II. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. WHO memperkirakan insidens apendicitis di dunia tahun 2007 mecapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia (Juliansyah, 2008). Di Amerika, kejadian appendicitis dikatakan 7% dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk pertahun. Dari segi usia, usia tahun adalah usia yang paling sering mengalami appendicitis. Sementara untuk Indonesia sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak pada tahun Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita appendicitis di indonesia mencapai orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar orang (Eylin, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Prof.DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, diperoleh data dari Subag Medical Record bahwa jumlah pasien yang melakukan tindakan operasi pada tahun 2011 dari sekitar 1606 pasien bedah umum, sebanyak 576 pasien diantaranya yang melakukan operasi appendicitis atau sekitar 35,87% pada tahun Pada tahun 2012, dari 1431 pasien bedah umum, sebanyak 455 diantaranya yang melakukan operasi appendicitis atau sekitar 31,79%. Sedangkan pada tahun 2013 untuk periode januari sampai maret, dari 318 pasien bedah umum, sebanyak 83 orang yang melakukan operasi appendicitis dengan lama hari rawat rata-rata 3-5 hari. (Medical Record. RSAS, 2013). Salah satu penatalaksanaan pasien dengan appendicitis akut adalah pembedahan (appendiktomy). Apendiktomi dapat dilakukan pada apendicitis tanpa komplikasi. Ada beberapa masalah yang sering muncul pada luka pasca pembedahan. Diantaranya masalah tersebut adalah luka yang mengalami stres selama masa penyembuhan akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi dan perubahan metabolisme yang dapat meningkatkan resiko lambatnya penyembuhan luka (potter and perry, 2006). Menurut karakata (2006) pada luka bersih dan dirawat dengan baik maka luka akan sembuh lebih cepat, sedangkan menurut R. Sjamsuhidajat (2005) proses penyembuhan luka disebabkan oleh gangguan sistem imun yang akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka. Faktor-faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka pasca operasi ada 2 faktor yaitu faktor intrinsik : umur, penyakit penyerta, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi jaringan, serta merokok. Kemudian faktor ekstrinsik : teknik pembedahan buruk, mobilisasi, pengobatan, manjemen luka yang tidak tepat, psikososial dan infeksi (Potter and Perry, 2006).

2 Selain itu, beberapa penelitian yang terkait dengan proses penyembuhan luka operasi, diantaranya Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca operasi yang dilakukan oleh hayati (2010), dari hasil analisis menunjukkan ada hubugan bermakna antara umur, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi, merokok, serta mobilisasi dengan penyembuhan luka, dengan faktor yang paling dominan adalah status nutrisi. Herlina Puspitasari, dkk dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka post operasi sectio caesaria (sc), terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (konsumsi), DM, dan Personal Hygiene dengan penyembuhan luka post operasi sc. Dengan faktor yang paling dominan adalah personal Hygiene. Dewi Suryaningsih dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka post sectio caesaria, menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara usia, mobilisasi, dan perawatan luka dengan penyembuhan luka post sectio caesaria. Dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyabuhan luka, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap (G2) Bedah RSUD Prof. DR. Aloei Saboe kota Gorontalo pada tanggal Mei Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian observasional analitik Cross sectional Study. 2.3 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien post appendictomy yang berada di ruang bedah (G2) RSUD Prof. DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo selama masa penelitian tanggal juni Sampel Sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 responden dengan pengambilan sampel accidental sampling. 2.5 Analisa data Analisis data untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji chisquare dan untuk menentukan faktor dominan digunakan uji regresi logistik dengan signifikansi Wald.

3 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Analisis Univariat 1. Umur Responden Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Umur Jumlah n % Tahun Tahun Tahun Total Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden dengan umur tahun (remaja) didapatkan sebanyak 18 responden (47.4%), responden dengan umur tahun (dewasa) sebanyak 7 responden (18.4%), dan responden dengan umur tahun (usia lanjut) sebanyak 13 responden (34.2 %). 2. IMT Responden Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IMT Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo IMT Jumlah n % IMT > IMT Total Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan responden dengan IMT > 27 (obesitas) sebanyak 15 responden (39.5%), sedangkan responden dengan IMT 27 (tidak obesitas) sebanyak 23 responden (60.5%). 3. Kebiasaan Merokok Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kebiasaan Merokok Jumlah n % Perokok Bukan Perokok Total Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan responden yang memiliki kebiasaan merokok (perokok) sebanyak 13 responden (34.2%), sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok (bukan perokok) sebanyak 25 responden (65.8%).

4 4. Nutrisi Responden Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nutrisi Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Nutrisi Jumlah n % Kurang Baik Total Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (47.4%), sedangkan sebagian lagi memiliki nutrisi yang kurang baik sebanyak 20 responden (52.6%). 5. Mobilisasi Dini Responden Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mobilisasi Dini Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Mobilisasi Dini Jumlah n % Kurang Baik Total Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden dengan mobilisasi yang baik sebanyak 16 (42.1%), sedangkan responden dengan mobilisasi yang kurang sebanyak 22 responden (57.9%). 3.2 hasil analisis bivariat 1. Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Tabel 4.8 Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Umur Responden Tahun dan Tahun Tahun Penyembuhan Luka Total P Nilai RO Sembuh Tidak Sembuh (Rasio n % n % n % Odds) 18 85,7 7 41, Total

5 Berdasarkan tabel 4.8 diatas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun dan tahun yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan responden dengan umur tahun dan tahun yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 7 responden (41.2%). Sementara responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun sebanyak 3 responden (14.3%), sedangkan respoden yang mengalami lika tidak sembuh pada usia tahun sebanyak 10 responden (58.8%). Dengan nilai p value = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak, artinya umur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. 2. Pengaruh IMT Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Tabel 4.9 Pengaruh IMT terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 IMT Penyembuhan Luka P RO Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio n % n % n % Odds) > Total Berdasarkan tabel 4.9 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT > 27 (Obesitas) sebanyak 3 responden (14.3 %) sedangkan responden dengan IMT > 27 (Obesitas) yang mengalami luka tida sembuh sebanyak 12 responden (70.6%). Responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT 27 (Tidak Obesitas) sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan responden dengan IMT 27 (Tidak Obesitas) yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 5 responden (29.4%). Dengan nilai p = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak, artinya IMT mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. 3. Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Tabel 4.10 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Kebiasaan Penyembuhan Luka p RO Merokok Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio n % n % n % Odds) Perokok Bukan perokok

6 Total Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden dengan kategori perokok yang mengalami luka sembuh sebanyak 4 responden (19.0%), dan responden dengan kategori perokok yang megalami luka tidak sembuh sebanyak 9 responden (552.9%) sedangkan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka sembuh sebanyak 17 responden (81.0%) dan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 8 responden (47.1%). dengan nilai p = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka. 4. Pengaruh Nutrisi Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Tabel 4.11 Pengaruh Nutrisi terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Nutrisi Penyembuhan Luka p RO Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio n % n % n % Odds) Kurang Baik Total Berdasarkan tabel 4.11 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan nutrisi yang baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 2 responden (11.8%). Sedangkan responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang kurang sebanyak 3 responden (14.3%) dan responden dengan nutrisi yang kurang yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 15 responden (88.2%). Dengan nilai p value = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya nutrisi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. 5. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Tabel 4.12 Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Mobilisasi Dini Penyembuhan Luka p RO Sembuh Tidak Sembh Total n % n % n % (Rasio Odds)

7 Kurang Baik Baik Total Berdasarkan tabel 4.12 di atas responden (14.3%) dan responden menunjukkan dari seluruh sampel dengan mobilisasi kurang baik yang yang berjumlah 38 responden, mengalami luka tidak sembuh responden dengan mobilisasi baik sebanyak 13 responden (76.5%). yang mengalami luka sembuh Dengan nilai p value = yang sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan mobilisasi baik yang mengalami luka tidak sembuh berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya sebanyak 4 responden (23.5%), mobilisasi dini mempunyai pengaruh sedangkan responden dengan yang signifikan terhadap mobilisasi kurang baik yang penyembuhan luka. mengalami luka sembuh sebanyak Pembahasan 1. Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa umur pasien tahun akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan umur tahun memiliki kemungkinan 0.11 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien yang berumur tahun dan tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tahun pasien telah mengalami penuaan sel dan penurunan frekuensi sel epidermis yang seringkali membuat lamanya pembentukan selsel baru untuk penyembuhan luka pasien. Di sini kita dapat melihat melihat ada pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka sehingga pasien dengan umur tahun dan tahun cenderung lebih cepat penyembuhannya dibandingkan dengan umur tahun. Usia merupakan salah satu faktor menentukan proses penyembuhan luka. Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka karena terjadi perubahan vaskuler yang mengganggu ke daerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor pembekuan, respon inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak dan jaringan parut kurang elastis (Potter & Perry, 2010). Kulit utuh pada dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Seiring dengan berjalannya usia perubahan yang terjadi dikulit yaitu frekuensi penggantian sel epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi

8 hal tersebut adalah naiknya frekusensi gangguan patologis yang berhubungan dengan usia yang dapat memperlambat penyembuhan luka melalui berbagai mekanisme seperti status nutrisi yang buruk, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, adanya gangguan pernafasan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen sehingga buruknya suplai darah dan hipoksia disekitar luka, gangguan kardiovaskuler seperti arteriosklerosis, diabetes, gagal jantung kongestif, selain itu, adanya arthritis rheumatoid dan uremia (Morison, 2004). 2. Pengaruh IMT Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh IMT (obesitas) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa IMT > 27 (obesitas) akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan IMT > 27 (obesitas) memiliki kemungkinan 6.75 kali untuk mengalami luka tidak sembuh (penyembuhan yang kurang baik) dibandingkan dengan pasien dengan IMT 27 (tidak Obesitas). Hal ini dikarenakan pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi. Selain itu pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli bahwa sejumlah kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Misalnya adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orangorang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemenelemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan luka juga akan terhambat (Gitarja dan Hardian, 2011). 3. Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien perokok memiliki kemungkinan 4.78 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien dengan bukan perokok. Ini dikarenakan pasien dengan riwayat rokok, sering mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah. Hal ini

9 mempengaruhi pada suplai darah ke daerah luka. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa merokok akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk pada jaringan normal. Pada jaringan yang mengalami perlukaan, misalnya jaringan yang mengalami sayatan operasi, kebutuhan oksigen justru menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan normal. Karena itu sel-sel jaringan pada luka operasi orang yang merokok akan tersengalsengal relatif lebih berat karena kekurangan oksigen yang diharapkan justru mendapat sediaan kadar oksigen yang rendah di dalam aliran darah. Oleh karena itu, risiko kematian sel-sel kulit dan/atau jaringan bawah kulit menjadi lebih serius. Adanya jaringan yang nonvital akan memudahkan tumbuhnya infeksi kuman kulit, dan kedua kondisi tersebut akan sangat mengancam hasil akhir penyembuhan luka operasi. Kulit perokok yang biasanya lebih kering dibandingkan kulit normal akan lebih memperburuk penyembuhan. Kulit yang kering relatif lebih mudah terpecah-pecah, sehingga masa penyembuhan luka menjadi sangat memanjang (Fawzy Ahmad, 2012). 4. Pengaruh Nutrisi Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa nutrisi akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan nutrisi yang kurang memiliki kemungkinan kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan nutrisi yang baik. Ini dikarenakan penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Pada dasarnya nutrien yang berguna ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen. (Potter, 2005 : 1859). Proses zat gizi dalam penyembuhan luka : protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatanikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, pembentukan antibodi, mengangkat zat-zat gizi dan sumber energi. Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh. Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan pertumbuhan dan vitamin C berfungsi sebagai sistem kolagen, mencegah infeksi. Dan air (mineral) berfungsi sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Zat-zat makanan tersebut dapat mempercepat pembentukan jaringan

10 baru dalam proses penyembuhan luka (Potter, 2005 : 1859). IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Terdapat pengaruh IMT (obesitas) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Terdapat pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap proes penyembuhan luka di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun Dari hasil analisis multivariat yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari beberapa faktor (umur, IMT, kebiasaan merokok, nutrisi, dan mobilisasi dini) yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, nutrisi merupakan faktor yang paling berpengaruh (dominan) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Saran Adapun saran dari peneliti adalah sebagai berikut : 1. Bagi rumah sakit, agar petugas kesehatan rumah sakit khususnya petugas gizi, agar lebih memperhatikan dalam hal pemberian makanan yang baik untuk dikonsumsi selama pasca operasi terutama asupan protein dan vitamin, selain itu juga pedoman mobilisasi perlu dilaksanakan sesuai prosedur agar proses penyembuhan luka normal. 2. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menyediakan atau memperbanyak literatur yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang akan bermanfaat bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini lebih baik lagi untuk perkembangan pengetahuan mengenai penyembuhan luka. V DAFTAR PUSTAKA Arfa, Mohamad Pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri post operasi appendicitis. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo Arfah Noer, Nursiah Faktorfaktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pada pasien pasca operasi laparatomy. Jurnal ilmu keperawatan. (online). ( 3e737c60e4bb29c9, diakses tanggal 2 april 2013, 13:10) Anonim Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio

11 Caesaria (SC). (online). ( 12/07/faktor-faktor-yangmempengaruhi.html, diakses tanggal 23 februari 2013, 15:30) Dahlan, Sopiyudin. Tutorial Interaktif Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Hayati Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyembuhan Luka Pasca Operasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). ( /, diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:29) Heddiman, S Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit Puri Cinere. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:13) Hidayat, A.A Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya: Kelapa Pariwara. Hiola, Dewi S Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka post sectio caesaria. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo. Morison, Moya J Manajemen Luka. Jakarta : EGC Notoatmodjo, S Metodologi Penelitian Kesehatan. edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta Nurul Fajrin Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi IUD. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo Nursalam Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : salemba medika. Pierce, N Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Potter, A. G dan Perry, P. A Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Volume 1 edisi 4. Jakarta: EGC. Price, S dan Wilson, l Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC. Puspitasari, dkk Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesaria (SC). Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan. (online). ( bong.ac.id/index.php/jikk/ar ticle/view/25, diakses tanggal 23 februari 2013, 15.25) RSAS Data pasien postoperasi appendicitis. Gorontalo Sjamsuhidajat, R dan Wong, W Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Smeltzer, S dan Bare, B Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1, edisi 8. Jakarta: EGC. Sulistiyawati, Yesi Hasnelu, dan Riri Novayelinda Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Appendicitis. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:19) Tamher, Sayuti Faktor-faktor yang berhubungan

12 penyembuhan luka operasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15: 23)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap (G2) Bedah RSUD Prof. DR. Aloei Saboe kota Gorontalo. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan ABSTRAK. χ tabel (3,95 > 3,481) yang berarti H0 ditolak.

Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan ABSTRAK. χ tabel (3,95 > 3,481) yang berarti H0 ditolak. PENGARUH KECUKUPAN NUTRISI DAN CAIRAN IBU POST SECTIO CAESAREA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA JAHITAN SECTIO CAESAREA (Di Poli Kandungan RSUD Dr. R. Koesma Tuban) Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) Herlina Abriani Puspitasari 1, H. Basirun Al Ummah 2, Tri Sumarsih, S. 3 1,2,3Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin melalui insisi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyakit gastrointestinal (saluran pencernaan) merupakan masalah kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan penyebab terbanyak kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen paling sering (Neil Pierce : 2007). Insiden terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESARIA DI RUANG DEWI KUNTI RSUD KOTA SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESARIA DI RUANG DEWI KUNTI RSUD KOTA SEMARANG HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESARIA DI RUANG DEWI KUNTI RSUD KOTA SEMARANG Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang ABSTRAK Operasi dan trauma merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pengobatan melalui diet dan nutrisi paska operasi sangat penting dalam kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

setelah operasi memerlukan perhatian untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 2

setelah operasi memerlukan perhatian untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. Dian Nurani 1, Femmy Keintjem 2, Fredrika Nancy Losu 3 1. RSUP Prof.Dr.R.D..Kandou Manado 2,3, Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien karena kemungkinan hal buruk yang membahayakan pasien bisa saja terjadi, sehingga dibutuhkan peran

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh: Tresna Komalasari ABSTRAK Teknik relaksasi dengan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG PENELITIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG Purbianto*, Dwi Agustanti* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Masalah kesehatan dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari segala proses dan upaya yang selama ini dilakukan agar semuanya

BAB I PENDAHULUAN. dari segala proses dan upaya yang selama ini dilakukan agar semuanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan fase terakhir yang terpenting dalam proses kehamilan. Masa inilah yang banyak mendebarkan seorang wanita yang melahirkan, juga pasangannya. Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perawatan kesehatan kita dahulu berorientasi pada penyakit. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini menekankan pada dua aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG (CORRELATION BETWEEN NUTRITION STATUS AND HEALING OF ULCER PERINEUM AT

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas

Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Nina Zuhana 1, Lia Dwi Prafitri 2, Wahyu Ersila 3 STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diet paska bedah merupakan makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Appendicitis 2.1.1.1 Definisi Apendicitis Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang

Lebih terperinci

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DAN KADAR GULA DARAH DENGAN TERJADINYA ULKUS PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Saifudin Zukhri* ABSTRAK Latar Belakang : Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian observasional dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun terakhir di Indonesia, masyarakat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR Siti Nasrah 1, Andi Intang 2, Burhanuddin Bahar 3 1 STIKES Nani Hasanuddin

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 0 HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26 FAKTOR RISIKO KEJADIAN APENDISITIS DI BAGIAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU Adhar Arifuddin 1, Lusia Salmawati 2, Andi Prasetyo 3* 1.Bagian Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar abdominal (Gallagher, Mundy, 2004).Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan di mana

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV 05.07.02 KEDIRI Mulazimah Akademi Kebidanan PGRI Kediri mulazimah@gmail.com ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini terjadi peningkatan angka harapan hidup. Di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini terjadi peningkatan angka harapan hidup. Di negara maju 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini terjadi peningkatan angka harapan hidup. Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka harapan hidup meningkat dari 70,2 tahun pada 1965, menjadi 77,8 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan juga dengan perkembangan

Lebih terperinci

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MILITUS DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET RENDAH GLUKOSA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR SAMSUL BAHRI ABSTRAK : Masalah kesehatan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun terakhir ini, masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengeluarkan bayi melalui insisi pada dinding perut dan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengeluarkan bayi melalui insisi pada dinding perut dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sectio Caesarea atau bedah sesar adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengeluarkan bayi melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim syarat rahim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sectio caesarea adalah persalinan atau lahirnya janin dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus, karena disebabkan antara ukuran kepala dan panggul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah karena kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang memerlukan tindakan bedah, sepsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI ABSTRAK FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan Tekanan darah tinggi biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo bertempat di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Oleh : Fery Lusviana Widiany

Oleh : Fery Lusviana Widiany PENGARUH DUKUNGAN GIZI PUDING TEPUNG TEMPE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASIEN BEDAH DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Oleh : Fery Lusviana Widiany 01/12/2014 1 Latar Belakang RS SARMILLA 2,89% pasien menurun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

MOBILISASI DINI BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN KESEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESARIA

MOBILISASI DINI BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN KESEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESARIA MOBILISASI DINI BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN KESEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESARIA EARLY MOBILIZATION IN CONNECTION WITH IMPROVED WOUND HEALING IN PATIENTS POST OPERATION SECTIO CAESARIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia tidak dapat terhindar dari penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang dapat mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

2. Indikasi Sectio Caesarea

2. Indikasi Sectio Caesarea BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio Caesarea 1. Pengertian Sectio Caesarea Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN SIKAP MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL PADA KELUARGA PASIEN DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu dan umbai cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 Daniel¹ Warjiman² Siti Munawaroh³ Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan aniel.green8@gmail.com, warjiman99@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk lansia diakibatkan oleh penurunan angka

I. PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk lansia diakibatkan oleh penurunan angka I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk lansia diakibatkan oleh penurunan angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan dan status transisi epidemiologi, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang sering dilakukan di rumah sakit sehingga kemungkinan terjadinya infeksi klinis karena perawatan luka cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas ke berbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014 Klemens STIKes Prima Jambi Korespondensi penulis :kornelis.klemens@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit memiliki status gizi berbeda-beda, ada yang sangat kurus, kurus, normal hingga pasien yang berbadan gemuk. Pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diet Pasca-Bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat badan bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh (Saifuddin, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati urutan teratas pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan Wongkaditi Timur

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif (pembinaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kasus diabetes melitus di seluruh dunia telah meningkat dan merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010). Jumlah kematian disebabkan

Lebih terperinci

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

*Korespondensi Penulis, Telp: ,   ABSTRAK PENGARUH EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KAKI DIABETIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Rina Al-Kahfi 1, Adriana Palimbo

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PERILAKU MOBILISASI DINI PADA PASIEN AMI DI RUANG ICU RSUD UNGARAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PERILAKU MOBILISASI DINI PADA PASIEN AMI DI RUANG ICU RSUD UNGARAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TERHADAP PERILAKU MOBILISASI DINI PADA PASIEN AMI DI RUANG ICU RSUD UNGARAN Cahyaning Wijayanti* Yunani** Abstrak Latar Belakang: Tingkat kekambuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia keperawatan menjaga dan mempertahankan integritas kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di dalamnya. Intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci