Peran IDKI Membina Dokter Pelayanan Primer dan Program Kembali Kerja*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peran IDKI Membina Dokter Pelayanan Primer dan Program Kembali Kerja*"

Transkripsi

1 Peran IDKI Membina Dokter Pelayanan Primer dan Program Kembali Kerja* L Meily Kurniawidjaja 1,2, Sudi Astono 1,3, Istiati Suraningsih 1, Kadwirini Lestari 1, Erdy Techrisna Satyadi, 1 Hanny Harjulianti. 1 1 Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia 2 Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3 Universitas Negeri Jakarta Program Pascasarjana Doktoral Manajemen Sumber Daya Manusia A. Latar Belakang Pada tahun 2015 yang akan datang, BPJS Ketenagakerjaan akan segera dimulai dengan penekanan program pada jaminan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program ini berfokus pada upaya preventif dan promotif dalam rangka perlindungan hak setiap pekerja. Guna mendukung program ini maka perlu adanya penguatan kapasitas dokter pelayanan primer di tempat kerja dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, mencegah penurunan produktivitas, serta mencegah pengeluaran pembiayaan santunan pada pekerja yang berlebihan akibat sakit ataupun kecelakaan yang diderita oleh pekerja. Hal lain yang diperlukan guna mendukung program ini adalah adanya percepatan realisasi dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI, yaitu perubahan paradigma dari upaya kesehatan kerja yang berfokus pada pelayanan kuratif menjadi pelayanan preventif dan promotif. Sebagai salah satu pengelola kesehatan kerja yang berperan melindungi hak pekerja untuk dapat tetap hidup sehat, dokter layanan primer di tempat kerja memerlukan kompetensi tambahan di bidang kesehatan kerja di luar tujuh kompetensi dokter. Kompetensi tambahan tersebut adalah kompetensi manajemen kesehatan kerja di lapangan. Hal ini sejalan dengan penjelasan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) yang disusun oleh IDI pada tahun , bahwa ada tiga macam kegiatan pokok seorang dokter yaitu dokter fungsional menjalankan profesi sebagai dokter, bekerja di bidang pendidikan, dan bekerja di bidang manajemen kesehatan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dokter pelayanan primer di tempat kerja perlu mendapatkan pembinaan melalui IDKI, yang secara tatalaksana organisasi profesi bekerja sama * Dipublikasi pada pada tanggal 17 Juli 2014 Alamat korespondensi: meily.widjaja@gmail.com 1

2 dengan Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP), yaitu Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI). B. Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Kerja Undang-undang No. 36 tahun 2009 RI tentang Kesehatan pasal 64 mengatakan Kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan; selanjutnya disebutkan bahwa cara mencapainya melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan. 2 Selain itu, komisi gabungan ILO/WHO dalam Kesehatan Kerja pada tahun 1950 merumuskan Kesehatan Kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerja yang setinggitingginya baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya. Selanjutnya, pada tahun 1995 komisi gabungan yang sama menjelaskan fokus utama upaya Kesehatan Kerja adalah mencapai tiga tujuan yaitu 1) Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya 2) Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3) Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang mendukung Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Juga meningkatkan kondisi sosial yang positif dan operasi yang lancar dan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Konsep budaya kerja yang dimaksudkan dalam kerangka ini adalah refleksi sistem nilai pokok yang diadopsi oleh perusahaan tertentu. Budaya yang demikian itu diwujudkan dalam praktek sebagai sistem manajemen, kebijakan personalia, prinsip partisipasi, kebijakan pelatihan dan manajemen mutu perusahaan. 3 Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan di tempat kerja dalam suatu sistem kesehatan yang terpadu. Upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya serta pencegahan terjadinya gangguan kesehatan pada pekerja dilakukan dengan 1) melakukan penempatan pekerja dalam suatu sistem kerja yang disesuaikan dengan kapasitas fisiologi dan psikologinya; 2) memperbaiki perilaku hidup dan perilaku kerjanya; 3) memperbaiki 2

3 kondisi lingkungan kerja dan ergonomi pekerjaan yang kondusif bagi kesehatan dan keselamatan pekerja; 4) mengembangkan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang mendukung kesehatan pekerja. Dokter Kesehatan Kerja adalah Dokter Pelayanan Primer yang memberikan pelayanan kesehatan kerja di tempat kerja, sebagai bagian penting dari tim keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan/organisasi. Mereka bekerja di sektor jasa, industri, pertanian, kehutanan, kesehatan, transportasi, laboratorium, rumah sakit atau di tempat lainnya. Pelayanan yang diberikan Dokter Pelayanan Primer di bidang kesehatan kerja terutama berfokus pada manusia, pelayanan promotif dan preventif diberikan kepada masyarakat pekerja yang sehat, sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif diberikan kepada pekerja yang sudah terganggu kesehatannya. Ruang lingkup pelayanan kesehatan kerja yang diberikan dokter pelayanan primer antara lain mencakup pelayanan seperti berikut. 4 Pertama, dokter kesehatan kerja bertanggung jawab atas penempatan pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai (fit to work) dengan kapasitas kerja dan status kesehatannya, merupakan upaya preventif. Kesesuaian tersebut adalah keserasian antara status kesehatan, kapasitas dan kapabilitas pekerja secara fisik, mental dan sosial, dengan tuntutan kondisi kerja yang bersumber dari lingkungan, pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum penempatan (pre-placement test), untuk pekerja baru dan pekerja lama yang akan dipindah tugaskan. Untuk itu, perlu deskripsi tuntutan tugas (task demand) meliputi data kondisi lingkungan higiene industri, kondisi ergonomi pekerjaan dan kondisi stres kerja yang bersumber dari pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Penempatan pekerja juga mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan dan surveilans kesehatan kerja. Kedua, dokter kesehatan kerja mengelola program promosi kesehatan di tempat kerja/pkdtk (workplace health promotion) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja serta pencegahan penyakit, merupakan upaya promotif dan preventif. PKDTK bertujuan untuk mengendalikan faktor risiko yang bersumber dari perilaku hidup dan perilaku bekerja yang kurang sehat. Perilaku hidup tidak sehat misalnya pola makan, aktivitas fisik, berat badan, konsumsi rokok, alkohol atau narkoba, kurang tidur kurang istirahat dan tidak cukup rekreasi, dilaksanakan untuk mencegah penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi; sedangkan perilaku bekerja tidak sehat contohnya adalah bekerja tidak sesuai prosedur standar, bekerja sambil bercanda, ceroboh tidak hati-hati atau tidak menggunakan alat pelindung diri. PKDTK adalah ilmu 3

4 dan seni yang membantu pekerja dan manajemen mengubah perilaku hidup dan perilaku bekerja untuk mencapai kapasitas kerja dan tingkat kesehatan yang optimal, sehingga meningkatkan kinerja. produktivitas dan kapasitas kerja, serta menurunkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Di lapangan, PKDTK diaplikasikan sebagai program yang dirancang melalui proses peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan (pendidikan), dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat di tempat kerja. Hal tersebut sesuai dengan kondisi dan potensi tempat kerja, dengan pendekatan pendidikan, organisasi, masyarakat lingkungan dan keluarganya, sehingga mampu mengendalikan kesehatan pekerja. Ketiga, dokter kesehatan kerja melakukan pencegahan penyakit akibat kerja dengan melakukan diagnosis dini berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dilanjutkan dengan studi epidemiologi yang dipadukan dengan informasi pajanan hazard atau bahaya yang bersumber dari sistem kerja, yaitu hazard lingkungan berupa faktor fisik, kimia dan biologik; hazard ergonomik yang bersumber dari aktivitas atau pekerjaan, mesin dan peralatan kerja, serta desain tempat kerja. Diagnosis dini bermanfaat untuk tindakan pencegahan dan pengobatan segera, serta memberikan informasi untuk dilakukan perbaikan sistem kerja. Keempat adalah menilai kondisi psikologik pekerja untuk mendeteksi dini adanya stres kerja dan/kelelahan berlebih pada kelompok kerja tertentu. Hasil penilaian ini bermanfaat dalam membantu pekerja dan pemberi kerja dalam hal peningkatan hubungan kerja khususnya dalam pengembangan pengorganisian pekerjaan dan budaya kerja, menyangkut pengendalain stres kerja yang bersumber dari job content dan job context. Perbaikan job content seperti perbaikan mesin dan alat kerja, beban kerja, jadwal dan kecepatan kerja yang sesuai dengan kapasitas dan keterbatasan pekerja. Sedangkan contoh perbaikan job context adalah memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan atau antara sesama teman pekerja; peran, hak, tanggung jawab dan wewenang yang jelas; adanya kepastian pengembangan karier. Kelima adalah melakukan surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya preventif. Surveilans kesehatan kerja meliputi kegiatan a) mengumpulkan data faktor risiko kesehatan di tempat kerja yang bersumber dari lingkungan kerja, pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja; data kesehatan (dari hasil pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan khusus serta data kunjungan pengobatan/ perawatan) dan kemangkiran pekerja; b) melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan kaidah epidemiologi untuk melihat frekuensi, distribusi dan trend perkembangan faktor risiko dan gangguan kesehatan, menilai hubungan faktor risiko dan gangguan kesehatan pekerja; c) komunikasi data dan hasil analisis untuk digunakan dalam rencana perbaikan 4

5 termasuk pertimbangan penempatan pekerja. Pencatatan dan pelaporan upaya pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK (secara agregat), dilaporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. KAK/PAK secara individu (by name) hanya dilaporkan dengan cara yang menjunjung tinggi kode etik untuk kepentingan kompensasi. Dokumentasi termasuk rekam medik dijaga kerahasiaannya dan dipertahankan minimal 30 tahun, bahkan ada yang menganjurkan dipertahankan seumur hidup. Ruang lingkup kesehatan kerja ke enam atau yang terakhir adalah pelayanan klinik, merupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan klinik mencakup diagnosis, terapi, rahabilitasi dan bila diperlukan perhitungan cacat serta rujukan bagi pekerja yang sakit/cedera, serta pelayanan pertolongan pertama pada kecelakaan (cedera dan penyakit akut), bahkan Medical Emergency Plan yang merupakan upaya preventif. Dalam rangka pembinaan anggotannya, IDKI menggunakan tujuan dan ruang lingkup kesehatan kerja yang komprehensif ini sebagai landasan pengkajian dan pengembangan ilmu dan praktek kesehatan kerja. C. Strategi IDKI Sejak awal pendiriannya, IDKI memposisikan diri sebagai asosiasi profesi kesehatan kerja yang bermitra dengan pemerintah, lembaga atau pihak terkait untuk bersama-sama membantu masyarakat pekerja dan dunia usaha dalam memajukan kesehatan kerja di Indonesia dan memajukan bangsa. Saat ini, IDKI menyadari bangsa kita sedang menghadapi tantangan persaingan regional dan global, yang sudah di depan mata, sehingga kesehatan kerja perlu dikembangkan melalui kerjasama yang sinergis antar pemangku kepentingan. IDKI bermitra dengan Kementerian Kesehatan RI untuk memajukan kesehatan kerja sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional selaras dengan Sistem Kesehatan Nasional (Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012) 5 menuju Visi Masyarakat Sehat yang mandiri dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, IDKI juga bermitra dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI untuk memajukan perlindungan kesehatan tenaga kerja selaras dengan Penerapan SMK3 (PP 50 Th 2012) menuju Visi Indonesia Berbudaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mendorong dokter perusahaan dan dokter yang bekerja di tempat kerja lainnya serta setiap dokter yang bekerja pada pelayanan primer, agar berwawasan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan mendorong personil K3 berwawasan kesehatan kerja. 5

6 Dalam rangka membina dokter pelayanan primer di tempat kerja, IDKI menyusun beberapa strategi antara lain seperti berikut. 1. Membina dokter-dokter yang memberikan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja khususnya pembinaan dalam melakukan upaya preventif dan promotif kesehatan kerja. 2. Menyusun modul sebagai bahan kompetensi tambahan (kesehatan kerja) diserahkan kepada Kolegium Dokter Indonesia/KDI. 3. Mengajukan usulan kepada pemerintah (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) agar kesehatan kerja yang merupakan bagian dari penerapan SMK3 (PP No.50/2012) mempersyaratkan dokter kesehatan kerja termasuk dokter perusahaan dan dokter yang memberikan pelayanan primer di tempat kerja lainnya haruslah kompeten yang dibuktikan dengan adanya sertifikat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). D. Arah Pengembangan IDKI terkait Kesehatan Kerja (termasuk Program RTW) Sebagai salah satu organisasi seminat kesehatan kerja di bawah IDI, IDKI membangun beberapa arah pengembangan IDKI ke depan terkait kesehatan kerja, antara lain seperti berikut. 1. Dokter yang memberikan pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja harus kompeten dan mampu menerapkan pelayanan preventif dan promotif di samping kuratif dan rehabilitatif yang di dalamnya termasuk Program Kembali Kerja (PK2) atau dikenal luas di tempat kerja dengan nama Return to Work Program (program RTW). 2. Tersusunnya sistem rujukan timbal balik yang baku, prosedur yang mudah, cepat dalam proses dan efisien. Fasilitas di rumah sakit yang ditentukan, diharapkan ada dokter spesialis dari berbagai bidang seperti Spesialis Paru, Spesialis Kulit dan Spesialis THT, dan kekhususan spesialis Okupasi sebagai dukungan untuk menegakkan diagnosis dan terapi penyakit akibat kerja (occupational diseases) atau penyakit yang terkait dengan pekerjaan (work related diseases). 3. Dokter perusahaan dan dokter yang memberikan pelayanan primer di tempat kerja lainnya dengan kewenangannya dan kedudukannya di tempat kerja (Unit Kesehatan Kerja) diharapkan mampu menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, serta melaksanakan program R2W dalam rangka melindungi hak pekerja mendapatkan pekerjaan yang layak dan hak perusahaan mendapatkan pekerja yang berkapasitas, karena hubungan dokter kesehatan kerja dengan para pekerja melampaui sekedar hubungan pasien-dokter di klinik. 6

7 E. Kompetensi Dokter Pelayanan Primer di Bidang Kesehatan Kerja Terdapat Tujuh Area Kompetensi dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang digambarkan sebagai pondasi dan pilar suatu bangunan (Gambar 1), yaitu: 1. Pengelolaan Informasi 2. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 3. Keterampilan Klinis 4. Pengelolaan Masalah Kesehatan 5. Komunikasi Efektif 6. Mawas diri dan Pengembangan Diri 7. Profesionalitas yang Luhur. Gambar 1. Standar Kompetensi Dokter Indonesia 5 Tujuh Area Kompetensi tersebut di atas adalah kompetensi minimal seseorang dalam menjalankan tugasnya secara umum sebagai dokter. Sedangkan untuk dokter yang bekerja di bidang kesehatan kerja memerlukan kompetensi tambahan sebagaimana tuntutan pekerjaannya yang melampaui batas hubungan antara dokter dengan pasien, yaitu sebagai Dokter Kesehatan Kerja 7

8 yang dikenal luas sebagai Occupational Health Physician atau sering disingkat sebagai OH doctor termasuk Dokter Perusahaan yang bekerja dalam kegiatan tim kesehatan kerja di perusahaan, antara lain sebagai berikut. 6 Health hazards mapping Health mapping Penyusunan program kesehatan kerja di perusahaan/organisasi kerja berdasarkan prioritas dan feasibilitas Pemeriksaan kesehatan pekerja berbasis hazard kesehatan di tempat kerja (hazard based health examination) Penilaian fit to work Pengelolaan surveilans kesehatan kerja Kajian manajerial terkait kesehatan kerja Komunikasi efektif tripartit Saksi ahli mediko-legal masalah kesehatan di tempat kerja Penilaian, promosi dan proteksi spesifik dampak interaksi antara manusia dan sistem kerja Pengelolaan kompensasi atau jaminan sosial tenaga kerja Manajemen risiko kesehatan kerja Sistem manajemen kesehatan kerja sebagai bagian dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) First aid dan medical emergency response plan di tempat kerja Pengelolaan hygiene makanan di tempat kerja dan pemeriksaan kesehatan penjamah makanan (Food Hygiene) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka untuk menerapkan kesehatan kerja perlu dilakukan penjabaran terhadap Tujuh Kompetensi Dokter Indonesia dalam kaitannya dengan kesehatan kerja antara lain sebagai berikut: 1. Pengelolaan Informasi Dalam hal ini dokter kesehatan kerja harus mampu mengelola informasi yang berkaitan dengan program kesehatan kerja seperti informasi pajanan/exposure di tempat kerja, data kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK), hasil pemeriksaan kesehatan tenaga kerja berbasis risiko K3, sumber potensi bahaya kesehatan kerja (potential health hazard), surveilans kesehatan kerja, safety data sheet (SDS), hasil pengukuran lingkungan kerja dan 8

9 pemantauan biologik, nilai ambang batas (NAB), indeks pajanan biologik (IPB), demografi dan fasilitas kesehatan rujukan di lokasi kerjanya, serta peraturan perundangan (nasional dan internasional) dan best practice di bidang kesehatan kerja,. 2. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Karakteristik kesehatan pekerja adalah adanya potensi mengalami penyakit akibat kerja (occupational diseases) dan penyakit terkait kerja (work related diseases). Oleh karena itu dalam menangani kesehatan pekerja diperlukan pendekatan yang relatif berbeda dengan pendekatan terhadap penanganan kesehatan pasien pada umumnya. Dengan demikian maka, seorang dokter yang menangani pasien pekerja, mutlak memiliki landasan ilmiah berupa ilmu kedokteran kerja (occupational medicine) dan kompeten di bidang ilmu kesehatan kerja (occupational health) agar dapat menangani pasien pekerja secara tepat, baik dalam diagnosis maupun penatalaksanaan penyakitnya. Tanpa pendekatan kesehatan yang benar (pendekatan kesehatan kerja), maka seorang dokter yang menangani kesehatan pekerja berpotensi melakukan kesalahan karena tidak tepat dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan dengan pajanan di tempat kerja. Hal ini berpotensi sangat merugikan baik bagi karyawan maupun pengusaha, karena penyakit pekerja gagal disembuhkan, biaya pengobatan menjadi mahal sementara produktivitas pekerja berkurang. 3. Keterampilan Klinis Keterampilan klinis dokter yang menangani kesehatan pekerja terutama harus mampu mendiagnosis dan melakukan penanganan kesehatan pekerja berbasis hazard di tempat kerja (occupational health hazard based), termasuk kemampuan untuk membantu pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan PAK untuk mendapatkan pertolongan pertama, pengobatan segera serta kompensasi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sesuai peraturan perundangan. 4. Pengelolaan Masalah Kesehatan Mengelola masalah kesehatan pekerja memerlukan kompetensi dalam hal administrasi kesehatan kerja dan manajemen kelompok kerja. Masing-masing perusahaan/tempat kerja memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal potensi bahaya atau risiko kesehatan kerjanya. Dalam hal ini seorang dokter yang menangani kesehatan pekerja harus memiliki kompetensi dalam hal (1) manajemen risiko kesehatan kerja yaitu mampu melakukan antisipasi risiko dan rekognisi/ identifikasi hazard atau bahaya berpotensi di tempat kerja, 9

10 melakukan evaluasi tingkat risiko berdasarkan hasil survei dan data sekunder hasil pengukuran, serta mampu menjelaskan hirarki dan metode pengendalian risiko; (2) melakukan penilaian, promosi dan proteksi spesifik dampak interaksi antara manusia dan sistem kerja; (3) mengelola dan memberikan pelatihan bagi first-aiders serta menyiapkan respons gawat darurat medik di tempat kerja (medical emergency response plan); (4) mengelola sanitasi dan higiene makanan di tempat kerja serta melakukan pemeriksaan kesehatan penjamah makanan (food handler); (5) mengelola program promosi kesehatan di tempat kerja agar pekerja berperilaku hidup sehat dan berperilaku kerja sehat; (6) mengelola program retensi pekerja dan program kembali kerja; (7) mengelola masalah kesehatan lain yang teridentifikasi di tempat kerja seperti penyakit menular di tempat kerja, stres kerja, absenteisme yang tinggi, manajemen kelelahan pada kelompok kerja tertentu, dan masalah alkohol serta penyalahgunaan obat di tempat kerja. 5. Komunikasi Efektif Kesehatan kerja merupakan bagian tak terpisahkan dari K3 pada umumnya. Kedua bidang keilmuan ini bersifat multidisiplin ilmu, sehingga penanganan kesehatan kerja maupun K3 pada umumnya perlu peran dari berbagai keahlian yaitu kesehatan kerja, keselamatan kerja, higienis industri, ergonomi, psikologi, engineering, manajemen sumber daya manusia, hukum, toksikologi dan ilmu manajemen secara umum, dengan melibatkan unsur pimpinan, pekerja dengan serikat buruh/pekerja sebagai wakilnya, otoritas di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, asuransi atau badan penyelengara jaminan sosial khususnya di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, masyarakat dan tokohnya serta pamong di lokasi kegiatan operasi. Dengan demikian, dokter kesehatan kerja dengan posisi dan kewenangannya di tempat kerja, dalam kesehariannya menangani kesehatan kerja memerlukan kompetensi komunikasi efektif dalam suatu tim K3 di perusahaan/organisasi atau melalui lembaga/unit Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dan komunikasi efektif dalam forum tripartid yang terdiri dari unsur perusahaan, pekerja dan pemerintah, melampaui komunikasi dengan pasien dan keluarganya di klinik. 6. Mawas Diri dan Pengembangan Diri Ilmu kesehatan kerja dan K3 pada umumnya bersifat sangat dinamis, sehingga seorang dokter yang bekerja di bidang kesehatan kerja harus senantiasa mawas diri mengembangkan diri di bidang ini. Dinamika ini terjadi baik karena kemajuan ilmu kesehatan kerja dan K3 itu sendiri maupun akibat makin meningkatnya potensi bahaya di 10

11 tempat kerja akibat perkembangan teknologi dan material yang digunakan dalam proses industri dan proses kerja pada umumnya. 7. Profesionalitas yang Luhur Profesionalitas yang luhur sebagai salah satu ciri profesi dokter juga sangat diperlukan bagi dokter yang bekerja di bidang kesehatan kerja, mengingat dalam hal kesehatan kerja dokter berhadapan dengan permasalahan yang lebih dari permasalahan kesehatan pada umumnya. Dalam hal ini dokter kesehatan kerja berhadapan dengan permasalahan yang berkaitan dengan hubungan kerja atau hubungan industrial, hak-hak pekerja, hak-hak pemberi kerja serta kompensasi pekerja, dan lain-lain. F. Program Kembali Bekerja (Return to Work Program) Salah satu upaya kesehatan kerja adalah program kembali bekerja. 1. Prinsip-prinsip Program Return-to-Work Kita semua memiliki kepentingan ekonomi dalam hal menjamin pekerja dapat kembali bekerja secara aman dan sesegera mungkin setelah suatu cedera atau sakit di tempat kerja. Suatu cedera pekerja yang semakin lama mendapatkan bantuan rehabilitasi dapat semakin kurang efektif untuk penyembuhan bahkan dapat berkembang menjadi cacat permanen dan menyebabkan kehilangan pekerjaan. Maka dari itu, RTW secara dini merupakan hal yang perlu diutamakan dalam sistem kompensasi pekerja. Program Return-to-Work (RTW) adalah suatu sistem di mana pengusaha wajib menyediakan di tempat kerjanya untuk kesiapan mengelola pekerja yang mengalami cedera atau sakit akibat kerja. Program ini merupakan kebijakan dan prosedur di tempat kerja yang perlu disepakati bersama antara pengusaha dengan serikat pekerja dan dikembangkan sebelum cedera atau penyakit terjadi. Efektivitas dan kontinuitas program harus direview secara berkala sesuai kesepakatan pihak-pihak terkait (pemberi kerja atau manajemen yang mewakilinya, pekerja, dokter kesehatan kerja, ahli K3, pengelola sumber daya manusia dan provider). Dalam hal ini harus ada komitmen pemberi kerja/pengusaha bahwa pekerja yang mengalami cedera diupayakan untuk dapat kembali bekerja. Semua program harus memiliki tanggal tertentu untuk direview. Konsep dasar dari Program Kembali Kerja (PK2) atau Return to Work (RTW) adalah penyerasian antara kapasitas (capacity) dan keterbatasan (limitation) pekerja dengan tuntutan dalam sistem kerja yang dihadapinya. Konsep dasar ini dikenal dengan nama fit to work atau laik 11

12 kerja. Terdapat beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam mengembangkan program RTW di tempat keja, yaitu terjadinya interaksi antara manusia dan sistem kerja yang mencakup interaksi antara manusia dan manusia, manusia dan lingkungan kerja, manusia dan pekerjaan atau aktivitas kerja, manusia dan mesin atau peralatan kerja, serta manusia dan organisasi dan budaya di tempat kerja. 4 Interaksi Manusia dan Sistem Kerja (Kurniawidjaja, 2014) Organisasi dan Budaya di Tempat Kerja Lingkungan Kerja Mesin dan Peralatan Keja Pekerjaan dan Aktivitas Kerja Gambar 2. Interaksi Manusia dan Sistem Kerja (Kurniawidjaja, 2014) 7 Program RTW harus mencakup area kunci sebagai berikut: a. Pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja b. Pengembangan sistem, SOP dan implementasi Program RTW c. Konsultasi dengan pekerja, dan serikat pekerja/buruh bila memungkinkan d. Diawali dengan manajemen cedera secara dini dan RTW juga secara dini e. Penyediaan tugas atau pekerjaan yang sesuai f. Program RTW tidak merugikan bagi pekerja yang mengalami cedera dan kembali kerja. 2. Rehabilitasi kerja (Occupational Rehabilitation) Rehabilitasi kerja adalah proses memberikan bantuan kepada pekerja yang mengalami cedera untuk kembali bekerja. Pelayanan rehabilitasi kerja meliputi: a. Penilaian kapasitas dan keterbatasan fisik dan mental pekerja b. Penilaian tuntutan fisik dan mental dari jabatan atau aktivitas kerja yang tersedia atau yang membutuhkan pekerja; 12

13 c. Saran tentang peralatan atau modifikasi pekerjaan bagi pekerja yang menjalankan; d. Membantu pemberi kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai untuk pekerja; e. Memfasilitasi komunikasi antara pekerja, pemberi kerja, dokter dan pihak asuransi; f. Membantu dalam mengidentifikasi dan memperoleh suatu pekerjaan baru jika pekerja tidak mampu untuk kembali ke pekerjaan semula. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tempat terbaik untuk melakukan rehabilitasi sebagian besar pekerja yang cedera adalah di tempat kerja. 3. Manjemen Cedera (injury management) Manajemen cedera bertujuan menjamin pekerja yang mengalami cedera atau sakit dapat kembali bekerja secara tepat, aman dan langgeng. Upaya ini meliputi perawatan cedera, rehabilitasi untuk kembali kerja, retraining dalam pekerjaan yang memerlukan keterampilan baru, manajemen klaim kompensasi kerja, dan manajemen ketenagakerjaan. Setiap orang yang terlibat dalam proses penilaian RTW bekerjasama dan berpartisipasi dalam manajemen cedera, pihak-pihak yang berkepentingan termasuk agen/asuransi kompensasi kerja, pemberi kerja atau atasan yang mewakili, pekerja yang cedera, dokter dan petugas yang menangani. Manajemen cedera yang efektif tergantung pada upaya kerjasama semua partisipan ini. Elemen kunci yang mendasari keselamatan, kecepatan dan langgengnya RTW pekerja yang cedera, antara lain meliputi: a. Sistem yang dapat dipahami dan disetujui oleh setiap orang yang terlibat di tempat kerja b. Kronologik kejadian dan pertolongan yang telah diberikan pada saat kejadian cedera, c. Pelaporan segera kasus cedera dan lakukan intervensi segera, d. Tempat kerja menjadi tempat paling efektif bagi mayoritas pekerja untuk proses pemulihan/recover dari cedera mereka, e. Semua pihak pemangku kepentingan bertanggung jawab dan bekerjasama. G. Peran dokter kesehatan kerja dalam RTW Dokter yang memberikan pelayanan primer di tempat kerja, harus mampu menghilangkan atau meminimalkan risiko yang diakibatkan adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan sistem kerja melalui upaya promotif dan preventif. Di tempat kerja, upaya promotif dan preventif dikerjakan dalam tim yang anggotanya terdiri dari manajemen atau petugas yang bertanggung jawab atas 13

14 keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja (K3L) atau dikenal dengan nama health, safety and environment management (SHEM). Tugas utama dari tim kerja ini adalah manajemen risiko (risk management), yang dimulai dengan penilaian risiko yang timbul akibat interaksi antara pekerja dan hazard kesehatan di tempat kerja (health risk assessment), dan ditindaklanjuti dengan pengendalian risiko yang timbul akibat interaksi ini. Penilaian dan pengendalian risiko di tempat kerja dilakukan secara terus-menenus merupakan siklus untuk mencapai perlindungan pekerja agar sehat, selamat, sejahtera, produktif dan kompetitif, dan, perusahaan atau organisasi mendapatkan profit serta dapat tumbuh berkesinambungan. Secara umum dokter kesehatan kerja berperan untuk menjalankan program pelayanan kesehatan kerja secara komprehensif yang meliputi upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif dengan mempertimbangkan risiko kerja baik secara individu maupun secara kelompok pekerja. Hal ini selaras dengan Permenakertrans No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan kesehatan kerja dan Konvensi ILO No. 161 Tahun 1985 tentang Occupational Health Services, serta publikasi ILO, WHO dan International Comnission on Occupational Health Tahun 2005 tentang Basic Occupational Health Services. Dengan demikian program retun to work merupakan bagian dari program kesehatan kerja yang harus dilaksanakan oleh dokter kesehatan kerja yang mengelola kesehatan para pekerja. Adapun peran dokter kesehatan kerja dalam program RTW antara lain adalah sebagai berikut: 1. Koordinator program RTW: Mengembangkan manajemen cedera dan Program RTW, terintegrasi dengan program pelayanan kesehatan kerja Memberikan advokasi kepada manajemen dan sosialisasi/edukasi kepada pekerja atau wakilnya (serikat pekerja/buruh sebagai penghubung komunikasi antara pemberi kerja dan pekerja) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen cedera dan RTW 2. Penatalaksanaan kasus RTW di tempat kerja atau di Provider RTW : mempromosikan RTW secara dini adalah aman bagi pekerja menilai kapasitas dan keterbatasan fisik dan mental pekerja dalam kasus RTW, bila diperlukan merujuk kepada dokter sepesialis seperti dokter spesialis klinik, okupasi dan rehabilitasi medik merencanakan perawatan tertentu dan melengkapi dokumen medis untuk pengajuan klaim kompensasi 14

15 Memonitor dan menjadi penghubung antara pihak pemberi kerja dengan pihak BPJS untuk mengembangkan dan menyetujui terhadap rencana RTW yang telah dibuat Merencanakan dan memonitor penanganan secara memadai Memberikan advis dan larangan medis tertentu terkait kesesuaian pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja Memberikan informasi kepada pemberi kerja dan BPJS terkait dengan manajemen cedera dan rencana RTW bagi pekerja yang mengalami cedera Menyatakan kapan seseorang tidak bisa bekerja (certified time off) dipandang dari sisi medis Mereview perkembangan pemulihan pekerja yang cedera dan merevisi manajemen penanganan medik terhadap pekerja sesuai kebutuhan Merencanakan rujukan kepada provider rehabilitasi pekerja jika diperlukan dan jika tidak ada inisiatif dari pemberi kerja atau pihak asuransi Memberikan advis kepada pengusaha dalam hal pekerjaan/penugasan yang sesuai H. PENUTUP Dengan berbagai gambaran tersebut di atas, maka Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja perlu meningkatkan kegiatan pelatihan, untuk meningkatkan kapasitas dokter kesehatan kerja dalam mengelola program RTW. Pengurus pusat memberdayakan pengurus cabang dan menjalin kerjasama dengan mitra terkait untuk melaksanakan pelatihan ini sebagai bagian dari program pembinaan kepada anggotanya yang tersebar luas di tanah air. 1 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Buku Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Edisi ke-2. Jakarta: PBIDI; Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan: Available from: 3 Fedotov, I.A., Saux, M., Rantanen, J. Occupational Health Services. In: Stellman, J.M., editor. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, 4 th edition. Geneva: ILO; Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Cetakan ketiga. Jakarta: UI Press: Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia Diunduh pada 17 Juli 2014, di 6 Kurniawidjaja LM. Modul Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Depok; FKMUI;

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 159 TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 159 TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 159 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL GOLONGAN POKOK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Tahun Ajaran 2013 / 2014 Program Studi Pendidikan Dokter FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENCEGAHAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Oleh : Dewi S. Soemarko Program Studi Kedokteran Kerja FKUI Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI

PENCEGAHAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Oleh : Dewi S. Soemarko Program Studi Kedokteran Kerja FKUI Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI PENCEGAHAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Oleh : Dewi S. Soemarko Program Studi Kedokteran Kerja FKUI Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Pendahuluan Paru merupakan organ yang paling sering terganggu akibat

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, No.387, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER.Kembali Kerja. Kegiatan. Promotif dan Preventif. Pemberian Program. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR Departemen Rehabilitasi Medik FKUI/RSCM, Jakarta *Anggota Komite Independen KK-PAK BPJS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Kode : 25 : KEDOKTERAN KOMUNITAS Semester : 7 (tujuh) Standar Kompetensi : mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan aspek promotif,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BALAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA JL. NGESREP BARAT III NO. 44 SEMARANG TELP SERTIFIKAT ISO TAHUN

BALAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA JL. NGESREP BARAT III NO. 44 SEMARANG TELP SERTIFIKAT ISO TAHUN BALAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA JL. NGESREP BARAT III NO. 44 SEMARANG TELP. 024-7474495 SERTIFIKAT ISO 17025 TAHUN 2005 Balai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Balai K3) Provinsi Jawa Tengah, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

2.4. Penyakit Akibat Kerja Tujuan Tantangan dan Ancaman

2.4. Penyakit Akibat Kerja Tujuan Tantangan dan Ancaman 2.4. Penyakit Akibat Kerja 2.4.1. Tujuan Pencegahan dan Penanggulangan penyakit Akibat kerja bertujuan untuk meningkatkan derajat Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai unsur penerapan SMK3 (Sistem Manajemen

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Latar Belakang PP No. 50 Tahun 2012 PENGERTIAN PASAL 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Disarikan Oleh : dr. Lin Yuwarni, MKKK dari Continuing Professional Development untuk Dokter Kesehatan Kerja di Layanan Primer P2KB Dokter Kesehatan Kerja Editor: Prof

Lebih terperinci

Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan

Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan panduan praktis Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan 15 02 panduan praktis Gate Keeper Concept Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang fungsi utamanya memberikan pelayanan, perawatan, dan pengobatan kepada seluruh pasien, baik rawat inap, rawat jalan,

Lebih terperinci

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN Staf medis merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap dokter dan dokter gigi memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis

Lebih terperinci

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN 7 LAMPIRAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA UNTUK PENDIDIKAN KEDOKTERAN DESKRIPSI UMUM DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI Perbaikan Berkesinambungan Dokumentasi 2 Dari 78 6.1 MANUAL SMKP 6.2 Pengendalian Dokumen 6.3 Pengendalian Rekaman 6.4 Dokumen dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1775, 2015 KEMENKES. Penyakit Tidak Menular. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI DOKTER KESEHATAN KERJA MADYA KODE PROGRAM PELATIHAN :...

PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI DOKTER KESEHATAN KERJA MADYA KODE PROGRAM PELATIHAN :... PELATIHAN BERBASIS DOKTER KESEHATAN KERJA MADYA KODE PROGRAM PELATIHAN :... KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS Jl. Jend. Gatot Subroto

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I pasal 1 ayat (1) menjelaskan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Lebih terperinci

PENYAKIT AKIBAT KERJA Identifikasi dan rehabilitasi kerja oleh Dewi Sumaryani Soemarko*

PENYAKIT AKIBAT KERJA Identifikasi dan rehabilitasi kerja oleh Dewi Sumaryani Soemarko* PENYAKIT AKIBAT KERJA Identifikasi dan rehabilitasi kerja oleh Dewi Sumaryani Soemarko* Pendahuluan Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan, yang nantinya digunakan dalam pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

Bersama ini kami sampaikan satu berkas proposal implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) beserta lampirannya.

Bersama ini kami sampaikan satu berkas proposal implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) beserta lampirannya. ` 2012 Kepada Yth, Bapak / Ibu Pimpinan di Perusahaan Jakarta, April 2012 Our reference: 0316-THS-IV-2012 rev.0 Attn : HRD, HSE Departement Dengan hormat, Bersama ini kami sampaikan satu berkas proposal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yaitu suatu kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang No.78, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kesehatan Kerja. Pos. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2015 TENTANG POS UPAYA KESEHATAN KERJA TERINTEGRASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA DESKRIPTOR KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG KEDOKTERAN ( Review 270510) - Draft LEVEL DESKRIPTOR HASIL PEMBELAJARAN (Learning Outcomes) 6 (S1) Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam bidang keahliannya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016 SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL 14 NOVEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Saudara-saudara sekalian

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Hand-out Industrial Safety Dr.Ir. Harinaldi, M.Eng Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tempat Kerja Produk/jasa Kualitas tinggi Biaya minimum Safety comes

Lebih terperinci

DASAR DASAR KESEHATAN KERJA

DASAR DASAR KESEHATAN KERJA DASAR DASAR KESEHATAN KERJA Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Tahun Ajaran 2013 / 2014 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

OCCUPATIONAL HEALTH MANAGEMENT PROGRAM. Yusmardiansah

OCCUPATIONAL HEALTH MANAGEMENT PROGRAM. Yusmardiansah OCCUPATIONAL HEALTH MANAGEMENT PROGRAM Yusmardiansah 1 PENDAHULUAN Adanya penyakit akibat kerja telah menjadi perhatian oleh manajemen perusahaan karena sangat merugikan dari segi biaya kesehatan, absen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karyawan yang berpenghasilan rendah dan negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. karyawan yang berpenghasilan rendah dan negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, banyak penelitian yang telah dilakukan pada peran perawat dalam kaitannya untuk bekerja dan tanggung jawab terhadap kinerja karyawan yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemangku kepentingan pemberi pelayanan kesehatan. Semakin tingginya tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

SEJARAH FILOSOFI DAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA. Disiapkan oleh: dr. FX. Suharto, M. Kes

SEJARAH FILOSOFI DAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA. Disiapkan oleh: dr. FX. Suharto, M. Kes SEJARAH FILOSOFI DAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA Disiapkan oleh: dr. FX. Suharto, M. Kes SEJARAH DOKTER KELUARGA Pendahuluan Sejarah Internasional Sejarah Organisasi Sejarah Pendidikan Motto Dokter Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

Tugas & Fungsi. di Perusahaan

Tugas & Fungsi. di Perusahaan Tugas & Fungsi DOKTER & PARAMEDIS HIPERKES di Perusahaan Oleh: DR.dr. Suma mur PK., MSc.,SpOk. DR. Suma mur PK 1 MATERI PRESENTASI 1. PENDAHULUAN 2. KONSEP DASAR HIPERKES 3. LANDASAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN KESEHATAN KERJA

MANAJEMEN KESEHATAN KERJA MANAJEMEN KESEHATAN KERJA Pengertian Kesehatan Kerja Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM TRAUMA CENTER

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM TRAUMA CENTER PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM TRAUMA CENTER BAB I PENGERTIAN UMUM 1. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara

Lebih terperinci

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 4(2) Juli 2005 : 1 5 ISSN 1412-7814 Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan Harrys Siregar Program

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan Dasar Hukum Pengertian Akreditasi Maksud dan Tujuan Akreditasi Proses Akreditasi Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : / SK / PKM - WB / I Tanggal : Januari 2015 PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Keluarga PSPD Unja

Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Keluarga PSPD Unja Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Keluarga PSPD Unja 1. Mengetahui latar belakang klinik di tempat kerja 2. Menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi klinik di tempat kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan

Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan Judul Penelitian: Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan Undangan Penelitian: Kami meminta kesediaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) a. Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia merupakan pengembangan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan

BAB 1 PENDAHULUAN. program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013

Lebih terperinci

kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk

kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk PERTEMUAN 8 kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN No. 1437, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Pelayanan Kesehatan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Rumah Sakit. Tingkat III. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: KEP. 68/MEN/IV/2004

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: KEP. 68/MEN/IV/2004 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: KEP. 68/MEN/IV/2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS DI TEMPAT KERJA Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undangundang

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan VI. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Secara umum peran Dokter Puskesmas sebagai gatekeeper belum berjalan optimal karena berbagai kendala, yaitu : a. Aspek Input :

Lebih terperinci