1. Pendahuluan. 2. Tujuan. 3. Metode Penelitian. Keuangan Daerah Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
|
|
- Hartono Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Studi Kemungkinan Penggunaan APBD Dalam Pengembangan UMKM melalui Program Penjaminan Kredit di Sumatera Barat 1 1. Pendahuluan Penjaminan merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mengoreksi kegagalan pasar. Tidak semua usaha yang feasible bisa mengakses kredit karena ketidakmampuan memenuhi syarat minimal pemberian kredit oleh lembaga keuangan. Pada tanggal 26 Januari 2008, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No.2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan. Melalui lembaga penjaminan tersebut diharapkan memberikan dampak terhadap pertumbuhan usaha UMKM. Jika UMKM tumbuh, akan dapat meningkatkan usaha, nilai tambah, lapangan kerja, serta penerimaan pemerintah. Sebelum Perpres tersebut diterbitkan, pada tahun 2007 dua pemerintah daerah yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan menyatakan komitmennya kepada Bank Indonesia Padang untuk melakukan penjaminan kredit UMKM. Namun pelaksanaannya saat itu belum dimungkinkan karena berbagai faktor diantaranya belum adanya lembaga penjamin kredit, kejelasan aspek hukum dari keterlibatan Pemda dalam program penjaminan, dsb. Untuk itulah diperlukan kajian yang mendalam terhadap kemungkinan keterlibatan Pemda dalam program penjaminan kredit UMKM dari aspek kemampuan finansial Pemda, aspek hukum/regulasi dan kelembagaan serta aspek infrastruktur yang tersedia untuk mendukung keterlibatan Pemda. 2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Melakukan pemetaan kemampuan keuangan pemerintah daerah di Sumatera Barat yang mampu menjalankan program penjaminan UMKM. 2. Melakukan identifikasi program penjaminan kredit UMKM yang dimungkinkan oleh ketentuan yang berlaku dengan melibatkan peran pemerintah daerah seiring dengan meningkatnya kapasitas keuangan publik. 3. Metode Penelitian Penelitian bersifat eksploratory research, yang bertujuan untuk melihat kemungkinan penggunaan dana APBD dalam rangka program penjaminan kredit UMKM. Untuk menjawab tujuan penelitian 1, analisis yang dilakukan adalah analisis kuantitatif terhadap kemampuan keuangan pemerintah daerah. Sumber data yang diperlukan untuk analisis ini adalah APBD, Laporan Realisasi APBD, laporan keuangan pemda, serta data makroekonomi lainnya. Untuk menjawab tujuan penelitian 2, yang dilakukan adalah analisis kualitatif dengan melakukan kajian analisis hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku terutama 1 Studi ini merupakan kerjasama penelitian antara Kantor Bank Indonesia Padang dengan Pusat Studi Keuangan Daerah Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
2 UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU Keuangan Negara serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Sumber data untuk melakukan analisis ini adalah peraturan-peraturan, studi literatur dan diskusi kelompok dengan Biro Perekonomian dan Biro Keuangan Pemda. Kemampuan keuangan daerah dapat dipetakan (di-mapping) dengan menggunakan berbagai indikator berikut, antara lain indikator Pendapatan Asli Daerah (PAD), indikator jumlah belanja yang bebas digunakan. Selain itu, klasifikasi kapasitas fiskal daerah yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan juga dapat digunakan untuk memetakan kemampuan keuangan Pemda. Lokasi penelitian secara umum adalah Propinsi Sumatera Barat. Namun dalam rangka menggali informasi yang terkait dengan aspek hukum, kelembagaan dan komitmen daerah, maka dipilih dua daerah yaitu Kabupaten Solok dan kota Bukittinggi. 4. Hasil Penelitian 4.1. Pemetaan Kemampuan Keuangan Daerah Peta Kemampuan Keuangan Pemda Menurut Jumlah Belanja Yang Bebas Digunakan Belanja yang bebas digunakan dapat diartikan sebagai belanja yang pengalokasiannya menjadi kewenangan daerah. Tidak seluruh pendapatan daerah bebas digunakan. Sebab ada pendapatan daerah yang berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) yang hanya boleh digunakan untuk bidang yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Pendapatan yang bebas dibelanja Pemda adalah yang berasal dari PAD, Dana Alokasi Khusus, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dari Pemerintah Pusat serta Bagi Hasil Pajak dari Propinsi (untuk Pemerintah Kabupaten/Kota). Demikian juga di sisi belanja, ada yang sudah menjadi kewajiban Pemda untuk membayarnya, seperti gaji pegawai negeri sipil daerah, bunga hutang, bagi hasil dan bantuan keuangan untuk pemerintahan otonom dibawahnya (dari Propinsi ke Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten ke Desa/Nagari). Belanja yang bebas digunakan merupakan selisih dari pendapatan yang bebas digunakan (penerimaan umum daerah) dengan belanja wajib. Untuk membandingkan kemampuan keuangan daerah yang satu dengan yang lainnya dari sudut pandang belanja yang bebas digunakan dipakai tiga indikator: 1. Jumlah dana yang bebas digunakan (untuk jumlah diatas 200 milyar diberi skor 3, jumlah antara milyar diberi skor 2 dan dibawah 100 milyar diberi skor 1) 2. Prosentase dana yang bebas digunakan terhadap penerimaan umum daerah (di atas 40% diberi skor 3, antara 25-40% diberi skor 2, dibawah 25% diberi skor 1). 3. Jumlah dana yang bebas digunakan per kapita (di atas 1 juta diberi skor 3, antara 500 ribu sampai 1 juta diberi skor 2 dan dibawah 500 ribu diberi skor 1). Kemudian skor masing-masing daerah untuk ketiga indikator dijumlahkan. Bagi yang berjumlah 7-9 diberi klasifikasi tinggi, yang berjumlah antara 5-6 diberi skor sedang, dan yang berjumlah antara 3-4 diberi skor rendah. Data yang digunakan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2007 seluruh pemda di Sumatera Barat. APBD merefleksikan rencana pendapatan yang akan diterima daerah serta rencana belanja daerah tahun Meskipun baru berupa rencana, namun untuk item pendapatan dan belanja tertentu bisa dikatakan sangat reliable (tinggi kepastiannya) karena sudah menjadi komitmen, seperti
3 pendapatan dari dana perimbangan dan belanja pegawai. Penerimaan Umum Daerah (PUD) hampir bisa diprediksi realisasinya mendekati 100%, demikian juga Belanja Wajib yang merupakan belanja PNS daerah. Artinya perkiraan belanja yang bebas digunakan daerah di tahun 2007 dapat digunakan untuk memetakan kemampunan keuangan daerah. Adapun hasil dari klasifikasi dengan cara ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Peta kemampuan keuangan daerah 2007 Menurut Belanja Bebas Digunakan Penerimaan Belanja Belanja Bebas Digunakan Klasifikasi No Pemerintah Daerah Umum (Rp.Juta) Wajib (Rp.Juta) Jumlah (Rp. Juta) % Perkapita (Rp) 1 Prop. Sumbar 1,106, , , % 88,769 Tinggi 2 Kab. 50 Kota 378, ,578 77, % 237,022 Rendah 3 Kab. Agam 422, ,799 85, % 201,349 Rendah 4 Kab. Kep.Mentawai 285, , , % 2,425,673 Tinggi 5 Kab. Pdg. Pariaman 389, ,069 91, % 239,178 Rendah 6 Kab. Pasaman 302, , , % 436,799 Sedang 7 Kab. Pesisir Selatan 423, , , % 415,285 Sedang 8 Kab. S.Lunto/Sijun. 281, , , % 533,606 Sedang 9 Kab. Solok 363, , , % 400,349 Sedang 10 Kab. Tanah Datar 386, , , % 343,379 Sedang 11 Kota Bukittinggi 263, ,165 88, % 867,229 Sedang 12 Kota Padang Panjang 193, ,664 84, % 1,671,511 Tinggi 13 Kota Padang 725, , , % 301,770 Sedang 14 Kota Payakumbuh 241, , , % 1,045,235 Tinggi 15 Kota Sawahlunto 209, ,065 91, % 1,725,881 Tinggi 16 Kota Solok 210, ,220 97, % 1,752,908 Tinggi 17 Kota Pariaman 229, , , % 1,733,158 Tinggi 18 Kab. Pasaman Barat 326, , , % 427,346 Sedang 19 Kab. Dharmasraya 261, , , % 608,125 Sedang 20 Kab. Solok Selatan 208, , , % 784,240 Tinggi Rata-rata Kab/Kota Sumbar 36.7% Rata-rata Propinsi di Indonesia 55.6% Rata-rata Kabupaten/Kota di Indonesia 40.5% Sumber: Diolah dari data yang disediakan Ditjen Perimbangan Keuangan Depkeu RI. Berdasarkan klasifikasi tersebut dari 20 Pemda di Sumatera Barat (termasuk Pemerintah Propinsi) terdapat 8 Pemda dengan klasifikasi kemampuan keuangan tinggi dan 3 Pemda dengan klasifikasi rendah, sedangkan 9 Pemda lainnya dengan klasifikasi sedang. Klasifikasi ini adalah kemampuan keuangan relatif antar Pemda se Sumbar. Kalau dibandingkan rata-rata Indonesia, dalam hal prosentase jumlah belanja yang bebas digunakan terhadap penerimaan umum daerah, Pemda di Sumbar berada di bawah rata-rata. Propinsi Sumbar memiliki prosentase sebesar 37,2% sedangkan rata-rata Pemerintah Propinsi se Indonesia adalah 55,6%. Kabupaten/Kota se Sumbar memiliki prosentase rata-rata sebesar 36,7% sedangkan rata-rata Kabupaten/Kota se Indonesia adalah 40,5%. Peta Kapasitas Fiskal Daerah Versi Departemen Keuangan Sebagai pembanding bagi hasil klasifikasi di atas dapat dilihat peta kapasitas fiskal versi departemen keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.02/2006
4 Tentang Peta Kapasitas Fiskal Dalam Rangka Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah Dalam Bentuk Hibah. Penghitungan kapasitas fiskal masing-masing Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam Permenkeu tersebut didasarkan pada formula sebagai berikut : KF ( PAD + BH + DAU + LP) BP = JumlahPendudukMiskin Dimana KF = Kapasitas Fiskal, PAD = Pendapatan Asli Daerah, BH = Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam), DAU = Dana Alokasi Umum, LP = Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah kecuali Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, Dana Pinjaman dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi, BP = Belanja Pegawai; Jumlah penduduk miskin = Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS Pusat tahun terakhir. Kemudian untuk masing-masing daerah dihitung indeks yang merupakan pembagian antara kapasitas fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh daerah. Lalu daerah yang indeks kapasitas fiskalnya lebih dari atau sama dengan 2 akan termasuk kategori daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi. Daerah dengan indeks antara 1 dan 2 (1 indeks<2) termasuk kategori kapasitas fiskal tinggi. Daerah dengan indeks antara 0,5 atau sama dengan 0,5 sampai dengan 1 (0,5 indeks<1) termasuk kategori kapasitas fiskal sedang. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya kurang dari 0,5 (indeks<0,5) termasuk kategori kapasitas fiskal rendah. Adapun peta kapasitas fiskal Pemerintah Daerah di Sumatera Barat menurut PMK ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Kemampuan Keuangan Pemda Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.02/2006 No Pemerintah Daerah Klasifikasi 1 Prop. Sumbar Rendah 2 Kab. 50 Kota Rendah 3 Kab. Agam Rendah 4 Kab. Kep.Mentawai n.a. 5 Kab. Pdg. Pariaman Rendah 6 Kab. Pasaman Rendah 7 Kab. Pesisir Selatan Rendah 8 Kab. S.Lunto/Sijun. Sedang 9 Kab. Solok Rendah 10 Kab. Tanah Datar Sedang 11 Kota Bukittinggi Sangat Tinggi 12 Kota Padang Panjang Sangat Tinggi 13 Kota Padang Sedang 14 Kota Payakumbuh Sangat Tinggi 15 Kota Sawahlunto Sangat Tinggi 16 Kota Solok Sangat Tinggi 17 Kota Pariaman Sangat Tinggi 18 Kab. Pasaman Barat Rendah 19 Kab. Dharmasraya Sedang 20 Kab. Solok Selatan Rendah Sumber: Departemen Keuangan RI.
5 Peta kapasitas fiskal menurut Permenkeu kurang merefleksikan kemampuan keuangan dalam bentuk jumlah rupiah yang bebas digunakan oleh Pemerintah Daerah. Peta kapasitas fiskal di atas memang secara spesifik ditujukan untuk mengarahkan penerusan pinjaman luar negeri ke daerah dalam bentuk hibah ke daerah. Daerah dengan kapasitas fiskal rendah diprioritaskan untuk menerima hibah tersebut. Kemampuan Keuangan Untuk Program Penjaminan Peta kemampuan keuangan daerah dipandang dari sisi jumlah belanja yang bebas digunakan tidak sepenuhnya merefleksikan kemampuan keuangan untuk terlibat program penjaminan. Meskipun disebut sebagai belanja yang bebas digunakan, namun Pemda masih punya keharusan untuk memprioritasan belanjanya untuk sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Bahkan untuk bidang pendidikan sudah diharuskan oleh UUD 1945 untuk mengalokasikan belanja minimum 20% dari total APBD. Demikian juga untuk bidang kesehatan, meskipun tidak ada keharusan untuk belanja dengan prosentase tertentu, namun target standar pelayanan minimal membuat Pemda juga harus mengalokasikan tidak kurang dari 10% untuk bidang ini. Apalagi bidang infrastruktur adalah merupakan bidang yang paling disorot masyarakat karena hasilnya langsung dirasakan. Tabel 3. Jumlah Belanja Yang Bebas Digunakan Tahun No Pemerintah Daerah Belanja Bebas (Rp) 1% Belanja Bebas (Rp) 1 Prop. Sumbar 411,189,354,761 4,111,893,548 2 Kota Padang 247,380,465,716 2,473,804,657 3 Kab. Pesisir Selatan 178,426,042,425 1,784,260,424 4 Kab. Kep.Mentawai 160,899,756,421 1,608,997,564 5 Kab. Solok 139,036,384,111 1,390,363,841 6 Kab. Pasaman Barat 137,757,448,019 1,377,574,480 7 Kota Pariaman 121,938,073,714 1,219,380,737 8 Kab. Tanah Datar 114,777,024,751 1,147,770,248 9 Kota Payakumbuh 108,792,274,546 1,087,922, Kab. Pasaman 108,732,388,066 1,087,323, Kab. Dharmasraya 103,592,197,589 1,035,921, Kab. S.Lunto/Sijun. 102,984,288,271 1,029,842, Kab. Solok Selatan 100,864,217,645 1,008,642, Kota Solok 97,784,229, ,842, Kab. Pdg. Pariaman 91,318,789, ,187, Kota Sawahlunto 91,173,126, ,731, Kota Bukittinggi 88,903,940, ,039, Kab. Agam 85,928,933, ,289, Kota Padang Panjang 84,041,924, ,419, Kab. 50 Kota 77,554,169, ,541,692 Jumlah 26,530,750,286 Sumber: Diolah dari data yang disediakan Ditjen Perimbangan Keuangan Depkeu RI. Untuk bidang pengembangan UMKM, tidak ada aturan yang mengharuskan Pemda untuk membelanjakan prosentase tertentu dari pendapatannya. Untuk itu sangat
6 sulit menghitung kemampuan keuangan Pemda untuk ikut terlibat program penjaminan UMKM. Namun jika diasumsikan daerah memiliki komitmen yang sama untuk dapat mengalokasi 1% dari belanja bebasnya tiap tahun untuk program penjaminan, maka untuk keseluruhan Pemda di Sumbar diperkirakan tersedia dana sejumlah Rp. 26,5 milyar per tahunnya. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk memulai sebuah program penjaminan kredit UMKM. Namun jika di masingmasing daerah dibentuk Lembaga Penjaminan Kredit (LPK), maka sulit bagi Pemda untuk memenuhi modal awal Rp. 10 milyar dalam satu tahun anggaran. Pemerintah Propinsi saja diperkirakan memerlukan waktu 2,5 tahun anggaran untuk dapat memenuhi modal tersebut (lihat tabel 3) Komitmen Pemda Untuk Program Penjaminan Kredit: Studi di Kabupaten Solok dan Kota Bukittinggi. Kabupaten Solok Kabupaten Solok, yang dikategorikan oleh Departemen Keuangan sebagai salah daerah dengan kapasitas fiskal rendah ternyata memiliki komitmen yang tinggi dalam meningkatkan akses UMKM terhadap perbankan. Dari wawancara dengan Kabag Perekonomian Kabupaten terungkap bahwa akumulasi investasi Pemda Kabupaten Solok pada tahun 2007 di Bank Nagari sudah mencapai sekitar Rp. 11 milyar (Rp. 2 milyar pada tahun 2007 saja), sedangkan di tujuh BPR sudah mencapai Rp. 1,75 Milyar. Ditambah lagi dengan Dana Revolving sekitar Rp. 2 milyar. Kesemua ditujukan untuk membuka akses UMKM terhadap permodalan. Informasi ini memperlihatkan bahwa komitmen yang tinggi untuk mengembangkan UMKM menggiring Pemda untuk mengalokasi belanja bebasnya dalam jumlah yang cukup tinggi. Dari perhitungan sebelumnya didapatkan bahwa kalau saja Solok memiliki komitmen untuk mengalokasikan 1% belanja bebasnya untuk program penjaminan UMKM maka jumlahnya untuk tahun anggaran 2007 hanya Rp. 1,4 milyar. Pada kenyataannya di tahun 2007 saja Pemda Kabupaten Solok melakukan investasi di Bank Nagari dan BPR senilai Rp. 3,7 milyar dalam rangka pemberian kredit untuk UMKM dengan berbagai cara selain penjaminan. Belum ada program penjaminan kredit UMKM di Kabupaten Solok, baik yang dilakukan oleh Pemda maupun oleh swasta. Pemda Kabupaten Solok pernah berencana untuk memberikan penjaminan bagi kredit UMKM, bahkan sudah dimasukkan ke RAPBD. Namun kemudian di sebuah diskusi yang melibatkan anggota DPRD terungkap bahwa ada pasal di UU 33/2004 yang tidak membolehkan Pemda untuk menjamin pinjaman pihak lain (akan dibahas di bagian selanjutnya). Untuk meyakinkan hal itu, Pihak BPKD kemudian melakukan konsultasi ke BPK dan Depdagri sampai akhirnya disimpulkan bahwa Pemda tidak boleh terlibat secara langsung dalam program penjaminan. Kalaupun akan terlibat harus lewat organisasi di luar Pemda seperti lewat Perusahaan Daerah atau kerjasama dengan lembaga swasta. Ada sekitar 4449 UMKM di Kabupaten Solok. Dari jumlah tersebut diperkirakan hanya 10% saja yang terkait dengan kredit perbankan. Artinya, masih banyak UMKM yang harus dibantu aksesnya terhadap permodalan di perbankan. Dari diskusi juga terungkap bahwa setoran modal minimum sebesar Rp. 10 milyar yang diperlukan untuk mendirikan sebuah LPK yang berbentuk Perusahaan Daerah ataupun Koperasi tidak akan menjadi masalah sepanjang ada dukungan dari
7 segenap stakeholder daerah termasuk DPRD. Jika dibandingkan jumlah tersebut dengan total investasi/penyertaan modal daerah di Bank Nagari yang sudah mencapai Rp. 11 milyar, tentunya terlihat bahwa daerah punya kemampuan keuangan untuk itu. Kabupaten Solok Pemerintah kota Bukittinggi telah mengucurkan dana sebesar Rp 12,112 milyar sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2007 ini, untuk membantu permodalan KUMKM dalam rangka mendorong dan mengembangkan usaha. Akan tetapi monitoring dan evaluasi pergerakan dana ini belum dapat dilakukan secara optimal. Sehingga belum dapat terukur dengan baik tingkat keberhasilan atau hasil yang telah dicapai dari kebijakan ini. Secara finansial, Pemda Kota Bukittingi memiliki kemampuan untuk mendukung program penjaminan kredit UMKM. Hal ini terlihat dari klasifikasi kemampuan keuangan yang tergolong sangat tinggi menurut versi Departement Kuangan dan sedang menurut jumlah belanja yang bebas digunakan. Kemampuan keuangan Kota Bukittinggi juga terlihat cukup tinggi dari jumlah rencana investasi/penyertaan modal daerah dalam bentuk deposito di APBD 2007, yaitu sebesar Rp 45 milyar Alternatif Keterlibatan Pemda Dalam Program Penjaminan: Tinjauan Aspek Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu urusan wajib bagi daerah menurut pasal 13 dan 14 adalah fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. Kemudian diuraikan lebih detail dalam PP 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, khususnya pada Lampiran O tentang pembagian urusan pemerintahan bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dijelaskan bahwa salah satu urusan Pemda adalah fasilitasi akses penjaminan dalam penyediaan pembiayaan bagi UKM di tingkat kabupaten/kota meliputi: kredit perbankan, penjaminan lembaga bukan bank, dll. Peraturan di atas memperjelas bahwa fasilitasi penjaminan kredit bagi UMKM adalah tugas Pemerintah Daerah. Berhadapan dengan peraturan di atas, terdapat peraturan perundang-undangan yang melarang Pemda untuk memberikan jaminan terhadap pinjaman adalah Undang Undang (UU) 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Pasal 55 yang berbunyi sbb: (1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. (2) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah. Kemudian ditegaskan lebih lanjut di Peraturan Pemerintah (PP) 54/2005 Tentang Pinjaman Daerah di pasal 4, yang berbunyi sbb: (1) Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. (2) Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Pemda sebagai pihak yang tidak diperbolehkan memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain tentunya sebagai sebuah unit organisasi. Artinya seluruh organisasi Pemda yang beroperasi dengan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) mulai dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas, Badan, Kantor dan UPT Daerah, tidak diperbolehkan sebagai pihak yang memberikan jaminan. Selain organisasi, aset dan
8 anggaran yang dikelola oleh Pemerintah Daerah tentunya juga tidak diperbolehkan dijadikan jaminan bagi pinjaman pihak lain. Pihak lain yang dimaksud pada ayat 1 kedua aturan tersebut adalah individu/lembaga di luar Pemda, tentunya termasuk UMKM, Perusahaan Milik Daerah/Negara ataupun Swasta, dan lembaga lainnya. Dilarangnya Pemda sebagai institusi untuk menjamin, tidak berarti sebagai larangan bagi Pemda untuk terlibat secara tidak langsung dan menggunakan APBD dalam program penjaminan. Artinya Pemda dapat saja terlibat secara tidak langsung lewat lembaga di luar Pemda dalam program penjaminan UMKM. Alternatif keikutsertaan Pemda secara finansial dalam program penjaminan kredit UMKM dapat dilihat dari sisi belanja dan dari sisi pembiayaan. Pemda tidak diperbolehkan menggunakan APBD secara langsung dalam program/kegiatan penjaminan. Artinya tidak boleh ada kegiatan di unit kerja apapun di Pemda yang salah satu jenis belanjanya adalah untuk membayar sejumlah kredit macet UMKM. Namun Pemda memiliki alternatif di jenis belanja subsidi untuk dapat terlibat secara tidak langung dalam program penjaminan, sebagaimana diatur PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, pada pasal 27, ayat 5 huruf e dijelaskan sbb: Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak Pasal tersebut memberi ruang bagi Pemda untuk terlibat dalam program penjaminan dengan menyediakan subsidi bunga dan fee penjaminan/asuransi kredit bagi UMKM, agar tingkat bunga bank ditambah dengan fee penjaminan/asuransi kredit terjangkau oleh UMKM, sebagaimana juga dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Bisnis Indonesi, 29 Oktober 2007). Pemerintah Pusat pada tahun anggaran 2007 mengalokasi anggaran untuk program penjaminan dengan pola subsidi atas premi asuransi senilai Rp 24 milyar dengan total anggaran untuk subsidi premi ini sampai tahun 2009 berjumlah Rp 423 milyar. Untuk pelaksanaan program ini pemerintah berkerjasama dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT Askrindo. Terdapat alternatif bagi Pemda untuk terlibat secara tidak langsung dalam program penjaminan. Pemda dapat melakukan penyertaan modal/investasi, sebagaimana diatur oleh PP 58/2005. Pemda diperbolehkan untuk melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya (pasal 116). Investasi jangka panjang yang dimaksud dapat berupa investasi permanen antara lain kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (penjelasan pasal 118 ayat 2, PP 58/2005). 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Sistem penjaminan kredit bagi UMKM memang penting untuk dikembangkan di Indonesia termasuk di Sumatera Barat, karena begitu banyaknya jumlah UMKM yang belum dapat mengakses kredit perbankan. Meskipun Pemerintah (baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/Kota) telah punya berbagai skim kredit untuk UMKM baik yang disalurkan sendiri oleh Pemerintah, maupun yang disalurkan oleh perbankan dengan sistem chanelling ataupun executing, namun itu jauh dari cukup untuk mengakomodasi kebutuhan UMKM.
9 Secara finansial, dilihat dari peta kemampuan keuangan, Pemda-pemda di Sumatera Barat memiliki kapasitas untuk ikut terlibat dalam program penjaminan secara bersama-sama. Hal ini terlihat dari jumlah belanja yang dapat digunakan secara bebas oleh Pemda. Hanya dengan 1% saja dari jumlah belanja yang bebas digunakan, Pemdapemda se Sumbar secara bersama-sama dapat membelanjakan Rp 26 milyar per tahun. Bahkan secara sendiri-sendiri, jika diperhatikan APBD 2007nya Pemda tertentu di Sumbar melakukan investasi/penyertaan modal daerah dalam jumlah yang cukup besar. Meskipun secara finansial Pemda di Sumbar secara bersama-sama (i) memiliki kemampuan untuk mendirikan dan mendukung beroperasinya LPK daerah dan (ii) aturan pengelolaan keuangan memungkinkan Pemda untuk membelanjakan APBDnya bagi program penjaminan lewat LPK daerah yang berada diluar organisasi Pemda, namun izin operasionalnya masih tersangkut dengan peraturan Menteri Keuangan yang untuk sementara menghentikan penambahan perusahaan penjamin kredit di Indonesia. Selain itu berbagai kelayakan teknis operasional bagi berjalannya LPK daerah tentu juga bukan hal yang mudah. Dalam pendirian lembaga penjaminan perlu diperhatikan berbagai faktor seperti kesinambungan lembaga penjamin, kesiapan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah, serta berbagai aturan operasional lembaga penjamin. Bagi Pemerintah Daerah, pilihan yang paling mungkin dan dapat segera dimulai adalah kerjasama penjaminan dengan perusahaan penjamin yang sudah ada. Pemda dapat bertindak sebagai pihak yang mensubsidi fee penjaminan atas kredit UMKM yang dijaminkan, dan melakukan investasi/penyertaan modal sejauh memungkinkan secara finansial. Namun kedepan, perlu diperjuangkan alternatif untuk mendirikan LPK daerah dengan payung Perusahaan Daerah atau Koperasi ataupun Yayasan, sebagai organisasi yang berada di luar organisasi Pemda. Kalau nanti sudah memungkinkan untuk beroperasi, disarankan Pemda Kabupaten/Kota tidak membentuk LPK Daerah secara sendirisendiri. Sebaiknya Pemda Propinsi dan Pemda Kabupaten/Kota secara bersama-sama mendirikan LPK Daerah, disebabkan diperlukannya modal setor yang cukup tinggi serta komitmen berkelanjutan dari seluruh Pemda untuk mendukung operasional LPK Daerah tersebut.
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DALAM RANGKA PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH DALAM BENTUK
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DALAM RANGKA PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH DALAM BENTUK HIBAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci224/PMK.07/2008 PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH
224/PMK.07/2008 PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH Contributed by Administrator Friday, 19 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.07/2008 TENTANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1321, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Kapasitas Fiskal. Daerah. Peta. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226 /PMK.07/2012 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinci2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g
No.338, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Fiskal Daerah. Kapasitas. Peta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG
NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR PADA PT. BANK NAGARI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/PMK.07/2014 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/PMK.07/2014 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinci2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah
No.400, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Fiskal Daerah. Peta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /PMK.07/2016 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran
Lebih terperinciBUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT TAHUN 2013-2016 DENGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam
Lebih terperinciBUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PADANG PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD
BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 6 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 6 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016
BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SOLOK SELATAN DENGAN
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT TAHUN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas lebih mendalam tentang teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi
BAB V PENUTUP Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi fiskal secara umum terlihat sangat membebani neraca keuangan dan pembangunan Kabupaten/Kota se Provinsi Sumatera Barat.
Lebih terperinciAPBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN
APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN korantangerang.com DPRD Banten mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) i Banten 2013 mencapai Rp6,052 triliun. Pengesahan APBD 2013 tersebut dilakukan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS
PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PARIAMAN PADA PT. BALAIRUNG CITRAJAYA SUMBAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,
Lebih terperinciNOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN
Lebih terperinciGrafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016
BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber
Lebih terperinciKAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR
KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: WIBYCA FUISYANUAR L2D 003 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciBAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
(RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang digunakan oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PT. BALAIRUNG CITRAJAYA SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2016
BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciK E P U T U S A N PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 12 /KEP.PIMP/ 2004 T E N T A N G
K E P U T U S A N PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH NOMOR : 12 /KEP.PIMP/ 2004 T E N T A N G PEMBERIAN BELANJA OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN KEPADA KOMISI-KOMISI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. BANK SULTENG
PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. BANK SULTENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai
Lebih terperinciTENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DALAM RANGKA PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH DALAM BENTUK HIBAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 153/PMK.07/2007 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DALAM RANGKA PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH DALAM BENTUK HIBAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa
Lebih terperinci3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode
No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 SALINAN WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir akhir ini membawa dampak
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT,
KEPUTUSAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 22 / SB / 2011 TENTANG PERSETUJUAN PROVINSI SUMATERA BARAT TERHADAP RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciWALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE
SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinci- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG
- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI KEPADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK BOYOLALI DENGAN
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM)
PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG SERI E PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR KEPADA PT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 93 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PADANG PADA PERSEROAN TERBATAS (PT) BALAIRUNG CITRAJAYA SUMBAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
- 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum
Lebih terperincikapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:
Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009
No. Urut: 05 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton
LAMPIRAN III. A ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 1 Kab. Pasaman 13,31 14,97 9,98 6,65 5,82 9,15 9,98 6,65 8,33 4,99 9,98 7,49 107,30 2 Kab. Pasaman Barat 26,61 153,03 27,45 26,61
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang
Lebih terperinciAPBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018
APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG DANA CADANGAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN PEMILIHAN WALIKOTA BANJARMASIN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
kz PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG PADA PERSEROAN TERBATAS (PT) BANK KALIMANTAN BARAT KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciLampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah).
Lampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Lampung Tahun 1996-2012 (Juta Rupiah). KAB/KOTA 1996 1997 1998 1999 2000 LAMPUNG BARAT 216,288.15 228,209 240,651 254,944 269,325.00 LAMPUNG SELATAN 959,282.71
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA KEPADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciQANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI
QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI DAERAH PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKeuangan Kabupaten Karanganyar
Keuangan Kabupaten Karanganyar Realisasi Pendapatan 300,000 250,000 255,446 200,000 150,000 119,002 100,000 50,000 22,136 7,817 106,490 0 2009 2010 2011 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2012 2013 2014 2,015 Pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
Lebih terperinciLampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK
Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 2 (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Gresik Laporan Realisasi Anggaran (APBD) Tahun Anggaran 2011 Uraian Anggaran 2011 Realisasi 2011 Pendapatan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR I. UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 3 TAHUN 2013 T E N T A N G
BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 3 TAHUN 2013 T E N T A N G PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,
.0 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA PERUSAHAAN DAERAH ANEKA USAHA
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA PENDANAAN 3.1 Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Pengelolaan pendapatan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang Undang mor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Lebih terperinci3.2.1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 1 Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam
Lebih terperinciBUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinciImplementasi PMK 257/PMK. 07/2015. Oleh Dr. Hefrizal Handra Universitas Andalas Padang
Implementasi PMK 257/PMK. 07/2015 Oleh Dr. Hefrizal Handra Universitas Andalas Padang Outline - Tantangan Penerapan PMK - Kasus jumlah Desa+Kelurahan - Sistematika Penerapan PMK - Perhitungan Kemampuan
Lebih terperinciPENERUSAN PINJAMAN DAERAH. Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan
PENERUSAN PINJAMAN DAERAH Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan DASAR HUKUM PENERUSAN PINJAMAN/HIBAH KEPADA DAERAH UU NO. 25 Thn 1999 Tentang Perimbangan
Lebih terperinciV. PEMBINAAN BANK NAGARI TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DI SUMATERA BARAT. Lembaga keuangan non formal yang bergerak dibidang simpan pinjam
V. PEMBINAAN BANK NAGARI TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DI SUMATERA BARAT 5.1. Sejarah Singkat Lumbung Pitih Nagari Lembaga keuangan non formal yang bergerak dibidang simpan pinjam telah ada jauh sebelum
Lebih terperinci