MODUL I MODUL II HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERIKANAN (UNCLOS 1982)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL I MODUL II HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERIKANAN (UNCLOS 1982)"

Transkripsi

1 MODUL I PENDAHULUAN (KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERIKANAN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Ruang Lingkup Isi... 1 C. Kaitan Modul...1 D. Sasaran Pembelajaran Modul...2 II. PEMBELAJARAN A. Kondisi Umum Perikanan Indonesia...3 B. Potensi Perikanan dan Kelautan Indonesia...10 C. Permasalahan Perikanan dan Kelautan Indonesia D. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis...14 E. Arah Kebijakan dan Strategis Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia...15 F. Program Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia...19 G. Tugas Kelompok...24 H. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran III. PENUTUP REFERENSI I. PENDAHULUAN MODUL II HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERIKANAN (UNCLOS 1982) A. Latar Belakang...28 B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul...28 D. Sasaran Pembelajaran Modul...29

2 II. PEMBELAJARAN A. Perkembangan UNCLOS...30 B. Cakupan UNCLOS C. Hal yang Berhubungan Indonesia di atur UNCLOS D. Tugas Kelompok...45 E. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran III. PENUTUP...46 REFERENSI...46 MODUL III PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG PERIKANAN (CODE OF CONDUCT FOR RESPONSIBLE FISHERIES) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...52 B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul...53 D Sasaran Pembelajaran Modul...53 II. PEMBELAJARAN A. Pendahuluan...54 B. Ruang Lingkup CCRF...54 C. Tujuan CCRF...55 D. Hubungan CCRF Dengan Instrumen Lainnya...56 E. Monitoring Implementasi dan UpDating...57 F. Perlakuan Khusus Negara Berkembang G. Prinsip Umum CCRF...58 H. Pengelolaan Perikanan Menurut CCRF I. Operasi Penangkapan Ikan Menurut CCRF...62 J. Pengembangan Perikanan Budidaya...62 K. Integrasi Perikanan Ke dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir...62 L. Praktek Pasca Panen dan Perdagangan Hasil Perikanan...63 ii

3 M. Penelitian Perikanan...63 N Tugas Kelompok...63 O. Indikator Penilaian Akhir III. PENUTUP REFERENSI...65 MODUL IV PERATURAN INTERNASIONAL (LANJUTAN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...66 B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul...66 D. Sasaran Pembelajaran Modul...67 II. PEMBELAJARAN A. Fish Stock Agreement B. FAO Compliance Agreement C. Indian Ocean Tuna Commission...73 D. Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna...74 E. Multilateral High Level Conference Convention F. Tugas Kelompok...78 G. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran III. PENUTUP REFERENSI...80 MODUL V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...83 B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul...83 iii

4 D Sasaran Pembelajaran Modul...83 II. PEMBELAJARAN A. Visi Pembangunan Perikanan Budidaya...84 B. Misi Pembangunan Perikanan Budidaya...85 C. Tujuan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia...86 D. Sasaran Pembangunan Perikanan Budidaya...87 E. Potensi Perikanan Budidaya Indonesia...87 F. Permasalahan Perikanan Budidaya Indonesia...96 III. PENUTUP REFERENSI MODUL VI STRATEGI PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...99 B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul...99 D Sasaran Pembelajaran Modul II. PEMBELAJARAN A. Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya B. Strategi Pengembangan Budidaya Udang C. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut D. Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Budidaya 103 III. PENUTUP REFERENSI iv

5 MODUL VII KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul D. Sasaran Pembelajaran Modul II. PEMBELAJARAN A. Kebijakan Pengembangan Perikanan Budidaya B. Kebijakan Pembangunan Budidaya Udang C. Kebijakan Pembangunan Budidaya Rumput Laut D. Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan III. PENUTUP REFERENSI MODUL VIII HUKUM DAN PER UU PERIKANAN BUDIDAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Ruang Lingkup Isi C. Kaitan Modul D. Sasaran Pembelajaran Modul II. PEMBELAJARAN A. UUD B. UU RI no 9 Tahun C. UU No. 5 Tahun D. Peraturan Menteri KKP no. 01/Men/ E. Landasan Hukum Lainnya F. SK Dirjen Perikanan Budidaya v

6 G. Surat Edaran DirJen Perikanan Budidaya H. Prosedur Baku Sertifikasi, Pemilihan Lokasi dan sebagainya III. PENUTUP REFERENSI vi

7 LAPORAN RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL PROGRAM PASCA SARJANA Matakuliah : Strategi Pembangunan dan Per UU Perikanan Oleh Prof.Dr.Ir.Achmar Mallawa,DEA Program Studi Magister Ilmu Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNIVERSITAS HASANUDDIN 2010

8 LEMBAR PENGESAHAN RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Mata Kuliah : Strategi Pembangunan dan Per UU Perikanan Mengetahui : Makassar, September 2010 Pembantu Dekan I Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Prof. Dr.Ir. Najamuddin,M.Sc Prof.Dr.Ir.Achmar Mallawa,DEA NIP NIP

9 DAFTAR ISI No Sampul Halaman Pengesahan Daftar Isi Kompetensi Lulusan Kurikulum PS Rancangan Pembelajaran Matakuliah Tabel Rencana Penilaian Kinerja Mahasiswa Kontrak Pembelajaran Jadwal Pembelajaran Hal

10 KELOMPOK KOMPETENSI KOMPETENSI Lulusan Program Studi No RUMUSAN KOMPETENSI ELEMEN KOMPETENSI a b c d e KOMPETENSI UTAMA 1 mampu merencanakan, melaksanakan dan mengelola penelitian dan pengkajian sumberdaya perikanan dan lingkungannya secara terpadu dan berkelanjutan, 2 mampu mengidentifikasi dan menganalisis hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan, Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan, 3 mampu menerapkan ilmu dan teknologi dalam pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan, KOMPETENSI PENDUKUNG KOMPETENSI TAMBAHAN 4 mampu menganalisis dan menysun rencana, strategi dan kebijakan pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan, 5 mampu melakukan rekayasa dalam pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan, 6 mampu merencanakan pengembangan dan pembangunan suatu industri perikanan secara terpadu dan berkelanutan 7 mampu merencanakan, membangun dan mengelola suatu sistim informasi perikanan secara terpadu dan berkelanjutan, ELEMEN KOMPETENSI : a. Landasan kepribadian; b. Penguasaan ilmu dan ketrampilan; c. Kemampuan berkarya; d. Sikap dan prilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai; e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya 3

11 RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KBK MATAKULIAH: STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PER UU PERIKANAN Kompetensi Lulusan PRODI Kompetensi Utama : mampu menganalisis dan menysun rencana, strategi dan kebijakan pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan, (4) Kompetensi Tambahan : mampu merencanakan pengembangan dan pembangunan suatu industri perikanan secara terpadu dan berkelanutan (6). Kompetensi Lainnya (Institusial) : mampu merencanakan, membangun dan mengelola suatu sistim informasi perikanan secara terpadu dan berkelanjutan (7) Sasaran Belajar : mampu menjelaskan strategi pembangunan Indonesia, mampu menjelaskan beberapa UU dan perarturan nasional dan internasional berkaitan perikanan mampu menganalisis dan menyusun suatu rencana strategis MINGGU KE : 1 2 MATERI PEMBELA JARAN Pendahuluan (Kondisi umum, Potensi dan Permasalahan perikanan Indonesia) Kontrak Kuliah Hukum dan Per UU Internasional Berkaitan Perikanan (UNCLOS, 1982) BENTUK PEMBELA JARAN (Metode SCL) -Di kelas : kuliah + diskusi - Di kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi, - Di luar kelas : kerja kelompok HASIL PEMBELAJARAN (Learning Outcome) Mampu menjelaskan kondisi umum perikanan, Mampu menjelaskan potensi perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan Indonesia, Mampu mengetahui program pebangunan perikanan Indonesia Mampu menjelaskan tentang mengapa hukum dan per UU International perlu diketahui, Mampu mengetahui cakupan UNCLOS, Mampu menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, INDIKATOR PENILAIAN CAPAIAN (Outcomes) Ketepatan dalam uraian penjelasan dan keaktifan dalam diskusi -Ketepatan dan kejelasan uraian -Kerjasama kelompok BOBOT NILAI (%) 5 5 4

12 3 4 Peraturan Internasional Berkaitan Perikanan (Code of Conduct for Responsibles Fisheries) Peraturan Internasional Berkaitan Perikanan : Fish Stock Agreement, Compliance Agreement, Indian Ocean Tuna Commission Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna -Di dalam kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi minggu sebelumnya Di luar kelas : kerja kelompok Menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam implementasi UNCLOS Mampu menjelaskan tentang ruang lingkup CCRF, Mampu menjelaskan tentang tujuan CCRF, Mampu menjelaskan hubungan kode dengan peraturan internasional lainnya, Mampu menjelaskan tentang perlakuan khusus bagi negara berkembang, Mampu menjelaskan tentang prinsip umum CCRF, Mampu menjelaskan tentang pengelolaan perikanan menurut CCRF, Mampu menjelaskan tentang operasi penangkapan ikan menurut CCRF, Mampu menjelaskan pengembangan perikanan budidaya menurut CCRF, Menjelaskan tentang praktek pengolahan dan perdagangan hasil perikanan Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Fish Stock Agreement 1995, Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Compliance Agreement 1995, Mampu menjelaskan tentang hal-hal -Ketepatan dan kejelasan uraian dan Kerjasama kelompok Ketepatan dan kejelasan uraian dan hasil kerjasama kelompok

13 5 6 7 Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia : Strategi Pembangunan Perikanan Budidaya Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia -Di dalam kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek yang diatur dalam Indian Ocean Tuna Commission, Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam Convention for Conservation Southern Bluefin Tuna, Mampu menjelaskan visi,misi, tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan produk unggulan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan strategi dan pengembangan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya udang, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya rumput laut, Mampu menjelaskan strategi peningkatan daya saing produk budidaya, Mampu menjelaskankebijakan pengembangan perikanan budidaya (secara umum), Mampu menjelaskan Kebjiakan pengembangan budidaya udang, Mampu menjelaskan kebijakan pengembangan budidaya rumput laut Keaktifan, kemampuan menjelaskan, dan kreatifitas dalam kerja kelompok Keaktifan, kemampuan menjelaskan, dan kreatifitas dalam kerja kelompok Keaktifan, kemampuan menjelaskan, dan kreatifitas dalam kerja kelompok

14 8 Peraturan dan Per UU Berkaitan Perikanan Budidaya -Di dalam kelas : kuliah + pendalaman materi + diskusi - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek Mampu menjelaskan kebijakan peningkatan daya saing produk perikanan budidaya Mampu menjelaskan hukum yang berkaitan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan per UU berkaitan dengan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan peraturan berkaitan dengan perikanan budidaya, 9 UJIAN TENGAH SEMESTER Materi minggu Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia 12 Kebijakan Pembangunan -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman Mampu menjelaskani visi,misi, tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan produk unggulan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan strategi dan pengembangan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya udang, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya rumput laut, Mampu menjelaskan strategi peningkatan daya saing produk budidaya, Mampu menjelaskankebijakan Keaktifan, kemampuan menjelaskan, dan kreatifitas dalam kerja kelompok Keaktifan, ketepatan menjelaskan dan hasil kerja kelompok Keaktifan, ketepatan menjelaskan dan hasil kerja kelompok Keaktifan, ketepatan menjelaskan dan hasil

15 Perikanan Tangkap Indonesia materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek pembangunan perikanan tangkap Indonesia, Mampu menjelaskan Kebjiakan pembangunan perikanan tangkap perairan pedalaman Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan tangkap laut dangkal, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan tangkap laut dalam/laut lepas kerja kelompok Hukum, UU dan Peraturan Berkaitan Perikanan Tangkap PembangunanPengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek Mampu menjelaskan hukum internasional yang berkaitan dengan perikanan tangkap, Mampu menjelaskan UU nasional yang berkaitan dengan perikanan tangkap, Mampu menjelaskan peraturanperaturan yang berkaitan dengan perikanan tangkap. Mampu menjelaskan visi, misi dan tujuan pembangunan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan teknologi unggulan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia Keaktifan, ketepatan penjelasan dan hasil kerja kelompok Keaktifan, ketepatan penjelasan dan hasil kerja kelompok Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya Keaktifan, ketepatan penjelasan dan hasil kerja kelompok 8

16 15 16 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia Hukum, UU dan Peraturan Berkaitan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek -Di dalam kelas : kuliah + diskusi + pendalaman materi sebelumnya, - Di luar kelas : kerja kelompok + praktek perikanan perairan pedalaman Indonesia, Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil, Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas Mampu menjelaskankebijakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan perairan pedalaman Indonesia, Mampu menjelaskan Kebjiakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas. Mampu menjelaskan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan, Mampu menjelaskan per UU yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia Keaktifan, ketepatan penjelasan dan hasil kerja kelompok Keaktifan, ketepatan penjelasan dan hasil kerja kelompok 17 UJIAN AKHIR SEMESTER MATERI IX XVI UJIAN TULIS Catatan : Praktek mata kuliah ini dilakukan duakali yaitu 1 kegiatan di laboratorium/kelas dan satu kegiatan praktek lapang

17 NAMA MATA KULIAH: STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PER UU PERIKANAN KODE/NAMA DOSEN: Prof.Dr.Ir.Achmar Mallawa,DEA, Prof.Dr.Ir.Rajuddin Syamsuddin,M.Sc, Prof.Dr.Ir.Sudirman,MP, Prof.Dr.Ir.Muh Yusran Nur Indar JUMLAH PESERTA: 30 Orang Program Studi : PS Magister Ilmu Perikanan No NIM NAMA MAHASISWA 1 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN I & II Mampu menjelaskan kondisi umum perikanan, Mampu menjelaskan potensi perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan Indonesia, Mampu mengetahui program pebangunan perikanan Indonesia (5%) Ketepatan menjelaskan (90 %) Keaktifan diskusi (10 %) Mampu menjelaskan tentang mengapa hukum dan per UU International perlu diketahui, Mampu mengetahui cakupan UNCLOS Mampu menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, Menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam implementasi UNCLOS ( %5) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10 %) Hasil kerja kelompok (50 %) 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % 10

18 No NIM NAMA MAHASISWA 1 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN MODUL III & IV Mampu menjelaskan tentang ruang lingkup CCRF, Mampu menjelaskan tentang tujuan CCRF, Mampu menjelaskan hubungan kode dengan peraturan internasional lainnya, Mampu menjelaskan tentang perlakuan khusus bagi negara berkembang, Mampu menjelaskan tentang prinsip umum CCRF, Mampu menjelaskan tentang pengelolaan perikanan menurut CCRF, Mampu menjelaskan tentang operasi penangkapan ikan menurut CCRF, Mampu menjelaskan pengembangan perikanan budidaya menurut CCRF, Menjelaskan tentang praktek pengolahan dan perdagangan hasil perikanan (10 %) Ketepatan menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10) Hasil kerja kelompok (50 %) Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Fish Stock Agreement 1995, Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Compliance Agreement 1995, Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam Indian Ocean Tuna Commission, Mampu menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam Convention for Conservation Southern Bluefin Tuna (10%) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50%) 11

19 No NIM NAMA MAHASISWA 1 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN V & VI Mampu mengetahui visi,misi, tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan produk unggulan perikanan budidaya Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan budidaya Indonesia (5 %) Ketepatan menjelaskan (40%) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50%) Mampu menjelaskan strategi pengembangan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya udang, Mampu menjelaskan strategi pengembangan budidaya rumput laut, Mampu menjelaskan strategi peningkatan daya saing produk budidaya, (10 %) Ketepatan Menjelaskan (40%) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50%) 12

20 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN VII & VIII Mampu mengetahui dan menarik benang merah antara beberapa undang-undang dan peraturan yang berkaitan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan tentang pengendalian sistim No NIM NAMA MAHASISWA jaminan mutu perikanan budidaya, Mampu menjelaskan tentang cara penanganan hasil budidaya yang baik (5%) Ketepatan Keaktifan Hasil kerja kelompok menjelaskan diskusi (50%) (40%) (10%) 1 Mampu menjelaskan hukum yang berkaitan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan per UU berkaitan dengan perikanan budidaya, Mampu menjelaskan peraturan berkaitan dengan perikanan budidaya (10 %) Ketepatan Menjelaskan (40%) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50 %) 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % 13

21 No NIM NAMA MAHASISWA 1 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN IX & X Mampu mengetahui visi,misi, tujuan pembangunan perikanan tangkap Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan produk unggulan perikanan tangkap Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan perikanan tangkap Indonesia (5 %) Ketepatan menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50 %) Mampu menjelaskan strategi pengembangan perikanan tangkap, Mampu menjelaskan strategi pengembangan perikanan tangkap inlands waters, Mampu menjelaskan strategi pengembangan perikanan tangkap laut dangkal/perikanan rakyat, Mampu menjelaskan strategi pengembangan perikanan laut dalam/laut lepas (5 %) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10 %) Hasil kerja kelompok (50 %) 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % 14

22 No NIM NAMA MAHASISWA 1 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN XI & XII Mampu menjelaskankebijakan pembangunan perikanan tangkap Indonesia, Mampu menjelaskan Kebjiakan pembangunan perikanan tangkap perairan pedalaman Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan tangkap laut dangkal, Mampu menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan tangkap laut dalam/laut lepas Ketepatan menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50 %) Mampu menjelaskan hukum internasional yang berkaitan dengan perikanan tangkap, Mampu menjelaskan UU nasional yang berkaitan dengan perikanan tangkap, Mampu menjelaskan peraturanperaturan yang berkaitan dengan perikanan tangkap (10 %) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10 %) Hasil kerja kelompok (50 %) 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % 15

23 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN XIII & XIV No NIM NAMA MAHASISWA Mampu mengetahui visi,misi, tujuan pembangunan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan potensi dan teknologi unggulan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia (5 %) Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan pedalaman (inland waters fisheries resources management), Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil. Mampu menjelaskan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas (5 %) Ketepatan menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50 %) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10 %) Hasil kerja kelompok (50 %) 1 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 16

24 No NIM NAMA MAHASISWA 1 EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN XV & XVI Mampu menjelaskankebijakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan perairan pedalaman Indonesia, Mampu menjelaskan Kebjiakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil Indonesia, Mampu menjelaskan kebijakan pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas. Ketepatan menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10%) Hasil kerja kelompok (50 %) Mampu menjelaskan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan, Mampu menjelaskan per UU yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Mampu menjelaskan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia (10%) Ketepatan Menjelaskan (40 %) Keaktifan diskusi (10 %) Hasil kerja kelompok (50 %) 2. N Catatan : Ujian Tengah Semester memiliki bobot 15 % Ujian Akhir Semester memiliki bobot 15 % 17

25 Nama Mata Kuliah : Strategi Pembangunan dan Per UU Perikanan Pembelajar : Prof.Dr.Ir.Achmar Mallawa,DEA dkk Semester : I (Satu) Hari Pertemuan/Jam : Tempat Pertemuan : Ruang Kuliah PPs UnHas KONTRAK PEMBELAJARAN 1. MANFAAT MATA KULIAH Mata kuliah ini merupakan suatu mata kuliah inti pada PS. Ilmu Perikanan (PS S2 IP) yang setara dengan mata kuliah Ekologi Perairan, Statistik Perikanan, dan Fisiologi Biota Terapan. Mata kuliah ini merupakan salah satu kompetensi lulusan dari PS. PS 2 Ilmu Perikanan yang harus dikuasai dengan baik. Dengan menguasai mata kuliah ini, maka lulusan PS S2 Ilmu Perikanan diharapkan mampu menerapkan ilmunya dalam penyusunan rencana strategi pembangunan perikanan di Indonesia. Diharapkan lulusan dapat membantu stakeholder dalam melakukan pembangunan perikanan secara efektif, efisien dan berkelanjutan. 2. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini membahas mengenai kebijakan, strategis dan program pembangunan perikanan Indonesia dan cara menyusunnya, hukum dan per UU nasional dan Internasional, strategis dan kebijakan pembangunan perikanan budidaya, perikanan tangkap, pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia. penangkapan ikan 3. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan : mampu menjelaskan kebijakan, strategi dan program pembangunan perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pengelolaan SBD perikanan mampu menjelaskan hukum, per UU dan peraturan yang berkaitan dengan perikanan mampu menyusun suatu rencana strategi pembangunan perikanan 18

26 4. ORGANISASI MATERI 1. PENDAHULUAN (STRATEGI PEMBANGUNAN PERIKANAN INDONESIA 2. HUKUM INTERNASIONAL BERKAITAN PERIKANAN 3& 4 PERATURAN INTERNASIONAL BERKAITAN PERIKANAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA STRATEGI PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN HUKUM, PER UU & PERATURAN BERKAITAN PERIKANAN BUDIDAYA HUKUM, PER UU & PERATURAN BERKAITAN PERIKANAN TANGKAP HUKUM, PER UU & PERATURAN BERKAITAN PENGELOLAAN SDP 19

27 5. STRATEGI PEMBELAJARAN Metode pembelajaran mata kuliah ini adalah metode ceramah/kuliah dan diskusi. Ceramah dilakukan selama satu jam perkuliahan dan dilanjutkan dengan diskusi selama satu jam perkuliahan. Mulai pada akhir tatap muka ke II mahsiswa diberikan tugas kelompok yang dikerjakan di luar kelas. Selain tatap muka, mahasiswa juga harus melakukan praktikum sebanyak 1 kali di laboratorium dan satu kali mengunjungi dinas/intansi terkait untuk menganalisis apakah renstra yang ada telah sesuai dari proses penyusunnya dan struktur renstra. 6. MATERI/BAHAN BACAAN Anonim, The implication of the United Nations Fish Stock Agreement (New York, 1995) for the Regional Fisheries Organisations and International Fisheries Management. European Parliament, Directorate General Research, Working Paper. Anonim, Peraturan Presiden RI nomor 9 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tetang pembentukan komisi tuna Samudera Hindia). Jakarta. Anonim Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Anonim, Undang-Undang RI no. 32 tahun 2009 Tentang Perikanan. Sekretaris Negara. Jakarta. Anonim. 2007b. Sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Bauik (CPIB). Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP-RI. Makassar 7 Mei 2007 Anonim. 2007c. Persyaratan Cara Budidaya Ikan yang Bauik. Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP-RI. Makassar 7 Mei 2007 Anonim. 2007d. Peraturan MenteriKelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor : Per. 01/Men/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. DKP-RI. Anonim, The United Nations Conventon on the Law of the Sea, A Historical Perpestive. United Nations Divisions for Ocean Affairs and the Law of the Sea. http.//w.w.w.un.org/depts/los/convention agreements/convention historical perpective.htm. Retrieved 23 September

28 DirJen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Panduan Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Daerah. COREMAP II, DKP. Jakarta. FAO, Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome FAO, Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on High Seas. Rome. FAO, Fish Stock Agreement. Rome. FAO, Convention for the Conservation and Managemen of Highly Migratoty Fish Stock in the Western and Central Pacific Ocean (WCPFC), Hawaii. FAO, Indian Ocean Tuna Commission. Perjanjian Tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia. Gillet, R., Revising Fisheries Legislation in Indonesia : Fisheries Mangement Consideratios. Assistance to Developing Countries for the Implementation of the Code of Conduct for Responsibles Fisheries in Fisheries Monitoring, Control and Suveillance (MCS) and in Improving the Provision of Scientific Advice to Fisheries Management (Fish Code) Project. FAO, GCP/Int/648/NOR/Mission Report. Indonesia. Hollies, D.J., United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), in Environmental Law, International Environments Issues and Ocean. Edited by Dawn Wright. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the Working Party on Fishing Capacity. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the Working Party on Tropical Tuna. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the 15th of the Commission. Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Laporan Akhir. Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rencana Strategis KKP Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Per.12/MEN/2010 Tentang Minapolitan. Jakarta. 21

29 Kementerian Kelautan dan Perikanan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep. 32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Jakarta. Ma'ruf, W.F Implementasi Program Berkelanjutan Sul-Sel Menuju Sentra Rumput Laut Dunia Melalui Kalsterisasi Usaha. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Muhammad, F Refleksi 2009 & Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Nurdjana, M.L Program Peningkatan Produksi Ikan 353% Periode Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Ditjen. Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia Patria J.S, Arso, S.P. dan Wulan, R.E.K Bahan Pelatihan Penyusunan Renstra SKPD Kesehatan. USAID-LGSP. Jakarta Taufik, M Kearifan Lokal SulSel Menuju Sentra Rumput Laut. paper on International Seaweed Forum (Symposium), Makassar, October United Nation Organization, United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS, 1982). New York. United Nation Organization, Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nation Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks. United Nation Conference on Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks, New York. United Nation Organization, Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nation Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks. United Nation Conference on Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks, New York. 22

30 7. TUGAS Mahasiswa harus membaca bahan bacaan sebelum mengikuti setiap perkuliahan Mempresentasikan tugas perkelompok mahasiswa sesuai dengan tugas kelompok Mahasiswa harus mengikuti praktik kelas dan lapang serta membuat laporan praktek Mahasiswa diharuskan menunjukkan penguasaan bahan kuliah setiap minggu melalui kuis Mahasiswa harus mengikuti ujian tengah semester dan akhir semester. TUGAS KELOMPOK MAHASISWA No TUGAS KELOMPOK KETERANGAN 1 Setelah mengikuti pembelajaran modul I, yaitu setiap kelompok ditugaskan menyusun Renstra suatu SKPD sebagai materi praktek matakuliah. Renstra yang telah akan disusun, dibuatkan intisarinya dalam bentuk power point yang akan dipresentasikan di depan kelas 2 Setelah mengikuti modul ini mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok mendalami salah satu BAB dari UNCLOS, membuat ringkasan dalam bentuk power point, mempresentasikan dan mengdiskusikan di dalam kelas. Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu ke IV Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, 3 Setelah mengikuti modul III mahasiswa akan melakukan tugas kerja kelompok sebagai berikut : kelompok mencari artikel asli dari Code of Conduct For Responsible Fisheris (artikel berbahasa Inggeris), setiap kelompok mengambil satu topik dari isi CCRF yang dimulai dari Article (pasal 6), mendalaminya kemudian membuat ringkasannya dalam bentuk power point dan dipresentasikan di depan kelas, dan menyatakan pendapat bagaimana implikasi code tersebut terhadap perikanan Indonesia. 4 Setelah mengikuti modul IV, kelompok ditugaskan membahas sub topik dalam Fish Stock Agreement 1995, 1 kelompok membahas Compliance Agreement 1995, 1 kelompok membahas konservasi dan pengelolaan tuna di Samudera Hindia (IOTC), dan satu kelompok membahas konservasi dan pengelolaan ikan tuna sirip biri di Pasifik Selatan. Hasil bahasan dibuat dalam tulisan dan ringkasan dalam bentuk power point untuk Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, 23

31 dipresentasikan dan didiskusikan dalam kelas. 5 Setelah mengikuti modul V, mahasiswa ditugaskan membahas dan mengemukakan pendapatnya tentang visi, misi, dan tujuan perikanan budidaya Indonesia 6 Setelah mengikuti modul VI, mahasiswa ditugaskan membahas kebijakan pembangunan perikanan budidaya Indonesia dan memberikan pendapatnya 7 Setelah mengikuti modul VII, mahasiswa ditugaskan membahas strategi dan program pembangunan perikanan budidaya Indonesia dan memberikan pendapatnya 8 Setelah mengikuti modul VIII, mahasiswa ditugaskan membuat intisari satu hukum dan atau UU dan atau peraturan yang berkaitan dengan perikanan budidaya dan mengemukakan pendapatnya. 9 Setelah mengikuti modul IX, mahasiswa ditugaskan membahas dan mengemukakan pendapatnya tentang visi, misi, dan tujuan perikanan tangkap Indonesia 10 Setelah mengikuti modul X, mahasiswa ditugaskan membahas kebijakan pembangunan perikanan tangkap Indonesia dan memberikan pendapatnya 11 Setelah mengikuti modul XI, mahasiswa ditugaskan membahas strategi dan program pembangunan perikanan tangkap Indonesia dan memberikan pendapatnya 12 Setelah mengikuti modul XII, mahasiswa ditugaskan membuat intisari satu hukum dan atau UU dan atau peraturan yang berkaitan dengan perikanan tangkap dan mengemukakan pendapatnya. 13 Setelah mengikuti modul XIII, mahasiswa ditugaskan membahas dan mengemukakan pendapatnya tentang visi, misi, dan tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia 14 Setelah mengikuti modul XIV, mahasiswa ditugaskan membahas kebijakan pembangunan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia dan memberikan pendapatnya 15 Setelah mengikuti modul XV, mahasiswa ditugaskan membahas strategi dan program pembangunan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia dan memberikan pendapatnya 16 Setelah mengikuti modul VIII, mahasiswa ditugaskan membuat intisari satu hukum dan atau UU dan atau peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dan mengemukakan pendapatnya. Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, Setiap kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa, dipresentasikan pada minggu berikutnya, 24

32 8. KRITERIA PENILAIAN Penilaian hasil belajar akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan standar PAN yaitu berdasarkan distribusi normal nilai pada satu kelas. A = > 90 A- = > 85 s/d 90 B = > 80 s/d 85 B- = >75 s/d 80 C = > 70 s/d 75 E = < 70 E = < 45 Hal-hal yang menjadi faktor penilaian kelulusan pada mata kuliah ini adalah Tugas kelompok /diskusi 50 % Ujian tengah semester 15 % Uji akhir semester 15 % Praktek 20% 9. NORMA AKADEMIK 1. Mahasiswa harus berpakaian rapih dan bersepatu 2. Mahasiswa tidak diperkenankan rebut dalam kelas 3. Mahasiswa tidak dipekenankan menerima telepon selam perkuliahan berlangsung 4. Wajib membaca materi yang akan disajikan pada pertemuan berikutnya 25

33 10. JADWAL PEMBELAJARAN NO KEGIATAN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN MINGGU Menjelaskan tentang visi,misi,tujuan, potensi dan permasalahan serta program pembangunan perikanan Indonesia, Menjelaskan tentang Kontrak Perkuliahan Menjelaskan tentang hukum internasional (UNCLOS) berkaitan perikanan Menjelaskan tentang peraturan internasional berkaitan perikanan (Code of Conduct for Responsibles Fisheries) Pendahuluan Kontrak Kuliah Hukum dan Per UU Internasional tentang perikanan : peraturan internasional berkaitan perikanan (Code of Conduct for Responsibles Fisheries) Kondisi umum sektor perikanan dan kelautan Indonesia, Potensi perikanan dan kelautan Indonesia, Permasalahan perikanan dan kelautan Indonesia, Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia, Program pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia Perkembangan UNCLOS, Cakupan UNCLOS, Hal-hal yang berhubungan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi UNCLOS Ruang lingkup CCRF, Tujuan CCRF, Hubungan kode dengan peraturan internasional lainnya, Perlakuan khusus bagi negara I II III METODE KULIAH 1. Ceramah 2. Diskusi 1.Ceramah 2.Diskusi 3.Pendalaman materi sebelumnya 4.Tugas kelompok 1.Ceramah 2.Diskusi 3.Pendalaman materi sebelumnya, 4.Tugas kelompok ESTIMASI WAKTU 3 x 50 menit 3x50 menit 3X50 menit DOSEN Achmar Mallawa Achmar Mallawa Achmar Mallawa 26

34 4 Menjelaskan tentang peraturan internasional berkaitan perikanan (lanjutan) Peraturan Internasional tentang perikanan : berkembang, Prinsip umum CCRF, Pengelolaan perikanan menurut CCRF, Operasi penangkapan ikan menurut CCRF, Pengembangan perikanan budidaya menurut CCRF, Praktek pengolahan dan perdagangan hasil perikanan Fish Stock Agreement, Compliance Agreement, Indian Ocean Tuna Commission, Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna IV 1.Ceramah 2.Diskusi a 3.Pendalaman materi sebelumnya, 4. tugas kelompok 3x50 menit Achmar Mallawa 5 6 Menjelaskan tentang pembangunan perikanan budidaya Indonesia Menjelaskan tentang strategi pembangunan perikanan budidaya Indonesia Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Strategi Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Visi, Misi,Tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia, Sasaran pembangunan perikanan budidaya Indonesia, Potensi sumberdaya alam, produk unggulan perikanan budidaya Indonesia Permasalahan pembangunan perikanan budidaya Indonesia Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya, V VI 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Pendalaman materi sebelumnya, 4. Tugas kelompokj 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Pendalaman 3x50 menit 3x50 menit Rajuddin Syamsuddin Rajuddin Syamsuddin 27

35 7 8 Menjelaskan tentang kebijakan pembangunan perikanan budidaya Indonesia Menjelaskan tentang hukum, per UU dan peraturan berkaitan dengan perikanan budidaya Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Hukum, UU dan Peraturan berkairan Perikanan Budidaya Indonesia Strategi Pengembangan Budidaya Udang, Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Budidaya Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Kebijakan Pengembangan Budidaya Udang, Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Hukum berkaitan perikanan budidaya, Per UU berkaitan perikanan budidaya, Peraturan berkaitan perikanan budidaya, 9 UJIAN TENGAH SEMESTER (Materi pertemuan I VIII) IX 10 Menjelaskan tentang pembangunan perikanan tangkap Indonesia Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia Visi, Misi,Tujuan pembangunan perikanan tangkap Indonesia, Sasaran pembangunan perikanan tangkap Indonesia, Potensi dan produk unggulan perikanan tangkap Indonesia, Permasalahan pembangunan VII VIII X materi sebelumnya 4.Tugas kelompok 1. Ceramah, 2. Diskusi, 3. Pendalaman materi sebelumnya, 4. Tugas kelompok/ presentasi tugas Ujian Tulis 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Pendalaman materi sebelumnya 4. Tugas kelompok 3x50 menit 3x50 menit 2 x 50 menit 3 x 50 menit Rajuddin Syamsuddin Rajuddin Syamsuddin Achmar Mallawa & Rajuddin Syamsuddin Sudirman 28

36 Menjelaskan tentang strategi pembangunan perikanan tangkap Indonesia Menjelaskan tentang kebijakan pembangunan perikanan tangkap Indonesia Menjelaskan tentang hukum, per UU dan peraturan berkaitan dengan perikanan tangkap Menjelaskan tentang pembangunan pengelolaan Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia Hukum, UU dan Peraturan berkairan Perikanan Tangkap Indonesia Pembangunan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan perikanan tangkap Indonesia Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Perairan Pedalaman, Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap laut dangkal/perikanan pantai, Strategi Pengembangan Perikanan tangkap laut dalam/laut lepas dan ZEE, Strategi Peningkatan Daya Saing Perikanan Tangkap Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap perairan pedalaman Indonesia, Kebijakan Pengembangan perikanan tangkap laut dangkal/perikanan rakyat, Kebjiakan Pengembangan Perikanan Tangkap Laut Dalam/Laut Lepas dan ZEE, Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Tangkap Hukum berkaitan perikanan tangkap, Per UU berkaitan perikanan tangkap, Peraturan berkaitan perikanan tangkap Visi, misi, tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan XI XII XIII XIV 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Pendalam materi minggu sebelumnya 4. Tugas kelompok 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Pendalaman materi sebelumnya 4. Tugas kelompok 4. Ceramah 5. Diskusi 6. Pendalaman materi sebelumnya 7. Tugas kelompok 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3 x 50 menit 3 x 50 menit 3x50 menit 3 x 50 menit Sudirman Sudirman Sudirman Muh Yusran 29

37 sumberdaya perikanan Indonesia Indonesia Indonesia, Sasaran pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia, Potensi dan permasalahan pengelolaan sumberdaya Menjelaskan tentang strategi pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia Menjelaskan tentang kebijakan pembangunan pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia Menjelaskan tentang hukum, per UU dan peraturan berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia Hukum, UU dan Peraturan berkairan Perikanan Budidaya Indonesia perikanan Indonesia Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan perairan pedalaman, Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil, Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas dan ZEE Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan perairan pedalaman, Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir, laut dangkal dan pulau-pulau kecil, Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan laut dalam/laut lepas dan ZEE Hukum berkaitan perikanan pengelolaan sumberdaya perikanan Per UU berkaitan perikanan pengelolaan sumberdaya perikanan, Peraturan berkaitan XV XVI XVII 3. Mhsw pre sentasi, Diskusi 4. Tugas lepas 1. Ceramah, 2. Diskusi, 3. Presentasi tugas, 4. Tugas perorangan/ elompok 1. Ceramah, 2. Diskusi, 3. Presentasi tugas, 4. Tugas perorangan/ elompok 1. Ceramah, 2. Diskusi, 3. Presentasi tugas, 4. Tugas perorangan/ elompok 3x50 menit 3x50 3x50 menit Nur Indar Muh Yusran Nur Indar Muh Yusran Nur indar Muh Yusran Nur Indar 30

38 17 UJIAN AKHIR SEMESTER pengelolaan sumberdaya perikanan MATERI IX XVI XVIII UJIAN TULIS 2X50 menit Sudirman & Muh Yusran Nur Indar 31

39 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Rencana strategis KKP merupakan landasan dan acuan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan. Renstra juga menggambarkan kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan dan di dalam Renstra dinyatakan tujuan, sasaran pembangunan, dasar kebijakan, strategi dan kebijakan dan program. Berhubung betapa pentingnya isi suatu rencana strategis maka sebaiknya dan sangat perlu untuk diketahui oleh mahasiswa, dan tidak kalah pentingnya ialah perlunya mahasiswa mengetahui proses pembuatan suatu rencana strategis. B. Ruang Lingkup Isi Kondisi umum sektor perikanan dan kelautan Indonesia Potensi perikanan dan kelautan Indonesia Permasalahan perikanan dan kelautan Indonesia Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia Program pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia C. Kaitan Modul Modul I (Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perikanan Indonesia) memaparkan tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun Pada modul ini juga akan dipaparkan ruang lingkup MK Strategis dan per UU perikanan. Modul ini mengantar mahasiswa untuk mempelajari modul-modul berikutnya. D. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan kondisi umum perikanan dan kelautan Indonesia saat ini, Menjelaskan potensi perikanan dan kelautan Indonesia, Menjelaskan permasalahan perikanan dan kelautan Indonesia, Menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia, 1

40 Menjelaskan program pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia, 2

41 II. PEMBELAJARAN A. Kondisi Umum. a. PDB Sektor Perikanan. PDB sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk kelompok pertanian secara umum, tetapi juga PDB nasional. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, PDB sektor perikanan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 adalahh Rp. 53,01 triliun atau sama dengan 16, 11 % dari PDB kelompok pertanian, atau 2,31 % dari PDB nasional. Pada tahun 2008, PDB sektor perikanan meningkat menjadi Rp. 136, 43 trliun. Nilai ini memberikan kontribusi pada kelompok pertanian menjadi sekitar 19,13 % atau kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 2,75 %. Sampai triwulan ketiga tahun 2009, PDB perikanan tercatat 128,8 triliun atau memberikan kontribusi 3,36 % tehadap PDB tanpa migas dan 3,12 % terhadap PDB nasional. Apabila dihitung berdasarkan harga konstan, maka pertumbuhan perikanan mencapai 5,74 % per tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan kelompok pertanian yang tumbuh 3,57 % per tahun. b. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan Nilai tukar diukur dengan mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan seluruh pengeluaran (expenditure) keluarga nelayan dan pembudidaya ikan. Nilai tukar juga digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan relatif masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan dan merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan dan pembudidaya ikan. Sampai dengan bulan Agustus 2009, nilai NTN mencapai 106,42 atau mengalami peningkatan sebesar 5,44 % dibandingkan tahun 2008 pada bulan yang sama (100,92). c. Produksi Perikanan Pada tahun 2005, total produksi perikanan mencapai ton yang mencakup produksi perikanan tangkap sebesar ton, perikanan budidaya sebesar ton, meningkat menjadi ton pada tahun 2009 yang terdiri atas produksi perikanan tangkap sebesar ton dan perikanan budidaya sebesar ton. Pertumbuhan perikanan budidaya rata-rata 21,93 % per tahun dan perikanan tangkap sebesar 2,95 % dan 3

42 kenaikan rata-rata produksi perikanan tahun sebesar 10,02 % per tahun (Tabel 1.1). Total nilai produksi perikanan tahun 2005 sebesar Rp. 57,62 triliun yang terdiri atas nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp. 36,27 triliun dan nilai produksi perikanan budidaya sebesar Rp. 21,45 triliun. Pada tahun 2009, nilai produksi perikanan meningkat menjadi Rp.102,78 triliun yang terdiri atas nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp.56,07 triliun dan nilai produksi perikanan budidaya sebesar Rp.46,70 triliun. Kenaikan nilai produksi pada perikanan tangkap sebesar 11,73 % per tahun, dan perikanan budidaya sebesar 21,81 %. Kenaikan nilai rata-rata produksi perikanan mencapai 15,61 % per tahun (Tabel 1.2) Perkembangan produksi ikan olahan selama kurun waktu meningkat sebesar 10,20 % per tahun, yaitu 2,74 juta ton pada tahun 2005 menjadi 3,66 juta ton pada tahun Peningkatan tersebut disumbang oleh kegiatan perikanan tangkap yang merupakan penyuplai utama bahan baku untuk produk olahan, namun perikanan budidaya juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan produksi olahan khususnya dari budidaya rumput laut dan beberapa jenis komoditas budidaya lainnya. Rincian Tabel 1.1 Volume Produksi Perikanan Tahun (Ton) Kenaikan Tahun rata-rata (%) *) Penangkapan ,95 Laut ,11 Umum ,99 Budidaya ,93 Laut ,54 Tambak ,97 Karamba ,80 Jaring apung ,75 Sawah ,46 Jumlah ,02 *) Angka sementara Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka,

43 Tabel 1.2 Nilai Produksi Perikanan Tahun (jutaan rph) Rincian Tahun Kenaikan rata-rata (%) *) Total Nilai 57622, , , , ,05 15,61 Penangkapan , , , , ,35 13,72 Laut 33255, , , , ,53 11,39 Umum 2916, , , , ,82 17,01 Budidaya 21452, , , , ,70 21,81 Laut 3141, , , , ,11 55,27 Tambak 13201, , , , ,91 10,26 Karamba 670,31 583,66 788, , ,91 32,39 Jaring apung 645, , , , ,60 36,40 Sawah 862,99 908,21 768, , ,49 27,81 *) Angka sementara Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka,2009. d. Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja sektor perikanan/kelautan tahun 2005 sebesar 5,4 juta orang dan pada tahun 2009 sebesar 6,21 juta orang atau meningkat 6,43 % per tahun. Pada tahun 2009, penyerapan tenaga kerja terbanyak pada perikanan budidaya (2,83 juta orang), mennyusul perikanan tangkap (2,75 juta orang). Perkembangan penyerapan tenaga kerja tahun disajikan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Perikanan Tahun (juta org) Kenaikan Rincian *) rata-rata (%) Tangkap 2,59 2,70 2,76 2,74 2,75 1,55 Budidaya 2,51 2,28 2,34 2,76 2,83 3,49 Pengolahan 0,53 0,55 0,59 0,65 0,79 10,82 dan pemasaran Jasa - 0,06 0,04 0,06 0,06 8,33 penunjang Jumlah 5,4 5,63 5,59 5,73 6,21 6,43 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010 *) Angka sementara 5

44 e. Penyediaan Ikan untuk Konsumsi Dalam Negeri. Penyediaan ikan untuk konsumsi domestik meningkat sebesar 8,74 % per tahun yakni dari 4,9 juta ton pada tahun 2004 menjadi 6,85 juta ton pada tahun Konsumsi ikan per kapita meningkat menjadi 7,35 % per tahun yakni dari 22,58 kg/kapita pada tahun 2004 menjadi 29,98 kg/kapita pada tahun Sampai dengan tahun 2009 diperkirakan konsumsi ikan dapat mencapai 30,17 kg/kapita/tahun (KKP, 2010) seperti yang disajikan pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Penyediaan Ikan untuk Konsumsi Tahun Rincian Tahun Kenaikan *) rata-rata (%) Total 4.901, , , , ,69 8,74 (1000 ton) Perkapita (kg/kapita/thn) 12,58 23,95 25,94 28,28 29,98 7,35 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010 *) Angka sementara f. Ekspor - Impor Hasil Perikanan. Volume ekspor perikanan mengalami penurunan sebesar 1,42 %, sedang nilai ekspor hasil perikanan mengalami kenaikan yang cukup nyata yaitu sebsar 6,17 % per tahun, yakni dari US $ 1,92 milyar pada tahun 2005 menjadi US $ 2,37 milyar pada tahun Peningkatan nilai ekspor hasil perikanan dikarenakan adanya peningkatan harga rata-rata produk perikanan yang diekspor, di mana sebagian besar komoditas perikanan ekspor telah mengarah kepada produk bernilai tambah (non primary product). Indonesia juga termasuk negara pengimpor hasil perikanan tertentu. Sampai tahun 2009, impor komoditas perikanan Indonesia mencapai nilai sebesar US $ 195,48 juta dengan peningkatan rata-rata 18,5 % per tahun. Neraca perdagangan komoditas perikanan masih mengalami surplus yang cukup tinggi dengan pertumbuhan rata-rata 5,54 % per tahun. Ekspor-impor komoditas perikanan Indonesia tahun disajikan pada Tabel

45 Tabel 1.5 Perkembangan Volume dan Nilai Eskpor-Impor serta Neraca Perdagangan tahun Rincian Tahun Kenaikan *) rata-rata (%) Volume ,42 ekspor (ton) Volume impor (ton) ,38 Nilai ekspor ,17 (US $ 1000) Nilai impor ,50 (US $ 1000) Neraca Perdagangan (US $ 1000) ,54 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010 *) Angka Sementara g. Investasi Bidang Perikanan dan Kelautan Investasi dibidang perikanan dilakukan melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Persentase kontribusi investasi sektor perikanan masih di bawah 1 % terhadap investasi nasional. h. Pengawasan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan dilakukan melalui : (1) penanggulangan illegal fishing dan penyelematan kekayaan negara Penanggulangan illegal fishing dan penyelematan kekayaan negara dilakukan melalui pengawasan baik oleh kapal pengawas perikanan maupun oleh instansi terkait (TNI AL, POLRI dan BAKORKAMLA). Hasil kerjasama pengawasan tersebut selama tahun telah berhasil menangkap kapal perikanan terindikasi melakukan tindak pidana perikanan sebanyak 302 kapal perikanan. (2) Penanganan tindak pidana perikanan Penanganan pelanggaran terhadap tindak pidana perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perikanan. KKP bekersama dengan MA membentuk pengadilan khusus perikanan, di 5 lokasi yaitu : Jakarta (DKI Jakarta), Belawan (Sumatera Utara), Pontianak (Kalimantan Barat), Bitung 7

46 (Sulawesi Utara), dan Tual (Maluku). Pada tahun telah ditangani sebanyak 616 kasus tindak pidana perikanan. i. Penamaan Pulau (Toponimi) Sejak tahun 2005, KKP melakukan inventarisasi dan penamaan pulau (toponimi) di seluruh wilayah NKRI dengan melibatkan instansi terkait, dan selesai dilakukan tahun Hasil verifikasi bahwa terdapat pulau di 33 provinsi Indonesia (Tabel 1.6) Tabel 1.6 Nama Pulau yang telah dilaporkan ke PBB tahun No Provinsi Jumlah Pulau 1 Sumatera Selatan 23 2 Kepulauan Bangka Belitung Jawa Timur Sulawesi Utara Gorontalo Maluku Maluku Utara Jawa Tengah 33 9 DI Yogyakarta Jawa Barat Sulawesi Tenggara Lampung Bengkulu Kepulauan Riau Total Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, j. Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. Pengelolaan BMKT bertujuan mendukung upaya pelestarian dan pengkayaan sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya bahari Indonesia. Ruang lingkup pengelolaan BMKT meliputi : kegiatan survei, pengangkatan dan pemanfaatan BMKT agar dapat dikelola sebaik-baiknya untuk kepentingan negara. Untuk memanfaatkan BMKT, pemerintah membentuk Panitia Nasional 8

47 Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (PANNAS BMKT) melalui Keppress No. 19 tahun Sampai dengan tahun 2009 panitian tersebut telah melakukan langkah-langkah sbb : (i) pendistribusian BMKT yang tidak terjual ke museum, pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup pemanfaatan non ekonomis, di samping itu telah pemilihan terhadap BKMT langka untuk kepentingan sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. (ii) penjualan BMKT untuk mengoptimalkan nilai ekonomisnya melalui pelelangan, (iii) penerbitan rekomendasi survei sebanyak 11 buah dan rekomendasi pengangkatan sebanyak dua buah. k. Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan. Konservasi merupakan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan suatu wilayah atau sumberdaya ikan dan ekosistimnya untuk menjamin keberadaan dan kesinambungan sumber daya ikan dan ekosistimnya di dalam suatu kawasan tertentu. Kawasan tertentu dapat berupa perairan laut, peisir, perairan tawar dan perairan payau. Menurut KKP (2010) sampai dengan tahun 2009, kawasan konservasi telah menyebar di berbagai daerah dalam wujud Taman Laut Nasional (TNL), Taman Wisata Alam Laut (TWAL), Suaka Margasatwa (SM), Cagar Alam Laut (CAL), Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN), Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Daerah Perlindungan Laut (DPL), Daerah Perlindungan Mangrove (DPM) dan Suaka Perikanan (SP). Kawasan konservasi laut Indonesia disajikan pada Tabel 1.7. l. Pengembangan Kualiatas Sumber Daya Manusia. Pengembangan SDM perikanan dan kelautan melalui : (i) pelatihan bagi masyarakat (nelayan, pembudidaya, pengolah ikan dan pedagang ikan dan masyarakat perikanan yang meliputi teknik penangkapan ikan, pelatihan pengolahan dan mutu, serta pemasaran dan managemen usaha. (ii) Penyuluhan yang diarahkan ke pengembangan keahlian dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan serta meningkatkan citra penyuluhan. 9

48 Tabel 1.7 Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi Laut di Indonesia Tahun 2009 No Kawasan Konservasi Jumlah Luas (ha) Kawasan I Instansi Dephut Taman Nasional Laut Taman Wisata Alam Laut Suaka Margasatwa Cagar Alam Laut II Instansi Pemda dan KKP Kawasan Konservasi Perairan Nasional (Taman Nasional Perairan laut Sawu) - Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) - Calon KKLD Daerah Perlindungan Laut/ Mangrove (DPL/DPM) - Suaka Perikanan Jumlah Total 89 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, B. Potensi Perikanan dan Kelautan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Menurut World Resources Institute) Indonesia memiliki panjang pantai km dengan luas wilayah laut 5,4 juta km 2, mendominasi luas total teritorial Indonesia sebesar 7,2 juta km 2. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan terdiri atas sumber daya terbaharukan (Renewable Resources) seperti sumberdaya perikanan (budidaya dan penangkapan ikan), mangrove, terumbu karang, padang lamun, energi gelombang, pasang surut, angin dan OTEC(Ocean Thermal Energy Conversion) dan sumber daya tidak terbaharukan (Non Renewable Resources), seperti minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. 10

49 Di perairan Indonesia dapat dikembangkan antara lain : (i) perairan tangkap di perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 0,8 0,9 juta ton/tahun, (ii) budidaya laut, terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu dan gobia), budidaya moluska (kekerangan, mutiara dan teripang), budidaya rumput laut, (iii) budidaya air payau (tambak) yang diperkirakan potensi lahan pengembangan dapat mencapai hektare, (iv) budidaya air tawar dan mina padi di sawah, serta (v) bioteknologi kelautan untuk pengemangan industri bioteknologi perikanan seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih ikan dan udang serta industri bahan pangan, Selain itu terdapat juga potensi dan peluang pengembangan meliputi : (i) pengembangan pulau-pulau kecil, (ii) pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, (iii) pemanfaatan air laut dalam (deep sea water utilization), (iv) industri garam rakyat, (v) pengelolaan pasir laut, (vi) industri penunjang, (vii) keanekaragaman hayati Luas wilayah perairan Indonesia yang sebagian besar dapat digunakan untuk kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya disajikan pada Tabel 1.8 dan Gambar 1.1. Tabel 1.8 Luas Perairan Indonesia dan Potensi Sumber Daya Ikan No Jenis Perairan Luas Potensi 1 Perairan Pedalaman (Inland Waters) 54 juta ha 0,8 0,9 juta ton per tahun 2 Perairan Teritorial (Territory 3,1 juta km 2 4,4 juta per tahun Waters) 3 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km 2 2,3 juta ton per tahun 4 Jumlah Pulau buah - 5 Panjang Garis Pantai km - 11

50 Gambar 1.1 Perairan Nusantara, Laut Wilayah dan ZEEI Potensi sumberdaya daya perikanan dan kelautan yang dapat digunakan untuk mendorong pembangunan ekonomi bangsa Indonesia diperkirakan bernilai US $ 82 milyar dengan perincian seperti yang disajikan pada Tabel 1.9. Tabel 1.9 Perkiraan Nilai Ekonomi Potensi Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Indonesia No Komoditas Potensi Lestari (1000 ton) Perkiraan Nilai (US $ juta) 1 Perikanan Tangkap di laut Tangkap Perairan Umum Perikanan Budidaya Laut Perikanan Budidaya Tambak Perikanan Budidaya Air Tawar 6 Potensi Bioteknologi Perikanan dan Kelautan *) Total + Bioteknologi Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan,

51 Selain potensi sumberdaya alam kelautan dan perikanan, terdapat pula potensi kelembagaan, antara lain : Komisi Tuna Indonesia, Komisi Udang, Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), LSM bidang kelautan dan perikanan, dan lain-lain, yang pada masa yang akan datang diharapkan perlu terus disinergikan. C. Permasalahan Perikanan dan Kelautan Indonesia Permasalahan perikanan tangkap saat ini antara lain : (i) menurunnya sumberdaya ikan tujuan tangkapan yang disebabkan berbagai faktor antara lain seperti degradasi kualitas lingkungan pesisir, kegiatan perikanan yang merusak (destructive fishing), penangkapan ikan berlebih (over fishing) yang dilakukan secara illegal baik oleh nelayan Indonesia, seperti penggunaan metoda penangkapan yang merusak lingkungan (ii) penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan izin dan yang tidak berizin maupun oleh nelayan asing yang melakukan praktik-praktik illegal di Indonesia. (iii) produktivitas nelayan Indonesia masih tergolong rendah yang disebabkan oleh penggunaan armada berukuran kecil dengan berbagai kelemahan seperti hari layar singkat (one day fishing), daya tampung ikan hasil tangkapan kecil, kualitas ikan yang kurang terjaga, atau tingginya tingkat kehilangan (losses) yang berakibat pada daya jual yang rendah sementara biaya produksi terus meningkat, (iv) keterbatasan untuk memanfaatkan dana perbankan dan tingginya bunga pinjaman, (v) masih terbatasnya sarana prasarana perikanan, (vi) konflik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan dan sebagainya. 13

52 D. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis 1. Visi pembangunan kelautan dan perikanan ialah : Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun Misi : meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. 3. Tujuan (Grand Strategy) Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun yang biasa juga dikenal sebagai The Blues Revolution Policies ialah : Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintergrasi, Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, Meningkatan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, Memperluas akses pasar domestik dan internasional 4. Sasaran Strategis Sasaran yang ingin dicapai berdasarkan tujuan yang telah diuraikan di atas adalah : 1) Memperkuat kelembagaan dan SDM secara berkelanjutan. a. Peraturan per UU di bidang kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diinflementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah, b. Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat, c. Sumberdaya manuasia kelautan dan perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan, 2) mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. a. Sumberdaya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, b. Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan, c. Pulau-pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi, d. Indonesia bebas illegal, unreported, dan unregulated (IUU) fishing serta kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan, 3) meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. 14

53 a. Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan minapolitan yang bankable (dapat mengakses perbankan), b. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif kemasan dan mutu terjamin, c. Sarana dan prasarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi, 4) memperluas akses pasar domestik dan internasional. a. Seluruh desa memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan, b. Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan. E. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia. 1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional. Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia termasuk pengembangan iptek serta penguatan daya saing perekonomian. Terkait dengan penguatan daya saing perekonomian tersebut, diantaranya ditempuh melalui peningkatan pembangunan perikanan dan kelautan sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan iptek. Kerangka pencapaian tujuan RPJMN II tersebut, dirumuskan lebih lanjut dalam Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun (Renstra KKP) yang merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia. Prioritas pembangunan nasional adalah : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan, 15

54 Penanggulangan Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik, Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi. 2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan Mengacu pada 11 agenda utama (prioritas) pembangunan nasional, pembangunan kelautan dan perikanan tahun menentukan 5 prioritas nasional yaitu : 1) Prioritas 1 : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 2) Prioritas 4 : Penanggulangan Kemiskinan 3) Prioritas 5 : Ketahanan Pangan 4) Prioritas 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana 5) Prioritas 10 : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik Arah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung kebijakan nasional dalam 5 tahun ke depan tersebut adalah : 1) Pro poor Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha perikanan dan kelautan. 2) Pro job Pendekatan pro - job dilakukan melalui optimalisasi potensi perikanan budidaya yang belum tergarap untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan modal dan kepastian berusaha. 3) Pro growth Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor perikanan dan kelautan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku ekonomi perikanan dan kelautan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi. 16

55 4) Pro sustainability Pendekatan pro-sustainability dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan ke empat arah kebijakan di atas dilakukan melalui : 1) Pengembangan Minapolitan Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan perikanan dan kelautan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka mendukung visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengembangan minapolitan dilakukan melalui pendekatan : a. Ekonomi perikanan dan kelautan berbasis wilayah, b. Kawasan ekonomi unggulan, c. Sentra produksi, d. Unit usaha, e. Penyuluhan, f. Lintas sektor, Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengembangkan minapolitan antara lain : a. Pembangunan Sarana dan Prasarana Perikanan. Pembangunan sarana dan prasarana perikanan sepertii pengembangan kapal dan alat penangkapan ikan, pengembangan pelabuhan perikanan dan pengembangan kawasan budidaya, b. Pengembangan Ekspor Pengembangan ekspor dilakukan melalui pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berpotensi ekspor, c. Peningkatan Investasi Mendorong peningkatan nilai investasi perikanan mencapai Rp. 7,5 triliun, d. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perikanan dan Kelautan Perluasan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perikanan dan kelautan yang mampu menjangkau 2 juta usaha kecil dan menengah di 300 kabupaten/kota, 17

56 e. Pengembangan Lembaga Pembiayaan Pengembangan lembaga pembiayaan perikanan dan kelautan yang mampu menyalurkan dana pembiayaan sebesar Rp. 50 milyar per tahun sampai tahun 2014 melalui program KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank), f. Pembangunan prasarana pulau-pulau kecil, khususnya pulau terluar, g. Peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan, Daerah yang telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan di Indonesia disajikan pada Lampiran ) Entreprenuership Pengembangan kewirausahaan dan peningkatan usaha kecil dilaksanakan melalui upaya membangun kepercayaan (trust building) bagi para pelaku, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar ikan. Pengembangan kewirausahaan dilakukan dalam rangka penciptaan usaha di sektor perikanan dan kelautan bagi sarjana yang masih menganggur. 3) Networking Melalui pembentukan jejaring kerja akan terbina interaksi yang baik, secara langsung dan tidak langsung, antara berbagai pemangku kepentingan dan instansi pemerintah, sehingga terjalin suatu kesatuan yang lebih besar dan kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilki dan mengeliminer kekurangan dan kelemahan yang dimiliki. 4) Technology and Innovation Penguasaan teknologi sistim akuakultur, penangkapan ikan, penanganan dan pengolahan ikan serta pemasarannya dapat membantu mempercepat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. 5) Empowering Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberi fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan menuju kemandirian dan kesejahteraan. 6) Penguatan Kelembagaan Kelompok Masyarakat Keberadaan kelompok masyarakat di bidang budidaya, penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan kelompok pengawasan akan memberikan 18

57 keuntungan bagi anggota kelompoknya sehingga kelompok masyarakat tersebut perlu diperkuat dan didukung keberadaannya. Berdasarkan target prioritas nasional dan arah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan maka pada tahun telah ditentukan Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan perikanan dan kelautan seperti yang tertera pada Tabel F. Program Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia Arah kebijakan dan strategi pembangunan perikanan dan kelautan tahun akan diimplementasikan ke dalam program dan kegiatan tahun sebagai berikut : 1. Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap Program ini bertujuan meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dengan sasaran peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : pengelolaan sumberdaya ikan; pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkap ikan, dan pengawakan kapal perikanan; pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan; pelayanan usaha perikanan tangkap yang efisien, tertib, dan berkelanjutan; pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya (DitJen PT) 19

58 Tabel 1.10 Indikator Kinerja Utama (IKU) No Rincian Sasaran A FUNGSI EKONOMI Rata-rata kenaikan (%/thn) 1 Kontribusi PDB perikana terhadap PDB 3,0 3,5 4,5 5,5 6,5 21,41 nasional tanpa migas (%) 2 Produksi 10,76 12,26 14,86 18,49 22,39 20,16 perikanan (juta ton) Tangkap Budidaya 5,38 5,38 5,41 6,85 5,44 9,42 5,47 13,02 5,50 16,89 0,55 33,19 3 Nilai ekspor hasil perikanan (USD 2,9 3,2 3,5 4,1 5,0 14,67 milyar) 4 Konsumsi ikan 30,47 31,64 32,39 33,17 38,67 6,29 (kg/kap/thn) 5 Jumlah unit pengolahan ikan (unit) * ,10 6 Nilai tukar nelayan dan ,30 pembudidaya ikan B FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP 1 Luas kawasan - konservasi laut 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 dan perairan (juta ha)** 2 Jumlah pulau - kecil yang dikelola (pulau) *** 3 % wilayah pengelolaan perikanan bebas ,79 IUU fishing (%) Keterangan : *) Jumlah unit pengolahan ikan yang menjadi target sasaran tahun bersangkutan **) Luas target kawasan konservasi laut dan perairan pada tahun bersangkutan ***) Jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang menjadi target Pengelolaan pada tahun bersangkutan. 20

59 2. Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya Program ini bertujuan meningkatnya produksi perikanan budidaya, dengan sasaran program peningkatan produksi perikanan budidaya (volume dan nilai). Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : pengembangan sistim produksi pembudidayaan ikan; pengembangan sistim pembenihan ikan; pengembangan sistim kesehatan ikan dan lingkungan pembudidayaan ikan; pengembangan sistim usaha pembudidayaan ikan; pengembangan sistim prasarana dan saranan pembudidayaan ikan; pengawalan dan penerapan teknologi terapan adaptif perikanan budidaya; dan peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya (DitJen PB) 3. Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Program ini bertujuan untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, nilai tambah produk perikanan, investasi, serta distribusi dan akses pemasaran hasil perikanan. Sasaran program ini adalah peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan serta peningkatan volume produk olahan. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : mengfasilitasi pengembangan industri pengolahan hasil perikanan; mengfasilitasi pengembangan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan; mengfasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri hasil perikanan; mengfasilitasi penguatan dan pengembangan pemasarab luar negeri; mengfasilitasi pembinaan dan pengembangan sistim usaha dan investasi perikanan; mengfasilitasi pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan; meningkatkan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (DitJen P2HP) 4. Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Program ini bertujuan mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari. Sasaran dari program ini adalah peningkatan persentase pendayagunaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan yang akan dilakukan adalah : pengelolaan dan pengembangan konservasi kawasan dan jenis; penataan ruang dan perencanaan pengelolaan 21

60 wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; pendayagunaan pesisir dan lautan; pendayagunaan pulau-pulau kecil; pelayangan usaha dan pemberdayaan masyarakat; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (DitJen KP3K) 5. Program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Program ini bertujuan meningkatkan ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sasaran dari program ini adalah perairan Indonesia bebas illegal, unreported & unregulated (IUU) fishing serta kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan. Kegiatan yang akan dilakukan adalah : peningkatan operasionall pengawasan sumberdaya perikanan; peningkatan operasional pengawasan sumberdaya kelautan; peningkatan operasional dan pemeliharaan kapal pengawas; pengembangan sarana dan prasarana pengawasan dan pemantauan kapal perikanan; penyelesaian tindak pidana kelautan dan perikanan; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan teknis lainnya Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DitJen P2SDKP) 6. Program Penelitian dan Pengemb. IPTEK Kelautan & Perikanan Program ini bertujuan menyiapkan ilmu, pengetahuan dan teknologi sebagai basis kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan. Sasaran program adalah termanfaatkannya IPTEK hasil penelitian dan pengembangan oleh para pemangku kepentingan. Kegiatan yang akan dilakukan adalah : penelitian dan pengembangan IPTEk perikanan tangkap, budidaya, kelautan, kewilayahan, dinamika dan sumberdaya non hayati pesisir dan laut, pengolahan produk dan bioteknologi kelautan dan perikanan; penelitian dan perekayasaan sosial ekonomi kelautan dan perikanan; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BKRP) 7. Program Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM kelautan dan perikanan. 22

61 Sasaran program adalah meningkatnya kompetensi SDM kelautan dan perikanan. Kegiatan yang akan dilakukan adalah : pelatihan kelautan dan perikanan; penyuluhan kelautan dan perikanan; pendidikan kelautan dan perikanan; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP). 8. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Apatur Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengendalian akuntabilitas kinerja pembangunan kelautan dan perikanan. Sasaran program adalah meningkatnya persentase capaian kinerja pembangunan kelautan dan perikanan. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : pengawasan akuntabilitas aparatur di semua unit kerja KKP; peningkatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Inspektorat Jenderal. 9. Program Peningkatan Dukungan Managemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya KKP Program ini bertujuan untuk meningkatkan pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan. Sasaran program adalah meningkatnya kesesuaian pelaksanaan dukungan manejerial. Kegiatan yang akan dilakukan adalah : pembinaan an koordinasi perencanaan, penganggaran dan monitoring evaluasi pembangunan kelautan dan perikanan; pembinaan administrasi dan pengelolaan pelayanan penunjang pelaksanaan tugas KKP; pembinaan dan korodinasi penyiapan produk hukum dan penataan organisasi KKP dan pengelolaan keuangan KKP; pembinaan dan pengelolaan kepegawaian KKP; pengembangan data statistik dan informasi kelautan dan perikanan; pengembangan dan pembinaan perkarantinaan ikan, kerjasama internasional dan antar lembaga; perumusan dan pengembangan kebijakan kelautan dan perikanan. 23

62 G. TUGAS KELOMPOK. Tugas kelompok setelah mengikuti pembelajaran modul I, yaitu setiap kelompok ditugaskan menyusun Renstra suatu SKPD sebagai materi praktek matakuliah. Renstra yang telah akan disusun, dibuatkan intisarinya dalam bentuk power point yang akan dipresentasikan di depan kelas. H. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran No 1 NIRM NAMA MAHASISWA Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan kondisi umum perikanan dan kelautan saat ini, Menjelaskan potensi dan permasalahan perikanan Indonesia, Mengetahui visi, misi, tujuan dan sasaran strategis KKP , Menjelaskan kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia, Menjelaskan program pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia, Menjelaskan tata cara penyusunan suatu Rencana Strategis, Ketepatan dan kejelasan uraian Kerjasama kelompok

63 III. PENUTUP Modul I (Arah kebijakan dan strategi pembangunan perikanan Indonesia) menjelaskan tentang kondisi perikanan dan kelautan saat ini, potensi dan permasalahannya, visi, misi, tujuan dan startegis pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia. Modul I akan membuka wawasan mahasiswa tentang kondisi, potensi dan permasalahan perikanan dan kelautan Indonesia saat ini. Modul ini mengantar mahasiswa untuk memahami modul-modul yang lain. REFERENSI DirJen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Panduan Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Daerah. COREMAP II, DKP. Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rencana Strategis KKP Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Per.12/MEN/2010 Tentang Minapolitan. Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep. 32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Jakarta. Patria J.S, Arso, S.P. dan Wulan, R.E.K Bahan Pelatihan Penyusunan Renstra SKPD Kesehatan. USAID-LGSP. Jakarta 25

64 Lampiran 1.1 Kawasan minapolitan Indonesia No Propinsi Kabupaten/Kota 1 Nanggro Aceh Darussalam Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Barat Daya 2 Sumatera Utra Serdang Bagadai, Tapanuli Utara, Samosir, Deli Serdang, Simalungun, Tapanuli Tengah, Langkat, Kota Medan 3 Sumatera Barat Dharmas Raya, Pesisir Selatan, Agam, Kota Padang. 4 Riau Kuantan Singingi, Indagiri Hilir, Kota Dumai, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis. 5 Kepulauan Riau Bintan, Kota Batam, Tanjung Balai Karimun 6 Jambi Batanghari, Muaro Jambi, Kota Jambi, Tanjung Jabung Barat 7 Bengkulu Kaur, Bengkulu Utara, Seluma, Kota Bengkulu 8 Sumatera Selatan Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu Selatan, Banyuasin, Palembang, Musi Rawas 9 Bangka Belitung Bangka Selatan, Belitung Timur, Belitung, Bangka Tengah, Bangka. 10 Lampung Lampung Tengah, Lampung Selatan, Tulang Bawang, Tanggamus, Pesawaran, Lampung Timur, Kota Bandar Lampung. 11 DKI Jakarta Kota Madya Jakarta Utara 12 Banten Serang, Tangerang, Lebak, Pandeglang, Kota Serang. 13 Jawa Barat Karawang, Bogor, Garut, Cirebon, Kota Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Bekasi, Sukabumi, Tasikmalaya 14 Jawa Tengah Banyumas, Boyolali, Tegal, Demak, Pati, Cilacap, Purbalingga, Magelang, Brebes, Kota Tegal, Rembang, Kota Pekalongan 15 DI Yogyakarta Gunung Kidul, Sleman, Kulonprogo 16 Jawa Timur Tuban, Blitar, Trenggalek, Lamongan, Sumenep, Gresik, Sidoarjo, Malang, Banyuwangi, Kota Probolinggo, Pacitan. 17 Kalimantan Barat Sambas, Kapus Hulu, Bengkayang, Kayong Utara, Kota Pontianak, Ketapang. 18 Kalimantan Tengah Pulang Pisau, Katingan, Palangkaraya, Barito Selatan, Kota Waringin Barat 19 Kalimantan Selatan Banjar, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu 20 Kalimantan Timur Malinau, Nunukan, Penajam Paser Utara, Kutai Kertanegara, Bulungan, Kutai Timur, 26

65 Kota Balikpapan 21 Sulawesi Utara Minahasa Selatan, Bolaang Mongondouw Utara, Sangihe, Minahasa Utara, Minahasa, Kota Bitung, Kota Manado 22 Gorontalo Gorontalo Utara, Boalemo, Pohuwato. 23 Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una, Banggai, Parigi Moutong, Donggala 24 Sulawesi Selatan Bone, Jeneponto, Gowa, Luwu Timur, Sinjai, Takalar, Wajo, Maros, Bantaeng, Pangkep, Kota Makassar. 25 Sulawesi Barat Majene, Mamuju, Mamasa, Mamuju Utara, Polewali Mandar. 26 Sulawesi Tenggara Kolaka, Konawe Selatan, Kolaka Utara, Buton, Konawe Utara, Kota Kendari, Kota Bau-Bau 27 Bali Klungkung, Buleleng, Badung, Jembrana, Kota Denpasar 28 Nusa Tenggara Barat Lombok Timur, Bima, Lombok Barat, Sumbawa, Lombok Tengah, Sumbawa Barat 29 Nusa Tenggara Timur Sumba Timur, Sikka, Lembata, Rote Ndao, Alor, Kota Kupang 30 Maluku Kepulauan Aru, Seram Bagian Barat, Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Kota Ambon 31 Maluku Utara Halmahera Selatan, Sula, Morotai, Kota Ternate. 32 Papua Waropen, Merauke, Biak Numfor, Kota Jayapura 33 Papua Barat Raja Ampat, Sorong, Kaimana, Kota Sorong isumber : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI no. Kep.32/MEN/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. 27

66 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Konvensi hukum laut, United Nations Convention on the Lawa of the Sea (UNCLOS 1982) adalah suatu hukum laut yang komprehensif yang menjadi acuan banyak negara tentang hak dan kewajibannya terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut dan lingkungannya. Indonesia sebagai negara kepulauan telah menandatangani konvensi hukum laut internasional pada Desember 1982 dan disyahkan pada bulan Desember tahun 1985 melalui Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 dan diberlakukan pada tahun Di dalam UNCLOS tersebut banyak hal-hal yang diatur dan berkaitan dengan kepentingan Indonesia sehingga isi lengkap UNCLOS perlu diketahui oleh mahasiswa. B. Ruang Lingkup Isi Perkembangan UNCLOS, Cakupan UNCLOS, Hal-hal yang berhubungan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi UNCLOS. C. Kaitan Modul Modul II (Hukum Internasional berkaitan dengan perikanan) memaparkan tentang Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) sebagai salah satu rujukan hukum dan per UU internasional dalam bidang perikanan dan kelautan. Modul ini mencakup hal-hal tentang latar belakang (background), provisi umum (general provisions), laut teritorial dan zona kontigus (territorial sea and contiguous zones), penggunaan selat untuk pelayaran internasional (straits use for international navigation), negara kepulauan (archipelagic states), zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone), landasan kontinen (continental shelf), laut lepas (high seas) dan sebagainya. Modul II ini merupakan dasar aturan pada keseluruhan aturan yang dikeluarkan oleh Perserikanan Bangsa-Bangsa atau badan dunia lainnya seperti FAO seperti Code 28

67 of Conduct for Responsible Fisheries, Fish Stock Agreement dan sebagainya (modul III & IV). D. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan tentang mengapa hukum dan per UU International perlu diketahui, Mengetahui cakupan UNCLOS, Menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, Menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam implementasi UNCLOS 29

68 II. PEMBELAJARAN A. Perkembangan UNCLOS 1. Latar Belakang Sejarah. Sejak manusia untuk pertamakali memanfaatkan laut, isu tentang pengendalian lautan telah mulai bergulir. Menjelang abad ke XX, lautan telah menjadi subyek doktrin penggunaan laut secara bebas (freedom of the seas doctrine). Prinsip ini diadopsi pada abad ke XVII, dibatasi pada hak dan yuridiksi nasional di atas luasan sempit perairan sepanjang pantai nasional, sisa laut lainnya adalah bagian yang bebas untuk semua dan tidak menjadi milik sesuatu negara. Beberapa abad kemudian, aturan jarak tembak meriam cannon shot rule menjadi dasar untuk menentukan berapa luas laut yang menjadi dan masuk ke dalam yuridiksi suatu bangsa. Aturan cannot-shot bahwa jarak tembak meriam menentukan luas laut dari pantai yang dikontrol oleh suatu bangsa, yang pada abad ke XVIII jarak tersebut sejauh 3 mil laut dan di dalam perkembangannya jarak 3 mil laut diakui menjadi jarak laut teritorial suatu bangsa. Menjelang pertengahan abad XIX dan awal abad ke XX, di mana terjadi perkembangan teknologi yang sangat pesat, pemanfaatan sumberdaya laut khususnya sumberdaya perikanan semakin meningkat tidak saja hanya dengan penggunaan kapal-kapal penangkap ikan berukuran besar tetapi juga dengan kemampuan ilmu pengetahuan untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut di mana hal ini kurang diprediksi sebelumnya. Tanpa pengaturan terhadap kegiatan eksploitasi khususnya yang berhubungan dengan kemampuan pulih mengakibatkan terjadinya penurunan stok ikan dunia. Untuk melindungi sumberdaya lokal, sumberdaya hayati dan atau mineral, beberapa negara mulai memperluas tuntutan atas laut wilayah melebihi 3 mil laut. Bangsa yang pertama memperluas tuntutan atas yuridiksi laut adalah Amerika Serikat, di mana pada 28 September 1945 presiden Harry S.Truman menandatangi suatu dokumen yang dikenal sebagai Truman Proclamation, yang mengklaim keberhakan Amerika Serikat sekitar landasan kontinental (Outer Continental Shelf, OCS) dan sumberdaya didalamnya, dan juga menyatakan hak untuk mengadakan zona konservasi pada perairan laut lepas (high seas contiguous) yang berbatasan 30

69 dengan pantai dengan tidak melupakan kebebasan berlayar. Selanjutnya pada tahun 1950, Argentina secara aktif telah mengklaim landasan kontinentalnya dan kolom air yang diatasnya, Ekuador, Chili, dan Peru menyatakan hak atas zona 200 mil untuk melindungi sumberdaya biologi mereka dari kapal asing, kemudian oleh beberapa negara Arab dan Eropa Timur mulai menyatakan laut wilayahnya menjadi 12 mil dari garis pantai. 2. UNCLOS I. Bermunculannya berbagai sengketa sebagai akibat dari aturan saat itu, sidang Majelis Umum yang diselenggarakan di Jenewa tahun 1858 dan dihadiri 78 negara mengadopsi resolusi 1105 (XI) yang di sebut : The United Nation Convention on the Law of the Sea (dikenal sebagai UNCLOS I). Pertemuan menghasilkan empat konvensi secara terpisah yaitu : 1) The Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone (mengadakan hak.kedaulatan dan hak melintas di perairan wilayah (sovereignty rights dan rights of passage), dan zona berbatasan (contiguous zone) menjadi 12 mil laut; 2) The Convention on the High Seas (mengadakan akses untuk bangsa tidak memiliki laut (landlocked nations), konsep bendera bangsa, pembajakan, protokol keamanan dan penyelematan, pencegahan pollusi dan lainnya) ; 3) The Convention of Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea (mengadakan hak negara pantai untuk melindungi sumberdaya hayati laut, penanganan perselisihan) ; dan 4) The Convention on the Continental Shelf (mengadakan pengaturan perairan menjorok dan ruang udara di atasnya (superjacent water and airspace), pemeliharaan kabel/pipa bawah laut, pengaturan pelayaran, penangkapan ikan, penelitian ilmiah dan komptensi negara pantai atas wilayah tersebut, delimination, dan tunneling). Konvensi juga menghasilkan Optional Protocol of Signature Concerning the Compulsory Settlement of Disputes yaitu : yuridiksi International Court Justice (Pengadilan Hukum Internasional) atau melalui :Arbitration atau Conciliation). 3. UNCLOS II, Dalam menanggulai isu-isu yang belum terselesaikan setelah UNCLOS I, Majelis Umum (General Assembly) pada awal tahun 1960, memanggil untuk melakukan konvensi hukum laut ke II (yang sekarang dikenal sebagai UNCLOS 31

70 II ). Tujuan dari konvensi adalah membahas luas laut wilayah dan batas perikanan. Konvensi mengadopsi dua resolusi namun tidak secara konsensus. 4. UNCLOS III. Frustasi dengan keberlanjutan inkonsistensi ocean governance regime duta besar Malta di Amerika Serikat meminta Majelis Umum mengambil aksi tentang an effective international regime over the seabed and the ocean floor yang dapat menetukan secara yuridiksi nasional. Sebulan kemudian, General Assembly mengadopsi resolusi 2467 A (XXIII) dan resolusi 2750 C (XXV), dengan membentuk komite Peacefull Uses of the Seabed and the Ocean Floor beyond the Limits of National Jurisdiction (penggunaan secara damai kolom laut dan dasar laut), dan memanggil untuk konvensi Hukum Laut ke III yang pertemuannya diadakan pada tahun 1973 dan melalui perdebatan dalam kurung waktu 9 tahun, 160 negara yang berpartisipasi pada tahun 1982 menyimpulkan tentang United Nations Convention on the Law of the Sea, yang secara umum dikenal sebagai UNCLOS atau Law of the Sea Treaty. UNCLOS adalah salah satu konvensi yang terbesar dan terpenting dalam sejarah perjanjian hukum, berisikan 17 bab (part) 320 pasal (articlel) dan 9 lampiran. Konvensi ini pertamakali ditandatangi Desember 1982, dan sampai dengan Desember 1994 masih belum efektif. UNCLOS membutuhkan 60 tanda tangan ratifikasi dari berbagai negara dan dapat diberlakukan secara tegas satu tahun setelah negara ke 60 meratifikasinya. B. Cakupan UNCLOS. United Nation Convention Law Of the Sea 1982 terdiri dari isi dan lampiran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Divisions of Ocean Areas Salah satu hal yang sangat memilki kekuatan dari UNCLOS ialah bahwa telah menjawab pertanyaan tentang kepemilikan bangsa atas laut dan dasar perairan. Bab II, V, VI dan VII membentuk bermacam wilayah laut, dan siapa yang berhak atasnya, serta batasan hak. Hal-hal yang berhubungan dengan wilayah laut dalam UNCLOS antara lain : 32

71 1) Baselines, ialah perbatasan dari dalam mana suatu bangsa dapat memulai pengukuran untuk menentukan bagian dari batas lautnya atau landasan kontinental di mana bangsa dapat melakukan kedaulatannya. Kecuali dalam kasus khusus, baseline adalah garis sepanjang pantai saat surut terendah. Penjelasan secara detail bagaimana menentukan base line disajikan pada pasal 5 7 dan Aturan khusus (pasal 47) diadakan untuk menentukan baselines negara kepulauan seperti Filipina dan Indonesia. 2) Internal Waters, internal waters atau perairan pedalaman ialah perairan bagian dalam dari baseline, 3) Territorial Sea, pasal 3 UNCLOS menjelaskan bahwa suatu bangsa dapat menentukan laut teritorialnya sampai mencapai 12 mil laut dari baseline. Di dalam laut wilayah, suatu bangsa memilki kekuasan eksklusif atas air, dasar laut, dan udara di atasnya. Perjanjian mengamahkan bahwa semua negara memiliki hak untuk melintas melalui laut wilayah dari negara lain. 4) Contiguous Zone, ialah wilayah laut yang diukur dari baseline ke jarak 24 mil laut. Di dalam wilayah ini, suatu bangsa dapat memberlakukan pengawasan yang dianggap perlu untuk mengantisipasi pelanggaran pabean, fiskal, imigrasi atau hukum saniter dalam teritorialnya atau laut teritorial; 5) Exclusive Economic Zone, ialah wilayah yang mencakup jarak dari tidak lebih 200 mil laut dari baseline suatu bangsa. Secara umum aturan yang berhubungan dengan laut lepas yang terdapat di pasal 88 sampai 155, yang implementasinya ke zona ekonomi eksklusif (ZEE). Di dalam ZEE nya, suatu bangsa dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alamnya (hayati dan non hayati) yang didapatkan baik di kolom perairan maupun yang di dasar perairan, dapat menggunakan sumberdaya alam dari wilayah untuk memproduksi energi (termasuk angin, gelombang/arus), dapat mengadakan pulau buatan, melakukan penelitian ilmiah kelautan, membuat peraturan untuk konservasi dan proteksi lingkungan laut, dan melakukan regulasi penangkapan. Salah satu tujuan utama dibalik pengadaan zona ekonomi eksklusif ialah untuk memperjelas hak-hak suatu bangsa untuk mengontrol penangkapan ikan di laut lepas. Jarak 200 mil laut yang 33

72 ditentukan oleh UNCLOS adalah tidak suatu angka arbitrasi. Angka itu didasarkan kepada fakta bahwa daerah penangkapan yang paling mengungtukan berada pada bagian dalam 200 mil laut dari pantai, di mana daerah tersebut kaya akan fitoplankton yag merupakan makanan utama ikan. Kreasi ZEE memberikan hak yuridiksi kepada bangsa-bangsa berpantai kurang lebih 38 juta mil laut 2 dari luas laut. Wilayah ZEE diperkirakan mengandung sekitar 87 % hydrocarbon dan sumberdaya mineral. Selain itu, ZEE memiliki lebih dari 99 % perikanan dunia, yang memungkinkan bangsa-bangsa bekerja untuk konservasi laut penting dan sumberdaya terbatas. 6) Continental Shelf, tidak seperti batasan-batasan yang telah diuraikan di atas, kontinental shelf adalah sesuatu yang nyata, secara alami terbentuk oleh formasi geologi. Dalam UNCLOS, continental shelf merupakan suatu terminologi hukum. Sampai saat ini penentuan landasan kontinen telah banyak dilakukan oleh beberapa negara, tetapi juga masih banyak yang belum melakukannya. UNCLOS memberi keluasan kepada bangsa-bangsa untuk melakukan klaim landasan kontinentalnya sepanjang 200 mil laut dari garis pantai melalui kaki dari paparan kontinental seperti yang diatur pada pasal 76 paragraf 4 7. Ketentuan ini memungkinkan suatu pertambahan perpanjangan 150 mil laut dari garis pantai atau 100 mil laut dari kedalaman meter. Bangsa-bangsa melakukan hak kewenangan di atas kontinent untuk mengeksplorasi dan mengeksploitas sumberdaya non hayati dan hal yang sama terhadap sumberdaya hayati yang hidup di dasar laut. Peningkatan kewenangan pada kontinental shelf yang diperpanjang didapatkan dengan suatu biaya. Suatu bangsa yang mengeksploitasi sumberdaya di atas kontinental shelf melebihi 200 mil laut diberi waktu 5 tahun untuk mengembangkan dan mengeksploitasi sumberdaya tanpa membayar beban biaya. Mulai dari tahun ke 6, suatu bangsa harus membayar 1 % dari nilai sumberdaya yang diproduksi dari tempat tersebut, di mana tingkat pembayaran naik 1 % per tahun sampai tahun ke 12, dan menjadi 7 % per tahun sesudahnya. Negara berkembang tidak masuk dalam aturan ini. Penghasilan dari kegiatan ini disimpan oleh International Seabed Authority dan akan didistribusikan ke negara yang berpartisipasi. 34

73 7) High Seas, perairan di luar ZEE suatu bangsa dinyatakan sebagai laut lepas. Laut lepas adalah tetap sesuai konsep kebebasan di laut (freedom of the seas) dalam versi lain, dan tidak satupun negara yang dapat mengklaim kepemilikan terhadap bagian dari laut bebas. Berdasarkan UNLOS, laut lepas terbuka untuk semua bangsa-bangsa, baik yang negara berpantai maupun yang tidak berpantai. Pada laut lepas, bangsa-bangsa diperbolehkan secara bebas berlayar, terbang, bebas memasang kabel dan pipa bawah laut, bebas membangun pulau buatan, bebas melakukan penangkapan ikan dan penelitian ilmiah. Pada laut lepas dilarang melalukan pengangkutan budak, pembajakan, pengedaran obat terlarang dan sebagainya. 8) The Area, ialah dasar laut dasar lautan yang di luar batas yuridiksi bangsa, atau bagian dari dasar laut yang diluar ZEE atau dikenal sebagai landasan kontinen suatu negara. The area dapat juga dikatakan sebagai dasar laut di bawah laut lepas. Menurut UNCLOS sumberdaya yang terkandung didalamnya dapat dikategorikan sebagai the common heritage of mankind, tidak ada bangsa yang dapat mengklaim bagian dari the area dan sumberdaya didalamnya, sehingga perusahaan yang mengeksploitasi sumberdaya harus membuat perjanjian bahwa keuntungan (profit sharing agreement) yang didapatkan akan dibagi dengan negara-negara berkembang. 2. Environmental Considerations. Walapun UNCLOS bukan merupakan perjanjian lingkungan, banyak hal dalam perjanjian ini mengarah ke hal-hal yang berkaitan lingkungan. Beberapa bab berisikan porsi besar mengenai proteksi dan perlindungan lingkungan laut (Bab XII), perjanjian juga berisikan beberapa referensi ke tugas lingkungan dan keharusan mencatumkannya pada beberapa pasal. Isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan yang terdapat dalam UNCLOS antara lain : 1) Pollution Prevention, pencegahan pollusi termuat dalam pasal 195 bahwa bangsa-bangsa mencegah, mengurangi dan mengontrol polusi di lingkungan laut. Pasal 195 juga melarang bangsa-bangsa memindahkan polusi atau bahan pencemar ke negara lain, baik secara langsung maupun tidak 35

74 langsung, atau dari mengubah dari satu tipe polusi ke lainnya. Bab XII UNCLOS juga mendorong bangsa-bangsa untuk berpartisipasi dalam perjanjian regional yang berhubungan dengan lingkungan dan menetapkan tugas bangsa-bangsa ke conterpart regional (pasal ). Bangsabangsa didorong untuk bekerjasama dalam bentuk perencanaan regional untuk preservasi lingkungan laut, dan juga untuk mengembangkan perencanaan kontigensi untuk menjawab insiden polusi dan berkordinasi satu dengan lainnya dalam data-sharing dalam polusi laut regional dan menetapkan kriteria ilmiah untuk promulgation dari regulasi yang berkaitan polusi laut. 2) Dumping at Sea, dumping at sea diuraikan pada pasal 1 sebagai berbagai aktivitas pembuangan sampah/limbah atau bahan lain dari kapal, pesawat udara, pengeboran, atau bangunan lainnya di laut atau limbah dari kapal, pesawat udara, pengeboran, atau bangunan lain di laut. UNCLOS membuat pengecualian untuk limbah dari buangan secara tidak sengaja dari operasi normal kapal, pesawat udara dan sebagainya. Pasal 210 secara spesifik mengalamatkan isu dumping dan memerlukan bangsa-bangsa mengarahkan pembuatan undang-undang ke isu tersebut. Paragraph 6 mensyaratkan bahwa hukum dan per UU suatu bangsa paling tidak efektif sebagai aturan umum dan sesuai standar Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter London ) Fishing Rights, banyak pasal dalam UNCLOS tentan fishing right berhubungan tentang siapa mempunyai hak untuk mengontrol dan mengeksploitasi stok-stok ikan. Walaupun pasal-pasal tersebut tidak secara utama mengarah ke lingkungan, isinya mengandung ketentuan tentang pengaturan kelebihan tangkap. 4) In the EEZ, negara-negara berpantai memilki peranan utama untuk mengontrol stok ikan di ZEE. Sebagai bagian dari primary control, negara berpantai diharuskan mempertahankan keberadaan stok ikan dan melindunginya dari pemanfaatan berlebihan, dan sebagai bagian dari tanggung jawab, negara berpantai harus menentukan maksimum tangkapan yang diperbolehkan (maximum allowable catch atau total allowable catch) untuk species tertentu. Negara berpantai dipersyaratkan menentukan 36

75 kemampuan tangkapnya (capacity to harvest atau capacity to catch). Dalam keadaan di mana negara tidak mampu menangkap penuh maksimum tangkapan yang diperbolehkan, negara pantai diwajibkan untuk memberikan akses ke negara lain untuk memanfaatkan kelebihan tangkapan yang tidak termanfaatkan. UNCLOS menyediakan aturan khusus untuk spesies yang melintasi bermacam tipe pembatas. Dalam kondisi suatu spesies melakukan migrasi di perairan ZEE dari beberapa negara berpantai, negara-negara tersebut diwajibkan sampai pada suatu perjanjian konservasi dan pengembangan stok. Untuk ikan yang melakukan migrasi jarak jauh (highly migratory species), negara-negara yang mengeksploitasinya harus bekerjasama untuk mempertahankan level stok yang tepat dan membuat yakin bahwa penangkapan yang dilakukan tidak berlebihan. UNCLOS juga mencakup spesies ikan yang melakukan migrasi antara perairan pedalaman dan laut sebagai bagian dari siklus reproduksinya. Pada Anadromous species, ikan yang melakukan pemijahan di perairan tawar dan kemudian melakukan migrasi menuju perairan laut, yang memiliki tanggung jawab utama adalah negara di mana sungai berada sebagai asal spesies tersebut dan negara asal spesies diperbolehkan menentukan tangkapan yang diperbolehkan. Untuk catadromous species, yang memiliki tanggung jawab utama adalah negara pantai asal ikan tersebut. Penangkapan ikan tersebut dibatasi di ZEE, dan apabila spesies tersebut melakukan perjalanan melintasi beberapa negara maka diharapkan negara-negara tersebut melakukan kerjasama untuk mengadakan pengelolaan rasional spesies tersebut. 5) On the High Sea. Semua bangsa memilki hak untuk menangkap ikan di laut lepas, dan semua bangsa memiliki tugas untuk mengambil kebijakan untuk melakukan konservasi sumberdaya hayati di laut lepas. Bangsa-bangsa yang menangkap spesies ikan yang sama atau berbeda pada suatu perairan di laut lepas harus bekerjasama untuk konservasi dan perlindungan spesies dari kelebihan eksploitasi, menentukan maksimum tangkapan yang diperbolehkan, dan sebagainya. 37

76 6) Marine Mammals, negara-negara berpantai diperbolehkan membuat aturan yang lebih ketat tentang penangkapan mammalia laut. 7) Biodiversity, pasal 196 meminta negara menggunakan semua aturan yang perlu untuk menghindari introduksi secara intensif atau tidak sengat spesies ikan non-native species ke bagian baru lingkungan laut. Selain hal-hal tersebut di atas, UNCLOS juga mengatur terjadinya pencemaran dari darat (land based pollution, pasal 207), pencemaran dari atmosfir (atmospheric based pollution, pasal 212), pencemaran oleh kapal (pollution from ships, pasal 211) 3. Scientific Exploration Semua negara memiliki hak untuk melakukan penelitian ilmiah di laut. Pelaksanaan penelitian tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) penelitian untuk tujuan damai, (2) penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda ilmiah yang benar, (3) tidak mencampuri pemanfaatan laut yang legal, dan (4) dilakukan dengan respek terhadap hal-hal lain dalam perjanjian UNCLOS, termasuk proteksi dan perlindungan lingkungan laut. Negara-negara berpantai memiliki hak eksklusif untuk mengatur, memperbolehkan, dan melakukan penelitian ilmiah di wilayah perairannya sesuai kebutuhannya. Negara asing yang ingin melakukan penelitian ilmiah di ZEE atau paparan kontinental dari negara lain berhak melakukannya, tetapi dengan izin dari negara lain tersebut. Negara-negara dapat menolak permintaan oleh negara asing untuk akses di ZEE atau paparan kontinental apabila kegiatan : (1) menyangkut secara langsung eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam (hayati dan non hayati), setidaknya penelitian yang dilakukan harus berada pada perairan lebih dari 200 mil laut dari garis pantai), (2) meliputi pengeboran di paparan kontinental, penggunaan bahan peledak, atau introduksi bahan berbahaya ke dalam lingkungan laut, (3) meliputi pembangunan atau penggunaan pulau buatan, atau (4) apabila proposal kegiatan yang diajukan tidak akurat. Negara asing yang ingin melakukan penelitian ilmiah di luar pantai dari suatu negara lain harus menginformasikan kepada negara pantai tentang hal-hal sebagai berikut : (1) keadaan dan tujuan kegiatan, (2) metoda yang akan digunakan, (3) lokasi yang jelas di mana kegiatan akan dilakukan, rincian waktu penelitian, (4) organisasi yang akan melakukan penelitian, dan (4) apa keterlibatan negara pantai dalam kegiatan tersebut. 38

77 Walaupun kegiatan dilakukan jauh di luar pantai suatu negara pantai, tim peneliti dari negara lain harus menjamin hak negara pantai untuk berpartisipasi atau terwakili dalam kegiatan penelitian tanpa kewajiban berkontribusi dalam biaya kegiatan. Peneliti negara asing juga harus menyerahkan kepada negara pantai, laporan pendahuluan dan laporan akhir. 4. Enforcement 1) Enforcement by the Flag Nation. Negara memiliki kekuatan penegakkan hukum terhadap kapal yang menggunakan benderanya. Negara pemilik bendera harus mencatat kapal-kapal yang menggunakan benderanya dan memberlakukan hukum internasional terhadap kapal dan awaknya. Negara pemilik bendera bertanggung jawab untuk mengadopsi hukum dan peraturan dalam pencegahan dan pengawasan polusi dari kapal yang menggunakan benderanya. 2) Enforcement by Coastal Nations. Negara berpantai mempunyai kekuatan menegakkan berbagai aturan melawan polusi tergantung kepada apakah orang yang dicurigai melakukan pelanggaran (suspected violation) dan lokasi kapal saat negara pantai memilih melakukan tindakan atas kecurigaannya. 3) General Provisions Regarding Enforcement. UNCLOS menyajikan persyaratan umum sehunbungan dengan suatu negara ingin menegakkan hukumnya terhadap kapal dari negara lain. Pertama, berbagai ketentuan penegakkan hukum yang diberlakukan ke kapal asing dapat hanya diberlakukan pada kapal yang jelas; kedua, petugas yang melakukan penegakkan hukum tidak membahayakan pelayaran dan tidak membawa kapal ke pelabuhan yang tidak aman, dan pada saat kegiatan akan dilakukan, petugas perlu menjelaskan peraturan apa yang akan digunakan. 5. Agencies Created by UNCLOS. Untuk melaksanakan kegiatan administratif UNCLOS, dibentuk 4 (empat) badan yang bekerja sesuai dengan isu-isu yang ada, yaitu : 1) Commision on the Limits of the Continental Shelf Komisi ini dibentuk untuk mengimplementasikan pasal 76 dari UNCLOS, di dalam pasal tersebut memberi peluang kepada negara memperluas kepemilikannya atas paparan kontental sampai batas ZEE. Komisi ini terdiri atas 21 anggota yang 39

78 ahli dalam bidang geologi, geofisik, hidrografi dan dipilih oleh negara yang ikut dalam UNCLOS. 2) International Seabed Authority. International Seabed Authority adalah organisasi yang bertanggung jawab untuk mengatur wilayah tersebut. Pasal 156 konvensi memandatkan untuk membentuk otoritas dasar laut (Seabed Authority). Semua negara yang telah meratifikasi UNCLOS sepakat secara otomatis menjadi anggota dari Authority. Authority terdiri tiga badan : the Assembly, the Council, and the Secretatiat. The Assembly, adalah kelengkapan legislasi dalam mana setiap negara anggota diwakili oleh satu orang. Dari berbagai peranan dan tanggung jawab dari assembly, salah satu kewenangan yang penting adalah menentukan bagaimana pendapatan yang didapatkan dari penambangan dasar laut akan didistribusikan, fungsi lain yaitu pengawasan dan pengelolaan; The Council, adalah badan yang terdiri atas 36 orang mewakili anggota dan dipilih melalui sidang dan bertugas selama empat tahun. Di dalam council terdapat dua komisi yaitu : Economic Planning Commission dan Legal and Technical Commission. The Secretariat, terdiri atas Sekretaris Jenderal (Secretary-General) yang dipilih untuk waktu empat tahun, dan staf. 3) The Enteprise. Pasal 170 mengamatkan pembentukan agensi yang disebut the Enterprise, yang berfungsi mengkoordinasikan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya di suatu wilayah perairan. 4) International Tribunal for the Law of the Sea Lampiran 6 UNCLOS membentuk International Tribunal for the Law of the Sea. Tribunal terdiri atas 21 orang anggota, dan harus berasal dari negara anggota yang berbeda. Masa jabatan anggota selama sembilan tahun dan dapat dipilih kembali. Tribunal telah membentuk berbagai kamar (Chamber) termasuk : The Chamber of Summary Procedure, The Chamber for Fisheries Disputed, The Chamber for Marine Environment Disputed, dan The Chamber for Maritime Delimination Disputes. Tribunal juga menjadi tempat dari The Seabed Disputed Chamber. 40

79 C. Hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS. Kedaulatan Indonesia. Kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan atau (Negara Nusantara diatur dalam pasal 49, bahwa kedaulatan Indonesia mencakup perairan tertutup oleh garis lurus kepulauan yang dinamakan sebagai perairan kepulauan dan ruang udara yang ada diatasnya dan termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta sumberdaya (kekayaan) yang dikandungnya. Garis lurus kepulauan ditarik 12 mil laut dari pulau terluar pada saat surut terendah. Wilayah perairan kedaulatan Indonesia menurut pasal 49 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. Perjanjian dengan negara lain. Pasal 51 paragraf 1, bahwa negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang telah ada dengan negara lain dan harus menghormati penangkapan ikan tradisional dan kegiatan lainnya yang sah oleh negara tetangga diperairan tertentu yang termasuk dalam perairan kepulauan. Gambar 2.1 Perairan Kepulauan Indonesia. Indonesia memiliki dua perjanjian internasional tentang penangkapan ikan tradisional yaitu Indonesia Malaysia dan Indonesia-Australia. 1. Perjanjian Indonesia Malaysia. 41

80 Perjanjian Indonesia Malaysia ditandatangani pada tanggal 25 Februari 1982, dan disahkan melalui UU no. 1/1983 yang mengakui hak penangkapan ikan tradisional nelayan Malaysia dalam ZEE dan perairan kepulauan Indonesia di perairan Natuna. Perjanjian Indonesia Malaysia mencakup : (1) penangkapan ikan nelayan tradisional Malaysia yang memakai alat tradisional di wilayah tradisional dalam perairan kepulauan Indonesia (tidak termasuk perairan 12 mil laut ). Nelayan tradisional Malaysia dapat pula menangkap di wilayah ZEE Indonesia yang telah ditentukan seperti Laut China Selatan. (2) Nelayan tradisonal Malaysia adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan fundamental kehidupannya dan kehidupannya tergantung secara langsung dari kegiatan penangkapan ikan tradisional. (3) Kapal penangkapan ikan tradisional adalah semua kapal yang dimiliki atau dipakai oleh oleh nelayan tradisional Malaysia. (4) Indonesia akan terus menghormati hak penangkapan ikan nelayan tradisional Malaysia di perairan tertentu. (5) Malaysia harus memastikan bahwa penangkapan ikan tradisionalnya tidak membahayakan penangkapan nelayan Indonesia yang berada di perairan yang telah ditentukan dan tidak mengganggu eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral bawah laut di wilayah tersebut. 2. Perjanjian Indonesia Australia. Perjanjian penangkapan ikan tradisional Indonesia Australia dilakukan pada tahun 1974 dan dibahas kembali pada tahun 1986 untuk menyelesaikan beberapa masalah khususnya penangkapan ikan yang berada di luar Waters Box yang meliputi pantai Northwest Australia, laut Arafura dan di perairan antara Pulau Christmast dan Jawa dan lainnya, yang dianggap bukan dalam konteks hak penangkapan ikan tradisional. Perjanjian Indonesia Australia mencakup : (1) Kedua negara bekerjasama mencari solusi mengenai hak penangkapan ikan tradisional dan konservasi kehidupan alam liar (wildlife), 42

81 (2) MOU 1974 membatasi hak penangkapan ikan tradisional sebagai nelayan tradisional yang memakai metoda tradisional dan kapal tradisional, (3) Alat dan kapal tradisional adalah alat dan kapal yang sesuai dengan tradisi sebelumnya dan tidak termasuk metoda atau kapal yang memakai mesin, (4) Penangkapan ikan atau sumberdaya perikanan jenis pasif, khususnya lola (Trochus niloticus) di wilayah cagar laut nasional Australia di Ashmore Reefs dilarang selama waktu yang ditentukan sampai jumlah stoknya pulih, (5) Penangkapan wildlife termasuk penyu laut dan kerang-kerangan tetap dilarang, (6) Ketentuan pengelolaan perikanan dalam perairan ZEE akan diatur dalam : EEZ Delimination Treaty Economic Exclusive Zone Delimination Treaty 1997 tentang pengelolaan perikanan di ZEE pasal 7 mencakup : (1) Indonesia melaksanakan hak berdaulat dan yuridiksinya atas ZEE menyangkut kolom laut sementara Australia berdaulat atas dasar laut, (2) Pembangunan pulau-pulau buatan (artificial islands) akan dibahas melalui persetujuan kedua belah pihak, (3) Australia akan memberitahukan kepada Indonesia 3 (tiga) bulan sebelum memberikan hak eksplorasi dan eksploitasi atas dasar laut, (4) Pembangunan instalasi dan infrastruktur lainnya harus melalui pemberitahuan, (5) Setiap instalasi yang tidak terpakai lagi atau ditinggalkan harus dipindahkan, (6) Pembangunan alat pengumpul ikan (fish aggregation device, FAD) harus melalui pemberitahuan, (7) Pihak membuat pulau-pulau buatan, instalasi, infrastruktur atau alat pengumpul ikan mempunyai hak yuridiksi atasnya, (8) Pihak yang mengerjakan atau mengotorisasikan penelitian ilmiah perikanan dan kelautan harus sesuai dengan peraturan UNCLOS 1982, dan memberitahukan ke pihak lain, (9) Setiap pihak akan bertanggung jawab atas pollusi dari kegiatan yang dilakukannya, 43

82 (10) Kewajiban kedua belah pihak untuk saling berkonsultasi dan bekerjasama dalam melaksakan hal-hal ssesuai dengan hak yuridiksinya Wilayah Perikanan Indonesia Wilayah perairan di mana kegiatan perikanan dapat dilakukan mencakup : (1) Laut Wilayah (Territory Waters), pada pasal 2 paragraf 1, menetapkan bahwa kedaulatan negara pantai (coastal state) mencakup selain wilayah daratan dan perairan daratannya, dan perairan perairan kepulaunnya, juga perairan sekitarnya (diluar perairan kepulauannya), di mana wilayah kedaulatan tersebut dinamakan Laut Wilayah, yang batasnya dapat mencapai 12 mil laut dari garis dasar (pasal 3). (2) Zona ekonomi eksklusif (ZEE), pasal 2 paragraf 1 dan pasal 48, bahwa negara yang memiliki laut dapat memiliki zona ekonomi eksklusif yang dapat mencapai 200 mil laut dari garis pangkal laut wilayah, (3) Bahwa pada perairan ZEE Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan managemen sumberdaya alam baik yang hidup maupun tidak hidup yang berada dalam kolom air (superjacent water), dasar laut (sea bed), dan tanah di bawah dasar laut (sub sois), termasuk eksplorasi arus laut, ombak, angin dan kelistrikan. Wilayah perairan perikanan Indonesia menurut UNCLOS 1982 diperlihatkan pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Implikasi penerapan UNCLOS bagi Indonesia. Berbagai hal yang harus dilakukan sebagai tuntutan aplikasi UNCLOS 1982 oleh Indonesia antara lain : 1) Bahwa dalam rangka konservasi dan pengelolaan perikanan di ZEE, pasal 61 mewajibkan negara pantai menentukan potensi, jumlah ikan yang diperbolehkan ditangkap (Total Allowable Catch, TAC) di ZEE (tidak ada kewajiban menentukan TAC di perairan kepulauan dan laut wilayahnya), dan kemampuan tangkap (capacity to harvest), di mana surplus (TAC capacity to harvest) dapat diberikan kepada negara lain melalui perjanjian. 2) Bahwa dalam menentukan TAC di ZEE negara berpantai mempunyai kewajiban lain yaitu : (1) memastikan tidak terjadi eksploitasi berlebihan sumberdaya perikanan, (2) harus bekerjasama dengan organisasi internasional yang berkompoten, 44

83 (3) melakukan upaya memulihkan kembali kondisi populasi ikan yang dieksploitasi, (4) menjamin terjadinya pemanfaatan yang maksimum dan lestari, (5) menjaga agar jangan terjadi akibat yang negatif dari kegiatan penangkapan tertentu terhadap jenis-jenis biota perairan lainnya yang berkaitan atau tergantung dari perikanan tersebut. Gambar 2.2 Sketsa wilayah perairan perikanan D. TUGAS KELOMPOK Setelah mengikuti modul ini mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok mendalami salah satu BAB dari UNCLOS, membuat ringkasan dalam bentuk power point, mempresentasikan dan mengdiskusikan di dalam kelas. 45

84 E. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran No 1 NIRM NAMA MAHASISWA Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan tentang mengapa hukum dan per UU International perlu diketahui, Mengetahui cakupan UNCLOS, Menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia yang diatur dalam UNCLOS, Menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam implementasi UNCLOS Ketepatan dan Kerjasama kejelasan uraian kelompok III. PENUTUP Modul II (Hukum dan Perauran Internasional, UNCLOS) membahas tentang perkembangan UNCLOS, hal-hal utama yang dibahas, hal-hal yang berhubungan dengan perikanan dalam UNCLOS, penerapan UNCLOS dan aplikasi terhadap Indonesia, masalah-masalah yang dihadapi Indonesia hubungannya dengan UNCLOS dan sebagainya. Setelah mempelajari modul mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang hukum internasional dan hubungannya dengan dunia perikanan sehingga dapat membuka wawasan mereka betapa eratnya dunia perikanan dengan dunia internasional. 46

85 REFERENSI Anonim, The United Nations Conventon on the Law of the Sea, A Historical Perpestive. United Nations Divisions for Ocean Affairs and the Law of the Sea. http.//w.w.w.un.org/depts/los/convention agreements/convention historical perpective.htm. Retrieved 23 September Hollies, D.J., United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), in Environmental Law, International Environments Issues and Ocean. Edited by Dawn Wright. Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Laporan Akhir. Jakarta. United Nation Organization, United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS, 1982). New York. 47

86 LAMPIRAN Lampiran 2.1. Cakupan UNCLOS Part Section Article II. Introduction - 1. Use of term and Scope II. Territorial sea & contiguous zone 1. General Provision 2. Limit of the territorial sea 2. Legal status of the territorial sea, of the air space over the territorial sea and its bed and sub soil 3. Breadth of the territorial sea, 4. Outer limit of the territorial sea, 5. Normal baseline, 6. Reefs, 7. Straight baseline, 8. Internal waters, 9. Mouths of rivers, 10. Rays, 11. Ports, 12. Roadsteads, 13. Low-tide elevations, 14. Combination of the method for determining baseline, 15. Delemintaion of the territorial sea between states with opposite or adjacent coast, 16. Chart and lists of geographical coordinates, 3. Innocent passage in the territorial sea -Sub Section A Rules applicable to the all ship 17. Right of the innocent passage, 18. Meaning of passage, 19. Meaning of the innocent passage, 20. Submarines and other underwater vehicles, 21. Laws and regulation of the coastal state relating to the innocent passage, 22. Sea lanes and traffics separation schemes in the territorial sea, 23. Foreign nuclear powered ship and ship carrying nuclear or other inherently dangerous or nuxios substances, 24 Duties of the coastal states, 25. Right of the protection of the coastal states, 26. Charges which may levied upon 48

87 III. Straits use for international navigation IV. Archipelagic States -Sub Section B : Rules applicable to the merchants ships and government ships operated for non commercial purpose -Sub Section C : Rules applicable to warships and other government ships operated operated for non commercial purpose, 4. Contiguous Zone 1. General Provisions 2. Transit Passage 3. Innocent Passage foreign ships. 27. Criminal jurisdiction on board a foreign ship, 28. Civil jurisdiction in relation to the foreign ships, 29. Definitions of warships, 30. Non-compliances by warships with the laws and regulations of the coastal states, 31. Responnsibility of the flag state for the damage caused by a`warship or other government ship operated for non-commercial purposes, 32. Immunities of warships and other government ships operated for non commercial purposes, 33. Contigouos zone, 34. Legas status of waters forming straits used for international navigation, 35. Scope of this parts, 36. High sea route or route through exclusive economic zone through straits used for international navigation 37. Scope of this section, 38. Right transit passage, 39. Duties of ships and aircraft during transit passage, 40. Research and survey activities, 41. Sea lanes and traffic separation scheme in straits used for international navigation, 42. Laws and regulation of States bordering straits relating to transit passage, 43. Navigation and safety aids and other improvement and the prevention, reduction and control of pollution, 44. Duties of States bordering straits, 45. Innocent passage, 46. Use of terms, 47. Archipelgic baseline, 48. Measurement of the breadth of the territorial sea, the contiguous zone, the 49

88 V. Exclusive Economic Zone exclusive economic zone and the continental shelf, 49. Legal status of archipelagic waters, of the air space over archipelagic waters and of their bed and subsoil, 50. Delimination of internal waters, 51. Existing agreements, traditional fishing rights and existing submarine cables, 52. Right of innocent passage, 53. Right of archipelgic sea lanes passage, 54. Duties of ships and aircraft during their passage, research and survey activities, duties of the archipelagic States and laws and regulation of the archipelagic State relating to archipelagic sea lanes passage, 55. Specific legal regime of the exclusive economic zone, 56. Rights, jurisdiction and duties of the coastal State in the exclusive economic zone, 57. Breadth of the exclusive economic zone, 58. Rights and duties of other States in the exclusive economic zone, 59. Basis for the resolution of conflict regarding the attribution of rights and jurisdiction in the exclusive economic zone, 60. Artificial islands, installations and structure in the exclusive economic zone, 61. Conservation of the living resources, 62. Utilization of the living resources 63. Stock occuring within the EEZ of two or more coastal States or both within the EEZ and in an area beyond and adjacent to it, 64. Highly migratory species, 65. Marine mammals, 66. Anadromous stocks, 67. Catadromous stocks, 68. Sedentary species, 69. Right of land-locked States, 70. Right of gegraphically disavantaged States, 50

89 VI. Continental Shelf Dan seterusnya 71. No-applicability of article 69 & 70, 72. Restriction on tranfer of rights, 73. Enforcement of laws and regulation of the coastal States, 74. Delimination of the EEZ between States with opposite or adjacent coasts 75. Charts and list of geographical coordinates, 51

90 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sejak lama penangkapan ikan adalah sumber makanan utama bagi manusia, menyediakan lapangan kerja dan berbagai keuntungan ekonomi bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan ini. Pada mulanya orang beranggapan bahwa sumberdaya perikanan yang mampu memperbaharui dirinya adalah hadiah dari alam dan akan menimbulkan permasalahan dalam pemanfaatannya. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan dinamisnya perkembangan perikanan setelah perang dunia II, yang membawa realita bahwa walaupun sumberdaya perikanan dapat memperbaharui diri tapi terbatas, sehingga membutuhkan pengelolaan. Komite perikanan (Committe on Fisheries, COFI) pada pertemuannya yang ke XIX, Maret 1991, mencanangkan pengembangan konsep baru perikanan bertanggung jawab dan berkelanjutan, ditindak lanjuti dengan konferensi internasional penangkapan ikan bertanggung jawab 1992 di Cancun Meksiko, yang meminta FAO menyiapkan International Code of Conduct of Fisheries. Kode ini diadopsi oleh FAO pada 31 Oktober 1995 di mana isinya tidak hanya mencakup kode perikanan tangkap tetapi juga tentang budidaya dan pengolahan hasil dan perdagangan hasil perikanan. B. Ruang Lingkup Isi Nature and scope of the code, Objectives of the code, Relationship with other international instruments, Implementation monitoring and updating, Special requirement of dveloping countries, General principles, Fisheries management, Fishing operations, Aquaculture development, Integration of fisheries into coastal area management, 52

91 Post-harvest practices and trade, Fisheries research. C. Kaitan Modul Modul III (Code of Conduct for Responsible Fisheries) memaparkan tentang Etika melakukan kegiatan perikanan bertanggung jawab. Modul ini merupakan turunan dari modul II (UNCLOS). Modul ini membawa mahasiswa untuk mempelajari lebih mendalam tentang etika perikanan bertanggung jawab. Modul ini berkaitan erat dengan modul IV (Fish Stock Agreement dan Perjanjian lainnya). D. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan tentang ruang lingkup CCRF, Menjelaskan tentang tujuan CCRF, Menjelaskan hubungan kode dengan peraturan internasional lainnya, Menjelaskan tentang perlakuan khusus bagi negara berkembang, Menjelaskan tentang prinsip umum CCRF, Menjelaskan tentang pengelolaan perikanan menurut CCRF, Menjelaskan tentang operasi penangkapan ikan menurut CCRF, Menjelaskan pengembangan perikanan budidaya menurut CCRF, Menjelaskan tentang praktek pengolahan dan perdagangan hasil perikanan, 53

92 II. PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Komite perikanan (Commitee on Fisheries, COFI) pada pertemuan seksi ke XIX pada bulan Maret 1991 mencanangkan konsep baru pengembangan yang berdasarkan kepada perikanan bertanggung jawab dan perikanan berkelanjutan. Selanjutnya, konferensi internasional tentang perikanan bertanggung jawab (Responsible Fishing) yang diadakan di Cancun, Meksiko tahun 1992 meminta FAO mempersiapkan suatu kode etika internasional (International Code of Conduct) untuk kegiatan perikanan. Perikanan, termasuk budidaya perikanan, adalah sumber makanan yang penting, lapangan pekerjaan, rekreasi, perdagangan dan ekonomi bagi manusia seluruh dunia, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang dan harus dikelola secara bertanggung jawab. Kode menentukan prinsip-prinsip dan standar internasional untuk praktekpraktek bertanggung jawab dari sudut pandang pemenuhan konservasi yang efektif, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya hayati perairan, dengan memperhatikan kelestarian ekosistim dan keanekaragaman. Kode memperhatikan pentingnya perikanan sebagai sumber makanan, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya, dan kepentingan dari kesemuanya dalam kaitannya dengan sektor perikanan. Kode juga memperhitungkan karakteristik biologi dari sumberdaya dan lingkungannya dan ketertarikan konsumen dan pengguna lainnya. B. Ruang Lingkup CCRP (Artikel 1 : Nature and Scope of Code) Ruang lingkup dari kode diuraikan pada artikel 1 yaitu : 1.1 Kode ini bersifat sukarela. Namun, beberapa bagian yang ada didasarkan atas hukum internasional yang relevan, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Hukum Laut Internasional (United Nation Convention on the Law of the Sea) tanggal 10 Desember

93 1.2 Kode berskala global, dan ditujukan secara langsung terhadap anggota dan non anggota FAO, kesatuan-kesatuan perikanan, subregional, regional dan organisasi global, baik pemerintahan atau non pemerintahan, dan semua orang yang berhubungan dengan konservasi sumberdaya perikanan, pengelolaan dan pengembangan perikanan, seperti nelayan, mereka yang terlibat dalam pengolahan dan pemasaran ikan dan produk perikanan dan pengguna lingkungan perairan lainnya yang ada hubungannya dengan perikanan, 1.3 Kode menyediakan prinsip-prinsip dan standar aplikatif untuk konservasi, pengelolaan dan pengembangan perikanan. Juga mengcakup penangkapan, pengolahan dan perdagangan ikan dan produk perikanan, operasi penangkapan, budidaya, penelitian perikanan dan integrasi perikanan ke dalam pengelolaan daerah pantai. 1.4 Pada kode, terminologi perikanan berarti perikanan tangkap dan perikanan budidaya. C. Tujuan Kode (Artikel 2 : Objectives of the Code) Tujuan dari kode diuraikan pada artikel 2 (dua) yaitu : a. mengadakan prinsip-prinsip, yang sejalan dengan aturan yang sesuai dengani hukum internasional, untuk perikanan bertanggung jawab dan aktivitas perikanan, mempertimbangkan semua hal-hal sesuai dengan sifat biologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan aspek komersial; b. mengadakan prinsip-prinsip dan kriteria untuk elaborasi dan implementasi dari kebijakan nasional untuk konservasi bertanggung jawab sumberdaya perikanan dan pengelolaan perikanan serta pengembangannya; c. berguna sebagai instrumen referensi untuk membantu negara mengadakan atau meningkatkan aspek hukum dan rancangan institusional yang dibutuhkan untuk uji coba perikanan bertanggung jawab dan formulasi serta impelementasi peraturan yang baik; d. menyediakan panduan yang dapat digunakan dalam rangka formulasi dan implementasi perjanjian internasional dan perangkat hukum lainnya, baik terpaksa atau sukarela; 55

94 e. memfasilitasi dan mempromosikan teknis, pembiayaan dan kerjasama lainnya dalam konservasi sumberdaya perikanan, pengelolaan dan pengembangan perikanan; f. mempromosikan kontribusi perikanan ke keamanan dan kualitas pangan, memprioritaskan kebutuhan nutrisi ke masyarakat lokal; g. mempromosikan proteksi sumberdaya hayati perairan dan lingkungannya dan wilayah pantai; h. mempromosikan perdagangan ikan dan produk perikanan sesuai dengan peraturan internasional yang relevan dan menghindari penggunaan aturan yang membuat batas tersembunyi bagi setiap perdagangan; ii. mempromosikan penelitian di bidang perikanan dan juga ekosistim yang berkaitan dengannya dan faktor lingkungan yang relevan; dan j. menyediakan kode baku untuk semua orang yang terkait dengan sektor perikanan, D. Hubungan Kode dengan Instrumen Internasional lainnya (Artikel 3. Relationship with other international instruments) yaitu : Hubungan kode dengan peraturan intersional lainnya diatur dalam artikel Kode diinterpretasikan dan diaplikasikan sesuai dengan aturan hukum internasional yang relevan, sebagai refleksi Konvensi Hukum Laut 1982 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 3.2 Kode juga adalah diinterpretasikan dan diaplikasikan : a. konsisten dengan apa yang dicanangkan pada UNCLOS 1982 hubungannya dengannya konservasi dan pengelolaan Stradding Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks; b. dalam hubugannya dengan aplikasi peratutan hukum internasional, termasuk keharusan negara mengikuti perjanjian internasional, c. kode merupakan tindak lanjut Deklarasi Cancun

95 E. Monitoring implementasi dan updating ( Artikel 4, Implementation Monitoring dan Updating) Monitorting implementasi dan updating kode diatur pada artikel 4 : 4.1 Semua anggota dan non anggota FAO, kegiatan penangkapan dan organisasi sub regional, regional, pemerintah atau non pemerintah, dan semua orang yang berhubungnya dengan konservasi, managemen dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan perdagangan ikan dan produk perikanan harus bekerjasama dalam memenuhi dan mengimplementasikan tujuan dan prinsip yang terkandung dalam kode. 4.2 FAO, dalam hubungan dengan peranannya di dalam sistim perserikatan bangsa-bangsa, akan memonitor aplikasi dan implementasi dari kode dan pengaruhnya ke perikanan dan sekretariat akan melaporkannya ke COFI. Semua negera, baik anggota atau non anggota FAO, demikian pula organisasi internasional yang relevan, baik pemerintah atau non pemerintah harus bekerjasama secara aktif dengan FAO dalam pekerjaan tersebut. 4.3 FAO, melalui badannya yang berkompeten, dapat merevisi kode, dengan mempertimbangkan perkembangan perikanan, demikian pula laporan COFI dalam implementasi kode, 4.4 Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional, baik pemerintah atau non pemerintah, harus memberikan pengertian tentang kode kesemua yang terkait dengan perikanan, melalui introduksi skema promosi sukarela untuk membuat kode dapat diterima dan diaplikasikannya kode secara efektif. F. Perlakuan Khusus Bagi Negara Berkembang (Artikel 5, Special requirement of developing countries) Persyaratan khusus bagi negara berkembang diatur pada artikel 5 : 5.1 Kemampuan dari negara berkembang untuk implementasi rekomendasi kode akan menjadi bahan pertimbangan. 5.2 Agar supaya tujuan kode tercapai dan dalam mendukung pengimplemtasiannya yang efektif, negara-negara, organisasi-organisasi internasional yang relevan, baik pemerintah atau non pemerintah dan institusi pendanaan harus memberi perhatian penuh ke kondisi khusus dan persyaratan negara-negara berkembang, termasuk diantaranya negara yang kurang 57

96 berkembang dan pulau-pulau kecil negara berkembang. Bangsa-bangsa, organisasi inter pemerintah dan non pemerintah yang relevan dan institusi pendanaan harus bekerja untuk adopsi perlakuan yang ditujukan kepada negara berkembang, khususnya pada pembiayaan dan bantuan teknis, alih teknologi, pelatihan dan kerjasama ilmiah, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengembangkan perikanan. Demikian juga dalam berpartisipasi pada perikanan laut lepas, termasuk akses ke berbagai perikanan. G. Prinsip Umum CCRF (Artikel 6, General Principles) Prinsip umum code diatur pada artikel 6 yaitu : 6.1 Bangsa-bangsa dan para pemakai sumberdaya hayati perairan harus menjaga kelestarian ekosistim perairan. Hak untuk mengambil ikan harus dibarengi dengan kewajiban melakukannya dalam cara bertanggung jawab untuk menjamin efektivitas konservasi dan pengelolaan sumberdaya hayati perairan. 6.2 Managemen perikanan harus mempromosikan perawatan yang berkualitas, keanekaragaman dan ketersedian sumberdaya perikanan dalam jumlah yang cukup untuk generasi saat ini dan generasi yang akan datang dalam konteks keamanan pangan, pengentasan kemiskinan dan pengembangan berkelanjutan. Aturan pengelolaan tidak hanya menjamin konservasi spesies target tetapi juga spesies yang mendiami ekossistim yang sama atau yang berasosiasi dengan atau tergantung dengan spesies target. 6.3 Bangsa-bangsa harus mencegah kelebihan tangkap dan ekses kapasitas tangkap dan harus mengimplementasikan aturan pengelolaan untuk menjamin bahwa upaya penangkapan harus sepadan dengan kapasitas produksi sumberdaya perikanan dan pemanfaatannya yang berkelanjutan. Bangsabangsa harus membuat aturan untuk merehabilitasi populasi sebisa mungkin. 6.4 Keputusan konservasi dan pengelolaan untuk perikanan harus didasarkan pada pendapat ilmiah yang tersedia, juga harus mempertimbang pengetahuan tradisional tentang sumberdaya dan habitatnya, demikian pulan faktor lingkungan yang relevan, faktor ekonomi dan sosial. Bangsa-bangsa harus mencanangkan pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data pririoritas untuk meningkatkan pengetahunan ilmiah dan teknis perikanan termasuk interaksinya dengan ekosistim. 58

97 Dalam kaitannya dengan lintas batas alami dari banyak ekosistim perairan, bangsa-bangsa harus menggalakkan kerjasama penelitian secara bilateral dan multilateral. 6.5 Bangsa-bangsa dan organisasi pengelolaan perikanan sub regional, regional harus menerapkan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) secara luas untuk konservasi, pengelolaan dan eksploitasi sumberdaya hayati akuatik untuk memproteksinya dan melindungi lingkungan akuatik, berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia. 6.6 Selektivitas dan alat tangkap aman bagi lingkungan dan praktek penggunaannya harus dikembangkan dan diaplikasikan, untuk memperluas penggunaannya, untuk mempertahankan keanekaragaman dan untuk mengkonservasi struktur populasi dan ekosistim akuatik dan memproteksi kualitas ikan. Bangsa-bangsa dan para pengguna ekosistim akuatik harus mengurangi limbah, tangkapan pada spesies non target, baik ikan maupun non ikan, dan dampak yang berasosiasi dengannya atau spesies yang tergantung dengannya. 6.7 Pemanenan, penanganan, pengolahan dan distribusi ikan dan produk perikanan harus dilakukan secara benar, yang akan mempertahankan nilai gizi, kualitas dan keamanan hasil-hasil perikanan, mengurangi limbah dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. 6.8 Semua habitat kritis perikanan di ekosistim laut dan perairan tawar, seperti rawa-rawa, mangrove, terumbu karang, lagun, wilayah pembesaran dan pemijahan, harus dilindungi dan direhabilitasi sepanjang memungkinkan dan diperlukan. Upaya harus dibuat khususnya untuk melindungi habitat dari pengrusakan, degradasi, pencemaran dan pengaruh lain yang nyata sehubungan dengan aktivitas manusia yang membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup sumberdaya perikanan. 6.9 Bangsa-bangsa harus menjamin bahwa kepentingan perikanannya, termasuk kebutuhan untuk konservasi sumberdaya, menjadi bahan pertimbangan dalam berbagai penggunaan zona pantai dan diintegrasikan ke dalam wilayah pengelolaan pantai, perencanaan dan pengembangan Berdasarkan kemampuan masing-masing dan dalam kaitannya dengan hukum internasional, termasuk dalam kerangka konservasi perikanan sub- 59

98 regional atau regional dan organisasi pengelolaan dan pengaturan, bangsabangsa menjamin adanya aturan tambahan penegakkan hukum dalam konservasi dan pengelolaan, dan mengadakan mekanisme yang efektif untuk memonitor dan mengontrol aktivitas kapal penangkap ikan dan kapal pendukung penangkap ikan Bangsa-bangsa harus mengontrol kapal penangkap yang menggunakan bendera negara tersebut atau yang diberi izin melakukan penangkapan di laut lepas dan memastikan bahwa aktivitas dari kapal-kapal tersebut tidak mengurangi efektivitas peraturan konservasi dan pengelolaan dalam hubungannya dengan hukum internasional, dan telah diadopsi di tingkat nasional, sub-regional, regional atau dunia. Juga harus dijamin bahwa kapal yang menggunakan bendera memenuhi kewajibannya berkaitan dengan pengumpulan dan persyaratan data sehubungan dengan aktivitas penangkapan ikan kapal tersebut Bangsa-bangsa harus, menurut kompetensinya dan dalam kaitannya dengan hukum internasional, kerjasama tingkat sub-regional, regional dan dunia melalui organisasi pengelolaan perikanan, perjanjian internasional lainnya atau pengaturan lainnya untuk promosi konservasi dan managemen, menjamin penangkapan ikan bertanggung jawab dan menjamin efektivitas konservasi dan perlindungan sumberdaya hayati akuatik Bangsa-bangsa harus, memperluas hal yang dibolehkan oleh hukum dan peraturan nasional menjamin bahwa proses pengambilan keputusan harus transparan dan mendapatkan solusi tepat waktu dalam hal-hal penting. Bangsabangsa dalam hubungannya dengan prosedur yang tepat, harus mengfasilitasi konsultasi dan partisipasi efektif dari industri, pekerja perikanan, lingkungan dan organisasi berkepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan dengan tetap mematuhi perkembangan hukum dan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan, perikanan, pengembangan, pinjaman dan bantuan internasional Perdagangan internasional ikan dan produk perikanan harus dijalankan sesuai dengan prinsip, hak dan kewajiban yang diadakan dalam perjanjian World Trade Organization (WTO) dan perjanjian internasional lainnya yang relevan. Bangsa-bangsa harus menjamin bahwa kebijakan, program dan praktek yang berhubungan dengan perdagangan ikan dan produk perikanan tidak 60

99 menghasilkan rintangan pada perdagangan tersebut, degradasi lingkungan atau aspek sosial negatif, termasuk pengaruhnya ke gizi Bangsa-bangsa harus bekerjasama untuk menghindari perselisihan. Semua perselisihan yang berhubungan dengan aktivitas penangkapan ikan dan pelatihan harus diselesaikan tepat waktu, damai dan cara kooperatif, dalam hubungannya dengan perjanjian internasional yang berlaku Bangsa-bangsa, memperkenalkan pentingnya konservasi dan pengelolaan sumberdaya perikanan kepada nelayan dan petani ikan, di mana mereka tergantung, harus mempromosikan kepedulian perikanan bertanggung jawab melalui pendidikan dan pelatihan. Harus menjamin bahwa nelayan dan petani ikan terlibat dalam perumusan kebijakan dan proses implementasi, dan memfasilitasi implementasi dari kode Bangsa-bangsa harus menjamin bahwa fasilitas penangkapan ikan dan peralatannya dan juga semua aktivitas perikanan aman, sehat, dan suasana kerja yang baik dan kondisi kehidupan yang harus disesuaikan dengan perjanjian internasional baku yang telah diberlakukan oleh organisasi internasional yang relevan Mengakui kontribusi penting dari perikanan rakyat dan perikanan skala kecil dalam penyedian lapangan kerja, pendapatan dan keamanan pangan, bangsabangsa harus melindungi hak dari nelayan, para pekerja bidang perikanan, khususnya mereka yang terlibat dalam perikanan subsisten, perikanan skala kecil dan perikanan rakyat, merasa terjamin pada mata pencaharian, juga akses istimewa ke daerah penangkapan tradisional dan sumberdaya di wilayah perairan yang masuk yuridksi nasional Bangsa-bangsa harus mempertimbangkan budidaya akuatik, termasuk perikanan berbasis budidaya, dalam artian, mempromosikan diversifikasi pendapatan dan sumber makanan. Dalam pelaksanaannya, bangsa-bangsa harus menjamin bahwa sumberdaya digunakan secara bertanggung jawab dan dampak merugikan ke lingkungan dan masyarakat lokal diminimalkan. H. Pengelolaan Perikanan Menurut CCRF (Artikel 7, Fisheries Management) Pengelolaan perikanan diuraikan dalam artikel (pasal 7) dari CCRF yang meliputi hal-hal umum mengenai pengelolaan yang berhubungan dengan negara 61

100 pantai, tujuan pengelolaan, pola pengelolaan dan prosedur, pengumpulan data dan petunjuk pengelolaan, pendekatan kehati-hatian, batasan pengelolaan, implementasi dan pembiayaan institusi, I. Operasi Penangkapan Ikan Menurut CCRF (Atikel 8,Fishing Operations) Hal-hal yang berhubungan dengan operasi penangkapan (fishing operation) dipaparkan dalam pasal 8 yang meliputi : tugas semua negara (duties of all states), tugas bendera negara (flag state duties), tugas pelabuhan negara (port state duties), aktivitas penangkapan (fishing activities), selektivitas alat tangkap (fishing gear selectivity), optimalisasi energi (energy optimization), perlindungan lingkungan akuatik (protection of the aquatic environment), perlindungan atmosfir (protection of atmosphere), pelabuhan dan tempat mendarat kapal (harbours and landing place for fishing vessels), stuktur dan material lain yang ditinggalkan (abandonment of structure and other materials), karang buatan dan alat pengumpul ikan (artificial reefs and fish aggregation device). J. Pengembangan Perikanan Budidaya (Artikel 9, Aquaculture Development) Pengembangan perikanan budidaya dalam CCRF diatur dalam pasal 9, yang meliputi : tanggung jawab pengembangan perikanan budidaya termasuk pengembangan perikanan berbasis budidaya, di wilayah kekuasan yuridiksi nasional (responsible development of aquaculture under national jurisdiction), tanggung jawab pengembangan di dalam ekosistim akuatik lintas batas (responsible development within transboundary aquatic ecosystems), penggunaan sumberdaya genetik akuatik (use of aquatic genetic resources), tanggung jawab perikanan budidaya pada tingkat produksi (responsible aquaculture at the production level). K. Integrasi Perikanan Dalam Pengelolaan Wilayah Pantai ( Artikel 10, Integrartion of Fisheries into Coastal Area Management) Integrasi perikanan ke dalam pengelolaan wilayah pantai diuraikan pada pasal 10 CCRF yang meliputi : pola lembaga (institutional framework), ramburambu kebijakan (policy measures), kerjasama regional (regional cooperation), 62

101 dan impelementasi pengelolaan wilayah pantai (implementation of coastal area management). L. Praktek Pasca Panen dan Perdagangan Hasil Perikanan (Artikel 11, Post Harvest Practice and Trade) Praktek-praktek penanganan hasil dan perdagangan hasil perikanan di atur dalam pasal 11 CCRF, yang meliputi : tanggung jawab pemanfaatan ikan (responsible fish utilization), tanggung jawab dalam perdagangan internasional (responsible international trade), hukum dan peraturan sehubungan dengan perdagangan ikan (laws and regulation relating to fish trade). M. Penelitian Perikanan (Artikel 12, Fisheries Research) Hal terakhir yang diatur dalam CCRF adalah penelitian yang bidang perikanan (pasal 12). N. TUGAS KELOMPOK Setelah mengikuti modul ini mahasiswa akan melakukan Tugas Kerja kelompok sebagai berikut : Mahasiswa dibagi ke dalam 7 (tujuh) kelompok, kelompok mencari artikel asli dari Code of Conduct For Responsible Fisheris (artikel berbahasa Inggeris), setiap kelompok mengambil satu topik dari isi CCRF yang dimulai dari Article (pasal 6), mendalaminya kemudian membuat ringkasannya dalam bentuk power point dan dipresentasikan di depan kelas, dan menyatakan pendapat bagaimana implikasi code tersebut terhadap perikanan Indonesia. 63

102 O. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran No 1 NIRM NAMA MAHASISWA Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan tentang ruang lingkup CCRF, Menjelaskan tentang tujuan CCRF, Menjelaskan hubungan kode dengan peraturan internasional lainnya, Menjelaskan tentang perlakuan khusus bagi negara berkembang, Menjelaskan tentang prinsip umum CCRF, Menjelaskan tentang pengelolaan perikanan menurut CCRF, Menjelaskan tentang operasi penangkapan ikan menurut CCRF, Menjelaskan pengembangan perikanan budidaya menurut CCRF, Menjelaskan tentang praktek pengolahan dan perdagangan hasil perikanan menurut CCRF Menjelaskan tentang penelitian perikanan dalam CCRF Ketepatan dan kejelasan uraian Kerjasama kelompok

103 III. PENUTUP Modul III (Code of Conduct for Responsible Fisheries) menjelaskan salah satu peraturan yang menjadi pedoman (etika) masyarakat internasional dalam melakukan kegiatan perikanan (perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengelolaan sumberdaya perikanan, pengolahan dan perdagangan hasil perikanan). Walaupun code ini bersifat sukarela tetapi harus dan perlu diimplementasikan di Indonesia karena telah menjadi kesepakatan dunia. Modul ini memberi wawasan kepada mahasiswa bagaimana seharusnya melakukan kegiatan perikanan yang bertanggung jawarb. Di mana modul ini merupakan turunan dari modul II. Pengetahuan yang didapat dari modul ini dapat dilengkapi oleh mahasiswa dengan membaca Referensi lain seperti teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, kegiatan budidaya ramah lingkungan dan sebagainya. REFERENSI Gillet, R., Revising Fisheries Legislation in Indonesia : Fisheries Mangement Consideratios. Assistance to Developing Countries for the Implementation of the Code of Conduct for Responsibles Fisheries in Fisheries Monitoring, Control and Suveillance (MCS) and in Improving the Provision of Scientific Advice to Fisheries Management (Fish Code) Project. FAO, GCP/Int/648/NOR/Mission Report. Indonesia. FAO, Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome 65

104 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ratifikasi UNCLOS oleh banyak negera di dunia termasuk Indonesia membawa konsekwensi bahwa di dalam melakukan kegiatan perikanan khususnya penangkapan ikan terhadap ikan yang melakukan migrasi jarak jauh atau lintas batas perairan negara kita harus mematuhi atau berpartisipasi menerapkan aturan-aturan internasional yang telah disepakati oleh banyak negara khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan dan konservasi stok ikan di laut lepas. Salah satu turunan dari UNCLOS adalah Perjanjian tentang stok (Fish Stock Agreement, FAO, 1995), Selain itu, oleh banyak negara yang melakukan kegiatan penangkapan ikan membentuk organisasi/komisi dengan tujuan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya ikan secara lestari. Organisasi/komisi perikanan dunia tersebut antara lain Komisi Tuna Lautan Hindia (Indian Ocean Tuna Commission), komisi tuna bersirip biru selatan dan lainnya. Modul ini mencoba menjelaskan tentang perjanjian yang merupakan turunan dari UNCLOS (Modul II), dan konvensi pengelolaan dan konservasi stok oleh badan/organisasi perikanan dunia. B. Ruang Lingkup Isi Fish Stock Agreement, Compliance Agreement, Indian Ocean Tuna Commission Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna C. Kaitan Modul Modul IV (Peraturan Internasional) memaparkan tentang beberapa konvensi yang berkaitan dengan perikanan dunia dan organisasi perikanan dunia. Modul ini merupakan turunan dan komplemen dari modul II (UNCLOS) dan modul III (CCRF). 66

105 D. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu : Menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Fish Stock Agreement 1995, Menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam FAO Compliance Agreement 1995, Menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam Indian Ocean Tuna Commission, Menjelaskan tentang hal-hal yang diatur dalam Convention for Conservation Southern Bluefin Tuna, 67

106 II. PEMBELAJARAN A. Fish Stock Agreement (Perjanjian Stok Ikan ) Perjanjian stok ikan (Fish Stock Agreement) yang diprakarsai Badan Pangan Dunia (FAO), didiskusikan antara tahun dan menghasilkan suatu kesepakatan pada tahun 1995, yang merupakan tindak lanjut dari pengaturan perikanan yang tercamtum dalam UNCLOS. Secara khusus dinyatakan bahwa Fish stock agreemet is intended to remidy the shortcoming in the regime for the conservation and management of straddling and highly migratory fish stock,. where due to transboundary nature of these stock, their conservation and management require cooperation between coastal state and states fishing on the high seas. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menerima perjanjian Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stock di laut lepas pada 4 Agustus 1995 dan terbuka untuk ditanda tangani mulai 4 Desember Indonesia ikut menerima dan menanda tangani perjanjian ini. Perjanjian ini akan berlaku apabila telah ditandatangani oleh 30 negara (pasal 40 perjanjian), dan sampai tahun 2006 sudah 50 negara yang menanda tanganinya. Perjanjian ini dirumuskan atas dasar keputusan konferensi PBB mengenai lingkungan dan pembangunan (UNCED) di Rio de Jenerio tahun 1992 khususnya agenda 21 paragraf 17 49, yang menetapkan bahwa perjanjian harus berdasarkan UNCLOS. Perjanjian stok ikan (Fish Stock Agreement) terdiri atas 13 Part (Bab) dan 50 article (pasal) serta 1 annex (lampiran) dengan 2 article (pasal) (Lampiran 4.1) Hal-hal yang penting dalam perjanjian stok ikan (Fish Stock Agreement) yaitu : 1. Tujuan perjanjian (Bab I, pasal 2). Tujuan dari perjanjian stok ikan laut lepas ialah menjamin upaya konservasi jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan atas straddling stok dan highly migratory species (SSHMS), khususnya di laut lepas dan ZEE yang bertetangga. 2. General Principles (Prinsip Umum) (Bab II, pasal 5) Prinsip umum dari Perjanjian Stok Ikan yaitu bahwa dalam upaya mengkonservasi dan mengelola straddling fish stock dan highly migratory fish 68

107 stocks, negara pantai dan negara penangkap ikan jarak jauh di laut lepas (Distanst Waters Fishing State,DWFS), wajib : Mengadopsi kebijakan untuk menjamin kelestarian jangka panjang ikanikan yang melakukan migrasi jarak jauh dan mempromosikan pemanfaatan optimum sumberdaya tersebut, Menerapkan pendekatan kehati-hatian, Mempelajari akibat kegiatan penangkapan yang dilakukan, Melakukan upaya konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan, Melindungi stok target, Meminimalkan polusi dan limbah akibat kegiatan penangkapan, Melindungi keaneka ragaman biota perairan/organisme hidup, Menghindari penangkapan ikan berlebihan, Memperhatikan kepentingan nelayan skala kecil, Mengumpulkan data yang cukup dan akurat tentang penangkapan ikan dan masalah perikanan lainnya, Mengembangkan penelitian ilmiah, Melaksanakan upaya konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan melalui pengamatan, pemantauan dan pengawasan, 1. Application of Precautionary Approach (Pendekatan Kehati-hatian) (Bab II, pasal 6) Negara pantai dan negara penangkapa ikan jarak jauh di laut lepas (Distanst Waters Fishing State,DWFS) wajib melakukan pendekatan kehati-hatian (Precautionary Approach) yaitu : Untuk lebih berhati-hati apabila informasi tidak jelas/tidak dapat diandalkan atau tidak akurat, Untuk memperbaiki pengambilan keputusan, Untuk memperbaiki panduan dalam perjanjian, Untuk memperhatikan ketidakpastian dalam pengetahuan mengenai stok ikan, Membuat koleksi dan program penelitian, Untuk mengambil upaya yang tidak melebihi point referensi, Untuk meningkatkan observasi, 69

108 Untuk berhati-hati dengan perikanan baru khususnya dalam eksplorasi, Untuk mengambil upaya darurat sementara apabila fenomena alam yang membahayakan stok, 2. Compability of Conservation and Management Measures (Bab II, pasal 7) Pasal 7 UN Fish Stock Agreement yaitu dalam hal mengenai compability antara upaya yang diambil oleh negara pantai terhadap perairan yang masuk ke dalam yuridiksinya upaya yang diambil oleh kesepakatan kawasan atau kesepakatan internasional di perairan laut lepas di luar wilayah yuridiksi negara pantai atau yuridiksi nasional bahwa : 1) ikan yang melakukan migrasi antara ZEE negara berdekatan, atau antara ZEE negara pantai dan laut lepas dekatnya, negara yang menangkap ikan di kawasan tersebut harus bekerjasama dalam upaya konservasi di laut lepas, 2) mengenai ikan yang bermigrasi jauh (highly migratory species or long disntant migratory species), negara yang terkait harus bekerjasama melakukan upaya konservasi dan mempromosikan pemanfaatan optimal stok tersebut, 3) upaya/kebiajakan yang ditetapkan di laut lepas harus kompatibel dengan upaya/kebijakan di laut dibawah yuridiksi nasional negara pantai, 4) Compability yang dimaksuk adalah : Tidak merusak upaya yang diambil dalam yuridiksi nasional, Memperhatiakan upaya yang telah disetujui sebelumnya, Memperhatikan kesatuan biologi dan karakter biologi lainnya dari stok, Memperhatikan ketergantungan relatif dari negara-negara berkepentingan Memastikan bahwa upaya perikanan tidak menyebabkan hal-hal yang berbahaya, 3. Mechanism for International Cooperation. Bab III pasal 8 menjelaskan mengenai kerjasama international dalam melakukan konservasi dan pengelolaan ikan bermigrasi jarak jauh, bahwa negara berpantai dan negara penangkap ikan di laut lepas, dalam hubungan nya dengan konvensi, melakukan kerjasama regional atau sub regional untuk melakukan konservasi dan pengelolaan stok ikan bermigrasi jarak jauh dengan 70

109 tetap memperhatikan karakteristik regional atau sub regional demi efektifnya konservasi dan pengelolaan stok. Bab III pasal 12 transparency in activities bagi organisasi pengelolaan dan pengaturan perikanan regional dan subregional bahwa, negara harus transparans dalam melakukan proses pengambilan suatu keputusan atau aktivitas lainnya dalam hubungannya dengan pengelolaan dan pengaturan perikanan. Bab III pasal 14, berkaitan dengan collection and provision of information and cooperation in scientific research yaitu negara harus menjamin bahwa kapal ikan yang menggunakan bendera negaranya harus mengumpulkan dan melakukan pertukaran data ilmiah, teknis dan statistik berkaitan dengan stok migrasi jarak jauh, data yang dikumpulkan harus cukup keperluan pendugaan stok, dan melakukan verfikasi data. 4. Duties of the Flag States. Bab V, pasal 18 menguraikan tentang tugas bendera bangsa (duties of the flag state) bahwa negara pemilik bendera harus menjamin kapal penangkap ikan yang menggunakan benderanya dan menangkap ikan di laut lepas memenuhi aturan-aturan konservasi dan pengelolaan regional atau subregional di mana kapal tersebut melakukan penangkapan ikan. 5. Compliance and Enforcement (Bab V pasal 19) Compliance and enforcement oleh negara pemilik bendera dijelaskan pada pasal Bab VI pasal 19 ayat bahwa apabila kapal pemakai bendera melakukan pelanggaran maka negara pemilik bendera harus melakukan penegakkan aturan terhadap pelanggaran, melakukan penyelidikan secepatnya terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam hubungannya dengan konservasi dan pengelolaan, meminta kapal pengguna bendera memberikan laporan dan sebagainya. 6. Requirement for Development State Bab VII perjanjian menjelaskan persyaratan umum bagi negara berkembang, pasal 24 menguraikan bahwa perlu menentukan persyaratan khusus bagi negara-negara berkembang dalam hubungannya dengan konservasi dan pengelolaan ikan bermigrasi jarak jauh dan pembangunan perikanannya dalam kaitannya dengan pemanfaatan stok tersebut. Selanjutnya pasal 25 71

110 menguraikan bahwa negara maju harus bekerjasama dengan negara berkembang khususnya negara yang tertinggal dalam hal-hal : peningkatan kemampuan, pengembangan pulau-pulau kecil, memberi fasilitas dalam berpartisipasi pada organisasi regional dan subregional dan sebagainya. 7. Peaceful Settlement of Disputes. Bab VIII pasal 27 menjelaskan bahwa apabila terjadi perselisihan, hal tersebut harus diselesaikan secara damai. Pasal 28, menguraikan bahwa negara harus bekerjasama untuk menghindari terjadinya perselisihan, pasal 30 menguraikan tentang prosedur dalam penyelesaian perselisihan, dan seterusnya. Daftar isi Fish Stock Agreement disajikan pada Lampiran 4.1 B. FAO Compliance Agreemet (1995). FAO Compliance Agreement 1995 adalah suatu perjanjian yang dibuat untuk mematuhi upaya konservasi internasional dan pengelolaan yang berhubungan dengan penangkapan ikan di laut lepas. Perjanjian ini dibuat sebagai reaksi komunitas internasional untuk mencegah pembendaraan ulang (reflagging) oleh kapal-kapal penangkap ikan untuk menghindari aturan konservasi dan pengelolaan stok internasional dalam rangka kelestarian sumberdaya ikan. Hal-hal yang penting berkaitan dengan perjanjian ini antara lain : Perjanjian ini berlaku untuk seluruh kapal penangkap ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas (kecuali kapal panjang < 24 meter). Dalam perjanjian ini setiap negara anggota harus memastikan bahwa setiap kapal penangkap ikannya untuk mentaati upaya konservasi internasional, memberikan perizinan kepada kapal penangkap ikan di laut secara benar, dan melakukan upaya penegakkan hukum yang tepat kepada segala bentuk pelanggaran baik dalam hal perizinan maupun peraturan internasional, Negara pemberi izin harus menyimpan data tentang kapal yang diberikan otorisasi untuk menangkap ikan di laut lepas, dan memberikan datanya kepada FAO untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan. 72

111 Perjanjian mengharuskan negara anggota untuk bekerjasama dalam memberikan bantuan kepada negara berkembang demi terwujudnya kewajiban negara berkembang sesuai perjanjian. C. Indian Ocean Tuna Commission Perjanjian tentang pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia (Indian Ocean Tuna Commission, IOTC) disetujui FAO tahun Tujuan dari pembentukan komisi ialah terlaksananya pemanfaatan ikan tuna secara berkelanjutan di Samudera Hindia. Hal-hal yang penting sehubungan dengan komisi antara lain : Komisi terbuka untuk anggota dan anggota assosiasi FAO yang berada sepenuhnya atau sebagian dalam wilayah tersebut. Wilayah laut yang berada dalam kompetensi komisi adalah wilayah Statistik FAO 51 dan 57, termasuk ZEE Indoensia di Samudera Hindia (Geographycal Scope : Indian Ocean and adjacent sea, North of Antartic Convergence, FAO Statistical Area 51 and 57), Species covered : Yellowfin tuna, Big eye tuna Albacore tuna,southern blufin tuna, Longtail tuna, Kawa-kawa, Frigate tuna, Bullet tuna, Narrow barred spanih mackarel, Indo Pacific King Mackarel, Indo Pacific Blue Marlin, Black marlin, Striped marlin, Indo Pacific Sailfish dan Swordfish, Perjanjian berlaku sejak 27 Maret 1996, dan efektif berlaku setelah mendapat persetujuan oleh 10 negara, Secara definisi wilayah cakupan komisi, Indoensia seharusnya menjadi anggota, Indonesia resmi diterima menjadi anggota pada Juni 2007, keterlambatan menjadi anggota karena masalah keuangan, Sampai saat ini telah 22 negara menjadi anggota komisi antara lain : Malaysia, China, Korea Selatan, Thailand, Australia, Indonesia, Comoros, Eritrian, EC, France, India, Japan, Iran, Madagaskar, Mauritus, Oman, Pakistan, Seychelles, Srilangka, Sudan, United Kingdom, Vanuatu. 73

112 Manfaat menjadi anggota komisi antara lain : Diakuinya penangkapan ikan tuna oleh kapal nelayan Indonesia di Samudera Hindia, Bersama dengan anggota IOTC lainnya, Indonesia dapat memberantas pencurian ikan, Kapal penangkap ikan tuna Indonesia dapat menangkap ikan secara legal sampai ke peraiaran yang lebih jauh (perairan Maladewa, Srilangka dan Madagaskar) D. Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) Konferensi tentang tuna sirip biru selatan diadakan di Canberra, Australia tahun 1993 dan membentuk suatu komisi yang disebut : Komisi Konservasi Tuna Bersirip Biru Selatan (Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna, CCSBT). Ketentuan dalam komisi mulai diberlakukan pada tanggal 20 Mei Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperjelas, melalui pendekatan pengelolaan, terlaksananya upaya konservasi dan pemanfaatan optimal tuna bersirip biru selatan. Hal-hal penting mengenai konvensi antara lain : Geographycal Scope, konvensi tidak merinci secara spesifik wilayah perairan cakupan, Species Covered : Southern blufin tuna Functions : 1) Collecting, analyzing and interpreting scientific and others relevant information on southern bluefin tuna, 2) Adopting konservations and management measures E. Multilateral High Level Conference Convention. The South Pacific Forum Fisheries Agency tahun 1994 mengadakan konferensi Multilateral High Level Conference (MHLC) yang membahas mengenai perikanan tuna di Samudera Pasifik Bagian Selatan untuk mengimplementasikan hukum laut (UNCLOS 1982), dan dilanjutkan dengan konferensi yang sama di Tokyo Jepang pada tahun 1998 di mana Indonesia mulai berpartisipasi secara aktif. Konferensi tingkat tinggi multilateral (Multilateral 74

113 High Level Conference) berakhir di Honolulu, Hawai September dan menghasilkan kesepatan tentang Convention for the Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stock in the Western and Central Pacific Ocean (WCPFC) yang dikena sebagai MHLC Convention. Kesepakatan yang diambil dalam konferensi pada intinya bagaimana menerapkan Perjanjian Stok (Fish Stock Agreement 1995) dan perikanan bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsibles Fisheries 1995). Indonesia berpartisipasi dalam pembahasan dan perundingan untuk merumuskan konvensi dan ikut menandatangani Final Act pada tanggal 4 (empat) September tahun Tujuan dari MHLC adalah untuk mencapai terjadinya upaya konservasi dan pengelolaan perikanan tuna di perairan Pasifik Selatan. Hal-hal penting dalam konvensi antara lain : Prinsip konservasi dan pengelolaan ikan bermigrasi jarak jauh, konvensi secara umum mengadopsi ketentuan UN Fish Stock Agreement termasuk pendekatan kehati-hatian dan kompabilitas, Konvensi memasukan ketentuan mengenai kantong laut lepas ke dalam wilayah konvensi, dan upaya yang diambil dalam kantong laut lepas kompatibel dengan upaya yang diambil oleh negara lain dalam ZEE, hal ini penting bagi Indonesia karena berbatasan perairan Indonesia berbatasan dengan kantong laut lepas di perairan sebelah utara Papua. Dana dan anggaran ditetapkan oleh komisi yang terdiri atas iuran dasar, dan iuran menurut kekayaan nasional, Indonesia harus membuat data statistik perikanan tunanya di Pasifik Barat untuk menentukan besarnya kontribusinya, Konvensi juga membahas kewajiban anggota konvensi, tugas negara bendera, kewajiban negara berkembang dan peranan non anggota antara sesuai ketentuan UNCLOS antara lain : (1) untuk memastikan negara asal kapal dan kapal penangkap ikan yang dimiliki atau di bawah kendali oleh negaranya yang menangkap ikan di wilayah perairan konvensi wajib mematuhi ketentuan konvensi, (2) untuk menyelidiki setiap tuduhan pelanggaran atas peraturan yang ditetapkan oleh komisi, 75

114 (3) untuk melaporkan kemajuan hasil penyelidikan kepada anggota yang meminta penyelidikan dan kepada komisi dalam waktu kurang dua bulan sejak diminta, Ketentuan penting lainnya menyangkut kewajiban negara anggota untuk mengharuskan kapal penangkap ikan yang beroperasi di wilayah konvensi untuk memakai alat transmisi posisi satelit (Transponder) yang sesuai spesifikasi komisi, Komisi akan mengoperasikan sistim monitor kapal (Vessel Monitoring System, VMS) untuk semua kapal ikan yang beroperasi di wilayah perairan konvensi (harus kompatibel antara VMS nasional dan internasional), Dalam melakukan penegakkan hukum dan pematuhan hukum serta disiplin, konvensi banyak menggunakan UN Fish Stock Agreement 1995 pasal 21 dan 22. Ketentuan penting lainnya, yaitu perlunya membentuk Regional Monitoring Commission untuk mengumpulkan dan dan memonitor penerapan upaya konservasi dan managemen, Konvensi juga mengatur tentang pemindahan hasil tangkapan dari kapal (Transshipment) di mana pemindahan ikan hanya boleh dilakukan oleh Negara-negara anggota konvensi di pelabuhan yang telah ditentukan. Pemindahan isi kapal di laut lepas hanya boleh dilakukan apabila disaksikan oleh pengawas dari komisi monitoring regional, Hal-hal menguntungkan bagi Indonesia antara lain : Dapat mengurangi kasus pemindahan ikan dari kapal ke kapal di laut lepas yang selama ini banyak terjadi, sehingga membuka peluang pelabuhan perikanan Indonesia yang ada dan dekat dengan Samudera Pasifik untuk meladeni keperluan pemindahan isi kapal. Informasi tentang daftar pelabuhan yang dapat menerima pemindahan isi kapal diberitakan oleh komisi, - Komisi berkewajiban menyediakan dana untuk menfasilitasi partisipasi yang efektif negara berkembang dalam kegiatan komisi dan badan sub ordinatnya. Indoensia dapat mengambil keuntungan dari ketentuan ini, 76

115 Hal-hal yang menyulitkan Indonesia antara lain : Masalah wilayah perairan atau kawasan berlakunya konvensi, yaitu di mana beberapa negara anggota konvensi bermaksud memasukkan bagian timur perairan kepulauan Indonesia ke dalam wilayah konvensi dengan alasan untuk memastikan kesatuan biologi sumberdaya perikanan atau pengelolaan perikanan tuna di seluruh wilayah migrasinya. Indonesia menolak ide tersebut dengan menggunakan pasal 6 paragraf 1 UNCLOS, bahwa Indonesia memiliki kedaulatan atas seluruh perairan kepulauannya dan atas segala sumber kekayaan alam di dalamnya. Indonesia tidak mempunyai kewajiban untuk bekerjasama dengan negara lain, organisasi regional ataupun internasional dalam mengatur sumberdaya lautnya di perairan Indonesia, namun Indonesia dapat menerima untuk memasukkan laut wilayah perairannya di Samudera Pasifik yaitu ZEE di uatara Papua dan ZEE sebelah timur Propinsi Maluku Utara ke dalam wilayah konvensi (diatur dalam UNCLOS, 1982) (Gambar 4.1) LAUT WILAYAH INDONESIA MASUK WILAYAH KONVENSI Gambar 4.1 ZEE Indonesia yang masuk wilayah konvensi 77

116 Statistik Indonesia tidak dibuat secara khusus untuk penangkapan ikan tuna di ZEE Samudera Pasifik sehingga sulit menentukan besaran kontribusi Indonesia pada komisi, Hal-hal yang berhubungan dengan negara non anggota antara lain : Konvensi menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan negara non anggota yang diadopsi dari UN Fish Stock Agreement 1995 yaitu : Untuk mencegah kegiatan penangkapan ikan oleh negara non anggota yang merusak efektifitas upaya konservasi dan managemen yang ditetapkan oleh komisi, Untuk bertukar informasi mengenai kegiatan illegal tersebut, Untuk melaporkan kegiatan illegal tersebut kepada negara anggota, Untuk meminta negara non anggota bekerjasam dalam upaya implementasi konvensi. F. TUGAS KELOMPOK Mahasiswa dibagi ke dalam 7 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 3-5 orang. 4 kelompok membahas sub topik dalam Fish Stock Agreement 1995, 1 kelompok membahas Compliance Agreement 1995, 1 kelompok membahas konservasi dan pengelolaan tuna di Samudera Hindia (IOTC), dan satu kelompok membahas konservasi dan pengelolaan ikan tuna sirip biri di Pasifik Selatan. Hasil bahasan dibuat dalam tulisan dan ringkasan dalam bentuk power point untuk dipresentasikan dan didiskusikan dalam kelas. 78

117 G. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran No 1 NIRM NAMA MAHASISWA Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu Menjelaskan tentang hal - hal yang diatur dalam Fish Stock Agreement, Menjelaskan tentang hal hal yang diatur dalam Indian Ocean Tuna Commision, Menjelaskan tentang hal - hal yang diatur dalam CCBST Ketepatan dan kejelasan uraian Kerjasama kelompok III. PENUTUP Modul IV (Peraturan Internasional Tentang Perikanan) memaparkan tentang : perjanjian stok ikan, compliance perjanjian stock, komisi tuna di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bahasan yang ada dalam modul ini menguraikan tentang konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan di laut lepas khusus stok ikan yang melakukan migrasi jarak jauh dan melintasi beberapa wilayah perairan negara. Modul ini memberi pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana hak dan kewajiban Indonesia dan negara lain dalam konservasi pengelolaan sumberdaya ikan di perairan laut lepas. Modul ini merupakan pelengkap modul lainnya (Modul II dan III). 79

118 REFERENSI Anonim, The implication of the United Nations Fish Stock Agreement (New York, 1995) for the Regional Fisheries Organisations and International Fisheries Management. European Parliament, Directorate General Research, Working Paper. Anonim, Peraturan Presiden RI nomor 9 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tetang pembentukan komisi tuna Samudera Hindia). Jakarta. FAO, Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on High Seas. Rome. FAO, Fish Stock Agreement. Rome. FAO, Convention for the Conservation and Managemen of Highly Migratoty Fish Stock in the Western and Central Pacific Ocean (WCPFC), Hawaii. FAO, Indian Ocean Tuna Commission. Perjanjian Tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the Working Party on Fishing Capacity. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the Working Party on Tropical Tuna. Indian Ocean Tuna Commission, Report on the 15th of the Commission. United Nation Organization, Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nation Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks. United Nation Conference on Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks, New York. 80

119 Lampiran 4.1 Bagian-bagian UN Fish Stock Agreement 1995 No Part Article 1 I. General Provision 1. Use of term and scope 2. Objective 3. Application 4. Relationship between this agreement and the convention 2 II. Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Stocks 3 III. Mechanism for International Cooperation Concerning Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 4 IV. Non-member and non-participants 5 V. Duties of the Flag States 6 VI. Compliance and Enforcement 7 VII. Requirement of Developing States 5. General Principles 6. Application of the precautionary approach 7. Comapatibility of conservation and management measures 8. Cooperation for conservation and management 9. Subregional and regional fisheries management organizations and arrangements 10. Functions of subregional and regional fisheries management organizations and arrangement 11. New members or participants 12. Transparency in activities of subregional and regional fisheries management organizations and arrangements 13. Trengthening of existing organizations and arrangements 14. Collection and provision of information and cooperation in scientific research 15. Enclosed and semi-enclosed seas 16. Area of the arrounded entirely by an area under the national jurisdiction of a single State 17. Non-members of organizations and nonparticipants in arrangements 18. Duties of the flag states 19. Compliance and enforcement by the flage state 20. International cooperation in enforcement 21. Subregional and regional cooperation in enforcement 22. Basic procedures for boarding and inspection pursuant to article Measures taken by a port state 24. Recognition of the special requirement of developing states 25. Forms of cooperation with developing states 26. Special assistance in the implementation of this agreement 81

120 8 VIII. Peaceful Settlement of Disputes 27. Obligation to settle disputes by peaceful means 28. Prevention of disputes 29. Disputes of a technical nature 30. Procedures for the settlement of disputes 31. Provisional measures 32. Limitation on applicabiility of procedures for the settlement of disputes 9 IX. Non-Parties to 33. Non parties to this agreement this Agreement 10 X. Good Faith and 34. Gnood faith and abuse of rights Abuse of Right 11 XI. Responsibility and 35. Responsibility and liability Liability 12 XII. Review 36. Review conference Conference 13 XIII. Final Provisions 37. Signanture 38. Ratification 39. Accession 40. Entry in to force 41. Provisional application 42. Reservation and exceptions 43. Declarations and statements 44. Relation to other agreement 45. Amendment 46. Denunciation 47. Partcipation by international organizations 48. Annexes 49. Depositary 59. Authentic texts 14 Annex I. Standard requirement for the collection and sharing of data 1. General principles 2. Principle of data collection, compilation and exchange 3. Basic fishery data 4. Vessel data and information 5. Reporting 6. Data verification 7. Data exchange 15 Annex II. Guidelines for the application of precautionary reference points in conservation and management of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks 82

121 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Sebagai upaya mempercepat pencapain tujuan pengembangan perikanan budidaya di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan telah merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan perikanan budidaya Indonesia. Rumusan tersebut di dasarkan pada potensi perikanan budidaya yang ada serta permasalahan yang sedang dan mungkin akan dihadapi ke depan. Potensi pengembangan komoditi unggulan perikanan Indonesia telah dipetakan, dan permasalahan sosial, ekonomi dan teknis telah dirumuskan. B. Ruang Lingkup Isi a. Visi pembangunan perikanan budidaya Indonesia b. Misi pembangunan perikanan budidaya Indonesia c. Tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia d. Sasaran pembangunan perikanan budidaya Indonesia e. Potensi sumberdaya alam, produk unggulan perikanan budidaya Indonesia f. Permasalahan pembangunan perikanan budidaya Indonesia C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul pertama (ke I) dari pembelajaran tentang Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Budidaya di Indonesia. Yang mana Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Budidaya sendiri merupakan bagian dari Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Indonesia. D. SasaNGran Pembelajaran Setelah mengikuti materi pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan visi, misi, tujuan, sasaran, potensi, dan permasalahan pembangunan perikanan budidaya Indonesia 83

122 II. Pembelajaran A. Visi Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Visi pembangunan perikanan budidaya Indonesia adalah situasi yang ingin dicapai 5 (lima) tahun ke depan. Visi tersebut mengarahkan, mengontrol, dan mendorong instansi perikanan mencapai tujuan pembangunan perikanan budidaya di Indonesia. 84

123 ARAH PENGEMBANGAN AKUAKULTUR KE DEPAN VISI Sistem usaha yang berdaya saing, Mewujudkan usaha perikanan budidaya dengan sistem akuabisnis terpadu dan berkelanjutan Mampu menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas Memiliki daya saing dalam rangka menghadapi era perdangangan bebas AFTA 2003 dan APEC Mampu meningkatkan pendapatan dan masyarakat petani ikan dan pada ujungnya akan meningkatkan pertumbuhan ekomoni. B. Misi Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Misi pembangunan perikanan budidaya Indonesia adalah segala yang dilakukan, yang ditunjukkan dan bagaimana merencanakannya untuk mencapai visi tersebut. Dengan kata lain misi pembangunan perikanan budidaya Indonesia kendaraan untuk mencapai visis pembangunan perikanan budidaya Indonesia. 85

124 MISI Melaksanakan pembangunan perikanan budidaya yang bertanggung jawab dan ramah ligkungan serta berorientasi pembangunan perikanan budidaya berbasis IPTEK. Meningkatkan kesehahteraan pembudidaya ikan Menyediakan bahan pangan, bahan baku industri, dan meningkatkan ekspor Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha Peningkatkan kualitas SDM Menciptakan iklim usaha yang kondusif Mengembangkan kelembangaan pembudidayaan ikan dan pembangunan kapasitas Mengembangan pemulihan dan dan perlingdungan sumber daya perikanan budidaya dan lingkungannya C. Tujuan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia adalah sesuatu yang dapat ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu dengan sumberdaya budidaya perikanan yang tersedia. Tujuan Ada 4 (empat) tujuan pembangunan Budidaya : 1. Meningkatkan PAD dan Devisa negara 2. Meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha 3. Meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi ikan 4.Melindungi, memulihkan dan melestarikan sumberdaya perikanan budidaya 86

125 D. Sasaran (Target) Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia Sasaran pembangunan perikanan budidaya Indonesia adalah sasaran yang dituju dalam pembangunan perikanan budidaya oleh pemerintah Repubklik Indonesia yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Budidaya dan Departemen Kelautan dan Perikanan, NKRI. Sasaran tersebut meluiputi sumbangsih terhadap pembangunan nasional, peningkatan proukdsi perikanan, peningkatan nilai produk, dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan. E. Potensi Perikanan Budidaya Indonesia Potensi Perikanan Budidaya Indonesia adalah Potensi sumberdaya alam, produk unggulan perikanan budidaya Indonesia, potensi pengembangan produksi perikanan, dan potensi dalam kontribusinya dalam pembangunan nasional secara keseluruhan. 87

126 88

127 89

128 90

129 91

130 92

131 93

132 94

133 KOMPAS, RABU 6 DESEMBER

134 E. Permasalahan pembangunan perikanan budidaya di Indonesia Permasalahan pembangunan perikanan budidaya di Indonesia adalah kendala-kendala teknis dan social-ekonomis yang dihadapai dalam pengembangan perikanan budidaya di Indonesia SERBA MEMPRIHATINKAN Dukungan regulasi belum optimal, belum kondusif dan kompetitif untuk iklim investasi. Dukungan sistem keuangan dan perpajakan belum optimal. Dukungan qualitas SDM belum memadai untuk kebutuhan pembangunan industri Ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang teruji belum memadai untuk kebutuhan industri. Dukungan keamanan, kepastian hukum dan politik belum optimal. Dukungan sarana dan prasarana seperti transportasi, listrik, air bersih juga belum optimal. 96

135 Permasalahan Daya Saing Produksi Uncontinuity, uncertain, dan fluktuatif kualitas produk Penyebab: << sumberdaya manusia (skill) & teknologi << kualitas bibit, << kualitas sumberdaya air (pencemaran) >> harga faktor produksi - relatif mahal. Bab III. Penutup Pada bagian ke I dari modul mahasiswa melihat keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Arah Pembangunan perikanan budidaya Indonesia dengan potensi perikanan budidaya Indonesia serta permasalahan yang yang dihadapi. Daftar Pustaka Anonim Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei

136 Ma'ruf, W.F Implementasi Program Berkelanjutan Sul-Sel Menuju Sentra Rumput Laut Dunia Melalui Kalsterisasi Usaha. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Muhammad, F Refleksi 2009 & Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Nurdjana, M.L Program Peningkatan Produksi Ikan 353% Periode Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Ditjen. Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia Taufik, M Kearifan Lokal SulSel Menuju Sentra Rumput Laut. paper on International Seaweed Forum (Symposium), Makassar, October

137 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Berdasarkan potensi yang ada (komoditi, potensi lahan, dan kondisi sumberdaya manusia (pembudidaya ikan), maka untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan pembangunan perikanan budidaya di Indonesia dirumuskanlah strategi pengembangan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, NKRI. Strategi tersebut mencakup penentunan komoditi unggulan nasional dan unggulan Pemerintah Provinsi Sulawesi selatan. Strategi lainnya adalah strategi peningkatan daya saing produk budidaya perikanan.. Strategi pengembangan budidaya telah disusun oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan antara lain, Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya secara keseluruhan, Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Budidaya, strategi pengembangan komoditi unggulan yang meliputi Strategi Pengembangan Budidaya Udang, dan Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut. B. Ruang Lingkup Isi a. Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya b. Strategi Pengembangan Budidaya Udang c. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut d. Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Budidaya C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul kedua (ke II) dari pembelajaran tentang Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Budidaya di Indonesia. Modul ke II ini merupakan pengembangan (perumusan lebih lanjut) dari materi yang dibahas pada modul ke I. 99

138 D. Sasaran Pembelajaran Setelah mengikuti materi pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan rumusan dari strategi pembangunan perikanan budidaya Indonesia secara umum. strategi pengembangan komoditi unggulan nasional, dan komoditi unggulan daerah provinsi Sulawesi Selatan II. Pembelajaran A. Strategi Pengambangan Perikanan budidaya 100

139 B. Strategi Pengembangan Budidaya Udang 101

140 MEMBANGKITKAN USAHA BUDIDAYA UDANG Tujuh (7) hal pokok yang harus dipahami oleh petambak : 1. Tambak memiliki daya dukung tertentu dan terbatas 2. Tambak memiliki kemampuan membersihkan diri 3. Pemenuhan Kebutuhan Biologis Udang 4. Perlunya Memperhatikan Keseimbangan Alam 5. Mengurangi Penggunaan Obat-obatan dan Bahan kimia Berbahaya 6. Penerapan Manajemen oleh Manajemen Handal 7. Kerjasama antar Petambak C. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut 102

141 Strategi Pengembangan Agribisnis Rumput Laut Berkelanjutan LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT PRODUKSI INDUSTRI PENGOLAHAN PEMASARAN PRASARANA & SARANA FINANSIAL SDM & IPTEK HUKUM & KELEMBAGAAN D. Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Budidaya 103

142 AGAR TIDAK DIEMBARGO FOODSAFETY Pemerintah RI melakukan harmonisasi peraturan dan standar secara benar, dan diplomasi ditingkatkan/ terus-menerus menerus; Tidak menggunakan antibiotik dan obat-obatan yang dilarang; Lakukan transparasi dalam proses produksi (akuakultur) hingga pemasaran, dapat ditelusuri (tracebility), bebas antibiotik, produk tetap berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan; Melakukan pengujian secara berkala untuk meyakinkan produk budidaya tidak mengandung residu, dan hasil pengujian untuk digunakan kepentingan bersama Bab III. Penutup Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya, Strategi Pengembangan Budidaya Udang, Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut, dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Budidaya yang dibahas dalam bagian ke II modul ini merupakan rumusan strategi Pengembangan Perikanan Budidaya yang sangat jitu sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran potensi dan permasalahan dalam Pengembangan Perikanan Budidaya Indonesia. 104

143 Daftar Pustaka Anonim Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Ma'ruf, W.F Implementasi Program Berkelanjutan Sul-Sel Menuju Sentra Rumput Laut Dunia Melalui Kalsterisasi Usaha. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Muhammad, F Refleksi 2009 & Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Nurdjana, M.L Program Peningkatan Produksi Ikan 353% Periode Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Ditjen. Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia Taufik, M Kearifan Lokal SulSel Menuju Sentra Rumput Laut. paper on International Seaweed Forum (Symposium), Makassar, October

144 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Pada modul ini dibahas kebijakan/program pengembangan perikanan budidaya Indonesia berdasarkan strategi yang telah disusun seperti sudah di bahas pada modul sebelumnya (Modul VII). Kebijakan atau program pengembangan perikanan nasional menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan pengembangan perikanan Pemerintah Provinsi Sulawesi. Kebjiakan Pengembangan Perikanan Budidaya yang telah disusun oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi selatan antara lain adalah Kebijakan Pembangunan Perikanan secara keseluruhan, Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan, serta Kebijakan Pengembangan Komoditi Unggulan yang mencakup Kebjiakan Pengembangan Budidaya Udang, Kebjiakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut. B. Ruang Lingkup Isi a. Kebijakan Pengembangan Perikanan Budidaya (secara umum) b. Kebjiakan Pengembangan Budidaya Udang c. Kebjiakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut d. Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul ketiga (ke III) dari pembelajaran tentang Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Budidaya di Indonesia. Kebijakan (program) Pengembangan Perikanan Budidaya merupakan Kebijakan (progranm) Perikanan Indonesia.yang disusun oleh pemerintah (DKP) mengacu pada Tujuan dan Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya Indonesia. D. Sasaran Pembelajaran Setelah mengikuti materi pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan berbagai program (kebijakan) pembangunan perikanan budidaya Indonesia 106

145 II. Pembelajaran A. Kebjiakan Pengembangan Perikanan Budidaya 107

146 1. Pengembangan produksi budidaya untuk peningkatan ekspor; dengan fokus : Peningkatan daya saing melalui pengembangan dan penerapan teknologi yang super efisien dan ramah lingkungan. 2. Pengembangan produksi budidaya untuk peningkatan konsumsi ikan dalam negeri; dengan fokus : Peningkatan dan penguatan komoditas spesifik daerah dan pengembangan kolam pekarangan masyarakat. 3. Pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya; dengan fokus : Peningkatan kepedulian masyarakat pembudidaya ikan dalam pelestarian ekosistem sumberdaya perikanan budidaya

147 KOMODITAS UTAMA 2 KOMODITAS REVITALISASI PERIKANAN BUDIDAYA KOMODITAS UNGGULAN 8 KOMODITAS LOKASI MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA BUDIDAYA UDANG 10 LOKASI BUDIDAYA KERAPU 4 LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT 10 LOKASI BUDIDAYA NILA 5 LOKASI OKI LAMPUNG TIMUR INDRAMAYU PEMALANG PASURUAN SUMBAWA SAMBAS TANAH LAUT PINRANG LAMPUNG SELATAN SITUBONDO BULELENG DOMPU PESISIR SELATAN BEKASI BREBES TULUNG AGUNG BIMA KUPANG P. LAUT MINAHASA TAKALAR BUTON MUARO JAMBI PASURUAN BANJAR SUBANG MINAHASA UTARA POHUWATO 109

148 Teknologi dikuasaidan dan berkembangdi di masyarakat. Peluangpasar pasarekspor tinggi tinggi Serapanpasar pasarluar negeri negeritinggi Penyerapantenaga kerja kerjatinggi KOMODITAS UTAMA UDANG (vanamedan danwindu RUMPUT LAUT LAUT (Euchema (Euchemadan dan Gracillaria) Hemat HematBBM Permodalanrelatif relatif rendah rendah Pengembangan KAWASAN (Pusat Dana penguatan modal : Daerah) Pusat + sebagai dana penjaminan di BANK untuk mendorong keberpihakan perbankan kepada POKDAKAN pada suatu kawasan budidaya. 1. Pemilihan POKDAKAN Penerima DPM; 2. Pendampingan Intensif : ->Tenaga Pendamping Teknologi (TPT) : ditempatkan di lokasi pengembangan bersama masyarakat binaan; -> Petugas : pusat, UPT, propinsi dan kabupaten; 3. Peran Swasta sebagai mitra (pemasaran, Bank). 4. Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) sebagai pelaksana penyaluran DPM : di-sk-kan BUPATI/WALI KOTA, sebagai wadah kelembagaan usaha POKDAKA

149 111

150 112

151 IMPLEMENTASI STRATEGI Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pembenihan, pengelolaan sumber daya induk/benih peningkatan mutu produksi dan produktivitas unit usaha pembenihan, pengembangan distribusi dan pemasarn benih peningkatan SDM pembenihan, pengawasan dan sertifikasi benih, pembinaan sistem informasi pembenihan pembinaan lembaga pembenihan; Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pembudidayaan : standarisasi proses produksi sertifikasi proses dan produk budidaya pengembangan sarana budidaya Lanjutan pengembangan teknologi terapan budidaya pengembangan pengawasan pembudidayaan ikan pembinaan pengembangan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. 113

152 Pembangunan Sistem Usaha Perikanan Budidaya pengembangan sistem permodalan, Lanjutan pengembangan usaha komoditas unggulan, pengembangan sistem pendukung usaha, sosialisasi dan pengawasan SNI Lanjutan pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan : penanganan introduksi ikan/udang, pengembangan sistem pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan berbasis masyarakat, pemantauan lingkunagn daerah tercemar pemantauan kualitas lingkungan budidaya, 114

153 Lanjutan Pengembangan Pembinaan Sistem Administrasi dan Kapasitas Kelembagaan : sosialisasi dan penerapan SAP, pungutan perikanan, aplikasi sistem keuangan, penatausahaan perlengkapan, penataan arsip, peningkatan intensitas PNBP melalui sistem pungutan perikanan budidaya, tarif imbalan jasa dan penjualan hasil samping UPT, peningkatan kulitas SDM aparatur perikanan budidaya, dan regulasi dan deregulasi perikanan budidaya 115

154 Pembangunan Sistem Rehabilitasi dan Perlindungan Sumber Daya Perikanan Budidaya: pengembangan suaka (reservat) sebagai hatcheri alam, Lanjutan peningkatan produktivitas kawasan jalur hijau berbasis masyarakat, penguatan kelembangaan petani pelestari ekosistem jalur hijau, dan pengembangan penataan kawasan budidaya berwawasan lingkungan; Lanjutan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Informasi dan Statistik Perikanan Budidaya perbaikan sampling frame penyempurnaan sistem pengumpulan data publikasi data statistik penyepurnaan SIMKANAS dan jaringannya survai sosial ekonomi pelatihan tugas statistik penyusunan pedoman analisis data statistik 116

155 POLA KEMITRAAN (Kebijakan Pemprov Sulawesi Selatan)) KONSORSIUM (cold storage dan Pengusaha sarana produksi) LEMBAGA EKONOMI/UPP PEMBUDIDAYA Keterangan : PENJAMINAN PERBANKAN koordinaasi Penyaluran dana Pengembalian bantuan Pembinaan POKJA PROVINSI POKJA KABUPATEN 117

156 118

157 119

158 B. Kebijakan Pembangunan Budidaya Udang Gerakan Kebangkitan Udang Nasional Ton pada tahun 2013 ORGANISASI DAN MEKANISME PENGEMBANGAN (Pemprov Sul-Sel) 120

159 Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel Meminta lokasi Tambak yang Layak untuk dempond Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/Kota mengusulkan lokasi Lokasi tambak yang diusulkan untuk dempon Identfikasi/ Verifikasi lokasi Tim Teknis Provinsi Tim Teknis Kabupaten/Kota Kesepakatan Pemilik Tambak Rekanan Laporan Minimal 1x setiap bulan Tim Pendamping Budidaya (TPB) mengajukan Kebutuhan Operasional (sarana budidaya) monitoring Lokasi tambak yang ditetapkan Sebagai tambak dempon Kegiatan Dempond (Operasional Oleh Petambak) Laporan minimal 1x setiap bulan Tim Teknis Provinsi - seluruh kegiatan * Laporan : - penggunaan sarana - hasil yang dicapai * Pembagian keuntungan Panen Gambar 1. Mekanisme Pelaksanaan DEMPOND Catatan : Selain layak secara teknis, kondisi tambak tidak memerlukan biaya melebihi Rp pada tahap persiapan budidaya (termasuk perbaikan bagian2 tambak) Paket sarana produksi maksimal : ekor benur, ekor nener,150 kg pupuk anorgnaik, 300 kg pupuk organik, 500 kg pakan, 1000 kg kapur, 1 paket probiotik, Rp biaya persiapan lahan), 121

160 Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel Meminta lokasi Tambak dan penerima paket mengusulkan lokasi tambak dan penerima paket Lokasi tambak dan penerima paket yang diusulkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/Kota Rekanan Tim Teknis Provinsi Tim Teknis Kabupaten/Kota Kebutuhan Operasional (sarana budidaya) Identfikasi/ Verifikasi lokasi Lokasi tambak dan penerima paket yang ditetapkan Laporan pelaksanna paket bantuan sarana budidaya Tim Pendamping Budidaya (TPB) Pendampingan Kegiatan Budidaya Oleh Petambak Laporan pelaksanaan penyaluran paket minimal 1x setiap bulan Tim Teknis Provinsi Gambar 2. Mekanisme Pelaksanaan Paket Sarana Penguatan Modal Budidaya Udang dan Bandeng Catatan : Paket sarana produksi maksimal : ekor benur, ekor nener, 50 kg pakan, 50 kg saponin 122

161 C. Kebijakan Pembangunan Budidaya Rumput Laut PEMECAHAN MASAALAH Bibit menggunakan bibit unggul yang baru Hama dan penyakit penentuan lokasi, musim tanam, teknologi tepat guna Pasca Panen membersihkan garam-garam yang menempel pada rumput laut dan pengeringan Pemasaran kelembagaan yang transpan khususnya pajak Sumberdaya Manusia Peningkatan jumlah tenaga penyuluh 123

162 Pengembangan secara bertahap di daerah yg potensial Penyediaan bibit yg cukup & berkualitas Pembinaan yg intensif Pendekatan Sistim Akuabisnis Pengembangan Pilot projek Introduksi bibit unggul Pengembangan Seaweed Center Penerapan standar Budidaya Peningkatan Mutu Pascapanen Penyaluran dana Penguat Modal 6 Mendorong pengembangan kawasan secara bertahap; Mengembangkan kebun bibit pada sentra-sentra kawasan rumput laut sebegai sumber bibit; Pembinaan yang intensif, mulai dari pemilihan bibit, penetapan lokasi, cara tanam, cara pemeliharaan dan cara panen yang baik; Pendekatan sistim agribisnis

163 Suplai energi Pola Pengembangan Kegiatan Usaha Budidaya Rumput Laut Bahan : Eucheuma cottonii Jenis produk : Semi refined carrageenan food grade Rumput laut Pencucian Ekstraksi Tep. Karaginan Food - grade Karaginan kertas Penjendalan Filtrat 125

164 Kegiatan Pendukung KAWASAN Perbaikan mutu bibit : Penguatan Sea weed centre di UPT Pusat dan UPT Propinsi; Pengembangan kebun bibit pada sentra-sentra kawasan budidaya rumput laut; Pelaksanaan fungsi PUSAT : Pembinaan standarisasi/sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan, pembinaan usaha dan penerapan prinsip HACCP dalam penanganan mutu, dan pembinaan pengelolaan prasarana, serta pengelolaan lingkungan kawasan budidaya; Pembangunan/rehab prasarana pendukung kawasan budidaya : melalui DAK

165 D. Kebijakan Peningkatan Daya saing Produk Budidaya Pengembangan Daya Saing (budidaya-penanganan pascapanen) Bibit Teknologi Sarana dan prasarana. SDM 127

166 PENGENDALIAN 1. Pengendalian Cara Budidaya Ikan Yang Baik diterapkan dalam kegiatan pembudidayaan ikan sampai dengan pendistribusian 2. Unit usaha yang telah menerapkan Cara Budidaya Ikan Yang Baik dapat diberi SERTIFIKAT 3. Sertifikat diberikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya setelah mendapatkan penilaian dari Tim Penilai Sertifikasi dan rekomendasi Komisi Approval 4. Perusahaan pengolahan hanya akan menerima bahan baku yg berasal dari pembudidaya yg telah menerapkan CBIB/GAP, dibuktikan dengan: Tambak bersertifikat Uji kualitas produk yg akan dibeli 22 Program pemerintah : Dalam sistem Pembinaan dan Pengawasan Mutu (standar internasional) diberlakukan PMMT (Program Manajemen Mutu Terpadu) : 128

167 merupakan suatu sistem manajemen mutu dalam seluruh proses penanganan dan pengolahan hasil perikanan mulai prapanen, pasca panen hingga siap dipasarkan. Kebijakan Pembesaran Bibit yang ditebar harus lolos dari uji PCR Menerapkan biosecurity secara baik, antara lain : Sistem penggantian air Pemantauan keberadaan virus secara berkala Pendeteksian virus harus memakai system PCR metode Keterkaitan yang erat dengan Cold Storage sebagai pembeli udang budidaya 129

168 Bab III. Penutup Kebjiakan Pengembangan Perikanan Budidaya, Kebijakan Pengembangan Budidaya Udang, Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, dan Kebijakan Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan adalah kebijakan atau program Pengembangan Perikanan Budidaya yang melengkapi startegi pengambangan yang disusun oleh pemerintah (seperti yang terlihat pada Bagian II dari modul ini. Kebijakan tersebut diharapkan menjembatani tercapainya Tujuan dan Sasaran pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia. 130

169 Daftar Pustaka Anonim. 2007a. Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP-RI. Makassar 7 Mei 2007 Anonim. 2007b. Sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Bauik (CPIB). Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP-RI. Makassar 7 Mei 2007 Anonim. 2007c. Persyaratan Cara Budidaya Ikan yang Bauik. Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP-RI. Makassar 7 Mei 2007 Ma'ruf, W.F Implementasi Program Berkelanjutan Sul-Sel Menuju Sentra Rumput Laut Dunia Melalui Kalsterisasi Usaha. Makalah dalam Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Makassar 7 Mei 2007 Muhammad, F Refleksi 2009 & Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia. Nurdjana, M.L Program Peningkatan Produksi Ikan 353% Periode Makalah pada Seminar Benua Maritim Diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin. Makassar. Ditjen. Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia Taufik, M Kearifan Lokal SulSel Menuju Sentra Rumput Laut. paper on International Seaweed Forum (Symposium), Makassar, October

170 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan perikanan budidaya Indonesia dan untuk suksesnya program atau kebijakan pembangunan perikanan budidaya yang telah disusun oleh baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, maka diperlukan suatu rambu-rambu berupa peraturan dan undang-undang tentang pengelolaan perikanan (sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia, teknologi). Peraturan dan Undang- Undang tersebut telah diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan oleh Departemen terkait lainnya. A. Ruang Lingkup Isi a. Undang-Udang Dasar 1945 tentang pemanfaatan kekayaan alam Indonesia b. Undang-undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (pengelolaan usaha budidaya perikanan, pelestarian usaha budidaya ikan, izin usaha budidaya perikanan, dan ketentuan pidana) c. UU No. 5 Tahun 1990 BAB I Pasal 5 tentang Pengelolaan Pesisir yang berkaitan dengan Budidaya Perikanan. d. Peraturan Menteri K dan P RI No. Per. 01/Men/2007, tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan ((Cara Budidaya yang Baik (GAP), Cara Penanganan Ikan yang Baik (GHdP), Kelayakan Pengolahan (SKP); dan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau Hazard AnalysisCritical Control Point (HACCP)) e. Landasan Hukum lainnya tentang Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan f. SK Dirjen BP Tindak Lanjut PERMEN DAN KEPMEN Monitoring Bahan Berbahaya dan Beracun, serta Sertifkat GAP) 132

171 g. Surat Edaran Dirjen PB No. 575/DPB/PB.150.D1/II/2007 tentang Larangan Penggunaan Antibiotik Nitrofurans dalam proses Pembenihan Udang. h. Prosedur Baku Setifikasi, Pemantauan, Sanksi, Pemilihan Lokasi Budidaya Cara dan Peralatan Panen, Penanganan Hasil Budidaya, serta Pendistribusian Hasil Budidaya C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul keempat (ke VIII) dari pembelajaran tentang Kebijakan dan Undang-Undang Perikanan Budidaya di Indonesia. Peraturan dan Perundang-undangan yang menyangkut Perikanan Budidaya merupakan bagian dari Undang-Undang Perikanan Indonesia yang disusun oleh pemerintah. D. Sasaran Pembelajaran Setelah mengikuti materi pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan (dasar dan tujuan) berbagai undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan pembangunan perikanan budidaya Indonesia. 133

172 BAB II. PEMBELAJARAN A. Undang-Udang Dasar 1945 tentang pemanfaatan kekayaan alam Indonesia Bab XIV. Kesejahteraan Sosial. Pasal 33 Ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. B. Undang-undang RI No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (pengelolaan usaha budidaya perikanan, pelestarian Usaha budidaya ikan, izin usaha budiaya perikanan, dan ketentuan pidana) KETENTUAN UMUM BAB III PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN 6. Pengelolaan sumber daya ikan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia ditujukan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia. Pasal 5 (1) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan/atau alat yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. (2) kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan/atau alat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kepentingan ilmiah dan kepentingan tertentu lainnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8 (1) Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan atau pelestarian alam perairan, Pemerintah menetapkan jenis ikan tertentu yang dilindungi dan/atau lokasi perairan tertentu sebagai suaka perikanan berdasarkan ciri yang khas jenis ikan 134

173 atau keadaan alam perairan termaksud. BAB IV PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN Pasal 9 (1) Usaha perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan oleh warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia Pasal 10 Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki izin usaha perikanan. Pasal 11 (1) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan atau pembudidayaan ikan di laut atau di perairan lainnya di wilayah perikanan Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan. Nelayan dan petani ikan kecil yang melakukan penangkapan atau pembudidayaan ikan yang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak dikenakan pungutan perikanan. Pasal 15 (1) Pemerintah membina dan mengembangkan penelitian dan kegiatan lainnya di bidang perikanan. Pasal 16 (1) Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, latihan, penyuluhan dan bimbingan di bidang perikanan. Pasal

174 Pemerintah mendorong, menggerakkan, membantu dan melindungi usaha nelayan dan petani ikan kecil terutama melalui koperasi nelayan dan/atau koperasi petani ikan. Pasal 18 (1) Pemerintah membangun dan membina prasarana perikanan. Pasal 19 Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan. Pasal 20 Menteri menetapkan larangan pengeluaran atau pemasukan jenis ikan tertentu dari atau ke wilayah Republik Indonesia. Pasal 22 Pemerintah Pusat dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan di bidang perikanan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 24 Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak- banyaknya Rp ,- (seratus juta rupiah). Pasal 25 Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10: 136

175 a. dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima puluh juta rupiah), apabila dalam kegiatannya menggunakan kapal bermotor berukuran 30 (tiga puluh) gros ton atau lebih; Pasal 26 Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b melakukan usaha perikanan di bidang pembudidayaan ikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima juta rupiah). Pasal 27 (1) Barangsiapa melanggar ketentuan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 4 dipidana dengan pidana denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah). C. UU No. 5 Tahun 1990 BAB I Pasal 5 tentang Pengelolaan Pesisir (yang berkaitan dengan Budidaya Perikanan). Berkaitan dengan upaya pengembangan tambak di kawasan pantai, maka dalam realisasinya harus memperhatikan UU No. 5 Tahun 1990 BAB I Pasal 5 yakni : (a) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati kosistemnya. D. Peraturan Menteri K dan P RI No. Per. 01/Men/2007, tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan ((Cara Budidaya yang Baik (GAP), Cara Penanganan Ikan yang Baik (GHdP), Kelayakan Pengolahan (SKP); dan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau Hazard AnalysisCritical Control Point (HACCP)) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 137

176 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan adalah upaya pencegahan yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan pendistribusian untuk menghasilkan hasil perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia. Analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis Critical Control Point), yang selanjutnya disingkat HACCP, adalah suatu konsepsi manajemen mutu yang diterapkan untuk memberikan jaminan mutu dari produk yang diolah di unit pengolahan ikan. Cara Budidaya yang Baik (Good Aquaculture Practices), yang selanjutnya disingkat GAP, adalah pedoman dan tata cara budidaya, termasuk cara panen yang baik, untuk memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan budidaya. Cara Penanganan yang Baik (Good Handling Practices), yang selanjutnya disingkat GHdP, adalah pedoman dan tata cara penanganan ikan hasil tangkapan, termasuk pembongkaran dari kapal, yang baik untuk memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil penangkapan. Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan kepada UPI yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) dan Good Hygine Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari Otoritas Kompeten. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang menyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan untuk konsumsi manusia. Pengawas Mutu adalah Pegawai Negeri yang mempunyai kompetensi melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yang ditunjuk oleh Menteri atas rekomendasi dari Otoritas Kompeten. BAB III PENGEN DALIAN Pasal 5 (1) Pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan budidaya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang mencakup penggunaan obat-obatan, bahan kimia, bahan biologi, dan pencemaran pada perbenihan, pembesaran dan pemanenan hasil budidaya perikanan. 138

177 BAB IV SERTIFIKASI Pasal 21 (1) Unit usaha yang berdasarkan hasil pengendalian dinyatakan telah memenuhi persyaratan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dapat diberikan sertifikat. (2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. Sertifikat Cara Budidaya yang Baik (GAP); b. Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik (GHdP); c. Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP); d. Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau Hazard AnalysisCritical Control Point (HACCP); dan e. Sertifikat Kesehatan. (3) Sertifikat Cara Budidaya yang Baik (GAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. (4) Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik (GHdP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pada tempat pendaratan ikan dan/atau unit distribusi diberikan oleh Dinas. BABV MONITORING Pasal 22. (1) BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 23 E. Landasan Hukum lainnya tentang Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan LANDASAN HUKUM Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan; Keputusan Menteri Pertanian No /Kpts/IK.210/1999 tentang Sertifikasi dan Pengawasan Benih Ikan; Peraturan Menteri 01/MEN/ 2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; Keputusan Menteri 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik; Peraturan Menteri 02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan; Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No 116/DPB/HK.150.D4/I/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan; SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret

178 F. SK Dirjen BP Tindak Lanjut PERMEN DAN KEPMEN Monitoring Bahan Berbahaya dan Beracun, serta Sertifkat GAP) PERMEN DAN KEPME N 1. Peraturan Menteri KP No. PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 2. Peraturan Menteri KP No. PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan 3. Keputusan Menteri KP No.KEP.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi 4. Keputusan Menteri KP No. KEP.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik 6 140

179 Tindak k lanjut PERMEN & KEPMEN 1. SK Dirjen PB No. 116/DPB/HK.150.D4/I/2007 Tentang : Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan atau Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan 2. SK Dirjen PB No. 01/DPB.0/HK /S4/II/2007 Tentang : Pedoman, Daftar Isian Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik 8 G. Surat Edaran Dirjen PB No. 575/DPB/PB.150.D1/II/2007 tentang Larangan Penggunaan Antibiotik Nitrofurans dalam proses Pembenihan Udang. 141

180 Surat Edaran Dirjen Perikanan Budidaya Nomor: 575/DPB/PB.150.D1/II/2007 tanggal 5 Februari 2007 Melarang para pengusaha perbenihan udang di Indonesia menggunakan antibiotik Nitrofurans dalam proses perbenihan udang. Apabila tidak mematuhi akan terkena sanksi sesuai dengan UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan H. Prosedur Baku Setifikasi, Pemantauan, Sanksi, Cara dan Peralatan Panen, Penanganan Hasil Budidaya, Pemilihan Lokasi Budidaya serta Pendistribusian Hasil Budidaya mempunyai Manajer Pengendali Mutu (MPM) perbenihan; mempunyai dokume n mutu dan rekaman; menerapkan C PIB minimal 3 bulan s ebelum mengajukan permohonan s ertifikas i. SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret

181 TATA CARA SERTIFIKASI Mengajukan permohonan ke LS S M dg tembus an ke Ditjen Perikanan Budidaya dan Dinas Perikanan s etempat; LS S M dan Ditjen Perikanan Budidaya melakukan penilaian pendahuluan dan penilaian lapangan. Pemberian s ertifikat untuk yang memenuhi s yarat. S ertifikat diterbitkan oleh LS S M dan diketahui oleh Direktur J enderal Perikanan Budidaya. Apabila LS S M telah diakreditas i, penilaian dan penerbitan s ertifikat dilakukan oleh LS S M ybs. SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret

182 LAMPIRAN PERMOHONAN SERTIFIKASI CPIB - Fotocopy S IUP/Tanda Pencatatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan; - Fotocopy s ertifikat Manajer Pengendali Mutu dari Direktorat J enderal Perikanan Budidaya; - data umum unit perbenihan; - Dokumen mutu (s truktur organis as i dan tanggung jawab, daftar fas ilitas dan S DM, daftar S PO dan daftar catatan/rekaman). SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret

183 S ertifikat diterbitkan berdas arkan has il penilaian lapangan yang menyatakan bahwa pemohon memenuhi kriteria dan pers yaratan C PIB; S ertifikat memberikan informas i yang jelas tentang identitas, ruang lingkup, legalitas s ertifikat dan tanggal efektif mas a berlakunya. SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret SURVEILANCE Dilakukan untuk memas tikan bahwa penangkar menerapkan C PIB s es uai pers yaratan dan menjamin penerapannya s ecara kons is ten. SANKSI Penangkar yang melanggar ketentuan akan mendapat s anks i oleh DJ PB berupa peringatan, penundaan atau pencabutan/ pembatalan s ertifikat. SosialisasiCPIB-Kaltim 2Maret

184 PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN HACCP DI BUDIDAYA HACCP (Hazard Analiys Critical Control Point) Potensi bahaya (Hazard( Hazard) ) dalam budidaya ikan/udang adalah bahaya biologi, kimia dan fisik. Masuk pada ikan/udang yang dibudidayakan dan pada pengolahan : tercemarnya pakan oleh pestisida, tidak tepatnya penggunaan bahan kimia/obat- obatan,tercemarnya lingkungan budidaya oleh bakteri/virus, terjadinya kontaminasi selama pengolahan produk dll. PENGGUNAAN PAKAN 1. Pakan memenuhi syarat: mengandung nutrisi yg sesuai kebutuhan dan dapat meningkatkan pertumbuhan tidak mengandung racun, bahan pencemaran, atau menyebabkan penurunan produksi atau mengakibatkan pencemaran tidak mengandung antibiotik dan hormon telah terdaftar masih layak digunakan, tidak mengalami perubahan fisik 2. Pemberian pakan tidak dicampur antibiotik dan hormon 3. Bahan baku pakan, additive dan suplemen tidak membahayakan sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium terhadap kandungan bahan asing, bahan kimia, mikro organime beracun 4. Penyimpanan Pakan - Terpisah dari bahan-bahan kimia dan obat-obatan yang lain - Tempat penyimpanan dapat mempertahankan kualitas pakan

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status produksi perikanan tangkap dunia mengalami gejala tangkap lebih (overfishing). Laporan FAO (2012) mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudera Hindia bagian selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki arti strategis bagi industri perikanan, karena wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Matakuliah: PRODUKSI TERNAK POTONG DAN KERJA ( 383I113 ) Oleh: Prof. Dr. Ir. H. Basit Wello, M.Sc Koordinator Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc Ir. Johana C. Likadja,

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Ditjen Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Seminar Hari Pangan Sedunia 2007 Bogor,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS IN THE WESTERN AND CENTRAL PENGELOLAAN SEDIAAN

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M. KONTRAK PERKULIAHAN Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : 633431373 Pengajar : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.Si Semester : VII/2012-2013 Hari Pertemuan/Jam : Rabu/08,31-10.00

Lebih terperinci

KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI AKUNTANSI

KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI AKUNTANSI Kelompok Kompetensi No KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI AKUNTANSI Rumusan Kompetensi Elemen Kompetensi*) a b c d e 1 2 3 4 5 7 8 Kompetensi Utama 1 Menjadi manusia akuntansi yang bermartabat, beretika,

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 /KEPMEN-KP/2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF

LAMPIRAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF LAMPIRAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF 1. Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security

Lebih terperinci

Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar Nopember 2011

Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar Nopember 2011 LAPORAN RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Matakuliah: MANAJEMEN PEMBIBITAN TERNAK RUMINANSIA (339I112) Oleh: Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc. Prof. Dr. Ir. H. Sjamsuddin Garantjang, M.Sc. Prof. Dr.

Lebih terperinci

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data 39 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL MATA KULIAH PENGANTAR ANTROPOLOGI

RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL MATA KULIAH PENGANTAR ANTROPOLOGI RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL MATA KULIAH PENGANTAR ANTROPOLOGI OLEH : DRA. ERNI ERAWATI LEWA, M.SI JURUSAN ARKEOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2009 LEMBAR PENGESAHAN RANCANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Usaha Perikanan Tangkap. Wilayah Pengelolaan Perikanan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Manfaat politik, secara umum manfaat politik yang diperoleh suatu negara

2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Manfaat politik, secara umum manfaat politik yang diperoleh suatu negara 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Internasional Kebijakan umum Pemerintah Republik Indonesia pada organisasiorganisasi internasional didasarkan pada Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1072, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN PERIKANAN. Kapal Perikanan. Pendaftaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Irawati

Prosiding SNaPP2015Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Irawati Prosiding SNaPP2015Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN2089-3590 EISSN 2303-2472 IMPLIKASI KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM RFMO TERHADAP PENGEMBANGAN HUKUM PERIKANAN NASIONAL Irawati Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP ) MATA KULIAH: BOTANI EKONOMI 437H413. Dr. Hj. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si.

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP ) MATA KULIAH: BOTANI EKONOMI 437H413. Dr. Hj. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si. 1 GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP ) MATA KULIAH: BOTANI EKONOMI 437H413 Dr. Hj. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si. JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Rekomendasi Kebijakan 2013

Rekomendasi Kebijakan 2013 DIPLOMASI INDONESIA - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM FORUM REGIONAL FISHERIES MANAGEMENT ORGANIZATIONS (RFMOs) Sasaran Rekomendasi: Kebijakan yang terkait dengan prioritas nasional. Ringkasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2010 TENTANG PEMBERIAN KEWENANGAN PENERBITAN SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) DAN SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUT IKAN (SIKPI)

Lebih terperinci

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU (2013-2016) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom 20151060029 PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS PASCA SARJANA

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP Jakarta, 29 Agustus 2017 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP Status Indonesia di RFMOs Status : Member (PerPres No. 9/2007) Status : Member (PerPres N0.61/2013) IOTC

Lebih terperinci

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING)

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) t \.. REPUBU K INDONESIA KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) DAN UNTUK MEMAJUKAN TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN Pandapotan Sianipar, S.Pi Kasi Pengawasan Usaha Pengolahan, Pengangkutan, dan Pemasaran Wilayah Timur, Direktorat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

WORKSHOP RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) USAHID. Agustina Zubair

WORKSHOP RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) USAHID. Agustina Zubair WORKSHOP RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) USAHID Agustina Zubair KURIKULUM PT Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.24/MEN/2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO210 Pengajar : Tin Teaching Semester : IV Bobot MK : 2 sks Tahun : 2011/2012 Hari Pertemuan/Menit :

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) APBD tahun 2015 disusun untuk memenuhi kewajiban Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan sesuai Perpres RI No.

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA DI LAUT LEPAS OLEH RFMO

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA DI LAUT LEPAS OLEH RFMO V - 954 POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA DI LAUT LEPAS OLEH RFMO Akhmad Solihin 1), Eko Sri Wiyono 2) 1) a.solihin1979@gmail.com, 08156217120, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) MATA KULIAH: BOTANI PERTAMANAN 408H4103. Dr. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si.

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) MATA KULIAH: BOTANI PERTAMANAN 408H4103. Dr. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si. 1 GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) MATA KULIAH: BOTANI PERTAMANAN 408H4103 Dr. Sri Suhadiyah, M.Agr. Dr. Elis Tambaru, M.Si. JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kurikulum Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Edisi 2008

Kurikulum Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Edisi 2008 LAMPIRAN I : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. Nomor KEP. 06/MEN/2008 Tentang Kurikulum Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Edisi 2008 Kurikulum Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Edisi 2008 Struktur

Lebih terperinci

2 Mengingat b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan

2 Mengingat b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1466, 2014 KEMEN KP. Penangkapan Ikan. Jalur Penempatan Alat. Alat bantu. Perubahan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Oleh: Akhmad Solihin Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Selatan Jawa yang menghadap Samudera Hindia adalah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Indonesia, Undang-Undang Perjanjian Internasional UU No. 24 Tahun 2000 LN. No. 185 Tahun 2000, TLN No

DAFTAR PUSTAKA. Indonesia, Undang-Undang Perjanjian Internasional UU No. 24 Tahun 2000 LN. No. 185 Tahun 2000, TLN No 124 DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang/ Perjanjian Internasional: Indonesia, Undang-Undang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)

Lebih terperinci

GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL

GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Matakuliah: Teknologi Pengolahan Limbah & Sisa Hasil Ternak (339 I 13) Oleh: Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P (IS) Prof. Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M,Sc

Lebih terperinci

PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL

PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL Oleh: FEBRY ANDRIAWAN 0810012111022 PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

Dokumen Akademik DOKUMEN AKADEMIK

Dokumen Akademik DOKUMEN AKADEMIK Dokumen Akademik DOKUMEN AKADEMIK Landasan yang bersifat normatif-ideologis yang wajib dimiliki oleh setiap institusi penyelenggara kegiatan akademik. Kantor Jaminan Mutu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil. Perencanaan Kawasan Pesisir

Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil. Perencanaan Kawasan Pesisir Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil Perencanaan Kawasan Pesisir Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan tropis terbesar di dunia 17.508 pulau, dan luas laut yang mencapai

Lebih terperinci

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP)

GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) 1 GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Matakuliah : BIOLOGI GULMA 208 H4103 Dr. Elis Tambaru, M.Si Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2013

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA) Bobot sks Kode Mata Kuliah Penyusun : 2 (dua) sks : HKK4003 : Dr. Indah Dwi Qurbani, S.H.,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Khusus Program-Program Pemerintah Pembangunan Kelautan Perikanan 2012 I. PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Khusus Program-Program Pemerintah Pembangunan Kelautan Perikanan 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pengelolaan sumber daya perikanan dan antisipasi krisis perikanan global, menuntut pemerintah Indonesia menjadi bagian dari organisasi pengelolaan perikanan regional

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM

UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM STANDAR PROSES PEMBELAJARAN Kode/No. : STD/SPMI-UIB/01.03 Tanggal : 1 September Revisi : 2 Halaman : 1 dari 7 STANDAR PROSES PEMBELAJARAN UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. PERENCANAAN Rencana strategis sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. 3. Kompetensi Dasar

KONTRAK PERKULIAHAN. 3. Kompetensi Dasar KONTRAK PERKULIAHAN Nama mata kuliah : Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan Kode mata kuliah : 4514-2-3972 Dosen Pengajar : Nikmawatisusanti Yusuf, S.IK, M.Si Semester : V/ 2012-2013 Hari Pertemuan

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Ekonomi Pembangunan Kode Mata Kuliah : KOP 4307 Semester : IV (2013/2014) Hari Pertemuan/Jam : Selasa/ 10:00-12:30 Tempat pertemuan : Ruang Kuliah C10 Status Mata

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Ekonomi Pembangunan Kode Mata Kuliah : KOP 4307 Semester : IV (2017/2018) Hari Pertemuan/Jam : Selasa/ 10:20-12:50 Tempat pertemuan : Ruang Kuliah C5 Status Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang mengakibatkan kerugian lingkungan, sosial dan ekonomi yang signifikan (APFIC,2007).

Lebih terperinci

Fakultas Teknologi Informasi

Fakultas Teknologi Informasi Fakultas Teknologi Informasi No. Dokumen : F2.SAP.TI.003 Program Studi Teknik Informatika No. Revisi : 001 Silabus dan Satuan Acara Perkuliahan Tgl.Revisi : 23-06-2010 Tgl. Berlaku : 23-06-2010 Manajemen

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2010-2014 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 VISI - KKP Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zona maritim yang berada di luar wilayah yuridiksi nasional suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. zona maritim yang berada di luar wilayah yuridiksi nasional suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sumber daya ikan di laut lepas merupakan salah satu sumber pangan dan komoditi industri kelautan yang sangat penting di dunia. Laut lepas merupakan zona maritim yang

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN MATA KULIAH ILMU ALAMIAH DASAR

KONTRAK PERKULIAHAN MATA KULIAH ILMU ALAMIAH DASAR KONTRAK PERKULIAHAN MATA KULIAH ILMU ALAMIAH DASAR Oleh: Dra. Mestawati As. A, M.P Drs. Muchlis Djirimu, M.Pd Drs. Syamsu, M.Si. Ritman Ishak Paudi, S.Pd., M.Si Nur aini, S.Pd., M.Pd. Novia S.Pd., M.Pd.

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

perikanan berkelanjutan, dan keterlibatan tingkat tinggi dan kerja sama perikanan pada tingkat operasional.

perikanan berkelanjutan, dan keterlibatan tingkat tinggi dan kerja sama perikanan pada tingkat operasional. REPUBLIK. INDODSIA KOMUNIKE BERSAMA Mengenai Kerja Sama untuk Memerangi Illegal, Unregulated dan Unreported (IUU) Fishing dan untuk Memajukan Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan Kami, Perwakilan dari Pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN TUGAS AKHIR I. Latar Belakang II. Tujuan Pedoman Tugas Akhir III. Definisi Tugas Akhir IV. Tujuan Tugas Akhir adalah :

PEDOMAN TUGAS AKHIR I. Latar Belakang II. Tujuan Pedoman Tugas Akhir III. Definisi Tugas Akhir IV. Tujuan Tugas Akhir adalah : PEDOMAN TUGAS AKHIR I. Latar Belakang Perguruan tinggi mempunyai peranan yang sangat besar dalam menghasilkan sarjana berkualitas. Usaha untuk meningkatkan kualitas sarjana yang dihasilkan, salah satu

Lebih terperinci

GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL. Matakuliah: Teknologi Pengolahan Limbah & Sisa Hasil Ternak (339 I 1103)

GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL. Matakuliah: Teknologi Pengolahan Limbah & Sisa Hasil Ternak (339 I 1103) GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Matakuliah: Teknologi Pengolahan Limbah & Sisa Hasil Ternak (339 I 13) Oleh: Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P (IS) Dr. Hikmah M.Ali, S.Pt, M.Si (HA) Ir.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR S RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR MATA KULIAH KODE Rumpun MK BOBOT (sks) SEMESTER Direvisi Teknologi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN SPM.Pol//03/2017 Halaman 1 dari 15 SPM.Pol//03/2017 1. Visi dan Misi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta Visi : Misi : Menjadi Institusi pendidikan tinggi kesehatan yang unggul, kompetitif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

FAO, 2001.International Guidelines For The Management Of Deep-Sea Fisheries In The High Seas. FAO, 2012.The State of World Fisheries and Aquaculture.

FAO, 2001.International Guidelines For The Management Of Deep-Sea Fisheries In The High Seas. FAO, 2012.The State of World Fisheries and Aquaculture. 183 DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. 2006. Pengantar Penilaian Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Departemen Manajemen Sumberdaya Pesisir dan Laut-IPB. Agreement to Promote Compliance with International Conservation

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM Disiapkan oleh, Diperiksa oleh, Disahkan oleh, Muchlis, S.Kom., M.Si Ketua Tim Standar Proses Pembelajaran Yeni Yuliana, S.Sos.I.,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI ZEE INDONESIA Ida Kurnia*

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI ZEE INDONESIA Ida Kurnia* IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI ZEE INDONESIA Ida Kurnia* Abstrak Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL (UNDIKNAS) STANDAR PROSES PEMBELAJARAN Kode/No : STD/SPMI/A.03 Tanggal : 20-12-2016 Revisi : I Halaman : 1-10 STANDAR PROSES PEMBELAJARAN undiknas, 2016 all rights reserved

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011-2021 DAFTAR ISI Halaman KAMPUS UNHAS TAMALANREA JL. P. KemerdekaanKm. 10, MAKASSAR, 90245 TLP/FAX. 0411-580202 i DAFTAR ISI Visi

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

Profil Mata Kuliah. Tujuan Mata Kuliah. Deskripsi Mata Kuliah

Profil Mata Kuliah. Tujuan Mata Kuliah. Deskripsi Mata Kuliah Profil Mata Kuliah Nama Mata Kuliah : Peraturan Perikanan dan Hukum laut Kode Mata Kuliah : IKP 2426 Bobot SKS : 2 (2-0) Semester : IV Hari Pertemuan : 1-14 Tempat Pertemuan : Ruangan Pelagis 1 Koordinator

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kerjasama internasional tentunya bukan hal yang asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kerjasama internasional tentunya bukan hal yang asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kerjasama internasional tentunya bukan hal yang asing lagi. Kerjasama internasional justru semakin menjadi hal yang umum dan kerap dilakukan. Salah satu alasan

Lebih terperinci

RPKPS METODOLOGI PENELITIAN

RPKPS METODOLOGI PENELITIAN RPKPS METODOLOGI PENELITIAN Oleh : Prof. Dr. Soegiyanto., Apt Dra. Tri Murti Andayani, Apt., SpFRS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2008 I. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN A. Nama Mata Kuliah : Metodologi

Lebih terperinci