MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK
|
|
- Doddy Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK Lukman Hakim Nainggolan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Abstract: The increase of violence and un comfort condition of daily neighbourhood in one area or town will place children in an urgent risk. In this case, law protection for children is needed not only for the protection of freedom but also fundamentals rights of children. A child who do a crime and break the Pidana Law recently. The system of responsibility is used for adult which is used by the doer used personally or individually. The application is still have to examined since every children has different growth level. Kata Kunci: Perlindungan, Hukum, Anak Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Tetapi dalam hal ini masalah perlindungan hukum bagi anak tidak hanya mencakup perlindungan hukum dalam proses peradilan, melainkan mencakup segala hal atas kebebasan si anak untuk memperoleh perlakuan yang layak seperti warga negara lainnya. Makin meningkatnya suasana kekerasan dan ketidaktentraman dalam lingkungan kehidupan sehari-hari di dalam suatu kota/wilayah akan menempatkan anak-anak dalam risiko yang sangat gawat. Di mana dia tidak lagi merasa aman bermain bersama anak-anak lainnya. Karena secara tidak langsung mengakibatkan kemerdekaan si anak menjadi terampas. Dengan demikian hal tersebut di atas, dewasa ini mengakibatkan banyaknya anak yang melakukan kejahatan yang merisaukan masyarakat terlebih lagi apabila si anak sampai melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana. Dalam hal ini perlu kita ketahui bahwa sistem pertanggung jawaban pidana anak (termasuk pemberian tindakan) pada dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban orang dewasa yaitu berorientasi pada si pelaku secara pribadi/individual. Penerapan prinsip ini kepada anak masih perlu dikaji, karena anak belum dapat dikatakan sebagai individu yang mandiri secara penuh. Oleh karena itu penerapan prinsip umum ini harus dilakukan hati-hati dan selektif, dengan mengingat tingkat kematangan/kedewasaan setiap anak adalah berbeda. Tentu masalah anak lebih merupakan masalah struktural. Terlebih karena sifat kekurangmandirian dan ketergantungan si anak, maka anak yang melakukan kenakalan atau kejahatan sebenarnya adalah korban lingkungan, oleh karena itu sepantasnya dikembangkan pemikiran/gagasan/strategi pertanggungjawaban struktural/fungsional artinya pemidanaan tidak hanya berfungsi untuk mempertanggung jawabkan dan membina si anak sebagai pelaku kejahatan. Melainkan hal ini juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan membina (melakukan treatmen) si anak sebagai pelaku kejahatan, tetapi juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan membina/mencegah pihak-pihak lain yang struktural/fungsional mempunyai potensi dan kontribusi besar untuk terjadinya kejahatan/tindak pidana yang dilakukan si anak. Perlindungan Anak dalam Perspektif Dokumen Internasional Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental right and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Perlindungan anak, dapat dilihat dari cukup banyaknya dokumentasi/instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah anak ini, antara lain: 1) Deklarasi Jenewa tentang Hak-Hak Anak tahun 1924 yang kemudian dikukuhkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No (XIV) tanggal 20 November 1959 mengenai Declaration of the Rights of the Child, 2) Resolusi 43/121 tanggal 8 Desember 1988 mengenai The Used of Children in the illicit traffic in narcotic drugs,3) Resolusi MU-PBB 44/25 tanggal 20 November 1989 mengenai Convention of the Right of the Child, 4) Resolusi Ecosoc 1990/33 tanggal 24 Mei 1990 mengenai The prevention of drug consumtion among young persons, 5) Resolusi MU-PBB 45/112 tanggal 14 Desember 1990 mengenai United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines), 6) Resolusi MU-PBB 45/113 tanggal 14 Desember 1990 mengenai United Nations Rules for the 82
2 JURNAL EQUALITY, Vol. 10 No. 2 Agustus 2005 Protection of Juvenile Deprived of their Liberty, 7) Resolusi MU-PBB 45/115 tanggal 14 Desember 1990 mengenai The Instrumental use of children in criminal activities 8) Resolusi Komisi HAM (Commision on Human Rights) 1993/80 tanggal 10 Maret 1993 mengenai The application of internasional standards concerning the human rights of detained juveniles. Berbagai dokumen/instrumen internasional itu dapat juga dilihat sebagai upaya perlindungan hukum di tingkat internasional, walaupun masih merupakan pernyataan (deklarasi), perjanjian/persetujuan bersama (konvensi), resolusi ataupun masih merupakan pedoman (guidelines). Berbagai dokumen internasional di atas jelas merupakan refleksi dari kesadaran dan keprihatinan masyarakat internasional akan perlunya perlindungan terhadap keadaan buruk/menyedihkan yang menimpa anak-anak di seluruh dunia. Dari berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat, bahwa kebutuhan terhadap perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat mencakup berbagai bidang/aspek, antara lain: 1) Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak, 2) Perlindungan anak dalam proses peradilan, 3) Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial). 4) Perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan kemerdekaan, 5) Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya, 6) Perlindungan terhadap anak-anak jalanan, 7) Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik bersenjata, 8) Perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak tidak hanya perlindungan hukum dalam proses peradilan, tetapi mencakup spektrum yang sangat luas. Masalah Working Children Yang diprihatinkan antara lain banyaknya anak-anak yang menjadi pekerja penuh (full time child labour), perdagangan anak (sale of children), perbudakan anak (child bondage), prostitusi anak (child prostitution) dan pornografi anak (child pornography) yang disebabkan oleh meningkatnya sex tourism. Masalah Street children Diperkirakan ada sekitar darurat 150 juta anak jalanan di seluruh dunia. Yang memprihatinkan ialah, bahwa di samping mereka berjuang untuk mempertahankan hidup material, mereka juga menjadi sasaran dari penyalahgunaan dan eksploitasi (antara lain dalam street thieves, street prostitution, drug trade dan aktivitas kejahatan terorganisasi lainnya). Diprihatinkan juga timbulnya gang di kalangan remaja sebagai sarana untuk perlindungan diri dalam lingkungan yang saling bermusuhan. Masalah Children in armed conflict Diungkapkan, bahwa dalam situasi konflik bersenjata pada dekade terakhir ini sekitar 1,5 juga anak yang terbunuh, 4 juta anak yang cacat, 5 juta anak sebagai pengungsi dan 10 juta anak yang hilang. Belum lagi yang menjadi korban pemerkosaan dan menderita tekanan kejiwaan (stress dan trauma). Permasalahan yang cukup sulit adalah melakukan pembinaan dan reorientasi mereka dari situasi/budaya politik ke budaya damai (culture of peace). Masalah Urban war zones Masalah yang diungkapkan di sini ialah, bahwa suasana kekerasan dan ketidaktentraman dalam lingkungan kehidupan sehari-hari di dalam kota/wilayah yang menjadi zona peperangan akan menempatkan anak-anak dalam risiko yang sangat gawat (grave risk). Terutama apabila kemelaratan, penggunaan obat bius dan senjata serta kejahatan merupakan kenyataan hidup sehari-hari, maka penduduk kota (terutama anak-anak) berada dalam bahaya dan ketegangan yang kronis (chronic danger and stress). Masalah The instrumental use of children Masalah ini diungkapkan sehubungan dengan adanya rekomendasi Kongres PBB ke-8 tahun 1990 yang kemudian menjadi Resolusi PBB No.45/115 Tahun 1990 dan pertemuan kelompok pakar di Roma, Italia pada tanggal 8 10 Mei Pada pertemuan pakar di Roma itu dikemukakan, bahwa salah satu faktor kondisi terjadi praktek memperalat anak untuk melakukan kejahatan ialah, tidak adanya undang-undang khusus bagi orang dewasa yang melakukan eksploitasi terhadap anak-anak. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Anak Pada tanggal 26 Januari 1990 di New York, Amerika Serikat, Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak-Hak Anak 1989 (Resolusi MU PBB 44/25). Selanjutnya pada tanggal 25 Agustus 1990 telah dikeluarkan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child. Dengan demikian, dalam upaya melakukan perlindungan anak melalui hukum pidana, sewajarnya kita pun memperhatikan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Konvensi Hak-Hak Anak tersebut, khususnya yang dinyatakan dalam Artikel
3 Artikel 37 memuat prinsip-prinsip yang dapat dirinci sebagai berikut: 1) Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, 2) Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa kemungkinan memperoleh pelepasan/pembebasan ( without possibility of release ) tidak dikenakan kepada anak yang berusia di bawah 18 tahun, 3) Tidak seorang anakpun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau sewenang-wenang, 4) Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan digunakan sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang sangat singkat/pendek, 5) Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai manusia, 6) Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan/kontak dengan keluarganya, 7) Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum perampasan kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau pejabat lain yang berwenang dan tidak memihak serta berhak untuk mendapat keputusan yang cepat tepat atas tindakan terhadap dirinya itu. Artikel 40 memuat prinsip-prinsip yang dapat dirinci sebagai berikut: 1) Tiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum pidana berhak diperlakukan dengan cara-cara: a) yang sesuai dengan kemajuan pemahaman anak tentang harkat dan martabatnya, b) yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi dan kebebasan orang lain, c) mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di masyarakat, d) tidak seorang anakpun dapat dituduh, dituntut atau dinyatakan untuk melanggar hukum pidana berdasarkan perbuatan (atau tidak berbuat sesuatu ) yang tidak dilarang oleh hukum nasional maupun internasional pada saat perbuatan itu dilakukan, 2) Tiap anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar hukum pidana, sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hakhak): a) untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum, b) untuk dibantu tuduhan-tuduhan atas dirinya secara cepat dan langsung ( promptly and directly ) atau melalui orang tua, wali atau kuasa hukumnya, c) untuk perkaranya diputus/diadili tanpa penundaan (tidak berlarut-larut) oleh badan/kekuasaan yang berwenang, mandiri dan tidak memihak, d) untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah, e)apabila dinyatakan telah melanggar hukum pidana, keputusan dan tindakan yang dikenakan kepadanya berhak ditinjau kembali oleh badan/kekuasaan yang lebih tinggi menurut hukum yang berlaku, f) apabila anak tidak memahami bahasa yang digunakan, ia berhak memperoleh bantuan penerjemah secara cuma-cuma (gratis), g) kerahasiaan pribadi (privacy) yang dihormati/dihargai secara penuh pada semua tingkatan pemeriksaan, 3) Negara harus berusaha membentuk hukum, prosedur, pejabat yang berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus diperuntukkan/ditetapkan kepada anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum pidana, khususnya: a) menetapkan batas usia minimal anak yang dipandang tidak mampu melakukan pelanggaran hukum pidana, b) apabila perlu diambil/ditempuh tindakan-tindakan terhadap anak tanpa melalui proses peradilan, harus ditetapkan bahwa hak-hak asasi dan jaminan-jaminan hukum bagi anak harus sepenuhnya dihormati, 4) Bermacam-macam putusan terhadap anak (antara lain perintah/tindakan untuk melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan, program-program pendidikan dan latihan serta pembinaan institusional lainnya) harus dapat menjamin, bahwa anak diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan kesejahteraan dan seimbang dengan keadaan lingkungan mereka serta pelanggaran yang dilakukan.(setyowati, 1990) Tinjauan Terhadap Rancangan Undang-undang Peradilan Anak: 1) Masalah batas usia pertanggungjawaban pidana anak : a) Rancangan Undang-Undang membedakan batas usia minimal untuk anak yang dapat diajukan ke sidang anak dan batas usia minimal untuk dapat dijatuhi pidana/tindakan. Yang dapat diajukan ke sidang anak, adalah anak yang pada waktu melakukan tindak pidana berumur sekurang-kurangnya 8 tahun (Pasal 3), dengan pengecualian, anak yang belum berumur 8 tahun dapat juga diajukan ke sidang anak apabila berdasarkan pemeriksaan, anak itu dinilai tidak dapat dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya (Pasal 5 ayat 3). Sedangkan batas usia minimal untuk dapat dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana atau tindakan) adalah 12 tahun ke atas; di bawah 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan (Pasal 26 ayat 3 dan 4) dengan ketentuan: (1) Apabila melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, hanya dikenakan tindakan menurut Pasal 24 ayat (1) b yaitu diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, (b) Apabila melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana seumur hidup, dijatuhi salah satu tindakan dalam Pasal 24 (yaitu dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, diserahkan kepada negara, atau diserahkan kepada organisasi sosial ), (c) Adanya ketentuan mengenai batas usia minimal anak dalam rancangan undang-undang di atas sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh dokumen internasional. Khususnya mengenai batas usia minimal pertanggungjawaban pidana (The minimum age of criminal responsibility), yaitu sekurang-kurangnya 12 tahun. Ketentuan demikian menurut pendapat kami sudah memadai dan sudah sesuai dengan Rule 4.1 SMR-JJ ( The Beizing Rules ) yang menyarankan batas usia yang tidak terlalu rendah. Konsep KUHP baru juga menentukan batas usia minimal 12 tahun untuk dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 96 konsep 1993). Yang mungkin masih dapat dipermasalahkan ialah ketentuan dalam rancangan undang-undang bahwa anak di bawah usia 12 tahun (berarti antara 8 12 tahun) tetap dapat di proses ke persidangan dan dapat dikenakan tindakan. Bahkan menurut 84
4 JURNAL EQUALITY, Vol. 10 No. 2 Agustus 2005 rancangan undang-undang, di bawah usia 8 tahun pun tetap dimungkinkan untuk di proses. Masalahnya adalah apakah batas usia 8 tahun itu tidak terlalu rendah. Walaupun tidak dipidana dan hanya dikenakan tindakan, namun apakah pengalaman selama proses diajukan ke persidangan tidak membawa sigma dan dampak negatif bagi usia rendah?, (d) Menurut Pasal 3, batas usia maksimal anak untuk dapat dipertanggungjawabkan ialah belum mencapai umur 18 tahun dan belum kawin. Dihubungkan dengan Pasal 26 (3) dan (4) berarti, usia pertanggungjawaban anak untuk dapat dikenai pidana dan tindakan menurut rancangan undang-undang ialah antara tahun ini sesuai dengan konsep KUHP baru. Menurut KUHP yang berlaku saat ini, batas maksimalnya ialah sebelum 16 tahun (tanpa batas usia minimal). Walaupun KUHP kita berasal dari Belanda, namun di Belanda sendiri sudah mengalami perubahan yaitu antara tahun. Tidak ada pedoman mengenai prinsip-prinsip apa yang seharusnya diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi (pidana/tindakan) kepada anak, khususnya dalam hal menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Pedoman atau prinsip-prinsip penjatuhan pidana terhadap anak inilah yang justru sangat penting untuk dikemukakan dalam ketentuan tentang peradilan, karena masalah inilah yang menjadi pusat perhatian dari dokumendokumen internasional. Misalnya: 1) Di dalam SMR-JJ (The Beizing Rules), dinyatakan antara lain: Rule 17.1: Pengambilan keputusan oleh pejabat yang berwenang (termasuk hakim) harus berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a) Reaksi yang diambil (termasuk sanksi pidana) selalu harus diseimbangkan tidak hanya dengan keadaan-keadaan dan bobot/keseriusan tindak pidana (The circumstances and the gravity of the offences), tetapi juga dengan keadaan-keadaan dan kebutuhan si anak (the circumstances and the needs of the juvenile) dan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat (the needs of the society), b) Pembatasan kebebasan/kemerdekaan pribadi anak (restrictions on the personal liberty of the juvenile) hanya dikenakan setelah pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi seminimal mungkin, c) Perampasan kemerdekaan pribadi (deprivation of personal liberty) jangan dikenakan kecuali anak melakukan perbuatan serius (termasuk tindakan kekerasan terhadap orang lain) atau terus-menerus melakukan tindak pidana serius, dan kecuali tidak ada bentuk respon/sanksi lain yang lebih tepat, d) Kesejahteraan anak harus menjadi faktor pedoman dalam mempertimbangkan kasus anak. Di dalam Resolsi PBB 45/113 tentang UN Rules for the Protection of Juveniles Deprived of their Liberty antara lain dinyatakan: 1) Pidana penjara harus digunakan sebagai upaya terakhir ( imprisonment should be used as a last resort ), 2) Perampasan kemerdekaan anak harus ditetapkan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu minimal yang diperlukan serta dibatasi untuk kasus-kasus yang luar biasa/eksepsional. Yang menarik dari jenis pidana pokok di dalam rancangan undang-undang ialah untuk adanya jenis pidana baru berupa pidana pengawasan yang menurut Pasal 30, lamanya minimal 3 bulan dan maksimal 2 tahun. Menurut penjelasan Pasal 30, yang dimaksud dengan pidana pengawasan ialah pengawasan yang dilakukan oleh jaksa terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Masalah yang belum jelas adalah keterkaitan antara pidana pengawasan dengan pidana bersyarat dalam Pasal 29. Menurut Pasal 29 (5) dalam hal dijatuhkan pidana bersyarat, jaksa melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan, melakukan bimbingan selama masa hukuman bersyarat dijalani. Jadi di sini ada ketidakjelasan antara pidana bersyarat (Pasal 29) dengan pidana pengawasan (Pasal 30) karena terlihat adanya kemiripan antara kedua jenis pidana itu. Patut dicatat bahwa menurut konsep KUHP baru, pidana pengawasan pada hakikatnya adalah pidana yang diberikan dengan syarat-syarat tertentu. Oleh karena itu ketentuan mengenai pidana bersyarat di dalam konsep ditiadakan. Masalah lain adalah tidak adanya pedoman penjatuhan pidana pengawasan di dalam rancangan undang-undang. Untuk pidana bersyarat ada pedoman di dalam Pasal 29 (1) yaitu apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 2 tahun. Jadi jelas pidana bersyarat dikaitkan dengan pidana pokok penjara. Ketentuan demikian tidak ada dalam Pasal 30, sehingga dapat dipermasalahkan apakah pidana pengawasan dapat dijatuhkan terhadap semua jenis pidana yang diancamkan atau dijatuhkan oleh hakim (yaitu penjara kurungan atau denda)? Apakah dapat dikenakan untuk semua tindak pidana yang dilakukan oleh anak atau hanya untuk tindak pidana tertentu? Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa konsep KUHP baru pidana pengawasan hanya dapat dikenakan untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 tahun atau kurang. Sebagai pidana pokok untuk anak, seyogianya pidana pengawasan dapat dijatuhkan untuk semua jenis tindak pidana apapun yang dilakukan oleh anak. Namun kepastiannya di dalam rancangan undang-undang harus ada penegasan tentang hal ini. Jadi harus dibuat aturan umum untuk penerapannya. Apabila tidak ada penegasan/aturan umumnya, dikhawatirkan pidana pengawasan ini sulit dioperasionalisasikan karena di dalam perumusan delik selama ini pidana pengawasan tidak pernah dicantumkan/diancamkan sebagai jenis pidana pokok. Akhirnya patut dikemukakan bahwa sistem pertanggungjawaban pidana anak (termasuk pemberian tindakan ) di dalam rancangan undang-undang pada dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban orang dewasa, yaitu berorientasi pada pelaku secara individu. Jadi menganut sistem pemidanaan atau pertanggungjawaban individual/personal. Mengenai hal ini dapat dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut: 1) Menentukan prinsip umum yang wajar bahwa pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi yaitu hanya dikenakan kepada organisasi/si pelaku itu sendiri (asas personal) dan hanya dikenakan kepada orang yang bersalah (asas kesalahan/asas culpabilitas), 2) Penerapan prinsip umum pemidanaan yang demikian terhadap orang dewasa merupakan hal yang wajar karena orang 85
5 dewasa memang sudah selayaknya dipandang sebagai individu yang bebas dan mandiri dan bertanggung jawab penuh atas perbuatan yang dilakukannya. Namun penerapan prinsip umum ini kepada anak masih patut dikaji, karena anak belum dapat dikatakan sebagai individu yang mandiri secara penuh. Oleh karena itu penerapan prinsip umum ini harus dilakukan dependensi (ketergantungan/ketidakbebasan penuh pada diri anak, maka penerapan prinsip umum inipun seyogianya diimbangi dengan kemungkinan adanya: pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) yang ditujukan kepada orang lain, 3) Bertolak dari uraian di atas pula, ada baiknya dikembangkan gagasan untuk mengimbangi sistem pemidanaan pertanggungjawaban individu itu dengan sistem pertanggungjawaban struktur/fungsional. Salah satu kelemahan/keterbatasan sistem pemidanaan individual dalam upaya penanggulangan kejahatan adalah sifatnya yang sangat fragmentair yaitu melihat upaya pencegahan/penanggulangan kejahatan dari sudut individu si pelaku saja. KESIMPULAN Tiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum pidana berhak diperlakukan dengan cara-cara:1) Yang sesuai dengan kemajuan/pemahaman anak tentang harkat dan martabat, 2) Yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi dan kebebasan orang lain, 3) Mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di masyarakat. Untuk menghindari terjadinya perampasan kemerdekaan si anak, penting bagi hakim untuk lebih memantapkan upaya perlindungan anak dalam proses peradilan yang bertolak dari ide dasar dan karakteristik yang berbeda dengan proses peradilan untuk orang dewasa. Di samping itu juga ditetapkan hakim yang berpengalaman dalam lingkungan peradilan umum serta mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. DAFTAR PUSTAKA Filler, Ewald Children in Trouble United Nations Expact Group Meeting Austrian Federal Ministry for Youth and Family. Australia. Hadisuprato, Paulus Peradilan Anak di Indonesia. Penerbit CV. Mandar Maju. Jakarta. Joni, Muhammad, dkk Aspek Hukum Perlindungan Anak. Kartono, Kartini Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Muladi dan Barda, Nawawi, Arief Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Barda, Nawawi, Arief Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Penerbit PT. Citra Adiyta Bakti. Bandung. Prinst, Darwan Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung. Soemitro, Irma, Setyowati Aspek Hukum Perlindungan Anak. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Republik Indonesia. Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Republik Indonesia. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keputusan Presiden 1990 No.36 tentang Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak. 86
Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016
FUNGSI PETUGAS KEMASYARAKATAN DALAM MENGAWASI ANAK MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh : Marulye T. S. T. Simbolon 2 ABSTRAK Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yakni metode
Lebih terperinciHarkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN
Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang
Lebih terperinciBahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA
Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)
Lebih terperinci"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah
Siapapun dia, termasuk Hakim, Jaksa dan Polisi, tak sah merampas kemerdekaan tanpa dasar yang sah. Perampasan kemerdekaan, apakah itu penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan wajib dengan perintah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciOleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)
Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR ( KONVENSI
Lebih terperinciBAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG 3.1. Penerapan Hukum Positif Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Adanya asas Lex Spesialis
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
PEMERIKSAAN PERKARA ANAK DISIDANG PENGADILAN MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Pratiwi Citra Wado 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan perkara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciPENGANTAR KONVENSI HAK ANAK
Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciPenerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan
1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana
Lebih terperinciPenyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum
JURNAL NANGGROE ISSN 2302-6219 Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh ARTIKEL LEPAS Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum Husni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya bagi manusia pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciHUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016
HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016 Keterangan tertulis Komnas HAM di hadapan MK, 2 Mei 2007 Kesimpulan: Konstitusi Indonesia atau UUD 1945, secara tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kesejahteraan anak. 1. Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk saling menjaga, dan mengasihi satu sama lain terutama berkehidupan dalam keluarga. Anak
Lebih terperinciSTANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Supriyanta Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta superprian@gmail.com ABSTRAK Secara internasional perlindungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan
Lebih terperinciNOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG
PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciPIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana Dosen Pengampu: Ahmmad Bahiej, S.H., M.Hum. PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Pidana dalam KUHP Pidana merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber
Lebih terperinciSKRIPSI. SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan)
SKRIPSI SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002
SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciMuchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD
Lebih terperinciHAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar
Lebih terperinciBAB II HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL. A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak
BAB II HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Demikian bunyi Pasal 28B ayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Human
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) sebagai gagasan serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Human Right 10 Desember
Lebih terperinciMAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.
TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional, karena melindungi anak berarti melindungi manusia dan membangun manusia seutuh mungkin. Hakekat pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciPERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA
PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA Penulis: Dr. Nandang Sambas, S. H., M.H. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciKebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap. Anak yang Berkonflik dengan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 11
DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Berkonflik dengan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.
Lebih terperinciKONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)
KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
Lebih terperinciKebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum
Lebih terperinciHAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN
1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciRUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
!"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik
Lebih terperinciNOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah
Lebih terperinciPENYULUHAN TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN ANAK
Seri Pengabdian Masyarakat 2014 ISSN: 2089-3086 Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 3 No. 2, Mei 2014 Halaman 101-105 PENYULUHAN TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN ANAK Sukirman 1 ; Susyalina Pratiwi 2 1 Jurusan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBeby Suryani Fithri M. Hamdan Madiasa Ablisar Jelly Leviza. Abstract
ASAS ULTIMUM REMEDIUM (THE LAST RESORT PRINCIPLE) TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PID/A/2012/PN.GS)
Lebih terperinci