PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI WILAYAH KOTA/KAWASAN PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI WILAYAH KOTA/KAWASAN PERKOTAAN"

Transkripsi

1 PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI WILAYAH KOTA/KAWASAN PERKOTAAN PERMEN PU NO. 12/PRT/M 2009 D i r e k t o r a t Pe n a t a a n R u a n g N a s i o n a l D i r e k t o r a t J e n d e r a l Pe n a t a a n R u a n g D e p a r t e m e n Pe ke r j a a n U m u m

2 LATAR BELAKANG 1. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. 2. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka (ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau) dalam penataan ruang kota maka ketentuan mengenai hal tersebut perlu diatur. 3. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31 juga diamanatkan perlunya ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. 4. Pada Tahun Anggaran 2008 telah ditetapkan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 5. Pada Tahun Anggaran 2009 ini telah ditetapkan Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Wilayah Perkotaan/Kawasan Perkotaan.

3 DEFINISI RTH 1. Ruang Terbuka (UU 26/07) ruang yang secara fisik bersifat terbuka, dengan kata lain ruang yang berada di luar ruang tertutup (bangunan) 2. Ruang Terbuka Hijau 3. Ruang Terbuka Non Hijau (kata kunci) ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman (UU 26/07). Sehingga ruang terbuka yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat digolongkan sebagai RTH. (Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

4 DEFINISI RTH 4. Kesimpulan a. Berdasarkan berbagai penjabaran dan diskusi dari berbagai pengertian di atas, berikut kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian RTNH secara definitif. b. Ruang Terbuka Non Hijau: ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya). c. Secara definitif, Ruang Terbuka Non Hijau selanjutnya dapat dibagi menjadi Ruang Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya.

5 KEDUDUKAN PEDOMAN RTNH DALAM RTR 1. Diagram Kedudukan 2. Kedalaman

6 RASIONAL PENYELENGGARAAN RTNH RTH UU 26/2007 RTNH Konvensi Rio de Janeiro Kebutuhan Ekologis Kebutuhan Ruang Aktivitas Sosial Tuntutan Historis Pedoman RTH Kedudukan Sejajar Bersifat Komplementer Pedoman RTNH Pengkondisian yang lebih baik pada permukaan tanah dengan perkerasan (selain RTH), agar dapat dimanfaatkan sebagai ruang bagi aktivitas manusia Standar Penyediaan RTH Kriteria Penyediaan Vegetasi Arahan Pemanfaatan RTH Standar Penyediaan RTNH Kriteria Penyediaan Perkerasan Arahan Pemanfaatan RTNH Dengan pengaturan kriteria perkerasan maka keberadaan RTNH akan mendukung fungsi ekologis RTH

7 FUNGSI RTNH Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, Fungsi Intrinsik RTNH 2. Fungsi Ekstrinsik RTNH 1. Fungsi Sosial Budaya a. Wadah bagi aktifitas sosial budaya masyarakat wilayah kota/kawasan perkotaan di b. Wadah bagi ekspresi budaya lokal c. Ruang bagi komunikasi warga kota d. Ruang olah raga dan rekreasi e. Ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian.

8 1. Fungsi Intrinsik RTNH 2. Fungsi Ekstrinsik RTNH 1. Ekologis a. sistem sirkulasi udara dan air secara alami berlangsung lancar (sebagai suatu ruang terbuka) dapat b. penyerap air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan 2. Arsitektural dan Estetika a. meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; b. menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota; c. Pembentuk faktor keindahan arsitektural; d. menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. 3. Ekonomis a. Memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya 4. Darurat a. RTNH harus memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat bencana alam. b. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan tempat berkumpulnya massa (assembly point) pada saat bencana. Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009

9 MANFAAT RTNH 1. Manfaat RTNH Secara Langsung 2. Manfaat RTNH Secara Tidak Langsung manfaat yang dalam jangka panjang baru dapat dirasakan, antara lain : a. mereduksi permasalahan dan konflik sosial, b. meningkatkan produktivitas masyarakat, c. pelestarian lingkungan, d. meningkatkan nilai ekonomis lahan disekitarnya, e. dan lain-lain.

10 PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH 1. RTNH Berdasarkan Struktur & Pola Pemanfaatan 2. RTNH Berdasarkan Kepemilikan 3. RTNH Berdasarkan Fungsi 4. RTNH Berdasarkan Fisik 1. Secara Hirarkis a. RTNH skala Kabupaten/Kota b. RTNH skala Kecamatan c. RTNH skala Kelurahan d. RTNH skala Lingkungan (RW dan RT) 2. Secara Fungsional a. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian b. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial c. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya d. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan e. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga f. RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan g. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi

11 PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH 1. RTNH Berdasarkan Struktur & Pola Pemanfaatan 2. RTNH Berdasarkan Kepemilikan 3. RTNH Berdasarkan Fungsi 4. RTNH Berdasarkan Fisik 1. Sosial Budaya, yaitu tempat aktivitas sosial masyarakat 2. Ekologis, yaitu memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan 3. Arsitektural dan Estetika, yaitu meningkatkan estetika kawasan ( plaza, penempatan elemen-elemen pendukung RTNH) 4. Ekonomi, yaitu meningkatkan nilai RTNH dengan mengakomodasi aktivitas ekonomi (formal & informal)

12 TIPE-TIPE RTNH 1. Plasa 2. Parkir 3. Lapangan OR 4. Tempat Bermain 5. Pembatas/Median (Buffer) 6. Koridor

13 SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009 Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan KDB 1. Diagram 2. Pengaturan Luasan Ruang Tertutup (Bangunan Gedung) Ruang Terbuka (secara fisik) = KDB x L = (1-KDB) x L Ruang Terbuka Hijau (> 30%) KDH Ruang Terbuka Non Hijau = KDH x (1-KDB) x L = (1-KDH) x {(1-KDB) x L} 3. Pembatasan Pengaturan 4. Keterkaitan dengan Aturan Lainnya RTH Privat (> 20 %) taman kota taman pemakaman umum jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai RTH Publik (> 10 %) kebun halaman Dll Linier Pembatas/ Median Koridor Dll Koridor RT Perkerasan (Paved) Non Linier Plasa Parkir Lapanga n OR Tempat Bermain RT Biru (Badan Air) Laut Sungai Danau Waduk Situ Dll RT Kondisi Tertentu Lainnya Lumpur Gurun Cadas Kapur Dll Dll Dll

14 SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN 1. Diagram 2. Pengaturan Luasan 3. Pembatasan Pengaturan 4. Keterkaitan dengan Aturan Lainnya 1. Berdasarkan skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan, dapat diindikasi bahwa Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau hanya dibatasi pada pengaturan Ruang Terbuka Perkerasan (Paved). Sedangkan untuk Ruang Terbuka Biru, walaupun termasuk dalam kategori RTNH, tidak akan diatur dalam pedoman ini namun akan diatur secara terpisah oleh Direktorat Jenderal SDA. Demikian juga halnya dengan Ruang Terbuka Kondisi Tertentu lainnya, yang diindikasi sebagai RTNH alami, tidak akan diatur dalam pedoman ini karena kategori RTNH tersebut bukan merupakan RTNH binaan/buatan. 2. Pada skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan batasan substansi pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTNH seperti yang digambarkan dalam persegi dengan garis putus-putus.

15 PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN Secara Hirarkis Secara Linier Secara Fungsional 1. Skema 2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan RTNH pada Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan RTNH pada Kawasan Kecamatan RTNH pada Kawasan Kelurahan RTNH pada Lingkungan RW RTNH pada Jalan Arteri RTNH pada Jalan Kolektor RTNH pada Jalan Lokal RTNH pada Jalan Lingkungan Alun-alun Kota, Plaza Bangunan Ibadah, dll Alun-alun Kecamatan, Plaza Bangunan Ibadah, dll Alun-alun Kelurahan, Plaza Bangunan Ibadah, dll Taman dan Lapangan RW, dll RTNH pada bangunanbangunan fungsional di setiap skala pelayanannya (skala kota, kecamatan, kelurahan, lingkungan RW dan RT), seperti: a Bangunan Hunian b Bangunan Komersial c Bangunan Sosial Budaya d Bangunan Pendidikan e Bangunan Olahraga f Bangunan Kesehatan g Bangunan Transportasi RTNH pada Lingkungan RT Taman dan Lapangan RT, dll

16 PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN 1. Skema 2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan 1. Penyediaan RTNH pada skala Kota/Kawasan Perkotaan (City Wide) dilakukan dengan mempertimbangkan Struktur dan Pola-Pola Pemanfaatan. 2. Secara hirarkis dari yang terendah, skala pelayanan kegiatan fungsional suatu kota dapat dimulai dari skala lingkungan, yaitu RT, RW dan Kelurahan, pada skala kawasan terdapat skala Kecamatan sampai dengan skala tertinggi yaitu Kota. Berdasarkan hirarki skala pelayanan kegiatan fungsional tersebut, RTNH disediakan berdasarkan proporsi kebutuhannya yang diindikasi berdasarkan jumlah populasi dan luas area pada setiap tingkatannya. 3. Ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut dihubungkan oleh jaringan jalan (linkage) yang membentuk suatu hubungan kegiatan sesuai dengan hirarkinya. Pada jaringan-jaringan jalan tersebut RTNH disediakan untuk mengakomodasi kebutuhan aksesibilitas manusia dalam bentuk linier. 4. Ruang-ruang aktivitas fungsional dapat terdiri dari berbagai jenis kegiatan didalamnya, misalnya Hunian, Komersial, Sosial Budaya, Pendidikan, Olahraga, Kesehatan dan lain-lain. Dalam ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut, RTNH disediakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang keberlangsungan kegiatan yang terjadi.

17 PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN Keterangan Skala Pusat Kota 1. Skema 2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan Skala Kawasan (Fungsi) Skala Sub Kawasan Aksesibilitas dengan hirarkinya

18 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu 5. Parkir 1. Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. 2. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA. 3. Pekarangan bangunan merupakan ruang terbuka yang terdiri dari RTH dan RTNH, yang masing-masing dapat diperhitungkan sesuai dengan koefisien dasar hijau (KDH) yang berlaku.

19 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu 1. Pada suatu lahan/kavling 100 m2, dengan KDB 60% maka luas dasar bangunan maksimal yang diperbolehkan adalah seluas 60m2, sedangkan luas ruang terbukanya adalah 40m2. 2. Bila ditentukan KDH pada lokasi tersebut adalah 30% (minimal), berikut simulasi perhitungan RTH dan RTNH 5. Parkir Berdasarkan perhitungan diatas, maka ketentuan UU 26/07 bahwa untuk lingkungan bangunan privat minimal 10% telah terpenuhi untuk kedua model pendekatan/perhitungan Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009

20 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu 5. Parkir Pada skala sub-kawasan dan kawasan terdapat beberapa hirarki RTNH yang disesuaikan dengan standar yang ada, yaitu : a. RTNH skala Rukun Tetangga (Lapangan RT) b. RTNH skala Rukun Warga (Lapangan RW) c. RTNH skala Kelurahan (Lapangan/Alun-Alun Kelurahan) d. RTNH skala Kecamatan (Lapangan/Alun-Alun Kecamatan)

21 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu Pada skala Kota, penyediaan RTNH diarahkan pada beberapa bentuk antara lain: a. Alun-Alun Pusat Pemerintahan b. Plasa Bangunan Ibadah c. Plasa Monumen/ Landmark d. Bawah Jalan Layang/ Jembatan 5. Parkir

22 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu Pada fungsi lain yang tertentu, RTNH disediakan dalam beberapa bentuk, antara lain: a. Jalur Pembatas (Buffer) b. Pemakaman c. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) 5. Parkir

23 ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 1. Luas lahan parkir (bruto) = 3% x luas daerah yang dilayani 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu 5. Parkir

24 PERENCANAAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA RTNH PLASA ATAU ALUN-ALUN 1. Kemudahan Percepatan 2. Estetika 3. Efektivitas Biaya 4. Fungsional/ Operasional 5. Keselamatan 6. Keberlanjutan 1. Tonggak-tonggak dan elemen lansekap : Untuk menghindari masuknya kendaraan dan peralatan ke area plasa dari jalan umum sekitar, maka direkomendasikan dipasang penghalang sepanjang batas Plasa. 2. Bak kontrol: Dihindari penempatan bak kontrol pada Plasa dan area jalan masuk, khususnya di sepanjang jalur jalan orang. 3. Perencanaan lokasi: Jalan masuk Plasa harus mempunyai kemiringan minimum 1% dan maximum 5% untuk memberi aliran air hujan di permukaan yang baik. 4. Manajemen Air: Untuk area diperkeras dekat dengan bangunan sekitar, diperlukan kemiringan minimum 2% dari garis curb, inlet atau jalur drainase ke bangunan untuk mendapatkan drainase yang positif dari air permukaan. 5. Daya simpan air: Penggunaan air harus dijaga agar rendah, khususnya pada musim kemarau dimana tingkat penguapan tinggi. Harus disediakan sumber air air mancur maupun perawatan tanaman dalam area Plasa. 6. Rak sepeda: Disarankan Plasa dilengkapi dengan rak sepeda dengan jumlah sekitar 5% dari jumlah orang di bangunan sekitar. Penyediaan tempat parkir sepeda yang baik dan aman mendorong penggunaan sepeda untuk kelestarian lingkungan.

25 PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA 1. Plasa 2. Parkir 3. Lapangan Olahraga 4. Tempat Bermain dan Rekreasi 5. Pembatas/ Median (Buffer) 6. Koridor 1. Fungsi utama parkir pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai aktivitas ekonomis, yaitu aktivitas yang memiliki atau memberikan nilai ekonomis tertentu. 2. Parkir dapat juga mengakomodir fungsi-fungsi pelengkap lainnya, misalnya: a. Fungsi ekologis, misalnya dengan menanami parkir dengan berbagai jenis vegetasi dengan menggunakan pot atau bak tanaman. b. Fungsi estetika, misalnya dengan melengkapi area parkir dengan berbagai ornamen fungsional ataupun estetis 3. Area parkir umumnya hanya digunakan pada siang hari (jam kerja), sedangkan pada malam hari cenderung kosong (pasif). 4. Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu (insidentil), area parkir pada dasarnya dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas pelengkapnya, seperti: a. Aktivitas ekonomis, misalnya difungsikan sebagai aktivitas informal yaitu pedagang kaki lima pada malam hari atau hari libur, sehingga meningkatkan atau memperpanjang waktu (durasi) guna/manfaat dari suatu lahan. b. Aktivitas sosial budaya, misalnya difungsikan untuk aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain. c. Aktivitas darurat, misalnya aktivitas berkumpulnya masyarakat (assembly point) dalam upaya penyelamatan diri dari bahaya bencana.

26 PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, Plasa 2. Parkir 3. Lapangan Olahraga 4. Tempat Bermain dan Rekreasi 5. Pembatas/ Median (Buffer) 6. Koridor 1. Lapangan olahraga dalam konteks RTNH ini secara khusus mengacu pada aktivitas olahraga tertentu yang spesifik dengan spesifikasi perkerasan, dimensi dan garis lapangan tertentu, misalnya lapangan basket, lapangan bulu tangkis, lapangan voli, lapangan tenis, lapangan futsal, dan lain-lain. Karena lapangan olahraga ini bersifat spesifik maka dalam pemanfaatannya pun bersifat spesifik. 2. Dalam konteks lapangan olahraga yang bersifat privat namun dimanfaatkan untuk publik dengan cara disewakan merupakan bentuk pemanfaatan yang termasuk dalam kategori fungsi ekonomis, karena mampu memberikan keuntungan ekonomis pada pemiliknya. 3. Sedangkan pada saat-saat tertentu (insidentil), lapangan olahraga dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas lainnya, yaitu untuk juga mewadahi berbagai aktivitas yang tergolong dalam: a. Aktivitas sosial budaya, misalnya difungsikan untuk aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain. b. Aktivitas darurat, misalnya aktivitas berkumpulnya masyarakat (assembly point) dalam upaya penyelamatan diri dari bahaya bencana.

27 PROSEDUR PENYELENGGARAAN 1. penyediaan RTNH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang; 2. penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; 3. tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik meliputi: a. perencanaan b. pengadaan lahan c. perancangan teknik d. pelaksanaan pembangunan RTNH e. pemanfaatan dan pemeliharaan 4. penyediaan dan pemanfaatan RTNH privat yang dilaksanakan oleh masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan; 5. pemanfaatan RTNH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan halhal sebagai berikut: a. mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah; b. tidak menyebabkan gangguan tehadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya; c. tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTNH; d. memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTNH; e. tidak mengganggu fungsi utama RTNH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis

28 PERAN MASYARAKAT Perencanaan Pemanfaatan dan Pengendalian Pengambilan Keputusan RTNH Rencana Pemanfaatan Pelaksanaan Pemanfaatan Pasca Pelaksanaan Sangat Mempengaruhi Pelibatan Pelibatan Pelibatan Mempengaruhi Skala Keterlibatan

29 IDENTIFIKASI PIHAK TERKAIT (STAKEHOLDER) 1. Individu/ Kelompok 2. Swasta 3. Lembaga/ Badan Hukum 1. Lembaga atau badan hukum yang dimaksud merupakan Organisasi non-pemerintah, atau organisasi lain yang serupa berperan utama sebagai perantara, pendamping, menghubungkan masyarakat dengan pemerintah dan swasta, dalam rangka mengatasi kesenjangan komunikasi, informasi dan pemahaman di pihak masyarakat serta akses masyarakat ke sumber daya. 2. Organisasi yang memiliki peran dan posisi penting dalam mempengaruhi, menyusun, melaksanakan, mengawasi kebijakan pemanfaatan ruang perkotaan, antara lain: a. DPRD b. BKPRD c. Asosiasi Profesi d. Perguruan Tinggi e. Lembaga Donor f. Organisasi Kemasyarakatan Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009

30 PENGHARGAAN DAN KOMPENSASI Penghargaan dan kompensasi dalam peningkatan kesadaran masyarakat terhadap RTNH dapat berupa: a. Piagam penghargaan yang di keluarkan oleh lembaga swadaya masyarakat pemerhati RTNH/lingkungan, perguruan tinggi, unsur kewilayahan seperti RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan. Instansi yang terkait dengan pengeloaan RTNH/lingkungan hidup, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. b. Pencantuman nama, baik perorangan, lembaga atau perusahaan dalam ukuran yang wajar dan tidak mengganggu keindahan, sebagai kontributor dalam penyediaan RTNH tersebut, dengan persetujuan tertulis dari instansi pengelolanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut.

31 MATRIKULASI PLASA BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Luas min 250m2, berada pada radius <300m dari setiap rumah yang dilayani Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min 1.250m2, berada pada radius <1.000m dari setiap rumah yang dilayani Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min 9.000m2, berada pada pusat lingkungan desa/kel. (kantor desa/kel.) Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min m2, berada pada pusat lingkungan kecamatan (kantor kec) Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Terletak di pusat kota yg merupakan bagian dari kesatuan wilayah conurbation Luas setiap area plasa disesuaikan dengan standar kebutuhan plasa setiap kota Fungsi utama sebagai ruang aktivitas sosial masyarakat

32 MATRIKULASI PARKIR BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Luas 100m2 di setiap pusat lingkungan RT Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RT, juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik Luas 400m2 di setiap pusat lingkungan RW Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RW, juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik Luas 2.000m2 di setiap pusat lingkungan desa/kelurahan Dipisahkan dengan terminal kelurahan (seluas 1.000m2) dan pangkalan oplet/angkot seluas 200m2) Luas 4.000m2 di setiap pusat lingkungan kecamatan Dipisahkan dengan terminal kecamatan (seluas 2.000m2) dan pangkalan oplet/angkot seluas 500m2) Luas m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas setiap lahan parkir disesuaikan dgn standar kebutuhan parkir komunal setiap kota Masing-masing dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota

33 MATRIKULASI LAP OLAHRAGA BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Lapangan olahraga untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2 Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam Lapangan olahraga untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2 Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam Lapangan olahraga untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri Lapangan olahraga untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri Lap olahraga untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Lapangan olahraga untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Lapangan olahraga untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Luas setiap lapangan olahraga disesuaikan dengan standar kebutuhan lapangan olahraga setiap kota Aktivitas olahraga yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan hirarki setiap kotanya

34 MATRIKULASI TEMPAT BERMAIN BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009 RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Tempat bermain untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Luas setiap taman bermain disesuaikan dengan standar kebutuhan aktivitas bermain setiap kota Aktivitas bermain yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan hirarki setiap kotanya

35 MATRIKULASI PEMBATAS BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009 RT Pembatas antar rumah, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RT tertentu RW Pembatas antar lingkungan RW, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan RW tertentu Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Pembatas antar lingkungan desa/kelurahan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar lingkungan kecamatan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu

36 MATRIKULASI KORIDOR BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009 RT Koridor pada skala RT dapat berupa jalur sirkulasi antar rumah, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RT tertentu RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan) Koridor pada skala RW dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu Koridor pada skala desa/kelurahan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu Koridor pada skala kecamatan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman desa/kelurahan tertentu Koridor pada skala kota besar dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman kecamatan tertentu Koridor pada skala metropolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu Koridor pada skala megapolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu Koridor terletak di setiap kota yang merupakan bagian dari kesatuan wilayah conurbation sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan sistem kotanya masingmasing

37 SEKIAN DAN TERIMA KASIH

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MENUJU SUSTAINABLE OF UNIVERSITY

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MENUJU SUSTAINABLE OF UNIVERSITY EVALUASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MENUJU SUSTAINABLE OF UNIVERSITY Galeh Nur Indriatno Putra Pratama Universitas Negeri Yogyakarta, Kampus Karangmalang, 55281, Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV Kelurahan/Desa : Caile Kota/kabupaten : Bulukumba NO Substansi 1 Apa Visi Spatial yang ada di dalam RPLP? Bagaimana terapan visi tersebut ke dalam Rencana Teknis Penataan Lingkungan Permukiman kita? Status

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berkembangnya suatu kota membawa konsekuensi terhadap perubahan fisik kota yang biasanya juga dibarengi pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas ekonomi yang cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep 37 V. KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN BLOK PLAN

PERENCANAAN BLOK PLAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MASTER PLAN SARANA DAN PERASARANA BAGIAN A PERENCANAAN BLOK PLAN 2015-2020 A-1 BAB I TINJAUAN UMUM KONTEKSTUALITAS PERENCANAAN 1.1. Tinjauan Konteks Tipologi Kawasan Unsrat di

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan lahan di kota - kota besar maupun kota sedang berkembang di Indonesia dirasakan sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya pemenuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taman merupakan fasilitas publik yang disediakan oleh Pemerintah Kota, yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial dan memperindah

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN DAN JALAN SLAMET RIYADI SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB IV PANDUAN KONSEP BAB IV PANDUAN KONSEP 4.1. Visi Pembangunan Sesuai dengan visi desa Mekarsari yaitu Mewujudkan Masyarakat Desa Mekarsari yang sejahtera baik dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Maka dari itu visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana??

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana?? DASAR PENATAAN RUANG DAN PENGGUNAAN LAHAN Semakin menurunnya kualitas permukiman Alih fungsi lahan Kesenjangan antar dan di dalam wilayah Kolaborasi bangunan yang tidak seirama Timbulnya bencana Mamanasnya

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah.

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah. KOTA.KOTA IDENTIK dengan pemusatan seluruh kegiatan yang ditandai dengan pembangunan gedung yang menjulang tinggi, pembangunan infrastruktur sebagai penunjang dan sarana penduduk kota untuk mobilisasi,

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA

ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA A-10 Tutur Lussetyowati Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Sriwijaya tutur_lus@yahoo.co.id ABSTRAK Penyediaan ruang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman Dengan Rahmat Tuhan

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Evaluasi Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai Berdasarkan Green Flag Award TINJAUAN PUSTAKA. Gambar II.

Laporan Penelitian Evaluasi Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai Berdasarkan Green Flag Award TINJAUAN PUSTAKA. Gambar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka pustaka Gambar II.1 Kerangka Pustaka 2.2. Ruang Terbuka Ruang terbuka di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau. Ruang terbuka hijau adalah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dalam penelitian ini, peran ruang terbuka hijau dibagi menjadi fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama terkait dengan fungsi ekologis, sedangkan fungsi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS 5.1. Konsep Filosofis Dilatarbelakangi oleh status kawasan industri Cikarang yang merupakan kawasan industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ruang Terbuka Publik 2.1.1. Definisi Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur yang diperluas seperti square. Square merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE Anton Topan topan.anton@yahoo.co.id Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Musamus ABSTRAK Perkembangan pembangunan di kota Merauke ini tidak

Lebih terperinci

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL LAMPIRAN XII PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015 2035 KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL 1. MS Mangrove atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG MATA KULIAH ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN UNTUK UJIAN VERIFIKASI HASIL KONVERSI KURIKULUM DOSEN : Ir. NuzuliarRachmah, MT DISUSUN OLEH : MARIA MAGDALENA SARI A. 052. 09. 045

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI KOTA TIDORE KEPULAUAN DENGAN METODE PARTICIPATORY PLANNING

PERENCANAAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI KOTA TIDORE KEPULAUAN DENGAN METODE PARTICIPATORY PLANNING PERENCANAAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI KOTA TIDORE KEPULAUAN DENGAN METODE PARTICIPATORY PLANNING Maria Christina Endarwati Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci