PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU"

Transkripsi

1 1 PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Disusun Oleh Vicho Pebiandi Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto, MT, Ph.D ABSTRAK Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terluas di wilayah Sumatera. Memiliki banyak sumber daya alam yang melimpah seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan industria, akan tetapi tidak didukung oleh sarana transportasi yang layak dan memadai. Hampir 84,13% dan 91,5% angkutan penumpang dan barang menggunakan jalan raya sehingga berpotensi merusak jalan raya yang ada karena kelebihan beban. Oleh karena itu dibutuhkan moda transportasi alternatif untuk membantu mengurangi beban jalan raya yaitu moda trnasportasi jalan rel guna kelancaran arus distribusi barang dan jasa. Dalam tugas akhir ini dilakukan pemilihan trase, perencanaan geometrik, perencanaan konstruksi jalan rel dan analisa volume timbunan. Pemilihan trase didasarkan pada desain kecepatan rencana kerta api. Perencanaan geometrik menggunakan metode Railways Management and Engineering. Konstruksi jalan rel merujuk peraturan PD-10 PJKA (1986). Terakhir melakukan perhitungan timbunan yang akan digunakan. Dalam prosesnya, metodologi yang digunakan adalah pengumpulan data-data sekunder, identifikasi masalah, studi literature dan analisa data perencanaan berupa analisa kecepatan rencana, analisa rel dan analisa bantalan yang akan digunakan. Hasil yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah perencanaan trase jalan kereta api baru sebagai moda tranportasi alternatif sepanjang ± 69 km dari Kota Pinang Menggala. Sehingga bias dijadikan saran pembandingbagi Pemernintah Provinsi Riau dalam membangun jalan rel kedepannya. Kata kunci :Trase Jalan Kereta Api, Perencanaan Geometrik, Perencanaan Track, Analisa VolumeTimbun

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem jaringan jalan rel di Indonesia masih sangat terbatas baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Dengan panjang rute lebih kurang 4900 km di pulau Jawa dan hanya sekitar 100 km di Sumatera, Indonesisa masih sangat tertinggal dari negara negara lain terutama di kawasan Asia. China memiliki km jalan rel, Jepang memilki panjang jalan rel km. Padahal apabila dianalisa moda transportasi jalan rel sangat menjanjikan. Hal ini sangat cocok dengan kondisi negara kita yang memiliki jumlah penduduk besar yakni juta jiwa (000). Sebagai salah satu negara terbanyak penduduknya, moda transportasi jalan rel menjadi pilihan bagi masyarakat. Selain relatif murah, bisa digunakan untuk mengangkut penumpang orang dan barang dalam jumlah yang besar. Karena hampir 40% jumlah penduduk berada di pulau Jawa, maka mereka memiliki banyak pilihan moda trasportasi. Kondisi jalan rel di pulau Jawa sendiri mengalami kemajuan yang signifikan di bandingkan di Sumatera. Hal ini terbukti dengan pembangunan jalur dua arah (double track) yang sedang dilaksanakan, pemeliharaan rel secara berkala dan lain sebagainya. ( Pusat, 009). Pada saat ini, di Sumatera sendiri sistem dan manajemen perkeretaapian belum optimal karena jaringan jalan rel yang ada belum tersambung antar provinsi secara keseluruhan. Di Sumatera terdapat jaringan jalan rel mulai dari jalur Ulee Lheue Banda Aceh yang dibangun oleh Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) pada tahun Kemudian pada tahun 1891 dibangun jalur Puluaer Bukittinggi Sumatera Barat oleh Staatschappij (SS) dan terakhir pada tahun 1914 jalur Panjang Tanjung Karang Sumatera Selatan oleh Staatschappij (SS). Selama masa pendudukan Jepang tidak ada sama sekali penambahan jalan rel di Sumatera. Kemudian, dilanjutkan dengan beberapa pembangunan jalur oleh pemerintah Indonesia di daerah Sumatera Utara, penambahan jalur di daerah Sumatera Barat dan sebagian di Sumatera Selatan dan Lampung. Sedangkan di Provinsi Riau, Jambi dan Bengkulu belum terdapat jaringan jalan rel. Oleh karena itu, muncul ide pemerintah untuk menyambung seluruh provinsi di Sumatera dengan program Trans Sumatera Railways agar diperoleh manfaat yang optimal. Sesuai dengan arahan pengembangan Kereta Api Sistem Transportasi Nasional- KM diharapkan di masa yang akan datang perkembangan dan pembangunan jaringan kereta api memperhatikan perkiraan arus penumpang dan barang, kapasitas lintas dan kondisi jaringan kereta api yang ada. Dan perwujudan jaringan lintas kereta api tidak hanya dititikberatkan di Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Sumatera, dan angkutan barang di Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Hampir 8% transportasi di Sumatera mengandalkan jaringan jalan raya. Ada 4 jalan nasional yang terdapat di Sumatera. Jalan Lintas Barat Sumatera yang melalui Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung. Jalan Lintas Tengah yang menghubungkan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Jalan Lintas Timur Sumatera yang menjadi pilihan pengguna jalan dan menjadi jalur lalu lintas terpadat membelah dari NAD, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Dan Jalan Lintas Pantai Timur terdapat di provinsi Lampung. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah mulai menambah kapasitas dan jumlah jalan rel khususnya Sumatera terutama di Provinsi Riau. Dengan jumlah penduduk lebih dari jiwa, kepadatan penduduk 55,10 jiwa/km, provinsi Riau merupakan salah satu daerah strategis untuk proyek pengembangan jalan rel. Selain sebagai salah satu penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia dengan produksi barel per tahun, hasil hasil perkebunan seperti kelapa sawit yang menghasilkan ,7 ton per tahun dan karet ,6 ton menjadi bahan pertimbangan dan dasar pengembangan sehingga tidak terjadi kendala dalam hal pendistribusiannya. Selain hal di atas terdapat 109 perusahaan makanan dan minuman, 3 perusahaan industri kertas, perusahaan industri kimia,10 perusahaan industri karet, 1 perusahaan industri kayu dan anyaman dan 8 perusahaan industri alat angkutan. Sektor Perikanan dengan produksi , ton hasil perikanan laut dan budi daya, ,5 ton produksi hasil perairan umum, tambak dan kolam (sumber Riau dalam angka, tahun 007).

3 3 Jalan rel merupakan moda transportasi alternatif jika melihat potensi yang dimiliki Provinsi Riau. Distribusi sumber daya alam seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, dan pertambangan pada saat ini dilakukan melalui angkutan jalan 84,13% untuk angkutan penumpang dan 91,5% untuk angkutan barang. ( Departemen Perhubungan,007). Dari data disebutkan bahwa lebih dari 1000 km jalan di Provinsi Riau rusak. Dengan rincian, jalan nasional sepanjang 116,11 km, 344,56 km (30,58%) rusak dan 68 km belum diaspal. Jalan provinsi sepanjang 16,8 km, 998,18 km rusak dan 1103 km belum diaspal (sumber 007). Selaras dengan itu, perkembangan industri otomotif semakin pesat sehingga memungkinkan diciptakannya kendaraan bermotor untuk mengangkut beban yang jauh lebih besar. Tetapi kemampuan pemerintah untuk meningkatkan daya dukung jalan guna menampung permintaan yang ada sangatlah terbatas sehingga sering terjadi kerusakan jalan lebih cepat dari umur rencana. Maka cara yang dapat dilakukan dalam menangani distribusi angkutan barang ini adalah dengan membuat alternatif moda lain yang mampu difungsikan sebagai angkutan massal yaitu pengembangan jaringan jalan rel di Provinsi Riau. Dan pembangunan jalan rel ini dititik beratkan pada angkutan barang diikuti dengan penyediaan angkutan penumpang. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan jaringan jalan rel di Provinsi Riau antara lain dari aspek ekonomi ialah mendukung pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi Riau yang relatif kurang berkembang karena aksesbilitas dan infrastruktur yang kurang sehingga diharapkan taraf hidup masyarakat bisa meningkat pula. Dari aspek sosial ialah terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat baik pada saat pembangunan maupun pengoperasionalannya. Dan dari aspek transportasi ialah berkurangnya kerusakan konstruksi jalan raya dan pemakaian energi dalam jumlah yang besar dengan adanya perpindahan angkutan barang dari jalan raya ke jalan rel. Pada tulisan ini, penulis akan mencoba mendesain geometri jalan rel ruas Kota Pinang-Menggala sepanjang 69 km pada trase Rantau Prapat Duri. Jalur ini dipilih untuk karena pada lokasi ini terdapat berbagai permasalahan kondisi jalan rel seperti topografi wilayah yang bermacam - macam. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi masukan dan pembanding bagi pemerintah Provinsi Riau untuk pengembangan transportasi jalan rel di Provinsi Riau. 1. Perumusan Masalah Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam proposal Tugas Akhir adalah : 1. Bagaimana trase jalan kereta api yang baik dan efisien untuk jalan ganda?.. Bagaimana bentuk alinemen jalan kereta api yang sesuai dengan persyaratan yang ada?. 3. Merencanakan susunan jalan rel 4. Menghitung volume timbunan yang diperlukan dalan perencanaan. 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini adalah: 1. Merencanakan trase jalan kereta api jalur yang baru dan efisien.. Mendapatkan alinemen geometri jalan kereta api yang sesuai dengan persyaratan. 3. Mendapatkan volume timbunan yang diperlukan dalam perencanaan. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dari Tugas Akhir ini adalah: 1. Data yang dipakai adalah data sekunder. Daerah perencanaan hanya antara Kota Pinang Menggala 3. Dalam tugas akhir ini tidak membahas persinyalan, jembatan maupun infrastruktur kereta api lain (stasiun, dipo, rumah sinyal). 4. Tidak dilakukan perhitungan kekuatan timbunan jalan KA baru. 5. Tidak melakukan perhitungan sistem drainase Manfaat Pada akhirnya setelah menyelesaikan proposal Tugas Akhir ini, diharapkan akan bermanfaat bagi pemerintah sebagai masukan dan pembanding terhadap perkembangan pembangunan perkeretaapian di Provinsi Riau sehingga jaringan jalan rel terintegrasi dengan baik dan masyarakat

4 4 dapat memanfaatkan angkutan ini sebagai alternative. angkutan massal baru yang kedepannya diharapkan juga menjadi angkutan masyarakat antar kota maupun antar provinsi. 1.6 Lokasi Lokasi pembangunan jalur kereta api barada pada km 78. Rencana lokasi dapat dilihat pada gambar 1.1 Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1435 mm yang merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel..1. Lengkung Horisontal Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal terdiri dari garis lurus dan lengkungan. a. Lengkung Lingkaran Dua bagian lurus yang perpanjangannya saling membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung berbentuk lingkaran, dengan atau tanpa lengkunglengkung peralihan. Untuk berbagai kecepatan rencana, besar jari-jari minimum yang diijinkan adalah seperti tercantum dalam tabel berikut: Grafik.1 Grafik Persyaratan perencanaan lengkungan Sumber: hasil perhitungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Geometrik Jalan Rel Geometrik jalan direncanakan berdasar pada kecepatan rencana serta ukuranukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan factor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya..1.1 Lebar Sepur Gambar.1 Lengkung lingkaran

5 5 Dengan satuan praktis: 11,8. V h = R Dimana: R = jari-jari lengkung horisontal (m) V = kecepatan rencana (km/jam) h = peninggian rel dalam lengkung horisontal (maks= 10 mm) Dengan peninggian maksimum, h max = 10 mm maka 11,8. V R = 10. gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung komponen jalan rel: V h a = g 13R W dengan percepatan sentrifugal max 0,0478 g (dimana penumpang masih merasa nyaman) dan peninggian maksimum, h max = 110 mm maka persamaan menjadi: R min = 0,054 V Dimana: a = percepatan sentrifugal (m/dt ) g = percepatan gravitasi (m/det ) b. Lengkung Peralihan Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Panjang minimum dari lengkung peralihan ditetapkan dengan rumus berikut: l l Lh = l 10 R dimana: Lh = panjang minimum lengkung peralihan ( m ) l = panjang proyeksi lengkung peralihan ( mm ) R = jari-jari lengkung horizontal ( km/jam ) c. Lengkung S Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak bersambungan. Antara kedua lengkung yang berbeda ini harus ada bagian lurus sepanjang paling sedikit 0 meter di luar lengkung peralihan. d. Pelebaran Sepur Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah dalam. Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut Tabel.1 Pelebaran Sepur Pelebaran Sepur ( mm ) Jari-jari tikungan ( m ) 0 R > < R > < R > < R > < R > 350 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 Pelebaran sepur maksimum yang diijinkan adalah 0 mm Pelebaran sepur dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. e. Peninggian Rel Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi daripada rel dalam untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta. Peninggian rel dicapai dengan menempatkan rel dalam pada tinggi semestinya dan rel luar lebih tinggi, lihat gambar.6 ( Vrencana ) h normal = 11,8 jari jari Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung peralihan peniggian rel dicapai secara berangsur tepat di luar lengkung lingkaran sepanjang suatu panjang peralihan..1.3 Kelandaian a. Pengelompokan Lintas Berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel dapat dibedakan atas 3 (tiga)

6 6 kelompok seperti yang tercantum pada tabel berikut: Tabel. Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian Sumber:Peraturan Dinas PJKA,1986 b. Landai Penentu Landai penentu adalah suatu kelandaian (pendakian) yang terbesar yang ada pada suatu lintas lurus. Besar landai penentu terutama berpengaruh pada kombinasi daya tarik lokomotif dan rangkaian yang dioperasikan. Untuk masing-masing kelas jalan rel, besar landai penentu adalah seperti yang tercantum dalam berikut Tabel.3 Landai penentu maksimum Kelas jalan Landai penentu rel maksimum (%) ,5,5 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 c. Landai Curam Dalam keadaan yang memaksa kelandaian (pendakian) dari lintas lurus dapat melebihi landai penentu. Kelandaian ini disebut landai curam. Panjang maksimum landai curam dapat ditentukan melalui rumus pendekatan sebagai berikut: I = Va -Vb g (Sk-Sm) dimana: I = panjang maksimum landai curam ( m ) Va = kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam ( m/detik ) Vb = kecepatan minimum di puncak landai curam ( m/dtk ) Vb 0,5 Va g = percepatan gravitasi Sk = besar landai curam ( % ) Sm = besar landai penentu ( % ).1.4 Kelandaian Pada Lengkung atau Terowongan Apabila di suatu kelandaian terdapat lengkung atau terowongan, maka kelandaian di lengkung atau terowongan itu harus dikurangi sehingga jumlah tahanannya tetap..1.5 Lengkung Vertikal Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel tersebut. Alinyemen vertical terdiri dari garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran..1.6 Penampang Melintang Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, dimana terlihat bagianbagian dan ukuran jalan rel dalam arah melintang.. Susunan Jalan Rel..1 Tipe dan karakteristik penampang 1) Tipe rel untuk masing masing kelas jalan tercantum pada tabel berikut: Tabel.6 Kelas Jalan dan tipe relnya. Kelas jalan Tipe rel I R.60/R.54 II R.54/R.50 III R.54/R.50/R.4 IV R.54/R.50/R.4 V R.4 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 ) Karakteristik penampang rel tercantum pada tabel Jenis, komposisi kimia, kekuatan dan kekerasan 1) Jenis Jenis rel yang dipakai adalah rel tahan aus yang sejenis dengan rel WIC WRA ) Komposisi Kimia Komposisi kimia rel tercantum pada tabel berikut Tabel.7 Komposisi kimia rel C 0,60 % - 0,80 % Si 0,15 % - 0,35 % Ma 0,90 % - 1,10 % P Max 0,035 % S Max 0,05 % Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 3) Kekuatan rel Kuat tarik minimum rel adalah 90 kg/mm dengan perpanjangan minimum 10% 4) Kekerasan rel Kekerasan kepala rel tidak boleh kurang daripada 40 Brinell

7 7..3 Jenis rel menurut panjangnya Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu : 1) Rel standar adalah rel yang panjangnya 5 meter ) Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 meter 3) Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya pada tabel Sambungan rel Sambungan rel adalah konstruksi yang mengikat dua ujung rel sedemikian rupa sehingga operasi kereta api tetap aman dan nyaman Macam sambungan Dari kedudukan terhadap bantalan dibedakan dua macam sambungan rel, yaitu : a) Sambungan melayang b) Sambungan menumpu..4. Penempatan sambungan di sepur a ) Penempatan secara siku (gambar 6.11) di mana kedua sambungan berada pada satu garis yang tegak lurus terhadap sumbu sepur. b ) Penempatan secara berselang seling (gambar 6.1) di mana kedua sambungan rel tidak berada pada satu garis yang tegak lurus terhadap sumbu sepur Kedudukan rel Kecuali pada wesel dan di emplasemen dengan kecepatan kereta lambat, rel dipasang miring ke dalam dengan kemiringan 1 : 40 ( gambar 6.13 ) garis netral Gambar.9 Rel dipasang miring ke dalam. Kemiringan (tg α) 1 : Pelat penyambung 1) Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai ukuran yang sama. ) Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi bawah kepala a rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar didapat bidang geser yang cukup. Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada tabel berikut:..5 Wesel Fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur ke sepur yang lain Jenis wesel 1) Wesel biasa (a) Wesel biasa (b) Wesel dalam lengkung ) Wesel tiga jalan (a) Wesel biasa (b) Wesel tergeser 3) Wesel Inggris Wesel inggris adalah wesel yang dilengkapi dengan gerakan gerakan lidah serta sepur sepur bengkok...5. Komponen Wesel a. Lidah Lidah dapat berputar atau berpegas terhadap akarnya dan disebut wesel dengan lidah berputar atau wesel dengan lidah berpegas. Ujung lidah dapat digeser dengan suatu pembalik wesel. Penggeseran lidah itu untuk menghubungkan sepur lurus dengan sepur bengkok. Gerakan itu disebut membalik wesel. b. Jarum dan sayap-sayapnya Jarum adalah bagian wesel yang memberi kemungkinan kepada flens roda melalui perpotongan bidang-bidang jalan yang terputus antara dua rel. c. Rel latak Suatu rel yang diperkuat badannya yang berguna untuk bersandarnya lidah-lidah wesel. d. Rel paksa Dibuat dari rel biasa yang kedua ujungnya dibengkok ke dalam. Rel paksa luar biasanya dibaut pada rel latak dengan menempatkan blok pemisah diantaranya. Jarak rel pasak dengan rel letak adalah 4 mm

8 8 e. Sistem penggerak atau pembalik wesel Pembalik wesel adalah mekanisme untuk menggerakkan ujung lidah..3 Penambat Rel Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. Pada suatu konstruksi penambat rel yang sempurna diperlukan adanya: a) Kekuatan penjepitan ( vertical clamping forces ) b) Kekuatan puntiran ( torsion resistance ) c) Kemampuan menghadapi perambatan ( rail creep resistance ).3.1 Jenis penambat Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastik dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon, maur dan baut. Penambat elastik terdiri atas dua jenis, yaitu penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik tunggal terdiri dari pelat andas, pelat, atau batang jepit elastik, tirpon, mur, dan baut. Penambat elastik ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel, tirpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini tebal karet alas (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan kecepatan maksimum..3. Penggunaan penambat. Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kelas jalan rel. penambat elastik tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan kelas 5 penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5..4 Bantalan Bantalan berfungsi meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja, ataupun beton. Pemilihan didasarkan pada kelas yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia.4.1 Bantalan kayu 1) Pada jalan yang lurus bantalan kayu mempunyai ukuran : panjang = L =.000 mm tinggi = t = 130 mm lebar = b = 0 mm.4. Bantalan baja 1) Pada jalur lurus bantalan baja mempunyai ukuran : Panjang :.000 mm Lebar atas : 144 mm Lebar bawah : 3 mm Tebal baja : minimal 7 mm.4.3 Bantalan beton Pratekan Blok Tunggal Dengan Proses Pretension 1) Pada jalan lurus, bantalan beton pratekan dengan proses pretension mempunyai ukuran panjang : L = 1 + α Ø ) Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg/cm, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari U 4 dan mutu baja prategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar kg/cm.4.4 Bantalan beton Pratekan Blok Tunggal Dengan Proses Posttension 1) Pada jalur lurus, bantalan beton pratekan dengan proses posttension mempunyai ukuran panjang : L = 1 + γ. ) Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg / cm, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari mutu U 4 dan mutu baja prategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar kg/cm.4.5 Bantalan beton Blok Ganda 1) Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai ukuran, sebagai berikut : Panjang = 700 mm Lebar = 300 mm Tinggi rata rata = 00 mm.5 Balas Fungsi utama balas adalah untuk : 1) Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar

9 9 ) Mengokohkan kedudukan bantalan 3) Meluluskan air sehingga tidak penggenangan air disekitar bantalan dan rel..6 Analisa dan perhitungan volume timbunan Pemindahan sejumlah volume tanah akibat adanya perbedaaan ketinggian (ketinggian muka tanah asli dengan ketinggian rencana trase) di suatu tempat BAB III METODOLOGI BAB IV KONSTRUKSI JALAN KA 4.1. Perencanaan Geometrik Jalan KA Perencanaan Lengkung Horisontal Trase Jalan KA PI-1 Awal 1937,777 Mulai Studi Literatur PI-1 719,69 PI- 548,89 Mengumpulkan Data Mendapatkan Bentuk Trase Jalan KA Baru Perencanaan Geometrik Jalan KA baru Penggunaan Jenis Penambat Perencanaan Sambungan Rel Perencanaan Bantalan Perencanaan Balas Analisa Volume Timbunan Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Tan α1 = Δ = 11, ,89 719,691 = α1 = 11,408 Jarak titik awal ke PI-1 = 1937,777 m Jarak titik PI-1 ke PI- = 719, ,89 = 774,514 m V rencana = 00 km/jam R rencana = 4000 m v > h = 11,8. R 00 = 11, = 118 mm < h = 10 mm h V > l Xs l Xs 163, 88meter 144 l l 10 L Ls l R

10 10 163,88 163,88 L Ls 163,88 163, 90meter ,9 k 163, sin 1,174 81, 938meter Ls > s R 1 Ts R p tg k ,9 o s 1, 174 3, Ts ,79 tg 11,408 81, , 5 s R > Lc R p 180 E R 1 11,408 *1, cos Lc 63, 1 meter E , 184 meter 1 cos 11,408 Ls p R 1 cos s Ls 163,9 6 R Ys Ys 1, 119 meter 6 R ,9 p cos 1,174 0, 79 meter Ls k Ls R sin s 40 R mete Ts=481,5 m TS Xs=9,18 m =11,408 o Ys=1,119 m E=0,184 m p=0.79 m SC CS k=81,938 m Lc=63,1 s m s R=4000m R=4000m Ls=163,9m Ls=163.9m ST Gambar 4.1. Skema lengkung horisontal

11 11 Tabel 4.1. Perhitungan lengkung horisontal Pelebaran sepur Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggerser rel dalam ke arah dalam. Pelebaran sepur dilakukan jika jari-jari tikungannya kurang dari 600 meter. Dalam perencanaan ini panjang jari-jari lebih dari 600 meter oleh karena itu tidak diperlukan pelebaran sepur Perencanaan Lengkung Vertikal Trase Jalan KA pada STA Lengkung vertikal berupa busur lingkaran yang menghubngkan dua kelandaian lintas yang berbeda, ditentuka berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian. Besarnya jari-jari lengkug vertikal minimum Tabel 4.3 Hasil perhitungan pada lengkung vertikal 4.. Penentuan profil rel Rel merupakan batang yang dipikul oleh penyangga-penyangga (bantalan), maka rel menderita momen pelengkungan. Oleh karena itu momen perlawanannya harus cukup kuat untuk menahan momen lengkungan tersebut. Semakin berat lalu lintas pada jalan kereta api tersebut maka makin dibutuhkan profil rel yang besar. Persamaan diambil dalam Winkler (1867) P Y = e λx (cos λx - sin λx) k M = P e λx (cos λx + sin λx) 4 dengan: Pd : beban dinamis roda (ton) k : modulus elastisitas jalan rel = 180 kg/cm λ : dumping factor = 4 k /( 4EI ) Ix : momen inersia rel pada sumbu x-x. E : modulus elastisitas rel =,1 x 10 6 kg/cm M = 0 jika cos λx 1 sin λx 1 = 0 x1 = = 4 4 4EI 4 k M maksimum, jika (cos λx 1 sin λx 1 ) = 1, maka Pd Mo = 4 Digunakan tipe rel R 60 dengan kecepatan rencana 00 km/jam. Tekanan gandar 18 ton,

12 1 transformasi gaya statis roda menjadi gaya dinamis roda digunakan persamaan Talbot sebagai berikut: V rencana = 00 km/jam Pd = P + 0,01 P (V-5) Pd = ( 9 + 0, ((00/1.609) 5) ) ton = 19,73707 ton = 19737,07 kg λ = 4 k 4E. Ix 9, cm -4 Mo = = x,1.10 x3055 Pd 19737,07kg = = , x0, cm kg cm MI.y σ = Ix Dimana: P : gaya statis roda (ton) V : kecepatan kereta api (mil/jam) σ : tegangan yang terjadi pada rel MI : 0,85 Mo (akibat super posisi beberapa gandar) Y : jarak tepi bawah rel ke garis netral Ix : momen inersia terhadap sumbu x-x MI.y 0,85*539175,81*8,095 σ = = Ix 3055 σ = 114,38 kg/cm < tegangan ijin rel 135 kg/cm... OK 4.3. Perencanaan Bantalan Data bantalan Diambil data-data bantalan beton prategang monoblock sleeper of German railways. Dimensi: = Perhitungan bantalan Perumusan diambil dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10 Luas: A 1 = (1/ x 65 x 14) + 14 x 170 = 5090 mm = 50,9 cm A = (1/ x 35 x 175) x 150 = 3375 mm = 33,75 cm Inersia: I 1 = (1/1 x 6,5 x 1,4 3 ) + 1/1 x 17 x 1,4 3 = 4500,85 cm 4 I = (1/1 x 3,5 x 17,5 3 ) + 1/1 x 15 x 17,5 3 = 985,5 cm 4 E = 6400 fc ' = = ,343 kg/cm k λ = 4 ; k = modulus elastisitas 4. E. I jalan rel = 180 kg/cm Harga λ: - untuk daerah di bawah rel λ = cm x156767,34 x4500,85 - untuk daerah di tengah bantalan = 180 λ = 4 4x156767,34x985, cm -1 = Momen pada daerah di bawah rel: M = P d 60 % 1 [cosh λa (cos λc 4λ sinh λ L + sin λ L Gambar 4.6.Penampang Melintang Bantalan

13 13 + cosh λ L ) cos λa ( cosh λc + cos λ L ) sinh λa (sin λc + sinh λ L ) sin λa (sin λc + sin λ L )] = 19737,07 x 60% 1 [,64(0,5 + 5,56) 4 x 0,0104 5, ,675 1,47 ( -0,74) 1,3 (0,97 + 6,466) 0,88 (0,03 + 1,675)] = 46355,54 [15,3384 1,85 9,6668 0,6144] = ,871 kg cm < momen ijin = kg cm...ok Momen pada daerah tengah bantalan: M = - P d 60 % 1 [sinh λc (sin λc + λ sinh λ L + sin λ L sin λ ( L -c) + sin λc ( sinh λc + sinh λ ( L -c) + cosh λc cos λ ( L -c) cos λc cosh λ ( L -c)] = ,07 x 60% 1 [0,78 (0,66 + x 0,0131 6, ,516 (0,95) + 0,66 (0,78 + 3,) - 1,7 x 0,31) (0,76 x 3,37) = -6681,17 [1,558 +,64 0,3937,561] = ,71 kg cm < momen ijin = kg cm...ok Tegangan yang terjadi menurut VA Profillidis (006) adalah: P σ = L 3. lexc.( ) 18 =,6 3.(,6 1,0) / 0,3.( ) = 4 t/m < tegangan ijin bantalan = 80 t/m...o Penentuan jarak bantalan Beban gandar 18 ton, jadi beban roda: 9 ton Penentuan jarak antar bantalan menggunakan metoda zimermann (1988) dalam Wahyudi, H (1993) L = M max 4k 10 x 0,5P 8k 7 L direncanakan= 40 cm = a, jadi a = 0 cm 6EI B = 3 a 6 6x,1x 10 x3055cm = 3 (0cm) = kg A = x 50 cm x (0,5 x 60 cm) = cm D = 0,5 x 0,90 x x 8 = cm Dimana: L = jarak antar bantalan P = beban roda σ = tegangan ijin rel = kg/cm B = koefisien lentur rel D = koefisien bantalan D = 0,5 x 0,90 x A x C (untuk gauge 1435 mm) D = 0,5 x 0,95 x A x C (untuk gauge 1067 mm) D = 0,5 x 1,00 x A x C (untuk gauge 600 mm) C koefisien balas pasir = 3 ; kerikil = 5 ; kricak = 8 A = luas bidang pikul bantalan = perletakan x lebar bantalan x 0,5 panjang bantalan k = D B = = 10,81 kg/cm 4

14 14 8k 7 M = *0,5* P* L 4k 10 (8*10,81 7) *0,5*9000* 40 (4*10,81 10) = 177,538 cm σ ijin W M 177,538kgcm 93,7cm 3 M = 603,413 kg/cm σ ijin = 135 kg/cm W. OK Dengan demikian pemakaian rel R-60 dengan jarak bantalan 40 cm dan bahan balas batu pecah dapat diterapkan Susunan Jalan Rel Digunakan sambungan melayang dan penempatan secara siku agar rel lebih elastis. Untuk pelat yang digunakan adalah pelat lurus pada trase yang lurus dan pelat siku pada tikungan Penentuan letak lubang baut. Letak lubang-lubang untuk tempat baut penyambung ditentukan sebagai berikut (dalam Wahyudi, H (1983)) : Diameter oval (w) = baut + ½ Δ L = 30 + ½. 10 = 35 mm Jarak ujung lubang baut paling tepi dari ujung rel (m) adalah: m = ½ ( a + d - w ) = ½ ( ) = 77,5 mm, dibuat m = 7,8 cm dari tepi rel. Dimana: a = jarak antara pusat baut paling ujung dari kedua belah rel d = diameter baut w = diameter baut oval Gaya yang bekerja pada baut penyambung baut pelat penyambung harus kuat menahan gaya sebagai berikut (dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10) : H = T + T M = H (a + b + c) = M + M M = H (a + b) = T x b M = T (a + b) + T x c Dimana : H = gaya lateral yang bekerja di tengah tengah pelat penyambung T, T = gaya tarik baut sebelah luar dan dalam M, M = momen penahan sebelah dalam dan luar pelat penyambung antara pusat tekanan rel yang akan disambung M = momen total arah lateral Dipakai baut dengan diameter () 30 mm, diameter drat ( d ) 3 mm. Luas baut Ac = ¼. π. d = ¼. π. 3 = 415 mm Kekuatan tarik baut No = 0,75 x 4,15 x 4000 = 1450 kg Kekuatan baut akibat beban bolak balik T = 0,5 x No = 0,5 x 1450 kg = 65 kg

15 15 Dipakai rel R-60, tekanan roda = 9000 kg untuk jalan kelas III dengan kecepatan maksimum 00 km/jam. V ren = 00 km/jam Pd = ( ,01 x 9000 (15/1,609 5)) = 15541,9 kg P1 = P tg α = 1 /,75 α =,0 P. cos α = P P1 = P = 0,93 P Q = Pd / = 7770,96 kg H = 1/,75. Q = 1/, ,96 = 85,804 kg Dengan harga a = 5 cm, b = 13 cm, c = 3,5 cm didapat momen yang terjadi pada baut (M) M = H (a + b + c) = 85,804 ( ,5) = 60754,786 kg cm. H = T + T M = H (a + b) = T. b = 85,804 (5 + 13) = 50864,47 kg cm 50864,47 = T. 13 Gaya tarik yang bekerja pada baut sisi tengah (T ) T = 391,65 kg < T...( OK ) Gaya aksial yang bekerja pada baut sisi luar ( T ) T = H T = 571, ,6 = ,848 kg < T ( OK ) Long Welded rail. Rel panjang dibuat dari bebarapa rel pendek yang dihubungkan dengan las di lapangan. Pengelasan dilakukan secara alumino thermit welding. Pada perencanaan ini digunakan rel R-60. Berikut ini disajikan penentuan rel panjang untuk rel tipe R-60. Dilatasi Muai Panjang dilatasi muai ditentukan dengan persamaan berikut (dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10) : ΔL = L. α. ΔT dimana: ΔL : celah pada sambungan rel( mm ), maksimum 10 mm L : panjang rel ( L ) α : koefisien muai rel ( mm/ C ) ΔT : perubahan suhu ( C ) Gaya yang terjadi pada rel menurut hukum Hooke adalah: L. E. A F = L dimana: F : gaya yang timbul akibat pemuaian. E : modulus Young S : luas penampang α : koefisien muail rel ΔT : perubahan suhu Setelah disubtitusikan: F = E. S. α. ΔT Panjang l dapat dihitung dengan persamaan: F E. A.. T L = r r = tg α = gaya lawan bantalan per satuan panjang Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang L > L. Untuk rel R-60 dan menggunakan bantalan beton maka panjang rel panjang dimana L dapat dihitung dengan persamaan: 6 5,1.10 x76,87x1,.10 x(46 4) L = 450 = 94,7 m Panjang rel minimum rel panjang R-60 dengan bantalan beton = x 1 = x 94,7 = 189,4 m. Dibulatkan kelipatan 5 m menjadi 50 m. Untuk menyambung rel-rel pendek menjadi rel panjang digunakan las Penambat Rel Pada perencanaan jalan rel ini digunakan bantalan beton. Semakin tinggi kecepatan kereta, makin besar beban gandar yang dipakai maka gaya-gaya yang bekerja terhadap penambat akan semakin besar sehingga menimbulkan vibrasi yang besar pula. Untuk mencegah bantalan dari kerusakan

16 16 akibat adanya getaran (vibrasi) dengan frekuensi tinggi akibat kereta yang bergerak maka digunakan penambat elastis yang dapat mengurangi pengaruh vibrasi pada rel terhadap bantalan. Faktor- faktor penggunaan penambat antara lain: - Pengalaman pemakaian - Besarnya gaya jepit (clamping force) - Besarnya nilai rangkak (creep resistance) - Kemudahan perawatan - Pemakaian kembali, jika terjadi pergantian rel - Umur dan harga penambat Pada umumnya ada macam sistem penambat elastis: a. penambat elastis tunggal. b. Penambat elastis ganda, Penambat elastik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Daya jepit yang dihasilkan sendiri. Termasuk jenis ini adalah Dorken, Pandrol dan DE Spring Clip b. Daya jepit dihasilkan oleh bantalan mur-baut atau tirpon. Termasuk jenis ini adalah Nabla dan tipe F Selain itu dapat menahan getaran penambat elastik juga mampu menghasilkan gaya jepit (clamping force) yang tinggi dan juga mampu memberikan perlawanan rangkak (creep). Pada penambat elastik ganda selain dipasang penambat elastik dipasang juga alas karet (rubber pad). Pada jalan kereta api ini digunakan penambat elastik jenis pandrol agar memudahkan dalam pemeliharaan. Daya jepit yang mampu dihasilkan penambat ini adalah 4,5 KN (.498 kg) perpasang. Alas karet yang dipasang harus mampu menahan gaya rangkak (creep) meredam tegangan gaya vertikal yang bekerja ke arah bawah, melindungi permukaan bantalan, serta mempunyai daya listrik yang cukup untuk pemisah rel dari bantalan. Perhitungan: - Alat penambat elastis : Pandrol clip tipe PR Daya jepit : 498 kg/pasang - Jumlah pandrol tiap,0 m ( jarak gandar ) 0 n = = 5,5 6 pasang 40 Kuat jepit pandrol = 6 x 498 = kg/pasang - Gaya yang terjadi pada alat penambat : a. Akibat pemuaian ( sepanjang daerah muai 50 m ) L. E. A F 1 = L = 10, *, * 64,34 50 F 1 = 63,8 kg Tiap jarak gandar (,0 m ) F 1 = 63,8 x, = 54,84 kg 50 b. Akibat beban roda F = f * Pd f = koefisien geser rel yang tergantung pada kecepatan kereta api. V = 00 km/jam f = 0,58 V ren = 00 km/jam F = 0,58 [ , ((00/1,69) 5)] F = 0,58 [ 1900,88 ] = 11136,51 kg Ft = F 1 + F = 54, ,51 = 11191,35 kg < ( kuat jepit kg )...OK Jadi penambat jenis pandrol dapat digunakan dalam perencanaan ini 4.6. Pemasangan rel Rel merupakan material yang dibuat dari logam yang dapat berubah panjangnya akibat perubahan suhu. Untuk menampung perubahan panjang rel ini maka pada sambungan rel perlu diberikan celah. a. Celah untuk rel standart dan rel pendek. Untuk menghitung lebar celah pada rel pendek digunakan persamaan :

17 17 G = L x α x (40-t) + Dimana: L : panjang rel α : koefisien muai rel t : suhu pemasangan Untuk rel dengan panjang 5 m lebar celah pada pemasangan pada suhu 8 C dihitung sebagai berikut: G = 5000 x 1,15 x 10-5 x (40-8) + = 5,45 mm b. Rel panjang Untuk menghitung lebar celah pada rel panjang digunakan persamaan sebagai berikut: E x A x α x (50-t) G = + x r Pada perencanaan ini rel panjang R-60 panjangnya 00 m. Lebar celah pada suhu pemasangan 8 C adalah:,1 x 10 4 x 76,87 x 1,15 x 10-5 x (50-8) G = + x 450 = 11,98336 mm 4.7. Perencanaan balas Balas merupakan terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu-lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentuknya harus baik. Berdasarkan Penjelasan Peraturan Dinas no.10 dan VA Profillidis (006) : Lapisan balas atas Tebal balas atas terdiri dari batu pecah yang keras dengan bersudut tajam. Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik. Tebal balas atas dirumuskan sebagai berikut: Menurut Wahyudi (003) dirumuskan sebagai berikut: S w Db = Db = tebal ballas minimum S = jarak bantalan w = lebar bantalan Dari data perhitungan diperoleh jarak bantalan (S) adalah 40 cm dan jarak bantalan (w) adalah 30 cm maka tebal ballas adalah S w Db = = = 5 cm Menurut British regulation tebal ballas dapat diperoleh dari tabel Line speed (km/h) Yearly line tonnage Ballast thickness (m) (million tons) all 0, > 1 million 0, million 0, < million 0, > 1 million 0, < 1 million 0,3 < 80 > million 0,3 < 80 < million 0, ( concrete sleepers) < 80 < million 0,15 (timber sleepers) Sumber: Railway management and engineering Maka dengan kecepatan rencana 00 km/jam maka diperoleh tebal ballas minimum adalah 0,38 m = 38 cm. Menurut French specificaitons tebal ballas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kualitas tanah dan bearing capacity. Jenis bantalan 3. Karakteristik track ( traffic load dan axle load) 4. Volume pemeliharaan track 5. Kecepatan kereta 6. Menggunakan atau tidak geotextile. Biasanya dirumuskan e = ballas + subballas, yang mana tebal subballas biasanya ditetapkan 0,15 m. Sehingga diperoleh rumus untuk tebal ballas:

18 18 e(m) = N(m) + a(m) +b(m) +c(m) +d(m) +f(m) +g(m) dimana e= tebal ballas N (parameter kualitas subgrade) - 0,70 untuk bad subgrade (S 1 ) - 0,55 untuk medium subgrade (S ) - 0,45 untuk good subggrade (S 3 ) a= parameter traffic load - 0 untuk kelas I dan II dengan V> 160 km/ jam - -0,05 untuk kelas III dan IV - -0,10 untuk kelas V - -0,15 untuk kelas VI b= parameter jenis bantalan - 0 untuk bantalan kayu dengan panjang L=,60 m - (,50-L)/ untuk bantalan beton c= volume maintenance work - 0 untuk medium volume maintanance - -0,10 untuk high volume maintanance kelas I V - -0,05 untuk high volume maintenance kelas VI d= nilai axle load - 0 untuk Q = 17,5-0 ton - 0,05 untuk Q =,5 ton - 0,1 untuk Q = 5 ton - 0,5 untuk Q = 30 ton f= kecepatan kereta - 0 untuk V<160km/jam dan subgrade S 1 dan S - 0 untuk high speed dan subgrade S 3-0,05 untuk high speed dan subgrade S - 0,10 untuk high speed dan subgrade S 1 g= penggunaan geotextile - 0 untuk tidak menggunakan geotextile Dari data perhitungan sebelumnya direncanakan menggunakan V rencana 00 km/jam, medium subgrade, bantalan beton dengan panjang,60m, axle load 18 ton dan tidak menggunakan geotextile sehingga diperoleh e adalah: e(m) = N(m) + a(m) +b(m) +c(m) +d(m) +f(m) +g(m) = 0, (,50-,60)/ + (-0,10) = 0,40 m e(m) = ballas + subballas 0,40 = ballas + 0,15 Ballas = 0,40 0,15 = 0,5 m Dari beberapa metode di atas maka diambil tebal ballas yang paling maksimum sehingga didapat tebal ballas adalah 0,38 m atau dibulatkan menjadi 0,40 m 4.7. Lapisan balas bawah Akibat penyebaran tekanan, maka lapisan balas bawah menerima tekanan yang lebih kecil daripada yang dipikul oleh lapisan balas atas. Lapisan balas bawah terdiri dari pasir kasar. Tebal lapisan balas bawah dihitung dengan persamaan dari Peraturan Dinas no.10 yaitu: 1) Ukuran terkecil dari tebal lapisan balas bawah (d) dihitung dengan persamaan d = d d1 > 15 (cm) di mana d dihitung dengan persamaan : d = t 1 10 o 1 dihitung dengan menggunakan rumus Beam on elastic foundation yaitu : Pd 1 o 1 = ( cosh λ a) b (sin L sinh L) (cos λ c + cosh λ 1) + cos λ a (cosh λ c + cos λ 1) + sinh λ a (sin λ c sinh λ 1) sin λ a (sinh λ c sin λ 1)] V Pd = [ P + 0,01 P ( ( ) 5 ) 1,6 Dimana : Pd = Beban roda akibat beban dinamis P = Beban roda akibat beban statis V = Kecepatan kereta api (km/jam) % Beban = Prosentase beban yang masuk ke dalam bantalan λ = 4 k /(4 EI ) k = b x ke

19 19 dimana : b = lebar bawah bantalan (cm) ke = modulus reaksi balas (kg/cm 3 ) El = kekakuan lentur bantalan (kg/cm ) l = panjang bantalan (cm) a = jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan (cm) c = setengah jarak antara sumbu vertikal rel (cm) ) Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah dihitung dengan persamaan Dari perhitungan tabal lapisan balas bawah didapat nilai 1 sebesar 16,133 kg/cm sehingga, 58x14,451kg/ cm = 1, = 1,873 kg/cm < 1,4 kg/cm...ok BAB V ANALISA GALIAN DAN TIMBUNAN 5.1 Bentuk Potongan Galian dan Timbunan a) Pada sepur lurus : (lihat gambar 4.8) k1 > b + d l + m b) Pada tikungan : (lihat gambar 4.9) k1d = k1 k1l = b + dl + m + e e = (b + 1/ ) x h/1 + t dimana : l = jarak antara kedua sumbu vertikal rel (cm) t = tebal bantalan (cm) h = peninggian rel (cm) harga m berkisar antara 40 cm sampai 90 cm Tegangan yang terjadi pada tanah dasar Menurut Wahyudi (1993) dalam Jalan Kereta Api (Struktur dan Geometrik Jalan rel) disebutkan bahwa tegangan ijin maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 1,4 kg/cm. Untuk menghitung tegangan yang terjadi pada tanah dasar dipakai persamaan dari Japan Nasional railway (JNR) sebagai berikut: 58 1 = 1,35 10 d Dimana: d : tebal balas total (cm) 1 : tegangan yang diturunkan dari persamaan balok diatas bidang elastis : tegangan yang terjadi pada tanah dasar 1 : 0,5 1 : 1,5 ELEVASI RENCANA GAMBAR POTONGAN TIMBUNAN ELEVASI TANAH ASLI ELEVASI RENCANA GAMBAR POTONGAN GALIAN 5. Perhitungan Galian Dan Timbunan Jalan Untuk menghitung volume galian dan timbunan jalan, dalam Tugas Akhir ini jalan dibagi menjadi beberapa segmen yaitu per 100 meter, sesuai dengan gambar potongan melintang jalan yang juga diambil setiap 100 meter. Untuk bagian lereng diambil kelandaian :3 untuk timbunan dan 1:0,5 untuk galian dengan asumsi menggunakan tanah asli sesuai dengan Spesifikasi Penguatan Tebing (NO.11 /S/BNKT/ 1991, Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota). Dan untuk perhitungan luas galian dan timbunan ini diambil dari pengukuran luas dari gambar dalam program AutoCAD dengan skala 1:100. Dan berikut ini adalah perhitungan galian dan timbunan untuk segmen 1 (STA s.d 0+100). 1 : 1,5 1 : 0,5 ELEVASI TANAH ASLI

20 0 Pada gambar pot. melintang STA , didapat : h skala = 15 m = 1 m aktual Luas galian = 0.00 cm = 0.00 m aktual Luas Timbunan = 1,059 m aktual Tabel 5.1 Perhitungan Vol. Galian Dan Timbunan Pada gambar pot. melintang STA , didapat : H skala = 15 m = 1 m aktual Luas galian = 0.00 m aktual Luas Timbunan = 1,059 m aktual Perhitungan galian : Luas galian rata-rata segmen 1 : 0 0 A rata-rata = 0.00 m Volume galian segmen 1 : Vol A L = galian 0.00 m 3 rata rata Perhitungan timbunan : Luas timbunan rata-rata segmen 1 : A rata-rata = m Volume timbunan segmen 1 : Vol timbunan Arata rata L =105,9 m 3 Untuk selengkapnya, perhitungan volume galian dan timbunan per segmen jalan dengan menggunakan program Microsoft Excel dapat dilihat pada Tabel 5.1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Konstruksi KA : Perencanaan geometrik sesuai dengan perhitungan yang telah ditabelkan. Kecepatan rencana 00 km/jam sehingga membutuhkan jari-jari lengkung yang besar yakni 4000 m. Rel yang digunakan adalah rel tipe R- 60 dengan menggunakan bantalan beton menurut standar monoblock sleeper of German railway dengan

21 1 panjang,60 m dan menggunakan penambat elastik pandrol dengan jarak 40 cm. Tebal lapisan balas atas 40 cm dan balas bawah 80 cm dengan penampang melintang sesuai dengan gambar perencanaan.. Lebar Sepur Dalam perencanaan ini digunakan lebar sepur (track gauge) e = 1435 mm. 3. Volume galian dan timbunan Berdasarkan potongan melintang jalan tiap segmen, dimana panjang segmen yang diambil setiap 00 m. Dari perhitungan, didapatkan hasil sebagai berikut : Volume galian= ,79 m³ Volumetimbunan= ,64 m 6. Saran Setelah melakukan serangkaian perencanaan dalam tugas akhir ini, saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut : 1. Penentuan kecepatan rencana hendaknya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, kelas jalan, medan jalan karena sangat mempengaruhi hasil perencanaan.. Untuk alinyemen vertikal, kelandaian maksimum sebaiknya lebih kecil dari 1 % dengan memperhatikan bentuk kontur eksisting tanah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi volume galian dan timbunan yang besar. 3. Perlu dilakukan studi kelayakan yang mendalam, mengingat trase ini tepat berada tepat di sebalah Jalan Lintas Limur Sumatera yang notabenenya masih menjadi media tranportasi favorit masyarakat

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (014) 1-5 1 PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN Aria Dwipa Sukmana, Budi Rahardjo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO Rifchi Sulistia Rosadi, Anak Agung Gde Kartika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG

DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 DESAIN GEOMETRIK, STRUKTUR BESERTA PERKIRAAN BIAYA PERENCANAAN JALAN REL SEBAGAI ALTERNATIF TRANSPORTASI ANGKUTAN TAMBANG PASIR DI KABUPATEN LUMAJANG Dodik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL BAB I PENDAHULUAN 1.1. PERENCANAAN JALAN REL Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan barang dan atau penumpang dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan komponen struktur jalan rel dan kualitas rel yang baik berdasarkan standar yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 PERENCANAAN PENGAKTIFAN KEMBALI JALUR REL KERETA API LINTAS ALTERNATIF CIREBON-KADIPATEN STA 0+100-8+700 MENGGUNAKAN MODA TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui kriteria yang perlu diperhatikan untuk merencanakan

Lebih terperinci

Geometri Jalan Rel. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Geometri Jalan Rel. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Geometri Jalan Rel Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Geometri Jalan Rel Meliputi bentuk dan ukuran jalan rel, pada arah memanjang-melebar, yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung horizontal dan vertikal,

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 4 : Penambat rel dan balas PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 4 : Penambat rel dan balas PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 4 : Penambat rel dan balas OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dari komponen penambat dan balas Mahasiswa dapat menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari jenis penambat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Struktur Jalan Rel Struktur Atas Struktur Bawah Struktur jalan rel adalah struktur elastis dengan pola distribusi beban yang rumit

Lebih terperinci

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL KULIAH PASAANA TANSPOTASI PETEMUAN KE-8 PEENCANAAN GEOMETIK JALAN EL 1. Standar Jalan el A. KETENTUAN UMUM Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geometrik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui prinsip pembebanan yang bekerja pada struktur jalan

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

Penambat. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Penambat. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Penambat Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Penambat rel Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. Jenis

Lebih terperinci

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan NURMAN NUGRAHA 1,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) Wilton Wahab 1 * dan Sicilia Afriyani 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030 telah direncanakan program jangka panjang pembangunan Trans Sumatera Railways yang membentang dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api Perencanaan jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Struktur jalan rel merupakan

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Mengikat rel, sehingga lebar sepur terjaga Meneruskan beban dari rel ke lapisan balas Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA 2 Kayu Beton

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. STRUKTUR JALAN REL Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG Oleh : AGUS BUDI SANTOSO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA ABSTRAK Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III STRUKTUR JALAN REL

BAB III STRUKTUR JALAN REL BAB III STRUKTUR JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui definisi, fungsi, letak dan klasifikasi struktur jalan rel dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1. Kelas jalan rel lebar jalan rel 1067 mm

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1. Kelas jalan rel lebar jalan rel 1067 mm A. Struktur Jalan el BAB III LANDASAN TEOI Struktur jalan rel adalah suatu kontruksi jalan sebagai prasarana atau inrastruktur dalam struktur perjalanan kereta api, seperti yang tertuang pada Peraturan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalan Rel Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Desain konstruksi jalur rel kereta api harus direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis, dengan harapan mampu memberikan desain yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian atau studi yang direncanakan berada di jalur kereta api Lintas Muara Enim Lahat, yaitu dimulai dari Stasiun Muara Enim (Km 396+232) sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini akan dipaparkan melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : MULAI DATA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL PEENCANAAN GEOMETI JALAN EL Dasar prencanaan Geometri jalan rel: Kecepatan rencana dan ukuran kereta/lok yang akan melewatinya dengan memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN DAN PEMBEBANAN NYA 1.1 STRUKTUR JALAN Struktur jalan rel adalah struktur elastis, dengan pola distribusi beban yang cukup rumit, sebagai gambaran adalah tegangan kontak antara

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRI JALAN REL MENGGUNAKAN BENTLEY MXRAIL

PERANCANGAN GEOMETRI JALAN REL MENGGUNAKAN BENTLEY MXRAIL Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 PERANCANGAN GEOMETRI JALAN REL MENGGUNAKAN BENTLEY MXRAIL GIGA NOVAGUSNI 1, SOFYAN TRIANA 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan desain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Moda transportasi kereta api dalam menjalankan fungsinya sebagai salah satu moda transportasi untuk orang dan barang mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

REL. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

REL. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. REL Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Rel Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan menggelindingnya roda kereta api dan untuk meneruskan beban dan roda kereta api kepada bantalan Rel berguna untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 KM 197+285 ) TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan yang konstruksinya ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan yang konstruksinya ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Light Rail Transit (LRT) Kereta api ringan dikenal juga sebagai LRT sebagai singkatan Light Rail Transit adalah salah satu sistem Kereta Api Penumpang yang beroperasi dikawasan

Lebih terperinci

Lengkung lingkaran untuk berbagai kecepatan rencana besar jari-jari minimum yang diijinkan ditinjau dari:

Lengkung lingkaran untuk berbagai kecepatan rencana besar jari-jari minimum yang diijinkan ditinjau dari: Lengkung Horisontal Lengkung lingkaran untuk berbagai kecepatan rencana besar jari-jari minimum yang diijinkan ditinjau dari: 1. Gaya sentrifugal diimbangi sepenunya ole gaya berat. G. Sin α C. Cos α C.

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 7 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, nonteknis

Lebih terperinci

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN Ahmadi : 1213023 (1) Bambang Edison, S.Pd, MT (2) Anton Ariyanto, M.Eng (2) (1)Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pasir

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK DATA PERENCANAAN : Panjang jembatan = 20 m Lebar jembatan = 7,5 m Tebal plat lantai = 20 cm (BMS 1992 K6 57) Tebal lapisan aspal = 5 cm (BMS 1992 K2 13) Berat isi

Lebih terperinci

berlaku yang memenuhi syarat teknis jalur kereta api. PENDAHULUAN

berlaku yang memenuhi syarat teknis jalur kereta api. PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang harus didukung dari berbagai proses pembangunan. Dengan perkembangan pembangunan yang baik akan meningkatkkan perekonomian

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 50) Lengkung Geometrik PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL MAGISTER TEKNIK JALAN RAYA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN Lengkung busur lingkaran sederhana (full circle)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN B. RUMUSAN MASALAH A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN B. RUMUSAN MASALAH A. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Transportasi memiliki peran sangat penting dalam memajukan sebuah negara, dimana transportasi berfungsi sebagai penggerak perekonomian suatu wilayah, penyedia interaksi sosoial,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Ferdiansyah Septyanto, dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1 PENDAHULUAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan menyangkut tanah yang diperkuat (diperkeras)

Lebih terperinci

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB VII BANTALAN REL

BAB VII BANTALAN REL BAB VII BANTALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui pengertian, fungsi, bentuk dan sifat bantalan rel untuk struktur jalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR FATKHUL MUIN (1) ARIE SYAHRUDDIN S, ST (2) BAMBANG EDISON, S.Pd, MT (2) ABSTRAK Kabupaten Berau adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Bayu Chandra Fambella, Roro Sulaksitaningrum, M. Zainul Arifin, Hendi Bowoputro Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

1. BAB III LANDASAN TEORI. A. Struktur Jalan Rel

1. BAB III LANDASAN TEORI. A. Struktur Jalan Rel 1. BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalan Rel Kereta api dalam menjalankan fungsinya sebagai saran transportasi bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya berjalan di atas jalan rel. Untuk menjaga supaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beban Lalu Lintas Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan gaya tekan pada sumbu kendaraan. Gaya tekan sumbu selanjutnya disalurkan ke permukaan perkerasan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN BANTALAN BETON MONOBLOK DENGAN PROSES PRETENSION DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1. TINJAUAN UMUM Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang dewasa ini cukup tinggi menyebabkan mobilitas massa meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun meningkat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan atas jalan kereta api terdiri dari:

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan atas jalan kereta api terdiri dari: BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalan Rel Susunan jalan rel harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di Perkeretaapian Indonesia. Dalam perencanaan jalan kereta api ini, akan mengacu pada

Lebih terperinci