BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Tanah merupakan kebutuhan dasar dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun sebagai faktor produksi. Begitu strategisnya kegunaan tanah maka tidak heran jika tanah merupakan sumber konflik yang sangat potensial. Sengketa tentang tanah selalu terjadi baik antar sesama anggota masyarakat maupun antara anggota masyarakat dengan penguasa. Kondisi demikian, terutama diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang terus meningkat dengan sangat pesat sementara ketersediaannya terbatas, dan tidak mungkin dapat diproduksi seperti kebutuhan lainnya. Fenomena akan kelangkaan ketersediaan tanah tersebut, memicu munculnya perselisihan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kelangkaan ketersediaan tanah dewasa ini telah membatasi ruang gerak aktifitas kegiatan manusia. Antara kegiatan manusia dan ketersediaan tanah merupakan dua variabel yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kelangkaan persediaan tanah perlu diikuti dengan upaya pemanfaatan tanah secara optimal serta pemberian perlindungan dan jaminan kepastian hukum hak-hak atas tanah. 1

2 Guna menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia akan tanah termasuk dalam menyelesaikan masalah pertanahan, pemerintah sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan kewenangan yang ada padanya untuk mengatur pemanfaatan tanah yang ditujukan untuk mencapai kemakmuran rakyat. Kewenangan pemerintah untuk mengatur pemanfaatan tanah berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 merupakan landasan kebijakan di bidang pertanahan di Indonesia yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut dengan UUPA). Bumi, air, ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, demikian ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3) UUD Kata-kata dikuasai oleh Negara inilah yang melahirkan konsep Hak Menguasai Negara atas sumber daya agraria di Indonesia. Tujuan dari Hak Menguasai dari Negara atas sumber daya agraria tersebut adalah untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

3 Pengertian dikuasai dalam Pasal 2 ayat (1) bukan dalam arti memiliki, sebab negara menurut konsepsi hukum tanah kita tidak bertindak sebagai pemilik tanah. 1 Pengertian menurut Pasal 2 ayat (1) tersebut adalah pengertian yang memberi wewenang kepada negara untuk : 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Mengetahui perkembangan pengaturan Hak Pengelolaan yang lahir dari Hak Menguasai Negara sangat diperlukan baik pada saat sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, serta aturan-aturan pelaksanaannya akan sangat membantu untuk menyamakan persepsi atas Hak Pengelolaan yang selanjutnya akan sangat berguna bagi pengaturan dan penetapan kebijakan tentang Hak Pengelolaan selanjutnya dalam kaitannya dengan pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda dahulu sudah ada ketentuan yang berlaku walaupun belum menyentuh tertib penguasaannya. Pada waktu itu berlaku ketentuan yang terdapat dalam Staatsblad 1911 nomor 110 juncto Staatsblad A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1998), hlm. 43

4 nomor 430. Di dalam lembaran negara ini disinggung mengenai harta benda, bangunan dan lapangan militer. Mengenai bidang tanah disebut atau dirangkum ke dalam kata is lands-onroerende goederen atau "harta benda tetap/harta benda tidak bergerak milik Negara" sedangkan tertib administrasi penguasaan oleh instansi itu dipergunakan oleh istilah in beheer atau "dalam penguasaan". Sebagai bukti bahwa bidang tanah itu ada dalam penguasaan suatu instansi tertentu, ialah bahwa instansi tersebut memiliki anggaran belanja dari pemerintahan untuk membiayai pemeliharaannya. Istilah in beheer ini kemudian berkembang atau dikembangkan demikian luas pengertiannya sehingga menimbulkan adanya kerancuan di bidang tertib hukum antar instansi pemerintah dengan instansi pemegang hak. Sebelum berlakunya UUPA, penguasaan tanah-tanah Negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 antara lain memuat tentang Ketentuan-Ketentuan Khusus mengenai Daerah Swatantra, yaitu bahwa kepada Daerah Swatantra dapat diberikan penguasaan atas Tanah Negara oleh Menteri Dalam Negeri, dengan tujuan untuk kemudian diberikan kepada pihak lain dengan sesuatu hak menurut ketentuan Menteri Dalam Negeri (sekarang Badan Pertanahan Nasional) 2 2 Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dan bertanggung jawab kepada Presiden, untuk terakhir kalinya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, sebagai pengganti dari Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 juncto Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun Badan Pertanahan Nasional untuk pertama kalinya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988.

5 Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara, telah diatur bahwa penguasaan atas tanah negara terbagi dalam dua (2) subyek, yaitu : 1. Penguasaan tanah negara berdasarkan undang-undang atau peraturan lain yang ada pada kementerian, jawatan atau daerah swatantra pada saat berlakunya peraturan ini. 2. Penguasaan atas tanah negara selebihnya ada pada Menteri Dalam Negeri. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Atas Tanah-Tanah Negara yang perlu mendapatkan perhatian adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) 3 oleh karena materi hukumnya menjadi embrio lahirnya pengertian Hak Pengelolaan. Pengertian Hak Pengelolaan sebagai suatu hak atas tanah bersumber dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Atas Tanah-Tanah Negara. Sebagaimana diketahui bahwa terhadap tanah-tanah negara yang tidak atau belum dipunyai dengan sesuatu hak baik hak-hak perorangan atau badan hukum dalam UUPA dan dalam administrasi pertanahan disebut sebagai tanah negara. Penguasaan atas tanah negara tersebut sampai sekarang masih didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tersebut. 3 Kementerian, Jawatan dan Daerah Swatantra, sebelum dapat menggunakan tanah-tanah Negara yang penguasaannya diserahkan kepadanya itu menurut peruntukannya, dapat memberi izin kepada pihak lain untuk memakai tanah-tanah itu dalam waktu yang pendek.

6 Pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut mengatakan bahwa penguasaan atas tanah negara ada pada Menteri Dalam Negeri (sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional). Sebagai pengecualian dari penguasaan Menteri tersebut adalah tanah-tanah negara yang dengan undang-undang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut, telah diserahkan penguasaannya pada suatu Kementriaan, Jawatan atau Daerah Swatantra. Penguasaan tanah-tanah negara oleh Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tersebut berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk keperluan instansi itu sendiri 2. Tanah-tanah negara tersebut, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dimaksudkan pula untuk diserahkan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga. Daerah Swatantra yang saat ini dikenal sebagai daerah Kota/Kabupaten ialah daerah yang diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 131 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa : 1) Pembagian Daerah Indonesia atas besar dan kecil, yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (autonom) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan menghargai dasar permusyawaratan dan ada perwakilan dalam sistem pemerintah negara;

7 2) Kepada daerah-daerah diberi otonomi seluas-luasnya; 3) Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan dan tugas-tugas kepala daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya. Pelaksanaan Undang-Undang Dasar Sementara tersebut, ditetapkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menyebut Daerah Otonom itu sebagai Daerah Swatantra yang terdiri dari tiga tingkat Daerah Swatantra dengan otonomi seluas-luasnya, yaitu Tingkat I termasuk Kotapraja Jakarta Raya; Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat III. Sampai dicabutnya Undang-Undang tersebut, Daerah Swatantra Tingkat III belum sempat terbentuk. 4 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) juga telah menyinggung mengenai Daerah Swatantra. Pasal 2 ayat (4) menyatakan bahwa Hak Menguasai dari Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-Daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Setelah berlakunya UUPA, untuk menyelenggarakan penertiban di dalam rangka melaksanakan konversi menurut ketentuan Undang Undang Pokok Agraria, maka tanah-tanah negara yang dikuasai dengan hak penguasaan sebagai dimaksud dalam Peratutan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 telah ditegaskan statusnya sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun Andi Mustari Pidie, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999), hlm

8 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan- Ketentuan Tentang Kebijaksanaan selanjutnya. Maka dengan berlakunya Peraturan Menteri Agraria tersebut istilah dan lembaga Hak Pengelolaan mulai diatur secara khusus. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut antara lain menyatakan, Penguasaan atas tanah negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yang telah diberikan kepada departemendepartemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra, sepanjang tanahtanah negara tersebut dipergunakan untuk kepentingan sendiri dikonversi menjadi Hak Pakai. Namun apabila penguasaan tanah negara tersebut selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan atas tanah negara tersebut di atas dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. 5 Pengaturan lebih lanjut dari Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut adalah Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 menyatakan, bahwa hak pakai yang diperoleh Departemen-departemen, Direktorat-direktorat, dan Daerah-daerah swatantra dan Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 harus didaftar. (Peraturan ini telah dicabut dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). 5 Lihat Ketentuan Pasal 1 dan 2 PMNA Nomor 9 Tahun 1965

9 Konsepsi yang mendasari Hukum Tanah Nasional adalah konsepsinya hukum adat, yaitu konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Sifat komunalistik religius dari konsepsi Hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Pasal 1 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa : Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pembangunan hukum tanah nasional dilandasi hukum adat. Bila dalam hukum adat tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, maka dalam rangka Hukum Tanah Nasional semua tanah dalam wilayah negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1)). Pernyataan ini menunjukkan sifat komunalistik konsepsi Hukum Tanah Nasional kita. Pernyataan bahwa Hak Bangsa adalah semacam Hak Ulayat berarti bahwa dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional hak tersebut merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk hak ulayat dan hakhak individual atas tanah yang lain langsung ataupun tidak semuanya bersumber pada hak bangsa.

10 Unsur religius ditunjukkan oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia. Dengan adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa maka dalam Hukum Tanah Nasional, tanah yang merupakan tanah bersama Bangsa Indonesia, secara tegas dinyatakan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dalam rangka Hukum Tanah Nasional, dimungkinkan para warga negara Indonesia masing-masing menguasai bagian-bagian dari tanah bersama tersebut secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan sebagai diatur dalam pasal 6 UUPA yang dirumuskan dengan kata-kata, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Undang-Undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu dan tidak pada tempatnya bangsa Indonesia ataupun negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat bertindak selaku badan penguasa. Dari sudut pandang inilah bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamya, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Sesuai dengan asas tersebut, perkataan dikuasai tidak sama dengan dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia, untuk pada tingkatan yang tertinggi mengatur, menyelenggarakan, menentukan mengenai: penggunaan dan pemeliharaan,

11 hak-hak atas sumber daya agraria, hubungan-hubungan hukum dan perbuatanperbuatan hukum, yang berkaitan dengan sumber daya agraria, dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Asas Hak Menguasai oleh Negara atas sumber daya agraria tersebut harus menjadi dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sumber daya agraria, termasuk mengatur mengenai penguasaan dan pengelolaan tanah Negara. Agraria menurut sifatnya dan pada asasnya merupakan tugas pemerintah pusat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Dengan demikian maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluan dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah. Masalah hukum yang timbul adalah adanya asumsi perkembangan makna ketentuan pasal 2 ayat (4) UUPA dengan penjelasan pasal tersebut. Perkembangan dimaksud adalah mengenai Subyek atau pelaksana dari Hak Menguasai Negara. Dalam pasal 2 ayat (4) disebutkan bahwa Hak Menguasai Negara tersebut pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Daerah Swatantra dan Masyarakat Hukum Adat, namun dalam Penjelasan Umum II angka 2 UUPA tersebut kemudian disebut sebagai Badan Penguasa yang terdiri dari Departemen, Jawatan, dan Daerah Swatantra, sedangkan masyarakat Hukum Adat lenyap begitu saja.

12 Dalam praktek ternyata tidak pernah dijumpai masyarakat hukum Adat sebagai subyek hak dalam pendaftaran tanah secara nasional. Justru dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dalam pasal 67 menyebutkan bahwa subyek yang dapat melaksanakan Hak Menguasai Negara selain Instansi Pemerintah adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT. Persero, Badan Otorita dan badan-badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah. Fakta ini menunjukkan bahwa pemberian Hak Pengelolaan telah bergeser dari sifat publik yang dikandung oleh Hak Menguasai Negara ke sifat privat yang lebih mengutamakan bisnis/komersil, sedangkan konsepsi Hukum Tanah Nasional yang kita dambakan adalah berdasarkan konsepsi hukum adat yang bersifat komunalistik religius, dimana dalam penguasaan privat masih ada unsur kebersamaan. B. Perumusan Masalah Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa senyatanya. Antara apa yang diperlakukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara des sollen dengan das sein. 6 Bertitik tolak dari 6 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), hlm

13 uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Asas hukum apa yang menjadi dasar pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah? 2. Bagaimana pelaksanaan pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Medan? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapar dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui asas hukum sebagai dasar pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Medan. D. Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain: a. Secara Teoritis Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya dalam disipllin ilmu hukum di bidang pertanahan, baik dari segi perundangannya maupun dari segi penerapannya khususnya tentang pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Medan.

14 b. Secara Praktis Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan/diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang pertanahan khususnya yang berkaitan dengan pemberian Hak Pengelolaan, serta dapat memberikan informasi dan pendapat yuridis kepada berbagai pihak, khususnya instansi Badan Pertanahan Nasional. E. Keaslian Penelitian Setelah dilakukan inventarisasi di perpustakaan, penelitian ini belum pernah dilakukan, adapun penelitian terkait dengan Hak Pengelolaan atas tanah yaitu yang berjudul : Problematika Pemberian Hak-Hak Atas Tanah Kepada Pihak Ketiga di Atas Hak Pengelolaan PT. (Persero) Kawasan Industri Medan. Penelitian ini dilakukan oleh Oloan Pasaribu, salah seorang mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan tahun 2006, dengan mengangkat 3 (tiga) permasalahan yaitu : 1. Bagaimanakah kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh PT.(Persero) Kawasan Industri Medan sebagai pemegang hak pengelolaan? 2. Bagaimanakah prosedur dan persyaratan bagi pihak ketiga untuk dapat memperoleh hak atas tanah yang berasal dari bagian Hak Pengelolaan PT.(Persero) Kawasan Industri Medan? 3. Bagaimanakah bentuk permasalahan yang ditemui dalam pemberian hak-hak atas tanah kepada pihak ketiga diatas Hak Pengelolaan PT.(Persero) Kawasan Industri Medan, dan upaya apakah yang telah dilakukan untuk mengatasinya?

15 Apabila dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terlihat perbedaan titik tolak dan sudut pandang antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini maka pembahasannyapun akan berbeda pula, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori 7 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. 8 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. 9 Kata lain kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian. 10 Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Univesitas Indonesia UI Press, 1986), hlm.6 8 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm M.Solly Lubis, Op.Cit., hlm. 80

16 mengenai gejala yang diamati. Berdasarkan dari pengertian tersebut serta berangkat dari pemikiran bahwa dalam masyarakat Indonesia hukum tanah memegang peranan yang sangat penting yang bertalian erat dengan sifat masyarakat. Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori positivisme yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya). Teori positivisme mengidentikkan hukum dengan undang-undang, dan satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Jiwa rakyat dan tanahnya tidak dapat dipisah-pisahkan, setiap perubahan dalam jiwa rakyat, menghendaki juga perubahan dalam hukum tanah, demikian juga sebaliknya. 11 Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dapat disusun menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem yang disebut hukum tanah. 12 Boedi Harsono mengatakan bahwa dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Semua hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok ukur pembeda 11 BF Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, (Jakarta : Gunung Agung, 2005), hlm Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 17

17 berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah yang bersangkutan. 13 Dalam Pasal 1 Algemeine Bepalingen (untuk selanjutnya disebut AB) dimuat suatu pernyataan mendasar yang sangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan hukum tanah administratif pemerintah Hindia Belanda. Asas ini dinilai sebagai kurang menghargai dan bahkan memperkosa hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber pada hukum adat. Dinyatakan dalam Pasal 1 AB tersebut bahwa semua tanah yang pihak lain membuktikan sebagai hak eigendomnya adalah domein (milik) Negara. Pernyataan ini dikenal sebagai Domein Verklaring atau Pernyataan Domein. Dengan pernyataan domein ini pemerintah Hindia Belanda telah menyatakan diri sebagai satu-satunya pemilik tanah seluruh kepulauan Indonesia, hak milik rakyat atas tanah pusakanya dengan pernyataan ini ditiadakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua tanah-tanah yang dipunyai rakyat dengan hak milik adat, demikian juga tanah-tanah dengan hak ulayat masyarakat hukum adat adalah domein negara. Berhubung dengan hal tersebut, tanah-tanah negara dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Tanah Negara yang bebas (vrij landsdomein), artinya tanah yang tidak terikat dengan hak-hak Bangsa Indonesia. 2. Tanah Negara yang tidak bebas (onvrij landsdomein), artinya tanah yang terikat dengan hak Bangsa Indonesia. 13 Ibid., hlm

18 Tanah Negara yang bebas mengandung pengertian bahwa di atasnya bebas sama sekali dari hak-hak seseorang. Terhadap tanah ini Negara bebas untuk memberikannya kepada pihak lain. Anggapan yang demikian tersebut tidak dimengerti oleh rakyat, bahkan bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat. Oleh karena itu UUPA dalam Penjelasan Umum Bagian II butir 2 menyatakan Asas domein adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan asas daripada Negara modern. Teori domein yang mendudukan Negara sebagai pemilik tanah memang bukan konsepsinya negara modern, melainkan konsepsinya feodal dari zaman abad pertengahan (middle ages), seperti yang melandasi hukum tanah di Inggris dan bekas negara-negara jajahannya. Dalam konsepsi ini semua tanah milik Lord sebagai tenure. Ini disebut doktrin tenure. 14 Sebagai akibat politik penjajahan Belanda dahulu, maka sebagaimana halnya dengan hukum perdata, hukum tanah pun berstruktur ganda atau dualistik, yaitu dengan berlakunya bersamaan perangkat peraturan-peraturan hukum tanah barat, yang pokok-pokok ketentuannya terdapat dalam Buku II KUH Perdata, yang merupakan hukum tertulis. Di dalam hukum pertanahan Nasional sekarang ini UUPA berperan sebagai jiwa, landasan, asas dan konsepsi bagi pembangunan hukum tanah Nasional tidak bisa dikesampingkan. Karena UUPA merupakan penjabaran dari ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang 14 BF. Sihombing, Op.Cit., hlm. 90

19 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut merupakan hukum tanah administratif dan menjadi dasar politik pertanahan Indonesia. Sebagai suatu dasar atau sebagai suatu undang-undang pokok, maka isi yang terkandung dalam UUPA hanyalah asas-asas serta soal-soal pokok dalam garis besarnya saja. Adapun pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut di dalam berbagai undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan perundangan lainnya. Selayaknya undang-undang lainnya yang diundangkan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, maka UUPA pun diundangkan dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang tercantum dalam Penjelasan Umum I yaitu : 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yangmerupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur; 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum dalam hukum pertanahan; 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengeni hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dalam menjalankan fungsinya di bidang pertanahan, maka UUPA mempunyai pendirian bahwa tidaklah tepat jika bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan bangsa bertindak selaku Badan Penguasa.

20 Negara bertindak dalam kedudukannya selaku badan penguasa. 15 Hubungan hukum tersebut dalam UUD 1945 dirumuskan dengan istilah dikuasai dan ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA. Negara di sini tidak dalam pengertian memiliki, tetapi cukup dengan hak menguasai yang berarti memberikan wewenang guna mengatur dan menyelenggarakan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Negara bukan bertindak sebagai pemilik tanah, akan tetapi Negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat yang bertindak selaku Badan Penguasa. Atas dasar Hak Menguasai dari Negara ini, maka Negara mempunyai wewenang selaku organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia pada tingkatan tertinggi untuk 16 : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 15 Lihat Penjelasan II UUPA 16 Pasal 2 ayat (2) UUPA

21 Kecuali yang dikemukakan di atas, dalam pengertian politis hak Menguasai Negara memberikan pula wewenang kepada Negara untuk : 17 a. Konstatasi hak yang telah ada sebelum ditetapkan UUPA, baik hak-hak yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum berdasarkan kepada ketentuan KUH Perdata, maupun berdasrkan kepada ketentuan hukum adat. Hak hak tersebut dikonstantir melalui lembaga konversi yang ditetapkan oleh UUPA dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya. b. Memberikan hak-hak baru yang ditetapkan oleh UUPA. Pasal 4 ayat (1) UUPA dengan jelas menyatakan bahwa atas dasar Hak Menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. c. Mengesahkan suatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu hak lain di atasnya, pemindahan hak-hak atas tanah serta pembebanannya. Sedangkan mengenai kekuasaan negara atas tanah yang sudah dipunyai oleh seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa jauh negara memberikan kekuasaan kepada yang mempunyainya untuk menggunakan haknya, sampai disitulah kekuasaan negara tersebut. Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dalam hal ini Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Berdasarkan kepada prinsip negara kesatuan yang ditetapkan oleh UUD 1945, maka Hak Menguasai Negara ini berada pada Pemerintah Pusat. Hal ini berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak berwenang melakukan tindakan dalam bidang keagrariaan 17 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm

22 jika tidak ditunjuk atau mendapat delegasi wewenang dari Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA yang menyatakan bahwa Hak Menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra (pemerintah daerah) dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketetnuanketentuan Peraturan Pemerintah. Dengan batasan bahwa tugas ini adalah tugas pembantuan, bukan otonomi. 18 Berkaitan dengan hal tersebut adanya Hak Pengelolaan dalam hukum tanah Nasional tidak secara tegas disebutkan dalam UUPA, melainkan hanya tersirat dalam Penjelasan Umum Angka (2) UUPA yang menyatakan dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal 2 ayat (4)) Istilah dan pengertian Hak Pengelolaaan pertama kali dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Pengelolaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. 18 Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 272

23 Hak Pengelolaan sendiri tidak secara tegas diatur dalam pasal-pasal UUPA seperti hak-hak atas tanah lainnya. Secara tersirat ketentuan mengenai Hak Pengelolaan ditemukan dalam Penjelasan Umum angka II UUPA yang menerangkan bahwa negara dapat memberikan tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya dengan sesuatu hak atas tanah atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan Penguasa. 19 Selain itu UUPA memberikan rumusan yang bersifat antisipatif terhadap kemungkinan diadakannya hak-hak lain menurut undang-undang di kelak kemudian hari sebagaimana tertuang dalam rumusan Pasal 16 ayat (1) huruf h yang berbunyi : Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang Dari uraian diatas, dicantumkannya kata hak-hak lain tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h merupakan rumusan yang bersifat antisipatif terhadap adanya kemungkinan hak-hak atas tanah lain yang tidak terjangkau pada saat UUPA dibuat. Pada awalnya pemberian hak-hak atas bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga diselesaikan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta pendaftarannya. Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas bagian tanah hak Pengelolaan 19 Efendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, (Yogyakarta: Rajawali Press, 1986), hlm Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Alumni, 1990), hlm. 116

24 berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 yakni Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang tunduk pada ketentuan tentang hak-hak tersebut sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan peraturan pelaksanaan lainnya. Penyerahan bagian tanah Hak Pengelolaan oleh pemegang Hak Pengelolaan menurut Pasal 3 ayat (1) wajib dibuat perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan. Perjanjian yang dibuat tetap mengacu pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Perjanjian terebut merupakan salah satu alas hak yang dipakai untuk memberikan hak-hak atas tanah yang diusulkan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 ini kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Dalam peraturan ini pemegang Hak Pengelolaan yang menyerahkan bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga tetap diwajibkan untuk membuat perjanjian tertulis, akan tetapi berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, maka hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga di atas Hak Pengelolaan adalah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

25 Hak Pengelolaan dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah karena pada hakekatnya Hak Pengelolaan bukan hak atas tanah. 21 Sejalan dengan pendapat tersebut, Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: tanggal 19 Februari 1999, perihal penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara dalam butir 4 disebutkan... Hak Pengelolaan bukanlah hak atas tanah sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 juncto Pasal 16 UUPA. Dapat disimpulkan Hak Pengelolaan landasan hukumnya pasal 2 ayat (4) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang menegaskan bahwa hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Sedangkan golongan hak-hak atas tanah landasan hukumnya Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) UUPA. Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan, atas dasar Hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan 21 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Cetakan Kesembilan, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 280

26 orang lain serta badan-badan hukum. Kemudian Pasal 16 ayat (1) disebutkan hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah : 22 a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. Pemerintah Daerah dapat mempunyai Hak Pengelolaan yaitu Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUPA, Hak Menguasai dari Negara ini memberikan wewenang sebagai berikut : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang hak menguasai dari Negara ini berada di tangan Pemerintah Pusat, jadi Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan wewenang Hak menguasai dari 22 Ramli Zein, Op. Cit., hlm. 45

27 Negara tanpa ada delegasi dari Pemerintah Pusat mengenai wewenang mana saja yang diserahkan. Pemerintah Kota Medan sebagai badan hukum publik yang dibentuk oleh Pemerintah, dapat diberikan Hak Pengelolaan berdasarkan permohonan dari yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan yang mengatur mengenai Hak Pengelolaan ini sering berubah, terakhir dengan keluarnya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Substansinya sebahagian mengatur tata cara pemberian Hak Pengelolaan. Peraturan ini juga merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah. Bidang tanah yang diberikan dengan hak atas tanah adalah tanah negara, termasuk tanah negara yang sebagian kewenangan hak menguasainya telah dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan Hak Pengelolaan. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, kewenangan untuk memberikan Hak Pengelolaan itu sendiri tidak diatur dalam peraturan tersebut, karena Hak Pengelolaan bukanlah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 juncto Pasal 16 UUPA. Dengan

28 demikian keputusan untuk memberikan Hak Pengelolaan tetap menjadi kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Pemberian Hak Pengelolaan tersebut harus didaftarkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yang awalnya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, tetapi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Hak Pengelolaan didaftar menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Hal ini sejalan dengan maksud Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 yang menyatakan, apabila tanah negara yang diberikan kepada suatu instansi tertentu hanya dipergunakan untuk pelaksanaan tugasnya, tanpa diberikan kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak, maka dikonversi menjadi Hak Pakai. Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1965 menyebutkan apabila tanah-tanah negara... selain dipergunakan oleh instansiinstansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga maka oleh Menteri Negara Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan Hak Pengelolaan. Adapun mengenai kewenangan yang diberikan kepada pemegang Hak Pengelolaan menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 yaitu, wewenang untuk : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya

29 c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak-Hak Atas Tanah (telah dirubah dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara), sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku. Sehubungan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan menyerahkan bagian dari Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Ini membuktikan Hak Pengelolaan merupakan hak atas tanah yang memilliki kewenangan ganda. Sebagai bagian dari hak atas tanah, Hak Pengelolaan bersifat keperdataan, namun sebagai gempilan dari hak menguasai dari Negara. Hak Pengelolaan bersifat publik. 23 Pemegang Hak Pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanah yang dihaki bagi keperluan usahanya. Tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan. Dalam penyediaan dan pemberian tanah itu merupakan sebagian dari kewenangan Negara, yang diatur dalam Pasal 2 UUPA. Sehubungan dengan itu Hak Pengelolaan pada hakekatnya bukan hak atas tanah, melainkan merupakan gempilan (rembesan) 23 Oloan Sitorus, Hak Atas Tanah Dan Kondominium, (Jakarta: Dasa Media Utama, 1995), hlm. 94

30 hak menguasai dari Negara. Hak menguasai dari Negara tersebut yang diatur dalam Pasal 2 UUPA, sebagai kewenangan dalam bidang hukum publik, bukan merupakan kewenangan yang ada pada pemegang hak atas tanah yang berada dalam bidang hukum perdata. 24 Konsekwensinya adalah negara tidak boleh menyewakan tanah yang dikuasai oleh Negara. Demikian juga pemegang Hak Pengelolaan tidak boleh menyewakan bagian-bagian tanah yang dikuasainya dengan Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga, tetapi harus diberikan sesuai dengan hak-hak atas tanah yang dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat A.P. Parlindungan yang menyatakan sewa menyewa tanah yang dikuasai oleh negara bukan merupakan sistem UUPA, kecuali yang bisa membuat sewa menyewa adalah perseorangan dan badan hukum, karenanya pemegang Hak Pengelolaan tidak dapat menyewakan tanah tersebut kepada orang ketiga, karena tidak tercantum dalam produk-produk hukum yang sudah ada. 25 Untuk melaksanakan kewenangan sebagai hak menguasai dari Negara yang dilimpahkan kepada pemegangnya, dalam hal ini termasuk menyerahkan bagian tanah kepada pihak ketiga, maka pemegang Hak Pengelolaan dapat mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka melaksanakan wewenang tersebut berupa perangkat 24 Budi Harsono, Op.Cit., hlm A.P.Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Cetakan Pertama, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.104

31 peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Daerah yang tetap berpedoman pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Pemerintah Kota Medan sebagai badan hukum publik yang dapat diberikan Hak Pengelolaan, diberikan kewenangan menyerahkan bagian-bagian dari tanah Hak Pengelolaan yang dipegangnya kepada pihak ketiga dengan membuat perjanjian penggunaan tanah dan atau melakukan kerjasama. Dalam mengatur kewajiban dari pemegang hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan dibuat Peraturan Daerah untuk mendapatkan retribusi dari pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan. 2. Konsepsi Kerangka konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak. Namun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti sebuah kata. 26 Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa suatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Penting defenisi operasional adalah untuk 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 132

32 menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 27 Dari uraian kerangka teori di atas, akan dijelaskan beberap konsep dasar yang digunakan dalam penulisan tesis ini, antara lain : Pemberian Hak Pengelolaan adalah keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai pemberian Hak Pengelolaan kepada pemohon. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagain dilimpahkan kepada pemegangnya. Pemerintah Kota adalah Walikota dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. 28 Penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya, 29 kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam 27 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dalam Perjanjian di Sumatera Utara), Disertasi, PPS/USU, Medan, 2002, hlm Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm. 3

33 dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, sehingga dapat diperoleh deskripsi/gambaran yang seteliti mungkin tentang data-data faktual yang berhubungan dengan pemberian Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Medan yang dikaitkan dengan peraturan perundangan yang berlaku serta gambaran pelaksanaannya. Dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. 30 Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Sumber Data A. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas 31 yaitu berupa perundang-undangan, peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pemberian Hak Pengelolaan. B. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 32, misalnya buku-buku teks, hasil penelitian para ahli, kamus hukum, makalah-makalah seminar dan hasil karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini. 30 Roni Hantijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm. 114

34 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan : a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan serta peraturan pelaksanaannya yang berkaitan terhadap pemberian Hak Pengelolaan. b. Penelitian lapangan yaitu untuk mendapatkan data primer yang berkaitan dengan materi penelitian, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap pemberian Hak Pengelolaan. 4. Alat Pengumpul Data Dalam melakukan penelitian ini, adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan : 1. Studi dokumen yaitu dengan mempelajari makalah-makalah, tulisan-tulisan ataupun buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian. 2. Wawancara (interview), yaitu melakukan wawancara dengan para informan atau nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancara bebas agar data diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam. Para informan atau nara sumber yang akan diwawancarai, yaitu pihak Pemerintah Kota Medan dan Kantor Pertanahan Kota Medan.

35 5. Analisis Data Analisa data adalah proses mengatur urutan data/mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 33 Analisis data dalam penelitian ini adalah anlisis data secara kualitatif yang diolah dengan menggunakan metode deduktif dan kemudian ditarik kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) disusun secara berurut dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara metode deduktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan dalam tesis ini. 33 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 110

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang cukup luas dan bertanggung jawab dalam arti untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti apa istilah tersebut digunakan. 5 Dalam hukum tanah sebutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti apa istilah tersebut digunakan. 5 Dalam hukum tanah sebutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Hak Atas Tanah 1. Pengertian Tanah Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pembangunan nasional Indonesia yang juga sejalan dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya tanah bagi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting, hal ini menjadikan kebutuhan akan tanah semakin besar. Oleh karena itu untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan sesuatu yang bernilai dan mempunyai fungsi yang tinggi dalam kehidupan manusia. Manusia tinggal dan mendirikan bangunan untuk tempat tinggalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi kehidupan manusia. Ketergantungan manusia pada tanah, baik untuk kebutuhan tempat pemukiman maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Berkehendak mengatur kembali penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk

Lebih terperinci

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Indonesia, tanah merupakan modal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkebun, berladang, maupun bertani. Berbagai jenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi oleh sebab itu tanah dikuasai oleh negara, konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, karena setiap kegiatan yang dilakukan baik perseorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun

Lebih terperinci

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu, BAB IV KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN TANAH KEPALA DESA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH Pada prakteknya apabila seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sumber daya agraria atau sumber daya alam berupa permukaan bumi yang di sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan

BAB I PENDAHULUAN. fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan, dengan demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ADMINISTRASI TANAH-TANAH ASSET PEMERINTAH GUNA MENDAPATKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN WONOGIRI

PENGELOLAAN ADMINISTRASI TANAH-TANAH ASSET PEMERINTAH GUNA MENDAPATKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN WONOGIRI PENGELOLAAN ADMINISTRASI TANAH-TANAH ASSET PEMERINTAH GUNA MENDAPATKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN VOLUME 228 2 No. 2 Februari 2012 ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN LOVELLY DWINA DAHEN Perum. Palm Regency Blok C No.7 Panam- Pekanbaru Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penguasaan Tanah Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3)

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1.

TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1. TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1 Abstrak Tulisan ini merupakan suatu hasil penelitian dengan pokok permasalahan,

Lebih terperinci

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013) TINDAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL YANG MENERBITKAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG DIJADIKAN HUTAN KOTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 ANDI KURNIAWAN SUSANTO NRP: 2090148 Program Studi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konsep hukum tanah nasional, tanah di wilayah Republik Indonesia adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan dengan

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci