BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
|
|
- Sonny Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian negara akan sangat ditentukan oleh keberadaan sumber daya yang dimiliki, baik itu berupa sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Sumber daya merupakan asset yang harus sedemikian rupa dimanfaatkan keberadaannya dan dikelola secara optimal, melalui suatu bentuk regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah, sehingga hal tersebut dapat memiliki nilai guna dan manfaat yang akan berdampak positif terhadap masyarakat. Sumber daya manusia yang berkualitas akan berdampak pada nilai jual dan pendapatan yang diperoleh. Sumber daya manusia di usia produktif yang dinamakan angkatan kerja, harus secara baik dipersiapkan untuk dapat berkompetisi di dunia kerja, baik itu di dalam maupun di luar negeri. Saat ini, kompetisi di dunia kerja sangatlah ketat. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia tidak cukup menjanjikan, ketersediaan lapangan kerja yang memadai dibandingkan dengan pencari kerja yang sangat dominan banyaknya. Pertumbuhan angkatan kerja dari tahun ke tahun menunjukan kenaikan yang cukup signifikan, sehingga diperlukan alternatif lain, yaitu ketersediaan lapangan pekerjaan untuk dapat menyerap angkatan kerja yang ada. Menurut data Badan Pusat Statistik, Indonesia berada pada peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar mencapai 253,60 juta jiwa setelah Negara China, India dan Amerika Serikat. Dengan banyaknya jumlah penduduk, Indonesia dihadapkan pada permasalahan penyediaan lapangan kerja. Permasalahan tenaga kerja yang dihadapi Indonesia ini cukup sulit. Kepala Subbidang Direktorat Jendral (Kasubbid Ditjen) Bina Penta Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Hari Sapto di padang, Rabu (22/7) mengatakan, Persoalan yang dihadapi adalah tidak berimbangnya kebutuhan angatan kerja
2 dengan kesempatan kerja yang tercipta, sehingga perlu segera diantisipasi. ( Tingkat pengangguran pada februari 2014 mencapai 7,2 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT februari 2014 sebesar 5,70 persen turun dari TPT Agustus 2013 sebesar 6,17 persen dan TPT Februari 2013 sebesar 5,82 persen. Pada februari 2014, TPT untuk pendidikan Sekolah Menenagah Atas menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 9,10 persen disusul oleh TPT Sekolah Menengah Pertama sebesar 7,44 persen, sedangkan TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 3,69 persen. Jika dibandingkan keadaan Februari 2013, TPT pada semua tingkat pendidikan mengalami penurunan kecuali pada tingkat pendidikan SD ke bawah. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (1) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Periode Tahun 2012 s.d 2014 (Persen) (2) Februari (3) Agustus (4) Februari (5) Agustus (6) Februari SD ke bawah 3,59 3,55 3,51 3,44 3,69 Sekolah Menengah Pertama 7,76 7,75 8,17 7,59 7,44 Sekolah Menengah Atas 10,41 9,63 9,39 9,72 9,10 Sekolah Menengah Kejuruan 9,50 9,92 7,67 11,21 7,21 Diploma I/II/III 7,45 6,19 5,67 5,95 5,87 Universitas 6,90 5,88 4,96 5,39 4,31 Jumlah 6,24 6,07 5,82 6,17 5,70 Sumber: Berita Resmi Statistik No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014 Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan September 2014 sebanyak orang (9,18 %). Mengalami penurunan sebesar orang dibandingkan kondisi pada bulan Maret 2014 yang berjumlah orang (9,44 %). Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan turun sebesar 0,47 persen (dari 11,35 % menjadi 2
3 10,88 %) sedangkan di daerah perkotaan turun 0,15 persen ( dari 8,47 % menjadi 8,32 %). Secara absolut selama periode Maret 2014 September 2014, penduduk miskin di pedesaan berkurang orang (dari orang menjadi orang) sementara di perkotaan turun sebanyak orang (dari orang menjadi orang). Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan September 2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 39,75 persen. Ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2014 (40,41 %). Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan September 2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 60,25 persen. Ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2014 (59,59 %). (sumber: BPS provinsi Jawa Barat) Situasi ketenagakerjaan di Indonesia masih ditandai dengan tingginya tingkatpengangguran terbuka, kemiskinan dan masih lambatnya daya serap tenaga kerja di lapangan kerja formal. Lapangan kerja yang cukup tersedia adalah di sektor informal umumnya dicirikan dengan produktivitas dan pendapatanyang rendah.rendahnya produktivitas dan pendapatan mendorong sebagian warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri yang disebut dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Salah satu alternatif penyediaan lapangan pekerjaan yang tidak tersedia di dalam negeri adalah dengan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Keberadaan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri banyak membantu kehidupan masyarakat, terutama masyarakat miskin yang tidak memiliki pilihan hidup yang lebih baik untuk bekerja di dalam negeri guna menopang perekonomian keluarga. Seperti diketahui kebijakan Pemerintah untuk memfasilitasi penempatan tenaga kerja ke luar negeri merupakan salah satu upaya untuk mengatasi atau mengurangi jumlah pengangguran. Kebijakan ini juga dalam rangka mewujudkan hak serta kesempatan yang sama bagi setiap warga negara baik laki-laki atau perempuan sebagai tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan TKI membawa keuntungan bagi Pemerintah Indonesia. Berapa banyak devisa yang disumbang TKI setiap tahunnya. Bahkan TKI merupakan sumber devisa terbesar kedua setelah migas. 3
4 Bank Indonesia mencatat, jumlah kiriman uang warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (remitansi) TKI mencapai US$ 8,2 miliar atau sekitar Rp 8,2 triliun pada tahun 2009 (Media Indonesia, 5 Maret 2010). Remitansi memang menjadi indikator penting keberhasilan seorang TKI, karena sejak awal motif ekonomi merupakan alasan utama.karena alasan itulah, pemerintah mempunyai andil yang besar dalam peningkatan TKI ke luar negeri. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini jumlah penempatan tenaga kerja luar negeri Indonesia berdasarkan Provinsi pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun Tabel 1.2 Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Provinsi Periode Tahun 2011 s.d 2014 No Provinsi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur NTB Lampung Bali DKI Jakarta Sumatera Utara Banten Sulawesi Selatan Kalimantan Barat NTT DI Yogyakarta Sumatera Selatan Sumatera Barat Sulawesi Utara Kepulauan Riau Sulawesi Tengah Jambi Aceh Kalimantan Selatan Riau Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
5 26 Bengkulu Maluku Bangka Belitung Papua Kalimantan Tengah Maluku Utara Papua Barat Gorontalo Total Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi (PUSLITFO BNP2TKI) Pada tabel tersebut terlihat bahwa Jawa Barat mendominasi asal TKI Indonesia yaitu sebanyak pada tahun 2011, pada tahun 2012, pada tahun 2013 dan orang pada tahun Dimana 21 persennya TKI berasal dari daerah Indramayu, disusul Cirebon, Cianjur dan Sukabumi. Berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini, jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri berdasarkan jenis kelamin pada Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 sampai Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Provinsi Jawa Barat dan Jenis Kelamin Periode 2011 s.d 2014 Jenis Tahun Kelamin 2011 % 2012 % 2013 % 2014 % Laki-Laki Perempuan Total Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi (PUSLIFO BNP2TKI) Dapat dilihat bahwa jumlah tenaga Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2011 jumlahnya tinggi sebesar orang dan menurun pada tahun 2012 sebanyak orang, tetapi naik kembali jumlahnya di tahun 2013 yaitu sebesar orang dan turun kembali jumlahnya pada tahun 2014 yaitu sebesar
6 Dibawah ini terdapat tabel penempatan tenaga kerja luar negeri Indonesia berdasarkan sektor pekerjaan dan berdasarkan Provinsi pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun Tabel 1.4 Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Provinsi Jawa Barat dan Sektor Pekerjaan Periode 2011 s.d 2014 SEKTOR TAHUN 2011 % 2012 % 2013 % 2014 % Formal , Informal , Total , Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi (PUSLIFO BNP2TKI) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja ke luar negeri hampir lebih dari 70 persen bekerja di sektor informal seperti penata laksana rumah tangga, pengasuh bayi dan balita, serta perawat orang lanjut usia (jompo). TKI yang bekerja di sektor formal seperti di perkebunan kelapa sawit, industri dan jasa perdagangan hanya sekitar 30 persen, TKI yang bekerja di sektor formal relatif rendah disebabkan oleh tingkat pendidikan TKI. Para TKI yang bekerja di luar negeri tentu saja tidak hanya membutuhkan keterampilan yang memungkinkanya memiliki kepiawaian dalam bekerja saja, akan tetapi lebih jauh diperlukan suatu komitmen dari pemerintah bagaimana para TKI di berdayakan, selepas mereka bekerja di luar negeri. Maka dari itu Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memperhatikan kesejahteraan para mantan TKI atau tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan sudah pulang ke tanah air (TKI Purna) agar kehidupan dan kesejahteraan mereka terus membaik. Khusunya di Jawa Barat karena memiliki tingkat kemiskinan yang relatif tinggi dan dengan jumlah TKI yang juga tinggi. 6
7 Pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan yang mendorong semua potensi dapat dimanfaatkan secara optimal. Potensi ekonomi yang dimiliki para TKI selama mereka bekerja di luar negari adalah potensi peningkatan ekonomi keluarga. Akan tetapi, pemanfaatan yang kurang tepat, ternyata hanya mendorong pola hidup konsumtif, sehingga posisi demikian tidak melepaskan mereka dari lingkaran kemiskinan. Tetapi tidak sedikit juga TKI Purna yang berhasil mengelola usaha dengan baik dan dapat berkembang sehingga dapat membantu mempekerjakan tenaga kerja sekitarnya. Para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri berkesempatan untuk mengumpulkan uang dan menabung. Para TKI tersebut harus mempunyai rencana ke depan untuk membuka usaha di kemudian hari setelah kembali dari bekerja di luar negeri dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarganya. Bagi TKI yang telah kembali ke tanah air (TKI Purna), tabungan dari penghasilan selama bekerja dapat digunakan sebagai modal untuk membuat lapangan kerja baru di lingkungan keluarga. Pada kenyataannya masih banyak TKI yang bekerja di luar negeri yang tidak bisa hidup hemat dan mengatur keuangannya. Salah satu perilaku boros para TKI, yaitu selalu membeli dan mengganti barang-barang elektronik seperti handphone dan gadget lainnya, kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Gatot Abdullah Mansyur ketika berdialog dengan 132 orang TKI di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK- LN) milik PT Gunaawan Sukses Abadi di Surabaya, Jawa Timurr, Jumat (18/7). ( Mereka cenderung konsumtif karena belum berfikir memanfaatkan uang untuk modal usaha dan memperbaiki perekonomian keluarga mereka. Perilaku boros mencerminkan hidup yang tidak baik.dengan demikian perekonomian keluarga para TKI secara konsisten tidak beranjak menjadi lebih baik. Dengan adanya fenomena diatas, Pemerintah menetapkan program pelatihan pemberdayaan TKI Purna, dimana akan mendorong atau memotivasi 7
8 para TKI purna ini menjadi wirausaha ekonomi yang mandiri di lingkungannya. Dalam hal ini, Pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam upaya memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para TKI purna yakni pelatihan edukasi keuangan serta pelatihan kewirausahaan. Pada tingkat pusat dilakukan kerja sama antara Kemenakertrans, BNP2TKI serta Bank Indonesia untuk financial education. Sedangkan untuk pelatihan kewirausahaan dilakukan kerja sama antara Kemenakertrans dan Dinas Tenaga Kerja Daerah, agar bisa berjalan lancar dan sukses, Program ini juga melibatkan pihak perbankan atau lembaga keuangan mikro, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dalam program ini BNP2TKI bertugas mengadakan pelatihan bagi mantan TKI atau TKI Purna untuk berkembang sebagai wirausaha. Tidak hanya memberikan bimbingan teknis (Bimtek) dan pelatihan TKI purna, pihak BNP2TKI juga memberikan bantuan permodalan secara langsung kepada beberapa mantan TKI untuk menjalankan kegiatan usaha. Selain bersifat sebagai pembangkit motivasi BNP2TKI juga mendampingi para TKI purna dalam merencanakan bentuk usaha yang akan dijalankan. Jenis-jenis pelatihan wirausaha yang dilakukan meliputi budidaya ayam, sapi, dan kambing, usaha konveksi, menjahit dan bordir, pelatihan tata rias pengantin, tataboga, bengkel motor, sablon dan percetakan, pengelasan, kontruksi skala kecil, dan lainnya. Selain itu juga diharapkan dapat mengajarkan kepada para TKI purna peserta pelatihan tentang cara mendapatkan bantuan atau pinjaman lunak. Dana pinjaman atau kredit itu nantinya bisa dijadikan sebagai modal usaha dan melanjutkan serta menjaga kesejahteraan hidup keluarga para TKI purna. Dengan adanya program pelatihan pemberdayaan TKI Purna ini, diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan motivasi para mantan tenaga kerja Indonesia atau para TKI Purna untuk dapat berwirausaha dan produktif demi meningkatkan kesejahteraan daerah asal mereka dan meningkatkan perekonomian keluarganya. Selain itu diharapkan merekadapat membuka lapangan pekerjaan baru dan mempekerjakan tenaga kerja sekitar. Dengan demikian, dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesisa, khususnya di ProvinsiJawa Barat. 8
9 BP3TKI yang bersebar di daerah-daerah yang ada di Jawa Barat memiliki peranan yang sangat penting bagi menyelenggarakan program pelatihan dan pembinaan pemberdayaan TKI Purna, demi menciptakan calon wirausaha TKI Purna yang mandiri dan terampil. Tujuan diselenggarakan Bimtek Kewirausahaan adalah untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan berwirausaha, sehingga TKI Purna dapat memberdayakan hasil yang mereka peroleh selama bekerja di luar negeri untuk dimanfaatkan pada usaha-usaha produktif. Kepala BP3TKI yang tersebar di Jawa Barat tersebut sangat mendukung kegiatan Bimtek Kewirausahaann TKI Purna karena merupakan wujud pemberdayaan TKI agar bisa maju bersama harapan beliau agar para TKI purna dapat bergerak bersamasama dalam suatu wadah yang berkesinambungan. Motivasi yang dipengaruhi oleh pelatihan menarik peneliti untuk mengkaji tema tersebut sebagai variabel dalam penelitian ini. Peneliti juga ingin melihat sejauh mana hubungan variabel tersebut dan mengangkat judul skripsi Pengaruh Program Pelatihan Pemberdayaan TKI Purna Terhadap Motivasi untuk Berwirausaha di Jawa Barat (Wilayah Garut). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan Program Pelatihan Pemberdayaan TKI Purna di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut)? 2. Bagaimana tingkat Motivasi TKI Purna untuk Berwirausaha di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut)? 3. Bagaimana Pengaruh Program Pelatihan Pemberdayaan TKI Purna Terhadap Motivasi TKI untuk Berwirausaha di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut)? 9
10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, sedangkan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui program pelatihan pemberdayaan TKI purna di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut). 2. Untuk mengetahui motivasi untuk berwirausaha TKI purna di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut). 3. Untuk mengetahui pengaruh program pelatihan pemberdayaan TKI purna terhadap motivasi untuk berwirausaha di Provinsi Jawa Barat (Wilayah Garut). 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Untuk Kepentingan Akademis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam penelitian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya tentang program pelatihan yang berorientasi pada motivasi TKI purna. 2. Untuk Kepentingan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan bahan evaluasi bagi perusahaan dalam melakukan analisis mengenai program pelatihan dan motivasi TKI purna. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian dalam proses penyusunan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian deskriptif dan verifikatif. Menurut Nazir (2011), tujuan metode penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran atau pelukisan secara sistematis, aktual, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang akan diteliti. Melalui metode deskriptif ini akan 10
11 mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pelatihan terhadap motivasi TKI Purna yang dilaksanakan di BP3TKI Kota Bandung. Sedangkan metode verifikatif menurut Marzuki (2002:7), metode verifikatif adalah menguji suatu pengetahuan. Metode verifikatif bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis, pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Selain itu juga peneliti menggunakan metode survey, yang mengambil sampel data suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu : 1. Studi Lapangan (Field Search) a. Observasi Menurut (Malhotra, 2010), metode observasi dijalankan dengan mengamati dan mencatat pola perilaku orang, objek, atau kejadiankejadian melalui cara yang sistematis. b. Wawancara Menurut Sugiyono (2011:231), wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstuksikan makna dalam suatu topik tertentu. c. Kuesioner Menurut Sugiyono (2011:142), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. 2. Studi Pustaka (Library Research) Menurut Sykadi (2008:33), studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam peneliti, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat 11
12 praktis.teknik ini dilakukan dengan mempelajari literature, catatan-catatan, buku-buku yang berhubungan dengan objek yang penulis teliti untuk memperoleh data sekunder. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam rangka Pengumpulan data untuk penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di BP3TKI Kota Bandung, Jalan Soekarno Hatta No. 587 Kiara condong Kota Bandung dan waktu pelaksanaan pengumpulan data ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan waktu yang telah ditargetkan. 12
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016
No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN
No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciPROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT
No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN
BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,
Lebih terperinciBPS PROVINSI SUMATERA SELATAN
BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sedarmayanti (2007:53 Yuniarsih dan Suwatno (2011 :1)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan sektor industri kini semakin pesat, munculnya pesaingpesaing dalam dunia bisnis bersamaan dengan hadirnya sebuah inovasi dalam produk yang mereka
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 42/05/21/Th. X, 4 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,05 PERSEN Jumlah angkatan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN
No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN
No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciTABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011
TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.
1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi
Lebih terperinciRILIS HASIL AWAL PSPK2011
RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015
No. 60/11/14/Th. XVI, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,83 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2015 mencapai
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017
No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016
BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014
BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang yang berada dikawasan Asia Tenggara dan memiliki peringkat keempat dengan jumlah penduduk terbesar setelah
Lebih terperinciBoks 1 Hasil Survei Nasional Pola Remitansi TKI di Nusa Tenggara Barat
Boks 1 Hasil Survei Nasional Pola Remitansi TKI di Nusa Tenggara Barat Latar Belakang Tenaga Kerja Indonesia terus memberikan sumbangan yang signifikan dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Menurut
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 No. 66/11/13/Th XVIII, 05 November 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,89 PERSEN Angkatan kerja Sumatera Barat pada Agustus 2015 sebanyak 2,35
Lebih terperinciSensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik
Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014
BADAN PUSAT STATISTIK KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,70 PERSEN No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013
No. 74/11/52/Th. VII, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 5,38 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus
Lebih terperinciJUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015
JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,22 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh
No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
No. 66/11/13/Th XIX, 07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,09 PERSEN Angkatan kerja Sumatera Barat pada Agustus 2016 sebanyak 2,47 juta
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013
BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015
No. 36/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2015 mencapai 2.458.784 orang, bertambah sebanyak 142.026 orang
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th. XI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,03 PERSEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang
Lebih terperinciTabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi
Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86
Lebih terperinci. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.
S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014
No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan
Lebih terperinciPREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi
LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4
Lebih terperinciNusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.
LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 No. 31/5/13/Th XVIII, 05 Mei 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,99 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Februari 2015 mencapai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015
BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/08/Th. XVIII, 18 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015 JULI 2015 RUPIAH TERDEPRESIASI 1,25 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terdepresiasi 1,25 persen
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciMENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN. BNP2TKI TKI dantki purna. Kamaruddin Hasan Fisip Unimal HP
MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN BNP2TKI TKI dantki purna Kamaruddin Hasan Fisip Unimal HP. 081395029273 Email: kamaruddinkuya76@gmail.com TANTANGAN MEA Tahun 2015 antara harapan dan tantangan Angka kemiskinan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAMBI AGUSTUS 2015
No. 67/11/15/Th.VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAMBI AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,34 PERSEN Angkatan kerja Provinsi Jambi pada Agustus 2015 sebanyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian
Lebih terperinciAntar Kerja Antar Negara (AKAN)
Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar kerja antar Negara (AKAN) juga tidak kalah penting untuk dianalisis mengingat kontribusi pekerja kategori ini yang umumnya dikenal dengan TKI terhadap perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak hal yang harus disiapkan dan dibekali pada diri kita sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menjalani
Lebih terperinciBPS PROVINSI DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 55/11/31/Th.XVI, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.X, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,43 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Februari
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN KETRANSMIGRASIAN TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No.29 /05/17/XI, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari 2017 sebanyak
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017
No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan
Lebih terperinciSURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016
SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. 28/5/13/Th XX, 05 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,80 PERSEN Angkatan kerja Sumatera Barat pada Februari 2017 sebanyak 2,62 juta,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN
No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada
Lebih terperinciSITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005
No. 37 / VIII / 1 Juli SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI Jumlah angkatan kerja Februari mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta orang dibanding Agustus sebesar 104,0 juta orang. Jumlah
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 28/05/73/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016 Struktur ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Selatan berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK
No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
No.36/05/52/Th. IX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,66 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Februari 2016 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 35/05/12/Th XVIII, 05 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SUMATERA UTARA SEBESAR 6,39 PERSEN. angkatan
Lebih terperinci2
2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH
Lebih terperinciPertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS
Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada
Lebih terperinciPOTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016
No. 056/11/14/Th. XVII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,43 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2016
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 81/11/21/Th. IX, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan dasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk melihat pembangunan adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.IX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,54 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Februari
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015
No. 78/11/51/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2015 mencapai 2.372.015 orang, bertambah sebanyak 55.257 orang
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat
Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat
Lebih terperinci- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018
- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016
No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008
BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
No. 53/11/14/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Riau Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar
Lebih terperinciRUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN
Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016
No. 76/11/51/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2016 mencapai 2.463.039 orang, bertambah sebanyak 80.573 orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015
BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
No.33/05/52/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,86 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Februari 2017 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 92/11/21/Th. X, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,20 PERSEN
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
No.36/05/52/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,69 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2015 mencapai
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,98 PERSEN No.36/05/52/Th. IX, 5 Mei 2015 Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Februari 2015 mencapai
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinci