BAB I PENDAHULUAN. negara maju, sehingga selalu berupaya untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan
|
|
- Surya Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sedang berkembang menginginkan negaranya untuk menjadi negara maju, sehingga selalu berupaya untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan dan kondisi masyarakat yang bersifat tradisional menuju ke arah keadaan yang lebih baik. Pada sisi yang sempit, perkembangan yang dicita-citakan ini ke arah keadaan ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pada sisi yang luas, para ahli menyebut perkembangan yang diupayakan tersebut seringkali disebut upaya modernisasi. Meskipun istilah modernisasi kurang disepakati oleh sebagian ahli - diantaranya J. Eastman dan Blaise- disebabkan oleh sulitnya merumuskan istilah tersebut, tetapi maksudnya adalah upaya perubahan-perubahan sosial yang berarti suatu proses dan pembangunan (Tjokroamidjojo, 1978: 14). Sebetulnya masalah pembangunan di Indonesia bukan masalah yang sama sekali baru dibicarakan. Tercatat sejak tahun 1950-an, pemerintah Indonesia menanggapi masalah-masalah pembangunan. Tanggapan atas masalah-masalah tersebut, pada mulanya memang hanya pada satu sektor tertentu. Dimulai dengan hal yang dikembangkan oleh Menteri Kasimo (Menteri Perekonomian saat itu), dan urgensi Sumitro (Menteri Perekonomian, pada waktu itu). Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1956 berhasil disusun suatu Rencana Pembangunan Lima Tahun , hal ini adalah hasil gagasan untuk menyusun suatu rencana pembangunan yang bersifat lebih menyeluruh yang dikembangkan sejak tahun Selanjutnya, pada tahun 1959 berhasil 1
2 2 dirumuskan suatu rencana pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (Tjokroamidjojo, 1978:23). Perencanaan-perencanaan pembangunan yang berhasil dirumuskan tersebut, sayangnya tidak dibarengi dengan pelaksanaannya. Bahkan pada tahun-tahun situasi politik memburuk yang dibarengi keadaan ekonomi yang memburuk pula. Akibatnya, rencana-rencana pembangunan yang telah disusun itu menjadi terbengkalai. Orde Baru yang mengambil alih kekuasaan pemerintahan dari Orde lama segera melakukan suatu program stabilisasi dan rehabilitasi pada tahun Pada saat awal berkuasa rejim Orde Baru mewarisi kondisi perekonomian yang buruk. Keadaan ekonomi saat itu ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi, yaitu 600% per tahun pada tahun 1966 (Suparmoko, 2002:2). Setelah program tersebut berhasil dilaksanakan, maka mulailah disusun dan dilaksanakan Rencana Pembanguan Lima tahun yang pertama yaitu sejak 1969/1970 hingga 1974/1975. Rencana Pembangunan ini berdasarkan kebijakan pemerintah saat itu yang menerbitkan Keputusan Presiden No. 319 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969/ /1975. Pada masa Orde Baru pembangunan dilandaskan pada Trilogi Pembangunan, yakni Stabilitas, Pertumbuhan dan Pemerataan. Dalam setiap program Pembangunan Lima Tahun (Pelita), terdapat perbedaan tekanan. Pada Pelita I, prioritas utama diberikan pada stabilitas politik dan ekonomi disusul dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan; kemudian pada Pelita berikutnya pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas utama diikuti dengan pemerataan dan stabilitas; selanjutnya pada Pelita berikutnya pemerataan menjadi prioritas utama, disusul dengan pertumbuhan dan stabilitas (Suparmoko, 2002:3).
3 3 Pertumbuhan ekonomi, setelah akhir Perang Dunia II, diyakini sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia pada masa Orde Baru, mengejar pertumbuhan ekonomi dalam upaya mengatasi keterbelakangan. Tidak mengherankan pada masa itu paradigma pembangunan kala itu didominasi pemikiran pentingnya pertumbuhan ekonomi. Namun hipotesis trickle down effect yang melekat pada paradigma pertumbuhan (growth paradigm) tidak terwujud, malah sebaliknya pada negara yang sedang membangun, seperti Indonesia, kesenjangan justru semakin melebar. Kartasasmita (1996:50) menyebutkan bahwa dari kegagalan pembangunan di atas, timbul pemikiran bahwa pertumbuhan haruslah berjalan seiring dan terencana mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Selanjutnya Kartasasmita (1996:143) mencontohkan pengalaman Taiwan sebagai negara yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan yang berjalan beriringan. Taiwan adalah negara yang tingkat kesenjangannya yang paling rendah. Seperti yang diungkap pada alinea di atas, pemerataan sebagai prioritas utama tidak dapat dicapai, karena pemerintah (oknum-oknumnya) tidak bersungguh-sungguh dalam mengupayakannya serta sistem pemerintahan Orde Baru pada saat itu sangat sentralistis. Akibat kebijakan yang sentralistis demikian, maka terjadi kesenjangan antara golongan yang kaya dan golongan yang miskin. Juga terjadi kesenjangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama pemerintah daerah yang berada jauh dari pusat kekuasaan.
4 4 Ditandai dengan berhentinya Soeharto sebagai presiden maka Pemerintahan Orde Baru ambruk pada tahun 1998, digantikan dengan Orde Reformasi. Rezim pemerintahan yang baru ini sebenarnya masih mewarisi pola dan sistem pemerintahan dan kebijakan yang tidak berubah dibandingkan dengan sistem pemerintahan dan kebijakan pemerintahan Orde Baru. Namun pada masa ini lahir undang-undang yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur sendiri daerahnya. Daerah mulai memperoleh kewenangan pemerintahan dan keuangan seluasluasnya segera setelah Bacharuddin Jusuf Habibie, Akbar Tanjung dan Muladi menandatangani naskah undang-undang penting pada tanggal 4 Mei 1999 dan 19 Mei 1999, yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Penerbitan Undang-Undang ini membuka babak baru pemberian kewenangan yang lebih luas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah. Pembangunan itu sendiri tidak dapat dilakukan oleh daerah sebagai suatu hal yang terpisah, melainkan suatu proses yang menyatu dan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berbunyi : pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi. Selanjutnya, dalam konsideran tersebut dinyatakan : bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas bantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
5 5 dan daerah sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang jelas antara tingkat pemerintahan Jadi jelas sekali alasan penerbitan kedua undang-undang tersebut adalah untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah daripada yang pernah diberikan sebelumnya untuk mengelola sendiri disertai dengan penyediaan sumber-sumber pembiayaannya. Pattimura (2003:2) mengatakan, undang-undang tersebut di atas menjadi dasar terjadinya pelimpahan wewenang pusat kepada daerah untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Selain itu, undang-undang di atas menjadi momentum baru setiap daerah untuk melakukan pembangunan yang didasarkan atas aspirasi, kehendak dan kemauan masyarakat daerah. Pembangunan yang bersifat bottom up yang datang dari kehendak masyarakatnya akan lebih mendapat dukungan dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian undang-undang di atas yang sering disebut undang-undang otonomi daerah itu memberikan kemungkinan yang luas kepada daerah untuk melakukan pembangunan bagi daerahnya sendiri serta mengurangi intervensi pemerintah pusat dalam penentuan program pembangunan, meningkatkan penyaluran aspirasi daerah dalam pembangunan daerah dan mengurangi pendekatan top down dalam pembangunan (Mardiasmo, 2002:35). Terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang dilatarbelakangi perlunya meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah serta sudah tidak sesuainya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dengan perkembangan keadaaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah menyebabkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 perlu disesuaikan. Selain itu terjadinya perubahan mendasar mengenai
6 6 Sistem Keuangan Negara makin menguatkan alasan untuk memperbaharui Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tersebut. Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah. Pengalaman kebijakan pemerintah orde baru yang sentralistik menjadi salah satu pendorong program desentralisasi yang diwujudkan dengan pemberian otonomi yang lebih luas dibanding sebelumnya kepada daerah. Pembangunan pada masa itu tidak didasarkan pada kondisi lokal, yang mengakibatkan kesenjangan antara daerah-daerah kaya dengan daerah-daerah miskin, antara Jawa-Luar Jawa dan Kawasan Indonesia Bagian Barat dengan Kawasan Indonesia Bagian Timur. Kesenjangan antar daerah yang tinggi ini dilihat dengan berbagai indikator seperti pendapatan per kapita antar daerah, konsumsi per kapita antar daerah dan banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. (Pilliang, dkk, 2003:83). Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu tujuan penerapan program otonomi daerah mempunyai arti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh daerah otonom baik kabupaten maupun kota, yang saat ini dibebani tanggung jawab urusan yang lebih
7 7 banyak, selain harus memiliki kemampuan ekonomi juga harus mempunyai kemampuan administrasi pemerintahan yang handal. Dengan dimilikinya dua kemampuan ini oleh pemerintah daerah maka penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan dan pembangunan akan berhasil guna dan berdaya guna. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hoessein (1993:427) yang menyatakan bahwa Daerah Tingkat II (saat ini disebut Kabupaten/Kota) yang memiliki urusan riil yang lebih banyak, tanpa dukungan kemampuan administrasi yang memadai mengakibatkan tidak terselenggaranya sebagian dari jumlah urusan tersebut. Kuncoro (2004:8) mengungkapkan bahwa realitas hubungan fiskal antara pusatdaerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah. Hal ini ditandai oleh rendahnya pendapatan asli daerah (PAD) yang kemudian akan menyebabkan besarnya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Padahal Pendapatan Asli Daerah ditinjau dari tugas dan fungsi Pemerintah Daerah memiliki arti yang strategis, karena disamping merupakan salah satu wujud nyata dari tingkat kemandirian daerah dalam melaksanakan otonominya, akan berkaitan pula dengan tingkat kemampuan Pemerintah Daerah dalam memobilisasi sumber-sumber dana untuk melaksanakan pembangunan daerah (capital investmen) guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan rakyat akan ditandai antara lain dengan meningkatnya kemampuan daya beli dan kemampuan membayar pajak dan retribusi daerah, yang dapat diukur dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pernyataan di atas dapat dibuktikan dengan Tabel 1 di bawah ini yang menunjukan lemahnya Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dalam mengumpulkan
8 8 No Penerimaan Asli Daerahnya. Prosentase PAD yang dicapai oleh pemerintah daerah tingkat II di seluruh Indonesia sejak 1986 hingga 1994 tidak pernah mencapai 20%, sedangkan sumbangan/bantuan pemerintah pusat kepada seluruh daerah tersebut bahkan mencapai di atas 60%. Padahal menurut Kustigar Nadeak (Tim Suara Pembaruan, 2001:245), PAD sering dijadikan sebagai salah satu tolok ukur untuk menentukan suatu daerah mampu atau tidak melaksanakan otonomi. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan bahwa titik berat otonomi daerah adalah pada daerah tingkat II baik kabupaten maupun kota. Dalam tabel di bawah ini diperlihatkan penerimaan daerah tingkat II seluruh Indonesia dari tahun anggaran 1986/1987 hingga 1993/1994 yang terdiri dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak, Sumbangan/Bantuan Pemerintah Pusat, Pinjaman Daerah dan Sisa Lebih Tahun Sebelumnya. Tabel 1. Penerimaan Daerah Tingkat II Seluruh Indonesia 1986/ /94 (dalam milyar rupiah) Pos-Pos Penerimaan 86/87 % 88/89 % 89/90 % 91/92 % 93/94 % 1 PAD 293,62 19,6 403,93 15,8 478,06 15,7 705,28 12,9 944,55 11, Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak 147,40 9,9 266,69 10,4 426,77 14,2 677,37 12,4 1115,11 13,27 Sumbangan/ Bantuan Pemerintah 941,49 63,0 1790,94 69,7 2012,14 65,8 3833,37 70,3 5956,08 70,87 Pusat Pinjaman Daerah 54,67 3,7 31,53 1,2 26,49 0,9 79,68 1,5 52,03 0,62 Sisa lebih tahun sebelumnya 57,04 3,8 74,93 2,9 71,10 2,4 155,66 2,9 336,21 4 Jumlah 1494, , , , , Sumber : diolah sendiri dari Kuncoro (2004:10) dan Sulaiman (2000:189) Kemudian tabel di atas diperkuat dengan Tabel 2 di bawah ini yang memperlihatkan kecilnya penerimaan asli daerah dibandingkan sumbangan dari pusat. Dengan demikian, jika melihat tabel di bawah, maka pemerintah daerah masih belum
9 9 mampu melaksanakan otonomi daerah, karena menurut Syahrudin (2000:1), kesanggupan daerah melaksanakan otonomi daerah tergantung pada kemampuan daerah untuk membiayai daerahnya sendiri. Daerah dengan ketergantungan pada pemerintah pusat tinggi (yang ditandai dengan kecilnya PAD yang diperoleh) diperkirakan belum mampu melaksanakan Otonomi Daerah. Tabel 2. Rata-rata Prosentase Penerimaan per Tingkat Pemerintahan Daerah Prop/ Kab/kota Tahun 2000 Prop Kab/Kota Kab Kota Penerimaan Sisa Angg Th Lalu 5,6 9,1 4,4 4,2 5,6 PAD 14,3 30,4 9,1 7,8 16,3 Dana Perimbangan 78,1 60,2 84,0 85,0 78,8 Bagi Hasil Pajak 8,4 5,4 9,4 9,1 11,3 Bagi Hasil Non Pajak 3,2 7,7 1,8 2,0 0,8 DAU 65,5 47,1 71,6 72,8 64,4 DAK 0,9 0,0 1,2 1,2 1,3 Pinjaman Pemda 2,0 0,2 2,5 2,9 0,3 Lain-lain Sumber : Pilliang dkk (2003:90) Kabupaten Bogor adalah salah satu daerah otonom yang mempunyai kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan berbagai urusan. Selain itu Kabupaten ini juga merupakan daerah penyangga (buffer) Ibukota Republik Indonesia Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagai daerah penyangga Ibukota, tentu saja Kabupaten Bogor menghadapi berbagai permasalahan yang harus dicari penyelesaiannya. Permasalahan tersebut timbul baik dari dalam daerah itu sendiri maupun dari luar daerah, dalam hal ini dari Jakarta. Selain itu, sejak tahun 2002 Kota Administratif Depok memisahkan diri menjadi daerah otonom sendiri dengan nama Kota Depok. Pemisahan ini tentu saja paling tidak
10 10 akan membawa dampak penurunan pada penerimaan asli daerah, khususnya lagi pada pajak daerah. Sebab, perkembangan Kota Depok sebagai daerah urban yang berbatasan langsung dengan Ibukota Jakarta memiliki potensi yang besar dalam menggali sumbersumber penerimaan daerah. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji sekaligus menganalisis permasalahan pajak daerah yang dikaitkan dengan Produk Domestik Regional Bruto serta Penerimaan Asli Daerah, termasuk juga permasalahan administrasi pengelolaan pajak daerah di Kabupaten Bogor. Hasil kajian dan analisis tersebut penulis ungkapkan dalam bentuk karya tulis ilmiah berupa tesis yang berjudul Analisis Penerimaan dan Administrasi Pajak Daerah di Kabupaten Bogor B. Pokok Permasalahan Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perkembangan penerimaan pajak daerah dan kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah? 2. Berapa besar kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah serta bagaimana laju perkembangannya serta besar varians penerimaan pajak daerah? 3. Bagaimanakah kinerja Pajak Daerah di Kabupaten Bogor? 4. Bagaimanakah pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang diselenggarakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor ditinjau dari tugas pokok dan fungsinya, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta kegiatan penyelengaaraan pemungutan?
11 11 C. Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan dengan uraian latar belakang masalah dan pokok permasalahan di atas maka disusun rumusan tujuan penelitian tesis ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perkembangan penerimaan pajak daerah dan kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah. 2. Untuk mengetahui kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah dan laju perkembangannya serta besar varians penerimaan pajak daerah. 3. Untuk mengetahui kinerja Pajak Daerah di Kabupaten Bogor. 4. Untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang diselenggarakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor ditinjau dari tugas pokok dan fungsinya, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta kegiatan penyelengaaraan pemungutan. D. Signifikansi Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat untuk lulus dari program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Universitas Indonesia 2. Manfaat praktis yaitu, untuk memberikan masukan kepada administrator daerah yang menangani masalah pengelolaan keuangan. 3. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta menambah subyek ilmu administrasi pemerintahan daerah dan keuangan daerah yang dikaitkan dengan konsep-konsep desentralisasi.
12 12 4. Diharapkan dapat memberikan landasan bagi penelitian administrasi dan studi kebijakan selanjutnya yang menggagas tema penelitian yang sejenis. E. Pembatasan Penelitian Penelitian ini melingkupi dua hal, yaitu penerimaan pajak daerah dan administrasi pajak daerah selama tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan Periode tahun anggaran hanya sebatas tujuh tahun ini yang dijadikan sebagai fokus kajian disebabkan keterbatasan data yang ada pada lokasi penelitian serta terkait dengan saat pemberlakuan peraturan perundang-undangan pajak-pajak daerah yang diteliti Selain itu, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan dan undang-undang yeng berlaku terdiri dari : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Karena banyaknya sumber-sumber penerimaan daerah, keterbatasan waktu dan biaya, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada sumber penerimaan dari hasil pajak daerah.
13 13 F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pertama ini secara runtun akan diuraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitan serta sismatika penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian kedua ini, akan dipaparkan uraian teoritis yang menjadi landasan ilmiah untuk mengkaji dan menganalisis pertanyaan-pertanyaan penelirtian yang menjadi pokok permasalahan dan kerangka pemikiran BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitan, definisi operasional, objek penelitian, pengumpulan data, dan analisis data BAB IV GAMBARAN UMUM Bab ini akan menjelaskan mengenai sejarah singkat Kabupaten Bogor, letak fisik wilayah, kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten Bogor, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi dinas pendapatan daerah serta kondisi umum pegawai dan perkembangan ekonomi dan keuangan Kabupaten Bogor BAB V ANALISIS DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis yang terdiri dari dua analisis. Analisis yang pertama adalah analisis penerimaan pajak daerah dan yang kedua adalah analisis mengenai administrasi pajak daerah. Analisis penerimaan pajak daerah terdiri dari analisis perkembangan pajak daerah, analisis kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah, laju
14 14 perkembangan, varians penerimaan pajak daerah, analisis kinerja pajak daerah dan efektivitas pajak daerah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bagian terakhir ini merupakan konklusi umum dari analisis permasalahan yang telah dideskripsikan. Berdasarkan konklusi tersebut akan diusulkan berbagai saran yang menggagas format kebijakan praktis yang dapat ditempuh pemerintah daerah.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu wujud dari amanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah sangat berdampak pada berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Otonomi daerah merupakan kebijakan pemerintah dalam hal pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah sangat berdampak pada berbagai aspek. Salah satu aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang berjuang dengan giat untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi yang ada di Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistim pemerintahan daerah hampir di seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan gambaran hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi daerah menjadi wacana dan bahan kajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini di Indonesia, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahannya secara mandiri. Penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan reformasi keuangan daerah di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya Undang-Undang No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi. Menurut ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi yaitu penyerahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.
BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah daerah merupakan bagian yang integral dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara kesatuan, khususnya di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan pemerintah antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah Dalam menunjang keberhasilan pembangunan daerah diperlukan penerimaan keuangan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Sejarah perjalanan pembangunan Indonesia, khususnya bidang ekonomi, sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era reformasi ditandai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia merupakan upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara secara keseluruhan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam menyikapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 lalu, sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan reformasi di segala
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI
ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE 2001-2008) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran 2006-2007) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
Lebih terperinci2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini, sebagaimana diatur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan otonomi daerah diawali dengan dikeluarkannya ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian otonomi dimaksud adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis pengaruh keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Desentralisasi merupakan tujuan untuk mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia. Namun semenjak tahun 2001 pola tersebut berganti dengan pola baru yang disebut desentralisasi
Lebih terperinci