PERAN HAKIM SEBAGAI PEMBAHARU HUKUM DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG Oleh: Drs. H. Endang Ali Ma sum, SH, MH*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN HAKIM SEBAGAI PEMBAHARU HUKUM DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG Oleh: Drs. H. Endang Ali Ma sum, SH, MH*"

Transkripsi

1 A. PENDAHULUAN PERAN HAKIM SEBAGAI PEMBAHARU HUKUM DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG Oleh: Drs. H. Endang Ali Ma sum, SH, MH* Terinspirasikan oleh konsep Roscoe Pound ( ), law as a tool of social engineering, Prof. Mochtar Kusumaatmadja memperkenalkan ungkapan hukum sebagai sarana pembaharuan. Gagasan ini bak gayung bersambut mendapat dukungan dari para pemikir hukum papan atas seperti Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekanto (UI), Prof. Sunaryati Hartono (UNPAD), Prof. Satjipto Rahardjo (UNDIP). Prof. Sutandyo (UNAIR), dan lain-lain. Dalam teori Ruscou Pound tersebut, sebagaimana dikutip oleh Mochtar Kusumaatmadja, hukum dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan. Pengalaman menunjukkan bahwa di Amerika Serikat terutama setelah dilaksanakannya New Deal mulai tahun tigapuluhan, hukum dipergunakan sebagai alat untuk mewujudkan perubahan-perubahan di bidang sosial. Peranan hukum dalam bentuk keputusan-keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam mewujudkan persamaan hak bagi warga yang berkulit hitam merupakan contoh yang paling mengesankan dari peranan progresif yang dapat dimainkan oleh hukum dalam masyarakat. 1 Maskipun rumusan pembaharuan hukum Prof. Muchtar Kusumaatmaja merupakan turunan dari konsep Pound, namun terdapat perbedaan antara keduanya. Konsep Pound tidak terlepas dari prinsip judge made law sebagai sumber utama kaidah hukum Amerika yang menganut cammon law system. Karena itu, makna law dalam law as a tool of social engineering adalah hukum yang dibuat oleh hakim (judge made law). Dalam konsep Pound, hakim berperan sebagai pembaharu masyarakat. Sedangkan dalam konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, sumber utama kaidah hukum adalah undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Itulah sebabnya, arti hukum lebih cenderung terhadap undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Namun demikian, pendekatan *Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Banten. 1 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan,Bandung: Alumni, 2002, hal

2 ini tidak mengabaikan putusan hakim atau peran hakim dalam pembaharuan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Prof. Bagir Manan, mantan Ketua Mahkamah Agung, putusan hakim atau yurisprudensi berperan sangat penting dalam kebijakan atau politik hukum yang selalu memasukkan pengadilan sebagai salah satu obyek pembangunan hukum. 2 Selain itu, hukum merambah pada sistem hukum meliputi berbagai sub sistem hukum lain seperti pendidikan hukum, profesi hukum, penegak hukum, proses penegakan hukum, dan lain-lain. Persamaannya, baik konsep Pound maupun konsep Mochtar Koesumaatmadja, meletakkan hukum sebagai sarana dan instrumen (pembahàruan) sosial. 3 Pada sisi lain, kondisi pengadilan dan peradilan di Indonesia tidak dalam kondisi memuaskan, karena masih terdengarnya mafia hukum, para calo perkara masih gentayangan di lembaga peradilan yang membuat daftar hitam penegakan hukum di negeri ini. Dalam ungkapan Prof. Satjipto Rahardjo, Indonesia adalah Negara baru yang beberapa dekade terakhir dilanda krisis besar. Mahkamah Agung dan pengadilanpengadilan di bawahnya mendapat sorotan yang sangat keras dari masyarakat yang merasa tidak puas oleh putusan-putusan yang dibuat serta perilaku para pejabat pengadilan. 4 Dari sini diperlukan adanya hakim yang memiliki integritas, kejujuran dan tekad kuat untuk melakukan pembaharuan hukum guna menciptakan pradilan yang agung dan memulihkan lembaga pelaksana tugas yudisial tersebut menjadi pengadilan yang berwibawa, professional dan akuntabel sesuai visi Mahkamah Agung: Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung. 5 Dari ungkapan yang dikemukakan di atas, lahir suatu permasalahan: 1. Apakah hakim mampu berperan sebagai Pembaharu hukum? 2. Apakah pembaharuan hukum yang dilakukan oleh hakim dapat mewujudkan peradilan yang agung. B. HAKIM SEBAGAI PEMBAHARU HUKUM hal Bagir Manan, Hakim Sebagai Pembaharu Hukum, dalam Varia Peradilan No. 254 Januari 2007, 3 Idem. 4 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progrsif, Jakarta: Kompas Penerbit Buku, 2010, hal Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan , Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010, hal

3 Kata Pembaharu merupakan pelaku atau pengawal dari proses pembaharuan. Sedangkan kata pembaharuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai proses, cara, perbuatan membaharui. Membaharui itu sendiri menurut KBBI bermakna 1) memperbaiki supaya menjadi baru, 2) mengulangi sekali lagi, memulai lagi, dan 3) mengganti dengan yang baru, memodernkan. 6 Bila dikaitkan dengan kata hukum maka akan muncul frasa yang berbunyi: proses pelaksanaan pembaharuan hukum melalui cara memperbaiki, memodernkan, atau mengganti dengan yang baru. Untuk pembaharuan hukum, menurut Satjipto Rahardjo, ada yang menggunakan istilah pembangunan hukum, perubahan hukum, pembinaan hukum, atau modernisasi hukum. Terakhir banyak pula yang menggunakan istilah reformasi hukum sebagai terjemahan dari legal reform. 7. Soetandyo Wignjosoebroto 8 membedakan pembaharuan hukum dalam arti legal reform dengan pembaharuan hukum dalam arti law reform. Pembaharuan hukum dalam arti legal reform diperuntukkan bagi masyarakat di mana hukum hanya sebagai subsistem dan berfungsi sebagai tool of social enginering semata. Hukum hanya menjadi bagian dari proses politik yang mungkin juga progresif dan reformatif. Pembaharuan hukum hanya berarti sebagai pembaharuan undang-undang. Sebagai proses politik, pembaharuan hukum hanya melibatkan pemikiran kaum politis dan sedikit kaum elit professional yang memiliki akses lobi. Sedangkan pembaharuan hukum dalam arti law reform, hukum bukan hanya urusan para hakim dan penegak hukum saja, melainkan juga urusan publik secara umum. Mungkin saja hukum telah dibuat dalam bentuk undang-undang, tetapi undang-undang itu tidak bersifat sakral di atas segala-galanya. Dalam konsep ini hukum adalah produk aktivitas politik rakyat yang berdaulat, yang digerakkan oleh kepentingan rakyat yang berdaulat yang mungkin saja diilhami oleh kebutuhan ekonomi, norma sosial, atau nilai-nilai ideal kultur rakyat itu sendiri. 6 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hal Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, hal Soetandyo Wignjosoebroto, Pembaharuan Hukum MasyarakatIndonesia Baru, dalam Donny Donardono, Wacana Pembaharuan Hukum di Indonesia, Jakarta: Ford Foundation & HuMa, 2007, hal

4 Pengertian Soetandyo Wignjosoebroto tentang law reform ini nampak rasional dan dapat diterima akal sehat, manakala dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini memberi amanat kepada hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Frasa menggali, mengikuti, dan memahami memberi arti bahwa nilai-nilai hukum dimaksud belum tampak di permukaan, tegasnya tidak dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Pada sisi inilah hakim dapat memerankan fungsinya sebagai pembaharu hukum dengan cara: Pertama, menggali hukum yang tidak tercantum secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai keadilan yang lahir dari kehidupan masyarakat. Kedua, mengikuti norma dan kaidah hukum tidak tertulis yang berkembang di masyarakat sekaligus memperhatikan nila-nilai keadilannya. Ketiga, memahami norma hukum dan kaidah keadilan yang tumbuh subur dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada tiga fungsi hakim dalam memutus suatu perkara menurut hukum yakni: 1) menerapkan hukum (rechtstoepassing), 2) menemukan hukum (rechtsvinding), dan 3) menciptakan hukum (rechtsschepping- judge made law). Menerapkan hukum apa adanya (rechtstoepassing) mengandung arti bahwa hakim semata-mata memberikan tempat suatu peristiwa hukum dengan ketentuan peraturan yang ada, sehingga karenanya hakim disebut subsamptie automaat, corongnya undang-undang. Sedangkan menemukan hukum (rechtsvinding) berarti hakim merangkai antara peristiwa hukum dengan aturan hukum dan menerjemahkan serta memberi makna agar suatu aturan hukum dapat secara aktual bersesuaian dengan peristiwa hukum konkrit yang terjadi. Menurut Prof. Bagir Manan bahwa menemukan hukum merupakan upaya agar: Pertama, suatu kaidah hukum mencakup peristiwa hukum yang tidak secara nyata diatur dalm kaidah hukum. Kedua, suatu kaidah hukum tidak mencakup suatu peristiwa hukum. Ketiga, suatu kaidah hukum dikendorkan terhadap peristiwa hukum tertentu. Lainj halnya dengan menciptakan hukum (rechtsschepping- judge made law), dalam hal ini hakim berhadapan dengan 4

5 beberapa kondisi, antara lain: 9 1) Adanya kekosongan hukum, tidak ada hukum yang tersedia untuk memecahkan persoalan hukum (rechtsvacuum). 2) Hukum yang ada tidak jelas, misalnya adanya inkonsistensi antara ayat atau pasal yang satu dengan yang lain atau adanya inkonsistensi dengan kaidah dalam peraturan lain. 3) Hukum yang ada sudah usang (verouderd), akibat perubahan di dalam masyarakat sehingga hakim berwenang mengesampingkan kaidah yang sudah usang tersebut dengan menciptakan hukum baru. 4) Hukum yang ada bertentangan dengan rasa keadilan atau ketertiban umum. Dengan mengadili menurut hukum tersebut, selain memberikan kedudukan istimewa kepada seorang hakim dan memeberikan tugas mulia kepadanya yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya, juga sejatinya hakim, tak terkecuali hakim peradilan agama, telah melaksanakan fungsinya sebagai pembaharu hukum secara professional dan terukur. Meskipun Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem hukum civil law, sebagai akibat warisan Belanda, namun secara diam-diam kita juga menganut sistem hukum common law, dengan masih mengakui tata hukum adat sebagai indikatornya. Dengan demikian, penganutan sistem hukum ganda tidak serta merta menganut sistem presedent, sehingga menjadikan kita tidak menganut asas stare decisis. 10 Sementara itu, asas peradilan di Indonesia adalah hakim tidak terikat pada putusan hakim terdahulu mengenai perkara yang sejenis. Jika perkembangan terakhir banyak hakim yang menjatuhkan putusan yang berkiblat pada putusan hakim yang lebih tinggi, hal ini tidak berarti asasnya telah berubah menjadi the binding force of precedent seperti yang dianut Negara-negara anglo saksis, melainkan terikat karena asas the persuasive force of precedent, putusan tersebut diikuti karena meyakinkan hakim untuk mengikutinya. 11 Peran yurisprudensi sangat penting untuk menjamin kesatuan hukum dalam pemecahan sengketa yang dihadapi hakim. Sedangkan pembinaan dan pengembangan 9 Satjipto Rahardjo, Op. Cit, hal Lengkapnya asas ini berbunyi: Stare decisis et quieta non movere. Artinya: tetap pada apa yang telah diputuskan dan yang dalam keadaan istirahat tidak digerakkan. 11 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2002, hal

6 Secara ideal Badan Peradilan yang Agung, yaitu yang melakukan usaha-usaha yurisprudensi terletak pada badan peradilan tertinggi dalam hal ini Mahkamah Agung. Dengan demikian, dari yurisprudensi yang dibuat oleh hakim agung akan menentukan arah ke mana hukum akan dibawa. Nampaknya, betapa besar peran hakim agung sebagai pembaharu hukum dalam menentukan yurisprudensi yang diharapkan menciptakan standar hukum yang mengandung common basic idea, yang berdimensi ganda menampung nilai-nilai yang hidup di kalangan masyarakat Indonesia dan nilainilai global, yang melahirkan hukum yang rasional, praktis dan actual sehingga berbobot hukum yang matang (the maturity of law). C. UPAYA MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG Kendala yang dihadapi Indonesia saat ini adalah lembaga penegakan hukum dan pengadilan diselimuti oleh praktik KKN, penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dan sebagainya, yang dikenal dengan istilah mafia peradilan atau mafia hukum. Penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch pada tahun 2002 di enam wilayah Indonesia secara detail telah mengklasifikasikan tahapan dan pihak yang terlibat serta modus mafia peradilan (mafia hukum). 12 Praktik tersebut terjadi di sepanjang proses penegakan hukum, dari hulu, yaitu proses penyelidikan, sampai hilir, yaitu proses pemasyarakatan. Selain pihak eksternal, praktik mafia hukum melibatkan anggota korps penegak hukum tak terkecuali hakim. Menurut catatan Satgas Mafia Hukum bahwa di pengadilan praktik mafia peradilan meliputi jual beli vonis, penentuan majelis hakim yang mau bekerjasama dengan salah satu pihak, rekayasa berita acara persidangan, sampai penundaan eksekusi. 13 Untuk menangkal atau setidaknya meminimalisasi beroperasinya mafia hukum di lembaga peradilan, seyogyanya disusun rencana strategis yang terukur yang berhulu dari visi sebagaimana dicanangkan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan berikut: 1) Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan 12 Wasingatu Zakiyah, et.all. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, Jakarta, Indonesian Corruption Watch, 2002, 13 Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Pemberantasan Mafia Hukum, Jakarta: Satgas PMH dengan dukungan UNDP, Cetakan I, 2010, hal.1 14 Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan , Loc. Cit. 6

7 berkeadilan. 2) Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam APBN. 3) Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur. 4) Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional. 5) Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan. 6) Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta personil peradilan yang berintegritas dan profesional. 7) Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan. 8) Berorientasi pada pelayanan publik yang prima. 9) Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi. 10)Modern dengan berbasis TI terpadu. Menurut analisis Prof. Bagir Manan, setidaknya ada enam ciri pengadilan yang baik, yang harus diperhatikan oleh hakim, sebagai pendorong mempercepat terwujudnya kembali pengadilan dan peradilan yang berwibawa, terhormat, dan dihormati, yaitu: 15 1) Pengadilan dan peradilan yang baik kalau dalam setiap perkara pidana, terutama korupsi, pembalakan kayu atau pelanggaran hak asasi manusia, selalu harus` menemukan kesalahan terdakwa dan menjatuhkan hukuman seberatberatnya. Tidak boleh ada terdakwa yang dibebaskan, atau dilepaskan, atau diringankan. 2) Pengadilan dan peradilan yang baik kalau independent, hakim bebas dari segala tekanan dan campur tangan Pemerintah. 3) Pengadilan dan peradilan yang baik kalau senantiasa memperhatikan rasa keadilan masyarakat. 4) Pengadilan dan peradilan yang baik kalau hakim adil, jujur, berpengetahuan tinggi, cakap, rendah hati, berhati-hati, berintegritas, dan disiplin. 5) Pengadilan dan peradilan yang baik kalau bekerja efisien dan efektif, seperti memutus dengan cepat. 6) Pengadilan dan peradilan yang baik, kalau menjamin keterbukaan (transparancy) dan akses publik. Dalam mewujudkan sistem peradilan yang adil, bersih dan transparan, menurut Herdiansyah Hamzah, 16 Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, ada 15 Bagir Manan, Persepsi Masyarakat Mengenai Pengadilan dan Peradilan yang Baik, dalam Varia Peradilan No. 258 Mei 2007, hal Membangun Partisipasi Publik menuju Peradilan Bersih.html. 7

8 beberapa hal yang harus dilakukan sebagai tahapan awal. Pertama, peningkatan kualitas pemahaman produk hukum. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi praktik pembudakan hukum seperti pembodohan dan penipuan terhadap masyarakat. Kedua, memperkuat gerakan civil society multi sektoral untuk menyatukan persepsi. Ketiga, monitoring untuk mengidentifikasi praktik mafia peradilan. Keempat, investigasi sebagai upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya. Kelima, testimoni dari para korban praktik mafia peradilan. Keenam, memanfaatkan ruang-ruang partisipasi yang bertendensi politik regulatif. Ketujuh, upaya eksaminasi sebagai medan second opinion terhadap masyarakat luas.. I. PENUTUP Dari paparan di atas, dapat ditarik simpulan yang dituangkan dalam redaksi sebagai berikut: Hakim sebagai pejabat Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, selain memiliki kedudukan istimewa dengan tugas mulia, juga berfungsi sebagai pembaharu hukum yang dalam melaksanakan tugas yudialnya melakukan penerapan hukum (rechtstoepassing), penemuan hukum (rechtsvinding) dan penciptaan hukum (rechtsschepping). Dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (public trust), hakim dalam kapasitasnya dan dengan integritas, kejujuran dan profesionalisme yang dimilikinya memiliki andil besar dalam penciptaan peradilan yang berwibawa dan bermartabat, dalam bingkai terwujudnya peradilan Indonesia yang agung sesuai visi Mahkamah Agung. Yurisprudensi yang berkualifikasi hukum yang matang (maturity of law) sebagai produk hakim agung dan hakim di jenjang bawah, dalam berkreasi dari dampak logis tugasnya yang mulia menjabarkan asas Judge made law, diharapakan akan menjadi acuan bagi kasus-kasus yang datang kemudian, sekalipun Indonesia tidak menganut sistem the binding force of precedent. Diikutinya yurisprudensi dimaksud oleh hakim jenjang bawah dan generasi kemudian adalah karena yurisprudensi tersebut meyakinkan hakim untuk mengikutinya dengan asas the persuasive force of precedent. 8

9 Rekruitmen hakim agung oleh Komisi Yudisial dan hakim dalam jenjang bawah oleh Mahkamah Agung bersama Komisi Yudisial tidak semata-mata dipandang sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial semata, akan tetapi seyogyanya melahirkan keterpanggilan nurani para Komisioner dalam mengawal visi Komisi Yudisial: Terwujudnya penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan dan profesional Misi Komis Yudisial. 9

10 DAFTAR PUSTAKA Buku dan Majalah Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan Bandung: Alumni, Manan, Bagir, Hakim Sebagai Pembaharu Hukum, dalam Varia Peradilan No. 254 Januari 2007., Persepsi Masyarakat Mengenai Pengadilan dan Peradilan yang Baik, dalam Varia Peradilan No. 258 Mei Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan , Jakarta, Mahkamah Agung RI, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Pemberantasan Mafia Hukum, Jakarta: Satgas PMH dengan dukungan UNDP, Cetakan I, Rahardjo, Satjipto, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009., Penegakan Hukum Progrsif, Jakarta: Kompas Penerbit Buku, 2010 Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Pemberantasan Mafia Hukum, Jakarta: Satgas PMH dengan dukungan UNDP, Cetakan I, Wignjosoebroto, Soetandyo, Pembaharuan Hukum Masyarakat Indonesia Baru, dalam Donny Donardono, Wacana Pembaharuan Hukum di Indonesia, Jakarta: Ford Foundation & HuMa, Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, Zakiyah, Wasingatu, et.all. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, Jakarta, Indonesian Corruption Watch, Dokumen Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 10

BAB I PENDAHULUAN. diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

BAB I PENDAHULUAN. diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dinyatakan bahwa, Organisasi, administrasi dan Finansial Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Reformasi sistem peradilan membawa perubahan yang mendasar bagi peran Pengadilan Negeri Pangkajene dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dibidang administrasi,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KERJA BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KERJA A. RENCANA STRATEGIS Mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 201 Mahkamah Agung RI telah mencanangkan Rencana Strategis 5 tahunan yang berarti tahun 2011 merupakan tahun

Lebih terperinci

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi KATA PENGANTAR Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan

Lebih terperinci

PEMBINAAN HUKUM NASIONAL

PEMBINAAN HUKUM NASIONAL PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Disajikan dalam Pra Perkuliahan Program Strata Dua (S2) Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tahun Akademik 2007/2008

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA) RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA) PENGADILAN AGAMA DEMAK TAHUN 2015-2019 PENGADILAN AGAMA DEMAK Alamat : Jl. Sultan Trenggono No.23, Telp/Fax.(0291) 6904046 Email : pademak01@gmail.com DEMAK 56214 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

Lebih terperinci

BAB II PERE CA AA DA PE ETAPA KI ERJA

BAB II PERE CA AA DA PE ETAPA KI ERJA BAB II PERE CA AA DA PE ETAPA KI ERJA A. RE CA A STRATEGIS Mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 Mahkamah Agung RI telah mencanangkan Rencana Strategis 5 tahunan yang berarti tahun 2011 merupakan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. KEBIJAKAN UMUM PERADILAN. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Kotabumi

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. KEBIJAKAN UMUM PERADILAN. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Kotabumi Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. KEBIJAKAN UMUM PERADILAN Pengadilan Agama Kotabumi dalam melaksanakan tugas dan wewenang selalu berupaya mewujudkan peningkatan kinerja terutama dalam memberikan pelayanan

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN PENGADILAN NEGERI KELAS 1A TANJUNGKARANG

LAPORAN TAHUNAN PENGADILAN NEGERI KELAS 1A TANJUNGKARANG LAPORAN TAHUNAN PENGADILAN NEGERI KELAS 1A TANJUNGKARANG TAHUN 2015 PENGADILAN NEGERI KELAS IA TANJUNG KARANG Jl. WR. Monginsidi/ Beringin No.27 Teluk Betung Telp. 0721 482826/ Fax. 0721 482824 B A N D

Lebih terperinci

Unduh dalam bentuk berkas suara (MP3)

Unduh dalam bentuk berkas suara (MP3) Unduh dalam bentuk berkas suara (MP3) TRANSKRIPSI SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN KONFERENSI REGIONAL IACA (INTERNATIONAL ASSOCIATION OF COURT ADMINISTRATOR) TAHUN 2011

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU

PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU JL. S. Parman No.05 Telp/Fax. (0736) 21142, 21948 BENGKULU 38227 Web Site : www.pnbengkulu.go.id, EMail : pn.bengkulu@yahoo.com REVIU

Lebih terperinci

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh ACTIO POPULARIS (CITIZEN LAWSUIT ) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA Efa Laela Fakhriah I. Pendahuluan Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

MELAHIRKAN HAKIM REFORMIS Oleh: Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H. *

MELAHIRKAN HAKIM REFORMIS Oleh: Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H. * MELAHIRKAN HAKIM REFORMIS Oleh: Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H. * Hakim memiliki peran yang sangat penting dalam reformasi peradilan. Oleh karena itu maka seorang hakim agung haruslah benar-benar orang pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diharapkan mampu memberikan kedamaian pada masyarakat saat kekuasaan negara seperti eksekutif dan kekuasaan legislatif hanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MAKALAH ARAH REFORMASI PERADILAN BLUE PRINT PENGEMBANGAN MAHKAMAH AGUNG RI

MAKALAH ARAH REFORMASI PERADILAN BLUE PRINT PENGEMBANGAN MAHKAMAH AGUNG RI TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH ARAH REFORMASI PERADILAN BLUE PRINT PENGEMBANGAN MAHKAMAH AGUNG RI.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UPAYA MEWUJUDKAN PERADILAN MILITER YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

UPAYA MEWUJUDKAN PERADILAN MILITER YANG BERSIH DAN BERWIBAWA 1 UPAYA MEWUJUDKAN PERADILAN MILITER YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Oleh : Letkol Chk James F. Vandersloot, SH, MH. A. Pendahuluan Peradilan militer merupakan salah satu lembaga peradilan di bawah Mahkamah

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Kemajuan tersebut antara lain dalam

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama jo. Undang-Undang Nomor 50

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS KINERJA TAHUN 2015 2019 PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGI (RENSTRA) TAHUN

RENCANA STRATEGI (RENSTRA) TAHUN RENCANA STRATEGI (RENSTRA) TAHUN 2015 2019 0 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kami dapat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

AGENDA. I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan. Hasil penilaian TQA RB Tindak lanjut Reformasi Peradilan: visi ke depan

AGENDA. I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan. Hasil penilaian TQA RB Tindak lanjut Reformasi Peradilan: visi ke depan Paparan Ketua Muda Pembinaan MA RI REFORMASI BIROKRASI DAN MODERNISASI PENGADILAN Rapat Kerja Nasional 2012 MA RI. Manado, 29 Oktober 2012 AGENDA I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan Hasil penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Sebelum membahas Sumber-sumber hukum, ada baiknya perlu memahami bahwa ada tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat ini belum dapat dilaksanakan dengan optimal. Lemahnya penegakan hukum dan dihentikannya

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS

A. RENCANA STRATEGIS A. RENCANA STRATEGIS 2010-2014 Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga penuntutan tertinggi di bidang hukum mempunyai peran utama dalam penegakan supremasi hukum dan mewujudkan keadilan bagi seluruh

Lebih terperinci

PANITERA/SEKRETARIS PENGADILAN TINGGI JAKARTA

PANITERA/SEKRETARIS PENGADILAN TINGGI JAKARTA SAMBUTAN KETUA PENGADILAN TINGGI DKI JAKARTA PADA ACARA PENGAMBILAN SUMPAH DAN PELANTIKAN PANITERA/SEKRETARIS PENGADILAN TINGGI JAKARTA DI PENGADILAN TINGGI JAKARTA Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XV/2017 Hak Konstitusional Guru Dalam Menjalankan Tugas dan Kewajiban Menegakkan Disiplin dan Tata Tertib Sekolah (Kriminalisasi Guru) I. PEMOHON 1. Dasrul (selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah I. PEMOHON Drs. Setya Novanto,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN PENGADILAN AGAMA KEBUMEN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN PENGADILAN AGAMA KEBUMEN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 http://www.pa-kebumen.go.id KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, telah tersusun Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan program kegiatan dari instansi tersebut, termasuk di dalamnya Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan program kegiatan dari instansi tersebut, termasuk di dalamnya Peradilan BAB I PENDAHULUAN Penyampaian laporan, baik laporan bulanan, laporan triwulan, laporan semesteran maupun laporan tahunan adalah merupakan salah satu aspek penting dari sebuah instansi pemerintah sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI... ii EXECUTIVE SUMMARY... 1-4 BAB I PENDAHULUAN..... 5 A. Latar Belakang... 5 B. Kedudukan,Tugas dan Fungsi Pengadilan Tinggi Yogyakarta... 5-7 C. Organisasi

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, seiring dengan perubahan rumusan Visi dan Misi Mahkamah Agung RI tahun 2010.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian perkara di lingkungan peradilan agama sebagaimana lingkungan peradilan lainnya tidak hanya dilakukan oleh hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II PENGADILAN NEGERI MEDAN

BAB II PENGADILAN NEGERI MEDAN BAB II PENGADILAN NEGERI MEDAN A. Sejarah Ringkas Pengadilan Negeri Medan Pengadilan Negeri Medan terletak di ibukota provinsi Sumatera Utara yakni kota Medan. Pengadilan Negeri Medan merupakan bekas gedung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ponorogo, 26 Januari 2013 KETUA PENGADILAN NEGERI PONOROGO M U S L I M, SH. NIP

KATA PENGANTAR. Ponorogo, 26 Januari 2013 KETUA PENGADILAN NEGERI PONOROGO M U S L I M, SH. NIP KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Negeri Ponorogo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada umumnya bertujuan untuk mencari, menemukan, menggali kebenaran yang sesungguh-sungguhnya guna mencapai keadilan dalam masyarakat. Dimana hukum mengatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI KEDIRI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI KEDIRI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI KEDIRI 2015-2019 PENGADILAN NEGERI KEDIRI Jl. Dr. Saharjo No. 20 Telp. (0354) - 771607 Fax. (0354) 772706 Website : pn-kdr.go.id KEDIRI KATA PENGANTAR Dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DI PENGADILAN

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DI PENGADILAN KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DI PENGADILAN KETUA MAHKAMAH AGUNG, Menimbang : a. bahwa proses peradilan yang transparan merupakan salah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. UMUM Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci