POSITION PAPER ANALISIS KEBIJAKAN PERSAINGAN DALAM INDUSTRI ASURANSI WAJIB KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POSITION PAPER ANALISIS KEBIJAKAN PERSAINGAN DALAM INDUSTRI ASURANSI WAJIB KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA"

Transkripsi

1

2 POSITION PAPER ANALISIS KEBIJAKAN PERSAINGAN DALAM INDUSTRI ASURANSI WAJIB KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

3 1. Latar Belakang Asuransi kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu jenis perlindungan bagi masyarakat yang sifatnya sangat penting. Melalui asuransi kecelakaan lalu lintas, setiap pengendara kendaraan di jalan raya dapat dijamin dari biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat dari kecelakaan serta keluarganya dapat memperoleh santunan apabila korban kecelakaan meninggal. Industri asuransi angkutan darat di Indonesia telah berusia cukup lama. Industri ini lahir sejak tahun 1960-an semenjak Pemerintah Indonesia menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda yang salah satunya bergerak di sektor asuransi. Dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No.33 dan Undang-Undang (UU) No.34 tahun 1964, serta diterjemahkan dalam Surat Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No. BAPN tanggal 30 Maret 1965 maka Pemerintah memberikan tugas kepada PNAK PT. Jasa Raharja yang sekarang bernama PT. Jasa Raharja sebagai satu-satunya penyedia jasa dalam industri asuransi angkutan darat tersebut. Dari jumlah korban yang telah disantuni oleh asuransi kecelakaan Jasa Raharja sejak tahun telah mencapai orang, yang mengalami kecelakaan baik meninggal maupun cidera di semua jenis angkutan. PT. Jasa Raharja sendiri yang telah memonopoli industri asuransi angkutan darat di Indonesia selama kurang lebih 45 tahun, telah menjadi perusahaan yang besar dengan laba per tahun 2007 mencapai + Rp milyar. Dari sisi persaingan usaha, menjadi monopolis bukan merupakan satu hal yang otomatis melanggar UU No. 5 Tahun Teori ekonomi mengenal adanya monopoli alamiah, dimana satu pelaku usaha dapat menguasai pasar karena efisiensi, kemampuan modal yang besar, penguasaan input dan teknologi dan lain-lain. UU No. 5 Tahun 1999 juga mengecualikan monopoli yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Apabila suatu UU terkait industri tertentu, mengamanatkan kepada pelaku usaha tertentu untuk menjadi monopolis dalam industri tersebut, maka pengaturan ini dikecualikan dari UU No. 5 Tahun Meskipun terdapat justifikasi ekonomi dan hukum tentang adanya monopoli dalam suatu industri, akan tetapi KPPU tetap berkewajiban mengawasi perilaku dari monopolis tersebut, untuk tetap menjaga kesejahteraan konsumen dalam industri tersebut. Terkait dengan industri asuransi angkutan darat sendiri, KPPU perlu untuk memahami apakah penunjukkan PT. Jasa Raharja sebagai satu-satunya pelaku usaha dalam industri asuransi angkutan darat adalah termasuk dalam hal-hal yang dikecualikan dari UU No. 5 Tahun Selain itu KPPU juga perlu memetakan perilaku dari PT. Jasa Raharja tersebut sehingga dapat dipahami bahwa tidak terdapat perilaku yang merugikan konsumen di lapangan. 2

4 2. Gambaran Umum Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab utama kematian, luka dan kecacatan manusia di dunia. Sekitar 1,2 juta orang meninggal dan beberapa juta orang teluka bahkan mengalami cacat fisik setiap tahunnya. Di Indonesia pada tahun 2005 sebanyak orang meninggal dan orang luka-luka akibat kecelakaan di jalan raya 1. Dari tahun ke tahun jumlah ini bahkan menunjukkan angka yang semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Kecelakaan lalu lintas membawa dampak yang sangat besar baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Dari sisi ekonomi kecelakaan lalu lintas membawa dampak pada : 1. Biaya rumah sakit dan kesehatan 2. Kerugian produktivitas secara nasional 3. Kerusakan sarana dan prasarana lalu lintas Di Indonesia kecelakaan lalu lintas telah menimbulkan kerugian berkisar antara 3% dari pendapatan nasional bruto dan di dunia berkisar 2% dari penatapan bruto, setara dengan 90 trilyun pada tahun Untuk itu maka Pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari kerugian akibat kecelakaan lalu lintas melalui UU No. 33 dan 34 tahun Sebagai pelaksana dari UU tersebut adalah PT. Jasa Raharja yang merupakan kepanjangan tangan Pemerintah Sistem Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang yang Diamanatkan melalui UU No. 33 Tahun 1964 Sistem iuran wajib yang berhubungan dengan kewajiban Pemerintah memberikan santunan kepada penumpang angkutan umum korban kecelakaan diatur dalam UU No. 33 tahun Di dalam UU tersebut dinyatakan bahwa setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. Iuran wajib yang disetor oleh penumpang yang syah tersebut dianggap sebagai premi untuk mengganti kerugian yang berhubungan dengan kematian dan cacat tetap. Kewajiban membayar iuran wajib tersebut tidak berlaku bagi beberapa pihak yang tercantum dalam penjelasan UU No. 33 Tahun 1964 misalnya angkutan umum dalam kota dan penumpang 1 Kajian Sumber Pendanaan Keselamatan Jalan. Satuan Kerja Peningkatan dan Pembinaan Transportasi Darat, Departemen Perhubungan Ibid. 3

5 kereta api berjarak kurang dari 50 km ataupun penumpang kereta api dalam kota. Walaupun penumpang tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar iuran, tetapi Pemerintah melalui PT. Jasa Raharja tetap memberikan santunan apabila terjadi resiko. Adapun mekanisme pembayaran premi dilakukan dengan cara penumpang membayar kepada perusahaan angkutan umum, bersamaan dengan pembelian tiket penumpang. Setiap bulan setiap tanggal 27 perusahaan angkutan akan membayarkan hasil pembayaran iuaran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang atau yang bisa dianggap sebagai premi asuransi penumpangnya kepada Bank yang ditunjuk atau kepala Badan Asuransi yang ditunjuk oleh Pemerintah. Adapun besaran premi adalah sebagai berikut : Jenis Kendaraan Kendaraan bermotor umum Kereta api Alat angkutan penumpang umum di sungai/danau Alat angkutan penumpang umum ferry/penyeberangan dan laut Tabel 1 : Besaran Premi Menurut Jenis Kendaraan Besaran Premi Rp.60,00 (enam puluh rupiah). Rp120,00 (seratus dua puluh rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan sampai dengan Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) sebesar Rp 100,00 (seratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) sebesar Rp 200,00 (dua ratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan sampai dengan Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) sebesar Rp 100,00 (seratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) sampai dengan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) sebesar Rp 200,00 (dua ratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) sampai dengan Rp ,00 (sepuluh ribu rupiah) sebesar Rp 400,00 (empat ratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas Rp ,00 (sepuluh ribu rupiah) sampai dengan Rp ,00 (dua puluh lima ribu rupiah) sebesar Rp 800,00 (delapan ratus rupiah). Alat angkutan penumpang umum di udara Alat angkutan penumpang umum dengan biaya angkutan di atas Rp ,00 (dua puluh lima ribu rupiah) sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah). Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah). Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/Pmk.010/2008 4

6 2.2. Sistem Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang Diamanatkan Melalui UU No. 34 Tahun 1964 Untuk perlindungan kepada selain penumpang umum yang mengalami kecelakaan, Pemerintah melakukan pungutan melalui sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan yang diatur dalam UU No Dalam UU 34/1964 dinyatakan bahwa pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diharuskan memberi sumbangan wajib setiap tahun yang besarnya ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Beberapa pengecualian terhadap kewajiban di atas tertera pada penjelasan UU No. 34 tersebut yaitu sepeda motor dan sepeda kumbang dengan silinder 50 cc, atau kurang, kendaraan ambulan, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah dan kereta api dibebaskan dari sumbangan wajib. UU No.34 tahun 1964 mengatur mengenai iuran wajib yang dibebankan kepada pemilik perusahaan atau kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Mekanisme pembayaran bisa melalui samsat yaitu saat perpanjangan surat tanda kendaraan bermotor maupun bagi pengusaha kendaraan angkutan langsung dibayarkan kepada PT. Jasa Raharja pada akhir Juni untuk tahun berjalan, Besarnya Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) adalah sebagai berikut sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008, ditetapkan sebagai berikut : Tabel 2. Besaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 36/PMK.010/2008 Gol A B C1 Jenis Kendaraan Sepeda motor 50 cc ke bawah, mobil ambulance, mobil jenazah dan mobil pemadam kebakaran. Traktor, buldozer, forklift, mobil derek, excavator, crane dan sejenisnya. Sepeda motor, sepeda kumbang, dan scooter diatas 50 cc s/d 250 cc dan kendaraan bermotor roda tiga. Tarip Kd/Sert. Jumlah Swdkllj C2 Sepeda motor dan scooter diatas 250 cc DP Pick up/mobil barang s/d cc, sedan, jeep, dan mobil penumpang bukan angkutan umum

7 Gol Jenis Kendaraan Tarip Kd/Sert. Jumlah Swdkllj DU Mobil penumpang angkutan umum s/d cc EP Bus dan Microbus bukan angkutan umum EU F Bus dan Microbus angkutan umum, serta mobil penumpang angkutan umum lainnya diatas cc. Truck, mobil tangki, mobil gandengan, mobil barang diatas cc, truck container, dan sejenisnya Sumber : Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 36/PMK.010/2008 Besarnya santunan UU No 33 & 34 tahun 1964, ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No 36/PMK.010/2008 dan 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 : Tabel 3. Besaran Santunan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No 36/PMK.010/2008 dan 37/PMK.010/2008 Jenis Santunan Darat/Laut Angkutan Umum Udara Meninggal Dunia Rp ,- Rp ,- Catat Tetap (maksimal) Rp ,- Rp ,- Biaya Rawatan (maksimal) Rp ,- Rp ,- Biaya Penguburan Rp ,- Rp ,- Sumber :Peraturan Menteri Keuangan RI 37/PMK.010/ Pertumbuhan Peserta dan Nilai Klaim Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa perlindungan atas kecelakaan lalu lintas diatur melalui UU 33/1964 dan UU 34/1964. Melalui UU No. 33 Tahun 1964, peserta yang berhak memperoleh santunan kecelakaan lalu lintas adalah Tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta-api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional. 6

8 Adapun berdasarkan UU 34/1964, pihak yang berhak memperoleh perlindungan antara lain setiap orang yang menjadi korban mati atau cacat tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas jalan dan ahli warisnya. Pertumbuhan pendapatan iuran wajib asuransi berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 periode 2006 sd adalah sebagai berikut : Tabel 4. Pertumbuhan Pendapatan Iuran Wajib Asuransi Berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 pada Periode 2006 s/d 2008 PENERIMAAN PREMI AKTIVITAS RATA2 SEKTOR AKT (a) (b) (c) (d) (c/b) (d/c) UU.No.33/1964 IWKBU 80,864,730,200 82,439,715,725 82,695,000, % 0.31% 1.28% IWKL 21,672,432,890 22,362,272,520 39,854,000, % 78.22% 79.81% IWPU 109,327,098, ,112,301, ,673,780, % -2.84% 18.55% IWKA 2,495,314,000 2,270,275,740 4,299,000, % 89.36% 84.85% Jumlah 214,359,575, ,184,565, ,521,780, % 5.83% 17.22% Sumber : Biro Asuransi Bappepam LK, 2009 Keterangan : IWKBU IWKL IWPU IWKA : Iuran Wajib Kendaraan Bermotor Umum : Iuran Wajib kapal Laut : Iuran Wajib Pesawat Udara : Iuran Wajib Kereta Api Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sumbangan premi terbesar adalah dari moda pesawat udara yang mencapai lebih dari 100 milyar dari tahun 2006 dan mencapai Rp. 151 milyar pada tahun Sedangkan penyumbang kedua terbesar adalah dari moda kendaraan bermotor umum yang mencapai rata-rata Rp. 80 milyar per tahun. Meskipun demikian pertumbuhan terbesar adalah dari moda kereta api dimana pada tahun 2008, mengalami pertumbuhan premi mencapai 89% dibanding tahun Sedangkan moda yang lain cenderung mengalami penurunan seperti pada moda pesawat udara dan kendaraan bermotor umum. 7

9 Untuk pertumbuhan pendapatan dari sumbangan wajib dana keelakaan lalu lintas dan jalan sebagaimana diamanatkan melalui UU No. 34 tahun 1964, adalah sebagai berikut : Tabel 5 : Pertumbuhan Pendapatan Sumbangan Wajib Asuransi Berdasarkan UU No. 34 Tahun 1964 pada Periode 2006 s/d 2008 PENERIMAAN PREMI AKTIVITAS RATA2 SEKTOR AKT (a) (b) (c) (d) (c/b) (d/c) UU.No.34/ % KD/Sert 101,256,147, ,080,991, ,466,000, % 11.84% 17.68% SWDKLLJ 922,284,348,000 1,011,177,700,448 1,792,917,000, % 77.31% 82.13% Jumlah 1,023,540,495,000 1,124,258,692,148 1,919,383,000, % 70.72% 75.64% Sumber : Biro Asuransi Bappepam LK, 2009 Keterangan : KD/Sert SWDKLLJ :Kartu Dana/Sertifikat : Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah pertumbuhan SWDKLLJ dari tahun ke tahun semakin meningkat. Apabila pada tahun 2006 jumlahnya hanya Rp. 922 milyar maka pada tahun 2008 jumlahnya telah mencapai Rp. 1,8 trilyun. Hal tersebut juga terlihat dari prosentase aktivitasnya Apabila dilihat dari sisi perkembangan aktivitasnya, dimana perkembangannya pada tahun 2008 mencapai 77,31% dibanding tahun Adapun rekapitulasi jumlah korban dan santunan berdasarkan UU No. 33 dan 34 Tahun 1964 adalah sebagaimana tabel berikut : 8

10 Tabel 6 : Rekapitulasi Jumlah Korban dan Santunan berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 UU NO. 33 / 1964 TAHUN SIFAT PKBU PKA PKL PKU JUMLAH CEDERA Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp Meninggal 732 7,320, ,260, ,710, ,000 1,046 11,140,000 Luka-luka 4,125 6,761, , , ,897 4,599 8,058,123 Cacat Tetap , , , ,479 Penguburan 7 7, , , ,000 JUMLAH 4,874 14,435, ,165, ,895, ,178,897 5,673 19,675, Meninggal 617 6,170, ,140, ,570, ,180,000 1,398 18,060,000 Luka-luka 3,214 6,216, ,045, , ,005 4,213 7,592,426 Cacat Tetap , , , , ,225 Penguburan 11 11, , , , ,000 JUMLAH 3,859 12,742, ,295, ,907, ,241,255 5,659 26,187, Meninggal ,925, ,090, ,120, , ,195,000 Luka-luka 3,362 8,425, ,071, , ,958 3,879 9,752,050 Cacat Tetap , ,000-2, ,950 Penguburan 13 19, , , ,000 JUMLAH 4,062 22,974, ,273, ,318, ,958 4,770 27,691,000 S/D MARET 2009 Meninggal 145 3,685, , ,175, , ,895,000 Luka-luka 727 2,519, , , ,948,401 Cacat Tetap 5 149,875-72, ,125 Penguburan 3 6, , , ,000 JUMLAH 875 6,360, ,454, ,202, ,000 1,082 9,077,526 TOTAL 2006 s/d Maret 2009 Meninggal 2,168 31,100, ,465, ,575, ,150,000 3,533 52,290,000 Luka-luka 11,428 23,922,863 1,663 3,311, , ,860 13,535 28,351,000 Cacat Tetap 45 1,447, , , , ,910,779 Penguburan 34 43, , , , ,000 JML ,675 56,513,492 2,064 9,189,419 1,247 10,323, ,605,110 17,189 82,631,779 S/D 2009 Sumber : Biro Asuransi Bappepam LK,

11 Tabel 7 : Rekapitulasi Jumlah korban dan Santunan Berdasarkan UU No. 34 Tahun 1964 TAHUN UU NO. 34 / 1964 SIFAT PKBU PKA PKL PKU JUMLAH CEDERA Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp. Krb. Rp Meninggal 28, ,230, , ,400,000 28, ,880,000 28, ,230,000 Luka-luka 54, ,506, , ,657 54, ,135,593 54, ,506,690 Cacat Tetap 196 6,213,752-14, , ,370, ,213,752 Penguburan , , , , JUMLAH 83, ,430, , ,037,657 84, ,906,345 83, ,430, Meninggal 29, ,210, , ,220,000 30, ,630,000 29, ,210,000 Luka-luka 53, ,576, , ,836 53, ,151,401 53, ,576,530 Cacat Tetap 213 5,832, , ,950, ,832,581 Penguburan , , , , ,000 JUMLAH 84, ,104, , ,767,836 84, ,253,482 84, ,104, Meninggal 32, ,170, ,335, ,970, , ,475,000 32, ,170,000 Luka-luka 60, ,843, , ,881 60, ,998,106 60, ,843,141 Cacat Tetap 214 9,827,219-15, , ,021, ,827,219 Penguburan , , , ,000 JUMLAH 93, ,751, ,821, ,900, ,406 1,003,473,000 93, ,751,360 S/D Meninggal 7, ,042, , ,447,500 7, ,289,584 7, ,042,084 MARET Luka-luka 17, ,056, , ,817 17, ,639,015 17, ,056, Cacat Tetap 64 4,022,423-1, , ,089, ,022,423 Penguburan , , , ,124 JUMLAH 25, ,444, ,184, ,730,817 25, ,359,895 25, ,444,633 TOTAL Tahun Meninggal 97,890 1,457,652, ,585,000 1,749 25,037, ,770 1,485,274,584 97,890 1,457,652, s/d Luka-luka 186, ,982, ,208, ,733, , ,924, , ,982,363 Maret Cacat Tetap ,895,975-30, , ,431, ,895, Penguburan 1,606 2,200, , ,000 1,731 2,362,124 1,606 2,200,124 JML ,688 2,269,730, ,825,310 2,253 27,436,86 S/D Sumber : Biro Asuransi Bappepam LK, ,321 2,300,992, ,688 2,269,730,

12 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa korban yang disantuni berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 sejak tahun 2006 sd 2008 sejumlah orang yang meliputi santunan untuk korban meninggal, luka-luka, cacat tetap dan penguburan. Secara total nilai santunan yang dikeluarkan sejumlah Rp. 82 juta Adapun jumlah korban yang memperoleh santunan berdasarkan UU No. 34 Tahun 1964 sejumlah orang dengan nilai santunan mencapai Rp. 2,3 milyar. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan korban yang mendapat santunan berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 Meskipun demikian, nilai santunan yang dikeluarkan masih lebih kecil dibandingkan nilai premi yang diterima, dimana pada tahun 2008 saja premi yang diperoleh berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 sebesar Rp. 278 milyar dan berdasarkan UU No. 34 Tahun 1964 mencapai Rp. 1,9 trilyun Tentang PT. Jasa Raharja a. Sejarah PT. Jasa Raharja Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda oleh Pemerintah RI. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.3 tahun 1960, jo Pengumuman Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No.12631/BUM II tanggal 9 Februari 1960, terdapat 8 (delapan) perusahaan asuransi yang ditetapkan sebagai Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) dan sekaligus diadakan pengelompokan dan penggunaan nama perusahaan sebagai berikut : Fa. Blom & Van Der Aa, Fa. Bekouw & Mijnssen, Fa. Sluiiters & co, setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu bernama PAKN Ika Bhakti. NV. Assurantie Maatschappij Djakarta, NV. Assurantie Kantoor Langeveldt-Schroder, setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu, dengan nama PAKN Ika Dharma. NV. Assurantie Kantoor CWJ Schlencker, NV. Kantor Asuransi "Kali Besar", setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu, dengan nama PAKN Ika Mulya. PT. Maskapai Asuransi Arah Baru setelah dinasionalisasi diberi nama PAKN Ika Sakti. Perkembangan organisasi perusahaan tidak terhenti sampai disitu saja, karena dengan adanya pengumuman Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No /BUM II tanggal 31 Desember 1960, keempat perusahaan tersebut di atas digabung 11

13 dalam satu Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) "Ika Karya." Selaniutnya PAKN Ika Karya berubah nama meniadi Perusahaan Negara Asuransi Kerugian (PNAK) Eka Karya. Berdasarkan PP No.8 tahun 1965 dengan melebur seluruh kekayaan, pegawai dan segala hutang piutang PNAK Eka Karya, mulai 1 Januari 1965 dibentuk Badan Hukum baru dengan nama 'Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja" dengan tugas khusus mengelola pelaksanaan Undang-Undang (UU) No.33 dan Undang-Undang (UU) No.34 tahun Penunjukkan PNAK Jasa Raharja sebagai pengelola kedua Undang-Undang tersebut ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No. BAPN tanggal 30 Maret Pada tahun 1970, PNAK Jasa Raharja diubah statusnya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Jasa Raharja. Perubahan status ini dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep.750/KMK/IV/II/1970 tanggal 18 November 1970, yang merupakan tindak lanjut dikeluarkannya UU. No.9 tahun 1969 tentang Bentuk- Bentuk Badan Usaha Negara. Pada tahun 1978 yaitu berdasarkan PP No.34 tahun 1978 dan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang selalu diperpanjang pada setiap tahun dan terakhir No. 523/KMK/013/1989, selain mengelola pelaksanaan UU. No.33 dan UU. No. 34 tahun 1964, Jasa Raharja diberi tugas baru menerbitkan surat jaminan dalam bentuk Surety Bond. Kemudian sebagai upaya pengemban rasa tanggung jawab sosial kepada masyarakat khususnya bagi mereka yang belum memperoleh perlindungan dalam lingkup UU No.33 dan UU No.34 tahun 1964, maka dikembangkan pula usaha Asuransi Aneka. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mengingat usaha yang ditangani oleh Perum Jasa Raharja semakin bertambah luas, maka pada tahun 1980 berdasarkan pp No.39 tahun 1980 tanggal 6 November 1980, status Jasa Raharja diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja, yang kemudian pendiriannya dikukuhkan dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.49 tahun 1981 tanggal 28 Februari 1981, yang telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.59 tanggal 19 Maret 1998 berikut perbaikannya dengan Akta No.63 tanggal 17 Juni 1998 dibuat dihadapan notaris yang sama. Pada tahun 1994, sejalan dengan diterbitkan UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang antara lain mengharuskan bahwa Perusahaan Asuransi yang telah 12

14 menyelenggarakan program asuransi sosial dilarang menjalankan asuransi lain selain program asuransi sosial, maka terhitung mulai tanggal 1 Januari 1994 Jasa Raharja melepaskan usaha non wajib dan surety bond dan kembali menjalankan program asuransi sosial yaitu mengelola pelaksanaan UU. No.33 tahun 1964 dan UU. No.34 tahun b. Tujuan Pendirian Dan Lapangan Usaha Sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan yang tercantum dalam Akta No.76 tanggal 24 Juli 2003 pasal 3 maksud dan tujuan serta kegiatan usaha adalah : 1. Maksud dan tujuan Perseroan ialah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan Nasional pada umumnya serta pembangunan dibidang Asuransi dengan menjalankan usaha asuransi kerugian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menerapkan prinsip prinsip PerseroanTerbatas. 2. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut : a. mengadakan dan menutup perjanjian asuransi kendaraan bermotor dan asuransi tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga dalam hal kecelakaan alat angkutan; b. melaksanakan asuransi kecelakaan penumpang alat angkutan umum dan asuransi tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 33 dan 34 tahun 1964, berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya; c. menerima pertanggungan tidak langsung untuk ditahan sendiri oleh perseroan. 3. Perseroan dapat pula mendirikan/menjalankan perusahaan lain, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan-badan lain, yang maksud dan tujuannya sama dengan Perseroan. c. Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. Jasa Raharja (Persero) sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Nomor : Skep/85/XI/2002 tanggal 28 Nopember 2002 dan Nomor : KEP/44/2003 tanggal 9 Juni 2003, secara hirarkis berdasarkan kedudukannya terdiri dari: Kantor Pusat, berkedudukan di Jakarta dan Kantor Cabang dan Perwakilan, berkedudukan di daerah daerah terdiri dari 27 Kantor Cabang dan 59 Kantor Perwakilan. 13

15 d. Permodalan PT. Jasa Raharja (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia (dalam hal ini Menteri Keuangan Republik Indonesia). Namun demikian sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001, bahwa kewenangan Menteri Keuangan Republik Indonesia selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pemegang Saham pada PT. Jasa Raharja (Persero), dialihkan kepada Menteri Negara BUMN. Sesuai Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan PT. Jasa Raharja (Persero) tentang Perubahan Anggaran Dasar Nomor : KEP-24/MBU/2006 tanggal 16 Februari 2006, maka struktur permodalan PT. Jasa Raharja (Persero) menjadi sebagai berikut: 1. Modal Dasar Perusahaan ditingkatkan dari semula sebesar Rp (Limaratus Milyar Rupiah) menjadi sebesar Rp (Satu Triliun Rupiah). 2. Modal Ditempatkan yang disetor penuh oleh Negara Republik Indonesia dari semula sebesar Rp (Duaratus Limapuluh Juta Rupiah) ditempatkan menjadi sebesar Rp (Limaratus Milyar Rupiah). 3. Penambahan Modal Disetor tersebut huruf b sebesar Rp (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) berasal dari Kapitalisasi sebagian cadangan PT. Jasa Raharja (Persero). f. Anak Perusahaan PT Asuransi Jasaraharja Putera didirikan berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat Pemegang Saham PT Asuransi Aken Raharja mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang Akte Pendiriannya dibuat dihadapan Notaris Ny. Machmudah Rijanto, SH dengan Akte Notaris No. 81 tanggal 27 Nopember 1993 dan disahkan Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-369.HT TH.93 tanggal 13 Desember Nama Perseroan berubah yang semula bernama PT Asuransi Aken Raharja menjadi PT Asuransi Jasaraharja Putera, kemudian berdasarkan keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Asuransi Jasaraharja Putera tanggal 29 Desember 1995, Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan yang dilaksanakan dihadapan Notaris Sucipto, SH di Jakarta dengan Akta No. 30 tanggal 6 Juni 1996 dan telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dengan Keputusan No. C HT TH.96 tanggal 5 Desember

16 Berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Jasaraharja Putera tanggal 23 Desember 2003, bahwa Modal Dasar Ditempatkan dan Disetor Penuh telah ditingkatkan dari Rp (Empatpuluh Milyar Rupiah) menjadi Rp (Limapuluh Milyar Rupiah). Peningkatan Modal Disetor tersebut sebesar Rp (Sepuluh Milyar Rupiah) berasal dari kapitalisasi Cadangan, sehingga posisi Modal Disetor per 31 Desember 2003 menjadi sebagai berikut: Tabel 8. Kepemilikan Saham PT. Jasa Raharja Putra No. Keterangan Saham Jumlah % Nominal Saham (Rp) 1. PT. Jasa Raharja (Persero) , Dana Pensiun PT. Jasa Raharja , PT Servico Delta Investama , PT Patakarsa Utama , PT Asuransi Allianz Life Ind , J u m l a h , Sumber : PT. Jasa Raharja, Karakteristik Asuransi Sosial Kecelakaan lalu lintas sebenarnya dapat ditanggung dengan asuransi personal accident/kerugian yang banyak ditawarkan oleh perusahaan asuransi biasa. Meskipun demikian, asuransi wajib kecelakaan lalu lintas yang disediakan oleh Asuransi PT. Jasa Raharja mempunyai karakteristik yang berbeda dengan asurnasi personal accident/kerugian tersebut. Asuransi wajib kecelakaan lalu lintas oleh PT. Jasa Raharja merupakan jenis asuransi sosial dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kepesertaan pada asuransi sosial bersifat wajib; 2. Kemanfaatannya memberikan perlindungan dasar minimal (minimum floor of income); 3. Perlindungannya menekankan pada kecukupan sosial (social adequacy) sebagai unsur kesejahteraan; 4. Manfaat dan iurannya ditetapkan dengan undang-undang; 5. Pelaksanaannya dilakukan secara monopoli oleh pemerintah; 6. Pendanaan penuh tidak diperlukan karena iuran wajib dari peserta baru, dan karena programnya dianggap berlangsung tak terhingga; 7. Tidak diperlukan underwriting karena tidak ada seleksi peserta dan pentarifan secara individual 15

17 Adapun perbandingan antara asuransi personal accident yang disediakan oleh perusahaan asuransi swasta dengan asuransi wajib oleh PT. Jasa Raharja adalah sebagai berikut : Tabel 9. Perbandingan Antara Asuransi Personal Accident oleh perusahaan Asuransi Swasta dengan Asuransi Wajib oleh PT Jasa Raharja Keterangan Asuransi TPL kecelakaan lalu lintas Asuransi jaminan sosial nasional Jenis Tidak wajib Asuransi sosial Yang dicover Besar Manfaat Kerusakan kendaraan pihak ketiga, biaya perawatan, santunan meninggal Sebesar kerusakan kendaraan, biaya perawatan, dan atau santunan kematian Dapat berupa: asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian, dana pensiun, asuransi hari tua Ditentukan dengan peraturan perundangundangan sebesar perlindungan dasar minimal Premi Tidak sama untuk semua peserta Sama untuk semua peserta Penerima manfaat Pihak ketiga Peserta dan atau ahli warisnya Provider Bisa multi provider Satu provider idealnya Underwriting Dilakukan Tidak ada Subsidi antar peserta Tidak ada Subsidi antara yg miskin dg yg kaya, yg risiko rendah dgn yg risiko tinggi Korban tabrak lari, penumpang tdk bayar tiket Tidak dicover Korban tabrak lari dicover Seharusnya tidak dicover utk penumpang yg tidak bayar, namun secara politis kadang mjd hrs dibayar Sumber : Biro Perasuransian-Bappepam LK, 2009 Keterangan : TPL = Total Personal Lost Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa asuransi kecelakaan lalu lintas yang dilayani oleh PT. Jasa Raharja mempunyai karakter sosial dimana asuransi tersebut lebih ditujukan bagi pemerataan santunan untuk seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya underwriting serta subsidi diantara peserta yang kaya dengan yang miskin sehingga setiap perserta dengan resiko dan kondisi ekonomi yang berbeda-beda akan ditanggung dengan nilai santunan yang sama. Selain itu asuransi ini akan meng-cover korban yang tidak membayar tiket ataupun korban tabrak lari. 16

18 4. Aturan mengenai Asuransi Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas, baik darat, laut dan udara. Hal tersebut diatur melalui UU No. 33 Tahun 1964 dan UU No. 34 Tahun Dalam UU No. 33 Tahun 1964 pasal 3, disebutkan bahwa tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, keretaapi, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. Selain dana yang terkumpul dari penumpang, dana santunan untuk korban kecelakaan juga dikumpulkan dari dana pertanggunggan wajib kecelakaan lalu lintas, sebagaimana diatur melalui UU No. 34 Tahun 1964, mengenai Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Dalam UU No. 34 Tahun 1964 pasal 1 tersebut yang dimaksud dengan dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas adalah dana yang terhimpun dari sumbangan wajib, yang dipungut dari para pemilik/pengusaha alat angkutan lalu- lintas jalan dan yang disediakan untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu-lintas jalan korban/ahliwaris yang bersangkutan. Seperti halnya iuran yang wajib dibayarkan penumpang kendaraan umum, selanjutnya dana tersebut akan digunakan untuk memberikan ganti rugi pada korban mati atau cacad akibat kecelakaan lalu lintas, dengan besaran yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah (UU No. 33/1964 pasal 7 dan UU No. 34/1964 pasal 4). a. Regulasi mengenai Asuransi Wajib Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa asuransi kecelakaan lalu lintas merupakan asuransi sosial yang bersifat wajib bagi seluruh penumpang angkutan umum dan pemilik kendaraan umum. UU No. 2 Tahun 1992 mengenai Usaha Perasuransian pada pasal 1 mengatur bahwa Program Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Hal yang sama kembali ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian pasal 32. Pada pasal yang sama juga diatur bahwa Program Asuransi Sosial tersebut hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk khusus untuk itu. Bagi perusahaan asuransi yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan asuransi sosial dilarang untuk menyelenggarakan program asuransi lain selain program asuransi sosial tersebut. 17

19 b. Penunjukan dan Pendirian PT. Jasa Raharja Untuk menyelenggarakan asuransi wajib kecelakaan lalu lintas sebagaimana diamanatkan dalam regulasi di atas, maka ditunjuk lembaga pelaksana yaitu PT. Jasa Raharja. Penunjukkan PT. Jasa Raharja sendiri merupakan amanat UU No. 33 tahun 1964 pada pasal 5 yang menyatakan bahwa hasil penerimaan uang iuran wajib dari penumpang harus disetorkan kepada dana pertanggungan melalui bank atau badan asuransi yang ditunjuk oleh Menteri. Dalam UU 34 Tahun 1964 pada pasal 4 ayat 2 juga mengatur hal serupa dimana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada korban, maka Menteri dapat menunjuk instansi Pemerintah yang dianggap perlu. Melalui UU yang sama pada pasal 5 juga diperjelas bahwa pengurusan dan penguasaan dana (iuran penumpang dan sumbangan wajib kecelakaan lalu lintas) dilakukan oleh suatu Perusahaan Negara yang ditunjuk oleh Menteri khusus untuk itu. Peraturan tersebut, kembali ditegaskan melalui PP Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, pada pasal 8 Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang diurus dan dikuasai oleh suatu Perusahaan Negara menurut Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, yang khusus ditunjuk oleh Menteri untuk itu. Perusahaan Negara tersebut merupakan penanggung pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Demikian juga halnya dengan sumbangan wajib dari perusahaan angkutan umum, dananya juga dikelola oleh perusahaan negara yang khusus ditunjuk untuk itu, sebagaimana diatur melalui PP No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan. Untuk melaksanakan amanat UU tersebut, selanjutnya Pemerintah melalui PP No. 34 Tahun 1978 memberikan kewenangan kepada PT. Jasa Raharja yang pada waktu itu bernama Perusahaan Negara Jasa Raharja untuk menjadi perusahaan yang bergerak di bidang asuransi kecelakaan penumpang. Pada pasal tersebut diatur mengenai tugas PT. Jasa Raharja yaitu sebagai berikut : a. mengadakan dan menutup perjanjian asuransi termasuk reasuransi dalam bidang asuransi tanggung-jawab kendaraan bermotor dan kecelakaan penumpang; b. memberi perantaraan dalam penutupan asuransi tanggung-jawab kendaraan bermotor dan kecelakaan penumpang. Secara lebih khusus, penunjukkan PT. Jasa Raharja sebagai pengelola kedua Undang-Undang tersebut ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No. BAPN tanggal 30 Maret 1965, saat itu PT. Jasa Raharja masih bernama Penunjukkan PNAK Jasa Raharja. 18

20 c. Premi dan Pertanggungan Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa setiap penumpang kendaraan umum diwajibkan untuk membayar iuran dan apabila mengalami kecelakaan lalu lintas, berhak atas santunan sebagai ganti rugi bagi korban atau ahli waris. Besaran iuran dan santunan tersebut dihitung dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Hal ini merupakan amanat dari PP Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang pada pasal 2 yang menyatakan sebagai berikut : (1) Untuk jaminan pertanggungan kecelakaan diri dalam Peraturan Pemerintah ini, tiap penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, untuk tiap perjalanan wajib membayar suatu iuran. (2) Jumlah iuran wajib yang dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini, ditentukan oleh Menteri menurut suatu tarip yang bersigat progresif. Selain besarnya iuran, Menteri juga berwenang menetapkan besarnya pembayaran ganti rugi, sebagaimana diamanatkan melalui PP No. 17 Tahun 1965 Pasal 11 yang berbunyi : besarnya jumlah pembayaran ganti kerugian pertanggungan dalam hal kematian, cacad tetap, maksimum penggantian biaya- biaya perawatan dan pengobatan dokter dan penggantian biaya- biaya penguburan, sebagaimana dimaksudkan pada pasal 10 ayat (2) di atas, ditentukan oleh Menteri. Selain besaran iuran dan ganti rugi yang dari iuran wajib penumpang, Menteri juga memiliki kewenangan dalam menetapkan besar sumbangan wajib dari pemilik angkutan umum sebagaimana diatur melalui PP Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan (pasal 2) serta dana santunan dalam hal kematian atau cacad tetap (pasal 11). Saat ini regulasi yang mengatur mengenai besaran premi dan santunan adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 37/Pmk.010/2008 Tentang Besar Santunan Dan Luran Wajib Dana Pertanggungan Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara. d. Sanksi Bagi penumpang kendaraan umum maupun pemilik kendaraan umum yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur di atas, maka Pemerintah akan menjatuhkan sanksi baik denda maupun pencabutan izin. UU No. 33 Tahun 1964 pasal 8 menteapkan bahwa 19

21 Perusahaan angkutan yang melakukan kelalaian menjalankan kewajibannya tidak memungut iuran kepada penumpang dan atau tidak menyetorkan hasil pendapatannya pada waktu yang ditentukan menurut pasal 5 dikenakan hukuman denda setinggi-tingginya Rp ,- (satu juta rupiah). Sedangkan di UU No. 34 Tahun 1964, bagi pemilik kendaraan umum yang lalai untuk membayar dana wajib dikenai sanksi berupa Pasal 7 hukuman denda setinggi-tingginya Rp ,- (seratus ribu rupiah). Sanksi tersebut secara lebih rinci diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa bagi penumpang kendaraan umum yang tidak membayar iuran wajib dan meminta kuponnya akan dikenakan denda setinggi-tingginya Rp ,- (dua puluh lima ribu rupiah). Sedangkan bagi pengusaha angkutan umum yang tidak memungut iuran dan atai melalaikan kewajibannya untuk menyetor iuran diancam dengan hukuman denda setinggitingginya Rp ,- (satu juta rupiah). Ancaman sanksi bagi pemilik kendaraan umum yang lalai tersebut juga diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan pasal 19 dengan ancaman hukuman denda setinggi-tingginya Rp ,- (seratus ribu rupiah). Pada pasal 20, di samping denda sejumlah perizinan yang dimiliki akan dicabut yaitu: a. surat nomor-kendaraan bermotor; b. surat-coba-kendaraan bermotor; c. surat uji-kendaraan bermotor; d. izin trayek; untuk selama-lamanya satu tahun. 5. Praktek Pelaksanaan Asuransi Tambahan oleh PT. Jasa Raharja Putra a. Asuransi Tambahan untuk Penumpang Kereta Api Berdasarkan diskusi dengan berbagai pihak, Tim menemukan informasi mengenai praktek pelaksanaan asuransi tambahan untuk kecelakaan lalu lintas dengan sifat diwajibkan bagi penumpang untuk penumpang kereta api. Saat ini PT. KAI memberlakukan 2 jenis asuransi bagi penumpang, yaitu asuransi wajib PT. Jasa Raharja dan asuransi tambahan oleh PT. Jasa Raharja Putra. Asuransi wajib PT. Jasa Raharja adalah asuransi kecelakaan lalu lintas yang diwajibkan oleh UU 33/34 Tahun 1964 sedangkan asuransi tambahan oleh PT. Jasa Raharja Putra dimaksudkan sebagai tambahan santunan dari PT. KAI apabila terjadi kecelakaan kereta api. 20

22 Terkait dengan kewajiban asuransi tambahan yang dibebankan kepada penumpang kereta api, PT. KAI menyatakan bahwa alasannya adalah untuk menambahkan manfaat asuransi bagi penumpang maupun awak kereta api (masinis dan asisten masinis, kondektur, pembantu kondektur dan manajer KA, pelayan kereta api, petugas restorasi, dll). Dengan demikian santunan yang diterima korban dapat lebih besar. Sebelumnya, santunan yang diberikan kepada penumpang kereta api hanyalah dari asuransi wajib PT. Jasa Raharja. Apabila terjadi kecelakaan, seringkali PT. KAI juga dituntut untuk memberikan santunan sehingga PT. KAI terdorong untuk memberikan asuransi tambahan tersebut. PT. KAI juga menyatakan bahwa pemberian asuransi oleh operator kereta api tersebut, diamanatkan oleh Undang -Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian pada Bab XI, bagian Kedelapan tetang Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Pasal 157, Bab XII tentang Asuransi dan Ganti Kerugian Pasal 157, 158, 166 sampai dengan Pasal 169, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. Pasal 158 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak, atau musnah yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diterima oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang kepada penerima. (3) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan barang. 21

23 Pasal 167 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal 158. (2) Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api. Pasal 168 Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi. Menurut PT. KAI, regulasi di atas mengamanatkan operator kereta api untuk mengasuransikan penumpang serta barang yang diangkut oleh PT. KAI. Kontrak kerjasama dengan PT. Jasa Raharja Putra sendiri telah dilakukan semenjak tahun Adapun alasan pemilihan PT. Jasa Raharja Putra adalah sebagai berikut : 1. Konsorsium antara PT. Jasa Raharja dan PT. Jasa Raharja Putra dapat memberikan subsidi silang antara asuransi penumpang dengan asuransi barang. Asuransi barang nilainya kecil dan dibayar oleh PT. KAI. PT. KAI menyatakan bahwa asuransi barang mustahil diminati oleh asuransi lain. Dengan adanya konsorsium tersebut maka PT. KAI dapat menyediakan asuransi bagi seluruh jenis angkutan, baik barang maupun penumpang. 2. Klaim asuransi PT. Jasa Raharja Putra dapat ditujukan kepada kantor PT. Jasa Raharja, sehingga lebih mudah bagi korban kecelakaan. 3. Pemilihan tersebut sesuai dengan Peraturan Meneg BUMN Nomor 5 tahun 2008, Bagian Kedua, Prinsip Umum Pasal 2 ayat 4 tentang Pengguna Barang dan Jasa mengutamakan sinergi antar BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang bersangkutan dan sepanjang kualitas, harga dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dilakukan penunjukan langsung. Premi asuransi tambahan tersebut untuk kelas komersial (eksekutif dan bisnis) sebesar Rp. 330, sedangkan untuk penumpang kelas non komersial (ekonomi, lokal bisnis dan Jabotabek Komersial) sebesar Rp. 80. Premi tersebut dibebankan kepada penumpang, dengan ditambahkan kepada tarif karcis. Meskipun preminya berbeda, namun jaminan tambahan untuk penumpang setiap kelas adalah sama seperti nilai santunan asuransi wajib PT. Jasa Raharja. Sedangkan untuk awak kereta nilai santunannya adalah sbb : 22

24 Tabel 9. Santunan Awak Kereta Api oleh Asuransi Wajib PT Jasa Raharja No Jenis Pertanggungan Nilai Pertanggungan untuk Masinis dan Asisten Masinis (Rp). Nilai Pertanggungan untuk Kondektur, Pembantu Kondektur, dan manajer KA (Rp.) Nilai Pertanggungan untuk Pelayan, Petugas Restorasi, Petugas Keamanan dan Petugas Lainnya (Rp) 1 Meninggal Dunia Cacat Tetap Biaya Perawatan Biaya Penguburan Transportasi Sumber : PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Berikut jumlah premi asuransi yang dibayarkan untuk periode tahun Tabel 10. Nilai Premi yang Dibayarkan untuk Penumpang PT. KAI Tahun Nilai Premi Asuransi 2006 Rp Rp Rp Semester I-2009 Rp Sumber : PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Jumlah klaim asuransi yang dibayarkan untuk asuransi kecelakaan PT. Kereta Api (Persero) tahun 2006 s.d 2009 (Mei) : Tabel 11. Jumlah Santunan yang Dibayarkan Untuk Penumpang PT. KAI Tahun Jasa Raharja Jasa Raharja Putra Jumlah 2006 Rp ,- Rp ,- Rp , Rp ,- Rp ,- Rp , Rp ,- Rp ,- Rp , Rp ,-* Rp ,-** Rp ,-** Sumber : PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Catatan : * s.d Mei 2009, ** s.d TW

25 b. Asuransi Tambahan di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. KPPU menemukan diberlakukannya Perda di DIY Yogyakarta yaitu Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 050/KPTS/1995 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraaan Bermotor Umum di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Regulasi tersebut mengatur mengenai iuran wajib asuransi kecelakaan penumpang dan extra cover PT. Jasa Raharja/PT. Jasa Raharja Putera. Dalam regulasi tersebut, Gubernur DIY mewajibkan iuran asuransi untuk kendaraan bermotor di wilayah DIY ditangani oleh PT. Jasa Raharja dengan asuransi tambahan oleh PT. Jasa Raharja Putera. Berdasarkan diskusi dengan Dishubkominfo DIY diperoleh informasi bahwa Dishubkominfo tidak dapat mengklarifikasi latar belakang adanya Keputusan Gubernur di atas. Namun dalam prakteknya, Dishubkominfo Propinsi DIY menyatakan bahwa yang digunakan hanyalah asuransi wajib oleh PT. Jasa Raharja sedangkan asuransi tambahan oleh PT. Jasa Raharja Putra tidak berjalan sesuai amanat regulasi tersebut. Hal ini juga dikonfirmasi oleh operator bus di DIY Yogyakarta. 6. Analisa Sebagaimana telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya, telah diketahui bersama bahwa PT. Jasa Raharja merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengelola ausransi kecelakaan lalu lintas wajib. Terkait dengan pemberian hak monopoli tersebut perlu untuk dikaji lebih lanjut dari sisi persaingan usaha apakah bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 atau tidak. Untuk itu di bagian ini akan dilakukan analisa mengenai hal tersebut. UU 5 tahun 1999 sendiri, mempunyai aturan mengenai pengecualian yang diatur pada pasal 50 huruf a tentan tentang pengecualian peraturan perundang undangan, sebagai berikut : a. Pengecualian dalam Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 tentang Pengecualian Peraturan Perundang-Undangan Dalam UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat juga diatur mengenai pengecualian terhadap berlakunya UU No. 5 tahun 1999 yang diatur dalam pasal 50. Salah satu bentuk pengecualian yang diatur dalam pasal 50 adalah pengecualian mengenai pelaksanaan peraturan perundanga-undangan yang tertuang dalam pasal 50 huruf a. 24

26 Bunyi dari pasal 50 huruf a adalah : yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perbuatan dan atau perjajian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangn yang berlaku Adapun ketentuan dari pasal 50 huruf a ini adalah ketentuan yang bersifat pembebasan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya benturan dari berbagai kebijakan yang saling bertolak belakang namun sama-sama diperlukan dalam menata perekonomian nasional. Berbagai sektor ekonomi di Indonesia banyak yang diatur dalam berbagai Undang-Undang sektoral, selain itu dalam upaya peningkatan ekonomi Indonesia tersebut, seringkali Pemerintah juga memberikan kekhususan bagi sektor tertentu yang kegiatan ekonominya terkait dengan penguasaan hajat hidup orang banyak. Hal-hal tersebut menjadi latar belakang adanya pasal 50 huruf a dalam UU No. 5 Tahun 1999 mengenai pengecualian peraturan perundangan sebagaimana disebut di atas. Adanya pasal 50 huruf a tersebut diharapkan menjadi jalan keluar bagi regulasi sektoral yang diamanatkan rakyat untuk memberikan kekhususan bagi industri tertentu dan dalam prosesnya mempunyai prinsip yang bertentangan dengan UU No. 5/1999. Selain sebagai pembebasan, pengaturan pasal 50 huruf a juga mempunyai tujuan untuk menghindari terjadinya kerancuan dalam penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 apabila terjadi konflik kepentingan yang sama-sama ingin diwujudkan melalui kebijakan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta mewujudkan kepastian hukum dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Tetapi tentu saja dalam pelaksanaan pasal 50 huruf a ini perlu memahami hakekatnya secara benar karena jika tidak dikhawatirkan akan timbul kesulitan dan kekeliruan dalam pelaksanaannya. Perlu adanya kriteria yang jelas peraturan perundang-undangan seperti apakah yang dikecualikan dari UU No. 5 Tahun Pengertian peraturan perundang-undangan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya Pasal 7 ayat (1) dan ayat (4). Pada ayat (1) disebutkan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan mencakup: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden 25

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan 1 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum PT. Jasa Raharja 1. Sejarah Singkat PT. Jasa Raharja Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambil alihan atau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum PT Jasa Raharja (Persero) Berikut ini akan dijelaskan tentang sejarah, visi dan misi, logo, unit

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum PT Jasa Raharja (Persero) Berikut ini akan dijelaskan tentang sejarah, visi dan misi, logo, unit BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum PT Jasa Raharja (Persero) Berikut ini akan dijelaskan tentang sejarah, visi dan misi, logo, unit kerja dan tugas pokok kepala bagian PT Jasa Raharja (Persero).

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2017 KEMENKEU. SWDKLLJ. Besar Santunan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2017 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN IURAN WAJIB DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG ALAT ANGKUTAN PENUMPANG

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Sumber

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Sumber III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah korban /atau ahli waris yang mengurus

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder runtun

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder runtun III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder runtun waktu (time series), yang diperoleh atau bersumber dari data publikasi (annual

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar pembangunan nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga pembangunan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Usaha Milik Negara (BUMN) yang beralamat di Jl. Jend. Gatot Subroto No.142

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Usaha Milik Negara (BUMN) yang beralamat di Jl. Jend. Gatot Subroto No.142 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT. JASA RAHARJA (Persero) Medan Cabang Sumatera Utara adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beralamat di Jl. Jend. Gatot Subroto No.142 Km. 5,1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II BAB II BENTUK DAN JENIS SANKSI YANG BISA DIKENAKAN TERHADAP PENGENDARA MOBIL TERSEBUT DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DALAM MENYELENGGARAKAN KESELAMATAN LALU LINTAS 1. Bentuk dan Jenis Sanksi yang Bisa Dikenakan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13911 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT ASURANSI DHARMA BANGSA OLEH AXA S.A.

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13911 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT ASURANSI DHARMA BANGSA OLEH AXA S.A. PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13911 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT ASURANSI DHARMA BANGSA OLEH AXA S.A. LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

Lebih terperinci

STANDAR PENETAPAN IURAN WAJIB KAPAL LAUT MELALUI SISTEM BORONGAN OLEH PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG KEPULAUAN RIAU

STANDAR PENETAPAN IURAN WAJIB KAPAL LAUT MELALUI SISTEM BORONGAN OLEH PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG KEPULAUAN RIAU STANDAR PENETAPAN IURAN WAJIB KAPAL LAUT MELALUI SISTEM BORONGAN OLEH PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG KEPULAUAN RIAU TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Diploma III Oleh: DOLI

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP PT. JASA RAHARJA DAN ASURANSI KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN SEBAGAI ASURANSI SOSIAL

BAB III TINJAUAN TERHADAP PT. JASA RAHARJA DAN ASURANSI KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN SEBAGAI ASURANSI SOSIAL BAB III TINJAUAN TERHADAP PT. JASA RAHARJA DAN ASURANSI KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN SEBAGAI ASURANSI SOSIAL A. PT. Jasa Raharja (Persero) beserta Tugas dan Fungsinya 1. Sejarah Singkat PT. Jasa Raharja

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN PT. JASA RAHARJA (PERSERO) MEDAN. diundangkannya Undang-Undang No.86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN PT. JASA RAHARJA (PERSERO) MEDAN. diundangkannya Undang-Undang No.86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi BAB II PROFIL PERUSAHAAN PT. JASA RAHARJA (PERSERO) MEDAN A. SEJARAH PT. JASA RAHARJA Berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk melakukan nasionalisasi terhadap Perusahaan-Perusahaan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DAN TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA ASURANSI KERUGIAN EKA KARYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA ASURANSI KERUGIAN EKA KARYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA ASURANSI KERUGIAN EKA KARYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu segera melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM WILAYAH DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK S A L I N A N NOMOR 6/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN PRESIDEN, Menimbang : perlu segera mengadakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung. dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai langkah pertama

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2017 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK

UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK M A K A L A H ASURANSI JASA RAHARJA TERHADAP KORBAN LALU LINTAS DI SUSUN OLEH : HARDIANTO H. SAMINA SEMESTER 1 UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa rangka melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2011 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2011 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PT ASURANSI BANGUN ASKRIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DIREKSI PT. BANK NEGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah yang luas,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berusaha untuk memperoleh kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 46 TAHUN 2006 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : bahwa dalam perbaikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kenyamanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN, Menimbang : bahwa perlu segera mengadakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 DAN TAHUN 2015 GUBERNUR

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan

Lebih terperinci

Mengingat: pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar;

Mengingat: pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar; UU 34/1964, DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:34 TAHUN 1964 (34/1964) Tanggal:31 DESEMBER 1964 (JAKARTA) Tentang:DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa Retribusi Terminal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : C c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan aerah tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : 1. Perusahaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Umum PT. Jasa Raharja (Persero) Pada tahun 1960 Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk melakukan nasionalisasi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1986

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1986 PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1986 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK OTOBIS UMUM DAN MOBIL PENUMPANG UMUM YANG MELAYANI TRAYEK/TRAYEK-TRAYEK ANTAR KOTA DI DALAM PROVINSI DAERAH TINGKAT I

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2009 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DAN RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peranan usaha perasuransian di Indonesia dalam menunjang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 21 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2017 DAN TAHUN 2018 DENGAN

Lebih terperinci