BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena perempuan sebagai makhluk yang kedua, sudah terjadi sejak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena perempuan sebagai makhluk yang kedua, sudah terjadi sejak"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perempuan sebagai makhluk yang kedua, sudah terjadi sejak dahulu bahkan sampai sekarang. Banyak pertentangan terkait dengan fenomena tersebut yang kemudian membentuk gerakan perempuan yang disebut dengan feminisme. Sejarah feminisme yang lahir sejak abad ke 17 di Eropa, dalam perkembangannya mengalami banyak lika-liku perjuangan yang dilakukan oleh para perempuan mulai dari feminisme gelombang pertama, gelombang kedua, sampai ke gelombang ketiga. Gerakan feminisme yang terjadi di berbagai belahan dunia semata-mata dilatarbelakangi oleh ketidakadilan posisi perempuan dalam kehidupan sosial maupun politik sehingga tujuan dari feminisme itu sendiri adalah untuk memperjuangkan agar mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki dan meningkatkan status perempuan melalui isu emansipasi atau kesetaraan gender. Feminisme merupakan langkah untuk membangkitkan semangat perempuan guna menggeser status sebagai makhluk kedua setelah laki-laki. Seperti yang banyak kita ketahui bahwa isu kesetaraan gender sudah mulai banyak dikenal oleh masyarakat kita di Indonesia bahkan masyarakatmasyarakat di desa sebagai sebuah isu yang akan mengangkat posisi bahkan derajat seorang perempuan untuk mendapatkan peran yang setara dengan lakilaki. Akan tetapi, banyak dari masyarakat awam kita yang belum sepenuhnya memahami arti dari kata gender itu sendiri. Banyak dari mereka yang 1

2 beranggapan bahwa gender merupakan sesuatu yang hanya dihubungkan kepada perempuan saja atau terkait dengan jenis kelamin tertentu. Padahal gender yang dimaksud bukan membicarakan tentang jenis kelamin saja namun lebih mengarah kepada konstruksi sosial yang sedang atau sudah terbentuk. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller pada tahun 1968 yang digunakan untuk memberikan pemisahan kepada manusia atas ciri yang mereka miliki berdasarkan konstruksi sosial dengan ciri biologis. Oleh karena itu, gender digunakan sebagai pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk karena adanya konstruksi sosial dan kebudayaan yang ada. Berdasarkan pemahaman di atas, maka jenis kelamin dan gender tidak bisa dikaitkan secara langsung terhadap keberlangsungan hidup seorang laki-laki dan perempuan. Artinya disini bahwa jenis kelamin merupakan suatu yang terbentuk berdasarkan ketentuan Sang Pencipta sedangkan gender merupakan suatu yang dibentuk oleh manusia. Dengan begitu maka apapun yang dibuat oleh manusia pasti akan bisa untuk diubah. Dewasa ini, feminisme dan kesetaraan gender sudah banyak diakui dan berkembang dengan berbagai bentuk realita yang sudah ada. Di Indonesia, upaya untuk mendapatkan kesetaraan sepertinya sudah terwujud di berbagai bidang seperti pendidikan, pekerjaan, sosial politik, dan budaya meskipun sedikit banyak masih mengalami kendala secara struktural. Salah satu bentuk nyata bahwa feminisme dan kesetaraan gender menjadi isu yang penting untuk diangkat adalah banyak munculnya lembaga-lembaga yang menaungi perempuan-perempuan agar lebih bisa bergerak untuk maju. Lembaga-lembaga tersebut kemudian mengusung 2

3 program pemberdayaan perempuan guna menuju kesetaraan gender. Untuk membangun kesetaraan gender, terlebih dahulu harus dibangun kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan. Kemudian yang diperlukan adalah adanya pemberdayaan yang dilakukan bagi kaum perempuan. Seperti yang sedang dilakukan salah satu lembaga swadaya masyarakat bernama Lembaga Bakti Indonesia yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Salah satu program yang mereka usung adalah program pemberdayaan perempuan atau kesetaraan gender yang ditujukan kepada perempuan-perempuan desa di desa-desa yang mereka bina. Lembaga yang notabene merupakan lembaga pembaharuan dengan pemikiran yang sudah modern ini berusaha menuntun perempuan-perempuan desa untuk lebih maju dan untuk menumbuhkan sebuah ide pemikiran baru bagi para perempuan desa agar tidak selalu terkungkung sebagai makhluk kedua. Akan tetapi kemudian yang muncul menjadi permasalahan adalah karena latar belakang budaya Indonesia yang menganut budaya timur dengan sistem patriarki yang sangat kuat dimana laki-laki sangat mendominasi dan memiliki pengaruh besar serta kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan, banyak terjadi terutama di daerah pedesaan yang menjadikan ruang gerak feminisme menjadi terhambat dan sulit untuk dikembangkan. Sistem patriarki yang ada sepertinya sudah menjadi sebuah tradisi atau adat kebiasaan dimana sebagian besar masyarakatnya masih bersifat konvensional. Ini akan menjadi menarik untuk diteliti dengan melihat budaya yang sudah terorganisir akan dipengaruhi oleh masuknya budaya baru yang lebih modern. 3

4 Sistem patriarki yang sudah terstruktur dan banyak disebabkan oleh adanya perkawinan melahirkan sebuah konsep kepemilikan pribadi oleh manusia yang dapat dijadikan sebagai basis kekuasaan. Konsep kepemilikan tersebut kemudian menimbulkan sistem ekonomi yang kapitalis. Menurut Marxis dalam teori feminisnya menyebutkan bahwa untuk membebaskan perempuan dari sistem ekonomi yang kapitalis ini maka diperlukan perubahan ke arah masyarakat yang sosialis dimana tidak ada kelas-kelas dalam masyarakat (borjuis dan proletar). Dalam konteks feminisme, istilah borjuis digunakan untuk laki-laki sebagai penindas perempuan yang diibaratkan sebagai kaum proletar. Pekerjaan perempuan yang dominan berada di sektor domestik dinilai tidak memiliki arti dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki yang berada di luar rumah yang jauh memiliki arti dan nilai karena laki-laki dapat menghasilkan materi yang nantinya akan digunakan sebagai kebutuhan hidup. Hal inilah yang kemudian membuat munculnya struktur patriarkal karena perempuan terjebak dalam dimensi pekerjaan domestik yang tidak bernilai. Di Jawa, masyarakat dengan budaya yang kental, masih menempatkan perempuan sebagai makhluk kedua. Perempuan sangat dianjurkan untuk patuh terhadap apa yang diperintahkan oleh suami. Bahkan suami memegang nasib seorang istri untuk berbahagia atau menderita. Kedudukan perempuan di Jawa terletak di urusan rumah tangga. Artinya, mereka hanya berada dalam lingkungan kerja domestik saja. Pemahaman atas kebudayaan Jawa ini mengakibatkan semakin kuatnya patriarki dan sulit untuk dilepaskan. Perempuan cenderung masih diposisikan sebagai subordinat atau dipinggirkan dan dibatasi haknya untuk 4

5 masuk ke dunia publik. Masuknya pemikiran-pemikiran modern tidak selalu menjamin berubahnya struktur kebudayaan tersebut. Berubah atau tidaknya struktur tersebut hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Melihat permasalahan yang ada tentang kuatnya sistem patriarki yang mengakar pada masyarakat desa dan masuknya lembaga baru yang bersifat modern, tentu saja akan menimbulkan masalah yang kontras dengan kondisi awal di dalam masyarakat tersebut karena terdapat perbedaan persepsi dasar di antara kedua pihak. Karena pada hakikatnya, bagaimana nantinya program pemberdayaan perempuan ini bisa berjalan dan sesuai dengan tujuan awal sangat tergantung kepada masyarakat itu sendiri. Budaya patriarki yang mungkin sudah melekat bisa jadi menjadi penghambat bagi kemajuan perempuan-perempuan desa tersebut. Selain itu, masih banyaknya perempuan yang tidak begitu peduli pada isu kesetaraan gender juga perlu menjadi kajian yang harus diperhatikan. Meskipun banyak perjuangan feminisme yang sudah gencar dilakukan tetapi jika tidak ada kesadaran dari diri perempuan itu sendiri tetap akan memperlanggeng patriarki yang ada. Kondisi inilah yang membuat peneliti ingin meneliti tentang hal tersebut karena peneliti berasumsi bahwa akan tidak mudah untuk menyatukan dua persepsi yang berkebalikan dan meleburkan budaya modern ke dalam masyarakat yang belum begitu jauh mengenal ke-modern-an atau baru akan menuju ke dalam ke-modern-an. Maka ini menjadi penting untuk diteliti karena akan dapat diketahui seberapa jauh pemberdayaan perempuan oleh lembaga modern ini mempengaruhi pola pikir masyarakat yang konvensional dan tradisional menjadi 5

6 pola pikir yang lebih maju. Peneliti tertarik untuk menilik dan melihat secara lebih jelas lagi bagaimana pengaruh dari adanya pemberdayaan perempuan tersebut bagi pola pikir masyarakat desa itu sendiri. Peneliti menggunakan perspektif feminisme sosialis sebagai standing position untuk melihat permasalahan tersebut. Pemikiran feminisme sosialis mengatakan bahwa kapitalisme dan patriarki merupakan penyebab posisi perempuan berada di bawah. Oleh karena itu, agar posisi perempuan dapat terangkat maka sistem kapitalisme dan patriarki harus dihapuskan meskipun pada kenyataannya sistem tersebut tidak akan sepenuhnya bisa untuk dihilangkan. Cara untuk menghilangkan pengaruh patriarki yang dilakukan oleh feminisme sosialis adalah dengan mengubah struktur patriarkal yang ada melalui pengupayaan kesadaran kesetaraan gender. Para perempuan didorong untuk menyadari bahwa mereka merupakan korban dari struktur kelas yang sering ditindas. Pemikiran feminisme sosialis percaya bahwa tindakan perempuan bukanlah hasil dari tindakan individu, melainkan produk dari struktur politis, sosial, dan ekonomis tempat seorang individu hidup (Tong, 1998: 2). Dalam sejumlah literatur yang ada, banyak pembahasan tentang feminisme yang mengarah pada pembangunan. Studi-studi tentang Women in Development telah berkembang sesuai dengan kemajuan yang sudah ada. Akan tetapi, seiring dengan kemajuan yang sudah tercapai tersebut, harus diakui bahwa budaya patriarki belum sepenuhnya hilang dari masyarakat yang menuju modern saat ini. Di Indonesia sendiri, telah banyak muncul organisasi perempuan untuk menggapai cita-cita kaum perempuan. Organisasi-organisasi tersebut dapat 6

7 berbentuk organisasi pemerintah seperti Dharma Wanita maupun organisasi non pemerintah seperti yang dilakukan oleh LSM-LSM perempuan. Di dalam buku Sangkan Paran Gender karya Dr. Irwan Abdullah, dikatakan bahwa pemberdayaan perempuan yang sudah ada selama ini khususnya yang dilakukan oleh LSM perempuan berhasil dilakukan dengan berangkat dari keprihatinan akan masalah-masalah perempuan. Sedangkan program-program yang mereka gerakkan adalah penyadaran gender bagi para perempuan. Salah satu contoh, LSM Yasanti di Yogyakarta memberikan penyadaran gender kepada perempuan miskin baik di desa maupun di kota. Program-program yang dilakukan selalu dilengkapi dengan pengenalan kesadaran gender untuk tujuan pemberdayaan perempuan yang dititikberatkan dalam model Gender and Development (Abdullah, 2006: 288). Diharapkan dengan adanya penyadaran gender dalam pemberdayaan perempuan akan menciptakan kesadaran diri bagi perempuan-perempuan tersebut agar mampu membebaskan diri dari kungkungan yang selama ini telah menindas mereka. Jika dikaitkan dengan budaya Jawa, berdasarkan hasil dari penelitian yang ditulis oleh Siti Kusujiarti, menyatakan bahwa posisi perempuan Jawa dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok pertama yang menyatakan bahwa perempuan Jawa memiliki kekuasaan yang tinggi sedangkan kelompok kedua memiliki pendapat yang berkebalikan. Untuk melihat permasalahan tersebut, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, peneliti akan melakukan penelitiannya pada salah satu lembaga swadaya masyarakat dengan nama Lembaga Bakti Indonesia yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dengan visi terwujudnya masyarakat Indonesia 7

8 yang berdaya. LBI yang berdiri pada tanggal 2 Februari 2011 di Grobogan ini menempuh gerakan-gerakan untuk mengubah pola pikir masyarakat dari pemikiran konvensional atau hidup seadanya menjadi pemikiran yang modern. Salah satu program yang menjadi program keswadayaan masyarakat lembaga ini adalah pemberdayaan perempuan atau kesetaraan gender. Program pemberdayaan perempuan yang bernama Kelompok Pemberdayaan Perempuan Bakti Indonesia ini bertempat di Desa Putatsari, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Alasan mengapa peneliti melakukan penelitiannya disini adalah dikarenakan kondisi masyarakat yang berada di desa dan sebagian masyarakatnya masih merupakan penganut tradisionalisme Jawa dimana tingkat kepatuhan kepada suami dijunjung sangat tinggi dan pendidikan mereka yang masih rendah. Karena masih banyaknya pendidikan yang rendah tersebut maka sudah dipastikan bahwa pemahaman mereka akan isu gender juga masih sangat rendah. Adapun metode penelitian yang akan peneliti gunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian studi kasus peneliti gunakan karena metode ini merupakan salah satu pendekatan kualitatif dimana peneliti dapat mengeksplorasi sebuah kasus atau beberapa kasus yang terjadi antara individu dengan kelompok, individu dengan individu, maupun kelompok dengan kelompok secara detail. Dengan kata lain, penelitian studi kasus melibatkan studi tentang masalah yang dieksplorasi melalui satu atau lebih kasus dalam sistem yang dibatasi dan terikat oleh waktu dan tempat. Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus, pengumpulan data yang mendalam dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi seperti observasi, wawancara, 8

9 materi audiovisual dan dokumen, maupun laporan deskripsi kasus berbasis tema (Creswell, 2007) Rumusan Masalah Untuk menjawab penelitian tersebut, maka rumusan masalah yang akan peneliti gunakan adalah : Bagaimanakah strategi pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Bakti Indonesia untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat Desa Putatsari? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh masuknya isu-isu gender bagi masyarakat desa melalui pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Bakti Indonesia. 2. Untuk mengetahui implikasi yang ditimbulkan dari pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Bakti Indonesia Kerangka Teori Konsep Gender Istilah gender berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti jenis kelamin. Meskipun gender sering dikaitkan dengan jenis kelamin, namun pada dasarnya antara gender dan jenis kelamin itu masing-masing memiliki konsep yang berbeda. Jenis kelamin atau seks merupakan sifat manusia yang bersifat alamiah dan digunakan untuk pemisahan antara laki-laki dan perempuan secara biologis. Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan lakilaki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki 9

10 dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2007). Dalam tulisan Mansour Fakih pengertian seks atau jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks merupakan pelabelan yang tidak bisa dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki. Seks tidak bisa diubah dalam kondisi dan budaya apa pun. Sedangkan gender digunakan sebagai pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk karena adanya konstruksi sosial dan kebudayaan yang ada. Dengan kata lain, gender tidak terbentuk secara biologis meskipun dikaitkan dengan keadaan biologis seorang laki-laki dan perempuan, namun gender terbentuk secara non alamiah atau terdapat sebuah permainan dalam suatu sistem masyarakat. Gender diartikan sebagai pola relasi laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing-masing. Dalam Women s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender dalam definisi Ann Oakley adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Perbedaan gender merupakan hasil dari proses simbolisasi yang kemudian 10

11 disosialisasikan ke dalam sistem budaya ataupun dalam struktur sosial setiap masyarakat. Mansour Fakih mengartikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, dan perkasa (1996: 8-9). Dari perbedaan gender tersebut, terdapat beberapa karakter yaitu sifat-sifat dari kedua jenis kelamin tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Selanjutnya, gender merupakan sifat yang dapat berubah menyesuaikan dengan waktu dan tempat. Terakhir, gender terjadi dalam kelaskelas masyarakat dimana antara kelas satu dengan lainnya berbeda-beda. Proses pembentukan sifat-sifat kedua jenis kelamin tersebut telah dipelajari dan dipraktekkan dengan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat untuk menjadi laki-laki atau perempuan. Gender kemudian digunakan sebagai perangkat perilaku seperti halnya kostum dan topeng dalam teater yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara bersama-sama memoles peran gender kita. Dalam masyarakat, kaum laki-laki dan perempuan memiliki peran gender yang berbeda. Terdapat perbedaan pekerjaan yang dilakukan mereka dalam komunitasnya dan status maupun kekuasaan mereka di dalam komunitas masyarakatnya boleh jadi berbeda pula. Peran gender yang dijalani dalam 11

12 kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari landasan kultural masyarakat sehingga sulit untuk diubah. Oleh karena itulah, mengapa seringkali peran gender dijalani sebagai sesuatu yang benar, alami, dan wajar (Mosse, 1996: 3-9). Dari beberapa konsep gender diatas, dapat dikatakan bahwa gender merupakan jenis kelamin sosial yang berbeda dengan jenis kelamin biologis. Dikatakan sebagai jenis kelamin sosial karena merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya dan norma sosial masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang kemudian membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, konsep gender tidak mengacu kepada ciri-ciri biologis tetapi lebih mengacu kepada persepsi masyarakat. Perbedaan konsep gender terjadi karena perbedaan pandangan masyarakat yang disesuaikan dengan norma sosial yang sudah ada dan melekat yang berlaku pada masyarakat tertentu. Akan tetapi, norma sosial masyarakat tersebut akan terus berkembang dan dapat berubah sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan pengalaman masyarakatnya yang nantinya akan menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir masyarakat dalam memaknai konsepsi gender Gender dan Budaya Patriarki Budaya patriarki dianggap sebagai suatu sistem nilai yang menempatkan kaum laki-laki pada tempat yang lebih tinggi daripada kaum perempuan dan keadaan tersebut berimplikasi pada dimensi-dimensi lain yang ada dalam masyarakat. Patriarki merupakan sistem struktur dan praktik sosial yang 12

13 menempatkan kaum laki-laki sebagai kelompok yang mendominasi dan mengeksploitasi kaum perempuan (Sylvia Walby, 1998: 20). Dalam perspektif gender, sistem patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekeuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat yaitu dalam pemerintahan, militer, pendidikan, industri bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama dan bahwa pada dasarnya, perempuan tercabut dari akses terhadap kekuasaan itu. Ini tidak lantas berarti bahwa perempuan sama sekali tidak mempunyai kekuasaan atau sama sekali tidak mempunyai hak, pengaruh, dan sumber daya. Agaknya keseimbangan kekuasaan justru menguntungkan laki-laki (Mosse, 1996: 65). Patriarki memiliki dua bentuk yaitu patriarki domestik dan patriarki publik. Patriarki domestik mencerminkan terjadinya stereotype yang melekat pada kaum perempuan dalam hal kerja dalam rumah tangga. Artinya adalah bahwa kerja dalam wilayah domestik merupakan kodrat perempuan yang harus dijalankan dan bersifat tetap. Inilah yang dimaksud dengan penindasan atas kaum perempuan. Penindasan terhadap perempuan pada bentuk patriarki ini biasa dilakukan oleh masyarakat yang memegang teguh patriarki. Sementara patriarki publik terjadi dalam hal pembagian kerja dimana porsi antara laki-laki dan perempuan tidak sebanding. Sistem patriarki sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan selama sistem patriarki tetap ada, selama itu pula posisi perempuan akan terus mengalami ketimpangan. Menurut Mansour Fakih, adanya perbedaan gender telah 13

14 menimbulkan banyak ketidakadilan apalagi ditambah dengan budaya patriarki. Hal tersebut disebabkan karena kuatnya budaya patriarki yang berkembang di masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Posisi perempuan Jawa yang dinomorduakan selama ini telah membuat patriarki semakin mengencangkan talinya. Seorang perempuan Jawa selalu identik dengan urusan rumah tangga dimana dapur menjadi salah satu urusan pokok di dalamnya. Dari situlah muncul pembagian kerja yang selalu menempatkan perempuan sebagai pekerja di sektor privat atau domestik. Di dalam keluarga, perempuan kehilangan otoritas terhadap laki-laki atau laki-laki dianggap memegang otoritas karena keluarga memerlukan seorang pemimpin. Otoritas ini meliputi kontrol atas sumber-sumber ekonomi dan suatu pembagian kerja secara seksual di dalam keluarga yang menurunkan derajat perempuan menjadi inferior, anak buah serta peran-peran sosial yang berlandaskan pada perbedaan inheren dalam kemampuan dan moralitas sosial (Ollenburger, 1995: 6-7). Dalam budaya Jawa, perempuan sejati adalah perempuan yang bisa mematuhi suami, menjadi pengurus rumah tangga, dan mampu melahirkan dan mendidik anak. Ungkapan tersebut semakin mengukuhkan wanita dalam posisi yang lemah. Perempuan Jawa dituntut untuk berperilaku manis. Hidup dan kehidupan mereka ditentukan laki-laki. Ungkapan swargo nunut neraka katut yang berarti bahwa kebahagiaan atau penderitaan istri hanya tergantung pada 14

15 suami adalah contoh dimana perempuan dianggap tidak berperan dalam kehidupan. Konsep adat, dalam hal ini disebut dengan patriarki, yang berakar kuat dalam budaya Jawa menyebabkan ketertindasan dan membelenggu perempuan. Perempuan Jawa diharapkan selalu dapat menjadi seorang pribadi yang tunduk dan patuh pada kekuasaan laki-laki. Sistem adat yang sarat dengan ideologi patriarki membuat perempuan Jawa menjadi kaum yang tertindas. Akan tetapi, seiring dengan datangnya kebudayaan baru yang lebih bersifat modern membuat perempuan Jawa sedikit banyak telah mampu menunjukkan siapa diri mereka. Di Indonesia, dimulai dengan munculnya pemberontakan yang dilakukan oleh Kartini pada masanya telah merubah paradigma pemikiran perempuan di era sekarang. Perempuan memiliki kekuasaan meskipun pada kenyataannya laki-laki masih mendominasi atas kepemilikan kekuasaan tersebut. Kekuasaan perempuan Jawa adalah kemampuan perempuan Jawa untuk mempengaruhi, menentukan bahkan mendominasi suatu keputusan. Kemampuan perempuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut bukan sematamata pada saat keputusan itu diambil, melainkan merupakan sebuah proses panjang dari proses adaptasi, pemaknaan kembali, hingga strategi diplomasi (Handayani dan Novianto, 2004: 25). Pernyataan tersebut mencerminkan bahwa meskipun perempuan Jawa masih terkungkung dalam budaya patriarki yang 15

16 masih kuat tetapi dalam pelaksanaannya perempuan Jawa dapat melakukan peran untuk sedikit berkuasa. Kemudian muncul konsep baru yang sekiranya cocok digunakan dalam budaya modern ini, yaitu konsep perempuan Jawa sebagai konco wingking. Konsep perempuan Jawa sebagai konco wingking berlaku sebagai kondisi sakprayoganipun (seyogyanya) atau ideal bagi budaya Jawa sehingga berkembang menjadi mitos. Meski demikian, terdapat konsep baru yang menyebutkan bahwa konco wingking atau menjadi orang yang berada di belakang itu tidak selalu lebih buruk atau lebih rendah. Konco wingking dapat juga seperti seorang sutradara yang tidak pernah kelihatan dalam filmnya sendiri tetapi ia yang menentukan siapa yang boleh bermain dan akan seperti apa jadinya film itu nanti (Handayani dan Novianto, 2004: 117). Dalam kaitannya dengan masalah gender, lahirnya ketidakadilan gender seperti yang dikatakan oleh Mansour Fakih mengenai teori struktural fungsional, memunculkan tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran-peran sosial di masyarakat. Teori ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, sampai rumah tangga). Adapun interelasi terjadi karena adanya konsensus. Tuntutan ini muncul sebagai akibat adanya perubahan struktur dalam masyarakat terutama pada nilai sosial ekonomi. Selanjutnya kesetaraan gender ini dapat diwujudkan dengan persaingan peran secara sehat yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Dalam era 16

17 globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan, peran seseorang tidak lagi mengacu kepada norma-norma kehidupan sosial yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan (Nasrudin Umar, 1999). Dari teori struktural fungsional tersebut dapat dikatakan bahwa perbedaan dan perubahan peran tidak menjadi masalah asal telah terjadi kesepakatan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dari teori tersebut, perempuan Jawa akan dapat melakukan perkembangan terhadap dirinya dan keluarganya agar menjadi perempuan yang lebih berkembang dengan tetap melaksanakan fungsinya sebagai perempuan secara kodrati (melahirkan dan menyusui). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya untuk memperoleh kekuasaan, perempuan tidak bisa lepas dari proses sosial budaya masyarakat setempat sehingga terjadinya pembagian peran tergantung kepada pengaruh kondisi sosial budaya yang ada Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi dalam pembangunan. Pemberdayaan menjadi penting karena merupakan cara untuk meningkatkan kapasitas manusia terutama dalam upaya meningkatkan kemandirian dan potensi sumber daya yang dimiliki. Sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu masyarakat untuk memperoleh daya guna, mengambil keputusan, dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri 17

18 untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya (Payne, 1997: 266). Pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka mementukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka (Ife, 1995: 182). Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power yang berarti kekuasaan. Akan tetapi, pengertian kekuasaan tidak berhenti pada kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan seseorang atas beberapa hal berikut seperti pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup, pendefinisian kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, aktivitas ekonomi, dan reproduksi (Ife, 1995: 61-64). Menurut Moebyarto (1985), pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses serta kontrol atas sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Pemberdayaan masyarakat mengandung arti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Berdasarkan konsep-konsep di atas, secara umum konsep pemberdayaan digunakan sebagai upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau 18

19 melakukan pembaharuan pada suatu komunitas atau masyarakat dari kondisi ketidakberdayaan menjadi berdaya melalui upaya pembinaan potensi dan kemandirian masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaku sedangkan pihak lain seperti pemerintah, LSM, maupun organisasi lain sebagai fasilitator. Terkait dengan pemberdayaan perempuan, definisi pemberdayaan perempuan adalah kemampuan seorang perempuan untuk membuat pilihan hidup yang strategis dalam konteks dimana kemampuan tersebut tidak diakui sebelumnya (Kabeer, 2001: 19). Disini sikap perempuan adalah berusaha untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginan mereka sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan akan menjadi sangat berarti bagi para perempuan untuk mengembangkan dirinya. Pemberdayaan perempuan berangkat dari kepedulian perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa tidak hanya pihak perempuan saja yang peduli tetapi juga bisa dari kepedulian laki-laki. Istilah pemberdayaan memiliki arti yang berbeda dalam konteks politik dan sosiokultural yang berbeda pula. Istilah ini meliputi kekuatan dari dalam diri, kontrol, kekuasaan, kepercayaan diri, pilihan, martabat hidup terkait dengan nilainilai, kemampuan untuk memperjuangkan hak, kemandirian, pengambilan keputusan secara mandiri, bebas, terbangun, dan kapabilitas (Narayan, 2002: 10). Pengertian ini menegaskan bahwa pemberdayaan tersebut melekat pada nilai-nilai lokal dan kepercayaan. 19

20 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi dalam pembangunan. Kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan non materi sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan tersebut. Sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya (Payne, 1997 :266). Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Melalui strategistrategi tersebut, diharapkan pemberdayaan masyarakat akan menjadi jelas bagaimana sebenarnya arah dan tujuan dari pemberdayaan itu sendiri. Di dalam konteks penelitian ini, strategi dalam pemberdayaan tidak lepas dari strategi pembangunan masyarakat desa dimana strategi ini muncul disebabkan oleh latar belakang kehidupan masyarakat desa tersebut. Menurut Blakely (1980) dalam buku Sosiologi Pedesaan, strategi pembangunan masyarakat desa disebabkan oleh karena kurang adanya suatu disciplinary core yang bersifat tunggal. Akan tetapi, munculnya berbagai strategi pemberdayaan masyarakat desa yang berbeda-beda dan beraneka ragam 20

21 merupakan ragam dari orientasi filosofikal, ideologikal, atau paradigmatik. Dari berbagai macam pendekatan mengenai strategi pemberdayaan masyarakat desa, menurut DR. J. Nasikun, ada empat macam reklasifikasi baru strategi pembangunan masyarakat desa, yaitu strategi gotong royong, strategi teknikalprofesional, strategi konflik, dan strategi pembelotan kultural. Strategi gotong royong menganjurkan penggunaan strategi perubahan kemasyarakatan berlandaskan partisipasi luas seluruh lapisan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan masyarakat. Dalam strategi ini, perubahan-perubahan kemasyarakatan dapat dicapai secara optimal melalui partisipasi luas dari segenap lapisan masyarakat pada tingkat komunitas di dalam penentuan tujuan-tujuan dan tindakan-tindakan dimana prosedur-prosedur yang bersifat demokratik kerjasama yang bersifat sukarela dan tujuan-tujuan pendidikan memperoleh peranannya yang besar (Rothman, 1974:24 dalam buku Sosiologi Pedesaan). Oleh karena itu, dalam pendekatan strategi gotong royong ini, peranan seseorang dianggap sebagai agen perubahan yang tidak lebih dari sekedar membantu masyarakat guna menghasilkan keputusan bersama. Strategi teknikal-profesional lebih mengedepankan adanya agen perubahan terpilih yang memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan informasi-informasi dan menciptakan inovasi-inovasi baru serta lebih kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Sedangkan strategi konflik lebih mengarah kepada strategi untuk menyingkirkan kaum yang dianggap sebagai penindas atas kaum yang lemah. Dalam strategi ini, kemudian muncul seorang aktivis atau pembela. 21

22 Strategi ini dimaksudkan agar terjadi perubahan struktural masyarakat dengan menghilangkan kemandulan kekuasaan kelompok-kelompok orang tertentu. Sementara itu, strategi yang keempat adalah strategi pembelotan kultural dimana dalam strategi ini sangat ditekankan pada pentingnya perubahan-perubahan pada tingkat subyektif individual dengan mengubah diri dan nilai-nilai pribadi dalam diri mereka. Dari keempat strategi pembangunan masyarakat desa tersebut, satu strategi yang dirasa paling cocok dalam konteks penelitian ini adalah strategi gotong royong dimana di dalamnya melibatkan masyarakat yang partisipatif. Dengan masyarakat yang memiliki pasrtisipasi tinggi tentu akan memperlancar proses pemberdayaan yang dilakukan. Selain itu, strategi yang dapat dikombinasikan dengan strategi gotong royong dalam proses pemberdayaan adalah strategi pendampingan. Pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator (Sumodiningrat, 2009:106). Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat ini disebut juga dengan penguatan 22

23 kapasitas (capacity building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan, yaitu motivasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan, manajemen diri, mobilisasi sumber, dan pembangunan dan pengembangan jaringan. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat. Strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Pemberdayaan dan Transformasi Sosial Diskriminasi terhadap perempuan menjadi dasar bagi upaya pemberdayaan perempuan. Ideologi patriarki telah menempatkan perempuan sebagai anggota masyarakat yang tidak beruntung dan menjadi kelas nomor dua 23

24 setelah laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan. Ide utama pemberdayaan perempuan berawal dari konsep pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender merupakan upaya yang dilakukan agar perempuan memahami dan turut serta dalam proses kebijakan dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, dan sosial budaya. Tujuan dari pengarusutamaan gender adalah kesetaraan gender melalui kegiatan pemberdayaan. Akan tetapi, dalam prosesnya, berhasil atau tidaknya kegiatan pemberdayaan perempuan tersebut berpengaruh dan dipengaruhi pada proses transformasi sosial yang ada dalam masyarakat. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa pemberdayaan melekat pada nilai-nilai lokal dan kepercayaan yang ada. Transformasi sosial atau yang biasa disebut dengan perubahan sosial merupakan suatu gejala perubahan yang terjadi di masyarakat baik secara norma, nilai, interaksi, serta pola-pola perilaku dalam masyarakat. Menurut Selo Soemardjan (1982) perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di dalam nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Sedangkan menurut Macionis (1987) perubahan sosial adalah transformasi organisasi masyarakat dalam pola berpikir dan perilaku pada waktu tertentu. Dalam proses tranformasi sosial akan melibatkan penduduk, teknologi, nilai-nilai kebudayaan, dan gerakan sosial. Dalam proses pemberdayaan, peran organisasi gerakan sosial yang selanjutnya disebut dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat turut mengambil andil bahkan skalanya lebih besar dibandingkan dengan 24

25 pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. Gerakan sosial yang dilakukan oleh LSM dapat menciptakan bentuk alternatif transformasi sosial. Mansour Fakih (1996) dalam bukunya mengatakan bahwa peran LSM dalam transformasi sosial di Indonesia terlihat dari bagaimana sebuah LSM mengonstruksikan visi dan teori organisasi gerakan sosial dengan merumuskan masalahnya dan mengusulkan solusi alternatif. Akan tetapi, lebih lanjut Mansour Fakih berpendapat bahwa seringkali banyak LSM yang kemudian terjebak dalam paradigma ideologi modernisasi dan developmentalisme yang merupakan produk baru dari kapitalisme. Keberadaan LSM dan banyak organisasi gerakan sosial di Indonesia senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah pembangunan yang kemudian istilah LSM berkonotasi sebagai organisasi pembangunan non pemerintah. Oleh karena itu, pemberian dan penentuan visi dan misi oleh sebuah lembaga sangatlah penting. Mengenai indikator keberhasilan dari sebuah pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM, dapat dilihat dan dibedakan dari berbagai pendekatan. Pendekatan fungsionalisme atau fungsionalisme struktural oleh Parsons, berasumsi bahwa kesatuan masyarakat sebagai sistem yang saling bergantung satu sama lain dan bekerja bersama guna menciptakan keseimbangan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemberdayaan dilihat dari adanya keseimbangan dan keharmonisan yang terjadi pada masyarakat. Dalam hal gender, pemberdayaan menjadi berhasil jika keharmonisan tetap terjaga meskipun telah terjadi perbedaan dan perubahan peran akan tidak menjadi masalah asal telah 25

26 terjadi kesepakatan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Pendekatan modernisasi mengandung asumsi bahwa modernisasi merupakan proses sistematik, transformasi, dan terus-menerus. Pertama, sebagai proses sistematik. Proses modernisasi merupakan proses melibatkan seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk industrialisasi, urbanisasi, diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi. Kedua, sebagai proses transformasi. Proses ini memberi arti atau makna bahwa modernisasi merupakan proses yang membentuk dari sebuah kondisi tradisional menjadi modern dalam segala aspek sosial budaya. Ketiga, sebagai proses yang terus-menerus. Proses modernisasi melibatkan perubahan sosial yang terus-menerus. Sekali perubahan sosial terjadi, aspek sosial yang lain juga akan ikut terpengaruh. Hal ini kemudian saling menguatkan proses perubahan sosial dan modernisasi (Suwarsono & So 2006: 23-24). Dari pendekatan ini dapat disimpulkan bahwa indikator pemberdayaan dikatakan berhasil jika mampu membuat transformasi sosial dan mampu membuat masyarakat dengan kondisi tradisional menjadi masyarakat yang modern tidak hanya dalam pengaruh pola pikir namun juga dalam hal nyata yang terlihat di masyarakat. Pendekatan developmentalisme merupakan pendekatan yang bercirikan pada pembangunan. Pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam standar hidup. Developmentalisme merupakan bagian dari pendekatan modernis. W. W. Rostow (1960) mengembangkan bahwa transformasi masyarakat akan berjalan bertahap menuju modernitas melalui proses pembangunan. Wujud dari 26

27 pendekatan developmentalisme ini adalah terbentuknya Women in Development (WID) sebagai bagian utama developmentalisme yang dirancang untuk mendorong keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan. Secara kasat mata, pendekatan ini sama dengan pendekatan modernis. Dari berbagai macam pendekatan tersebut, pendekatan yang dirasa cocok jika dikaitkan dengan pemberdayaan dan kesetaraan gender adalah pendekatan fungsionalisme struktural dimana keseimbangan menjadi penting dalam proses pemberdayaan. Keseimbangan dalam masyarakat yang dihasilkan ini akan menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah lembaga masyarakat (LSM) dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi masing-masing. Keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek akan menciptakan kesetaraan gender yang harmonis. Konflik dalam suatu masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan keseimbangan. Oleh karena itu, harmoni dan integrasi dipandang secara fungsional, bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik mesti dihindarkan. Maka, status quo harus dipertahankan termasuk yang berkenaan dengan hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Mereka melihat bahwa kondisi yang ada adalah normal dan sehat, oleh sebab itu tidak diperlukan perubahan. Jika perubahan memang terpaksa mesti terjadi, yang diperlukan adalah reformasi yang terkontrol tetapi jangan sampai mengganggu stabilitas sosial. Mereka tidak menyoroti hubungan antara kekuasaan dan ketaatan sosial dan kurang peka terhadap aspek paksaan dan konflik dari segala bentuk kekuasaan (Mansour Fakih, 1996: 80-81). 27

28 1.5. Definisi Konseptual 1. Gender dikonsepsikan sebagai pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk karena adanya konstruksi sosial dan kebudayaan yang ada. 2. Pemberdayaan perempuan dikonsepsikan sebagai suatu usaha peningkatan kemampuan perempuan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh perempuan dimana kepedulian tersebut berangkat dari diri perempuan itu sendiri. Konsepsi pemberdayaan perempuan ini tidak bisa dilepaskan dari konsepsi strategi pemberdayaan masyarakat dimana pemberdayaan ini merupakan suatu strategi dalam pembangunan. Pemberdayaan digunakan sebagai kegiatan untuk memperoleh daya guna dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. 3. Transformasi sosial dikonsepsikan sebagai proses untuk menciptakan hubungan ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang lebih baik dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan. Masyarakat berperilaku sebagai agent of change sebagai sarana menuju perubahan yang lebih baik Definisi Operasional 1. Proses pemberdayaan perempuan yang ideal : - Masyarakat khususnya perempuan mendapatkan dan memanfaatkan akses serta kontrol atas sumber hidup yang penting. Terbukanya akses dan kontrol atas sumber hidup yang penting dapat dilihat dengan kemudahan yang didapatkan oleh para perempuan termasuk dalam perolehan ijin melakukan kegiatan. 28

29 - Masyarakat khususnya perempuan dapat mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. - Adanya keberlanjutan dalam usaha pemberdayaan perempuan tersebut. - Pemberdayaan yang bersifat partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan yang partisipatif adalah pemberdayaan yang melibatkan masyarakat dimana dalam masyarakat tersebut dibentuk tim-tim pelaksana kegiatan sehingga partisipasi masyarakat dapat terarah sesuai dengan tujuan. - Pemberdayaan perempuan mencakup pelatihan, pendidikan, dan sosialisasi bagi perempuan. 2. Keberhasilan pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari : - Adanya kegiatan yang berjalan dari pihak fasilitator untuk memberdayakan perempuan. - Adanya partisipasi dan sambutan baik dari masyarakat khususnya perempuan itu sendiri dengan ikut membantu program pemberdayaan tersebut. - Adanya peningkatan taraf hidup perempuan yang dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga setelah adanya pemberdayaan perempuan. - Memudarnya bias gender yang ditandai dengan mulai adanya pembagian peran yang sesuai dengan norma masyarakat dan hilangnya pengeksklusifan jenis kelamin tertentu dalam kehidupan bermasyarakat seiring dengan adanya program pemberdayaan perempuan tersebut. 29

30 - Adanya keberlanjutan pemberdayaan bagi perempuan yang mampu meningkatkan taraf hidup. 3. Strategi pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil jika : - Terlaksananya pemberdayaan sesuai dengan konsep atau strategi yang digunakan dimana strategi tersebut didasarkan berdasarkan latar belakang kondisi masyarakat desa. - Keikutsertaan yang bersifat partisipatif dari seluruh lapisan masyarakat desa dalam proses pemberdayaan khususnya dari para perempuan. - Fasilitator mampu menempatkan diri sebagai pendamping yang mampu memposisikan diri sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator. 4. Transformasi sosial dikatakan berhasil jika : - Adanya kemauan dari masyarakat untuk melakukan transformasi untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Kemauan ini dapat berwujud usaha berkelanjutan dari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. - Adanya gerakan yang terorganisir dari fasilitator (LSM). - Adanya perubahan cara pandang dan pola pikir masyarakat dalam hal peran laki-laki dan perempuan untuk memenuhi kesejahteraan mereka dengan cara pandang dan pola pikir yang baru sehingga mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, bertindak sesuai dengan keadaan yang diharapkan, dan terlepas dari bias gender. 30

31 1.7. Metode Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana strategi sebuah pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat akan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan khususnya bagi masyarakat perempuan itu sendiri. Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus (case study). Alasan memilih metode penelitian kualitatif ini adalah karena metode ini akan memandu untuk mencari data-data yang relevan dan membatasi ruang lingkup pencarian data. Sedangkan jenis metode studi kasus digunakan karena penelitian studi kasus melibatkan studi tentang masalah yang dieksplorasi melalui satu atau lebih kasus yang dimana di dalamnya dibatasi oleh batasan sistem seperti batasan waktu dan tempat. Adapun jenis metode dalam studi kasus yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis metode deskriptif analitis. Jenis metode deskriptif analitis digunakan karena metode ini merupakan sebuah metode yang mengeksplorasi berbagai gejala yang ditampakkan oleh obyek penelitian. Deskriptif analitis berusaha menggambarkan apa yang telah terjadi dan di pihak lain berusaha menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Jenis penelitian ini sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian baik perseorangan, masyarakat, institusi, dan lainlain (Nawawi, 1987). Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk 31

32 menggali, menjelaskan, dan menganalisa data-data yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan oleh lembaga swadaya masyarakat. Kelebihan dari metode studi kasus adalah metode ini akan membuat peneliti lebih fokus dan memiliki pemahaman yang lebih mendalam serta lebih spesifik dalam menganalisis peristiwa. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan banyak sumber informasi seperti wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam menggunakan metode kasus ini peneliti harus menentukan batasan-batasan sistem yang akan digunakan dan harus memiliki cukup informasi untuk menganalisa masalah guna mendukung argumennya. Adanya batasanbatasan yang mengelilingi kasus maka akan membuat analisa kasus tidak bisa bergerak lebih luas lagi. Inilah yang menjadi kelemahan dalam metode studi kasus Unit Analisis Data Penelitian dilakukan pada berbagai pihak yang berkaitan dengan obyek penelitian. Obyek penelitian dalam penelitian ini meliputi masyarakat desa terutama masyarakat perempuan, pihak LSM yang melakukan pemberdayaan, dan pemerintah lokal setempat Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan informan yang akan diteliti. Data primer dalam penelitian ini akan diperoleh dari beberapa informan yaitu pertama, masyarakat desa khususnya masyarakat perempuan 32

33 sebagai informan utama karena mereka merupakan target dalam pemberdayaan perempuan tersebut dan merasakan dampak yang terjadi secara langsung dan masyarakat desa secara umum termasuk di dalamnya adalah laki-laki yang menjadi pendamping para perempuan tersebut. Kedua, pihak LSM yang melakukan pemberdayaan perempuan karena mereka yang memiliki ide dasar untuk melakukan pemberdayaan guna perubahan sosial. Ketiga adalah pemerintah lokal setempat meliputi kepala desa dan kelurahan mengenai pendapat mereka tentang adanya pemberdayaan perempuan tersebut. Data sekunder akan diperoleh dari hasil analisis berbagai dokumen yang berkaitan dengan program pemberdayaan perempuan oleh LSM seperti catatan hasil observasi, daftar kegiatan, program kerja, internet, buku literatur, dan data sekunder lainnya Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan tiga teknik pengumpulan data, yaitu : - Observasi langsung Metode pengamatan atau observasi memungkinkan peneliti untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh obyek penelitian, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para obyek pada keadaan waktu itu. Observasi memungkinkan peneliti untuk merasakan apa yang dirasakan oleh obyek penelitian (Moelong, 1989). Observasi langsung dilakukan ke kelompok pemberdayaan perempuan dengan tujuan untuk mendapatkan data dan 33

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana Lembaga Bakti Indonesia sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih belum berakhir dan akan terus berlanjut. bekerja sebagai ibu rumah tangga dan diartikan sebagai kodrat dari Tuhan,

BAB I PENDAHULUAN. masih belum berakhir dan akan terus berlanjut. bekerja sebagai ibu rumah tangga dan diartikan sebagai kodrat dari Tuhan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tampaknya rekayasa sosial yang berkembang di masyarakat mengenai pemahaman tentang pembagian kerja seperti perempuan menjadi pengurus dapur dan memasak, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN A. Gender dan Kajian tentang Perempuan Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam menggali potensi yang

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tantang Analisis Perbedaan Persepsi Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi S1 Terhadap Pentinngnya Laporan Keuangan (Studi Pada Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LatarBelakang Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum perempuan, sebagian besar masyarakat tentu lebih mengenal R.A Kartini. Memang, banyak tokoh perempuan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER ISTILAH GENDER DIGUNAKAN UNTUK MENJELASKAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG BERSIFAT BAWAAN SEBAGAI CIPTAAN TUHAN DAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 233 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah peneliti melakukan analisis mulai dari level teks, level konteks, hingga menemukan frame besar Kompas, peneliti menarik beberapa kesimpulan untuk menjawab

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan Bila model pembangunan yang berbasis kapitalisme tidak mampu mensejahterakan masyarakat, apa alternatifnya? Community Development/Community

Lebih terperinci

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh : Rahmah Marsinah, SH, MM ----------------------------------------- Abstract : Perbedaan jender pada dasarnya merupakan hal yang biasa

Lebih terperinci

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN Sri Emiyanti Pusat Studi Wanita-Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan ini menyajikan perkembangan wacana tentang jender sebagai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA PENGANTAR Seiak PJPT II telah digariskan bahwa wanita (selanjutnya disebut perempuan) sebagai mitra seiaiar Pria dalam pembangunan harus dikembangkan dengan tetap memperhatikan

Lebih terperinci

Integrasi Perspektif Adil Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus Pada Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Surakarta)

Integrasi Perspektif Adil Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus Pada Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Surakarta) Integrasi Perspektif Adil Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus Pada Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Surakarta) Daryati K8408030 Pendidikan Sosiologi Antropologi Abstrak : Daryati.

Lebih terperinci

Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi!

Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi! Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi! Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Kaum Perempuan dan Filantropi: Stereotip Lama, Tantangan- Tantangan Baru : Jurnal Galang, Vol.2 No.2 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Rumah Tangga merupakan sub sistem dari masyarakat yang memiliki struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah tangga peran suami

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perempuan selalu menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibicarakan terutama di dalam media massa. Pandangan masyarakat mengenai perempuan selama ini seringkali

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci