BAB I PENDAHULUAN. Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan
|
|
- Glenna Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan jumlah pulau sebanyak pulau dengan panjang pantai Km 2 yang terdiri dari 0,3 juta km 2 (5,17%) laut teritorial, 2,8 juta km 2 (48,28%) perairan kepulauan, serta 2,7 juta km 2 (46,55%) Zona Ekonomi Eksklusif. 4 Diakui dunia setelah United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1982 dan Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan tersebut merupakan anugerah besar bagi bangsa Indonesia karena perairan yurisdiksi Nasional Republik Indonesia bertambah luas. Indonesia yang terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km 2 dan kawasan laut seluas 5,8 juta, dinilai memiliki keanekaragaman kekayaan yang terkandung didalamnya sangat potensial bagi pembangunan ekonomi negara. Luas laut Indonesia meliputi ¾ (tiga per empat) dari seluruh luas wilayah Negara Indonesia. Wilayah perairan yang demikian luas menjadi beban tanggung jawab yang besar dalam mengelola dan mengamankannya. Untuk mengamankan laut yang begitu luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang maritim berupa peralatan dan tekhnologi kelautan modern serta sumber 4 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Penggantian dan Pembaharuan Perundang-Undangan Kolonial Menjadi Nasional (Stb No.442 Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie), (Jakarta, 1996/1997),hal. 1 x
2 daya manusia yang handal untuk mengelola sumber daya yang terkandung di dalamnya, seperti : ikan, koral, mineral, biota laut dan lain sebagainya. Geografis Indonesia terdiri dari ¾ (tiga per empat) wilayah laut dan ¼ (satu per empat) wilayah daratan, membuka kerawanan terhadap sejumlah dimensi terpenting dari keamanan. Tanpa pengamatan terintegrasi yang memadai, letak geografis Indonesia yang strategis membuka peluang terjadinya pencurian dan pemanfaatan sumberdaya laut secara ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan negara apabila kemampuan pengawasan terbatas. Masalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), masih marak terjadi diperairan Indonesia. Kemampuan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian dinilai terbatas, karena kemampuan sarana dan prasarana pengawasan yang kita miliki belum cukup mendukung untuk tugas-tugas pengawasan. Kepala staf Angkatan Laut, Laksamana Slamet Subiyanto dalam suatu perbincangan dengan media Barracuda menyatakan bahwa, Kemudian kita pun seharusnya ada persamaan persepsi bahwa ikan itu adalah milik kita yang diambil oleh orang lain, itukan namanya mencuri dan suratnya tidak ada dan didalam pembelaannya itu sering dikategorikan sebagai tindak pidana ringan jadi sangat merugikan negara. 5 Khususnya praktek perikanan ilegal (illegal fishing) saat ini telah merugikan negara sebesar yaitu mencapai kurang lebih 1,9 milyar US $ per tahun 2 Slamet Subiyanto, Tidak Ada Toleransi Bagi Pelaku Illegal Fishing, Baraccuda, Agustus 2005, hal. 18 xi
3 atau sekitar Rp 18 trilyun, serta membahayakan harga diri dan kedaulatan bangsa Indonesia. 6 Juga masalah pemanfaatan hasil laut secara illegal, pemerintah cukup banyak menghadapi masalah dalam hal perusakan dan pencemaran lingkungan laut seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak, pengambilan terumbu karang secara besar-besaran dan pencemaran laut akibat tumpahan minyak, serta pembuangan zat-zat yang berbahaya dari kapal-kapal. Praktek IUU Fishing (Illegal, unreported, unregulated fishing) di wilayah laut Indonesia hingga kini masih marak. Bahkan akibat pencurian ikan tersebut, negeri bahari ini mengalami kerugian hingga mencapai Rp 30 triliun pertahun. Duta Besar (Dubes) Thailand untuk Indonesia, Chaiyong Satjipanon, mengakui banyak nelayan dari negaranya mencuri ikan di perairan Indonesia. Mafia pencurian ikan semakin marak di perairan Indonesia. Di tahun 2008 saja Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama TNI AL, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), khususnya Polisi Air (Polair) dan masyarakat berhasil menangkap sekitar 130 kapal nelayan berbendera asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Kasus terbesar adalah penangkapan 24 kapal dengan 400 anak buah kapal (ABK) yang tengah melakukan pemindahan hasil tangkapan dari kapal kecil ke dua kapal besar di Laut Arafuru, Papua. Kasus pencurian juga terjadi di Laut Natuna dan Sulawesi hingga Lautan Pasifik. Kapal nelayan asing asal Taiwan, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Thailand menyerbu perairan Indonesia. Kerugian negara akibat penangkapan ikan secara liar (illegal fishing) oleh kapal- 3 Departemen Kelautan dan Perikanan Tangani Illegal Fishing, (Info Aktual IUU Fishing, 22 Februari 2010) xii
4 kapal penangkap ikan nelayan asing dikhawatirkan kian meningkat sejalan dengan semakin banyaknya jumlah kasus-kasus pelanggaran bidang perikanan. Dengan banyaknya kasus pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) yang dilakukan oleh kapal berbendera asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) maka pemerintah Indonesia harus melakukan upaya penegakan hukum untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana illegal fishing di ZEEI. Untuk memberikan landasan hukum bidang perikanan, telah disahkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1985 dan Undang- Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang dipandang belum menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi. Sudah beberapa kali Undang-Undang mengenai perikanan direvisi mulai dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 dan yang terakhir Undang-Undang No. 45 Tahun 2009, tetapi implementasi di lapangan masih memprihatinkan. Amanat agar perkara-perkara perikanan dibawa ke pengadilan perikanan dan menjerat pelaku dengan UU Perikanan itu ternyata belum efektif. Setelah tiga tahun Pengadilan Perikanan beroperasi, penyelesaian kasus-kasus perikanan ternyata kurang memadai. Ada sekitar 800 kasus perikanan selama tiga tahun terakhir, kebanyakan kasus penangkapan kapal nelayan asing. Namun, dari 800 kasus tersebut, belum ada tindak lanjut yang efektif. Padahal, Mahkamah Agung sudah membentuk lima Pengadilan Perikanan, yakni di PN Jakarta Utara, PN Medan, xiii
5 PN Pontianak, PN Bitung, dan PN Tual. kurang efektifnya tindak lanjut kasuskasus tersebut menandakan pemanfaatan peradilan perikanan belum maksimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi atas eksistensi Pengadilan Perikanan. Perlu dilakukan suatu gebrakan hukum. Salah satu faktor yang membuat Pengadilan Perikanan belum efektif adalah sikap aparat hukum sendiri. banyak kasus kejahatan perikanan diselesaikan di peradilan umum karena penyidik dan jaksa juga menggunakan KUH Pidana, bukan jerat yang terdapat pada UU Perikanan. Misalnya, kematian seorang nelayan di Sulawesi Selatan karena penggunaan bom ikan. Seyogianya polisi bisa memakai UU Perikanan, tetapi ternyata polisi lebih memilih KUH Pidana. UU Perikanan jelas mengancam pidana setiap orang yang menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan. Kasus lain yang prosesnya menggunakan peradilan umum adalah penggunaan trawl atau pukat hela. Berdasarkan uraian diatas, jika keadaan ini tidak secara cepat direspon maka kegiatan penangkapan ikan ilegal ini akan merusak ekosistem laut kita, terutama perikanannya, dan bahkan akan merugikan perekonomian negara kita. Oleh karena itu diperlukan usaha yang efektif untuk mencegah usaha-usaha penangkapan ikan secara ilegal untuk tetap menjaga eksistensi sumber daya ikan. Diperlukan adanya suatu pengaturan yang terpadu dan peran serta masyarakat. Melalui kajian hukum pidana terhadap aktivitas penangkapan ikan ilegal, kita akan melihat peranan pengadilan perikanan serta kebijakan dan pengaturan hukum xiv
6 pidana terhadap pencegahan penangkapan ikan secara ilegal. Dimana hal ini sesuai dengan tujuan hukum pidana, yaitu: 7 a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik menakut-nakuti orang banyak maupun orang tertentu, agar di kemudian hari tidak melakukan lagi. b. Untuk medidik atau memperbaiki orang-orang yang suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya dan bermanfaat bagi masyarakat. Dan hal inilah yg melatar belakangi penulisan skripsi ini dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul PERANAN PENGADILAN PERIKANAN MEDAN DALAM MENYELESAIKAN TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING. B. Perumusaan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, telah kita ketahui bahwa aktivitas penangkapan ikan secara ilegal masih marak terjadi di perairan Indonesia. Maka peranan pengadilan perikanan serta kebijakan dan pengaturan hukum pidana terhadap pencegahan penangkapan ikan secara ilegal sangat diperlukan dalam menyelesaikan tindak pidana illegal fishing. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 7 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung, Penerbit PT Refika Aditama, 2003), hal xv
7 1. Bagaimana ketentuan yuridis terhadap tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing). 2. Bagaimana Peranan Pengadilan Perikanan dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing). C. Tujuan dan manfaat penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan yuridis terhadap tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing). 2. Untuk mengetahui Peranan Pengadilan Perikanan dalam mengatasi tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1. Dapat memberi informasi kepada penulis betapa pentingnya menjaga ekosistem laut. Selain itu dapat menambah ilmu penulis berkenaan dengan tindak pidana illegal fishing. 2. Penulis dapat mengetahui bagaimana peranan pengadilan perikanan dalam menyelesaikan tindak pidana illegal fishing. D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Peranan Pengadilan Perikanan Medan Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Illegal Fishing, sepengetahuan penulis belum ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikan masalah tersebut kepada sekretaris jurusan pidana. xvi
8 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Perikanan Dalam kamus istilah perikanan, definisi perikanan adalah usaha perikanan yang timbul dan berkembang atas dasar motif-motif ekonomi yang bentuk usahanya selalu diarahkan pada efisiensi sebesar mungkin dengan didukung modal yang relatif lebih kuat. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk kemampuan modernisasi yang lebih tinggi dan keuntungan merupakan ukuran utama usahanya 8. Sedangkan dalam Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dalam Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa : Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pengelolaan sumber daya ikan disini diartikan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. 8 Eddy Afrianto, Syamsuddin Adang Rivai, Dkk, Kamus Istilah Perikanan, (Bandung : Penerbit Kanisius, 1996), hal. 106 xvii
9 Kata pengelolaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan kebudayaan, diartikan sebagai mengelola, mengendalikan, menyelenggarakan, menjalankan, mengurus. Dalam kata pengelolaan tercakup makna efisiensi dengan tujuan keuntungan. Dengan kata lain dapat digunakan manajemen, sehingga arti perikanan dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut : Perikanan adalah kegiatan/usaha yang dilakukan secara manajemen dan ilmu ekonomi terhadap sumber daya ikan Pengertian Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Menurut Divera Wicaksono,tindak pidana penangkapan ikan secara illegal atau yang dikenal dengan illegal Fishing adalah memakai Surat Pengkapan Ikan (SPI) palsu, tidak di lengkapi dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), isi dokumen tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya,menangkap jenis dan ukuran ikan yang dilarang. 10 Tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) ialah melakukan penangkapan ikan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan rumusan undang undang (dalam hal ini Undang Undang Perikanan, UU No. 9 Tahun 1985 di rubah dengan UU No. 31 Tahun 2004 kemudian disempurnakan sampai saat ini oleh UU No. 45 Tahun 2009 dan peraturan perundang undangan lainya). 9 Leden Marpaung, Tindak Pidana Wilayah Perairan (Laut) Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 1993), hal Divera Wicaksono, Menutup Celah Pencuri Ikan, (Jakarta, Majalah Mingguan Pilars, Edisi Februari 2004), hal 83 xviii
10 3. Pengertian Pengadilan Perikanan Sesuai dengan Pasal 71 ayat 1 dan 2 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Pengadilan perikanan didefinisikan sebagai pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan serta berada di lingkungan peradilan umum. Adapun isi dari Pasal 71 ayat 1 dan 2 UU No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan adalah sebagai berikut: 1) Dengan undang-undang ini dibentuk pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. 2) Pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di lingkungan peradilan umum. 4. Alasan di bentuknya Pengadilan Perikanan Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Ad Hoc Peradilan Perikanan Medan, DR. Ir. M. Indah Ginting, MM., Dikarenakan pencurian ikan pada umumnya telah dianggap sebagai tindak pidana yang khusus. Kemudian juga banyak tokoh yang beranggapan pengadilan negeri yang telah ada tidak dapat lagi menampung perkara-perkara perihal perikanan ini seperti tindak pidana illegal fishing misalnya yang semakin lama semakin banyak perkaranya. Disini mengisyaratkan ada rasa ketidakpuasan akan kinerja dari pengadilan perikanan sehingga muncul polemik ketidak efektifan kinerja pengadilan negeri tersebut khususnya dalam menangani kasus-kasus tindak pidana illegal fishing. Atas dasar itulah Pengadilan Perikanan dibentuk Wawancara dengan DR. Ir. M. Indah Ginting, MM, Hakim Ad Hoc Peradilan Perikanan Medan, Tanggal 10 Febuari xix
11 5. Faktor-faktor Penyebab dan Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Secara umum Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU Fishing), antara lain: 1. Penyebab Illegal Fishing, antara lain : Meningkat dan tingginya permintaan ikan (DN/LN) 2. Berkurangnya/habisnya SDI di negara lain 3. Lemahnya armada perikanan nasional 4. Izin/dokumen pendukung di keluarkan lebih dari satu instansi 5. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut 6. Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum 7. Lemahnya peraturan perundang undangan dan ketentuan pidana. 2. Penyebab Unreported Fishing,antara lain : a. Lemahnya peraturan perundangan b. Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan/angkutan ikan c. Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil tangkapan/angkutan ikan d. Hasil tangkapan dan Fishing Ground dianggap rahasia dan tidak untuk diketahui pihak lain (saingan) e. Lemahnya ketentuan sanksi dan pidana 12 Direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP), Kebijakan Pengawasan Dalam Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing, (Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006), hal xx
12 f. Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol. g. Unit penangkapan di bawah < 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan SIPI (unregulated),sehingga tidak di wajibkan melaporkan data produksinya. h. Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan memiliki pelabuhan/tangkahan sendiri i. Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas terkait cenderung lebih rendah dari sebenarnya. Menurut petugas retribusi laporan produksi umumnya tidak pernah mencapai 20% dari produksi yang sebenarnya. 3. Penyebab Unregulated Fishing, antara lain : a. Potensi SDI di perairan Indonesia masih di anggap memadai dan belum membahayakan b. Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah c. Orientasi jangka pendek d. Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI e. Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan internasional. Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidayaan ikan kecil, dan pihak pihak pelaku xxi
13 usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan,kelestarian dan ketersediaan sumber daya ikan. Di Indonesia, IUU Fishing terjadi pada berbagai aspek aktivitas perikanan tangkap. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kegiatan ini mengakibatkan indonesia mengalami kerugian ekonomi (economoc loss) sekitar USS 2 milyar pertahun.kerugian ini disebabkan dari penangkapan ikan illegal di ZEE Indonesia, ekspor illegal, pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran penggunaan tenaga kerja asing, dan kerugian selisih pembayaran fee akibat kamuflase kapal-kapal ikan eks impor. Dari aspek sosial, kegiatan IUU Fishing di Indonesia juga telah menyebabkan konflik dengan nelayan tradisional, yang akhirnya mengakibatkan kerugian moril dan materil. Di sisi lain,kegiatan ini dapat pula menguras sumber daya ikan (SDI), karena kegiatan tersebut tidak pernah memperdulikan daya dukung lingkungan dan potensi lestarinya. Disamping itu juga adanya kerugian lain yang tidak dapat dihitung secara nominal (intangible), yaitu kerugian moril/harga diri bangsa, karena hal ini menyangkut kedaulatan Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, hingga kini Pemerintah Indonesia terus bekerja keras dan serius untuk mengulangi praktek IUU Fishing ini. Sebagaimana di laporkan oleh Departemen Kedaulatan dan Perikanan (2004) kerugian lain yang tidak bisa di nilai akibat penangkapan illegal adalah kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan ikan karang dan ikan hias xxii
14 dengan menggunakan bahan peledak dan potasium, padahal ekosistem terumbu karang sangat penting untuk kehidupan biota laut. Secara umum dampak illegal fishing di perairan Indonesia di uraikan sebagai berikut: 1. Hilangkan pendapatan dan penerimaan negara Hal ini di sebabkan karena ikan ikan hasil tangkapan di bawa dan di jual ke luar negeri sehingga retribusi dan pajak atas hasil penangkapan itu tidak dapat di pungut Pemerintah Indonesia, sehingga dapat mengurangi pendapatan negara. 2. Rusaknya lingkungan sumber daya perikanan Hal ini di sebabkan karena kapal kapal yang melakukan pencurian ikan menggunakan alat alat yang dilarang untuk menangkap ikan, seperti menggunakan trawl yang dapat merusak : a. Terumbu karang, karena trawl dapat beroperasi sampai ke dasra perairan sehingga merusak karang karang yang berada di pasar perairan. b. Punahnya anak anak ikan sampai dengan ukuran tertentu, sebab trawl dapat menangkap anak anak ikan sampai ukuran tertentu. 3. Berkurangnya pendapatan nelayan Hal ini disebabkan kapal kapal pencuri ikan biasanya beroperasi di daerah perairan yang di peruntukkan bagi nelayan nelayan kecil yang beroperasi di jalur I(< 6 mil) sehingga menjadi saingan bagi nelayan nelayan kecil lainnya yang beroperasi di jalur I. 4. Bertambahnya biaya operasional nelayan untuk melaut xxiii
15 Hal ini di sebabkan oleh karena nelayan nelayan kecil tersebut harus menangkap ke daerah penangkapan yang lebih jauh sehingga membutuhkan biaya operasioanal yang lebih besar seperti bahan bakar, konsumsi dan lain lain. 5. Konflik antar nelayan Hal ini di sebabkan karena penafsiran otonomi daerah yang sempit seolah olah laut terkapling- kapling sehingga nelayan dari suatu daerah tidak dapat masuk ke daerah lain untuk menangkap ikan. F. Metode Penelitian Metode penulisan data dalam skripsi ini, baik data primer maupun data sekunder penulis memilih metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. 1. Tipe penelitian Adapun penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif dimana penulis memaparkan tentang Peranan pengadilan Perikanan Medan dalam menyelesaikan tindak pidana Illegal Fishing dengan menggunakan pendekatan metode empiris dan normatif. 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Perikanan Medan, dengan pertimbangan bahwa Pengadilan Perikanan Medan memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran tentang Peranan pengadilan Perikanan Medan dalam menyelesaikan tindak pidana Illegal Fishing. 3. Alat pengumpul data xxiv
16 Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Studi kepustakaan, seperti peraturan perundang-undangan, buku, pendapat sarjana, majalah hukum yang ada kaitannya dengan pengadilan perikanan dan tindak pidana illegal fishing. b) Untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan penulis melakukan wawancara kepada narasumber tempat penulis mengadakan riset. 4. Analisis data Metode analisis yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis normatif kualitatif. Dengan demikian akan merupakan analisis data tanpa mempergunakan rumus dan data matematis. G. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dari skripsi ini penulis akan menguraikan sistematikanya. Skripsi ini terdiri dari IV (empat) Bab, yaitu : BAB I : Tentang Pendahuluan Bab ini terdiri dari : Latar belakang, Perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penulisan, Keaslian judul, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Dalam Bab ini penulis akan menjelaskan secara menyeluruh tentang Kajian Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan (illegal fishing) yang meliputi pemaparan tentang : Kriteria yang dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing), Beberapa Perubahan xxv
17 UU No. 45 tahun 2009 dari UU sebelumnya yaitu UU No. 31 tahun BAB III : Peranan Pengadilan Perikanan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal fishing) di perairan Indonesia. Dalam Bab ini penulis akan memaparkan bagaimana sebenarnya peranan dari pengadilan perikanan dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing), peranan hakim ad hoc pada pengadilan perikanan, pengawasan dan instansi menanganan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) serta Kendala-kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan (Illegal Fishing.) BAB IV : Penutup Dalam Bab ini penulis menguraikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Kemudian penulis mencoba memberikan saran atau masukan yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) khusus nya berkenaan dengan peranan pengadilan perikanan dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing). xxvi
BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciluas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laut sebagai anugerah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, harus senantiasa terjaga sumber daya alam kelautannya. Keberhasilan Indonesia untuk menetapkan identitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu
Lebih terperinciBAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Kasus Pencurian Ikan Di Perairan Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan dan harus dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara Indonesia yang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya
Lebih terperinciKata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS
YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti
Lebih terperinciKEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NASKAH KAPOLRI SEBAGAI KEYNOTE SPEECH PADA RAKORNAS PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING TANGGAL 11 JULI 2017 ASSALAMU ALAIKUM Wr. Wb. SALAM
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.
243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah
Lebih terperinciDAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA
DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) A. Pendahuluan Wilayah perairan Indonesia yang mencapai 72,5% menjadi tantangan besar bagi TNI
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN
SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN (Putusan Pengadilan Negeri Bitung Nomor : 01/Pid.Prkn/2012/PN.Btg) A JURIDICAL ANALYSIS OF THE JUDGEMENT
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH
Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN
LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN O L E H Puteri Hikmawati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Dian Cahyaningrum, SH., MH. Prianter Jaya Hairi, S.H., L.LM.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendayagunaan sumber daya kelautan menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang terkandung dalam eksistensi Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Namun hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengenai implementasi kebijakan publik. Penelitian implementasi kebijakan dilakukan atas kegiatan pemerintah dalam mengatasi fenomena penangkapan ikan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN
PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)
Lebih terperinciPENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN TERHADAP TINDAK PIDANA DI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur pulau-pulau yang tersebar luas dalam jumlah lebih dari 13.000 pulau besar dan pulau kecil, dengan garis pantai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa sebagai kekayaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki wilayah dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.000 pulau. Garis pantai yang tercatat sebagai bagian
Lebih terperinciPELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009
PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 A. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 1. Perkembangan UU Perikanan di Indonesia Bangsa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang mengakibatkan kerugian lingkungan, sosial dan ekonomi yang signifikan (APFIC,2007).
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING
PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 22 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek
BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia
Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh negaranegara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara selain dikenal dalam bentuk wilayah udara dan daratan juga dikenal dalam bentuk lautan. Wilayah kelautan adalah wilayah yang tidak semua negara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perairan yang berada di bawah
Lebih terperinciBAB 1. A. Latar Belakang. Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan
BAB 1 A. Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, yang memliliki kurang lebih 17.480 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, berdasarkan Konvensi Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Lebih terperinci*15365 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2004 (31/2004) TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 31/2004, PERIKANAN *15365 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2004 (31/2004) TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP
RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Sebagai negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama kekayaan lautnya yang luar biasa. Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 118, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona
54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari apa yang telah tertulis dalam bab pembahasan, dapat disimpulkan bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona ekonomi eksklusif Indonesia yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul
Lebih terperinciBAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-
BAB IV Mengenai Kewenangan Mengadili Atas Kasus Illegal Fishing Berdasarkan Track Record Data VMS (Vessel Monitoring System) Dihubungkan dengan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperinciBUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI
BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Korporasi Dalam Tindak Pidana Perikanan, Skripsi, Universitas Hasanudin, Makassar, 2016, Hal.01 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Nusantara yang sejak jaman kerajaan kuno sudah dikenal sebagai wilayah maritim dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa termasuk wilayah lautnya
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-
BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN A. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dan wilayah laut yang sangat luas dengan letak geografis yang sangat strategis karena berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic
BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keindahan panorama yang membuat seluruh dunia kagum akan negeri ini. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan suatu negara yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kekayaan alam dan keindahan panorama
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PELARANGAN PENGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN PROGRESS IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Disampaikan oleh: Ir. H. M. NATSIR THAIB WAKIL GUBERNUR PROVINSI MALUKU UTARA PEMERINTAH
Lebih terperinciDemi Kedaulatan, Kita Harus Tegas
Tajuk Rencana Kompas 2016/3/24 Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas Sudah layak dan sepantasnya kalau Indonesia bersikap tegas terhadap Tiongkok berkait dengan tindakan kapal patroli negeri itu di Laut Natuna.
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENEGAKAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA PERIKANAN 1 Oleh: Vianny Andreyna Dirks 2
PENEGAKAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA PERIKANAN 1 Oleh: Vianny Andreyna Dirks 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan penegakan hukum pada tindak pidana perikanan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REFUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REFUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI -1- NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 141
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib
Lebih terperinciIUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan
IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.
Lebih terperinciSyntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 2 Februari 2017
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 2, No 2 Februari 2017 HUKUM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DAN HAK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG RI NOMOR 5 TAHUN 1983 Parihutantua
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa sumber daya kelautan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,
Lebih terperinciSejarah Peraturan Perikanan. Indonesia
Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
Lebih terperinciJAKARTA (4/3/2015)
2015/04/04 11:07 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan KKP DAN LEMBAGA TERKAIT KOMITMEN DALAM PENEGAKAN HUKUM JAKARTA (4/3/2015) www.pusluh.kkp.go.id Dalam rangka menuju kepada cita-cita Indonesia sebagai
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN
PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TOPAN RENYAAN, S.H. MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terhadap kekayaan negara maupun transnational crime menunjukkan perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana yang berlangsung lintas negara baik yang merupakan tindak pidana terhadap kekayaan negara maupun transnational crime menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh
BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciVOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen
Lebih terperinciPenenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1
Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1 Rofi Aulia Rahman 2 Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN
2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan
Lebih terperinciBAB III PERANAN PENGADILAN PERIKANAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADA TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DIPERAIRAN INDONESIA
BAB III PERANAN PENGADILAN PERIKANAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADA TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DIPERAIRAN INDONESIA A. Peranan Pengadilan Perikanan Medan Dalam menyelesaikan Tindak Pidana
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan
Lebih terperinci22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014
SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA Senin, 22 September 2014 Asli Palsu 1 2005 2006 Nahkoda Indonesia & Philippina diperintahkan bhw Kapal ini menggunak nama Indonesia ketika
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU & CALL FOR PAPERS
PENENGGELAMAN KAPAL PELAKU ILLEGAL FISHING SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HUKUM PERIKANAN DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR 4/PID.SUS-PRK/2014/PN TPG PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG) Yusuf Istanto,SH.,MH Fakultas
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional
Lebih terperinciLaporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar
Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA Yuniarti Dwi Pratiwi 1 Abstrak: Permasalahan illegal fishing atau lebih dikenal dengan istilah illegal,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat
1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia
Lebih terperinci