BAB IV PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN DALAM MELINDUNGI NASABAH BANK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN DALAM MELINDUNGI NASABAH BANK"

Transkripsi

1 BAB IV PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN DALAM MELINDUNGI NASABAH BANK Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dan cukup efektif dalam menyelesaikan permasalahan antara pihak-pihak yang bertentangan. Dalam hal hubungan antara bank dengan nasabah, istilah yang dipakai adalah mediasi perbankan dimana penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah dibantu oleh seorang mediator yang bertugas sebagai pihak yang netral atau fasilitator untuk mempertemukan para pihak dan mencari solusi bersama-sama. Karena proses penyelesaian sengketa melalui mediasi ini tidak dilakukan melalui jalur pengadilan (non litigasi), maka berbiaya murah dan dengan proses yang cukup cepat. Melihat pentingnya mediasi perbankan dalam menjembatani sengketa keperdataan antara nasabah dengan bank, maka perlu dibentuk suatu lembaga yang dapat mewadahi kegiatan mediasi ini. Pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen ini sebagai lembaga yang menangani alternatif penyelesaian sengketa perbankan diharapkan mampu melindungi kepentingan nasabah sekaligus memberikan saran penyelesaian yang tidak merugikan salah satu pihak yang bersengketa. Selain itu juga lembaga ini bertujuan untuk memperjelas mekanisme 70

2 71 pengajuan keluhan 22, dimana bank mempunyai kepentingan yang besar dalam menjaga reputasinya dihadapan nasabah. Tujuan dari pembentukan mediasi perbankan adalah dalam rangka perlindungan terhadap nasabah yang tertuang dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yaitu pada pilar ke enam yang berisi pemberdayaan konsumen. Pemberdayaan konsumen yang disebutkan dalam API ini yaitu antara lain berupa: 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah; 2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan; 3. Penyusunan standar transparansi informasi produk; 4. Peningkatan edukasi untuk nasabah. Pengaturan mengenai penyelenggaraan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia dituangkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 yang pada intinya mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi kepada Bank Indonesia. 2. Proses mediasi dilakukan oleh Bank Indonesia hanya dengan sengketa dengan nilai klaim maksimum sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank. 22 Muliaman D. Hadad, Menanti Mediator Bank-Nasabah, diakses dalam pada 30 Juni 2008.

3 72 4. Akta kesepakatan dapat memuat kesepakatan menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atas kasus yang disengketakan. Selain pokok-pokok yang telah disebutkan diatas, dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 dijelaskan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan ini dilakukan oleh suatu lembaga mediasi perbankan. Lembaga mediasi perbankan ini dibentuk sebagai media yang dapat menampung penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank LEMBAGA YANG MENANGANI MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA Mediasi perbankan merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap nasabah bank. Sebelum adanya mediasi perbankan ini, permasalahan nasabah dengan pihak bank diselesaikan melalui intern bank yakni melalui mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah yang ada di setiap bank. Namun demikian penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Biasanya, apabila nasabah merasa tidak puas dengan pelayanan bank dan tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari bank, maka nasabah mengadukan keluhannya tersebut melalui surat pembaca atau lembaga yang dapat membantu, misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada gilirannya, ketidakpuasan nasabah tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakt pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.

4 73 Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank, terutama untuk nasabah kecil dan usaha mikro, diusahakan dengan sederhana, biaya murah dan waktu yang relatif cepat. Penyelenggaraan mediasi perbankan dianggap sebagai cara yang paling efektif, diluar pengadilan, untuk menjaga hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik. Dengan mempertimbangkan pentingnya penyelenggaraan mediasi perbankan untuk menyelesaikan sengketa nasabah dengan bank maka asosiasi perbankan perlu segera membentuk lembaga mediasi perbankan yang independen. Namun demikian, mengingat pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen tersebut tidak dapat dilaksanakan dalam waktu singkat sementara kebutuhan mediasi perbankan sudah mendesak, maka pada tahap awal fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Dasar hukum dari kewenangan Bank Indonesia sebagai lembaga yang menaungi Mediasi Perbankan diatur dengan suatu Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan pasal 3. Secara tegas pasal 3 ini menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan melaksanakan fungsi mediasi perbankan sampai terbentuk lembaga mediasi perbankan yang independen. Pasal 3 PBI No.8/5/PBI/2006 berbunyi: (1) Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. (2) Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambatlambatnya 31 Desember (3) Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia.

5 74 (4) Sepanjang lembaga mediasi perbankan independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Dari pasal 3 PBI No. 8/5/PBI/2006 ini dapat dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah pelaksana sementara dari fungsi mediasi perbankan. PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi perbankan ini menciptakan suatu lembaga ideal untuk menangani mediasi di bidang perbankan ini, yaitu lembaga yang independen sehingga dapat bersikap fair terhadap bank maupun nasabah tanpa memihak pada salah satu pihak. Pada kenyataannya, meskipun telah dirasa akan pentingnya hadir suatu lembaga mediasi perbankan yang independen, tetapi asosiasi perbankan belum mampu untuk membentuknya. Asosiasi perbankan adalah kumpulan lembaga perbankan yang diberi wewenang oleh Bank Indonesia untuk membentuk Lembaga mediasi perbankan yang independen ini. Sampai dengan akhir desember 2007, sesuai dengan batas waktu yang diberikan oleh PBI No. 8/5/PBI/2006 pada pasal 3 ayat (2), asosiasi perbankan belum mampu untuk membentuk lembaga yang independen. Penyelenggaraan mediasi perbankan memang idealnya dilaksanakan oleh kalangan industri perbankan sendiri/asosiasi perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi perbankan yang akan mewadahi penyelenggarakan mediasi perbankan sebagaimana diamanatkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan belum dapat direalisasikan karena adanya kendala-kendala seperti aspek pendanaan dan sumber daya manusia. Sehingga mengingat penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank,

6 75 maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsi mediasi perbankan, dilakukan dibawah kewenangan Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP). Dahulu, direktorat ini bernama unit khusus investigasi perbankan yang menjalankan fungsi investigasi terhadap tindak pidana di bidang perbankan. Mengingat belum terbentuknya lembaga mediasi perbankan yang independen sampai akhir desember 2007 seperti yang diamanatkan oleh PBI No. 8/5/PBI/2006, maka kemudian Bank Indonesia memperbaharui peraturan tersebut menjadi PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan. Dalam PBI yang terbaru ini, pasal 3 ayat (2) yang mengatur mengenai batas waktu pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen dihapuskan, sehingga menjadi: (1) Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. (2) Dihapuskan. (3) Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia. (4) Sepanjang lembaga mediasi perbankan independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Dengan dihapuskannya pasal 3 ayat (2) ini membuat asosiasi perbankan mempunyai cukup waktu untuk merumuskan pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen yang dapat menjembatani kepentingan nasabah dan bank dengan seadil-adilnya tanpa tendensi untuk memihak salah satunya. Sehingga diharapkan dengan tidak adanya

7 76 batas waktu pembentukan lembaga ini, asosiasi perbankan akan dapat dengan arif membentuk lembaga mediasi yang dapat melindungi kepentingan nasabah. Namun demikian, tidak adanya batas waktu ini akan membuat efek negatif bagi pembentukan lembaga mediasi perbankan ini. Karena tidak adanya target yang tadinya dapat dipaksakan oleh Bank Indonesia kepada asosiasi perbankan, maka asosiasi tersebut bisa tidak jadi membentuk lembaga ini karena tidak ada paksaan dari pihak yang berwenang yaitu Bank Indonesia. Hal ini bisa menjadi hambatan juga untuk lahirnya lembaga mediasi perbankan yang independen BANK INDONESIA SEBAGAI PELAKSANA FUNGSI MEDIASI PERBANKAN Sesuai dengan amanat PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan terutama pada pasal 3 ayat (4) bahwa Bank Indonesia akan melaksanakan fungsi mediasi perbankan selama lembaga mediasi perbankan yang independen belum terbentuk. Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Fungsi mediasi yang dijalankan oleh Bank Indonesia berupa: 1. Penyediaan tempat; 2. Membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok permasalahan yang menjadi sengketa; 3. Penyediaan narasumber; 4. Mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank.

8 77 Selain fungsi yang telah disebutkan diatas, Bank Indonesia juga mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Maksudnya adalah Bank Indonesia mempunyai peranan untuk memotivasi para pihak, baik nasabah maupun bank untuk menyelesaikan sengketanya melalui proses mediasi perbankan agar tercapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka. Sejumlah kasus yang telah / sedang ditangani melalui mediasi perbankan terdiri dari berbagai macam kasus. Berdasarkan data dari Bank Indonesia melalui jenis kasus yang ditangani oleh mediasi perbankan adalah sengketa keperdataan yang ditangani oleh Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia utamanya timbul dari transaksi keuangan yaitu: 1. Penghimpunan dana Meliputi: giro, tabungan, deposito, antar bank, dan lain-lain. 2. Penyaluran dana Meliputi: kredit,/pembiayaan antar bank, dan lain-lain. 3. Sistem pembayaran Meliputi: ATM, kartu debit, kartu kredit, traveler cheque, kliring, RTGS, E-Banking, Remittance, dan lain-lain. 4. Produk kerjasama Meliputi: bancassurance, reksadana, dan lain-lain. 5. Produk lainnya Meliputi: bank garansi, trade finance, derivative wealth management, safe deposit box, dan lain-lain. Selama setahun lembaga ini terbentuk, Bank Indonesia mencatat angka pengaduan nasabah terhadap bank umum selama enam bulan pertama tahun ini mencapai pengaduan. Sebagian besar pengaduan terkait sistem pembayaran di perbankan masih mendominasi dengan kasus atau sekitar 97,78 % dari total aduan yang

9 78 dilayangkan oleh nasabah. Sementara pengaduan nasabah di bidang penghimpunan dana sebanyak 877 kasus atau 1,36 %, di bidang penyaluran dana tercatat 343 kasus atau sekitar 0,53 %, di bidang produk kerjasama sebanyak 189 kasus atau sekitar 0,29 % dan produk lainnya sebanyak 21 aduan atau sekitar 0,03 %. Sedangkan tingkat penyelesaian tercatat sebanyak pengaduan tanpa perpanjangan waktu 20 hari kerja atau sekitar 91,58%, dan sebanyak aduan atau sekitar 5.71 % diselesaikan dengan perpanjangan waktu menjadi 40 hari kerja, dan yang sedang dalam proses penyelesaian saat ini sebanyak kasus atau sekitar 2,71 %. Selain itu ada pengaduan mediasi ke Bank Indonesia selama bulan Januari hingga November 2007 sebanyak 200 aduan. Berdasarkan jenis produk, system pembayaran tercatat 90 aduan atau sebanyak 44 %, produk kerja sama dan penyaluran dana sebesar masing-masing 33 pengaduan atau sebanyak 17%. Pada penghimpunan dana tercatat 29 aduan atau sebanyak 15%. Sementara data gerai info Bank Indonesia pada bulan Juli hingga November 2007 tercatat sebanyak 38 kasus dimana aduan mengenai penyaluran dana sebesar 34 %, penghimpunan dana sebesar 21 %, diluar permasalahan produk perbankan sebesar 24 %. Sejak mulai berfungsinya lembaga mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sesuai dengan amanah PBI No. 8/5/PBI/2006, sesuai dengan data statistik diatas, meskipun jumlah pengaduan nasabah bisa mencapai puluhan ribu tetapi sengketa yang bisa diproses melalui mediasi perbankan hanya sekitar 200 kasus saja. Dari keseluruhan keluhan dan pengaduan nasabah yang masuk ke Bank Indonesia, tidak semua dapat

10 79 diproses / dilanjutkan dengan cara mediasi karena dianggap tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006. Ada berbagai alasan mengapa kasus tidak dapat diproses, misalnya karena kurangnya informasi atau tidak lengkap secara administratif. Selama itu, dari jumlah kasus yang masuk dan terdaftar, sebanyak 85 % dapat diselesaikan sedangkan 15 % sisanya sedang dalam proses penyelesaian. Dari kasus yang telah diselesaikan, sebanyak 64 kasus ( 75% ) diantaranya telah mencapai kesepakatan penuh dan sisanya tidak tercapai kata sepakat. Faktor yang paling dominan adalah karena pihak yang menjadi wakil bank atau nasabah tidak diberi kewenangan memutus sehingga menghambat proses negosiasi dan pada akhirnya menghambat tercapainya kesepakatan TINJAUAN SENGKETA NASABAH YANG DIAJUKAN MELALUI MEDIASI PERBANKAN DI BANK INDONESIA Dari banyaknya pengaduan yang masuk di bagian DIMP Bank Indonesia, ada beberapa kasus yang telah berada di jalur mediasi perbankan dan telah mencapai kesepakatan. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pokok Masalah : Mengenai keterlambatan pemberitahuan penolakan kliring Kasus Posisi : Sengketa ini terjadi pada nasabah bank X, dimana pada saat itu nasabah tersebut melakukan kliring. Karena tidak ada masalah dalam proses kliring tersebut, maka nasabah tersebut menganggap bahwa kliring diterima. Ternyata 3 (tiga) bulan kemudian diterima surat dari

11 80 bank X bahwa kliring yang dilakukan pada saat itu telah ditolak. Nasabah yang merasa dirugikan kemudian mengajukan pengaduan ke bank X yang pada akhirnya diajukan ke mediasi perbankan Bank Indonesia. Nasabah menuntut bank X untuk meminta maaf atas keteledoran dan keterlambatan pemberitahuan tersebut yang merugikan dirinya. Dari pihak bank X menyanggah dengan alasan bahwa, meskipun surat pemberitahuan itu terlambat, tetapi nasabah tetap bisa melihat posisi tagihannya melalui rekening korannya yang terbit setiap bulan. Karena dalam kasus ini nasabah dan bank sama-sama bersalah maka terjadi kesepakatan. Hasil Mediasi : Tercapai sepakat bahwa nasabah menyadari kelalaiannya dengan tidak mengecek rekening korannya setiap bulan dan bank X juga meminta maaf atas keterlambatan pemberitahuan penolakan kliring tersebut. 2. Pokok Masalah : Mengenai Pembobolan ATM Kasus Posisi : Peristiwa ini terjadi ketika nasabah bank Y kehilangan Rp ,00 (dua puluh juta rupiah) dalam rekeningnya. Setelah ditelusuri, ternyata uang tersebut dibobol dari ATM sebanyak dua kali. Nasabah mengajukan klaim pada bank dan meminta semua kerugian yang ia tanggung karena nasabah tidak merasa bersalah. Sedangkan bank Y menolak untuk mengganti karena bank menganggap kelalaian ada pada nasabah, bukan pada bank. Kemudian, bank Indonesia berusaha menjembatani dengan cara memotivasi bank Y untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan cara mediasi. Dalam proses mediasi tersebut bank Y menemukan bahwa rekening yang diduga kuat menjadi rekening penerima uang

12 81 yang dibobol tersebut adalah rekening fiktif. Dari penelusuran tersebut kemudian terjadilah kesepakatan antara nasabah dengan bank Y Hasil Mediasi : Terjadi kesepakatan bahwa bank Y bersedia memberikan kembali dana yang masih ada dalam rekening fiktif tersebut sebesar Rp ,00 (lima juta rupiah). Sedangkan untuk sisa uang sebesar Rp ,00 dibagi dua, sehingga bank Y bersedia untuk mengganti Rp ,00 dan nasabah menanggung setengahnya. Dari dua kasus diatas, dapat dilihat bahwa tercapai kata sepakat diantara bank dengan nasabah. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak mempunyai itikad baik untuk mengakui kesalahan masing-masing dan mau mengalah demi terselesaikannya sengketa yang dihadapinya KEKUATAN DAN KELEMAHAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN Kekuatan Hukum Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Mediasi Perbankan Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan merupakan cara yang efektif bagi nasabah untuk menjembatani permasalahannya dengan pihak bank. Hasil keputusan mediasi yang telah dilakukan oleh bank dengan nasabah, dengan dibantu oleh seorang mediator, adalah merupakan kesepakatan bersama kedua belah pihak sehingga harus dipahami dan dilaksanakan bersama.

13 82 Hasil mediasi perbankan sebagaimana dijelaskan dalan PBI No. 8/5/PBI/2006 yaitu pada pasal 12 yang berbunyi: Kesepakatan antara Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan Bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakian nasabah dan bank. Isi kesepakatan yang dihasilkan dapat berupa kesepakatan penuh atau kesepakatan sebagian atas hal yang dipersengketakan atau pernyataan bahwa tidak tercapai kesepakatan dalam proses mediasi. Kesepakatan yang dicapai melalui proses mediasi bersifat final (akhir) dan mengikat bagi bank dan nasabah seperti yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. III/11. Bersifat final artinya sengketa tersebut tidak dapat diajukan lagi untuk dilakukan proses ulang mediasi perbankan. Sedangkan bersifat mengikat artinya kesepakatan tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hasil mediasi perbankan yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh ke dua belah pihak berlaku sebagai undang-undang sesuai dengan KUH Perdata pasal 1338 mengenai kebebasan berkontrak yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dinyatakan pula dalam pasal ini bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Selain itu, disebutkan pula bahwa suatu perjanjian harus dillaksanakan dengan itikad baik.

14 83 Dalam prakteknya, tidak semua kesepakatan selalu dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak yang menandatanganinya. Dalam hal kesepakatan antara bank dengan nasabah pada proses mediasi perbankan, yang diwajibkan untuk melaksanakan isi kesepakatan tersebut adalah pihak bank dan bukanlah pihak nasabah, hal ini disebabkan karena dalam penyelesaian sengketa ini pihak nasaah berada dalam posisi penerima keputusan dari proses pengaduan nasabah oleh pihak bank. Kewajiban pihak bank untuk melaksanakan (eksekusi) hasil kesepakatan diatur dalam PBI No. 8/5//PBI/2005 terutama pasal 13 yang menyatakan bahwa Bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta kesepakatan. Kewajiban bagi bank ini dimaksudkan antara lain dalam rangka mengantisipasi risiko reputasi bank. Bila bank melangar kesekapatan tersebut, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis seperti yang diatur dalam pasal 52 UU Perbankan. Selain itu pelanggaran tersebut dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan bank. Untuk memperkuat kekuatan hukum dan guna lebih memberikan kepastian kepada para pihak atas hasil kesepakatan mediasi tersebut, maka terhadap akta kesepakatan tersebut dapat dilakukan pendaftaran di Pengadilan Negeri. Perlunya proses pendaftaran ini adalah mengingat bahwa hasil mediasi perbankan ini hanya mengikat para pihak, yang berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang mengikat semua pihak. Pendaftaran terhadap hasil mediasi diatur dalam UU No. 30 Tahun

15 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu pada pasal 6 ayat (7) dan (8) yaitu: (7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. (8) kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Dalam PBI No. 8/5/PBI/2006, pendaftaran ke Pengadilan Negeri tidak diatur padahal prosedur tersebut akan makin memperkuat kekuatan hukum hasil mediasi dan akan dapat makin melindungi nasabah dari kemungkinan wanprestasi pihak bank. Bukankah salah satu tujuan utama dari dudirikannya lembaga mediasi perbankan ini untuk memberdayakan nasabah sebagai konsumen sebagaimana dikehendaki dalam Arsitektur Perbankan Indonesia?? Akta Kesepakatan sebagai hasil dari mediasi perbankan adalah merupakan akta perdamaian untuk penyelesaian sengketa. Berdasarkan KUH Perdata yaitu pasal 1858 yang menyatakan Segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan dan HIR pasal 130 ayat (2), maka jelas bahwa dalam suatu akta perdamaian yang telah didaftarkan di pengadilan negeri

16 85 dan dikukuhkan hakim melekat beberapa kekuatan hukum, yaitu 23 : Kekuatan hukum sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Sesuai dengan KUH Perdata pasal 1858 ayat (1) dan HIR pasal 130 (2). Punya kekuatan Eksekutorial Suatu akta perdamaian memiliki kekuatan hukum eksekutorial. Hal itu ditegaskan dalam pasal 130 (2) HIR pada kalimat terakhir yaitu:.berkekuatan sebagaimana putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan berkekuatan eksekutorial sebagaimana halnya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Apabila suatu putusan telah dijatuhkan, maka secara langsung melekat kekuatan hukum eksekutorial padanya. Jika salah satu pihak tidak mentaati atau tidak memenuhi kesepakatan seperti yang ditentukan dalam perjanjian secara sukarela, maka dapat dimintakan eksekusi ke pengadilan negeri dan atas permintaan tersebut, Kepala PN menjalankan eksekusi sesuai dengan ketentuan pasal 195 HIR. Dalam putusan akta perdamaian, tercantum amar kondemmatur (menghukum) untuk para pihak yang tidak mentaati perjanjian secara sukarela, dapat dipaksakan eksekusi melalui pengadilan. Putusan Akta Perdamaian Tidak dapat dibanding Pasal 130 ayat (3) HIR menyatakan bahwa suatu putusan akta perdamaian tidak dapat dibanding. Sehingga dengan demikian, telah tertutup segala upaya hukum apabila salah satu puhak wanprestasi/ingkar janji. Ketentuan ini dipertegas lagi dengan 23 Muh. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta, 1988, hal

17 86 putusan MA No K/SIP/1973 dan putusan MA No. 975/SIP/1973 yang mengatakan bahwa berdasarkan pasal 154 Rbg atau pasal 130 HIR bahwa putusan perdamaian/ acte van vergelijk tidak mungkin dapat diajukan banding karena perupakan putusan tertinggi sehingga tidak ada upaya banding terhadapnya. Melihat kekuatan hukum yang melekat pada putusan akta perdamaian, maka dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa melalui sistem ini sangat efektif dan efisien karena dapat langsung dimintakan eksekusi apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Selain itu kekuatan hukum yang kuat dan efektif dari Mediasi Perbankan ini adalah adanya unsure sanksi pemaksaan dari BI terhadap bank yang melanggar kesepakatan mediasi seperti yang tercantum dalam pasal 16 PBI No. 8/5/PBI/2006. sanksi yang dijatuhkan oleh Bank Indonesia bersiffat administrative seperti teguran tertulis, denda uang, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk ikut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan izin operasi bank, dan lain sebagainya. Sanksi ini akan cukup efektif untuk memaksa bank untuk taat pada hasi kesepakatan mediasi perbankan. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan tentang masalah yang disengketakan, PBI No. 8/5/PBI/2006 tidak menjelaskan aturannya yang lebih jelas. Tetapi secara logika, apabila sengketa tersebut tidak menemukan titik temu, maka masalah tersebut akan balik ke nol lagi. Dalam kondisi ini, pihak nasabah bebas menentukan pilihan tindakan hukum selanjutnya yang akan diambil yaitu menggugat melalui pengadilan negeri

18 87 atau menyelesaikan melalui arbitrase ad hoc. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ad hoc dapat dilaksanakan apabila pihak bank setuju. Dalam kondisi tidak terjadi kesepakatan melalui mekanisme mediasi perbankan dan nasabah menempuh jalur pengadilan atau arbitrase, maka dalam SE BI No. 8/14/DPNP pada bagian III huruf (i) menyebutkan tentang alat bukti, dokumentasi dan mediator, bahwa para pihak yang bersengketa tidak dapat melibatkan mediator dan/atau Bank Indonesia untuk memberikan kesaksian, tidak menyerahkan sebagian atau seluruh dokumen mediasi perbankan yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia, baik berupa catatan, laporan risalah, laporan proses mediasi dan/atau berkas yang terkait dengan mediasi yang telah selesai berlangsung. Ketentuan yang sama juga terdapat dalam PERMA No. 2/2003 yaitu pada pasal 13 yang berbunyi: (1) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya. (2) Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan. (3) Mediator tidak dapat diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.

19 Kelemahan Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Mediasi Perbankan Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan merupakan cara yang cukup efektif dan efisien untuk menjembatani sengketa antara nasabah dengan pihak bank. Banyak nasabah, terutama nasabah kecil, memilih penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan karena prosesnya yang relatif cepat apabila dibandingkan dengan melalui pengadilan dan biayanya juga relatif lebih murah. Dengan adanya mediasi perbankan ini maka akan dapat memuaskan kedua belah pihak, yaitu bank dengan nasabah, karena dalam proses mediasi ini kesepakatan diambil atas pembicaraan kedua belah pihak. Dengan mediasi ini maka reputasi bank dapat terjaga dan perlindungan terhadap nasabah juga dapat dilakukan secara maksimal. Adapun demikian, penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan juga memiliki beberapa kelemahan. Berikut ini adalah beberapa kelemahan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan yang dicermati oleh penulis: a. Aspek Kelembagaan Bank Indonesia tidak membentuk lembaga khusus untuk mediasi perbankan. Fungsi mediasi yang sekarang dilaksanakan oleh Bank Indonesia hanya bersifat sementara, sambil menunggu kehadiran Lembaga Mediasi Perbankan yang Independen, yang akan dibentuk oleh asosiasi perbankan. Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia hanya terbatas pada menyediakan tempat dan narasumber tanpa kewenangan untuk memberikan putusan maupun rekomendasi. Dalam hal ini Bank Indonesia hanya

20 89 sebagai fasilitator saja. Oleh karena tidak ada lembaga khusus dan haya bersifat temporer atau sementara, maka kehadiran fungsi mediasi perbankan ini juga tidak kuat untuk membantu nasabah dalam penyelesaian sengketa dengan bank. b. Cakupan Mediasi Pasal 6 PBI No. 8/5/PBI/2006 membatasi nilai tuntutan maksimum sebesar Rp. 500 juta. Ketentuan ini sangat bersifat diskriminatif dan sangat membatasi nasabah karena peluang bagi sengketa yang nilai tuntutannya diatas Rp. 500 juta sudah tertutup. Ada baiknya tidak dilakukan pembatasan nilai tuntutan bagi perkara yang dapat diselesaikan oleh lembaga mediasi perbankan. c. Citra Independen Mediasi Sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan, penunjukan dan penyediaan mediator ditentukan oleh Bank Indonesia. Apabila dilihat dari para pihak yang bersengketa, yaitu nasabah dan bank, maka penunjukan mediator oleh Bank Indonesia dapat menimbulkan kesan seolah-olah mediator tidak dapat bersikap independen karena merasa sesama komunitas perbankan. d. Sosialisasi Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi perbankan ini belum begitu dikenal oleh masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak bank masih kurang memadai dan maksimal sehingga menyebabkan masyarakat asing dengan mediasi perbankan ini. Padahal PBI No. 8/5/PBI/2006 telah menjelaskan tata cara sosialisasi mediasi perbankan yaitu pada pasal 14.

21 POTENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN YANG INDEPENDEN Urgensi Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Telah dijelaskan diatas bahwa mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang dinilai cukup efektif dan efisien dalam menjembatani sengketa antara bank dengan nasabah. Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan ini menggunakan cara yang sederhana, biaya murah dan proses yang cepat. Selain itu juga mediasi ini juga sangat membantu nasabah kecil karena PBI No. 8/5/PBI/2006 telah memberikan batasan jumlah tuntutan maksimum yang bisa diajukan adalah 500 juta rupiah. Dalam perkembangannya, meskipun fungsi mediasi perbankan sudah dilaksanakan tetapi lembaga mediasi perbankan yang independen belum terbentuk sehingga sampai sekarang fungsi mediasi perbankan tersebut masih dipegang oleh Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan di Indonesia. Selama mediasi perbankan berada dalam pengawasan Bank Indonesia, memang tidak pernah ada masalah yang berarti dalam pelaksanaan mediasi, namun bukan berarti pembentukan lembaga yang independen tidak diperlukan. Bagaimanapun juga Bank Indonesia adalah merupakan badan pengawas bank di Indonesia, sehingga apabila Bank Indonesia tetap menjalankan fungsi mediasi perbankan tanpa batas, maka dikhawatirkan independensi mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah dengan bank dapat dipertanyakan, karena sama-sama bergerak di industri perbankan.

22 91 Ke depan, sengketa maupun masalah yang melibatkan nasabah dan bank terus terjadi dan membutuhkan penanganan yang efektif. Melalui langkah penanganan yang tepat, nasabah terlindungi hak-haknya. Sedangkan di sisi lain, bank akan terjaga reputasinya sehingga dapat memenuhi target yang ditetapkan maupun meningkatkan kinerjanya. Namun, selama ini BI masih memegang kendali lembaga mediasi. Hal ini wajar saja, karena belum ada lembaga independen dan sesuai dengan regulasi (Peraturan BI), BI menjadi pemegang kekuasaan tertinggi mediasi perbankan selama belum terbentuknya lembaga mediasi dari asosiasi perbankan maupun institusi terkait lainnya. Berdasarkan pengalaman selama ini semua pihak sangat puas atas kinerja otoritas perbankan tersebut, terutama dalam mediasi perbankan. Namun, setidaknya, harus dibentuk lembaga baru yang memiliki peranan yang sama. Lembaga itu bisa saja bentukan asosiasi perbankan bersama BI dan terdiri dari kalangan profesional yang memegang teguh netralitas maupun keadilan. Selain itu, lembaga tersebut bekerja sesuai dengan guide line yang sudah ada selama ini. Bahkan tidak perlu sungkan untuk mengadopsi guide line yang dipakai oleh lembaga mediasi BI. Ke depan, diharapkan lembaga mediasi perbankan dapat disejajarkan dengan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU), Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati kewenangan yang diberikan tidak seluas lembaga bentukan pemerintah tersebut, namun kehadirannya bisa melindungi hak maupun kepentingan nasabah. Selain itu,

23 92 memajukan industri perbankan yang bisa memberi dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk menyikapi perkembangan mediasi perbankan di masa depan, BI sudah melakukan berbagai pertemuan dengan asosiasi perbankan. Mau tidak mau, asosiasi perbankan yang ada selama ini harus mengambil sikap. Selain itu, harus segera merampungkan lembaga mediasi perbankan independen yang berbentuk perkumpulan badan hukum dan memilih anggota mediatornya. Di masa depan, lembaga mediasi perbankan independen diharapkan mampu menurunkan kuantitas sengketa melalui berbagai program kerja. Program tersebut adalah edukasi kepada masyarakat luas, terutama nasabah di tanah air yang melibatkan BI, Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) maupun YLKI. Sedangkan di tingkat daerah, bisa dilakukan oleh kantor BI setempat bekerjasama dengan YLKI daerah setempat maupun Badan Masyarakat Perbankan Daerah (BMPD). Selain itu, menjalin kerja sama dengan kalangan perbankan untuk mengadakan semacam customer gathering menjadi sarana edukasi yang efektif. Tidak kalah pentingnya adalah bank harus meningkatkan kualitas SDM terutama di frontliner sehingga mengetahui product knowledge perbankan. Karyawan bank harus mampu menjadi financial advisor bagi nasabahnya agar tidak terjadi komplain

24 Hambatan-hambatan Dalam Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Yang Independen Seharusnya, dengan keunggulan lembaga mediasi yang independen, seharusnya secara ideal tidak ada alasan yang bisa menjadi penghambat dari terbentuknya lembaga ini. Akan tetapi sepertinya asosiasi perbankan, sebagai perkumpulan industri perbankan yang mendapatkan tugas dari Bank Indonesia untuk membentuk lembaga independen ini merasa kesulitan untuk melaksanakannya. Dengan alasan tidak adanya sumber dana dan sumber daya manusia, maka akan semakin jauh dari kenyataan untuk lembaga independen ini bisa terbentuk. Persatuan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) pun mengaku belum siap membentuk lembaga mediasi di luar BI. Apalagi, bank-bank saat ini sedang fokus dalam rangka konsolidasi perbankan pada 2008 dan sedang menyiapkan dana Rp80 miliar (penambahan modal minimum menjadi Rp80 miliar) agar tidak diblack list bank sentral. Jika lembaga mediasi perbankan independen dipaksa dibentuk sekarang, ini dirasakan akan sangat berat karena bank tentu saja harus mengalirkan dana ke lembaga itu 24. Di sisi lain, masih banyak yang harus dipikirkan untuk membentuk lembaga mediasi perbankan independen, mulai dari masalah badan hukum, mediator, hingga masalah teknis. Membentuk badan mediasi memang tak semudah membalik telapak tangan. Setidaknya diperlukan waktu dua tahun lagi bagi asosiasi perbankan untuk membentuk badan mediasi yang solid. 24 Diunduh dari Lembaga Mediasi Perbankan Jalan Damai antara Nasabah Dengan Bank, tanggal 25 Juni 2008

25 94 Jadi, untuk sementara, sepertinya BI akan tetap menjalankan proses mediasi 25. Perumusan format lembaga mediasi perbankan yang tepat adalah sangat diperlukan untuk dapat menjadikan lembaga ini independen dan bertahan lama. Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam merumuskan penbentukan lembaga mediasi perbankan yang independen ini, antara lain, pertama, biaya awal pembentukan lembaga mediasi independen. Biaya awal pembentukan lembaga mediasi independen didanai oleh Bank Indonesia maupun biaya operasional kedepannya. Namun, alangkah baiknya apabila nantinya setiap bank yang bermasalah harus mau mengeluarkan biaya/uang untuk membiayai administrasi perkara ataupun membayar sejumlah denda bila terbukti bersalah. Uang ini bisa menjadi modal bagi lembaga mediasi perbankan independen agar tidak terlalu tergantung pada Bank Indonesia. Kedua, prosedur pengajuan pengaduan lembaga mediasi independen masih bisa mengadopsi dari lembaga mediasi yang ada di Bank Indonesia, dimana setiap pengaduan yang masuk haruslah melalui proses dari bank yang bersangkutan (internal). Ketika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian sengketa, barulah nasabah bisa menyampaikan pengaduan kepada lembaga mediasi yang independen. Ini berfungsi juga untuk menjaga reputasi bank terkait sehubungan dengan adanya pengaduan nasabah. Ketiga, bentuk penyelesaian lembaga mediasi perbankan independen nantinya bisa ditempuh melalui jalur mediasi dan ajudikasi. Tetapi perlu diingat bahwa lembaga ini harus bisa 25 Ibid

26 95 memutus perkara dan tidak boleh menolak perkara yang dibebankan kepadanya. Kemudian asas penyelesaian sengketa melalui mediasi yang sederhana, biaya murah dan proses cepat harus tetap dipertahankan. Keempat, nantinya, lembaga mediasi perbankan independen bukan hanya sekedar tempat penyelesaian perselisihan perbankan, tetapi juga harus bisa menampung keluhan nasabah dan pihak lainnya yang berkaitan dengan industri perbankan.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA No. 8/14/DPNP Jakarta, 1 Juni 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA Perihal: Mediasi Perbankan ----------------------- Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1 PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1 Muliaman D. Hadad 2 I. Pendahuluan Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penyelesaian pengaduan nasabah merupakan salah satu bentuk peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian bank di Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2008 PERBANKAN. BI. Bank Umum. Mediasi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4808) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/

Lebih terperinci

Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH

Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH Umum Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah bagian I s.d. bagian III diisi dengan kuantitas Pengaduan, yaitu frekuensi

Lebih terperinci

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DAN BANK SERTA KONSEPSI KE DEPANNYA Oleh: Bambang Suprayitno (Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) Abstrak Pada dasarnya hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak membutuhkan dana yang besar. 1 Salah satu sumber dananya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak membutuhkan dana yang besar. 1 Salah satu sumber dananya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitaas

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Alat Pembayaran. Kartu. Penyelenggaraan. Perizinan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2014 PERBANKAN. BI. Perlindungan Konsumen. Sistem Pebayaran. Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5498) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH 3.1 Kegagalan Suatu Akad (kontrak) Kontrak sebagai instrumen pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat berlangsung

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2014 KEUANGAN. OJK. Sengketa. Penyelesaian. Alternatif. Lembaga. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbankan saat ini memiliki peranan yang startegis dalam kehidupan perekonomian suatu negara, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 TENTANG LAYANAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL Rancangan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2012 PERBANKAN. BI. Transfer Dana. Sistem Pembayaran. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5381) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung tercapainya sistem pembayaran

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2015 KEUANGAN OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Manajemen Risiko. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5761). PERATURAN

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2017 KEUANGAN OJK. Informasi Keuangan. Sistem Layanan. Debitur. Pelaporan. Permintaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan alat pembayaran

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam Terjadinya Kerugian Nasabah Akibat Transfer Dana Secara Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas Sms Banking

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 25 /PBI/2011 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip

Lebih terperinci

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /POJK.03/2016 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya tidak dipermasalahkan mengenai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI Oleh: Lailatul Qomariyah NIM 11210103 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /POJK.03/2016 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transparansi informasi mengenai

Lebih terperinci

MEDIASI PERBANKAN, SATU LAGI PROTEKSI TERHADAP NASABAH BANK Oleh: Djoko Retnadi 1

MEDIASI PERBANKAN, SATU LAGI PROTEKSI TERHADAP NASABAH BANK Oleh: Djoko Retnadi 1 1 MEDIASI PERBANKAN, SATU LAGI PROTEKSI TERHADAP NASABAH BANK Oleh: Djoko Retnadi 1 Di harian Kompas 6/2/2006, terdapat keluhan nasabah Bank Mandiri yang bernama Herri Okstarizal bertempat tinggal di Jalan

Lebih terperinci

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA 1 No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/23/PBI/2001 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/23/PBI/2001 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/23/PBI/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/10/PBI/2001 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES) GUBERNUR BANK

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan di Indonesia merupakan salah satu wujud dari kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia itu sendiri

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI -1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan amanat Pasal 51 Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN I. UMUM Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 21 /PBI/2003 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/10/PBI/2001 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES) GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Universitas Sebelas Maret (Dosen S1, S2, dan S3 Fakultas Hukum UNS Pembantu Rektor II

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah No. 7/24/DPNP Jakarta, 18 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah --------------------------------------------- Sesuai dengan Peraturan Bank

Lebih terperinci