PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG (TNKM) DI KAWASAN HEART OF BORNEO (HOB)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG (TNKM) DI KAWASAN HEART OF BORNEO (HOB)"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (4): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG (TNKM) DI KAWASAN HEART OF BORNEO (HOB) MELLA DARNASARI 1 NIM Abstract: World Wide Fund for Nature (WWF) has been implemented programs in Kayan Mentarang. Kayan Mentarang National Park (KMNP) management with collaborative systems. Collaborative systems has cooperation between the government, non governmental organizations and communities. WWF has facilitated local people to get involved in Kayan Mentarang since its still a nature reserve to national park. In order to support the development of Malinau district as a conservation district was signed by government and WWF Indonesia in Keywords : World Wide Fund for Nature (WWF), Kayan Mentarang National Park (KMNP) Pendahuluan Berdasarkan statistik Kementerian Kehutanan (Kemenhut) 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012, Indonesia memiliki luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia ( Indonesia adalah negara ke-8 dengan hutan terbesar di dunia yang mengalami deforestasi. Berdasarkan data The United Nations Food & Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2006, hutan di Indonesia berkurang 1,8 juta hektar per tahun dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 negara dengan emisi gas-gas rumah kaca terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan China ( Kawasan hutan alam yang merupakan paru-paru dunia berada di wilayah pulau Borneo yang menjadi wilayah paling kaya di dunia dari sisi biodiversitas dan menjadi habitat satu dari hanya dua tempat di dunia yang merupakan tempat keberadaan badak, gajah dan orang utan hidup bersama ( 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman. darnasarimella@gmail.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): Untuk melindungi dan mengelola secara berkelanjutan wilayah Borneo maka pemerintah 3 negara pemilik pulau Borneo yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam mendeklarasikan komitmen konservasi dan mengelola secara berkelanjutan salah satu dari pusat keanekaragaman hayati paling penting di dunia pada tanggal 12 Februari 2007 yang disebut sebagai kawasan Heart of Borneo (HoB). Di pulau Borneo terdapat kawasan hutan primer dan hutan sekunder tua terbesar yang masih tersisa di Asia Tenggara ( Kawasan hutan tersebut adalah Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) yang terletak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. TNKM merupakan bagian dari kawasan HoB. Hutan Kalimantan telah mengalami kerusakan, hal ini menjadi landasan agar hutan Kayan Mentarang diresmikan menjadi sebuah taman nasional. Tingginya tingkat deforestrasi dan degradasi hutan di Indonesia khususnya dan di pulau Borneo umumnya menyebabkan kawasan TNKM menjadi sangat penting nilainya dan perlu mendapat prioritas dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta budaya masyarakat lokal yang masih tersisa.berdasarkan hasil Pelaksanaan Monitoring Partisipatif Kawasan TNKM yang dilakukan berdasarkan sistem pengelolaan kolaboratif antara Kemenhut, FORCLIME-GTZ dan WWF antara tahun terdapat kerusakan di kawasan TNKM yakni, ditemukannya bekas tebangan hasil Illegal logging di perbatasan TNKM dengan Serawak (Malaysia) dan deforestasi yang dilakukan oleh PT. Rangga Kesuma. ( Kerangka Dasar Konsep 1. Konsep Konservasi Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar di dunia (megadiversitas). Hal ini disebabkan posisi Indonesia yang berada di kawasan peralihan benua yakni, antara benua Australia dan Asia serta terletak di kawasan beriklim tropis. Meskipun luas daratannya hanya 1,3 % dari total luas daratan di dunia, di dalamnya terkandung 12 % jenis mamalia, 7,3 % jenis reptil dan amfibi serta 17 % jenis burung. (Jatna, 2008:4). Strategi konservasi harus sejalan dengan strategi sosial, budaya, dan ekonomi. Kehadiran WWF Indonesia sebagai organisasi konservasi global yang independen telah bermitra dan mengedepankan kepercayaan masyarakat karena tanpa dukungan masyarakat setempat upaya pelestarian tidak berjalan optimal. Penegasan posisi dan peran masyarakat serta kearifan lokal adalah kunci efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Mereka adalah komponen penting pengelolaan sumber daya alam dan kawasan konservasi melalui pengembangan jasa ekosistem. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut : 1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama. 1008

3 2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu yang optimal secara sosial. 3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang ( Konservasi menjamin keterlanjutan nilai sumber daya alam di muka bumi. Hal tersebut telah menjadi kesepakatan dunia, demikian pula halnya dengan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia membuat kebijakan dalam bentuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya alam Hayati dan Ekosistemnya. Secara keseluruhan konservasi sumber daya alam hayati dapat diartikan sebagai pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. ( 2. Konsep Ekowisata Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. ( Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. ( WWF melakukan Pendekatan di kawasan HoB yang menjadi destinasi potensial bagi pengembangan ekowisata. Pendekatan WWF tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bekerja sama dengan masyarakat. WWF Indonesia dan tim lapangannya di TNKM secara bertahap telah membangun kapasitas lokal untuk pengelolaan ekowisata yang berbasis masyarakat. 1009

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): ) Pemasaran dan promosi. 3) Membangun sistem homestay. 4) Mengkoordinir kunjungan silang ke daerah lain di mana ekowisata sudah maju. 5) Mendorong pelayanan wisatawan yang profesional. Aspek pendekatan yang penting khususnya di TNKM adalah dengan menciptakan jaringan strategis antara masyarakat dan inisiatif ekowisata lintas batas Indonesia dan Malaysia (Sarawak dan Sabah) di wilayah HoB. Proyek WWF di TNKM juga mendorong adanya pertukaran dan pelatihan lintas batas menyangkut isu-isu teknis dan kewirausahaan. ( 3. Konsep Organisasi Internasional Organisasi Internasional dalam arti yang luas pada hakikatnya meliputi tidak saja organisasi internasional publik (Public International Organization) tetapi juga organisasi internasional privat (Private International Organization). Organisasi Internasional semacam itu meliputi juga organisasi regional dan organisasi subregional. Ada pula organisasi yang bersifat universal (Organization of Universal Character). Menurut Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe dalam buku pengantar Internasional, tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam suatu organisasi internasional adalah : 1) Regulasi hubungan internasional terutama melalui teknik-teknik penyelesaian pertikaian antara bangsa secara resmi 2) Meminimalkan atau paling tidak, mengendalikan konflik atau perang internasional. 3) Memajukan aktivitas-aktivitas kerjasama dan pembangunan antar negara demi keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomi dikawasan tertentu atau untuk manusia pada umumnya. 4) Pertahanan kolektif sekelompok negara menghadapi ancaman. (Coulumbis, 1986:279) Menurut Bennet, konsep dan praktek dasar yang melandasi International Governmental Organization (IGO) modern melibatkan diplomasi, perjanjian, konferensi, aturan-aturan dan hukum perang, pengaturan penggunaan kekuatan, penyelesaian sengketa secara damai, pembangunan hukum internasional, kerjasama ekonomi internasional, kerjasama sosial internasional, hubungan budaya, perjalanan lintas negara, komunikasi global, gerakan perdamaian, pembentukan federasi dan liga, administrasi internasional, keamanan kolektif, dan gerakan pemerintahan dunia International Non Governmental Organization (INGO). (Goldstein,1996:269). Hasil Penelitian 1. Fasilitator dan Pengelola Sejak WWF mulai beraktifitas di Kayan Mentarang pada tahun 1991 berdasarkan hasil survey 2005, program PDP yang merupakan bentuk dari konservasi kawasan 1010

5 dan sumber daya alamnya dimulai dengan uji coba pengembangan metodologi serta pendekatannya pada tahun 1992 dan secara lebih sistematis pada tahun 1994 hingga Proses PDP yang terpenting mencakup pemetaan pola pemanfaatan lahan, pemetaan sumber daya alam, peraturan adat tentang pemanfaatannya, mempelajari alur sejarah setempat, pemetaan sosial di desa, serta pemetaan batas desa dan wilayah adat. (Eghenter, 2012:42) Hasil pemetaan menjadi dasar untuk membantu masyarakat dalam membangun dan menjamin proses lebih partisipatif dan sesuai prinsip Free And Prior Informed Consent (FPIC) atau Persetujuan Dini Tanpa Paksaan dengan pihak taman nasional. WWF Indonesia memfasilitasi penyiapan Rencana Pengelolaan TNKM jangka waktu 25 tahun, membangun sistem pengelolaan kolaboratif dengan para pihak terkait, merintis inisiatif kerja sama konservasi lintas batas dengan Taman Nasional Pulong Tau di Sarawak Malaysia, penelitian keanekaragaman hayati, pemetaan partisipatif, monitoring keamanan kawasan dan memfasilitasi terbentuknya inisiatif HoB. 2. Pembina Dukungan WWF terhadap program percontohan ekowisata di Malinau dan Nunukan sudah berlangsung sebelum secara resmi Pemda Malinau dan WWF- Indonesia menandatangani kerjasama. Dalam menjalankan program percontohan ekowisata, WWF menyampaikan pembinaan kesadaran masyarakat setempat melalui pendidikan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengembangkan Malinau sebagai kabupaten konservasi. Intervensi dilakukan berdasarkan pendekatan kemitraan, di mana staf lapangan berinteraksi secara langsung dengan koperasi-koperasi atau organisasi-organisasi berbasis komunitas. Dukungan terutama diwujudkan di tingkat komunitas dan kecamatan, yang bertujuan untuk menciptakan sinergi dengan program-program yang dilaksanakan pada skala yang lebih besar, seperti program ekoturisme. Program ekoturisme adalah program pembangunan berkelanjutan di wilayah TNKM ( Kegiatan ekonomi berwawasan konservasi yang sedang dikembangkan lokasi WWF Indonesia di TNKM adalah mengembangkan produk pertanian, kerajinan tangan, hasil hutan, ekowisata, dan credit union. (Wulandari, 2008:24) Untuk kabupaten Malinau dan Nunukan yang merupakan bagian dri TNKM, destinasi yang telah dikembangkan adalah Hulu Pujungan, Hulu Bahau dan Dataran Tinggi Krayan. Masyarakat adat didukung oleh Dinas Pariwisata untuk mengelola homestay untuk akomodasi, belajar ilmu pemandu wisata dan bahasa asing, serta mengembangkan obyek dan jalur ekowisata. Dari sebelumnya tak ada wisatawan asing pada tahun 2001, saat ini telah banyak yang datang ke wilayah terpencil di sekitar kawasan TNKM, terutama setelah diluncurkan website sebagai media promosi. Khusus untuk Nunukan dan sejumlah titik di Kapuas Hulu, ada nilai tambah yang potensial yaitu ekowisata lintas batas Malaysia-Indonesia. Kerjasama para pemangku kepentingan serta semangat kreatif dan upaya rintisan masyarakat untuk ekowisata di sepanjang perbatasan kawasan HoB adalah bukti 1011

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): nyata ekonomi hijau yang bermanfaat bagi alam dan komunitas adat. (Eghenter, 2012:56-57) 3. Inisiator WWF berkoordinasi dengan pemerintah serta masyarakat setempat untuk membentuk lembaga di TNKM. Lembaga tersebut adalah sebagai berikut. Dewan Penentu Kebijakan (DPK) adalah dewan yang terdiri dari berbagai unsur di daerah maupun pusat dan masyarakat dengan tugas antara lain membantu pemerintah dalam mengelola saran dalam pembangunan. Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) merupakan asosiasi dari 10 wilayah adat besar (Pujungan, Hulu bahau, Apokayan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Kayan Hulu, krayan Hilir, Krayan Tengah dan Krayan Darat) sebagai media untuk memperjuangkan kepentingan masyrakat adat dalam penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam. Badan Pengelola (BP) - TNKM (Sedang dalam proses). Saat ini pembentukan lembaga ini masih didiskusikan bersama para pihak untuk memperoleh lembaga pengimplementasi yang kolaboratif. ( Pengelolaan kolaboratif di TNKM didasarkan pada TNKM dapat dilindungi dan dikelola dengan persetujuan dan dukungan aktif masyarakat adat, memastikan bahwa manfaat kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan secara lestari yang merupakan sumber identitas budaya dan penghidupan masyarakat serta mengembangkan alternatif ekonomi berbasis konservasi untuk masyarakat dan pemerintah setempat. Model pengelolaan kolaboratif TNKM telah menjadi bukti eksistensi FoMMA dan beberapa lembaga yang telah terbentuk dalam pengelolaan TNKM. ( 4. Penelitian Proyek kerjasama penelitian dan pengembangan di Kayan Mentarang mulai dilakukan pada tahun 1989 oleh PHPA, LIPI serta WWF Indonesia dengan tujuan mengembangkan sistem pengelolaan yang mengintegrasikan konservasi dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar cagar alam. Status cagar alam dianggap sebagai hambatan karena secara hukum terdapat aturan yang melarang masyarakat adat untuk melanjutkan cara hidup tradisional. WWF menyatakan bahwa hak-hak masyarakat adat harus dilindungi karena pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat setempat tidak membahayakan keanekaragaman hayati cagar alam, dan masyarakat dianggap dapat menjadi mitra penting dalam pengelolaan Kayan Mentarang. ( Sebagai salah satu faktor penentu pendorong perubahan status kawasan konservasi Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional pada tahun 1996 adalah hasil penelitian Program Kebudayaan dan Pelestarian Alam. Penelitian tersebut adalah kerjasama Ford Foundation dan WWF Indonesia untuk mendokumentasikan dan mendukung hak atas akses masyarakat adat terhadap sumber daya alam dan pola pengelolaannya dan melengkapi sebuah kajian 1012

7 budaya, sejarah, dan ekologi sumber daya alam untuk daerah pedalaman Kalimantan Timur. Program penelitian Kebudayaan dan Pelestarian Alam membuktikan bahwa hanya keterlibatan masyarakat lokal bisa menjamin keberlanjutan TNKM dan eksistensi lembaga tradisional membantu menjaga keamanan kawasan. Penelitian tersebut bermanfaat dalam membantu masyarakat dan TNKM menemukan pola pengelolaan dan inovasi yang tepat dan adil bagi alam dan masyarakat. ( Pendekatan Sosio-ekonomi merupakan pendekatan yang di tinjau dari segi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang sangat erat hubungannya dengan kawasan tersebut. Variabel adalah sosial-ekonomi kawasan, sumberdaya dan tata guna lahan masyarakat adat, jarak dari pusat pemukiman dan jarak dari jalan atau akses utama. Sedangkan pendekatan ekologi-lanskap merupakan pendekatan yang ditinjau dari segi ekologi lanskap kawasan tersebut yakni tutupan lahan Kalimantan Timur, status kawasan berdasarkan RTRWP Kaltim dan ketinggian dan kemiringan lereng. Seluruh variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan SIG sehingga menghasilkan peta tematik untuk setiap variabel. Setelah itu, setiap peta tematik diberi nilai kesesuaian atau skor berdasarkan asumsi yang dipakai. ( Di Kayan Mentarang WWF Indonesia telah menjalankan programnya sebelum menjadi taman nasional hingga secara resmi menandatangani perjanjian kerjasama dengan Pemerintah daerah (Pemda) Malinau. Berikut adalah bagan peran WWF di TNKM. Gambar 1.1 Peran WWF di TNKM Fasilitator dan Pengelola Pembina 1. HoB 1. Pendidikan 2. RPTNKM 2. Penyuluhan 3. Pengelolaan 3. Pemberdayaan Kolaboratif Masyarakat 4. Pemetaan Wilayah Partisipatif 1. DP3K 1. GIS 2. FoMMA Peran WWF di TNKM Inisiator Penelitian Sumber : Diolah dari berbagai sumber 1013

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): Secara sistematis, penulis membuat alur kerja TNKM sebagai berikut. Di dalam kawasan HoB terdapat TNKM yang merupakan kawasan konservasi. WWF Indonesia telah melakukan pengelolaan TNKM pada tahun 1992, kemudian pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman melakukan kerjasama dalam pengelolaan TNKM yang diwakili oleh GTZ. Dalam perkembangannya dengan melibatkan banyak pihak terkait, keputusan secara hukum, sosial ekonomi, maupun teknis pengelolaan di lapangan telah dibentuk sebagai wujud aksi konservasi di lapangan. Gambar 1.2 Alur Kerja di TNKM HOB WWF Indonesia (1992) TNKM GTZ (2006) Hukum Perubahan status dari cagar alam menjadi taman nasional. Terbentuk FoMMA Terbentuk DP3K Terbentuk DPK Konservasi Stasiun penelitian hutan tropis di Lalut Birai Pemetaan Desa Partisipatif (PDP) Pengelolaan Kolaboratif Sosial Ekonomi Pengembangan objek dan jalur wisata Website promotion DepHut Pemda Malinau Masyarakat lokal DepHut PHPA LIPI Dinas Pariwisata Malinau Masyarakat lokal Sumber : Diolah dari berbagai sumber Kesimpulan WWF Indonesia telah memfasilitasi penyiapan Rencana Pengelolaan TNKM jangka waktu 25 tahun, membangun sistem pengelolaan kolaboratif dengan para pihak terkait, merintis inisiatif kerja sama konservasi lintas batas dengan Taman Nasional Pulong Tau di Sarawak Malaysia, penelitian keanekaragaman hayati, pemetaan partisipatif, pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan penyuluhan, monitoring keamanan kawasan dan memfasilitasi terbentuknya inisiatif Heart of Borneo (HoB). Pencapaian di TNKM hingga saat ini adalah sebagai berikut. Dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan No. 1213, 1214 dan 1215/Kpts- II/2002 dari Menteri Kehutanan tanggal 4 April 2002 tentang Rencana Pengelolaan, Pengelolaan Kolaboratif dan Pembentukan Dewan Penentu Kebijakan. 1014

9 Dari hasil Pemetaan Desa Partisipatif yang dilaksanakan di 10 wilayah adat besar telah dihasilkan peta tata guna lahan yang dapat dijadikan konsep awal zonasi. Saat ini, telah memiliki kantor utama di Malinau, 4 pos lapangan di Lumbis, Data Dian, Long Alango dan Long Layu yang sudah dilengkapi alat komunikasi SSB, serta Stasiun Penelitian Hutan Tropis Lalut Birai di Long Alango sebagai pusat kegiatan penelitian. Banyak penelitian yang sudah dilakukan di TNKM, baik oleh peneliti maupun WWF, mulai dari bidang biologi hingga sosial budaya. Beberapa hasilnya sudah dibukukan dan diterbitkan oleh WWF maupun bekerja sama dengan PHKA. Salah satunya adalah Joint Expedition on Biodiversity in Kayan Mentarang National Park (Indonesia-Malaysia). Pengamanan dilakukan melalui informasi yang diperoleh masyarakat maupun survey udara yang rutin dilakukan. Konsultasi Publik rekonstruksi batas TNKM yang dilakukan untuk menyamakan kebutuhan masyarakat adat dengan kepentingan konservasi menurut pemerintah. Referensi Buku Coulumbis, A Theodore Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power. USA : Pretince Hall Inc.,Engleewood Cliffs. Eghenter, Cristina Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia : WWF Indonesia. Goldstein, S Joshua International Relation, edisi kedua. Harper Collins Publishing. Jatna, Supriana Melestarikan alam Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Wulandari, Christine Prinsip-Prinsip Penerapan Community Empowerment dalam Agenda Konservasi Indonesia. Jakarta: WWF Indonesia. Internet Briefing Paper No. Briefing Paper No. 3: Peranan Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) dalam Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) dat_tnkm.pdf diakses 2 Juli 2013 Briefing Paper No. 7: Monitoring Partisipatif Taman Nasional Kayan Mentarang f_tnkm.pdf Borneo Ecoturism ommunitybasedecotourism/borneoecotourism.cfm Geologi dan Permasalahan Lingkungan 1015

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): Lingkungan Indonesia, Malaysia, dan Brunei Sepakat Lindungi Kawasan Jantung Borneo Mybaby Tree porterwwf/program_supporter/mybabytree/ Pengertian Konservasi ONS ERVASI.doc Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang w&id=34&itemid=16 Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Mayarakat _ecotourism_jan_2009.pdf pada 11 Maret 2013 Taman Nasional Kayan Mentarang ENGLISH/tn_kayanmentarang.htm UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN NDONESIA%20NOMOR%20520TAHUN% pdf 1016

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Profil Wilayah Heart Of Borneo Profil Wilayah Heart Of Borneo Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT

Prinsip dan Kriteria EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Prinsip dan Kriteria EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Kerjasama Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia Januari

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktik-Praktik REDD+ yang Menginspirasi MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT MELALUI PENGUKURAN KARBON PARTISIPATIF DI INDONESIA Apa» Pengukuran karbon

Lebih terperinci

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI g LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI A. Pendahuluan Sebagai lembaga konservasi,wwf Indonesia memiliki visi melestarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis Siti Chadidjah Kaniawati pada situs Balai Taman Nasional Kayan Mentarang menjelaskan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU SIDa.F.47 PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU Ramos Hutapea, MEng BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012 LATAR BELAKANG Kab. Kapuas Hulu memiliki berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010

Lebih terperinci

KEMITRAAN MENUJU KOLABORASI PENGELOLAAN TN KOMODO

KEMITRAAN MENUJU KOLABORASI PENGELOLAAN TN KOMODO KEMITRAAN MENUJU KOLABORASI PENGELOLAAN TN KOMODO Fajarudin PT Putri Naga Komodo Predikat yang disandang oleh TN Komodo (A Man and Bisophere Reserve dan World Heritage Site) merupakan kebanggaan tersendiri,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi LAMPIRAN 168 Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi No Nama dan SK Kawasan 1 Bukit Barisan Selatan SK Mentan No. 736/Mentan/X/ 1982, 14 Oktober 1982 2 Bali Barat* SK Menhut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Apa» Perencanaan dan pemetaan partisipatif penggunaan lahan membangun kesiapan REDD+ dan memperkuat kepemilikan lahan diantara masyarakat

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

STANDAR BAKU BIAYA MAKSIMUM MEKANISME HIBAH KHUSUS

STANDAR BAKU BIAYA MAKSIMUM MEKANISME HIBAH KHUSUS SERI PANDUAN PELAKSANAAN PROGRAM 9 STANDAR BAKU BIAYA MAKSIMUM MEKANISME HIBAH KHUSUS Jakarta, 30 Mei 2014 DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan. 1 Bab II Ketentuan Biaya Baku Standar Maksimum. 3 2.1. Honorarium

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata mempersiapkan 10 destinasi wisata unggulan yang akan menjadi prioritas kunjungan wisatawan di tahun 2016, dan Flores

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. DATA MITRA BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERIODE 2011 S/D 2014 1. PT KHARISMA LABUAN WISATA Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. Jangka

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat"

AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA Tema Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat" 1 AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa Masyarakat

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN EKOWISATA

PERENCANAAN PENGELOLAAN EKOWISATA EKOWISATA Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian

Lebih terperinci

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Diterbitkan oleh: Tropenbos International Indonesia Programme PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

Kebijakan pengelolaan zona khusus Dapatkah meretas kebuntuan dalam menata ruang Taman Nasional di Indonesia?

Kebijakan pengelolaan zona khusus Dapatkah meretas kebuntuan dalam menata ruang Taman Nasional di Indonesia? Brief CIFOR memberi informasi mengenai topik terkini di bidang penelitian kehutanan secara ringkas, akurat dan ilmiah. CIFOR No. 01, April 2010 www.cifor.cgiar.org Kebijakan pengelolaan zona khusus Dapatkah

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG

TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG RENCANA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG 2001-2025 BUKU I RENCANA PENGELOLAAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG MENGETAHUI

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Pak Muliadi S.E yang terhormat, Terima kasih atas surat Anda tertanggal 24 Februari 2011 mengenai Kalimantan Forests and Climate

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *)

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *) Ekowisata, ekoturisme, ecotourism Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam khususnya tambang. Kegiatan penambangan hampir seluruhnya meninggalkan lahan-lahan terbuka

Lebih terperinci

CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan

CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keaneragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

KERJASAMA TRILATERAL INDONESIA, MALAYSIA, BRUNEI DARUSALAM DALAM KONSERVASI KAWASAN HEART OF BORNEO(HoB) DI HUTAN PERBATASAN KALIMANTAN UTARA

KERJASAMA TRILATERAL INDONESIA, MALAYSIA, BRUNEI DARUSALAM DALAM KONSERVASI KAWASAN HEART OF BORNEO(HoB) DI HUTAN PERBATASAN KALIMANTAN UTARA ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 053-062 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 KERJASAMA TRILATERAL INDONESIA, MALAYSIA, BRUNEI DARUSALAM DALAM KONSERVASI KAWASAN

Lebih terperinci

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri pariwisata merupakan sektor andalan dan merupakan pilihan bagi pembangunan ekonomi di negara berkembang. Sumber kekayaan alam Indonesia untuk jasa lingkungan

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci