JURNAL ILMIAH. Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH. Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :"

Transkripsi

1 PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb) JURNAL ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : DENNY SETIAWAN SIREGAR NIM : DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb) JURNAL ILMIAH Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: DENNY SETIAWAN SIREGAR NIM : DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Mengetahui: Ketua Departemen Hukum Pidana DR. M. Hamdan, SH, MH NIP: Dosen Editorial DR.Mahmud Mulyadi, SH.,M.Hum. NIP: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

3 PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb) DENNY SETIAWAN SIREGAR ABSTRAK Jumlah denda yang termasuk dalam kategori tindak pidana ringan yang terdapat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak sesuai lagi dengan nilai yang ada saat ini. Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. PERMA ini ditujukan untuk menyelesaikan penafsiran tentang nilai uang pada tindak pidana ringan dalam KUHP. Permasalahan yang diuraikan dalam jurnal ini adalah mengenai bagaimana batas tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 dan bagaimana penerapan PERMA No. 2 Tahun 2012 dalam Putusan Nomor : 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Stabat nomor: 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb dan juga mengambil atau mengumpulkan data dengan berbagai macam referensi yang terdapat dalam kepustakaan baik melalui buku-buku bacaan, Peraturan Perundang-Undangan, artikel-artikel dan sumber referensi lainnya yang ada hubungan dengan materi skripsi ini. Batas tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 merupakan penyesuaian jumlah denda dalam perkara-perkara tindak pidana ringan sebagaimana tercantum dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dilipatgandakan menjadi (sepuluh ribu) kali dari Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) menjadi Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Penerapan PERMA Nomor 2 Tahun 2012 dalam Putusan Nomor 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb. dilaksanakan dengan mekanisme Penyidik melimpahkan perkara tindak pidana pencurian ringan ke Pengadilan Negeri dengan acara pemeriksaan cepat atas kuasa penuntut umum demi hukum dan disidangkan dengan hakim tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 205 sampai dengan Pasal 210 KUHAP.

4 A. PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang terjadi suatu konflik yang mengarah kepada situasi pertentangan perorangan dengan perorangan, ataupun antara perorangan dengan penguasa. Jika tidak terdapat suatu keseimbangan antara dua pihak yang saling bertentangan ini, maka pada akhirnya pihak yang kuatlah yang akan menang dengan berbuat sewenang-wenang terhadap pihak yang lemah. Kesewenangan tersebut tidak bisa dibiarkan terjadi demi tegaknya hukum di Indonesia, pihak yang kuat menindas pihak yang lemah, oleh karenanya para ahli hukum sejak dahulu telah mencoba dan memikirkan suatu bentuk atau usaha pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang itu dengan berbagai cara yaitu dengan menciptakan hukum 1. Hukum adalah pranata sosial yang diciptakan oleh manusia untuk menciptakan tertibnya sendiri. Tertib itu ada dan dikehendaki atas kesepakatan bersama sekelompok manusia, ia muncul secara alamiah sebagai kebutuhan bersama. Realisasi tertib bersama diwujudkan terbentuknya pranata-pranata hukum, baik substansi, kelembagaan maupun budaya hukum. Keberadaannya bersifat Rooted, Paculierdan base on society artinya hukum itu hidup dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai masyarakatnya. 2 Hakikat hukum dan keadilan dapat dialami baik oleh ahli hukum maupun oleh orang awam, yang berarti bahwa dalam pergaulan hidup masyarakat maka akan selalu terkait pada masalah hukum dan keadilan. Hukum dan keadilan tidak dapat dilepaskan dari interaksi kehidupan manusia itu sendiri. Sangatlah sulit 1 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1986, hal Pujiyono, Kumpulan tulisan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal. 66.

5 untuk membayangkan adanya suatu masyarakat tanpa keadilan dan hukum. Hukum dan keadilan adalah merupakan dasar dari kehidupan manusia, sehingga tugas mengadili yang dibebankan pada lembaga pengadilan merupakan suatu tugas yang memerlukan kecermatan dan kematangan, baik dalam menyusun pertimbangan hukumnya maupun dalam menetapkan putusannya. 3 Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji mengenai penyesuaian tindak pidana ringan dan denda, dengan judul PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP. B. PERMASALAHAN. Adapun yang menjadi pokok permasalahan sehubungan dengan judul jurnal ini adalah : 1. Bagaimanakah Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012? 2. Bagaimanakah Penerapan PERMA NO. 2 TAHUN 2012 Dalam Putusan Nomor : 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb.? C. METODE PENELITIAN. Penulisan jurnal ini merupakan penulisan yang menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan terhadap peraturan perundanganundangan dan norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan jurnal ini. Penelitian dilakukan terhadap peraturan 3 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal.1.

6 perundangan-undangan dan norma-norma positif dalam sistem perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan jurnal ini. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif mencakup : a. penelitian terhadap asas-asas hukum; b. penelitian terhadap sistematik hukum; c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. perbandingan hukum; dan e. sejarah hukum. 4 D. HASIL PENELITIAN. 1. BATAS TINDAK PIDANA RINGAN DALAM PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2 TAHUN A. Tindak Pidana Ringan dan Denda dalam PERMA No. 2 Tahun Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada tanggal 27 Februari Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA tersebut menentukan bahwa perkara-perkara sebagaimana tercantum dalam Pasal 364 KUHPidana (pencurian ringan), Pasal 373 KUHPidana (penggelapan ringan), Pasal 379 KUHPidana (penipuan ringan), Pasal 384 KUHPidana (keuntungan dari penipuan), Pasal 407 KUHPidana (pengerusakan ringan) dan Pasal 482 KUHPidana (penadahan ringan) yang nilainya dibawah Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) termasuk dalam kategori tindak pidana ringan. Oleh kerena itu Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 15

7 mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205 sampai dengan Pasal 210 KUHAP. Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan maupun perpanjangan penahanan. Beberapa hal yang harus dipahami dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tersebut adalah sebagai berikut: 5 1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tersebut pada dasarnya tidak mengubah KUHP melainkan hanya melakukan penyesuaian nilai uang/barang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, hal ini merupakan langkah terobosan dalam menyikapi dinamika perkembangan paradigma penegakan hukum yang mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan dengan mengedepankan penerapan keadilan restoratif (restorative justice). 2. Tindak Pidana yang tercantum dalam Pasal-Pasal: 364, 373, 379, 384, 407, dan Pasal 482 KUHP dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana Ringan dengan indikator: a. Diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan; b. Denda dilipatgandakan menjadi (sepuluh ribu) kali dari Denda yang tertera dalam Pasal tersebut yaitu Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) sehingga yang harus dibaca menjadi denda sebesar Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). B. Jenis-Jenis Tindak Pidana Ringan. 1. Pencurian Ringan 5 Ibid.

8 Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsurunsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan 6. Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-unsur dalam pencurian ringan adalah 7 : A. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP) Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok tersebut meliputi: Unsur obyektif adalah sebagai berikut: 1. Mengambil Perbuatan mengambil bermakna sebagai setiap perbuatan untuk membawa atau mengalihkan suatu barang ke tempat lain Suatu barang/benda Pengertian barang pada awalnya menunjuk pada pengertian barang bergerak dan berwujud, termasuk binatang 9. Perkembangannya pengertian barang atau benda tidak hanya terbatas pada barang atau benda berwujud dan bergerak, tetapi termasuk dalam pengertian barang atau benda adalah tidak berwujud dan tidak bergerak. 3. Benda tersebut seluruhnya atau sebagian milik orang lain. 6 Tongat, Hukum Pidana Materiil, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2003, hal Ibid. 8 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak pidana tertentu Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya, Bandung, hal R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996, hal. 250.

9 Unsur ini mengandung suatu pengertian bahwa benda yang diambil itu haruslah barang atau benda yang dimiliki baik seluruhnya atau sebagian oleh orang lain. Unsur Subyektif adalah sebagai berikut: 1. Dengan maksud Kesengajaan atau maksud itu ditujukan untuk menguasai benda yang diambilnya itu untuk dirinya sendiri secara melawan hukum Memiliki untuk dirinya sendiri Istilah memiliki diterjemahkan dengan istilah menguasai 11. Menurut Tongat 12, apabila seseorang mengambil suatu barang milik orang lain secara melawan hukum, tidak secara otomatis hak kepemilikan dari barang tersebut beralih pada yang mengambil barang tersebut. 3. Secara melawan hukum Pengertian melawan hukum sampai saat ini tidak ada kesatuan pendapat di antara para pakar hukum. Secara umum para sarjana menyetujui pendapat, bahwa hal pokok dalam melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum baik hukum dalam arti obyektif maupun hukum dalam arti subyektif dan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. B. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP). Pengertian bersama-sama menunjuk pada suatu kerjasama di mana antara dua orang atau lebih mempunyai maksud untuk melakukan pencurian secara 10 Ibid., hal Lamintang dan Djisman Samosir, Op. Cit., hal Tongat, Op.Cit.,

10 bersama-sama. Hal ini sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh yurisprudensi. Aresst HR 10 Desember 1894 secara eksplisit dinyatakan bahwa pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama itu haruslah dilakukan dalam hubungannya sebagai bentuk turut serta melakukan tindak pidana dan bukan sebagai membantu melakukan tindak pidana. C. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu D. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah; E. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan F. Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). 2. Penggelapan Ringan Ketentuan tentang penggelapan ringan ini diatur dalam Pasal 373 KUHP yang unsur-unsur dalam penggelapan ringan adalah: A.Unsur-unsur penggelapan dalam bentuk yang pokok (Pasal 372 KUHP) adalah: Unsur obyektif sebagai berikut: 1. Mengaku sebagai milik sendiri (menguasai), Unsur menguasai merupakan unsur subyektif, tetapi dalam penggelapan unsur tersebut merupakan unsur obyektif. Penggelapan unsur menguasai merupakan perbuatan yang dilarang, maka tidak ada penggelapan apabila perbuatan menguasai tersebut belum selesai atau perbuatan menguasai itu

11 harus sudah terlaksana atau selesai, misalnya barang tersebut telah dijual, dipakai sendiri ataupun ditukar Sesuatu barang, Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian. 3. Yang seluruh atau sebagian milik orang lain, Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian. 4. Yang ada dalam kekuasaannnya bukan karena kejahatan, Unsur tersebut merupakan ciri pokok atau unsur pembeda dengan pencurian. Pencurian, penguasaan barang oleh pelaku itu dilakukan dengan cara melawan hukum, sedangkan pada penggelapan, penguasaan barang oleh pelaku justru bukan karena suatu tindak pidana. 5. Secara melawan hukum. Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian. Unsur subyektif sebagai berikut: 1. Dengan sengaja Unsur kesengajaan dalam suatu rumusan tindak pidana dirumuskan dengan istilah dengan sengaja maka unsur kesengajaan tersebut menjiwai semua unsur lain yang terletak di belakang unsur kesengajaan tersebut 14. Atau dengan kata lain menurut MvT unsur yang dirumuskan dibelakang unsur kesengajaan diliputi oleh kesengajaan. B. Bahwa yang digelapkan itu bukanlah hewan ternak 13 Tongat, Op.Cit., hal Lamintang dan Djisman Samosir, Op.Cit., hal. 67.

12 Dalam unsur ini ternak dianggap sebagai harta kekayaan yang sangat berharga bagi masyarakat. C. Harga dari barang yang digelapkan tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). 3. Penipuan Ringan Penipuan ringan diatur dalam ketentuan Pasal 379 KUHP, yang berdasarkan rumusan Pasal 379 KUHP tersebut, maka unsur-unsur penipuan ringan adalah: A. Unsur-unsur dari penipuan dalam bentuk yang pokok (Pasal 378 KUHP) yang lazim disebut Oplichting adalah: Unsur Obyektif, sebagai berikut: 1. Menggerakkan orang lain Pengertian menggerakkan orang lain dalam Pasal 378 KUHP adalah dengan menggunakan tindakan-tindakan, baik berupa perbuatanperbuatan maupun perkataan-perkataan yang bersifat menipu Untuk menyerahkan suatu barang/benda Menyerahkan suatu benda tidaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu. Penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu. 3. Untuk memberi hutang 15 Tongat. Op.Cit., hal

13 Pengertian memberi hutang dalam rumusan Pasal 378 KUHP adalah si penipu membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang ditipu harus membayar sejumlah uang tertentu. 4. Untuk menghapus piutang Menghapus piutang yang dimaksud adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang ditipu kepada penipu atau orang tertentu yang dikehendaki oleh penipu Dengan menggunakan daya upaya seperti: a. Memakai nama palsu Pemakaian nama palsu ini terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya, dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan tadi. b. Martabat palsu Martabat palsu yang dimaksud adalah menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dan berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi hutang atau menghapus hutang. c. Dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan Menggunakan tipu muslihat yang dimaksud adalah rangkaian katakata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian rupa, sehingga 16 Ibid.

14 perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan terhadap orang lain (yang ditipu). Unsur subyektif, sebagai berikut: 1. Dengan maksud Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian. 2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. 3. Secara melawan hukum Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian. B. Barang yang diserahkan (obyek penipuan) haruslah bukan ternak dan nilainya tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) C. Hutang yang diberikan ataupun piutang yang dihapuskan tersebut tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) 4. Keuntungan dari Penipuan Keuntungan dari penipuan diatur dalam ketentuan Pasal 384 KUHP yang menyatakan: Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 383, jika harga keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dihukum penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp ,- (sembilan juta rupiah)

15 Berdasarkan rumusan Pasal 384 KUHP tersebut, maka unsur-unsur dari keuntungan dari penipuan adalah: A. Unsur-unsur yang diatur dalam ketentuan Pasal 383 KUHP sebagai berikut: 1. Penjual 2. Menipu 3. Pembeli 4. Dengan menggunakan cara-cara: a. Dengan sengaja menyerahkan barang lain selain dari barang yang ditunjuk (dikehendaki) oleh pembeli b. Menggunakan tipu muslihat berkaitan dengan sifat, keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan B. Harga keuntungan yang diperoleh nilainya tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) 5. Pengerusakan Ringan Pengerusakan ringan diatur dalam ketentuan Pasal 407 KUHP dengan pengecualian sebagaimana diterangkan dalam Pasal 407 ayat (2) KUHP. Yang berdasarkan ketentuan Pasal 407 ayat (1) KUHP, maka perbuatan pengerusakan barang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP itu dianggap sebagai tindak pidana pengerusakan ringan apabila nilai kerugian yang ditimbulkan karena adanya kerusakan itu tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Penjelasan Pasal 407 KUHP, maka unsur-unsur dalam pengerusakan ringan adalah:

16 A. Unsur-unsur pengerusakan dalam bentuk pokok (Pasal 406 KUHP) sebagai berikut: Unsur dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP meliputi: Unsur obyektif terdiri dari: 1. Membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai atau menghilangkan, 2. Suatu barang, 3. yang seluruh atau sebagian milik orang lain. Unsur subyektif terdiri dari: 1. Dengan sengaja, 2. Secara melawan hukum. Unsur dalam Pasal 406 ayat (2) KUHP meliputi: Unsur Obyektif terdiri dari: 1. Membunuh, merusak, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan, 2. Seekor hewan, 3. Yang seluruh atau sebagian milik orang lain. Unsur subyektif terdiri dari: 1. Dengan sengaja, 2. Secara melawam hukum. B. Harga kerugian yang disebabkan membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang seluruh atau sebagian milik orang lain tidak lebih dari Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).

17 C. Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 406 bukanlah hewan ternak yang dimaksud dalam Pasal 101 KUHP dikatakan Pengerusakan ringan. 6. Penadahan Ringan Penadahan ringan diatur dalam Pasal 482 KUHP yang berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHP tersebut bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP akan menjadi penadahan ringan apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP dilakukan terhadap barang-barang hasil dari pencurian ringan, penggelapan ringan dan penipuan ringan. Penjelasan Pasal 482 KUHP, maka unsur-unsur dalam penadahan ringan adalah: A. Unsur-unsur dalam penadahan (Pasal 480 KUHP) sebagai berikut: Unsur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP meliputi: Unsur obyektif terdiri dari: 1. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai, menerima sebagai hadiah, 2. Karena ingin mendapatkan keuntungan menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan, 3. Suatu benda, 4. Yang diperoleh karena kejahatan. Unsur subyektif terdiri dari: 1. Yang diketahuinya, 2. Yang ia patut dapat menduga.

18 Unsur dalam Pasal 480 ayat (2) KUHP meliputi: Unsur obyektif terdiri dari: 1. Mengambil keuntungan, 2. Pendapatan dari suatu benda, 3. Yang diperoleh karena kejahatan. Unsur subyektif terdiri dari: 1. Yang ia diketahui, 2. Yang patut ia dapat menduga. B. Apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP dilakukan terhadap barang-barang hasil dari pencurian ringan, penggelapan ringan dan penipuan ringan dikatakan penadahan ringan. C. Mekanisme Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan. Berdasarkan ketentuan PERMA No. 2 Tahun 2012 yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 yang pada intinya menyatakan bahwa perkara tindak pidana ringan yang dilakukan oleh terdakwa dikatakan perbuatan pidana yang ringan apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp ,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) maka Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana ringan tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam BAB XVI KUHAP yaitu pada bagian keenam Pasal 205 sampai dengan Pasal 210.

19 2. PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 DALAM PUTUSAN NOMOR: 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb. A. Posisi Kasus. Perkara : Pada hari minggu tanggal 27 Mei 2012 sekitar pukul telah terjadi tindak pidana pencurian buah kelapa sawit sebanyak 6 (enam) janjang milik pihak perkebunan PT. Buluh Telang yang dilakukan oleh tersangka PAIJEM di Blok O.4 Afdeling II Areal Perkebunan PT. Buluh Telang Desa Buluh Telang Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat sehingga pihak perkebunan PT. Buluh Telang mengalami kerugian sekitar Rp ,- (dua ratus ribu rupiah). Penyidikan (Hasil Pemeriksaan Penyidik) 1. Penanganan TKP a. Mendatangi TKP b. Mencatat Saksi-saksi c. Menyita Barang Bukti d. Menggambar Sket TKP 2. Panggilan a. Terhadap saksi Herliyadi telah dimintai keterangannya sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/73/V/2012/SU/LKT/SEK Padang Tualang tanggal 26 Mei 2012 b. Terhadap saksi A. Patar Silitonga telah dimintai keterangannya sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/73/V/2012/SU/LKT/SEK Padang Tualang tanggal 26 Mei 2012

20 c. Terhadap saksi Riki Pance Parlindungan telah dimintai keterangannya sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/73/V/2012/SU/LKT/SEK Padang Tualang tanggal 26 Mei 2012 d. Terhadap tersangka Paijem telah dimintai keterangannya sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/73/V/2012/SU/LKT/SEK/Pd-Tualang tanggal 27 Mei Penangkapan a. Tidak dilakukan penangkapan terhadap tersangka. 4. Penahanan a. Tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka. 5. Penyitaan Dengan Surat Perintah Penyitaan Nomor: Sp.Sita/44/V/2012/Reskrim tanggal 27 Mei 2012, telah dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa: a. 1 (satu) Unit sepeda motor Honda Grand tanpa plat Polisi nomor mesin NF- GEE b. 6 (enam) janjang buah kelapa sawit komedil 29 kg/janjangnya. 6. Keterangan Saksi 7. Keterangan Tersangka 8. Barang Bukti Pembahasan Dari keterangan saksi-saksi, pengakuan tersangka dan adanya barang bukti maka dapat diduga:

21 a. Bahwa telah terjadi tindak pidana Barang siapa dengan sengaja mengambil sesuatu barang yang sama sekali sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak, sehingga dalam hal ini tersangka PAIJEM dengan sah telah melakukan Pencurian buah kelapa sawit milik PT.Buluh Telang sebanyak 6 janjang pada hari Minggu tanggal 27 Mei 2012 sekitar pukul WIB di Blok O.4 Afdeling II Areal Perkebunan PT. Buluh Telang, sehingga terhadap tersangka PAIJEM dapat diduga telah melakukan pencurian. b. Saksi dan tersangka sama-sama mengakui dan mengenali barang bukti yang diperlihatkan berupa 1 (satu) unit sepeda motor dan 6 (enam) janjang buah kelapa sawit, bahwa buah kelapa sawit tersebut adalah buah kelapa sawit yang diambil pelaku dan sepeda motor adalah alat pelaku membawa buah kelapa sawit. B. Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun Berdasarkan kasus dalam Perkara Nomor: 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb yang merupakan tindak pidana pencurian ringan yang diperiksa dengan menggunakan sistem pemeriksaan acara cepat, bahwa terdakwa PAIJEM telah dinyatakan melanggar Pasal 362 KUHPidana jo. Pasal 364 KUHPidana jo. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun Penanganan perkara tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh terdakwa PAIJEM dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: 1. AIPDA PARLEN SINAGA sebagai Penyidik pada Kepolisian Sektor Padang Tualang melimpahkan perkara tindak pidana pencurian ringan ke Pengadilan

22 Negeri Stabat dengan Acara Pemeriksaan Cepat atas kuasa Penuntut Umum demi hukum dan disidangkan dengan Hakim Tunggal FITRA DEWI NASUTION,SH.MH dengan dibantu oleh A. DEWI, SH sebagai Panitera Pengganti. Proses pemeriksaan perkara tersebut diatur di dalam Pasal 205 sampai dengan Pasal 210 KUHAP. 2. Eksekusi Putusan Pengadilan Negeri Stabat yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara tindak pidana pencurian ringan tersebut dilaksanakan oleh Jaksa pada Kejaksaan Negeri diwilayah hukumnya, untuk kepentingan eksekusi tersebut maka Jaksa Penuntut Umum tetap melakukan koordinasi dengan penyidik dan Pengadilan untuk mendapatkan Putusan Hakim dalam perkara tindak pidana ringan tersebut. E. PENUTUP. 1. Kesimpulan. 1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 pada dasarnya tidak mengubah KUHP melainkan hanya melakukan penyesuaian nilai uang atau barang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, hal ini merupakan langkah terobosan dalam menyikapi dinamika perkembangan paradigma penegakan hukum yang mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan dengan mengedepankan penerapan keadilan restoratif (restorative justice). 2. Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 terhadap Putusan Nomor : 05/Pid.C/TPR/2012/PN.Stb dilaksanakan

23 dengan mekanisme penyidik melimpahkan perkara tindak pidana ringan ke Pengadilan dengan acara pemeriksaan cepat atas kuasa Penuntut Umum demi hukum dan disidangkan dengan Hakim Tunggal. 2. Saran. 1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 merupakan salah satu bukti bahwa KUHP sudah tidak sesuai lagi untuk saat ini. Setiap ketentuan-ketentuan di dalam KUHP perlu direvisi atau diganti secara keseluruhan. 2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 sangat layak untuk diwujudkan dalam bentuk undang-undang sehingga dapat diberlakukan sebagai ketentuan-ketentuan dalam menangani perkara tindak pidana ringan. DAFTAR PUSTAKA. A. Buku Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Tarsito, Bandung, M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak pidana tertentu Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya, Bandung, Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, Pujiyono, Kumpulan tulisan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

24 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1986. Tongat, Hukum Pidana Materiil, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, B.Perundang-Undangan. KUHPidana KUHAPidana

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 A. Tindak Pidana Pencurian ringan Dalam Pasal 364 KUHP Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 382/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. lahir : 15 tahun / 8 Desember 1997;

P U T U S A N. Nomor : 382/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. lahir : 15 tahun / 8 Desember 1997; P U T U S A N Nomor : 382/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 98/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar 1945. Membahas hukum tidak akan lepas dari manusia, karena hukum berperan sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 PENANGKAPAN DAN PENAHANAN SEBAGAI UPAYA PAKSA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA 1 Oleh : Hartati S. Nusi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan penangkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL Oleh : YOGO NUGROHO NPM: 11100074 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 KAJIAN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

Umur/tanggal lahir : 20 Tahun / 07 Mei 1993 Jenis kelamin : Laki-laki. 2. Nama lengkap : ARI WIBOWO

Umur/tanggal lahir : 20 Tahun / 07 Mei 1993 Jenis kelamin : Laki-laki. 2. Nama lengkap : ARI WIBOWO P U T U S A N NOMOR : 688/PID/2014/ PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 132/Pid.B/2014/PN.Bkn. : DOLMEN MALAU Als MALAU. : Pucuk Buhit (Sumatera Utara)

P U T U S A N Nomor : 132/Pid.B/2014/PN.Bkn. : DOLMEN MALAU Als MALAU. : Pucuk Buhit (Sumatera Utara) P U T U S A N Nomor : 132/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

contoh mini legal memorandum

contoh mini legal memorandum contoh mini legal memorandum Kasus PENIPUAN BERKEDOK ARISAN MOTOR KEMBALI MARAK SEMARANG, KOMPAS - Empat puluh ribu nasabah CV Sukma tertipu dengan manajemen arisan perusahaan tersebut. Hingga kini mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 372/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 372/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 372/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak yang mana kebutuhan tersebut bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIKIH MURAFA AT TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PENCURIAN HELM TOD YANG DIKENAKAN PASAL 362

BAB IV ANALISIS FIKIH MURAFA AT TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PENCURIAN HELM TOD YANG DIKENAKAN PASAL 362 48 BAB IV ANALISIS FIKIH MURAFA AT TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PENCURIAN HELM TOD YANG DIKENAKAN PASAL 362 A. Analisis Implementasi Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2012 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 280/Pid.B/2014/PN.BKN

P U T U S A N Nomor : 280/Pid.B/2014/PN.BKN P U T U S A N Nomor : 280/Pid.B/2014/PN.BKN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 554/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 554/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 554/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara A. Pengertian Penahanan Seorang terdakwa akan berusaha untuk menyulitkan pemeriksaan perkara dengan meniadakan kemungkinan akan dilanggar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Terdakwa yang

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:----------------------

P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:---------------------- P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Penanggulangan Penanggulangan itu sendiri berasal dari kata tanggulang yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

Kajian Putusan Pengadilan Negeri Stabat. Nomor 381/Pid.B/2015/PN.Stb Tanggal 17 September Oleh : Henrico Hutagalung, S.H., M.H.

Kajian Putusan Pengadilan Negeri Stabat. Nomor 381/Pid.B/2015/PN.Stb Tanggal 17 September Oleh : Henrico Hutagalung, S.H., M.H. Kajian Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 381/Pid.B/2015/PN.Stb Tanggal 17 September 2015 Oleh : Henrico Hutagalung, S.H., M.H. (Advokat) 1. 2. Kasus Posisi Identitas Terdakwa Nama : Sutadi, jenis

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 747/PID/2014/PT MDN. Pekerjaan : Nelayan. Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara oleh:

P U T U S A N NOMOR 747/PID/2014/PT MDN. Pekerjaan : Nelayan. Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara oleh: P U T U S A N NOMOR 747/PID/2014/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada pengadilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014 PENERAPAN PASAL 242 KUHPIDANA TERHADAP PEMBERIAN KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH 1 Oleh : Justino Armando Mamuaja 2 ABSTRAK Sejak zaman dahulu kala sengaja sumpah telah dipandang sebagai kesalahan yang

Lebih terperinci

P U T US A N Nomor 89 /Pid.B/2016/PN Bnj

P U T US A N Nomor 89 /Pid.B/2016/PN Bnj P U T US A N Nomor 89 /Pid.B/2016/PN Bnj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. PENDAHULUAN Dari

Lebih terperinci

PERUSAKAN PAGAR DIATAS TANAH OBJEK SENGKETA PERDATA MERUPAKAN TINDAK PIDANA. Triswidodo 1. Abstrak

PERUSAKAN PAGAR DIATAS TANAH OBJEK SENGKETA PERDATA MERUPAKAN TINDAK PIDANA. Triswidodo 1. Abstrak PERUSAKAN PAGAR DIATAS TANAH OBJEK SENGKETA PERDATA MERUPAKAN TINDAK PIDANA Triswidodo 1 Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini adalah, pertama, alasan-alasan apakah para terdakwa agar proses pidananya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis A. Latar Belakang PENDAHULUAN Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang. Namun belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

P U T U S A N NO : 415/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NO : 415/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NO : 415/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

tanggal 7 Januari 2013 sejumlah Rp ,- ;

tanggal 7 Januari 2013 sejumlah Rp ,- ; P U T U S A N Nomor 323/Pid.B/2014/ PN-Bj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa perkara-perkara pidana pada Peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 724/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : KAMAL SUDRAJAT Als. AJAT;

P U T U S A N. Nomor : 724/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : KAMAL SUDRAJAT Als. AJAT; P U T U S A N Nomor : 724/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh ANISTIA RATENIA PUTRI SIREGAR

JURNAL. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh ANISTIA RATENIA PUTRI SIREGAR EKSISTENSI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP PADA PERADILAN PIDANA JURNAL Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 330/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N No : 590/PID/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat banding dengan acara

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962;

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962; P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 53/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 53/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 53/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci