PRESENTASI KASUS SELULITIS PRESEPTAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESENTASI KASUS SELULITIS PRESEPTAL"

Transkripsi

1 PRESENTASI KASUS SELULITIS PRESEPTAL Disusun oleh: Michael Christian Pembimbing: dr. Gusti G. Suardana, SpM MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RS CIPTO MANGUNKUSUMO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA MARET 2013

2 BAB I PENDAHULUAN Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan jaringan lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan edema. Infeksi yang terjadi umumnya berasal dari persebaran dari infeksi lokal sekitar seperti sinusitis, dari infeksi okular eksogen, atau mengikuti trauma terhadap kelopak mata. 1 Selulitis preseptal dan selulitis orbita memiliki manifestasi klinis yang mungkin mirip, akan tetapi kedua kondisi tersebut harus dibedakan. Selulitis preseptal hanya melibatkan jaringan lunak di anterior septum orbital dan tidak melibatkan struktur di dalam rongga orbita. Selulitis preseptal dapat menyebar ke posterior septum orbita dan berprogresi selulitis orbita dan abses orbital atau subperiosteal. Infeksi pada orbita sendiri dapat menyebar secara posterior dan menyebabkan meningitis atau trombosis sinus kavernosus. Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pediatrik dengan 80% pasien berusia di bawah 10 tahun dan kebanyakan di antaranya berusia di bawah 5 tahun. Pasien dengan selulitis preseptal memiliki kecenderungan lebih muda dibanding pasien yang menderita selulitis orbita. Selulitis orbita merupakan penyebab tersering proptosis pada anak- anak sehingga perlu dilakukan pengobatan segera 2. Mengingat selulitis preseptal dapat berkembang menjadi selulitis orbita jika tidak ditangani dengan tepat, maka mengenal penyakit ini dan menatalaksana dengan tepat merupakan suatu poin penting yang baik jika dimiliki oleh dokter. Untuk itu, presentasi kasus mengenai selulitis preseptal ini diselenggarakan. 1

3 BAB II ILUSTRASI KASUS Identitas Nama pasien Jenis kelamin Usia Agama : An. MW : Laki-laki : 2 tahun : Islam Anamnesis Anamnesis dilakukan kepada kedua orang tua pasien (Alloanamnesis) Keluhan utama Pasien mengalami pembengkakan pada kelopak mata kiri dua jam sebelum masuk rumah sakit Riwayat penyakit sekarang Dua jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami pembengkakan pada kelopak mata kirinya hingga menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata. Pembengkakan disertai dengan kemerahan dan nyeri pada kelopak mata. Keluhan bola mata merah disangkal, keluhan mata belekan disangkal. Pasien juga mengalami demam mengikuti pembengkakan pada kelopak mata yang dialami. Satu hari sebelumnya, pasien mengalami trauma pada kelopak mata kirinya setelah terjatuh saat bermain dan terbentur pedal sepeda motor. Trauma berupa luka lecet pada kelopak mata atas. Perdarahan pada kelopak mata disangkal, penurunan penglihatan disangkal, mata merah disangkal, pembengkakan kelopak mata pada saat itu juga disangkal. Setelah itu, ayah pasien melakukan kompres pada mata kiri pasien dengan es selama kurang lebih 10 menit. Tidak ada tindakan lain yang dilakukan saat itu. Riwayat mencuci mata dengan air sirih atau dengan cairan lainnya disangkal. Riwayat batuk dan pilek saat ini disangkal. 2

4 Riwayat penyakit dahulu Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal, riwayat batuk atau pilek sebelumnya disangkal, riwayat sinusitis disangkal, riwayat gangguan tumbuh kembang disangkal, riwayat penyakit bawaan disangkal, riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal, riwayat operasi disangkal. Riwayat DM, asma, hipertensi, dan TB disangkal Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien sebelumnya. Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat penyakit bawaan disangkal, riwayat TB disangkal. Riwayat Sosial Pasien belum bersekolah dan saat ini pasien hanya beraktivitas di rumah dan sekitarnya di bawah pengawasan ibu pasien. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Kompos mentis, tampak sakit ringan Tanda vital Tekanan darah : - Frekuensi nadi : 102 x/menit, reguler, isi cukup Frekuensi napas : 22 x/menit, reguler, kedalaman cukup Suhu : 40,3 o C Pemeriksaan oftalmologis OD Fiksasi objek (+), Fiksasi cahaya (+) Visus OS Fiksasi objek (+), Fiksasi cahaya (+) Normal per palpasi TIO Sulit dinilai 3

5 Orthophoria, gerakan baik ke segala arah Pergerakan dan Orthophoria, gerakan baik ke segala arah kedudukan bola mata Tenang Palpebra Edema (+), spasme (+), hiperemis (+), diskontinuitas (-), krepitasi (-), trikiasis (-), ruptur partial thickness palpebra superior 2,5cm dari kantus medial, 2 cm dari margo superior seluas 5mm x 2mm, pus (+) Injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+) injeksi silier (-), edema (-) minimal, injeksi silier (-), edema (-) Jernih Kornea Jernih Dalam BMD Dalam Warna cokelat, kripte (+), sinekia (-) Iris Warna cokelat, kripte (+), sinekia (-) Bulat, sentral, 3 mm, RCL (+), RCTL (+), RAPD (-) Pupil Bulat, sentral, 3 mm, RCL (+), RCTL (+), RAPD (-) Jernih, shadow test (-) Lensa Jernih, shadow test (-) Jernih Badan kaca Jernih Refleks Fundus (+), Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3-0,4, aa/vv 2/3, eksudat (-), perdarahan (-) Funduskopi Refleks Fundus (+), Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3-0,4, aa/vv 2/3, eksudat (-), perdarahan (-) Telinga : Serumen (+), hiperemis (-) Hidung : Deformitas (-), edema (-) Mulut : Higienitas oral baik, gigi bolong (-) 4

6 Pemeriksaan penunjang Hasil laboratorium Hb 12,5 gr/dl Ht 37,8 % Leukosit Hitung jenis 0/0/4/77/18/1 Trombosit Ureum 20,3 Kreatinin 0,42 CT scan Non kontras Post kontras Tampak penebalan jaringan lunak kanan kiri terutama kiri sampai regio zygoma kiri Tampak area lusensi di jaringan lunak sekitar konjungtiva inferior Bulbus okuli kanan kiri terlihat simetris Jaringan retrobulbar tidak memperlihatkan kelainan Diagnosis 1. Selulitis preseptal OS 2. Ruptur palpebra partial thickness OS 5

7 Tatalaksana Amoxiclav IV Paracetamol syr Metronidazole syr Gentamycine drop 3x200mg 3x180mg 3x cthi 3x1 pada palpebra superior OS Prognosis Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanactionam : bonam : bonam : bonam 6

8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Orbita 3,4 Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada di antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang: - Os. Frontalis - Os. Maxillaris - Os. Zygomaticum - Os. Sphenoid - Os. Palatinum - Os. Ethmoid - Os. Lacrimalis Gambar 1 anatomi orbita Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu: 1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid. Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma. Os ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial merupakan salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu penyebab tersering selulitis orbita. 2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum. 3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal. Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil. 4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam fraktur blowout. 5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita 7

9 6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding orbita bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal optikus dan fisura orbital superior Septum orbital 1,4 Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang melapisi berbagai struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi, muscular sheats, intermuscular septa, dan ligamen lockwood. Di dalam orbita terdapat struktur- struktur sebagai berikut: bagian n. optikus, muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung lakrimalis, arteri oftalmika, nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia serta lemak. Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan derajat keparahan. Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan lokasi penyakit adalah septum orbital. Septum orbital adalah membran tipis yang berasal dari periosteum orbital dan masuk ke permukaan anterior lempeng tarsal kelopak mata. Septum memisahkan kelopak mata superfisial dari struktur dalam orbital dan membentuk barier yang mencegah infeksi dari kelopak mata menuju rongga orbita. B. Fisiologi gejala 2 Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi satu- satunya tempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan, hal ini disebut dengan proptosis. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat disebabkan lesi- lesi ekspansif yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi proptosis tanpa adanya penyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis. Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi kelopak mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali membuat kelopak mata tidak bisa ditutup, akan tetapi penyebab proptosis itu sendiri seringkali berbahaya. Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot mendorong mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa yang tumbuh di luar kerucut otot mendorong mata ke samping atau vertikal menjauhi masa 8

10 tersebut(proptosis non aksialis). Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan adanya penyakit sistemik misalanya penyakit graves. Istilah eksoftalmos sering dipakai untuk menggambarkan proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat disebabkan oleh fistula karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita, atau transmisi denyut otak akibat tidak adanya atap orbita superior. Proptosis yang bertambah dengan penekukan kepala ke depan atau dengan perasat valsava merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau meningokel. Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan cepat, mungkin timbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola mata yang cukup untuk membatasi pergerakan mata dan diplopia. Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan, atau infiltrasi pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf tersebut. Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital, diskolorisasi kulit, ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu dapat juga terjadi perubahan fundus seperti pembengkakan cakram optik, atrofi optik, kolateral optikosiliaris, dan lipatan koroid. C. Inflamasi orbita 4 Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi terkait a. Selulitis preseptal b. Selulitis orbita dan abses intraorbital c. Osteoperiostitis orbita d. Tromboflebitis orbita e. Tenonitis f. Trombosis sinus kavernosus 2. Inflamasi orbita kronik a. Inflamasi spesifik i. Tuberkulosis Gambar 2 berbagai inflamasi orbita 9

11 ii. Sifilis iii. Actinomikosis iv. Mukormikosis v. Infestasi parasit b. Inflamasi non spesifik i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik ii. Sindroma tolosa hunt iii. Periostitis orbital kronik C.1. Selulitis preseptal 1,3,4 Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior septum orbital. Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena meskipun memiliki Gambar 3 Septum orbita gejala yang hampir serupa, penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin terjadi dari kedua keadaan tersebut berbeda. Perlu diingat bahwa selulitis preseptal seringkali berkembang menjadi selulitis orbital karena vena- vena fasial tidak memiliki katup sehingga proses peradangan seringkali meluas ke posterior. 10

12 Etiologi Gambar 4 selulitis preseptal mata kiri Organisme terbanyak penyebab selulitis preseptal adalah staphylococcus aureus dan streptococcus pyogenes. Selain itu, beberapa bakteri anaerob juga sering menjadi etiologi dari selulitis preseptal. Pada tahun 1985, penyebab tersering adalah haemophilus influenzae. Sebuah studi saat itu menunjukkan bahwa sekitar 40% pasien memiliki hasil kultur darah positif. Seiring dengan peningkatan penggunaan vaksin, tren ini menurun dan saat ini pada kultur darah, organisme penyebab selulitis seringkali tidak ditemukan atau negatif yang belum jelas diketahui alasan dan keterkaitannya dengan penurunan hasil positif dari h. influenzae. Jalur masuk infeksi sendiri dapat dibagi menjadi: - Infeksi eksogen, misalnya seperti trauma atau gigitan serangga - Penyebaran infeksi jaringan sekitar seperti sinusitis, dakriosistisis, atau hordeolum - Infeksi endogen, berasal dari penyebaran infeksi dari tempat yang jauh seperti saluran napas atas melalui rute hematogen. Manifestasi klinis Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata dan kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka itu, karakteristik dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan hiperemia pada kelopak mata tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis, gangguan visus, dan gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam dan leukositosis. 11

13 C.2. Selulitis orbita dan abses intraorbita Selulitis orbita adalah infeksi akut pada jaringan lunak orbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita dapat berkembang menjadi abses subperiosteal atau abses orbital. Etiologi Orbita dapat terinfeksi melalui tiga jalur seperti pada selulitis preseptal - Infeksi eksogen, dapat berasal dari trauma tembus pada mata khususnya terkait dengan retensi benda asing intraorbital dan kadang- kadang terkait dengan tindakan bedah seperti eviserasi, enukleasi, dan orbitotomi. Gambar 5 selulitis orbita mata kiri - Persebaran infeksi sekitar, seperti sinusitis, infeksi gigi, dan struktur intraorbita. Merupakan rute infeksi tersering. - Infeksi endogen, jarang terjadi. Organisme penyebab hampir serupa dengan selulitis preseptal, ditambah dengan keterlibatan streptococcus pneumoniae. Patologi Penampakan patologik selulitis orbital mirip seperti inflamasi supuratif secara umum kecuali dalam beberapa aspek, yaitu: 1. Karena tidak terdapat sistem limfatik, agen protektif terbatas pada elemen fagositik dari jaringan retikular orbital 2. Karena ruang terbatas, tekanan intraorbital meningkat sehingga mengaugmentasi virulensi infeksi menyebabkan nekrosis dini dan ekstensif terhadap jaringan 3. Umumnya, infeksi menyebar sebagai tromboflebitis dari struktur sekitar Manifestasi klinis 12

14 Gejala meliputi pembengkakan dan nyeri hebat yang meningkat dengan gerakan bola mata atau pada penekanan. Gejala lainnya dapat berupa demam, mual, muntah, prostrasi, dan terkadang kehilangan penglihatan. Tanda yang sering dijumpai pada selulitis orbital adalah pembengkakan kelopak mata yang kemerahan dan keras seperti kayu, kemosis konjungtiva yang dapat mengalami protrusi dan menjadi nekrotik, dbola mata mengalami proptosis aksial, terdapat restriksi dari gerakan okular, dan pada pemeriksaan fundus didapati kongesti vena retinal dan tanda papilitis atau papiloedema. Dapat juga ditemui disfungsi saraf optik. Komplikasi Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya. Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita. Abses subperiosteal adalah penumpukan material purulen antara dinding tulang orbital dengan periosteum, biasanya terdapat pada dinding orbita media. Biasanya abses subperiosteal dicurigai bila terdapat manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik. Namun, diagnosis dipastikan dengan CT scan. Abses orbita merupakan penumpukan material purulen di dalam jaringan lunak orbital. Secara klinis dicurgai dengan tanda- tandan proptosis parah, kemosis, oftalmoplegia komplit, dan pus di bawah konjungtiva. Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi intrakranial, dan septikemia general atau pyaemia. D. Pemeriksaan penunjang 1. Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah 2. Pemeriksaan darah perifer lengkap 3. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait 4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital 5. CT scan dan MRI untuk: 13

15 a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital c. Mendeteksi ekstensi intrakranial d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital 6. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral. Gambar 6 CT scan selulitis orbita(kiri) dan selulitis preseptal (kanan) Medikasi Selulitis pre septal ditatalaksana dengan terapi medikamentosa sedangkan selulitis orbital, terutama yang telah menunjukkan komplikasi- komplikasi berbahaya membutuhkan tindakan bedah segera. Pengobatan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap 8 jam. Infeksi yang parah membutuhkan antibiotik IV. Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi antibiotik awal harus mengatasi stafilokokus, H. influenzae, dan bakteri anaerob. Selulitis pascatrauma, khususnya setelah gigitan hewan, harus diberikan antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Dekongestan hidung dan vasokonstriktor dapat membantu drainase PNS. Juga perlu diberikan analgesia dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam. Konsultasi dengan otorlaringologis sejak dini bermanfaat. Sebagian besar kasus berespon cepat dengan pemberian antibiotik. Kasus yang tidak berespon mungkin membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS melalui pembedahan. Pada selulitis praseptal supuratif diindikasikan drainase melalui pembedahan sejak dini. MRI bermanfaat untuk menentukan kapan dan dimana drainase harus dilakukan. Indikasi pembedahan lainnya adalah terdapatnya 14

16 abses intrakranial atau subperiosteal, dan gambaran atipikal yang mungkin membutuhkan biopsi. Prognosis Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh total tanpa komplikasi sangat baik. Morbiditas terjadi dari penyebaran patogen ke orbita yang dapat mengancam penglihatan dan berlanjut ke penyebaran CNS. Selulitis orbital dapat berlanjut menjadi abses orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis. Pada studi terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah sebagai berikut: 1. Usia di atas 7 tahun 2. Abses subperiosteal 3. Nyeri kepala dan demam yang menetap setelah pemberian antibiotik IV. Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal. Manajemen agresif dengan foto polos otak dan terapi IV diindikasikan pada pasien ini. 15

17 BAB IV PEMBAHASAN Pada kasus ini, didapatkan seorang anak berusia 2 tahun yang datang dengan keluhan pembengkakan yang terjadi pada kelopak mata kiri yang terjadi mendadak. Dari keluhan utama, didapatkan pasien mengalami penyakit pada orbita, dapat berupa infeksi pada daerah orbita, inflamasi non infektif, tumor orbital, malformasi vaskular, atau anomali perkembangan. Dari eksplorasi pada riwayat penyakit sekarang, didapatkan bahwa pembengkakan yang dialami pasien disertai dengan eritema, hiperemia, dan nyeri. Dari riwayat tersebut, kemungkinan diagnosis dipersempit menjadi infeksi pada orbita, inflamasi non infektif pada orbita, dan malformasi vaskular. Selain itu pasien juga mengalami demam yang tinggi sehingga diagnosis mengerucut ke arah infeksi. Ketiadaan keadaan serupa pada anggota keluarga lainnya membuat kemungkinan keganasan atau penyakit bawaan keluarga menjadi lebih kecil. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa satu hari sebelumnya pasien sempat mengalami trauma pada kelopak mata. Riwayat tersebut membuat kemungkinan infeksi, khususnya selulitis menjadi besar. Usia pasien juga sesuai dengan epidemiologi dari selulitis. Sehingga diagnosis kerja pada pasien ini merupakan selulitis dengan diagnosis banding mukormikosis dan malformasi vaskular. Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam yang tinggi sehingga peluang bahwa keadaan pasien merupakan infeksi semakin besar. Selain itu, pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan edema, eritema, hiperemia, dan ruptur palpebra. Tidak didapati gangguan pergerakan bola mata dan penurunan visus serta gangguan penglihatan lainnya. Hal ini menunjukkan tidak terlibatnya orbita dalam penyakit pasien sehingga diagnosis diarahkan menjadi selulitis preseptal. Selain selulitis preseptal, didapatkan juga diagnosis ruptur palpebra partial thickness karena terdapat laserasi pada palpebra akan tetapi masih terdapat kontinuitas jaringan palpebra. Untuk menguatkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sehingga diagnosis selulitis semakin kuat. Dari hitung jenis didapatkan shift to the left sehingga kemungkinan infeksi disebabkan oleh bakteri. 16

18 Selanjutnya pada pasien dilakukan pemeriksaan CT scan untuk menentukan apakah ada fokus infeksi yang dapat menyebabkan selulitis seperti sinusitis, apakah terdapat fraktur atau kerusakan jaringan lunak mengikuti terjadinya trauma, dan apakah terdapat keterlibatan orbita dalam sakit yang dialami pasien. Hasil CT scan menunjukkan tidak ada keterlibatan orbita, tidak ada fokus infeksi lainnya, dan tidak ada fraktur pada wajah pasien. Hal ini membuat kemungkinan penyebab selulitis yang dialami pasien adalah infeksi eksogen, yaitu trauma yang dialami pasien satu hari sebelumnya. Penanganan yang dilakukan pada pasien adalah rawat inap mengingat kondisi selulitis preseptal dapat berkembang menjadi selulitis orbital dan mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat menimbulkan kebutaan bagi pasien. Maka itu penatalaksanaan awal dan prevensi perkembangan menjadi selulitis orbita sangat diperlukan. Selulitis preseptal ditatalaksana dengan pengobatan medikamentosa. Obat yang digunakan adalah amoxiclav intravena sebanyak 200 mg tiga kali sehari. Selain itu diperlukan obat paracetamol untuk menurunkan demam yang dialami pasien. Gentamycine juga diberikan pada luka di palpebra untuk mencegah terjadinya infeksi berulang pada luka. Melihat perkembangan yang dialami pasien, prognosis kasus ini secara umum bonam. Pada pasien juga tidak didapatkan faktor- faktor risiko yang memperberat kondisi pasien, yaitu umur pasien masih di bawah 7 tahun, dan demam yang dialami pasien menurun dengan pemberian paracetamol. 17

19 BAB V KESIMPULAN Pasien anak berusia 2 tahun mengalami selulitis preseptal yang terjadi mengikuti trauma yang terjadi pada palpebra kirinya satu hari sebelumnya. Pada pasien diberikan pengobatan dengan antibiotik amoxiclav dan paracetamol untuk mengontrol infeksi dan inflamasi. Pada pasien tidak diperlukan suatu tindakan bedah karena respon terhadap antibiotik baik dan tidak terdapat komplikasi yang harus ditangani segera. Prognosis pada pasien ini secara umum bonam. 18

20 Daftar Pustaka 1. Kwitko GM. Preseptal cellulitis overview Diakses: Maret Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC p Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7 th ed. Elsevier, Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4 th ed. New age international, p ,

LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK

LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK NAMA PEMBIMBING : dr. BAMBANG RIANTO, Sp.M DISUSUN OLEH Linda Ayu Permatasari (1102008139) BAGIAN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG SUBANG 2014

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, BAB II ANATOMI Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI LaporanKasus GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI Pembimbing : dr. Djoko Heru, sp.m Disusunoleh : Irene Dwiyanti 406117046 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB III CARA PEMERIKSAAN BAB III CARA PEMERIKSAAN A. Daftar keterampilan yang harus dikuasai 1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan/visus 2. Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata 3. Pemeriksaan lapang pandangan secara konfrontasi

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

Diagnosa banding MATA MERAH

Diagnosa banding MATA MERAH Diagnosa banding MATA MERAH Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior Glaukoma Kongestif Akut Visus Normal Tergantung letak infiltrat Menurun perlahan, tergantung Menurun ak letak radang Hiperemi konjungtiva

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Apa yang dikaji? RIWAYAT KESEHATAN PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan jaringan yang tidak memiliki pembuluh darah (avaskular). Kornea berfungsi sebagai membran pelindung

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani Glaukoma Penyakit glaukoma disebabkan oleh saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan kemudian menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya

Lebih terperinci

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Pembimbing: drg. Ernani Indrawati. Sp.Ort Disusun Oleh : Oktiyasari Puji Nurwati 206.12.10005 LABORATORIUM GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR A.

BAB I KONSEP DASAR A. 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hemotogen (infeksi

Lebih terperinci

Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya

Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya Ahmad Rizal Ganiem Dept Neurologi RS Hasan Sadikin Bandung - Indonesia Meningitis Peradangan di selubung pembungkus otak dan sumsum tulang belakang (disebut

Lebih terperinci

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING Pasaribu AS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Kejang adalah peristiwa yang

Lebih terperinci

ENTROPION PADA KUCING

ENTROPION PADA KUCING ENTROPION PADA KUCING (16 Nov 2017) ENTROPION PADA KUCING Apa yang Dimaksud Dengan Entropion Entropion adalah kondisi dimana kelopak mata (palpebra) bagian bawah berbalik ke dalam. Entropion juga dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Retinoblastoma (RB) adalah suatu penyakit keganasan pada lapisan retina mata, yaitu bagian mata yang paling peka terhadap cahaya. Penyakit RB dapat menyerang segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma mata dari satu negara dengan negara lain berbeda dan bahkan di dalam. wilayah di negara yang sama pun bisa bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. trauma mata dari satu negara dengan negara lain berbeda dan bahkan di dalam. wilayah di negara yang sama pun bisa bervariasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma mata merupakan kerusakan yang mengenai jaringan mata. Jaringan mata yang dapat mengalami trauma adalah jaringan palpebra, konyungtiva, kornea, uvea, lensa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. SPO Tanggal Terbit 1 dari 7 Ditetapkan Oleh Direktur PENGERTIAN ANAMNENIS Dr. H. Zainoel Arifin, M. Kes Nip. 19591104 198511 1 001 Pemeriksaan gangguan penglihatan yang disebabkan perubahan lensa mata

Lebih terperinci

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria)

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria) Lampiran : Surat No. 224/DL.004/V/AMG-2012 Tanggal 15 Mei 2012 Hal : Pemeriksaan Kesehatan MACAM DAN JENIS PEMERIKSAAN KESEHATAN 1. Riwayat Penyakit (Anamnesis) 2. Pemeriksaan Fisik (Physical Test) 3.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN POST OP SELULITIS PEDIS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN POST OP SELULITIS PEDIS LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN POST OP SELULITIS PEDIS Nama : Imam Chanafi NIM : 1311053 CI KLINIK CI INSTITUSI ( ) ( ) PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKes PATRIA HUSADA BLITAR

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

OSTEOMIELITIS. Rachmanissa

OSTEOMIELITIS. Rachmanissa OSTEOMIELITIS Rachmanissa 1301-1208-0028 DEFINISI Osteomielitis adalah Infeksi pada tulang Page 2 KLASIFIKASI Hematogeous osteomyelitis (20%) bakteremia menyebar ke tulang - Akut - kronik Contigous osteomyelitis

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes.

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Pengkajian Sistem Penglihatan Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Data Demografi Umur Umur klien merupakan factor penting dalam mengkaji proses visual dan struktur mata. Pada lansia, insiden beberapa kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP: 1 Berkas Okupasi Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : No Berkas : No Rekam Medis : Pasien Ke : dalam keluarga Data Administrasi tanggal diisi oleh Nama: NPM/NIP: Nama Umur / tgl. Lahir Pasien Keterangan

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

THT CHECKLIST PX.TELINGA

THT CHECKLIST PX.TELINGA THT CHECKLIST PX.TELINGA 2 Menyiapkan alat: lampu kepala, spekulum telinga, otoskop 3 Mencuci tangan dengan benar 4 Memakai lampu kepala dengan benar, menyesuaikan besar lingkaran lampu dengan kepala,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi

Lebih terperinci

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis Fraktur Le Fort terjadi pada 10-20% dari fraktur wajah. Fraktur ini terjadi karena terpajan kekuatan yang cukup. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama, penyebab lain yang mungkin yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO LTM Pemicu 2 Modul Penginderaan Komang Shary Karismaputri NPM 1206238633 Kelompok Diskusi 16 Outline Pendahuluan Definisi Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG LAPORAN KASUS PULPITIS REVERSIBLE Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Dr. Adhyatma, MPH Tugurejo Semarang

Lebih terperinci

Evidence-based Treatment Of Acute Infective Conjunctivitis Breaking the cycle of antibiotic prescribing

Evidence-based Treatment Of Acute Infective Conjunctivitis Breaking the cycle of antibiotic prescribing Evidence-based Treatment Of Acute Infective Conjunctivitis Breaking the cycle of antibiotic prescribing Oleh : Rizana Tsalats (09171113) Pembimbing : Dr. Hj. Arlina Yunita Marsida, Sp.M Konjungtivitis

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016 LAPORAN KASUS Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober 2016 12 November 2016 MENIERE S DISEASE Pembimbing: dr. Agus Sudarwi, Sp. THT-KL

Lebih terperinci

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 BENDA ASING HIDUNG Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Benda asing pada hidung salah satu kasus yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang berasal dari selubung meninges pada otak dan korda spinalis. Walaupun sel asalnya masih belum dapat dipastikan, kemungkinan

Lebih terperinci

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Agia Dwi Nugraha 2007730005 Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Fisiologi lensa : Fungsi utama memfokuskan berkas cahaya ke retina. Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

Laporan Operasi Tonsilektomi

Laporan Operasi Tonsilektomi Laporan Operasi Tonsilektomi Oleh: Ahmad Riza Faisal Herze 1110103000034 Pembimbing: dr. Heditya Damayanti, Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK THT RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS)

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) 1 Site with normal flora KONJUKTIVITIS Peradangan konjungtiva oleh virus, bakteri, klamidia, alergi atau trauma Etiologi Konjuktivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal,

Lebih terperinci

NERVUS OPTIKUS. Ari Budiono, S. Ked. Disusun oleh : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008

NERVUS OPTIKUS. Ari Budiono, S. Ked. Disusun oleh : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 NERVUS OPTIKUS Disusun oleh : Ari Budiono, S. Ked Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg)

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS BANDUNG TUGAS PENGAYAAN Oleh : Asri Rachmawati Pembimbing : dr. H. Armijn Firman, Sp.A Hari/Tanggal : September 2013 ATRESIA PULMONAL PENDAHULUAN Atresia pulmonal

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Epistaksis

Penatalaksanaan Epistaksis 1 Penatalaksanaan Epistaksis Dr. HARI PURNAMA, SpTHT-KL RSUD. Kabupaten Bekasi Pendahuluan Epistaksis merupakan salah satu masalah kedaruratanmedik yang paling umum dijumpai, diperkirakan 60 % dari populasi

Lebih terperinci