Registrasi Pasal 10 (1) LPJK Nasional bertanggung jawab atas penyelenggaraan Registrasi Tenaga kerja konstruksi secara nasional. (2) Penyelenggaraan Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh : a. LPJK Nasional, untuk tenaga kerja dengan subkualifikasi utama; dan b. LPJK Provinsi, untuk tenaga kerja dengan subkualifikasi madya, muda dan kualifikasi terampil. (3) Dalam hal LPJK Provinsi tidak dapat memberikan pelayanan registrasi di wilayah provinsinya sebagaimana dimaksud ayat (2) butir b, pelaksanaan pelayanan registrasi tersebut dilakukan oleh LPJK Nasional. (4) Dalam hal LPJK Provinsi dinyatakan tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jika telah terbukti : a. tidak dapat menepati jadwal periodisasi registrasi dengan pertimbangan keterlambatan yang dapat diterima secara normatif; atau b. menyatakan tidak dapat atau menolak untuk melakukan registrasi kepada tenaga kerja dengan alasan di luar ketentuan persyaratan registrasi yang berlaku. (5) Pelaksanaan registrasi di tingkat Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) butir a diselenggarakan setiap awal bulan. (6) Pelaksanaan registrasi di tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) butir b diselenggarakan setiap awal bulan. Pasal 11 Pejabat yang berwenang untuk menandatangani SKA/SKTK sebagai bukti telah diregistrasi sebagai berikut: a. Direktur Registrasi dan Hukum Badan Pelaksana LPJK Nasional untuk penandatanganan SKA bagi tenaga kerja subkualifikasi utama; atau

12 b. Manajer Eksekutif Badan Pelaksana LPJK Provinsi untuk penandatanganan SKA/SKTK bagi tenaga kerja subkualifikasi madya, muda dan kulaifikasi terampil Pasal 12 LPJK Nasional atau LPJK Provinsi berhak menolak melakukan registrasi kepada tenaga kerja apabila belum menyelesaikan kewajiban keuangan yang terkait dengan sertifikasi dan registrasi tenaga kerja. Bagian Kedua Penyelenggara Sertifikasi Pasal 13 (1) Penyelenggaraan sertifikasi tenaga kerja dilakukan oleh USTK : a. Tingkat Nasional dilakukan oleh USTK Nasional untuk kualifikasi ahli subkualifikasi utama dan tenaga kerja asing. b. Tingkat Provinsi dilakukan oleh USTK Provinsi atau USTK Masyarakat untuk kualifikasi ahli subkualifikasi muda, dan madya serta kualifikasi terampil. (2) Dalam hal Provinsi belum terdapat USTK yang berlisensi dari LPJK Nasional untuk klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (8), penyelenggaraan sertifikasi tenaga kerja di provinsi tersebut dilaksanakan oleh USTK Nasional. (3) Pelaksanaan Sertifikasi di USTK dilaksanakan setiap hari kerja. Pasal 14 (1) USTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) melakukan penilaian kompetensi tenaga kerja konstruksi terhadap penilaian persyaratan administrasi dan uji kompetensi. (2) Penilaian kompetensi tenaga kerja sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh paling sedikit 3 (tiga) asesor. (3) Hasil penilaian kompetensi tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rekomendasi klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja yang disampaikan kepada ketua pelaksana USTK. (4) Ketua Pelaksana USTK menyusun dan menandatangani berita acara penilaian kelayakan klasifikasi dan kualifikasi berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

13 (5) Batas waktu penyerahan berkas permohonan disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum periode penerbitan registrasi. (6) Dalam hal berkas permohonan disampaikan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pelaksanaan registrasi dilaksanakan paling cepat pada periode registrasi berikutnya. Bagian Ketiga Penyelenggara Verifikasi dan Validasi Awal Pasal 15 (1) Penyelenggara verifikasi dan validasi awal adalah asosiasi profesi yang memperoleh kewenangan melakukan verifikasi dan validasi awal terhadap dokumen permohonan registrasi SKA anggotanya. (2) Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan LPJK Nasional. (3) Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh LPJK Nasional. (4) Asosiasi Profesi tingkat Nasional yang berwenang melakukan verifikasi dan validasi awal permohonan SKA adalah: a. Asosiasi Profesi yang menjadi Kelompok Unsur Tingkat Nasional sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum; dan b. Asosiasi Profesi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh LPJK Nasional dan ditetapkan dengan Keputusan LPJK Nasional (5) Asosiasi Profesi tingkat Daerah yang berwenang melakukan verifikasi dan validasi awal permohonan SKA adalah: a. Cabang Asosiasi Profesi tingkat Nasional yang menjadi Kelompok Unsur Tingkat Nasional sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum; b. Asosiasi Profesi yang menjadi Kelompok Unsur Tingkat Provinsi sebagaimana ditetapkan telah dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum; dan c. Asosiasi Profesi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh LPJK Nasional dan ditetapkan dengan Keputusan LPJK Nasional.

14 (6) Asosiasi yang memperoleh wewenang verifikasi dan validasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membentuk TVVA yang merupakan satuan kerja tetap dalam asosiasi. (7) TVVA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh asosiasi terdiri dari ketua dan anggota yang memiliki pengetahuan sebagai verifikator dan validator, serta pengetahuan teknologi informasi. (8) Ketua TVVA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memiliki sertifikat pelatihan asesor kompetensi yang diterbitkan oleh LPJK Nasional. (9) Penyelenggaraan verifikasi dan validasi awal permohonan SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh : a. Asosiasi yang melayani verifikasi dan validasi awal di tingkat Nasional dan Provinsi dilakukan oleh : 1) TVVA Nasional untuk melakukan verifikasi dan validasi awal, dengan kualifikasi ahli subkualifikasi utama. 2) TVVA Provinsi untuk melakukan verifikasi dan validasi awal yang meliputi kualifikasi ahli subkualifikasi madya dan muda. (10) Asosiasi wajib menjamin atas kebenaran dan keabsahan seluruh dokumen permohonan SKA berupa berita acara verikasi dan validasi awal yang ditandatangani oleh Ketua Umum/Ketua Asosiasi atau pengurus asosiasi yang diberi kewenangan. (11) Ketua Umum/Ketua Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) adalah ketua asosiasi tingkat nasional dan tingkat provinsi sesuai kewenangannya. (12) Verifikasi dan validasi permohonan SKTK dilakukan oleh USTK Provinsi dan USTK Masyarakat. BAB V PERMOHONAN REGISTRASI Bagian Kesatu Permohonan Perubahan Pasal 16 (1) Pemegang SKA/SKTK dapat mengajukan permohonan peningkatan subkualifikasi.

15 (2) Peningkatan subkualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah melaui penilaian atas pengembangan profesional berkesinambungan (CPD) dan/atau uji kompetensi. (3) Perubahan subkualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling cepat setelah 2 (dua) tahun sejak SKA/SKTK diterbitkan. (4) Tenaga kerja yang melakukan perubahan subkualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengisi formulir isian secara lengkap sebagaimana tercantum pada Lampiran 7 dengan menyertakan data pendukung administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (5) Tenaga kerja konstruksi dapat mengajukan permohonan perubahan data administrasi. Pasal 17 (1) Peningkatan subkualifikasi tenaga kerja ahli konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan uji kompetensi dan/atau melalui penilaian hasil pengembangan profesional berkesinambungan. (2) Peningkatan subkualifikasi tenaga kerja terampil konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan uji kompetensi. Pasal 18 Permohonan registrasi tenaga kerja ahli konstruksi untuk peningkatan subkualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) wajib menyampaikan dokumen pendukung berupa buku catatan pengembangan profesional berkesinambungan (log book CPD) sebagaimana tertera pada Lampiran 9. Bagian Ketiga Permohonan Perpanjangan Pasal 19 (1) Tenaga kerja konstruksi dapat mengajukan permohonan registrasi SKA/SKTK untuk perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK yang telah habis masa berlakunya kepada LPJK melalui asosiasi.

16 (2) Permohonan perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampiakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum habis masa berlakunya. (3) Permohonan perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa buku catatan pengembangan profesional berkesinambungan (log book CPD) sebagaimana tertera pada Lampiran 9 BAB VI TATACARA REGISTRASI Bagian Kesatu Tatacara permohonan SKA/SKTK Pasal 20 (1) Permohonan SKA diajukan secara tertulis kepada LPJK Provinsi atau USTK Masyarakat melalui Asosiasi Profesi dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 3 serta melampirkan bukti pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi. (2) Permohonan SKA sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) dilengkapi dengan dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bagi warga negara Indonesia dan Pasal 9 ayat (2) bagi warga negara asing. (3) Permohonan SKTK diajukan secara tertulis kepada LPJK Provinsi atau USTK Masyarakat dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 3 serta melampirkan bukti pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi. (4) Permohonan SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat langsung ke LPJK Provinsi atau melalui asosiasi profesi serta melampirkan bukti pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi. (5) Permohonan SKTK sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) dilengkapi dengan dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) bagi warga negara Indonesia dan Pasal 9 ayat (4) bagi warga negara asing. Bagian Kedua Tatacara sertifikasi SKA/SKTK Pasal 21 (1) Dalam hal permohonan SKA diajukan kepada USTK Provinsi, Asosiasi Profesi melakukan verifikasi dan validasi awal berkas dokumen permohonan SKA.

17 (2) Dalam hal permohonan SKA diajukan kepada USTK Masyarakat, verifikasi dan validasi awal berkas dokumen permohonan SKA dilakukan oleh USTK Masyarakat. (3) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan dikembalikan kepada Pemohon untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki. (4) Pengembalian berkas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan bukti pengembalian dokumen kepada Pemohon dengan menggunakan formulir pada Lampiran 11. (5) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lengkap dan memenuhi persyaratan diteruskan ke LPJK Provinsi dengan melampirkan berita acara verikasi dan validasi awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10) dan disertai bukti pembayaran untuk dilakukan penilaian kompetensi oleh USTK Provinsi. (6) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang lengkap dan memenuhi persyaratan dilanjutkan dengan proses penilaian kompetensi oleh USTK Masyarakat. (7) Data Pemohon yang sudah diverifikasi dan divalidasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diunggah ke dalam pangkalan data SIKI LPJK Nasional oleh Asosiasi Profesi. (8) Data Pemohon yang sudah diverifikasi dan divalidasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib diunggah ke dalam pangkalan data SIKI LPJK Nasional oleh USTK Masyarakat. (9) Penilaian kompetensi tenaga kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 16. (10) Berita acara penilaian kelayakan klasifikasi dan kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) disampaikan kepada ketua LPJK Provinsi untuk subkualifikasi madya dan muda serta kepada ketua LPJK Nasional untuk subkualifikasi utama dengan menggunakan formulir pada Lampiran 8 dengan dilampiri bukti pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi bagian dari LPJK Nasonal yang telah ditransfer melalui rekening LPJK Nasional. Pasal 22 (1) Dalam hal permohonan SKTK diajukan kepada USTK Provinsi melaui asosiasi profesi, Asosiasi Profesi melakukan verifikasi dan validasi awal berkas dokumen permohonan SKTK. (2) Dalam hal permohonan SKTK diajukan langsung oleh pemohon kepada LPJK Provinsi, verifikasi dan validasi awal berkas dokumen permohonan SKTK dilakukan oleh LPJK Provinsi. (3) Dalam hal permohonan SKTK diajukan kepada USTK Masyarakat, verifikasi dan validasi awal berkas dokumen permohonan SKTK dilakukan oleh USTK Masyarakat. (4) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan dikembalikan kepada Pemohon untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki.

18 (5) Pengembalian berkas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan bukti pengembalian dokumen kepada Pemohon dengan menggunakan formulir pada Lampiran 11. (6) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lengkap dan memenuhi persyaratan diteruskan ke LPJK Provinsi dengan melampirkan berita acara verikasi dan validasi awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10) dan disertai bukti pembayaran, untuk dilakukan penilaian kompetensi oleh USTK Provinsi. (7) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang lengkap dan memenuhi persyaratan diteruskan ke USTK Provinsi untuk dilakukan penilaian kompetensi oleh USTK Provinsi. (8) Berkas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang lengkap dan memenuhi persyaratan dilanjutkan dengan proses penilaian kompetensi oleh USTK Masyarakat. (9) Data Pemohon yang sudah diverifikasi dan divalidasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib diunggah ke dalam pangkalan data SIKI LPJK Nasional oleh asosiasi profesi. (10) Data Pemohon yang sudah diverifikasi dan divalidasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib diunggah ke dalam pangkalan data SIKI LPJK Nasional oleh USTK Provinsi. (11) Data Pemohon yang sudah diverifikasi dan divalidasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) wajib diunggah ke dalam pangkalan data SIKI LPJK Nasional oleh USTK Masyarakat. (12) Penilaian kompetensi tenaga kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14. (13) Berita acara penilaian kelayakan klasifikasi dan kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) disampaikan kepada ketua LPJK Provinsi untuk kualifikasi terampil dengan menggunakan formulir pada Lampiran 8 dengan dilampiri bukti pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi yang telah ditransfer melalui rekening LPJK Provinsi. Bagian Ketiga Tatacara Penerbitan dan Pemberian Tanda Registrasi SKA/SKTK Pasal 23 (1) Berdasarkan berita acara penilaian kelayakan klasifikasi dan kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (13), LPJK mempersiapkan daftar registrasi tenaga ahli dan daftar registrasi tenaga terampil beserta berkas kelayakan klasifikasi dan kualifikasi untuk dibahas pada Rapat Pengurus LPJK penetapan registrasi SKA/SKTK.

19 (2) Rapat Pengurus LPJK menetapkan keputusan yang dituangkan dalam Berita Acara Registrasi sebagaimana yang kemudian dicatat pada Buku Registrasi Tenaga Kerja Ahli untuk permohonan SKA dan Buku Registrasi Tenaga Kerja Terampil untuk permohonan SKTK. (3) LPJK menerbitkan SKA berdasarkan Buku Registrasi Tenaga Kerja Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) LPJK Provinsi menerbitkan SKTK berdasarkan Buku Registrasi Tenaga Kerja terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disampaikan kepada asosiasi penerima permohonan dengan menggunakan formulir Surat Penyampaian SKA sebagaimana dimuat pada Lampiran 12 untuk selanjutnya disampaikan kepada pemohon SKA yang bersangkutan. (6) SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selanjutnya disampaikan kepada USTK atau asosiasi penerima permohonan dengan menggunakan formulir Surat Penyampaian SKTK sebagaimana dimuat pada Lampiran 12 untuk selanjutnya disampaikan kepada pemohon SKTK yang bersangkutan. Pasal 24 (1) SKA/SKTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5) dan ayat (6) adalah milik LPJK Nasional. (2) LPJK Nasional memiliki wewenang untuk menarik kembali SKA/SKTK yang telah diterbitkan apabila pemegang SKA/SKTK melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan LPJK. Pasal 25 (1) LPJK, USTK dan Asosiasi dalam setiap tahapan proses sertifikasi dan registrasi harus menggunakan SIKI-LPJK Nasional. (2) Data tenaga kerja yang telah di unggah ke SIKI-LPJK Nasional diberi tanda pengenal oleh situs dan menjadi data LPJK Nasional. (3) Pencetakan data dan kompetensi tenaga kerja konstruksi menggunakan format yang ditetapkan oleh SIKI-LPJK Nasional. (4) Perkembangan permohonan sertifikat setiap hari dapat dilihat melalui situs SIKI-LPJK Nasional. (5) Dalam hal SIKI-LPJK Nasional mengalami gangguan maka pelayanan down load dari server LPJK Nasional dapat dilakukan langsung antara petugas SIKI-LPJK Nasional melalui surat elektronik.

20 BAB VII Bagian Pertama Blanko Sertifikat dan Masa Berlaku Pasal 26 (1) Blanko SKA/SKTK sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10-1, Lampiran 10-2, Lampiran 10-3, dan Lampiran (2) Pada halaman depan SKA/SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisikan nama, nomor registrasi, subkualifikasi, klasifikasi (bidang), subsubklasifikasi (spesialisasi), dan jenis layanan serta ditempelkan foto pemohon berwarna dan berukuran 3x4 yang diatasnya distempel LPJK. (3) Pada halaman belakang SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diproses oleh USTK Nasional dan USTK Provinsi atau USTK Masyarakat diisikan nama pemohon, subsubkualifikasi, klasifikasi (bidang), subsubklasifikasi (spesialisasi), jenis layanan, nama dan nomor anggota asosiasi profesi, serta nama UTSK yang memproses SKA pemohon. (4) Blanko SKA dan blanko SKTK dicetak oleh LPJK Nasional dan didistribusikan kepada LPJK provinsi. (5) Pada blanko SKA dan blanko SKTK diberi cetakan pengaman (security printing) berupa logo LPJK pada setiap seri pencetakan dan nomor seri blanko. (6) Blanko SKA dan blanko SKTK yang telah diisi dengan benar, dicetak menggunakan data yang terekam pada SIKI-LPJK Nasional dan memuat kode batang (barcode) atau QR code. (7) LPJK Provinsi dapat meminta tambahan blanko kepada LPJK Nasional setelah melaporkan dan mempertanggungjawabkan penggunaan blankonya. Pasal 27 (1) SKA dinyatakan sah bilamana pada SKA telah tercantum NRKA, ditandatangani oleh Direktur Registrasi dan Hukum Badan Pelaksana LPJK Nasional atau Manager Eksekutif Badan Pelaksana LPJK Provinsi sesuai kewenangannya, dan tertayang dalam situs LPJK Nasional. (2) SKTK dinyatakan sah bilamana pada SKTK telah tercantum NRKT, ditandatangani oleh Manager Eksekutif Badan Pelaksana LPJK Provinsi sesuai kewenangannya, dan tertayang dalam situs LPJK Nasional. (3) LPJK Nasional dan LPJK Provinsi berhak menyatakan SKA/SKTK tidak sah, apabila terbukti data yang tertera dalam SKA/SKTK telah diubah dan/atau berbeda dengan rekaman yang ada di LPJK.

21 Pasal 28 Masa berlaku SKA/SKTK adalah 3 (tiga) tahun. Bagian Kedua NRKA dan NRKT Pasal 29 (1) NRKA/NRKT mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 dan ditetapkan melalui SIKI LPJK Nasional. (2) NRKA/NRKT yang telah diberikan kepada tenaga kerja, tetap berlaku sepanjang tenaga kerja tersebut melakukan perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK. (3) Dalam hal SKA/SKTK tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya, NRTK dari SKA/SKTK yang bersangkutan dibekukan serta tidak ditayangkan di SIKI LPJKN. (4) NRTK yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diaktifkan kembali apabila SKA/SKTK yang bersangkutan telah diperpanjang. (5) NRKA/NRKT bagi tenaga kerja yang pindah asosiasi mengalami perubahan hanya pada kode asosiasinya. Bagian Ketiga Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk USTK Nasional dan USTK Provinsi Pasal 30 (1) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi meliputi: a. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKA/SKTK baru; b. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK; c. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perubahan data administrasi dan data pendukung lainnya dari SKA/SKTK; dan d. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk registrasi SKA/SKTK tenaga kerja asing. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dibayarkan oleh pemohon SKA/SKTK kepada LPJK. (3) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKA baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebesar Rp ,- (satu juta Rupiah) untuk subkualifikasi muda, Rp ,- (dua juta Rupiah)

22 untuk subkualifikasi madya, subkualifikasi utama. dan Rp ,- (tiga juta Rupiah) untuk (4) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKTK baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebesar Rp ,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap sertifikat. (5) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Rp ,- (satu juta Rupiah) untuk subkualifikasi muda, Rp ,- (dua juta Rupiah) untuk subkualifikasi madya, dan Rp ,- (tiga juta Rupiah) untuk subkualifikasi utama. (6) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebesar Rp ,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) setiap sertifikat. (7) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perubahan data tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah sebesar Rp ,- (lima puluh lima ribu rupiah) setiap permohonan. (8) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk registrasi SKA tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah sebesar Rp ,- (lima juta rupiah) setiap sertifikat. (9) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk registrasi SKTK tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah sebesar Rp ,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap sertifikat. (10) Penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonanan SKA baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perpanjangan masa berlaku SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan registrasi sertifikat tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang diterima oleh LPJK Nasional atau LPJK Provinsi atas penerbitan SKA sesuai dengan kewenangannya menjadi hak sepenuhnya masing-masing LPJK. (11) Pelaksanaan pembayaran Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (7) dilakukan dengan disetorkan langsung oleh Asosiasi Profesi melalui rekening LPJK Provinsi. (12) Pelaksanaan pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (5), dan ayat (7) dilakukan dengan disetorkan langsung oleh pemohon, Asosiasi Profesi atau USTK Masyarakat melalui rekening LPJK Nasional/Daerah sesuai dengan pembagiannya. (13) Pembagian penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonan baru SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan perpanjangan SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (dua juta dua ratus lima puluh ribu Rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)untuk subkualifikasi utama, untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (lima ratus ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk subkualifikasi madya, serta untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) untuk subkualifikasi muda. (14) Pembagian penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonan baru dan perpanjangan SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat

23 (6) adalah untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (15) Penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diperuntukan sepenuhnya untuk LPJK penerbit SKA/SKTK yang bersangkutan. (16) Penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk SKA/SKTK tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7) diperuntukan sepenuhnya untuk LPJK Nasional. (17) LPJK, USTK Nasional dan USTK Provinsi dilarang memungut biaya diluar ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8) Bagian Keempat Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk USTK Masyarakat Pasal 31 (1) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk USTK Masyarakat meliputi: a. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKA/SKTK baru; b. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKA/SKTK; dan c. biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perubahan data administrasi dan data pendukung lainnya dari SKA/SKTK. (2) Biaya sebagiamana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya yang dibayar oleh USTK Masyarakat kepada LPJK. (3) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKA baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebesar Rp ,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) setiap sertifikat. (4) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk permohonan SKTK baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebesar Rp75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah) setiap sertifikat. (5) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebesar Rp ,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) setiap sertifikat. (6) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perpanjangan masa berlaku SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebesar Rp75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah) setiap sertifikat. (7) Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi untuk perubahan data tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah sebesar Rp ,- (lima puluh lima ribu rupiah) setiap permohonan. (8) Penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonanan SKA baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perpanjangan masa berlaku SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan registrasi sertifikat tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang diterima oleh LPJK Nasional atau LPJK Provinsi atas penerbitan SKA sesuai dengan kewenangannya menjadi hak sepenuhnya masing-masing LPJK.

24 (9) Pelaksanaan pembayaran Biaya Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (7) dilakukan dengan disetorkan langsung oleh Asosiasi Profesi melalui rekening LPJK Provinsi. (10) Pelaksanaan pembayaran biaya pengembangan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (5), dan ayat (7) dilakukan dengan disetorkan langsung oleh pemohon, Asosiasi Profesi atau USTK Masyarakat melalui rekening LPJK Nasional/Daerah sesuai dengan pembagiannya. (11) Pembagian penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonan baru SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan perpanjangan SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (dua puluh lima ribu rupiah) untuk subkualifikasi utama, untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (lima puluh ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk subkualifikasi madya dan muda. (12) Pembagian penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk permohonan baru dan perpanjangan SKTK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah untuk LPJK Nasional sebesar Rp ,- (tiga puluh lima ribu rupiah) dan LPJK Provinsi sebesar Rp ,- (empat puluh ribu rupiah). (13) Penerimaan biaya pengembangan jasa konstruksi untuk perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diperuntukan sepenuhnya untuk USTK Masyarakat. Pasal 32 Seluruh pembayaran biaya sertifikasi dan registrasi dilakukan melalui transaksi perbankan yang ditetapkan oleh LPJK Nasional atau LPJK Provinsi. BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Pasal 33 (1) Pengurus LPJK Nasional memberikan sanksi Pemegang SKA/SKTK yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Peraturan LPJK ini. (2) Asosiasi Profesi dapat mengenakan sanksi organisasi kepada pemegang SKA/SKTK anggotanya yang mendapat sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kedua Jenis, Kategori, dan Mekanisme Sanksi Paragraf 1

25 Jenis Sanksi Pasal 34 (1) Jenis Sanksi terdiri atas : a. Peringatan; b. Pembekuan; dan/atau c. Pencabutan; (2) Surat Peringatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dikeluarkan oleh Pengurus LPJK Nasional sebagai berikut : a. Untuk pelanggaran ringan dikenakan dalam 3 (tiga) kali surat peringatan; b. Untuk pelanggaran sedang dikenakan dalam 2 (dua) kali surat peringatan; dan c. Untuk pelanggaran berat dikenakan dalam 1 (satu) kali surat peringatan. (3) Untuk setiap tahapan surat peringatan tersebut pada ayat (2) pemegang SKA/SKTK diberi waktu : a. Untuk peringatan pertama, pemegang SKA/SKTK diberi waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk mematuhi teguran yang tercantum dalam surat peringatan pertama; b. Untuk peringatan kedua, pemegang SKA/SKTK diberi waktu 15 (lima belas) hari kerja untuk mematuhi teguran yang tercantum dalam surat peringatan kedua; dan c. Untuk peringatan ketiga, pemegang SKA/SKTK diberi waktu 15 (lima belas) hari kerja untuk mematuhi teguran yang tercantum dalam surat peringatan ketiga. (4) Dalam hal tidak dipatuhinya batas waktu 3 (tiga) kali surat peringatan untuk pelanggaran ringan maka pelanggaran tersebut akan dimasukkan dalam kategori pelanggaran sedang, dan selanjutnya bilamana dalam batas waktu 2 (dua) kali surat peringatan untuk pelanggaran sedang tidak dipatuhi maka pelanggaran tersebut akan dimasukkan dalam kategori pelanggaran berat. (5) Surat peringatan bagi pelanggaran berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c merupakan surat peringatan pertama dan terakhir. (6) Setiap surat peringatan ditembuskan pada Asosiasi Profesi pemegang SKA/SKTK. (7) Pembekuan SKA/SKTK sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Pengurus LPJK Nasional apabila setelah dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya peringatan kedua teguran yang tercantum dalam isi surat peringatan untuk kategori pelanggaran sedang tidak dipatuhi. (8) Pencabutan SKA/SKTK sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Pengurus LPJK Nasional apabila setelah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja teguran yang tercantum dalam isi surat peringatan untuk kategori pelanggaran berat tidak dipatuhi. (9) Setiap surat pembekuan / pencabutan ditembuskan pada Asosiasi Profesi pemegang SKA/SKTK.

26 (10) Bentuk surat peringatan, surat pembekuan, dan surat pencabutan sebagaimana tercantum pada Lampiran 16-1, Lampiran 16-2, dan Lampiran Paragraf 2 Kategori Pelanggaran Pasal 35 (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang SKA/SKTK dikategorikan sebagai : a. Pelanggaran ringan; b. Pelanggaran sedang; c. Pelanggaran berat; (2) Pelanggaran ringan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dikenakan bilamana terjadi hal-hal sebagai berikut : a. Data administrasi identitas pemegang SKA/SKTK dalam dokumen yang diserahkan kepada LPJK tidak benar; b. Pemegang SKA/SKTK tidak memberikan data dan atau klarifikasi yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan oleh LPJK atas pengaduan yang masuk ke LPJK dalam batas waktu yang ditetapkan; c. Pemegang SKA/SKTK dilaporkan oleh Asosiasi Profesi yang bersangkutan telah pindah ke Asosiasi Profesi lain tanpa memberitahukan pengunduran diri dari Asosiasi Profesi yang lama; atau d. Pemegang SKA dilaporkan oleh Asosiasi Profesinya telah melanggar Kode Etik dan Kode Tata Laku Asosiasi Profesi. (3) Pelanggaran sedang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dikenakan bilamana terjadi hal-hal sebagai berikut : a. Pemegang SKA/SKTK Telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan pelanggaran ringan, namun dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya surat peringatan ketiga, pemegang SKA/SKTK tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam isi surat peringatan tersebut; b. SKA/SKTK digunakan oleh pihak lain yang tidak berhak; atau c. Dilaporkan oleh Asosiasi Profesinya telah melanggar Kode Etik dan Kode Tata Laku Asosiasi Profesi untuk yang kedua kalinya. (4) Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dikenakan bilamana terjadi hal-hal sebagai berikut : a. Pemegang SKA/SKTK telah menerima surat peringatan pelanggaran sedang yang kedua, namun dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya surat peringatan kedua, pemegang SKA/SKTK tidak

27 memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam isi surat peringatan yang bersangkutan; b. Memalsukan data pengalaman pekerjaan dan atau memasukkan data pengalaman yang tidak benar yang menyebabkan penetapan klasifikasi dan kualifikasi SKA/SKTK tidak benar; c. Memalsukan surat keabsahan registrasi dan atau surat keterangan tidak sedang dikenakan sanksi; d. Memperoleh SKA/SKTK dengan cara melanggar hukum; e. Mengubah klasifikasi dan atau kualifikasi dalam SKA/SKTK asli atau rekaman SKA/SKTK atau rekaman turunan SKA/SKTK yang tidak sama dengan SKA/SKTK asli; atau f. Dilaporkan oleh Asosiasi Profesinya telah melanggar Kode Etik dan Kode Tata Laku Asosiasi Profesi untuk yang ketiga kalinya. Pasal 36 (1) Dalam melaksanakan tanggung jawab menegakkan Kode Etik dan Kode Tata Laku Profesi maka setiap Asosiasi Profesi dapat membuat ketentuan pengenaan sanksi kepada pemegang SKA yang melanggar Kode Etik dan atau Kode Tata Laku Profesi. (2) Kriteria sanksi yang berkaitan dengan penegakan Kode Etik dan Kode Tata Laku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh masing-masing Asosiasi Profesi. Bagian Ketiga Peninjauan Kembali Pengenaan Sanksi Pasal 37 (1) Pemegang SKA/SKTK yang keberatan terhadap pengenaan : a. Sanksi peringatan; b. Sanksi pembekuan; atau c. Sanksi pencabutan; dapat mengajukan peninjauan kembali sanksi tersebut kepada Pengurus LPJK Nasional dengan mengajukan bukti-bukti pendukung. (2) Dalam hal LPJK Nasional menerima pengajuan keberatan, Pengurus LPJK membatalkan pengenaan sanksi tersebut. (3) Dalam hal LPJK Nasional menolak pengajuan keberatan, pemegang SKA/SKTK bahan bukti-bukti pendukung. (4) Dalam hal LPJK Nasional menerima peninjauan kembali atas penolakan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pengurus LPJK membatalkan pengenaan sanksi tersebut.

MEMUTUSKAN : PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TENAGA AHLI. BAB I KETENTUAN UMUM.

MEMUTUSKAN : PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TENAGA AHLI. BAB I KETENTUAN UMUM. an Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 157); 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Lebih terperinci

MEMUTUSKTKN : PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TENAGA TERAMPIL. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKTKN : PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TENAGA TERAMPIL. BAB I KETENTUAN UMUM tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 157). 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 51/PRT/M/2015 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus,

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 05 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 05 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 05 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG, PERPANJANGAN MASA BERLAKU DAN PERMOHONAN BARU SERTIFIKAT TENAGA KERJA TERAMPIL KONSTRUKSI JAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI TENTANG TATACARA PERCEPATAN REGISTRASI SERTIFIKAT BADAN USAHA (SBU), SERTIFIKAT KEAHLIAN KERJA (SKA), DAN SERTIFIKAT KETERAMPILAN KERJA (SKTK) TAMBAHAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 04 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 04 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 04 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG, PERPANJANGAN MASA BERLAKU DAN PERMOHONAN BARU SERTIFIKAT TENAGA KERJA AHLI KONSTRUKSI JAKARTA, NOVEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 9 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN ASOSIASI PROFESI DAN INSTITUSI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG DIBERIKAN KEWENANGAN

Lebih terperinci

DRAFT RAPERLEM TENTANG REGISTRASI JASA PERENCANA & PENGAWAS Page 1

DRAFT RAPERLEM TENTANG REGISTRASI JASA PERENCANA & PENGAWAS Page 1 DRAFT RANCANGAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL Nomor : Tahun 2012 TENTANG REGISTRASI USAHA JASA PERENCANA DAN PENGAWAS KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS LEMBAGA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 2014 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 2014 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL MOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI MOR 04 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG,

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 KONSTRUKSI JAKARTA, 16 DESEMBER 2013

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 KONSTRUKSI JAKARTA, 16 DESEMBER 2013 Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 PERATURAN Pasal 9 Pasal 10 LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL Pasal 11 NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 3 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG, PERPANJANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR: 5 TAHUN 2014 TENTANG REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI TERINTEGRASI

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR: 5 TAHUN 2014 TENTANG REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI TERINTEGRASI PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR: 5 TAHUN 2014 TENTANG REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI TERINTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 KONSTRUKSI JAKARTA, 16 DESEMBER 2013

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL. NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 KONSTRUKSI JAKARTA, 16 DESEMBER 2013 Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 PERATURAN Pasal 9 Pasal 10 LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL Pasal 11 NOMOR : 11 TAHUN 2013 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG, PERPANJANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG, PERPANJANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 71/KPTS/LPJK/D/VIII/ 2001

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 71/KPTS/LPJK/D/VIII/ 2001 KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 71/KPTS/LPJK/D/VIII/ 2001 T E N T A N G PEDOMAN SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TENAGA AHLI JASA KONSTRUKSI DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 8 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 8 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERSYARATAN ASOSIASI PERUSAHAAN YANG DIBERIKAN KEWENANGAN VERIFIKASI DAN VALIDASI AWAL PERMOHONAN SERTIFIKAT BADAN USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN LPJK PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI

PERATURAN LPJK PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI PERATURAN LPJK PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin ketertiban dalam

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL MOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI MOR 04 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA REGISTRASI ULANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENILAI AHLI BIDANG JASA KONSTRUKSI

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENILAI AHLI BIDANG JASA KONSTRUKSI PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENILAI AHLI BIDANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 14 NOPEMBER 2012

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 14 NOPEMBER 2012 PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 14 NOPEMBER 2012 LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAFTAR ISI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI

PERATURAN SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI PERATURAN SERTIFIKASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI No 5 tahun 2017 : Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli No 6 tahun 2017 : Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Terampil Disampaikan oleh Pengurus LPJK Nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU, Menimbang Mengingat : a. bahwa penyedia

Lebih terperinci

LAMPIRAN II ORGANISASI LEMBAGA, UNIT SERTIFIKASI DAN KESEKRETARIATAN LEMBAGA

LAMPIRAN II ORGANISASI LEMBAGA, UNIT SERTIFIKASI DAN KESEKRETARIATAN LEMBAGA LAMPIRAN II ORGANISASI LEMBAGA, UNIT SERTIFIKASI DAN KESEKRETARIATAN LEMBAGA 53 DAFTAR ISI LAMPIRAN II Organisasi Lembaga, Unit Sertifikasi dan Kesekretariatan BAB HALAMAN I Ketentuan Umum 57 1.1 Azas

Lebih terperinci

Unsur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Di Dua Puluh Tujuh Provinsi, dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 338/KPTS/M/2011 tentang

Unsur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Di Dua Puluh Tujuh Provinsi, dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 338/KPTS/M/2011 tentang Mengingat: Unsur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Di Dua Puluh Tujuh Provinsi, dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 338/KPTS/M/2011 tentang Penetapan Asosiasi Perusahaan dan Asosiasi Profesi

Lebih terperinci

5. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Registrasi Ulang,

5. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Registrasi Ulang, c. bahwa sehubungan dengan hal terebut huruf b, untuk melayani permohonan baru sertifikat badan usaha dipandang perlu membentuk Unit Layanan Sertifikasi Nasional (ULSN) Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PENGURUS KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Nomor : 052/KEP/DP-KI/III/2017. Tentang

KEPUTUSAN DEWAN PENGURUS KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Nomor : 052/KEP/DP-KI/III/2017. Tentang Jl. HOS Cokroaminoto No.122 Menteng Jakarta Pusat Tel: +62-2131996274, 31997144 Fax: +62-2131996268 www.kadinindonesia.or.id KEPUTUSAN DEWAN PENGURUS KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Nomor : 052/KEP/DP-KI/III/2017

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI DAN PEMBERIAN LISENSI

PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI DAN PEMBERIAN LISENSI PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN UNIT SERTIFIKASI DAN PEMBERIAN LISENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a. PERATURAN DAERAH KOTA SERANG Menimbang : Mengingat : NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a. bahwa Jasa Konstruksi mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.289, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Kegiatan. Penilai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6157) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN 2013... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan jasa konstruksi

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU

WALIKOTA LUBUKLINGGAU WALIKOTA LUBUKLINGGAU PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PRT/M/2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN PENGURUS, MASA BAKTI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI, SERTA MEKANISME KERJA LEMBAGA PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE LISENSI UNIT SERTIFIKASI DAN TATA CARA PEMBERIAN LISENSI 14 NOPEMBER 2012 LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.490, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Petunjuk Teknis. Pembentukan. Unit Sertifikasi. Pemberian Lisensi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/PRT/M/2012

Lebih terperinci

DINAS PEKERJAAN UMUM

DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM JLN. HM. ARSYAD KM. 3 TELP. (0531) 21539 SAMPIT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK JALAN

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK JALAN 1. Justifikasi 1.1 Tuntutan persyaratan kompetensi Tenaga kerja untuk pekerjaan perencana, pengawas dan pelaksana jasa konstruksi harus bersertifikat keahlian kerja dan atau keterampilan kerja (UU No.

Lebih terperinci

BIAYA SERTIFIKASI & REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI

BIAYA SERTIFIKASI & REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI BIAYA SERTIFIKASI & REGISTRASI USAHA JASA KONSTRUKSI A. BIAYA SERTIFIKASI DAN REGISTRASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI Berdasarkan Peraturan LPJK Nasional Nomor 3 tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04 / PRT / M / 2011 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI NASIONAL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04 / PRT / M / 2011 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI NASIONAL MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04 / PRT / M / 2011 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 JULI 2012 NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG : IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI AHLI KESELAMATAN JALAN

SKEMA SERTIFIKASI AHLI KESELAMATAN JALAN 1. Justifikasi 1.1 Tuntutan persyaratan kompetensi Tenaga kerja untuk pekerjaan perencana, pengawas dan pelaksana jasa konstruksi harus bersertifikat keahlian kerja dan atau keterampilan kerja (UU No.

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa usaha jasa konstruksi

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM No.288, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Kegiatan. Notaris. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6156) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2018 TENTANG PERIZINAN WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2018 TENTANG PERIZINAN WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2018 TENTANG PERIZINAN WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2014 KEMENKEU. Konsultan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK LANSEKAP

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK LANSEKAP 1. Justifikasi 1.1 Tuntutan persyaratan kompetensi Tenaga kerja untuk pekerjaan perencana, pengawas dan pelaksana jasa konstruksi harus bersertifikat keahlian kerja dan atau keterampilan kerja (UU No.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 14 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 132 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PELAKU TEKNIS BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 132 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PELAKU TEKNIS BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 132 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PELAKU TEKNIS BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA Nomor : 1 Tahun 2005 Seri : C

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA Nomor : 1 Tahun 2005 Seri : C Aerah LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA Nomor : Tahun 2005 Seri : C PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PERENCANA BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK TEROWONGAN

SKEMA SERTIFIKASI AHLI TEKNIK TEROWONGAN 1. Justifikasi 1.1 Tuntutan persyaratan kompetensi Tenaga kerja untuk pekerjaan perencana, pengawas dan pelaksana jasa konstruksi harus bersertifikat keahlian kerja dan atau keterampilan kerja (UU No.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci