Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Oleh : Indri Hadi Siswati

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Oleh : Indri Hadi Siswati"

Transkripsi

1 Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Abstraksi Oleh : Indri Hadi Siswati Asuransi sosial Jasa Raharja dalam kecelakaan lalu lintas, baik itu yang menyebabkan matinya seseorang atau luka dan cacatnya korban dapat diberikan santunan berdasarkan keputusan pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KKM.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 sangat membantu bagi masyarakat yang membutuhkan. Dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya terdapat kendala yang dihadapinya yaitu sering ditemui dalam rangka pemberian dana jasa raharja di dalam praktek di lapangan bisa terjadi atau ditimbulkan dari : pihak korban atau ahli warisnya hal ini karena kurang tahunya cara pengurusan untuk mendapatkan uang santunan yang sudah ditetapkan oleh pemarintah disamping itu pihak korban tidak membawa identitas diri apalagi berpergian, sehingga akan mempersulit petugas dalam mencari data yang diperlukan pihak perusahaan asuransi jasa rahardja. A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan pembanggunan yang sangat pesat dibidang fisik misalkan jalanjalan dari pelosok pedesaan sampai ke kota dengan pertimbangan, bahwa arus lalu lintas di Indonesia ini semakin lama semakin meningkat, hal ini sejalan dengan meningkatnya perkembangan teknologi modern. Namun perkembangan dan kemajuan lalu lintas tersebut dapat membawa akibat langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat baik positif maupun negatif sebagai akibat perkembangan pembanggunan maupun kendaraan yang sangat pesat. Dari sektor perhubungan pemerintah telah berusaha meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan seperti pemerataan pembangunan jalan sampai ke pelosok-pelosok desa, hal ini karena jumlah arus lalu lintas angkutan perhubungan semakin lama semakin meningkat. Pembangunan sarana dan prasarana yang khusus berbentuk jalan ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mempermudah masyarakat dalam melangsungkan kegiatannya sehari-hari, dan juga secara tidak langsung memperlancar pendistribusian barang misalnya sebelumnya seorang pedagang membawa dagangannya dengan membawa sendiri dengan memikul karena jalan yang dilewatinya tidak bisa dijangkau oleh kendaraan akan tetapi dengan adanya jalan yang

2 diperbaiki dan kendaraan bisa masuk, maka kelancaran pendistribusian barang juga akan lancar. Dibalik perkembangan yang menggembirakan ini, sering pula menimbulkan problema-problema serius yang dihadapi di masyarakat khususnya di jalan-jalan yang sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan ini harus kita hadapi dengan seksama untuk dicari pemecahannya. Hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan yang bertambah dengan pembangunan jalan-jalan tidak seimbang, seperti kendaraan bertambahnya terlalu banyak dan perkembangan pembangunan jalan tidak seimbang. Seperti apa yang dikemukakan oleh Awaloedin Djamin dalam suatu seminar tentang Kesadaran Hukum Dan Tertib Hukum Masyarakat dalam kaitannya masalah lalu lintas jalan raya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bahwa : Dengan perkembangan lalu lintas modern disamping akan memberikan kemudahan-kemudahan masyarakat pemakai jalan untuk mengadakan kegiatan sehari-hari dalam rangka pekerjaannya, kehidupannya dan lain-lain. Namun di pihak lain akan membawa akibat permasalahan yang semakin kompleks, antara lain peningkatan pelanggaran, kecelakaan, kemacetan lalu lintas dan kriminalitas yang berkaitan dengan lalu lintas 1. Kurangnya kesadaran hukum khususnya mematuhi rambu-rambu lalu lintas di jalan mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu faktor terjadinya kecelakaan serta faktor manusia sebagai pemakai jalan, baik sebagai pengemudi maupun sebagai pemakai jalan pada umumnya. Mereka dalam berdisiplin sebagai pemakai jalan raya baik pengendara maupun pejalan kaki masih belum dapat dikatakan kurangnya kehati-hatian, hal ini yang sering mengakibatkan tewrjadinya kecelakaan. Faktor yang paling mendapat sorotan terjadinya kecelakaan kendaraan adalah manusianya dalam hal ini sebagai pengemudi mempunyai arti yang penting dalam aspek hukum pidana, baik kealpaan yang mengakibatkan matinya atau lenyapnya seseorang oleh karena itu dalam seperti yang diatur dalam pasal 359 dan 360 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Akibat daripada kecelakaan lalu lintas, maka si korban dapat mengalami kematian atau menderita cacat. Apabila terjadi demikian, maka pihak pemerintah maupun pihak pengemudi sering memberikan bantuan pada korban atau ahli warisnya bila korban meninggal. Bantuan dari si pengemudi banyak mengandung maksud untuk supaya 1 Ramdhon Naning, Kesadaran Hukum Dan Tertib Hukum Masyarakat, Ghalia Indonesia Yogyakarta, 1998 Hal 11.

3 meringankan beban dari sipenderita maupun keluarga korban yang diatur dalam pasal 31 Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya, sedangkan dari pemerintah diatur dalam pasal 4 Undang Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. B. Rumusan Masalah Dari apa yang sudah di paparkan di atas, maka penulis merumuskan suatu masalah sebagaimana berikut : a. Bagaimana peran Jasa Raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya? b. Kendala apa yang dihadapi Jasa Raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai oleh penulis berkaitan dengan pemberian jasa raharja terhadap korban atau ahli warisnya dalam kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas yang terjadi dijalan raya seperti dalam latar belakang diatas terdiri-dari tujuan umum dan tujuan khusus yaitu : a. Tujuan Umum yaitu untuk melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi pada Fakultas Hukum Universitas Tulungagung serta untuk pengembangan ilmu hukum. b. Tujuan Khusus yaitu untuk mengetahui peran perusahaan jasa raharja memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi Perusahaan jasa raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya. D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Adapaun bahan hukum dapat dibagi menjadi bahan hukum : 1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah. 2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Sebagai data tertulis, bahan hukum sekunder dapat diperoleh melalui :

4 a. Literatur-Literatur, Brosur-brosur dan media massa sejenisnya yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menunjang dalam penulisan, sehingga dapat disajikan, sekaligus digunakan sebagai landasan teori. b. Undang-undang yang berkaitan langsung dengan judul penelitian c. Peraturan - peraturan atau keputusan-keputusan yang berkaitan dengan laporan penelitian. Dari pengambilan data ini data ini lebih banyak mengambil bahan hukum yang berasal dari brosur-brosur atau sumber-sumber bahan hukum sekunder dari pada sumber bahan hukum primer, sehingga dalam penulisan ini bahan hukum primer dapat mendukung adanya bahan hukum sekunder. 3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang berupa bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdapat dalam kamus baik berupa kamus hukum maupun kamus umum. Penulisan penelitian ini penulis dalam mengumpulkan data menggunakan metode yang akan dilakukan dengan harapan agar dapat memperoleh kelengkapan bahan dalam penulisan penelitian ini yaitu menggunakan : 1. Studi Kepustakaan yaitu diperoleh suatu data teoritis dengan cara membaca literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dibahas baik dari buku-buku atau sumber-sumber, artikel-artikel dokumentasi dari bahan-bahan hukum tertulis dari karangan para ahli hukum dan sarjana-sarjana terkemuka yang berkaitan dengan pemberian santunan kepada korban atau ahli warisnya oleh perusahaan jasa raharja. E. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Setelah diundangkannya Undang - undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan tidak terdapat definisi mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas, sehingga pengertian kecelakaan perlu adanya bacaan dari sisi lain. Sedangkan kecelakaan sebagaimana diungkapkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, mengandung pengertian sebagai suatu kejadian (peristiwa) selaka seperti terlanggar mobil. 1 Adapun menurut Sumakmur dalam literaturnya Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan memberikan batasan, bahwa kecelakaan merupakan kejadian W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka Jakarta, 1990 hal

5 yang tidak diduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena dibalik peristiwa itu tidak ada unsur kesengajaan lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai adanya kerugian materiil ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai paling berat. Kemudian Ramlon Naning memberikan difinisi kecelakaan lalu lintas, adalah sebagai kejadian akhir daripada suatu serangkaian peristiwa lalu lintas jalan, baik dengan kesengajaan maupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian, luka atau jiwa manusia ataupun kerugian harta benda. 2 Mengenai kecelakaan ini merupakan sebagai kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan akibat kematian, luka-luka atau kerusakan benda. Kecelakaan selalu mengandung unsur-unsur tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dan menimbulkan rasa heran atau tercengang kepada orang yang mengalami kecelakaan itu. Kalau orang yang menubruk dengan sengaja atau direncanakan terlebih dahulu itu mengakibatkan orang mati maka perbuatan itu termasuk pembunuhan. Sedangkan pengertian lalu lintas sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dalam Pasal 1 angka 1 dikemukakan, sebagai gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan. Sedangkan pengertian jalan sendiri sesuai dengan Pasal 1 Huruf 4 dalam penjelasannya dikemukakan : Suatu prasarana perhubungan Darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas, yang selanjutnya ditetapkan pula pengertian jalan umum dan jalan khusus. Dalam kejadian atau peristiwa agar dapat disebut sebagai kecelakaan lalu lintas apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Adanya kelalaian,ini merupakan unsur yang diduga dan menentukan bahwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi itu memang tidak diharapkan sama sekali. Kelalaian adalah sebagai akibat karena pelaku kurang hati-hati mengemudikan kendaraan, sehingga menyebabkan timbulnya kecelakaan lalu lintas. Sedangkan perbuatan yang dilakukan pengemudi merupakan perbuatan yang ditimbulkan sebagai akibat adanya perbuatan kekurang hati-hatian, sehingga ia harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan yang dilakukan karena kekurang hati-hatian, yang berarti keadaan batin pengemudi kurang memperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum. 2. Peristiwanya lalu lintas bergerak, yang dimaksudkan ini merupakan gerak pindah manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain. Ini berarti bahwa pengemudi dalam keadaan mengemudikan kendaraan, dalam keadaan bergerak atau berjalan dalam arus lalu lintas; dan 2 Op Cit Hal 19

6 3. Adanya kerugian materiil atau korban jiwa atau luka-luka sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, yang dimaksudkan disini merupakan kerugian baik materiil atau korban jiwa yang meninggal atau luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas. 3 Kalau diperhatikan dari penggolongan jenis tindak pidana sebagaimana telah diungkapkan di atas, maka kecelakaan lalu lintas pada dasarnya merupakan tindak pidana yang dilakukan karena kelalaian. Dari kelalaian yang menimbulkan orang luka-luka ringan maupun berat. Sehingga dapat menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan selama periode waktu tertentu, atau bahkan sampai mengakibatkan matinya seseorang yang merupakan perbuatan pidana. Kealpaan atau kelalaian dari perbuatan seseorang adalah merupakan salah satu bentuk kesalahan dalam tindak pidana. Dalam kesalahan ini terdapat hubungan batin antara orang yang berbuat dengan perbuatannya. Mengenai hubungan batin yang berbentuk kesalahan ini dibedakan menjadi dua yaitu selain bentuk kesalahan karena kelalaian ada juga bentuk kesalahan karena kesengajaan. Kesengajaan adalah salah satu bentuk kesalahan dalam tindak pidana yang dengan disengaja dilakukan oleh seseorang yang berarti bahwa pelaku menghendaki mempunyai tujuan terhadap akibat yang akan terjadi. Sedangkan dalam kelalaian pelaku tidak menghendaki akibat yang akan terjadi dan pelaku kurang hati-hati atau kurang waspada dalam melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan dapat kerugian karena perbuatannya tersebut. Adapun persamaan antara kesengajaan dengan kelalaian ini meliputi : a. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana; b. Adanya kemampuan bertanggungjawab; dan c. Tidak adanya alasan pema af. 4 dan ditimbulkan Perihal kelalaian ini Kitab Undang undang Hukum Pidana tidak memberikan sebuah definisi tertentu. Namun, bila dapat kiranya berpatokan pada doktrin sebagaimana diungkapkan oleh para sarjana antara lain : a. Van hamel, pada dasarnya memandang kealpaan mengandung dua hal sebagai syarat antara lain : 3 Ibid Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Gadjah Mada Universitas Pres Yogyakarta, 2004 hal

7 1. Tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum; dan 2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. b. Simons, lebih jauh mengungkapkan bahwa schuld (kealpaan) pada dasarnya memiliki dua unsur antara lain : 1. Tidak adanya penghati-hati; dan 2. Dapat diduga adanya akibat. 5 Dari ketentuan tersebut diatas jelas bahwa dalam kecelakaan lalu lintas jalan merupakan perbuatan pidana karena lalainya seseorang mengakibatkan orang lain menangung akibatnya yaitu menanggung kerugian baik materiif maupun formil bahkan kerugian tidak dapat di hitung dengan uang. F. Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Memberikan Santunan Kepada Korban Atau Ahli Warisnya. Dengan perkembangan tehnologi yang sangat cepat disertai pembangunan juga khususnya pembangunan fisik jalan raya, sebagai perimbangan cepatnya perkembangan kendaraan. Perkembangan yang begitu pesat tersebut akan mengakibatkan perubahan baik positif maupun negatif yang tidak disengaja yaitu mengakibatkan akan juga terjadi kecelakaan lalu lintas. Seorang telah mengalami kecelakaan lalu lintas jalan akan mendapatkan suatu santunan dari pihak perusahaan khususnya Perusahaan Asuransi Jasa Rahardja hal ini sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 dikemukakan bahwa pemberian santunan kecelakaan lalu lintas hanya dapat diajukan kepada PT. Persero Jasa Raharja selaku penanggung tanpa melalui perantara atau pemilik alat kendaraan bermotor. Dalam penerimaan asuransi jasa rahardja langsung yang berupa santunan oleh korban dimungkinkan jika korban tidak meninggal dunia atau cuma luka-luka dan apabila korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas para ahli waris yang sah berhak menerima santunan. Jikalau korban tidak dapat hadir karena berhalangan untuk menerimanya maka upaya yang ditempuh PT Persero Asuransi Jasa Raharja dengan cara mengantar santunan itu ke alamat resmi korban dengan disaksikan langsung Pamong Pradja setempat yang merupakan tertangguang. Setiap terjadinya asuransi seperti yang dilakukan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja akan timbul adanya tertanggung maupun penanggung yang juga mempunyai hak 5 Sudarto, Kapita Selecta Hukum Pidana, Alumni Bandung 2005 Hal 36.

8 serta kewajiban masing-masing. Akan tetapi dalam perusahaan asuransi jasa rahardja sebagai penyetor premi dikenakan kepada misalkan para penumpang, pemilik kendaraan dan lain-lain. Premi yang disetor tersebut tidak akan kembali, hal ini karena premi itu digunakan oleh seorang yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan. Adanya tertanggung atau Korban Kecelakaan Lalu Lintas dalam asuransi kecelakaan lalu lintas jalan, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 1965, tidak terdapat suatu pasal yang menentukan dengan tegas siapakah yang harus mengajukan tuntutan pengganti kerugian. Akan tetapi dari Pasal 12 PP Nomor 17 Tahun 1965 dapat kita pakai sebagai petunjuk yang mengatur siapa-siapa yang berhak memperoleh ganti kerugian. Menurut Pasal 12 PP Nomor 17 Tahun 1965 orang yang berhak mendapat ganti kerugian adalah : a. Dalam hal korban meninggal dunia yang dapat menerima santunan di perusahaan asuransi jasa rahardja adalah janda atau dudanya yang sah, bilamana tidak ada janda atau duda yang sah, maka diberikan kepada anaknya yang sah, dan bilamana tidak ada golongan 1 dan 2 di atas maka orang tuanya yang sah atau saudara sedarah. b. Dalam hal korban tidak meninggal dunia yang berhak atas ganti kerugian yang diberikan pihak asuransi jasa rahardja kepada korban itu sendiri dengan datang kekantor Perusahaan Jasa Rahardja setempat Di dalam pemberian dana santunan oleh pihak perusahaan asuransi Jasa Raharja terhadap korban kecelakaan lalu lintas jalan atau kepada ahli waris merupakan suatu kewajiban, hal ini karena secara tidak langsung setiap orang merupakan suatu jaminan sosial. Jaminan sosial ini didirikan dan pengaturannya dilakukan oleh pemerintah, sehingga tertanggungnya diperuntukkan setiap orang oleh karena itu setiap orang yang mengalami kecelakaan dengan kendaraan umum atau du jalan raya umum akan mendapatkan uang santunan. Disamping tertanggung yang menerima uang santunan sebagai akibat dari pada kecelakaan lalu lintas jalan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja, maka secara tidak langsung yang menjadi penanggung terhadap kecelakaan lalu lintas jalan raya adalah perusahaan asuransi jasa rahardja itu sendiri yang merupakan asuransi sosial yang cara pengaturannya dan pemberi santunannya sudah diatur dalam peraturan yang sudah dikeluarkan.

9 Adapun besarnya santunan bagi kecelakaan lalu lintas jalan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI. No. 415 dan 416 / KMK.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 yaitu Tentang Penetapan Santunan Dan Dana Iuran Wajib Serta Sumbangan wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yaitu : 1. Untuk korban yang meninggal dunia santunannya sebesar Rp ,- 2. Untuk korban yang mengalami cacat tetap santunannya sebesar maxsimum Rp ,- 3. Untuk orang yang mengalami luka-luka santunan yang diberikan maxsimum sebesar Rp ,- 4. Bagi orang meninggal dunia tidak diketahui alamat dan tidak ada ahli warisnya uang santunannya sebesar Rp ,- Santunan yang diberikan si korban atau ahli warisnya seperti yang sudah dijelaskan diatas oleh penulis diperoleh dari sumbangan wajib terhadap para penumpang, para pemilik kendaraan atau pengusaha kendaraan yang ditentukan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KNK.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 tentang Penetapan Santunan Dan sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang diumumkan berdasarkan Besaran Pengutipan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( SWDKLLJ ) yaitu : 1. Sepeda motor 50 cc kebawah, mobil ambulance, Mobil jenasah dan mobil pemadam kebakaran sebesar Rp ,- 2. Traktor, buldozer, forklift, mobil derek, exeavator, crane dan sejenisnya sebesar Rp ,- 3. Sepada motor, sepeda kumbang, scooter diatas 50 c sampai dengan 250 cc dan kendaraan bermotor roda tiga sebesar Rp ,- 4. Sepeda motor dan scooter diatas 250 cc sebesar Rp ,- 5. Pick up atau mobil barang sampai dengan 2400 cc, sedan, jeep dan mobil penumpang bukan angkutan umum sebesar Rp ,- 6. Mobil Penumpang angkutan umum sampai dengan 1600 cc sebesar Rp ,- 7. Bus dan mikru bus bukan angkutan umum sebesar Rp ,- 8. Bus dan mikru bus angkutan umum, serta mobil penumpang angkutan umum lainnya diatas 1600 cc Rp ,- 9. Truk, mobil tangki, mobil gandengan, mobil barang diatas 2400 cc, truk kontainer dan sejenisnya sebesar Rp ,-

10 Adanya setoran wajib yang diberikan setiap kendaraan seperti tersebut diatas, maka dalam memberikan suatu santunan kepada korban atau ahli warisnya akan mempergunakan dana tersebut. Dengan diberikan santunan kecelakaan lalu lintas jalan seperti tersebut diatas oleh perusahaan asuransi jasa rahardja, menandakan bahwa peran untuk menyumbang atau memberikan santunan terhadap para korban sangat berguna apalagi si korban akan sangat membutuhkan dan memerlukannya. Lain halnya santunan itu diberikan kepada orang atau ahli warisnya yang sudah cukup kaya raya atau sudah berkelebihan hartanya, maka santunan yang diberikan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja tidak akan berguna. G. Kendala Yang Dihadapi Perusahaan Jasa Raharja Dalam memberikan Santunan Kepada Korban Atau Ahli Waris. Setiap orang yang mengalami suatu kecelakaan lalu lintas jalan baik yang mengalami luka-luka maupun yang sudah meninggal akan mengharapkan santunan yang diberikan kepada perusahaan asuransi jasa rahardja. Untuk yang mengalami luka-luka akan mendapatkan santunan dengan datang sendiri kekantor perusahaan asuransi jasa rahardja, sedangkan yang meninggal dunia sumbangan atau santunan yang diberikan akan diberikan kepada ahli warisnya atau yang berhak. Adapun mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar santunan pihak asuransi dibayarkan sesuai dengan pihak PT ( Persero ) Asuransi Jasa Raharja antara lain : a. Dalam hal terjadinya kematian : 1. Proses verbal Polisi Lalu Lintas atau klaim yang berwenang tentang kecelakaan yang terjadi dengan angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan, yang mengakibatkan si penuntut. 2. Keputusan hakim atau pihak berwajib yang berwenang tentang pewarisan yang bersangkutan, dan 3. Surat-surat keterangan dokter dan bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta kematian yang terjadi, hubungan sebab musabab kematian tersebut dengan penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan sebagai demikian, dan hal-hal yang diberikan berdasarkan peraturan pemerintah ini. b. Dalam hal cacat tetap atau cedera 1. Proses verbal Polisi Lalu Lintas atau lain yang berwenang tentang kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan yang mengakibatkan cacat tetap / cedera pada si penuntut.

11 2. Surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap / cedera yang telah terjadi sebagai akibat kecelakaan lalu lintas jalan seperti dimaksud dalam point 1 diatas, 3. Surat-surat bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta cacat tetap / cedera tersebut dengan penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan sebagai demikian dan hal-hal yang menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Setelah korban atau ahli waris mendapatkan formulir, maka kewajibannya untuk mengisi dengan data-data korban, Formulir atau daftar isian terdiri dari dua model yaitu : a. Formulir / daftar isian Model K I ( Terlampir 2 ) untuk kecelakaan lalu lintas jalan, dan b. Formulir / daftar isian Model K II ( Terlampir 3 ) untuk kecelakaan angkutan penumpang umum. Apabila korban kecelakaan lalu lintas jalan menderita luka-luka atau cacat tetap maka di dalam pengisian formulir tersebut di isi dan di sahkan oleh instansi kepolisian, Perum Kereta Api, DLLAJR dan Pengusaha pelabuhan yang menangani kecelakaan tersebut, dan di isi serta disahkan oleh Rumah Sakit atau Dokter yang merawat korban dan daftar isian atau formulir tersebut dilengkapi dengan kwitansi pembayaran biaya-biaya perawatan dan pengobatan yang sah dan aslinya. Begitu juga apabila korban meninggal dunia pengisian formulirnya, sama dengan apabila korban menderita luka-luka ditambah dengan pengesahan oleh Pamong Pradja dimana korban yang meninggal dunia bertempat tinggal. Pengesahan Pamong Pradja setempat diperlukan untuk keabsahan ahli waris dengan membuktikan Kartu Keterangan Penduduk yang sah dan keterangan lainnya yang diperlukan. Dari daftar isian atau formulir tersebut merupakan dasar permintaan ganti kerugian setelah di isi dan disahkan oleh instansi-instansi yang bersangkutan dan setelah diserahkan ke Kantor Asuransi Kerugian Jasa Raharja Cabang untuk menyelesaikan pembayaran permohonan ganti kerugian. Dan khusus untuk mendapatkan ganti kerugian bagi korban yang cacat tetap harus disertai surat keterangan dokter yang menerangkan bagian-bagian tubuh korban yang mengalami cacat tetap akibat kecelakaan lalu lintas jalan untuk penetapan prosentase cacat tetap korban. Pihak Jasa Raharja setelah menerima isian formulir akan memeriksa keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh korban atau ahli warisnya untuk

12 menentukan apakah benar-benar korban mendapatkan jaminan perlindungan menurut UU Nomor 33 Tahun 1964 dan UU Nomor 43 Tahun Dan apabila korban mendapatkan perlindungan maka segera diadakan persiapan untuk membayarkan santunan dana kecelakaan penumpang umum dan dana kecelakaan lalu lintas jalan yang akan dilakukan oleh Direksi Perusahaan. Apabila korban yang diajukan tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana menurut Undang-undang tersebut di atas maka klaim yang telah diajukan itu akan ditolak oleh pihak Jasa Raharja. Dan apabila kemungkinan untuk mendapatkan ganti kerugian ditolak oleh Jasa Raharja, maka Jasa Raharja akan memberikan surat tembusan atau pernyataan secara lisan kepada pihak korban atau ahli waris korban perihal penolakan tersebut. Surat tembusan yang disampaikan pada intinya berisi alasan-alasan serta pertimbangan atas penolakan klaim tersebut. Penolakan klaim pada umumnya adalah menyangkut ketentuan kadaluwarsa yang kurang diperhatikan oleh korban kecelakaan lalu lintas jalan atau ahli warisnya bila korban meninggal dunia. H. Kendala Dalam Pemberian Dana Santunan Jasa Raharja Di dalam memberikan dana santunan jasa raharja atas suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas jalan, baik yang akan diberikan kepada korban atau ahli warisnya telah menimbulkan berbagai persoalan yang timbul. Munculnya persoalan-persoalan yang selama ini tidak lepas dari kendala atau hambatan yang datang dari yaitu: 1. Pihak Korban atau Ahli Warisnya Kendala atau hambatan ini pada umumnya muncul disebabkan ketidak tahuan pihak korban atau ahli waris korban bahwa mereka itu, sebenarnya telah dijaminkan oleh jaminan sosial sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Undangundang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun Karena ketidaktahuan masyarakat akan adanya jaminan sosial tersebut telah mengakibatkan daluwarsa serta gugurnya hak untuk mendapatkan santunan dana kecelakaan lalu lintas jalan angkutan penumpang umum. Demikian juga, ada sebagian ada korban yang mengetahui bahwa dirinya akan memperoleh santunan akibat dari adanya kecelakaan, akan tetapi meraka tidak mengetahui mengenai prosedur atau tata cara pengurusan dana santunan tersebut. Sehingga tidak jarang mereka memakai jasa orang lain sebagai kuasanya guna mengurus klaim itu, yang tentunya hal ini akan mengurangi jumlah pendapatan yang seharusnya diterima karena telah dipotong dengan biaya jasa pengurusan yang telah dilakukan oleh pihak III.

13 2. Pihak Kepolisian Kepolisian yang dimaksud disini yang menangani korban kecelakaan lalu lintas angkutan jalan. Menurut pihak kepolisian biasanya menangani kasus kecelakaan lalu lintas jalan sehubungan dengan pengajuan klaim ke pihak Perusahaan Jasa Raharja mengalami kesulitan terutama terhadap kesulitan untuk mengetahui identitas korban, ini dikarenakan kesalahan korban bila akan bepergian tidak membawa identitas diri sehingga pihak kepolisian mengalami kesulitan bila akan mengidentifikasikan diri korban. Sedangkan hambatan lain pihak kepolisian yakni dalam hal untuk mendapatkan visem et repertum dari Rumah Sakit setempat yang menangani korban kecelakaan sampai korban meninggal dunia memakan waktu yang lama 1. Karena hambatan-hambatan tersebut maka proses untuk mengajukan klaim kepada Jasa Raharja menjadi terhambat sehingga pengajuan klaim menjadi terlambat. Dalam hal ini sangat merugikan pihak korban atau ahli warisnya sehingga berakibat gugurnya permohonan tersebut. 3. Pihak PT. Persero Jasa Raharja Hambatan atau kendala yang paling banyak dialami oleh PT Persero Asuransi Jasa Raharja yakni keterbatasan akan data-data mengenai korban dan sebab musabab terjadinya kecelakaan guna memberikan santunan terhadap korban sering kali terlambat dikarenakan harus menunggu hasil visem et repertum dari rumah sakit atau dokter yang merawat korban sampai meninggal dunia. Hambatan lainnya berupa surat-surat bukti diri atau surat bukti dari ahli waris apabila korban meninggal dunia dan yang harus diajukan ke Jasa Raharja tidak disertai bukti yang ada, misalnya tentang status istri atau suami, orang tua korban atau anak-anak yang sah dari korban 2. Hal tersebut diatas dapat mempengaruhi jumlah santunan yang akan diberikan oleh Jasa Raharja kepada mempengaruhi jumlah santunan yang akan diberikan oleh Jasa Raharja kepada diri korban atau ahli warisnya yang sah. Karena terlambatnya data-data dari korban sebagai akibat habisnya bataswaktu 6 bulan sebagaimana ditetapkan oleh Jasa Raharja menjadi daluwarsa, tetapi di dalam hal ini ada kebijaksanaan dari Direksi Jasa Raharja masih bersedia 1 Wawancara dengansutardji Anggota Satlantas Kota Blitar pada Tanggal, 21 Juni Ibid

14 menerima klaim dengan mempertimbangkan sebab keterlambatan dan penyelesaian katerlambatan pengajuan klaim adalah sepenuhnya menjadi wewenang dari Direksi Perusahaan yang menentukan apakah korban atau ahli waris dari korban masih dapat memperoleh santunan atau tidak. Hambatan lain adalah apabila korban atau ahli waris yang berhak mendapat santunan dari Jasa Raharja dan telah mendapat pengakuan dari Jasa Raharja disebabkan sesuatu hak dari korban atau ahli waris korban tidak dapat hadir untuk menerima secara langsung ganti kerugian tersebut, sedangkan ganti kerugian tersebut tidak dapat dikuasakan sehingga jasa raharja harus mengantarkan langsung ke alamat korban yang tidak mustahil medan yang sulit harus dijalani oleh Jasa Raharja untuk mengantarkan santunan dana tersebut dengan disaksikan oleh Pamong Pradja setempat. 4. Pihak Rumah Sakit atau Dokter Hambatan dari pihak Rumah Sakit atau Dokter disebabkan karena masalah teknik dalam menangani korban, terutama sekali dalam hal korban meninggal dunia. Sehingga untuk mendapatkan visem et repertum harus menunggu lama disamping itu terbatasnya tenaga operasional dari Rumah Sakit. Menurut pengamatan penulis hal tersebut di atas terjadi karena terlalu banyak pihak yang berwenang untuk menangani diri korban, disamping korban sendiri atau ahli warisnya sebagian besar masih pasif dalam arti pihak Perusahaan Jasa Raharja menunggu pihak-pihak yang mengajukan klaim ganti rugi kerugian, barulah setelah itu pembayaran dilakukan. Menurut penulis seharusnya pihak perusahaan aktif bekerja sama dengan instansi pembantu jasa raharja seperti pihak Kepolisian, Rumah Sakit atau Dokter yang merawat korban, pengusaha atau pemilik angkutan umum serta pihak lainnya, tidak perlu menunggu klaim yang diajukan pihak korban atau ahli warisnya. I. Kesimpulan Adanya asuransi sosial Jasa Raharja dalam kecelakaan lalu lintas, baik itu yang menyebabkan matinya seseorang atau luka dan cacatnya korban dapat diberikan santunan berdasarkan keputusan pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KKM.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 sangat membantu bagi masyarakat yang

15 membutuhkan. Sedangkan untuk membantu bagi masyarakat yang kena musibah kecelakaan lalu lintas jalan unang yang diberikan kepada si korban atau ahli warisnya berasal dari iuran wajib bagi penumpang kendaraan umum, pemilik kendaraan atau pengusaha perusahaan dan lain-lainnya. Dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya terdapat kendala yang dihadapinya yaitu sering ditemui dalam rangka pemberian dana jasa raharja di dalam praktek di lapangan bisa terjadi atau ditimbulkan dari : pihak korban atau ahli warisnya hal ini karena kurang tahunya cara pengurusan untuk mendapatkan uang santunan yang sudah ditetapkan oleh pemarintah disamping itu pihak korban tidak membawa identitas diri apalagi berpergian, sehingga akan mempersulit petugas dalam mencari data yang diperlukan pihak perusahaan asuransi jasa rahardja. Dari akibat ketidaktahuan atau keterlambatan data yang didapat dari data korban yang diperlukan, maka akan memperlambat daripada pemberian santunan itu sendiri.

16 DAFTAR PUSTAKA Arsel Beljard, Dan Nico Agani,, Profil Hukum Perasuransian di Indonesia, Yogyakarta : Liberty, Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, , Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, , Pertanggungan Wajib / Sosial, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, , Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia Dalam Perkembangan, Bandung : Bina Cipta, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 17/KMK 013/1991, Tentang Jumlah Santunan Dana Besarnya Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum di Darat, Perairan Pedalaman, Laut dan Udara. HMH. Purwasucipta, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, Muhammad Hejatullah Siddiqi, Asuransi di Dalam Islam, Bandung : Pustaka, Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Gadjah Mada Pres Yogyakarta Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965, Tentang Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun Tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Ramdhon Naning, Kesadaran Hukum Dan Tata Tertip Hukum Masyarakat, Ghalia Indonesia Yogyakarta, 1998 Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pres, Jakarta, Siti Soemartini Hartono, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, Soebekti, Dan R. Tjiptrosudibio, R., Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, , Hukum Perjanjian, Intermassa Jakarta, 1999 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni Bandung 2005

17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, Madra Madju Bandung, 2000 W.J.S.Poerwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka Jakarta 1990.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2017 KEMENKEU. SWDKLLJ. Besar Santunan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2017 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN SUMBANGAN WAJIB

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini sangat sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian. Akibat dari kecelakaan lalu lintas berupa kerusakan terhadap fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar pembangunan nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga pembangunan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN IURAN WAJIB DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG ALAT ANGKUTAN PENUMPANG

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 PELAKSANAAN ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG BUS KOTA DI KOTA PADANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI

GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI ISKANDAR T / D 101 10 525 Abstrak Permasalahan lalu lintas jalan raya yang timbul dewasa ini khususnya pelanggaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

VICKRY REZA SALLAMANDA NIM

VICKRY REZA SALLAMANDA NIM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN DI PT. JASA RAHARJA (PERSERO) PERWAKILAN JEMBER VICKRY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan pembangunan di Indonesia di sektor produktif

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan pembangunan di Indonesia di sektor produktif BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan pembangunan di Indonesia di sektor produktif seperti akses dan infrastruktur jalan, berbanding lurus dengan tingkat pertumbuhan kendaraan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berusaha untuk memperoleh kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sifatnya yang hakiki dari manusia dan kehidupan dunia ini, maka kehidupan manusia itu selalu mengalami masa pasang dan surut. Hal ini disebabkan oleh sifatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan peran transportasi yang baik, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat ketempat lainnya dengan cepat. Hampir tidak ada lagi tempat-tempat yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat ketempat lainnya dengan cepat. Hampir tidak ada lagi tempat-tempat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya perkembangan zaman, maka meningkat pula segala kegiatan manusia untuk memenuhi keperluannya. Salah satu diantaranya adalah kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah kendaraan yang semakin meningkat khususnya kendaraan bermotor,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah kendaraan yang semakin meningkat khususnya kendaraan bermotor, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kendaraan yang semakin meningkat khususnya kendaraan bermotor, fasilitas jalan yang tidak bertambah dan ketidak disiplinan para penggunanya merupakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negaranegara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2003 T E N T A N G PEMINDAHAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA TEMPELAN DAN KERETA GANDENGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang sedang banyak digemari oleh masyarakat di indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah pengendara sepeda motor mengalami

Lebih terperinci

VICKRY REZA SALLAMANDA NIM

VICKRY REZA SALLAMANDA NIM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN DI PT. JASA RAHARJA (PERSERO) PERWAKILAN JEMBER VICKRY

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/8 TENTANG PENDIRIAN REZIM UNTUK MENGATUR LALU LINTAS DI TIMOR LOROSAE

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/8 TENTANG PENDIRIAN REZIM UNTUK MENGATUR LALU LINTAS DI TIMOR LOROSAE UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration Unies in East Timor UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Nations au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/8 Juni 26 2001 REGULASI NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya dicuri,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada

Lebih terperinci

APLIKASI PENGOLAHAN DATA DIVISI PELAYANAN KLAIM PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PALEMBANG MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008

APLIKASI PENGOLAHAN DATA DIVISI PELAYANAN KLAIM PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PALEMBANG MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008 APLIKASI PENGOLAHAN DATA DIVISI PELAYANAN KLAIM PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PALEMBANG MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008 Yan Handel Jurusan Manajemen Informatika POLITEKNIK PalComTech

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS A. Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas dan Kecelakaan Lalu Lintas Pengertian lalu lintas adalah gerak/pindah kendaraan

Lebih terperinci

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2017 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN PENUMPANG, IZIN USAHA ANGKUTAN BARANG, IZIN USAHA ANGKUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berlandaskan hukum, tidak berdasarkan dengan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Retribusi Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka kurang lebih 300 kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang. dengan pangsa hampir sebesar 80 persen.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka kurang lebih 300 kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang. dengan pangsa hampir sebesar 80 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya pengguna jalan khususnya pada wilayah kota-kota besar di Indonesia berdampak langsung pada sistem lalu lintas yang ada. Terbukti dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang

Lebih terperinci

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A No. 39, 1989 PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN DANA KECELAKAAN LALU- LINTAS JALAN PRESIDEN, Menimbang : perlu segera mengadakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undangundang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU SELATAN, Menimbang : a.b bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa parkir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan sepeda motor di Cengkareng terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kendaraan sepada motor yang demikian pesat didasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : C c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan aerah tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 13 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 13 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG 408 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 13 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Kasus Pengadilan Kelas I A Padang) Disusun Oleh: ARIE DARYANTO 05

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting dalam memperlancar pembangunan yang pemerintah laksanakan, karena merupakan sarana untuk masyarakat

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

Mengingat : membutuhkan pembiayaan sehingga dapat dipungut retribusi

Mengingat : membutuhkan pembiayaan sehingga dapat dipungut retribusi PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1990 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM BIDANG LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT I DAN DAERAH TINGKAT II PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1.

PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1. - 5 - Lampiran Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1950. PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1. Aturan umum. 1. Biaya perjalanan dinas dibayar oleh Negeri dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Kepolisian RI 2011, kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Kepolisian RI 2011, kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Kepolisian RI 2011, kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang tahun 2011 telah menyebabkan 31.185 orang meninggal dunia, 36.767 orang luka berat dan 108.811

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam menunjang, memperlancar dan meningkatkan pembangunan perekonomian baik regional maupun nasional. Kendaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci