HANS PUTRA KELANA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HANS PUTRA KELANA F"

Transkripsi

1 KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan HANS PUTRA KELANA F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 HANS PUTRA KELANA. F Kajian Sistem Manajemen Terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Tjahja Muhandri, MT. ABSTRAK Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). Kegiatan magang ini memiliki enam tujuan yang sistematis. Tujuan tersebut yaitu: (1) mempelajari Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi kesesuaian dan menganalisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi. Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A, Jakarta. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A, Cilegon. Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi. Hasil analisis HACCP, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 menunjukkan keterkaitan antara ketiga sistem ini. HACCP merupakan sistem analisa bahaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan titik-titik kritis di dalam proses pangan. ISO mengintegrasikan HACCP ke dalam ISO 22000:2005 dan menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci penerapan ISO 22000:2005. ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan berupa perbedaan dan persamaan sistem ini bagi sebuah organisasi. Kelima bagian utama pada ISO

4 9001:2000 dan ISO 22000:2005 yang dapat diintegrasikan adalah saasaran dan kebijakan, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan manajemen. Kajian tahap pertama sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A dengan menggunakan tabel ketidaksesuaian menunjukkan PT Gula Rafinasi A masih belum memenuhi persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 secara penuh. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000. Selain itu, hasil identifikasi menunjukkan 5 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005. Ketidaksesuaian yang ada berusaha diselesaikan dengan penyusunan solusi alternatif bersama antara tim konsultan Premysis dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang telah disusun dicoba diimplementasikan dan diamati tiga bulan berikutnya. Setelah tiga bulan, dilakukan verfikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dan 3 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan. Selain itu, hasil verifikasi menunjukkan terdapat 2 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan yang baru teridentifikasi di pabrik PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, solusi alternatif tahap kedua disusun untuk menyelesaikan 2 ketidaksesuaian lama dan 2 ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan. Secara keseluruhan, PT Gula Rafinasi A telah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Hal ini menjadi perhatian karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsi pangan yang aman bagi kesehatannya. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. Perusahaan yang baik akan berusaha menjaga dan meningkatkan mutu produk sesuai yang diharapkan konsumennya. Kepuasan pelanggan adalah ukuran yang penting bagi perusahaan dalam menjaga bisnisnya dan melakukan siklus perbaikan berkelanjutan. Perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan kinerja dan mutu, dan pelaksanaan bisnis dengan jaminan keamanan pangan merupakan kebutuhan bagi setiap perusahaan pangan saat ini. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 adalah perangkat sistem manajemen yang memberikan jaminan proses terkendali, dinamis, dan terstandarisasi internasional yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan. ISO mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dikarenakan HACCP telah diakui sebagai perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan. Pengetahuan tentang HACCP, khususnya terkait 12 langkah penerapan meliputi 7 prinsip telah diperkenalkan secara luas pada praktisi industri pangan di berbagai belahan dunia. Penerapan HACCP bisa diterapkan di dalam rantai produksi pangan, mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian),

6 penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna akhir. Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksana magang berusaha membantu menyediakan informasi pembelajaran memadukan penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 dalam industri pangan bagi pihak lain yang membutuhkan seperti praktisi industri maupun akademisi. Penerapan sistem manajemen yang terstandarisasi dan efektif merupakan kebutuhan bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan pangan. Melalui laporan kegiatan magang ini diharapkan dapat menumbuhkan cara berpikir baru bagi setiap orang yang ingin tahu mengenai penerapan standar internasional di dalam perusahaan pangan. B. Tujuan Tujuan dilakukan kegiatan magang di PT Premysis Consulting, Jakarta adalah (1) mempelajari HACCP, standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi dan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi. C. Manfaat Manfaat hasil laporan magang ini adalah sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen mutu dan keamanan pangan berstandar internasional, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Manajemen Mutu Juran di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) mendefinisikan mutu sebagai fitness for use (kecocokan atau kelayakan untuk digunakan). Hal ini dapat diartikan penggunaan akan barang atau jasa sesuai dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya. Penjelasan fitness for use oleh Juran dapat dikaji menjadi dua bagian, yaitu quality of design (mutu rancangan) dan quality of conformance (mutu kesesuaian). Quality of design disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan. Bila biaya untuk menaikkan mutu ini ditingkatkan maka dapat meningkatkan nilai jual lebih tinggi. Quality of conformance merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk. Ada dua unsur mendasar tentang mutu, yaitu pengalaman pelanggan dalam mengenal mutu dan kreatifitas produsen mengenai mutu (Kolarik, 1999). Saat pelanggan melakukan pilihan, secara tidak sadar dirinya membentuk pengertian mutu. Kepuasan pelanggan menggunakan sebuah produk baik barang maupun jasa akan selalu diukur oleh dirinya sendiri yang nantinya akan menjadi sebuah ingatan dan pengalaman dalam menentukan pilihan produk selanjutnya. Bagi pihak produsen, pengalaman-pengalaman konsumen tersebut merupakan kumpulan atribut berharga yang sebisa mungkin dipenuhi agar produk yang dijual sesuai mutu yang ada di pengalaman konsumen. Produk pangan merupakan komoditas yang tidak terlepas dari konsep mutu. Berbagai atribut mutu yang melekat pada produk pangan seperti rasa, aroma, warna, tekstur, harga, dan sebagainya, merupakan faktor penentu bagi konsumen dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu, perusahaan pangan harus mampu secara nyata meningkatkan mutu produknya untuk memberikan kepuasan dan kepercayaan konsumen. Seiring perjalanan waktu, tidak jarang perusahaan-perusahaan lalai dalam mengendalikan mutu produknya. Pengendalian mutu menurut Juran (1995),

8 merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: 1) menilai kinerja operasi yang aktual, 2) membandingkan dengan tujuan (standar) dan 3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Melalui pengendalian mutu, sebuah perusahaan selain mampu mengendalikan biaya dalam kegiatan operasional juga mampu bertahan dalam persaingan usaha dari kompetitornya. Kendala yang umum terjadi di dalam perusahaan yang belum atau tidak memiliki sistem di dalamnya adalah ketergantungan pada pihak tertentu yang menguasai konsep dan pengendalian mutu. Pengendalian disertai peningkatan mutu yang dilakukan berkesinambungan memerlukan sebuah sistem yang mampu mengaturnya. Sistem ini akan membantu perusahaan mampu mengendalikan mutunya walaupun pihak yang selama ini ahli dalam melakukan pengendalian mutu, tidak lagi berada di perusahaan tersebut. B. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 adalah sebuah standar internasional yang dibuat oleh The International Organization for Standardization (ISO) untuk memberikan panduan, arahan, dan acuan sistem manajemen mutu di dalam organisasi. Pengadopsian sistem manajemen mutu hendaknya merupakan keputusan strategis dari suatu organisasi. Perancangan dan penerapan dari sistem manajemen mutu organisasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bervariasi, tujuan tertentu, produk yang disediakan, proses yang digunakan, serta ukuran dan struktur dari organisasi (ISO, 2000). Menurut ISO (2008), ISO 9001:2000 memiliki delapan prinsip dalam memberikan standar sistem manajemen mutu, yaitu: 1) fokus ke pelanggan, 2) kepemimpinan, 3) pelibatan semua pihak, 4) pendekatan proses, 5) pendekatan sistem ke manajemen, 6) perbaikan berkelanjutan,

9 7) pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan, dan 8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok. Kedelapan prinsip tersebut menyediakan kerangka bekerja yang ilmiah dan sistematis bagi manajer senior untuk menjalankan organisasinya menuju peningkatan kinerja. Prinsip-prinsip tersebut berguna dalam meningkatkan mutu suatu organisasi dan melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Penerapan ISO 9001:2000 tidak terlepas dari pentingnya penerapan standar. Standar memberikan kontribusi positif yang besar hampir di setiap aspek kehidupan. Menurut ISO (2008), standar memastikan karakteristik yang diinginkan untuk produk dan jasa seperti mutu, keramahan lingkungan, keamanan, keterandalan, efisiensi dan pertukaran, serta biaya ekonomis. Jika standar tidak muncul dalam suatu hal, baik itu produk maupun proses, hal ini dapat segera diketahui. Standar sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000 memiliki tatanan yang ilmiah dalam pengaturan proses yang terdapat dalam organisasi. Standar internasional ini mengutamakan pendekatan proses dalam memberikan arahan untuk menyusun sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini penting, karena syarat sebuah organisasi berjalan efektif, maka organisasi tersebut harus mampu mengidentifikasi dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Kegiatan yang menggunakan sumberdaya dan dikelola untuk memungkinkan perubahan masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai proses. Keuntungan yang didapat dengan menjalankan ISO 9001:2000 bagi sebuah organisasi adalah terpenuhinya kebutuhan sesuai dengan harapan organisasi dan regulasi yang berlaku. Selain itu, organisasi yang menjalankan standar internasional ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap kinerja dan mutu organisasi. Peningkatan kinerja dan mutu organisasi dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. ISO 9001:2000 bisa diterapkan di setiap organisasi apapun. Standar sistem ini memiliki ruang lingkup yang luas karena menekankan kepada sistem manajemen mutu. Makna mutu berlaku universal di seluruh bidang usaha apapun. Standar ini tidak menyiratkan harus terjadi keseragaman sistem

10 manajemen mutu maupun dokumentasinya. Sebagai acuan tambahan, standar ini menggunakan beberapa aturan seperti peraturan pemerintah ataupun persyaratan pelanggan. Penerapan ISO 9001:2000 memerlukan persiapan yang matang untuk suatu organisasi dalam mewujudkan kerangka kerja sistem manajemen mutu. Saat yang tepat bagi sebuah organisasi dalam menerapkan standar internasional ini adalah ketika organisasi telah siap memajukan dan mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan, perubahan di dalam dunia usaha selalu dinamis dan menuntut setiap organisasi untuk selalu bergerak maju. Perubahan tersebut mengharuskan organisasi memiliki suatu kerangka berpikir yang mantap untuk senantiasa mengutamakan mutu. C. Sistem Manajemen Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang: Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan bersifat sensitif terhadap kesehatan manusia karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali dalam sehari. Selama pengolahan mulai dari hulu sampai hilir terdapat berbagai ancaman bagi pangan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumen. Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (2003) menyatakan keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dimakan berdasarkan tujuan penggunanya. Bahaya yang mungkin timbul selama proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian pangan disebabkan adanya kontaminasi, reaksi yang timbul selama pengolahan, dan kesalahan penanganan pangan. Hariyadi (2008) memiliki pandangan lain dengan mengelompokkan keamanan pangan menjadi dua bagian, yaitu keamanan bagi tubuh (safety for body) dan keamanan bagi keyakinan (safety for mind). Tinjauan keamanan pangan bagi tubuh (safety for body) setidaknya meliputi tiga aspek utama, yaitu mikrobiologi, fisik, dan kimia. Keamanan bagi tubuh bila dijabarkan lagi

11 berdasarkan sumber-sumbernya dapat dikelompokkan menjadi tujuh yaitu kimia (residu pestisida, obat hewan ternak, antibiotik, dan lain-lain), kontaminan lingkungan, biologi (bakteri, virus, parasit, protozoa, dan lainlain), mikotoksin (toksin dari kapang), alergen, non-konvensional (prion), dan bioterorisme. Keamanan pangan untuk keyakinan (safety for mind) biasanya berlaku bagi pemeluk agama tertentu. Contoh keamanan pangan ini berupa jaminan Kosher bagi umat Yahudi atau Halal bagi umat Islam. Mengacu kepada konsep Codex Alimentarius Commission (CAC), terdapat kemungkinan bahaya keamanan dalam perdagangan pangan yang dikategorikan menjadi 3 hal yaitu bahaya biologi, kimia, dan fisik. 1. Bahaya biologi Bahaya biologi artinya pangan terjamin keamanannya dari kontaminan biologi yang bersumber dari bakteri, virus, parasit, dan protozoa, yang patogenik bagi kesehatan manusia dan menyebabkan gangguan penyakit karena makanan (foodborne disease). Penyakitpenyakit keracunan pangan di Indonesia yang terpublikasi biasanya disebabkan patogen dan atau senyawa kimia. Mengingat di negara-negara maju dengan tingkat sanitasi tinggi dilaporkan bahwa patogen adalah penyebab utama kasus-kasus penyakit asal pangan, maka cukup aman untuk mengasumsikan bahwa kemungkinan besar kasus-kasus penyakit asal pangan di Indonesia juga didominasi oleh patogen asal pangan (foodborne pathogen) Dewanti-Hariyadi (2008). Secara umum penyakit-penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi adalah penyakit asal pangan yang terjadi karena masuknya patogen hidup seperti virus, bakteri, protozoa, cacing melalui bahan pangan. Jika patogen berhasil mencapai usus, pada saat yang bersamaan mereka akan mengganggu kesehatan inang (manusia) yang ditumpanginya dengan berbagai cara. Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya toksin melalui bahan pangan ke dalam tubuh. Toksin dalam bahan pangan dapat berupa toksin secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut,

12 toksin yang dihasilkan bakteri atau kapang, toksin lingkungan, atau toksin dari penggunaan pestisida (Dewanti-Hariyadi, 2008). 2. Bahaya kimia Kontaminan kimia yang terpapar dalam pangan cukup banyak jenisnya. Pembagian jenis menurut Andrews et. al. (2001) mengacu kepada perkembangan ditemukannya kontaminan kimia. Pertama, kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit dalam jangka waktu yang panjang seperti senyawa karsinogenik. Kedua, kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit degenerasi permanen secara perlahan seperti yang disebabkan timbal dan merkuri. Ketiga, kontaminan kimia yang muncul dalam pengolahan pangan dan bersifat karsinogen seperti 3- monokloropropanadiol (3-MCPD), dan asam lemak trans (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Keempat, kontaminan kimia yang terpapar pada produk pertanian, seperti residu pestisida dan herbisida. Kelima, kontaminan kimia yang baru diketahui memiliki efek negatif bagi manusia seperti residu perawatan hewan ternak (veterinary residues) dan organisme genetik termodifikasi/genetically modified organism (GMO) (Andrews et. al., 2001). 3. Bahaya fisik Keamanan dari bahaya fisik di sini berarti pangan terjamin keamanannya dari benda-benda asing (kontaminan fisik) yang dapat menyebabkan luka jika konsumen mengonsumsinya. Kontaminan fisik dapat menyebabkan resiko keamanan dan penurunan kualitas pangan. Kontaminan fisik biasanya jarang ditemukan dalam kasus keamanan pangan dan hanya mempengaruhi sejumlah kecil konsumen, berbeda dengan kontaminan biologi atau kimia yang mampu mempengaruhi seluruh populasi. Kontaminan fisik ada yang langsung mempengaruhi keamanan tubuh konsumen dan ada yang dapat mempengaruhi pandangan konsumen terhadap mutu. Kontaminan yang dapat menyebabkan luka biasanya pecahan gelas, potongan kayu tajam, serpihan besi, batu dan logam-logam non besi. Bila ada pecahan gelas di makanan bayi, potongan paku di dalam

13 sekaleng minuman ringan, atau serpihan kacang dalam makanan bebas kacang, dapat dikategorikan bahaya keamanan pangan. Contoh terakhir lebih terkait dengan isu alergen. Kontaminan fisik jenis lain yang menurunkan mutu produk dalam pandangan konsumen biasanya kotoran atau potongan tubuh hewan kecil seperti serangga dan serpihan kayu. Jika konsumen menemukan potongan tubuh serangga pada salad atau menemukan serpihan kayu pada kue pai akan menyebabkan ketidakpuasan konsumen. (Andrews et. al., 2001). Maraknya kasus keracunan pangan di dunia mengindikasikan minimnya kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan bagi sebagian besar pelaksana usaha pangan. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bagi setiap organisasi yang membuat, menangani, atau memasok pangan untuk lebih memperhatikan keamanan pangan. Dampak keracunan pangan tidak hanya berimbas kepada konsumen tetapi juga kepada nama baik dan kelangsungan bisnis produsen. Sebagai contoh kasus keamanan pangan, Amerika Serikat dan Indonesia memiliki kasus dalam jumlah yang besar. Sebagai pembanding Amerika Serikat dipilih karena sistem pendataannya yang baik dan akurat. Berdasarkan data Centre for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat pada tahun 2006 memiliki kasus penyakit diakibatkan pangan (foodborne illness) dan kejadian luar biasa (outbreaks) dalam jumlah yang besar. Kejadian luar biasa setidaknya memiliki dua arti, yaitu: 1) suatu kejadian dimana terdapat dua atau lebih orang mengalami sebuah penyakit yang sama setelah menelan makanan yang sama, atau 2) analisis epidemiologi dari suatu kejadian yang mengindikasikan pangan sebagai sumber dari penyebab penyakit (Hui, et. al., 2001). Sebagian besar kasus penyakit disebabkan oleh virus, yang tercatat sebanyak kasus terkonfirmasi dan 2841 kasus dugaan. Ilustrasi data jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat pada tahun 2006, dapat dilihat pada Gambar 1. Kasus kejadian luar biasa (KLB) pada tahun ini, tercatat virus sebagai penyebab terbesar, yaitu sebanyak 337 KLB terkonfirmasi dan 165 KLB dugaan. Ilustrasi data jumlah kejadian luar biasa di Amerika Serikat pada tahun 2006,

14 Kasus Kasus dapat dilihat pada Gambar 2. Total keseluruhan kasus penyakit diakibatkan pangan dan KLB di Amerika Serikat ditampilkan pada Gambar 3. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1. 12,000 11,122 10,000 8,000 6,000 4,000 2, ,336 2,841 1, Bakteri Kimia Parasit Virus Konfirmasi Dugaan Penyebab Gambar 1. Jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006) Bakteri Kimia Parasit Virus Konfirmasi Dugaan Penyebab Gambar 2. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)

15 KLB Kasus ,904 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) ,592 4, Jumlah Kasus 0 Total Konfirmasi Sumber Penyakit Total Dugaan Sumber Penyakit Sumber Penyakit yang tidak diketahui Gambar 3. Jumlah Kejadian Luar Biasa dan kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006) Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Indonesia memiliki kasus keamanan pangan dalam jumlah besar (Hariyadi, 2008). Kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia tercatat mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 4. Hal yang serupa juga terlihat pada jumlah korban sakit seperti terlihat pada Gambar 5, sedangkan jumlah korban yang meninggal akibat pangan seperti terlihat pada Gambar 6. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran Tahun Gambar 4. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)

16 Korban meninggal Korban sakit Tahun Gambar 5. Jumlah korban sakit akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008) Tahun Gambar 6. Jumlah korban meninggal akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008) Era keterbukaan dan globalisasi memberikan kemajuan pesat informasi di berbagai bidang termasuk keamanan pangan. Setiap pelanggan akan semakin peduli terhadap keamanan pangan yang mereka konsumsi. Hal ini berdampak langsung bagi setiap organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, wajib mengetahui bahwa semakin meningkatnya persyaratan keamanan pangan yang diajukan pelanggan.

17 D. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 1. Pengertian HACCP HACCP atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Winarno dan Surono, 2002). Bahayabahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahayabahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi (BSN, 1998). Beberapa negara dunia menetapkan aturan untuk keamanan dan kelayakan dari produk pangan untuk menerapkan HACCP dalam setiap usaha dan organisasi yang menghasilkan pangan. Bidang yang tercakup meliputi keseluruhan, baik itu organisasi profit maupun tidak, baik umum maupun pribadi, aktivitas-aktivitas seperti persiapan, proses, manufaktur, pengemasan, penyimpanan, transportasi, distribusi, penanganan, penawaran langsung untuk dijual ataupun untuk mensuplai kebutuhan pangan. Di Eropa, melalui acuan aturan EU Directive 93/94/EEC on Food Hygiene, semua pihak yang beroperasi di bidang pangan di dalam Uni Eropa harus menerapkan HACCP (National Board of Experts-HACCP, 2002). Mereka harus memastikan bahwa prosedur keamanan yang cukup memenuhi untuk diidentifikasi, didokumentasikan, dipelihara, dan ditinjau

18 berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengembangkan sistem HACCP. Indonesia sering mengalami permasalahan di bidang keamanan pangan saat melakukan ekspor produk pangannya ke uni eropa. Pada tahun 2004 tercatat 71 Unit Pengolahan Ikan (UPI) mendapatkan notifikasi Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Kemudian jumlah notifikasi menurun pada tahun 2005 menjadi 65 UPI. Tahun 2006, Indonesia mendapatkan notifikasi 46 UPI pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007 (Maret) tercatat 12 UPI memperoleh notifikasi RASFF (Retnowati, 2007). Penerapan sistem keamanan pangan yang melibatkan HACCP terbukti meningkatkan kualitas keamanan produk perikanan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan notifikasi yang diterima Indonesia pada tahun 2007 menjadi 12 notifikasi terhadap UPI. Oleh karena itu, penerapan konsep sistem HACCP dalam melakukan upaya yang berhubungan dengan keamanan pangan merupakan salah satu piranti yang cukup efektif. 2. Sejarah HACCP Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, karena perkembangannya melalui proses yang panjang sejak dimulai pada tahun Awalnya, Pillsbury Company bekerja sama dengan National Aeronautics and Space Agency (NASA), Natick Research and Development Laboratories dan US Air Force Space Laboratory Project pada tahun 1959, mengadakan penelitian penerapan HACCP dengan tujuan mengembangkan makanan yang aman bagi astronot (Thaheer, 2005). Kemudian, pada tahun 1971, dimulai pemaparan pertama kepada masyarakat mengenai sistem HACCP di American National Conference for Food Protection, Amerika Serikat. Lalu, pada tahun 1973, FDA mengeluarkan aturan untuk menerapkan prinsip HACCP pada makanan kaleng berasam rendah (low acid canned food). Selanjutnya, sistem HACCP selalu dipelajari dan dikembangkan terus menerus oleh negara-negara di dunia dan mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1990-an.

19 HACCP mulai dikenal di Indonesia melalui panduan HACCP yang berasal dari Codex Alimentarius Commission. Pada tahun 1993, Codex Guidelines for the Application of the HACCP diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (CAC) termasuk the Codex Code on General Principles of Food Hygiene direvisi untuk mencakup sistem HACCP. Selanjutnya diadakan revisi Codex Guidelines for the Application of the HACCP pada tahun 1997 menjadi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application. Sejak tahun 1998, Indonesia mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI ) Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point) Serta Pedoman Penerapannya. 3. Keunggulan HACCP HACCP merupakan sistem yang efektif biaya dalam proses bisnis pangan. Sistem ini menargetkan ke sumber area kritis proses. Selain itu, HACCP juga mengurangi risiko pembuatan dan penjualan produk yang tidak aman. Oleh karena itu, di dunia internasional hingga saat ini, HACCP adalah metode paling efektif dalam memaksimalkan keamanan pangan (Mortimore dan Wallace, 1998) Pengguna HACCP hampir sepenuhnya yakin akan menemukan manfaat tambahan di area mutu produk. Peningkatan kesadaran akan bahaya (hazard) secara umum dan partisipasi aktif dari orang-orang yang terlibat di area operasi merupakan keutamaan dari sistem ini. Banyak mekanisme pengendalian keamanan berfungsi sekaligus dalam pengendalian mutu produk (Mortimore dan Wallace, 1998). Penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan (BSN, 1998). Karena keunggulan dan tatanan kerja yang sistematis dan logis, HACCP diakui banyak negara di seluruh dunia sebagai sebuah sistem keamanan pangan yang dapat diterapkan di mana pun. Pengujian akan keefektifan sistem

20 keamanan pangan yang terdapat dalam organisasi yang memproduksi pangan lebih mudah dilakukan karena salah satu prinsip HACCP, yaitu dokumentasi. Penjaminan dari lembaga sertifikasi akan pengoperasian HACCP dalam organisasi berupa sertifikat HACCP memudahkan penerimaan produk organisasi tersebut dalam perdagangan internasional. 4. Cara menerapkan HACCP Penerapan HACCP tidak terlepas dari keduabelas langkah penerapannya yang terdiri dari lima langkah awal dan tujuh prinsip penerapannya. Lima langkah awal penerapan HACCP yaitu: 1) pembentukan tim HACCP, 2) deskripsi produk, 3) identifikasi rencana penggunaan, 4) penyusunan diagram alir, dan 5) verifikasi diagram alir di lapangan. Tujuh prinsip penerapan HACCP yaitu: 1) analisa bahaya, 2) penentuan titik kendali kritis (TTK/CCPs), 3) penetapan batas kritis, 4) penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis (monitoring), 5) penetapan tindakan perbaikan (corrective action), 6) penetapan prosedur verifikasi, dan 7) penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Semua prinsip HACCP ini terdapat hampir di seluruh standar keamanan pangan di negara-negara dunia, seperti International Food Standards, ISO 22000:2005, Recommended International Code of Practise General Principles of Food Hygiene CAC/RCP I -1969, Rev.4 (2003) dan SNI A. Lima langkah awal penerapan HACCP 1. Pembentukan tim HACCP Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmensegmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan

21 penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu). 2. Deskripsi produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk a w, ph, dll.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya. 3. Identifikasi rencana penggunaan Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaankegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan. 4. Penyusunan diagram alir Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. 5. Verifikasi diagram alir di lapangan Tim HACCP, sebagai penyusun diagram alir harus memverifikasi operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan diagram alir. B. Tujuh prinsip HACCP 1. Analisa bahaya Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi

22 hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai berikut: - kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap kesehatan; - evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya; - perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganismemikroorganisme tertentu; - produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia; dan - kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas. 2. Penentuan titik kendali kritis (TTK)/critical control points (CCP) Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan seperti pada Gambar 7 yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap CCP dan mempertimbangkan situasi yang ada. Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan serta dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan. 3. Penentuan batas kritis Batas-batas kritis (critical limits) harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban,

23 Q1 Apakah ada tindakan pengendalian? Ya Tidak Apakah pengendalian pada tahap ini perlu untuk pengamanan? Ya Modifikasi Tahapan Proses Q2 Apakah langkah ini khusus dibuat untuk mengendalikan bahaya? Tidak Bukan CCP Ya Tidak Q3 Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima? Tidak Ya CCP Q4 Apakah tahapan berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya hingga ke tingkatan yang dapat diterima? Tidak Ya Gambar 7. Pohon keputusan CCP untuk proses ph, a w, keberadaan klorin, dan parameter-parameter sensori seperti penampakan visual dan tekstur. 4. Penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali

24 pada CCP. Pemantauan seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan dan memberi informasi yang tepat waktu untuk memastikan pengendalian proses dapat mencegah penyimpangan dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan sebab mungkin saja hasil tersebut menunjukkan kecenderungan ke arah kehilangan kendali pada suatu CCP. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali. 5. Penetapan tindakan perbaikan Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. 6. Penetapan prosedur verifikasi Penetapan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk memverifikasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup : - Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya - Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk - Memverifikasi apakah TKK dalam kendali Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk memverifikasi keefektifan semua elemen-elemen rencana HACCP.

25 7. Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan keamanan pangan harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi. Contoh dokumentasi : - Analisa Bahaya - Penentuan TKK - Penentuan Batas Kritis Contoh pencatatan : - Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP) - Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait - Perubahan pada sistem HACCP Selain 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, keberhasilan penerapan sistem ini juga memerlukan beberapa kondisi. Kondisi penting di tingkat manajemen yaitu komitmen dan keterlibatan penuh dari manajemen dan tenaga kerja. Selanjutnya, HACCP juga mensyaratkan pendekatan dan berbagai disiplin. Pendekatan berbagai disiplin ini harus mencakup keahlian dalam agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia, perekayasa sesuai dengan pengkajian yang teliti (BSN, 1998). 5. Area penerapan HACCP HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (BSN, 1998). Keseluruhan rantai pangan yang dimaksud bisa meliputi produsen hasil pertanian, pakan ternak, produsen pangan primer, pabrik pangan, produsen makanan sekunder, grosir, pengecer, jasaboga, katering, hingga pangan tersebut sampai ke tangan konsumen. Pengawasan dan pengendalian keamanan pangan melalui HACCP di setiap titik rantai

26 pangan dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan kesehatan pada konsumen akibat pangan. E. Standar Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2005 Organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, dituntut untuk mampu menampilkan dan menyediakan bukti yang cukup atas kemampuan mereka dalam menangani keamanan pangan. Mereka harus bisa mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan dan berbagai kondisi yang berdampak bagi keamanan pangan. Kemudian, pembuktian usaha tersebut lebih dapat dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan. ISO 9001:2000 yang diterapkan pada industri pangan tidak selalu dapat berfungsi menjaga keamanan pangan. Menurut Færgemand dan Jespersen, (2004), sebagai sebuah standar sistem manajemen mutu, ISO 9001:2000 tidak mengulas secara spesifik mengenai keamanan pangan Hasilnya, banyak negara, seperti Denmark, Belanda, Irlandia, dan Australia mengembangkan standar nasional sukarela untuk sistem keamanan pangan. Standar nasional sukarela yang dimiliki beberapa negara tersebut akan menemui masalah jika menghadapi perdagangan internasional. Keberagaman persyaratan dan kondisi dari masing-masing negara tidak akan menemukan titik temu jika menggunakan standar nasional sukarela dari sebuah negara tertentu. Perlunya sebuah standar internasional yang membahas sistem keamanan pangan yang bisa digunakan di keseluruhan organisasi apa pun di wilayah mana pun menjadi sebuah kebutuhan yang terelakkan. Oleh karena itu, dibentuklah suatu standar internasional sistem manajemen keamanan pangan oleh The International Organization for Standardization (ISO), yang dikenal dengan nama ISO 22000: Sejarah ISO 22000:2005 Tanggal 1 September 2005 adalah publikasi resmi standar internasional ISO 22000:2005 (ISO, 2005). Standar ini diluncurkan dengan tujuan menjamin keamanan pangan di keseluruhan rantai pangan bagi seluruh organisasi yang bergerak di bidang pangan di seluruh dunia.

27 Standar ini telah mengalami perubahan berulangkali dalam penyusunannya hingga sampai pematangan konsep sistem keamanan pangan. Standar ini selanjutnya banyak diadopsi oleh berbagai organisasi yang bergerak di bidang pangan hingga saat ini. 2. Manfaat ISO 22000:2005 Banyak manfaat yang diperoleh organisasi dari penerapan ISO seperti yang diungkapkan Færgemand dan Jespersen (2004) dari ISO dalam artikel mereka saat rancangan ISO hampir selesai. Manfaat pertama, terjalinnya komunikasi yang terarah dan terorganisasi antar mitra bisnis. Manfaat kedua adalah pengoptimasian sumberdaya baik internal maupun sepanjang rantai pangan. Manfaat ketiga, sistem pendokumentasian yang lebih baik. Manfaat keempat, perencanaan proses lebih baik dan mampu mengurangi verifikasi pasca proses. Manfaat kelima, pengendalian yang dinamis dan efisien terhadap bahaya keamanan pangan. Manfaat keenam, semua ukuran pengendalian diterapkan ke analisis bahaya. Manfaat ketujuh, manajemen yang sistematis dari program-program prayarat (Prerequisite programmes). Manfaat kedelapan, memiliki dasar yang sah untuk pengambilan keputusan Manfaat kesembilan pengendalian terfokus kepada apa yang diperlukan sehingga mampu menyimpan sumberdaya dengan mengurangi biaya lebih dari sistem audit. Menurut Færgemand dan Jespersen (2004), ISO akan menyediakan sistem keamanan pangan yang tepat digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang rantai pangan apapun. Sistem keamanan pangan yang paling efektif dirancang, dioperasikan dan diperbarui dalam kerangka kerja sistem manajemen yang terstruktur ke dalam keseluruhan aktivitas manajemen organisasi. Kondisi ini memaksimalkan keuntungan untuk organisasi dan pihak yang berkepentingan. ISO 22000:2005 juga mempertimbangkan persyaratan yang dibutuhkan ISO 9001:2000 untuk meningkatkan kesesuaian kedua standar tersebut serta memungkinkan jika mau dilakukan pengintegrasian.

28 3. Cara menerapkan ISO 22000:2005 Penerapan ISO 22000:2005 secara sederhana mengacu kepada empat elemen kunci yang dimilikinya. Elemen pertama adalah HACCP, sebuah sistem analisa bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya pada proses pengolahan pangan. Elemen kedua adalah Pre Requisite Programme (PRP), kondisi dasar dan aktivitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Elemen ketiga adalah komunikasi interaktif, sebuah sistem komunikasi yang melibatkan pihak internal dan eksternal untuk mengkomunikasikan informasi atau perubahan apa pun yang berkaitan dengan jaminan keamanan sepanjang rantai makanan. Elemen keempat adalah sistem manajemen yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk sistem keamanan pangan, menjamin sistem keamanan pangan dilaksanakan seluruh pihak di organisasi, dan mengendalikan sistem keamanan pangan tersebut. a. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu Bahaya-bahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Penjaminan keamanan pangan melalui HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika pengidentifikasian bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. b. Pre Requisite Programme (PRP) Pre requisite programme atau program persyaratan dasar keamanan pangan adalah kondisi dasar dan aktifitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Kondisi dasar dan aktivitas yang ditentukan disesuaikan dengan proses produksi, penanganan dan ketetapan produk akhir yang aman untuk konsumsi manusia. PRP yang diperlukan tergantung pada bagian mana

29 dari rantai makanan organisasi tersebut beroperasi dan jenis organsasi. Contoh istilah yang setara digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang pangan adalah: Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Hygienic Practices (GHP), Good Production Practices (GPP), Good Distribution Practices (GDP) dan Good Trading Practices (GTP). Organisasi harus mempertimbangkan hal-hal berikut pada saat menetapkan program ini: 1) konstruksi dan tata letak bangunan dan utilitas yang berkaitan; 2) tata letak tempat, meliputi ruang kerja dan fasilitas pekerja; 3) pasokan udara, air, energi, dan utilitas lainnya; 4) layanan pendukung, meliputi pembuangan limbah dan kotoran; 5) kesesuaian dengan peralatan dan kemudahan akses untuk proses pembersihan, perawatan, dan perawatan untuk mencegah kerusakan; 6) pengaturan pembelian bahan (contohnya bahan baku, bahan penyusun, bahan kimia, dan pengemas), pasokan (contohnya air, udara, uap air, dan es), pembuangan (contohnya limbah dan kotoran) dan penanganan produk (contohnya penyimpanan dan transportasi); 7) ukuran untuk tindakan pencegahan kontaminasi silang; 8) pembersihan dan sanitasi; 9) pengendalian hama; 10) kebersihan pekerja; 11) aspek-aspek lain yang sesuai kondisi perusahaan. c. Komunikasi interaktif Komunikasi sepanjang rantai makanan penting untuk memastikan bahwa semua bahaya keamanan pangan yang relevan teridentifikasi dan dikendalikan secara memadai pada setiap tahapan dalam rantai makanan. Komunikasi yang dilakukan berlaku bagi pihak internal dan pihak eksternal. Ini menyiratkan bahwa komunikasi antara organisasi baik dari hulu hingga hilir dalam rantai makanan harus terjalin baik.

30 1) Komunikasi eksternal Komunikasi dengan para pelanggan dan pemasok tentang bahaya yang teridentifikasi dan tindakan pengendalian akan membantu dalam menjelaskan persyaratan-persyaratan pelanggan dan pemasok. Sebagai contoh, kelayakan dan kebutuhan untuk persyaratan-persyaratan tersebut dan dampak peran mereka terhadap produk akhir. Pengenalan peran organisasi dan posisi dalam rantai makanan merupakan sebuah hal yang penting. Hal ini untuk memastikan komunikasi interaktif yang efektif sepanjang rantai makanan dalam rangka mengirimkan produk yang aman kepada konsumen akhir. Demi mendapatkan informasi yang cukup tentang isu mengenai keamanan pangan tersedia di seluruh rantai makanan, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan: a) para pemasok dan kontraktor, b) para pelanggan atau konsumen, khususnya yang berkaitan dengan informasi produk (termasuk instruksi mengenai sasaran penggunaan, persyaratan penyimpanan yang spesifik dan, bilamana sesuai, umur simpan), permintaan keterangan, kontrak atau penanganan order termasuk perubahan-perubahannya dan umpan balik pelanggan yang juga mencakup keluhan pelanggan, c) pihak yang berwenang dalam perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, serta d) organisasi lainnya yang berdampak pada, atau yang akan terpengaruh oleh keefektifan atau perbaharuan dari sistem manajemen keamanan pangan. Komunikasi tersebut harus menyediakan informasi mengenai aspek keamanan pangan dari produk organisasi tersebut yang mungkin relevan terhadap organisasi lainnya dalam rantai makanan. Penerapan ini terutama untuk bahaya keamanan pangan yang diketahui bahwa perlu dikendalikan oleh organisasi lainnya dalam

31 rantai makanan. Catatan komunikasi eksternal harus dipelihara untuk menjaga sistem. 2) Komunikasi internal Organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan personal internal tentang isu yang memiliki dampak terhadap kemanan pangan. Dalam rangka memelihara efektivitas sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus memastikan bahwa tim keamanan pangan diinformasikan tepat pada waktunya untuk setiap adanya perubahan setidaknya meliputi: a) produk ataupun produk baru; b) bahan baku, bahan dan jasa; c) sistem produksi dan peralatan; d) fasilitas produksi, lokasi peralatan, lingkungan sekitar; e) program pembersihan dan sanitasi; f) sistem pengemasan, penyimpanan dan distribusi; g) tingkatan kualifikasi personal dan/atau pembagian tanggung jawab dan wewenang h) persyaratan perundang-undangan dan peraturan; i) pengetahuan mengenai bahaya keamanan pangan dan tindakan pengendalian; j) persyaratan pelanggan, sector atau lainnya yang organisasi pantau; k) permintaan keterangan yang relevan dari pihak eksternal yang berkepentingan l) komplain yang mengindikasikan bahaya keamanan pangan m) kondisi lainnya yang berdampak pada keamanan pangan. Tim keamanan pangan harus memastikan bahwa informasi ini dimasukkan dalam pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa informasi yang relevan dengan keamanan pangan dimasukkan sebagai masukan tinjauan manajemen. Setelah didapatkan keputusan tindak

32 lanjut atas informasi keamanan pangan dari tinjauan manajemen, tim keamanan pangan mensosialisasikannya kepada personil yang terkait agar melaksanakan ketetapan yang baru. d. Sistem manajemen Sistem keamanan pangan yang paling efektif dibuat, dilaksanakan dan diperbaharui dalam kerangka suatu sistem manajemen yang terstruktur dan satu kesatuan dalam keseluruhan aktivitas manajemen organisasi. Hal ini memberikan manfaat maksimum untuk organisasi dan pihak yang berkepentingan. Selain itu, standar Internasional ISO 22000:2005 telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian dua standar. Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, mengimplementasikan dan memelihara suatu sistem manajemen keamanan pangan dan memperbaharuinya bilamana diperlukan sehubungan dengan standar ISO 22000:2005. Ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan harus ditetapkan oleh organisasi agar menyesuaikan dengan standar. Ruang lingkup tersebut harus menentukan produk atau kategori produk, proses dan lokasi produksi yang ditujukan oleh sistem manajemen keamanan makanan. Dalam rangka membangun sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus melakukan minimal empat hal. Pertama, organisasi harus memastikan bahwa bahaya keamanan pangan yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan produk dalam lingkup sistem diidentifikasi, dievaluasi, dan dikendalikan dengan cara yang sedemikian rupa agar produk dari organisasi tersebut tidak, secara langsung atau tidak langsung, merugikan konsumen. Kedua, organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang sesuai sepanjang rantai makanan mengenai isu keamanan yang berhubungan dengan produknya. Ketiga, organisasi harus mengkomunikasikan informasi mengenai pengembangan, implementasi dan pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan sepanjang organisasi tersebut, kepada tingkat yang diperlukan untuk memastikan keamanan pangan yang

33 diperlukan oleh ISO 22000:2005. Keempat, organisasi harus mengevaluasi secara periodik, dan memperbaharui sistem manajemen keamanan pangan guna memastikan bahwa sistem tersebut mencerminkan aktivitas organisasi dan menyertakan informasi terbaru mengenai bahaya keamanan pangan yang terkendali. Bukti berjalannya sistem manajemen keamanan pangan terdapat dalam dokumen dan catatan organisasi. Dokumen dan catatan ini harus dikendalikan, dipelihara, dan diperbaharui jika diperlukan untuk menjaga kelangsungan sistem. Suatu prosedur yang terdokumentasi harus dibuat dalam rangka pengendalian dokumen yang diperlukan untuk: 1) Menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan 2) Meninjau, memperbaharui seperlunya dan menyetujui ulang dokumen. 3) Memastikan perubahan dan status revisi terakhir dari dokumen dapat teridentifikasi. 4) Memastikan versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di tempat pemakaiannya. 5) Memastikan dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi 6) Memastikan dokumen yang relevan dari luar teridentifikasi dan pendistribusiannya dikendalikan; dan 7) Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen yang kadaluwarsa, dan guna memastikan bahwa dokumen tersebut teridentifikasi secara memadai sebagaimana jika disimpan untuk tujuan tertentu. 5. Area penerapan ISO 22000:2005 Seperti HACCP, ISO 22000:2005 dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir. Organisasi dalam rantai makanan terbentang dari produsen pakan dan produsen utama melalui pabrikan makanan, jasa pengangkutan dan penyimpanan serta para kontraktor hingga pengeceran dan toko-toko pelayanan makanan

34 (bersama-sama dengan organisasi terkait di dalamnya seperti produsen peralatan, material kemas, bahan pembersih, bahan aditif dan bahan baku). ISO mengharuskan bahwa semua bahaya yang mungkin terjadi dalam rantai makanan, termasuk bahaya yang berhubungan dengan proses dan fasilitas yang digunakan, diidentifikasi dan ditinjau. Jadi hal ini menyediakan cara untuk menentukan dan mendokumenkan alasan bahaya teridentifikasi yang tertentu perlu dikendalikan oleh organisasi tertentu dan mengapa yang lainnya tidak perlu. Ilustrasi skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan (ISO, 2005) F. Industri dan Teknologi Pengolahan Gula Gula adalah sebutan untuk bahan pemanis yang diekstraksi dari tumbuhtumbuhan yang menghasilkan gula alami (Anonim c, 2008). Gula yang umum dikenal di dunia berasal dari tumbuhan bit dan tebu. Tumbuhan lainnya yang dapat digunakan juga untuk menghasilkan gula adalah kelapa dan aren. Kegunaan dari gula sebagai bahan pangan cukup bervariasi. Gula dapat berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada pangan maupun minuman. Gula merupakan bahan baku utama dalam produk konfeksioneri. Selain itu, gula bisa berguna sebagai humektan atau pengikat air untuk pangan tertentu yang

35 memiliki a w rendah. Selain menentukan tekstur, sifat pengikat air ini juga menjadikan gula sebagai salah satu pengawet alami. Melalui pengikatan air bebas oleh gula hingga kadar a w tertentu, sebagian mikroba tidak mampu untuk tumbuh maupun hidup di dalam pangan. Gula juga bisa berfungsi sebagai agen pembentuk warna coklat melalui proses karamelisasinya. Gula memiliki berbagai jenis bentuk dan karakter fisik yang bergantung pada pengolahannya. Melalui ekstraksi cairan tumbuhan, biasanya dihasilkan gula kristal mentah dan molase. Gula kristal mentah ini yang nantinya dapat diolah menjadi berbagai jenis produk turunan lainnya. Secara umum, diagram pengolahan berbagai jenis gula dapat dilihat pada Gambar 9. Tumbuhan Ekstraksi Cairan gula Kristalisasi lambat Gula Batu Kristalisasi Molase Gula kristal mentah Rafinasi Gula rafinasi/ caster Pencampuran Pemurnian sederhana Gula coklat Gula granulasi Penghancuran mekanis Gula bubuk Penghancuran mekanis + sirup jagung Gula icing (icing sugar) Gambar 9. Pengolahan berbagai jenis gula secara umum (dimodifikasi dari Anonim b, 2008)

36 1. Gula rafinasi Gula rafinasi adalah gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan proses pengolahan gula kristal mentah yang meliputi: afinasi pelarutan kembali (remelting) - klarifikasi dekolorisasi kristalisasi fugalisasi pengeringan pengemasan (BSN, 2006). Setelah melalui tahapan ini gula akan mengalami perubahan ukuran, warna, derajat polarisasi, dan kadar gula pereduksi. Tahapan proses pembuatan gula rafinasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 10. Proses pembuatan gula rafinasi dimulai dari penanganan gula kristal mentah. Gula kristal mentah masih dilapisi dengan molase yang mengandung ketidakmurnian (impurities) dan bahan berwarna. Rerata kemurnian dari film tersebut sekitar 70% (Baikow, 1982). Film ini dapat dihilangkan melalui proses afinasi. Afinasi adalah proses pencucian gula kristal mentah yang telah dicampur dengan air atau sirup gula dalam mixer. Selanjutnya, gula dicuci menggunakan mesin sentrifugal untuk menghilangkan lapisan tetes yang ada di permukaan kristal. Gula afinasi atau gula yang telah dicuci harus memasuki tahapan pelarutan kembali (re-melting) sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Pelarutan kembali biasanya menggunakan air gula (sweet water), kondensat, atau air netral yang bebas dari garam anorganik terlarut dan bakteri. Pelarutan gula yang paling menguntungkan dan ekonomis sebaik nya 66 Brix karena dapat menghilangkan proses evaporasi lebih lanjut (Baikow, 1982). Sirup gula dari proses re-melting masih memiliki warna yang keruh dan memerlukan proses penjernihan atau klarifikasi. Proses klarifikasi bisa dilakukan dengan fosfatasi, karbonatasi atau proses lainnya. Umumnya, industri rafinasi gula menggunakan fosfatasi dan karbonatasi karena kedua proses tersebut baik dalam menghilangkan warna dengan harga rendah dan peralatan sederhana.

37 Gula kristal mentah Afinasi Gula afinasi Re-melting Sirup gula I Klarifikasi Sirup gula II Filtrasi Sirup gula III Dekolorisasi Sirup gula IV Penguapan, ph =9 Sirup gula V Pendinginan Massecuites Fugalisasi Larutan Induk Kristal sukrosa Pengeringan Gula Rafinasi Pengemasan Gula Rafinasi dalam kemasan Gambar 10. Pembuatan gula rafinasi secara umum (dimodifikasi dari BSN, 2006)

38 Sirup gula yang sudah melalui penjernihan di proses klarifikasi, dijernihkan melalui proses filtrasi untuk menghilangkan semua bahan yang tidak dibutuhkan. Oleh karena itu, proses filtrasi biasanya dilakukan dalam beberapa tingkat tergantung metode pemurnian (refining). Mesin filter bertekanan digunakan dalam proses filtrasi untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada di sirup gula. Hasil yang diperoleh berupa sirup yang jernih, sedikit berwarna, tipis, dengan kandungan kering sekitar 12-15% (Belitz and Grosch, 1987). Setelah melalui filtrasi, sirup gula sudah memiliki tingkat kejernihan tinggi karena terbebas dari bahan warna dan endapan lainnya. Langkah selanjutnya adalah dekolorisasi atau penghilangan warna sirup gula. Dekolorisasi bisa menggunakan resin penukar ion, karbon aktif atau bahan penyerap warna lainnya. Penghilangan warna sirup ini menghilangkan pigmen-pigmen warna melalui adsorpsi. Sirup gula yang sudah kehilangan warna diuapkan dalam tahapan berkali-kali. Selama proses penguapan, kondisi alkali (ph 9) dijaga untuk mencegah inversi sukrosa. Melalui proses penguapan dan pendinginan sirup gula, dihasilkan campuran kristal sukrosa dengan larutan induk (mother liquor). Campuran kristal sukrosa dengan larutan induk selanjutnya diproses melalui fugalisasi untuk memisahkan keduanya. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan mesin sentrifugal. Larutan induk (fase cair) yang memiliki berat jenis lebih rendah akan berada di lapisan atas, sedangkan kristal sukrosa (fase padat) yang memiliki berat jenis lebih tinggi akan berada di lapisan bawah. Fase cair dari mesin sentrifugal dilarutkan dan dikembalikan ke panci pemanasan (reboiling/re-melting). Proses selanjutnya adalah pengeringan. Fase padat dikeringkan, disaring, digranulasikan, dan ditekan menjadi bentuk yang diinginkan. Proses pengeringan fase padat tersebut setidaknya melalui dua tahap, yaitu penghilangan uap air tidak terikat, dan penghilangan uap air terikat yang berlebih (Baikow, 1982).

39 Tahap terakhir pembuatan gula rafinasi adalah pengemasan. Pada tahap ini gula rafinasi dalam bentuk curah (bulk sugar) disalurkan melalui pipapipa kemudian ditampung dalam silo-silo gula rafinasi. Selanjutnya gula rafinasi ini akan disalurkan ke konsumen dalam dua bentuk pilihan, yaitu curah atau karung. Gula rafinasi yang diproduksi di Indonesia ditujukan untuk konsumsi industri makanan dan minuman. Guna melindungi kepentingan konsumen dan memudahkan produsen, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengeluarkan SNI , yang mengatur penetapan syarat mutu, pengambilan contoh dan cara uji gula kristal rafinasi. 2. Gula kristal mentah Gula kristal mentah yang dikenal sebagai sukrosa dengan rumus kimia C 12 H 22 O 11 (dapat dilihat pada Gambar 11) diperoleh dari hasil olahan kristalisasi cairan tanaman bit (Beta vulgaris ssp. vulgaris) atau tebu (Saccharum officinarum) dan masih memiliki lapisan molase. Gula kristal mentah yang dibahas di dalam tulisan ini adalah gula kristal hasil olahan cairan tebu. Menurut Bender di dalam Anonim (2008), gula kristal mentah adalah gula kristal berwarna coklat yang belum dimurnikan, memiliki kadar kemurnian 96-98%, dan perlu dimurnikan lebih lanjut (refining). Gula kristal mentah tidak dapat dikonsumsi langsung oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Gambar 11. Rumus kimia sukrosa (C 12 H 22 O 11 ) Menurut James di dalam Jackson (1999) proses pembuatan gula kristal mentah yang berasal dari tebu meliputi tahapan sebagai berikut: 1. Tebu dihancurkan dan cairannya diperas keluar 2. Cairan tebu dipanaskan dan diberikan kapur untuk menghilangkan kotoran (impurities)

40 3. Cairan tebu dievaporasi sampai gula mengkristal 4. Campuran kristal dan cairan induk (mother liquor) yang juga disebut massecuite atau masse, disentrifugasi untuk menghasilkan gula tebu mentah dan cairan induk 5. Cairan induk dari tahapan 4 dipanaskan lagi untuk menghasilkan gula mentah lainnya 6. Cairan induk dari tahapan dipanaskan lagi untuk ketiga kalinya 7. Setelah pemanasan pada tahapan 6, akan dihasilkan sisa cairan induk yang secara ekonomi sudah mengalami penurunan mutu hingga tingkatan paling rendah (bottom downgrade). Sisa ini disebut juga factory molasses 8. Gula mentah hasil ekstraksi tebu mengandung 97% sukrosa dan 3% molase. Gula kristal mentah biasanya masih terkontaminasi dengan spora kapang, bakteri, serat tebu, dan butiran tanah. Gambar gula kristal mentah dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Gula kristal mentah (Anonim a, 2008) 3. Molase Molase merupakan produk samping dari pembuatan gula, memiliki warna coklat berbentuk lapisan hasil dari olahan massecuite magma yang terbentuk dari proses kristalisasi cairan gula dengan tingkatan mutu terendah. Bagian utama molase tersusun dari berbagai karamel dan mineral. Molase digunakan sebagai bahan campuran bersama gula kristal mentah dalam pembuatan gula coklat (brown sugar). Gambar molase dapat dilihat pada Gambar 13.

41 Gambar 13. Molase (Anonim b, 2008) 4. Gula coklat Gula coklat adalah produk turunan gula granulasi yang dicampur dengan sedikit molase untuk menghasilkan gula dengan warna coklat dan flavor yang khas. Pembuatan gula coklat menurut Anonim c (2008) dibedakan menjadi gula coklat terang dan gula coklat gelap. Gula coklat terang dapat dibuat dengan perbandingan 2/3 gula coklat gelap ditambah 1/3 gula granulasi. Gula coklat gelap dapat dibuat dengan perbandingan satu cangkir gula granulasi ditambah dua sendok makan molase atau satu cangkir gula coklat terang ditambah satu sendok makan molase. Gambar gula coklat dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Gula coklat (Anonim b, 2008) 5. Gula batu Gula batu memiliki bentuk besar tidak beraturan dengan derajat kemurnian rendah. Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa. Gula batu memiliki kristal bening berukuran besar berwarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambat. Gula batu putih memiliki rekahanrekahan kecil yang memantulkan cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai karamel. Gula ini kurang manis karena kandungan air dalam kristal cukup tinggi (Anonim a, 2008). Gambar gula batu bisa dilihat pada Gambar 15.

42 Gambar 15. Gula batu (Anonim b, 2008) 6. Gula granulasi Gula granulasi (gula pasir) adalah kristal-kristal gula berbentuk butiran kecil yang umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (Anonim a, 2008). Gula granulasi merupakan hasil olahan pemurnian gula kristal mentah secara sederhana. Pembuatan gula granulasi serupa dengan gula kristal mentah, hanya saja untuk gula granulasi melalui proses penambahan sulfur dioksida yang berfungsi memucatkan warna sirup gula sebelum proses penguapan atau evaporasi (Bloch, 2007). Gula granulasi dijual dalam bentuk gula butiran/pasir seperti terlihat pada Gambar 16 atau dicetak dalam bentuk gula kubus seperti terlihat pada Gambar 17. Gambar 16. Gula granulasi (gula pasir) (Anonim b, 2008) Gambar 17. Gula kubus (Anonim b, 2008) 7. Gula bubuk/gula icing (Icing sugar) Gula bubuk biasanya diproduksi di industri melalui penghancuran mekanis gula granulasi dengan cara digiling menjadi 4 kali, 6 kali, atau 10 kali lebih kecil dengan satuan ukuran mesh (Baikow, 1982). Biasanya,

43 gula ini dicampur dengan sedikit pati atau bahan anti kempal seperti pati jagung atau tri-kalsium fosfat sebanyak 3% dari berat gula untuk mencegah penggumpalan. Gula bubuk juga dikenal sebagai gula confectionary. Gula ini biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kue-kue manis dan juga bisa menjadi bahan pelapis kue. Gula bubuk/gula icing dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Gula bubuk/gula icing (icing sugar) (Anonim b, 2008) 8. Gula caster Gula castor atau caster adalah nama dari gula pasir yang sangat halus. Gula ini dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat kecil sehingga dapat ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Biasanya gula caster diperoleh dari pembuatan gula rafinasi yang dimodifikasi sehingga ukuran partikel gula ini mampu melewati saringan (shieve) berukuran 0.4 mm atau lebih kecil. Karena kehalusannya, gula ini lebih cepat larut dibandingkan gula putih pada umumnya.oleh karena itu gula ini secara khusus bermanfaat dalam pembuatan meringues' dan cairan dingin. Gula ini tidak sehalus gula bubuk yang dihaluskan secara mekanis. Gula caster dapat dilihat pada Gambar 19. Perbandingan bentuk antara gula icing, gula granulasi, dan gula caster dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 19. Gula caster (Anonim b, 2008)

44 Gambar 20. Gula icing gula granulasi gula caster (Arfi, 2008) G. Mutu dan Keamanan Produk Gula Rafinasi Menurut BSN (2006), produk gula rafinasi di Indonesia wajib menggunakan acuan SNI untuk kriteria mutu dan keamanan. Faktor mutu yang diperhatikan adalah derajat polarisasi, kandungan gula pereduksi, susut pengeringan, warna larutan, kadar abu, dan sedimen yang terbentuk. Faktor keamanan bagi gula rafinasi yang perlu diperhatikan adalah cemaran senyawa kimia seperti belerang dioksida (SO 2 ), logam-logam berat seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), arsen (As), dan mikroba dengan kriteria angka lempeng total (ALT), kapang, dan khamir. Kriteria mutu dan keamanan gula rafinasi dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik gula rafinasi yang memiliki sedikit kandungan air menjadikannya sulit sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Gula rafinasi atau Berry sugar menurut Belitz dan Grosch (1987) memiliki karakteristik kandungan sukrosa sebanyak 98.8%, dengan kadar air sebesar 0.7%, kadar abu sebesar 0.2%, dan 0.29% bahan organik lainnya. Kadar air sebesar 0.7% merupakan kondisi yang sulit bagi mikroba untuk melakukan pertumbuhan. Kondisi pengepakan dan penyimpanan yang kurang higienis biasanya dapat menyebabkan produk gula pasir (granulasi) terkontaminasi mikroba. Jenis mikroba yang biasanya mengkontaminasi biasanya tergolong dalam jenis Bacillus dan Clostridium (Apriyantono, et. al., 1989). Menurut Vanderzart dan Splittstoetsser (1992) setidaknya terdapat 3 jenis mikrospora bakteri termofilik yang bisa mengontaminasi produk gula. Jenis pertama adalah spora bakteri termofilik penyebab kebusukan flat sour (asam tanpa

45 gas), contohnya Bacillus stearothermophillus, Bacillus coagulans, dan Bacillus thermoacidurans. Jenis kedua adalah spora bakteri anaerobik yang tidak memproduksi H 2 S, contohnya Clostridium thermosaccharolyticum. Jenis ketiga adalah spora bakteri anaerobik penyebab kebusukan sulfida (memproduksi H 2 S), contohnya Clostridium nigrificans dan Bacillus betanigrificans. Tabel 1. Syarat mutu gula kristal rafinasi (BSN, 2006) No. Kriteria uji Satuan Persyaratan I II Polarisasi Gula Pereduksi Susut pengeringan Warna larutan Abu Sedimen Belerang dioksida (SO 2 ) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Arsen (As) Angka Lempeng Total (ALT) Kapang Khamir ºZ % %,b/b IU %, b/b mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/10 g koloni/10 g koloni/10 g min maks maks maks. 45 maks maks. 7.0 maks. 2.0 maks. 2.0 maks. 2.0 maks. 1.0 maks. 200 maks. 10 maks. 10 min maks maks maks. 80 maks maks maks. 5.0 maks. 2.0 maks. 2.0 maks. 1.0 maks. 250 maks. 10 maks. 10 CATATAN Z = Zuiker = Sukrosa; IU = ICUMSA UNIT Salah satu kasus kejadian luar biasa (KLB) terkait gula adalah kasus KLB kontaminasi batang tebu di Brazil. Menurut Massarani (2005), insiden ini terjadi karena cairan tebu terkontaminasi oleh parasit Trypanosoma cruzi sehingga menimbulkan penyakit Chagas. Penyakit Chagas adalah penyakit yang berpotensi menimbulkan dampak fatal bagi kesehatan manusia yang disebabkan parasit. Umumnya penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan serangga. Dampak yang ditimbulkan penyakit ini ke pasien adalah demam, migrain, dan nyeri otot. Namun, penyakit ini bisa berkembang lebih

46 jauh menimbulkan penyakit kuning, nyeri perut, pendarahan organ dalam, cairan di paru-paru, dan gagal jantung. Tercatat lima orang dari kasus ini dinyatakan meninggal.

47 III. METODE PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A. Nama perusahaan gula disamarkan atas dasar kesepakatan pelaksana magang dengan perusahaan penyedia magang. Kegiatan dilakukan selama 7 bulan dari bulan Maret sampai dengan Oktober B. Tahapan dan Cara Pelaksanaan Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi. Kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar sistem manajemen tersebut. Tahapan berikutnya, yaitu tinjauan umum perusahaan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai dua perusahaan tempat dilakukan magang. Tahapan terakhir adalah kajian penerapan sistem manajemen terpadu di perusahaan gula rafinasi. Tahap ini merupakan praktik pengamatan langsung kesesuaian sistem manajemen yang ada di perusahaan tersebut dengan standar internasonal sistem mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005). 1. Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 Tahapan melakukan kajian terhadap ketiga sistem tersebut, yaitu: a. Mempelajari HACPP Hal yang dipelajari terkait dengan HACCP meliputi pengertian, sejarah, keunggulan, cara menerapkan, dan area penerapan HACCP. b. Mempelajari ISO 9001:2000 Hal yang dipelajari terkait ISO 9001:2000 meliputi sistem manajemen mutu dan garis besar tentang ISO 9001:2000.

48 c. Mempelajari ISO 22000:2005 Hal yang dipelajari terkait ISO 22000:2005 meliputi sistem manajemen keamanan pangan, sejarah, manfaat, cara menerapkan, dan area penerapan ISO 22000:2005. d. Melakukan analisis keterkaitan HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 Setelah mempelajari HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, dilakukan analisis keterkaitan antara ketiganya. Keterkaitan bisa berupa kesamaan, perbedaan, dan cara pengintegrasian antara ketiga sistem tersebut. Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan dengan cara studi pustaka, diskusi, rapat kecil, dan mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005 a. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan pelaksana magang dengan membaca pustaka-pustaka terkait HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 berupa pustaka fisik maupun elektronik. b. Diskusi Diskusi langsung dilakukan pelaksana magang dengan tiga orang konsultan senior Premysis untuk mengetahui makna setiap informasi yang didapat dari tinjauan pustaka. Diskusi juga membahas makna dari setiap klausa yang tercantum di dalam ISO 9001:2000 terkait mutu dan ISO 22000:2005. Pembahasan setiap klausa ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 disertai contoh-contoh praktik manajemen mutu dan keamanan pangan pada beberapa industri pangan. Setiap hasil diskusi dicatat oleh pelaksana magang dalam bentuk data elektronik. c. Rapat Rapat dilakukan antara pelaksana magang dan tiga orang konsultan senior Premysis untuk mengukur kedalaman pengetahuan dan pemahaman pelaksana magang mengenai mutu, keamanan pangan, HACCP, standar internasional mutu (ISO 9001:2000) dan standar internasional keamanan pangan (ISO 22000:2005). Rapat kecil

49 dilakukan di ruang pertemuan Premysis menggunakan alat bantu laptop dan LCD. Pelaksana magang melakukan presentasi hasil sementara yang sudah diperolehnya untuk dievaluasi oleh tiga orang konsultan senior Premysis. Rapat kecil dilakukan sekali setiap bulan. d. Mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005 Pelaksana magang ikut serta sebagai asisten konsultan senior dalam pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 untuk industri pangan yang diadakan Premysis Consulting. Pelaksana magang membantu persiapan pelatihan dan mengikuti pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Pengetahuan yang didapatkan pelaksana magang dari hasil pelatihan sama seperti peserta yang merupakan praktisi industri pangan. 2. Tinjauan umum perusahaan Tahapan melakukan tinjauan umum perusahaan tempat magang, yaitu: a. Mempelajari Premysis Consulting Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup profil, lokasi, struktur organisasi, waktu kerja, metode kerja, dan produk perusahaan. b. Mempelajari PT Gula Rafinasi A Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup profil, struktur organisasi, dan produk perusahaan. Tinjauan umum perusahaan dilakukan dengan cara kunjungan langsung, studi dokumen dan wawancara. 1. Kunjungan langsung ke perusahaan Kunjungan langsung ke perusahaan dilakukan untuk mengetahui informasi-informasi umum tentang Premysis Consulting dan PT Gula Rafinasi A. 2. Studi dokumen Studi dokumen dilakukan setelah dilakukan kunjungan langsung ke perusahaan dengan meminjam dokumen-dokumen kepada pihak yang

50 bertanggung jawab di perusahaan. Dokumen yang terkait berupa booklet dan pedoman perusahaan. 3. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana magang. 3. Kajian penerapan sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. Mempelajari Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan di PT Gula Rafinasi A Saat kunjungan langsung tahap pertama, pelaksana magang mempelajari sistem manajemen terpadu yang terimplementasi di PT Gula Rafinasi A. Sistem manajemen yang masuk lingkup di sini adalah sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang berlaku di kedua bagian perusahaan (kantor pusat dan pabrik). b. Identifikasi ketidaksesuaian Langkah selanjutnya dilakukan identifikasi ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu yang terimplementasi di PT Gula Rafinasi A dengan acuan persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. c. Analisis ketidaksesuaian Setelah dilakukan pengidentifikasian, langkah berikutnya adalah pembahasan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang ada dalam sistem manajemen PT Gula Rafinasi A antara tim konsultan dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Pembahasan bertujuan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang ada dengan ruang lingkup penyebab ketidaksesuaian, kondisi perusahaan yang menyebabkan ketidaksesuaian, dan sarana serta prasarana yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian. d. Penyusunan solusi alternatif tahap pertama Setelah dilakukan pembahasan ketidaksesuaian, penyusunan solusi alternatif dilakukan untuk menangani ketidaksesuaian yang ada

51 dalam penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 di PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif dirancang berdasarkan pertimbangan ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan. Pemberian solusi alternatif mengacu pada sumber literatur yang sahih dan praktik industri yang benar. Solusi alternatif dicatat dan disimpan dalam bentuk data elektronik. Selanjutnya, hasil solusi alternatif akan diajukan tim mutu dan keamanan pangan di rapat tinjauan manajemen untuk dibahas dan diputuskan penerapannya. e. Verifikasi implementasi sistem yang telah disusun solusi alternatifnya Langkah berikutnya dalam melakukan kajian sistem manajemen terpadu adalah verifikasi sistem di PT Gula Rafinasi A. Hal ini untuk mengetahui perkembangan penerapan sistem dan keefektifan solusi alternatif yang diberikan. Verifikasi dilakukan berupa kunjungan langsung ke pabrik PT Gula Rafinasi A di Cilegon pada bulan Oktober Tujuan kunjungan ke pabrik untuk melihat kesesuaian praktik dengan dokumen yang ada di kantor pusat PT Gula Rafinasi A. Pemeriksaan kesesuaian implementasi sistem dilakukan dengan wawancara kepada pihak terkait. f. Penyusunan solusi alternatif tahap kedua Langkah terakhir dalam kegiatan magang ini adalah penyusunan solusi alternatif tahap kedua untuk menindaklanjuti hasil verifikasi sistem. Penyusunan solusi alternatif kedua dirancang dengan dasar pemikiran seperti tahap pertama, yaitu berdasarkan pertimbangan ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan. Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Kunjungan langsung ke kantor pusat PT Gula Rafinasi A Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dokumen dan persyaratan yang dibutuhkan perusahaan untuk menerapkan ISO

52 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Secara teknis, pelaksana magang menjadi bagian dari tim konsultan Premysis Consulting untuk melakukan kajian sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A. b. Tabulasi data ke tabel ketidaksesuaian Sebagai alat bantu untuk melakukan identifikasi ketidaksesuaian sistem, pelaksana magang menggunakan tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu, yang memuat informasi klausul standar ISO, kriteria standar, deskripsi klausul, pemenuhan yang telah dilakukan PT Gula Rafinasi A, ketidaksesuaian, dan rujukan seperti yang ditunjukkan Gambar 21. STANDAR ISO DESKRIPSI PEMENUHAN PT KLAU SUL KRITERIA GULA RAFINASI A KETIDAKSESUAI AN RUJUKAN Gambar 21. Contoh tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu c. Studi dokumen Identifikasi ketidaksesuaian sistem manajemen dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen yang ada. Dokumen yang diperiksa berupa pedoman perusahaan, Rencana HACCP, Rencana PRP, Rencana Komunikasi, dan dokumen pendukung lainnya. d. Rapat Rapat dilakukan antara tim konsultan dengan tim mutu dan keamanan pangan dengan bahasan mengenai implementasi sistem yang terdokumentasi. Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari rapat ini menentukan tahap pengisian tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu. Setelah tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu terisi, rapat dilanjutkan oleh tim konsultan Premysis untuk membahas ketidaksesuaian bersama dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Tujuan dari rapat ini adalah untuk mendapatkan tindakan perbaikan atau solusi alternatif yang dapat digunakan untuk

53 mengatasi ketidaksesuaian. Hal-hal yang didiskusikan antara lain sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ketidaksesuaian, dan metode yang memungkinkan untuk tindakan perbaikan ketidaksesuaian. e. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana magang. f. Kunjungan langsung ke Pabrik PT Gula Rafinasi A Kunjungan langsung ke Pabrik dilakukan pada bulan Oktober 2008 dengan tujuan melakukan verifikasi/pemeriksaan kesesuaian implementasi sistem manajemen dengan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

54 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000 Pelaksana magang menggunakan pembandingan konsep dasar yang terdapat pada berbagai sumber pustaka yang relevan terhadap sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000. Sumber-sumber pustaka yang digunakan oleh pelaksana magang baik berupa fisik maupun elektronik yaitu: buku Sistem Manajemen HACCP (Thaheer, 2005), buku HACCP: A Practical Approach (Mortimore dan Wallace, 1998), Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya (SNI ), Recommended international code of practice general principles of food hygiene CAC/RCP , Rev , materi pelatihan penerapan metode HACCP oleh European committee for standardization, dan materi pelatihan HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000 oleh Premysis, Selain itu, melalui pelatihan HACCP, ISO 22000:2005 yang diadakan Premysis juga menambah pemahaman konsep sistem-sistem tersebut bagi pelaksana magang. 1. Keterkaitan HACCP dengan ISO 22000:2005 Analisis sistem dimulai dengan mengkaji HACCP dengan ISO 22000:2005. Hal ini disebabkan keterkaitan yang sangat erat antara kedua sistem ini. International Organization for Standardization (ISO) dalam ISO 22000:2005 menyatakan bahwa standar internasional ini mengintegrasikan prinsip dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan penerapan langkah-langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission. Melalui persyaratan yang bisa diaudit, standar ini mengkombinasikan rencana HACCP dengan program-program persyaratan dasar (PRP). Penelaahan kesesuaian HACCP dengan ISO 22000:2005 yang dilakukan pelaksana magang menggunakan informasi yang disediakan Codex Alimentarius Commission (CAC) dan Premysis. Pelaksana magang mengambil garis-garis besar konsep HACCP dari CAC dan

55 mendiskusikannya dengan konsultan Premysis. Selain itu melalui pelatihan ISO 22000:2005 yang diadakan oleh Premysis, pelaksana magang menambah informasi untuk analisa konsep HACCP dan ISO 22000:2005. Menurut Codex Alimentarius Commission (2003), sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) memiliki beberapa penjabaran arti sebagai berikut: - Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. - Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir. - Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi. - Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia. Melalui poin-poin penting berupa kata-kata yang dicetak dengan huruf tebal di atas, terdapat keterkaitan dengan apa yang dijelaskan oleh ISO dalam standar ISO 22000:2005. ISO mengungkapkan bahwa ISO 22000:2005 mengintegrasikan prinsip dari Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis (HACCP) dan penerapan langkahlangkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Keseluruhan penerapan HACCP diadopsi ISO yang dituangkan dalam ISO 22000:2005 pada klausul 7 (perencanaan dan realisasi produk yang aman dikonsumsi) dan klausul 4 (persyaratan dokumentasi). Selain penjabaran berbagai arti HACCP, Codex Alimentarius Commission (2003) juga menyebutkan bahwa:

56 - Penerapan HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan. - Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan manajemen serta kerja keras. - Penerapan HACCP memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa. Kesesuaian landasan berpikir nilai-nilai penting di atas untuk penerapan HACCP, juga digunakan oleh ISO untuk ISO 22000:2005. Melalui pengantar di dalam ISO 22000:2005, ISO menjelaskan bahwa sistem ini telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian dua standar dalam penerapannya. Selain itu, kebutuhan komitmen dan keterlibatan manajemen yang diungkapkan CAC juga diatur dalam ISO 22000:2005, klausul 5 (tanggung jawab manajemen) yang melingkupi komitmen manajemen, kebijakan keamanan pangan, perencanaan sistem manajemen keamanan pangan, pembagian tanggungjawab dan wewenang, penunjukkan ketua tim keamanan pangan, komunikasi, kesigapan dan respon tanggap darurat, dan tinjauan manajemen. Pendekatan multidispliner dimuat dalam ISO 22000:2005 klausul (tim keamanan pangan). Selain itu, perlunya pencatatan dan tindak lanjut untuk kompetensi yang dibutuhkan personil (perlu pelatihan tambahan atau tidak) yang akan masuk ke tim keamanan pangan, diatur dalam klausul 6 (sumber daya manusia). Penerapan HACCP juga membutuhkan dukungan dari programprogram persyaratan dasar (PRP) agar pelaksanaan sistem ini efektif (CAC, 2003). PRP yang dimaksud setidaknya meliputi persiapan produksi primer (lingkungan higiene, sumber bahan baku higiene, penanganan bahan, penyimpanan, transportasi, pembersihan, perawatan, dan higiene personil di sektor produksi primer), pendirian desain dan fasilitas (lokasi, landasan, ruang, peralatan, dan fasilitas), pengendalian operasi (pengendalian bahaya keamanan pangan, aspek kunci pengendalian sistem higiene, persyaratan

57 bahan masuk, pengemasan, air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan catatan, dan prosedur recall), penetapan sistem perawatan dan sanitasi (perawatan dan pembersihan, program pembersihan, pengendalian hama, manajemen limbah, efektivitas pemantauan), penetapan higiene personil (status kesehatan, penyakit dan luka, kebersihan personil, kebiasaan personil, dan pengunjung), transportasi, informasi produk dan kesadaran konsumen (identifikasi lot, informasi produk, pelabelan, pendidikan konsumen), dan pelatihan (kesadaran dan tanggung jawab, program pelatihan, instruksi dan supervisi, dan pelatihan pengingat). Komponen-komponen PRP yang dijelaskan CAC dalam CAC/RCP , Rev tentang rekomendasi kode internasional untuk prinsipprinsip umum praktik higiene pangan (Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene), dimasukkan juga oleh ISO ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dapat dilihat pada klausul 7.2 mengenai PRP. Pengaturan PRP di dalam ISO 22000:2005 bersifat fleksibel dan relevan sesuai kebutuhan organisasi, regulasi yang berlaku, dan persyaratan pelanggan. Hal ini termaktub dalam ISO 22000:2005 klausul yang menjelaskan bahwa saat menetapkan PRP, organisasi harus mempertimbangkan dan menggunakan informasi yang sesuai (contohnya persyaratan peraturan dan perundang-undangan, persyaratan pelanggan, pedoman yang sudah diakui, prinsip dan aturan-aturan penerapan yang diterapkan oleh Codex Alimentarius Commission, serta standar-standar nasional, internasional, atau sektoral). Menurut konsultan senior Premysis, untuk mempermudah konsep kaitan empat elemen kunci ISO 22000:2005 yang melibatkan HACCP juga, secara sederhana dapat diibaratkan sebuah rumah sistem. Pondasi awal untuk membangun ISO 22000:2005 adalah penerapan PRP yang baik dan benar sesuai kebutuhan organisasi. Setelah PRP sudah terimplementasi dan terlaksana dengan baik, maka sistem penting yang dibangun berikutnya adalah HACCP. Semua isi rumah sistem ini perlu dikomunikasikan organisasi baik ke pihak internal maupun eksternal. Semua komponen ini perlu didukung, dilaksanakan, dan dipelihara sesuai dengan kerangka sistem

58 manajemen yang benar. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut Premysis Consulting diilustrasikan pada Gambar 22. Gambar 22. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut Premysis Consulting Penjelasan selanjutnya untuk memahami kesesuaian 12 langkah penerapan HACCP yang diadopsi ISO 22000:2005 dijabarkan sebagai berikut. 1) Langkah pertama HACCP : Pembentukan tim HACCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.2: Pembentukan tim keamanan pangan - klausul 5.5: Ketua tim keamanan pangan 2) Langkah kedua HACCP: Deskripsi produk Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.3: Karakteristik produk akhir yang meliputi identitas bahan baku, bahan pendukung, bahan yang kontak dengan produk dan produk akhir - klausul 7.5.2: Deskripsi dari masing-masing proses yang terlibat dalam pembuatan produk maupun proses yang bisa mempengaruhi keamanan pangan 3) Langkah ketiga HACCP - Identifikasi rencana penggunaan

59 Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.4: Rencanan penggunaan, penanganan produk akhir yang sesuai harapan, dan segala kesalahan penanganan dan penggunaan produk akhir yang tidak diinginkan tapi bisa terjadi harus dipertimbangkan dan dideskripsikan dalam dokumen 4) Langkah keempat HACCP - Penyusunan bagan alir Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.5.1: diagram alir dipersiapkan untuk produk atau proses yang termasuk ke dalam sistem manajemen keamanan pangan. Diagram alir yang ada harus jelas, akurat, dan detail 5) Langkah kelima HACCP - Konfirmasi bagan alir di lapangan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.5.1: sesuai dengan klausul 7.8 (perencanaan verifiikasi), tim keamanan pangan harus memverifikasi akurasi diagram alir dengan pemeriksaan di tempat. Diagram alir yang telah diverifikasi disimpan sebagai catatan. 6) Langkah keenam (Prinsip pertama HACCP) Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi/analisa bahaya Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.4: Analisa bahaya - klausul : Identifikasi bahaya - klausul : Kajian bahaya - klausul : Pemilihan dan kajian dari tindakan pengendalian 7) Langkah ketujuh (Prinsip kedua HACCP) Penentuan titik kendali kritis (TTK/CCP) Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.2: Identifikasi titik kendali kritis (TTK/CCP)

60 8) Langkah kedelapan (Prinsip ketiga HACCP) Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.3: Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP 9) Langkah kesembilan (Prinsip keempat HACCP) Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap TTK/CCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.4: Sistem untuk pemantauan TTK/CCP 10) Langkah kesepuluh (Prinsip kelima HACCP) Penetapan tindakan perbaikan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.5: Tindakan ketika pemantauan menunjukkan batas kritis terlewati 11) Langkah kesebelas (Prinsip keenam HACCP) Penetapan prosedur verifikasi Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.8: Perencanaan verifikasi 12) Langkah keduabelas (Prinsip ketujuh HACCP) Penetapan dokumentasi dan pencatatan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 4.2: Persyaratan dokumentasi - klausul 7.7: Pembaharuan dari informasi dan dokumen terdahulu yang menyebutkan PRP dan HACCP plan. 2. Keterkaitan ISO 9001:2000 dengan ISO 22000:2005 ISO 9001:2000 memiliki beberapa syarat yang menjadi ciri khas tersendiri sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen mutu. Ciri-ciri khas ISO 9001:2000 yang tidak terdapat di HACCP maupun ISO 22000:2005 yang berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis Consulting. Ciri-ciri tersebut, yaitu: Pedoman Mutu (Quality Manual) Identifikasi Proses (Process Identification) Komunikasi internal (Internal Communication)

61 Desain dan Pengembangan (Design & Development) Pembelian (Purchasing) Ukuran Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Measurement) Proses yang terkait dengan pelanggan (Customer Related Processes) Kendali produksi dan penyediaan layanan (Control of Production & Service Provision) Kepemilikan pelanggan (Customer Property) Pemeliharaan produk (Preservation of Product) Pengawasan dan pengukuran produk (Monitoring & Measurement of Product) Tindakan pencegahan (Preventive Action) Sementara itu, ISO 22000:2005 memiliki beberapa syarat yang menjadi ciri khas tersendiri sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen keamanan pangan Ciri-ciri khas ISO 22000:2005 yang tidak terdapat ISO 9001:2000 yang berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis Consulting. Ciri-ciri tersebut, yaitu: Langkah awal melakukan analisis bahaya 7 prinsip HACCP PRP yang meliputi tata letak infrastruktur, pengaturan utilitas, penanganan limbah, desain peralatan, pembersihan dan sanitasi, higiene personil, pengendalian hama, dan prasyarat lain sesuai dengan jenis organisasi Persiapan dan respon tanggap darurat Komunikasi internal dan eksternal Operational PRP Validasi dari tindakan pengendalian Evaluasi dari hasil verifikasi Analisis dari hasil verifikasi Pembaharuan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Sebagai sebuah sistem manajemen, baik ISO 9001:2000 maupun ISO 22000:2005 memiliki beberapa persamaan di dalamnya yang dapat dilihat sebagai berikut: - Pengendalian dokumen dan catatan

62 - Komitmen manajemen - Tanggung jawab dan wewenang - Tinjauan manajemen - Sumber daya manusia - Lingkungan kerja - Pengendalian ketidaksesuaian - Sistem kemampuan penelusuran - Kalibrasi - Audit internal - Tindakan koreksi - Peningkatan/Perbaikan Persamaan di atas menunjukkan bahwa dalam suatu standar sistem manajemen setidaknya harus memiliki poin-poin tersebut. Pengendalian dokumen dan catatan, penting untuk melakukan penyimpanan bukti-bukti pelaksanaan sistem manajemen di dalam organisasi. Bukti-bukti ini digunakan untuk meninjau keberhasilan penerapan sistem dalam organisasi. Selain itu, dokumen dan catatan juga penting jika ada personil yang berganti posisi dan peranan dalam organisasi. Hal ini memudahkan personil baru memahami sistem yang berjalan. Komitmen manajemen adalah hal penting untuk pelaksanaan sistem di organisasi. Bila pelaksanaan sistem dimotori oleh manajemen dengan bukti komitmennya tertulis serta diberitahukan ke seluruh komponen organisasi, biasanya pelaksanaan sistem akan optimal. Dukungan yang umumnya dibutuhkan dari manajemen adalah alokasi biaya untuk perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem. 3. Integrasi ISO 9001:2000 ke dalam ISO 22000:2005 Beberapa persamaan yang terdapat dalam ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memungkinkan kedua sistem tersebut untuk diintegrasikan (ISO, 2005). Melalui lima bagian utama dari sistem manajemen baik mutu maupun keamanan pangan cara mengintegrasikannya dijelaskan sebagai berikut. a. Kebijakan dan Sasaran

63 Persyaratan yang diwajibkan dalam klausul 5.3 pada ISO 9001:2000 atau 5.2 pada ISO 22000:2005. mengenai kebijakan mutu/keamanan pangan, pimpinan utama dalam organisasi bertanggungjawab untuk menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Pimpinan utama harus meninjau kembali kebijakan tersebut setiap tahun dan setiap ada rencana perubahan. Pimpinan utama juga bertanggung jawab atas komunikasi dan pemahaman Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan dan memastikan bahwa kebijakan tersebut dipahami pada semua tingkatan di dalam perusahaan. Langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan telah dipahami, maka masing-masing ketua departemen/manajer harus menetapkan Sasaran Mutu/Keamanan Pangan untuk periode satu tahun berdasarkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Pembuatan sasaran ini merupakan kewajiban hanya pada sistem manajemen mutu seperti yang tertulis dalam klausul pada ISO 9001:2000. Namun, pengintegrasian sistem manajemen mutu dan keamanan pangan memberikan manfaat jika diberlakukan pula sasaran keamanan pangan. Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus disetujui oleh pimpinan utama organisasi. Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan dibuat agar dapat diukur dan konsisten dengan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Hal ini juga meliputi komitmen untuk perbaikan secara berkesinambungan. Setiap Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus dipahami pada setiap fungsi dan tingkatan di bagian masing-masing dan dilaporkan proses penerapannya kepada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setiap bulan. b. Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan (Management Representative/Food Safety Team Leader) Organisasi yang ingin menerapkan sistem manajemen mutu/keamanan pangan harus menunjuk seorang di organisasi untuk memimpin jalannya sistem ini. Hal ini sesuai dengan peryaratan klausul 5.5 pada ISO 22000:2005 atau klausul pada ISO 9001:2000. Personil yang ditunjuk memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap sistem

64 mutu/keamanan pangan di luar posisi aslinya di perusahaan. Seorang Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setidaknya memiliki kewenangan dan tanggungjawab sebagai berikut: - memastikan proses yang diperlukan untuk menjalankan sistem mutu/keamanan pangan ditetapkan, diimplementasikan, dipelihara dan diperbaharui jika diperlukan. - melaporkan pada manajemen puncak tentang kinerja sistem manajemen mutu/keamanan pangan dan perbaikan yang diperlukan - memastikan peningkatan kesadaran akan persyaratan pelanggan diseluruh organisasi - mengelola tim keamanan pangan dan mengorganisir perkerjaannya, - memastikan pendidikan dan pelatihan yang relevan dari anggota tim keamanan pangan c. Penyusunan dan pengendalian dokumen dan catatan Organisasi hendaknya menetapkan proses penyusunan dan pengendalian dokumen dalam prosedur yang terdokumentasi. Prosedur tersebut ditujukan untuk mengendalikan dokumen internal (seperti Pedoman Mutu, Prosedur Operasi Standar, Rencana HACCP, Rencana Komunikasi, Instruksi Kerja, Lembar isian) dan dokumen eksternal (seperti dokumen milik pelanggan, dokumen dari perusahaan lain) yang berkaitan dengan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Dokumen yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan setidaknya harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen sesuai dengan persyaratan klausul dan pada ISO 22000:2005 atau klausul dan pada ISO 9001:2000. Biasanya untuk mempermudah organisasi, di dalam Pedoman Mutu (hanya disyaratkan di dalam ISO 9001:2000 klausul 4.2.2) dicantumkan juga semua informasi terkait dengan sistem manajemen keamanan pangan. Dokumen baru dan revisi disetujui oleh yang berwenang sebelum diterbitkan, perubahan yang terjadi diidentifikasi dengan jelas. Setelah mendapatkan persetujuan dari Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan, pengendali dokumen mendistribusikan dokumen yang baru dan

65 menarik dokumen yang lama untuk dimusnahkan. Dokumen yang kadaluarsa yang masih disimpan untuk dipergunakan untuk tujuan lain diberi tanda yang jelas. Semua penerima dokumen menjaga agar dokumen tidak diperbanyak tanpa seijin Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan dan dokumen yang lama ditarik dari peredaran untuk diserahkan pada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan. d. Audit Sebagai instrumen untuk memastikan efektifitas Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan yang diterapkan, diperlukan audit internal sesuai dengan persyaratan klausul pada ISO 22000:2005 atau klausul pada ISO 9001:2000. Audit dijadwalkan berdasarkan status dan pentingnya aktivitas yang diaudit. Biasanya untuk mengetahui keefektifan sistem, diperlukan audit internal minimal dua kali dalam setahun. Audit dilaksanakan oleh auditor terlatih yang ditunjuk oleh Koordinator Audit Internal dan/atau Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan dengan syarat auditor yang ditunjuk tidak terlibat langsung dalam aktivitas departemen yang diaudit berdasarkan jadwal audit yang sudah ditetapkan. Auditor memberikan hasil audit kepada departemen yang diaudit untuk dilakukan tindakan perbaikan dan/atau pencegahan. Tindakan perbaikan dan/atau pencegahan dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati dan tidak diperkenankan menunda penyelesaiannya tanpa alasan yang jelas. Auditor dan/atau Koordinator Audit Internal bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi tindakan perbaikan yang telah dilakukan oleh departemen yang diaudit serta membuat kesimpulan dari hasil audit yang dilakukan. Selanjutnya Koordinator Audit Internal membuat ringkasan dari hasil audit keseluruhan dan melaporkan kepada pimpinan organisasi sebagai salah satu agenda dalam Rapat Tinjauan Manajemen. e. Tinjauan Manajemen Baik ISO 9001:2000 maupun ISO 22000:2005 mensyaratkan tinjauan manajemen untuk mengetahui keefektifan sistem mutu/keamanan pangan yang diterapkan dalam organisasi. Masukan untuk tinjauan manajemen

66 setidaknya sesuai persyaratan klausul pada ISO 22000:2005 atau klausul pada ISO 9001:2000 harus meliputi informasi sebagai berikut: a. kelanjutan tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya, b. analisa hasil aktifitas verifikasi perubahan keadaan yang dapat mempengaruh sistem mutu/keamanan pangan c. situasi darurat, kecelakaan dan withdrawal d. peninjauan hasil aktifitas sistem pembaharuan e. tinjauan aktifitas komunikasi, termasuk umpan-balik pelanggan f. audit internal atau inspeksi eksternal. g. kinerja proses dan kesesuaian produk h. status tindakan pencegahan dan koreksi i. rekomendasi untuk perbaikan Tinjauan manajemen menggunakan informasi masukan tinjauan menghasilkan keluaran tinjauan yang diharapkan setidaknya sesuai persyaratan klausul pada ISO 22000:2005 atau klausul pada ISO 9001:2000 meliputi informasi sebagai berikut: a. perbaikan keefektifan sistem manajemen mutu/keamanan pangan dan prosesnya b. perbaikan produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan c. kebutuhan sumber daya untuk menunjang sistem d. jaminan keamanan pangan e. revisi kebijakan mutu/keamanan pangan organisasi dan sasarannya, jika diperlukan Keseluruhan aktivitas yang terlibat dalam tinjauan manajemen dicatat dan didokumentasikan untuk dikendalikan oleh pengendali dokumen. B. Tinjauan Umum Perusahaan 1. Premysis Consulting a. Profil perusahaan Premysis Consulting berdiri pada tahun 1996 di Indonesia. Premysis Consulting adalah sebuah perusahaan jasa konsultasi

67 manajemen yang berdedikasi mendukung organisasi, di semua sektor bisnis, industri, dan pemerintahan. Perusahaan ini berupaya mengubah pandangan maupun mengusahakan inisiatif perubahan di dalam organisasi agar mencapai peningkatan hasil. Dalam rangka memenuhi tujuannya, Premysis Consulting menyediakan jasa konsultasi dan pelatihan dengan cakupan luas di wilayah Strategi, Mutu, Lingkungan, Keamanan Pekerja dan Keamanan Pangan. Sebagai penyeragam arah dan tujuan organisasi bagi setiap manajer dan karyawan, Premysis Consulting memiliki visi dan misi. Visi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan jasa konsultasi dan pelatihan manajemen terbaik di Indonesia dan negara-negara sewilayah dengan membantu kliennya mencapai hasil terobosan melalui pendekatan kreatif dan inovatif, serta menyediakan karir unggul dan kesempatan belajar sama baiknya dengan lingkungan kerja yang luar biasa bagi karyawan Premysis. Misi perusahaan ini adalah berkomitmen untuk memberikan nilai lebih jasa konsultasi dan pelatihan yang membawa kontribusi signifikan bagi kliennya, sebuah kesuksesan jangka panjang melalui inovasi, perbaikan berkelanjutan, dan pengembangan sumberdaya manusia Premysis menuju potensi maksimal mereka. b. Lokasi perusahaan Premysis Consulting memiliki dua buah kantor dalam menjalankan bisnis jasa layanan konsultasi dan pelatihan sistem manajemen. Satu buah kantor pusat terletak di Jakarta dan satu buah kantor cabang terletak di Surabaya. Kantor pusat di Jakarta beralamat Menara Rajawali lantai 11, Jalan Mega Kuningan Lot 5.1 Jakarta. Kantor cabang di Surabaya beralamat di Komplek Graha Asri K-128, Jalan Ngagel Surabaya. c. Struktur organisasi perusahaan Premysis Consulting merupakan badan usaha Perseroan Terbatas (PT) dengan nama daftar PT Mitra Kualitas Utama. Perseroan Terbatas merupakan bentuk perusahaan persekutuan untuk menjalankan

68 perusahaan yang mempunyai modal usaha terbagi atas saham-saham. Anggotanya memiliki hak suara penuh dalam rapat anggota, sehingga tiap pemegang saham atau anggota turut menentukan jalannya perusahaan. Pemegang kekuasaan tertinggi terdapat pada direktur (director). Kekuasaan ini kemudian dipercayakan kepada manajer puncak (top manager) di kantor pusat Premysis Consulting di Jakarta, yang terdiri dari tiga orang manajer. Selanjutnya masing-masing wilayah (Jakarta dan Surabaya) dipimpin oleh manajer cabang (branch manager). Manajer cabang membawahi tujuh divisi, yaitu konsultan (consultant), keuangan (finance), sumber daya manusia (human resources), pemasaran (marketing), rumah tangga (general affairs), pelatihan (training), dan teknologi informasi (information technology). Divisi konsultan sendiri terbagi sesuai bidang keahlian, yaitu strategi (strategy), mutu (quality), keamanan lingkungan (environment), keamanan pekerja (employee safety), ekspor (export), keamanan pangan (food safety), teknologi informasi (information technology), laboratorium (laboratory), otomotif (automotive), peningkatan sumber daya manusia (human resources). Kegiatan magang dilakukan pada divisi konsultan bagian keamanan pangan (food safety). Struktur organisasi Premysis Consulting dapat dilihat pada Gambar 23. d. Waktu kerja perusahaan Premysis Consulting secara umum menerapkan waktu kerja bagi karyawan lima hari kerja dalam seminggu dengan jam kerja rerata 9 jam. Hari kerja tersebut dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Jumat. Waktu kerja dimulai pukul sampai dengan WIB. Sebagai sebuah perusahaan jasa konsultasi dan pelatihan yang fokus kepada kebutuhan pelanggan, waktu dan lokasi kerja beberapa divisi, kadang menyesuaikan dengan jam kerja yang diminta klien Premysis Consulting. Tiga divisi yang biasanya menyesuaikan dengan kebutuhan klien adalah divisi konsultan, divisi pemasaran, dan divisi pelatihan.

69 Director Top Manager Branch Manager Strategy Environment Food Safety Laboratory Consultant Division Quality Employee Safety Human Resources Automotive Finance Division Human Resources Marketing Division Export Information Technology General Affair Training Division Information Technology Gambar 23. Struktur organisasi Premysis Consulting e. Metode Kerja Perusahaan Metode kerja Premysis Consulting dalam memberikan bimbingan kepada klien dalam rangka mendirikan sistem manajemen yang sesuai standar internasional dibagi menjadi delapan tahap sebagai berikut. i. System Initial Assessment Tahapan pertama Premysis Consulting dalam memberikan bantuan kepada klien dimulai dengan melakukan kajian awal sistem manajemen (system initial assessment organisasi klien). Pada tahap ini dilakukan analisis kesenjangan (gap analysis) sistem manajemen klien dengan standar sistem manajemen internasional.

70 ii. Training Selanjutnya, tahapan pelatihan (training) dilakukan untuk memberikan pengetahuan umum kepada klien mengenai standar sistem manajemen internasional. Kemudian, pelatihan tentang dokumentasi sistem manajemen internasional diberikan agar memudahkan klien dalam membuat rangka kerja organisasinya mendirikan sistem manajemen internasional. iii. Action Plan Tahap berikutnya, dilakukan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan penyusunan sistem manajemen sesuai standar internasional. Pada tahap ini juga dilakukan perencanaan komunikasi dan strategi organisasi (communication plan and strategy) iv. System Documentation Setelah perencanaan, dilakukan dokumentasi sistem manajemen yang akan diterapkan di organisasi klien berdasarkan standar internasional. Umumnya, sebagai kebutuhan dasar dokumentasi organisasi, dibuat panduan perusahaan (company manual). Selanjutnya, kebijakan dan sasaran organisasi ditentukan dan didokumentasikan (policy and objective). Berikutnya dilakukan penyusunan prosedur kerja dan instruksi kerja (work procedure and work instruction). v. System Implementation Tahap berikutnya adalah penerapan sistem manajemen (system implementation) yang mengacu ke standar internasional di dalam organisasi. Pada tahap ini dilakukan pelatihan serta pembentukan tim internal audit (training & formation of internal audit team) yang bertujuan untuk melakukan audit internal. Audit internal (internal audit) perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dan keefektifan sistem manajemen yang baru diterapkan. Selain itu, audit internal juga penting untuk melakukan tindakan koreksi (corrective action) bila ditemukan ketidaksesuaian.

71 vi. Independent Audit Selanjutnya, Premysis Consulting akan menugaskan konsultan lain yang tidak terlibat di dalam proses konsultasi untuk melakukan audit independen (independent audit). Hal ini diperlukan untuk menghindari bias yang akan terjadi bila konsultan yang membimbing mengaudit sistem hasil bimbingannya. Audit independen ini diperlukan untuk persiapan menghadapi tim audit sertifikasi. vii. Auditee s Tip and Tricks Setelah dilakukan audit independen, Premysis Consulting akan meninjau hasil audit. Selanjutnya Premysis Consulting akan memberikan saran dan cara-cara bagi pihak yang diaudit (auditee s tip and tricks) dalam menyikapi pertanyaan dan komentar tim audit sertifikasi. viii. System Certification Tahapan terakhir adalah melakukan pendampingan klien dalam proses sertifikasi sistem organisasi (system certification). Proses sertifikasi berlangsung dengan urutan: kajian awal (pre-assessment), kajian akhir (final assessment), dan tindakan koreksi (corrective action) yang diperlukan. Secara ringkas, metode kerja Premysis Consulting ditampilkan pada Gambar 24. f. Produk perusahaan Produk yang disediakan Premysis berupa jasa layanan konsultasi dan pelatihan sistem manajemen. Jasa layanan yang disediakan oleh Premysis Consulting secara umum meliputi strategi, mutu, keamanan lingkungan, keamanan pekerja, perdagangan ekspor, keamanan pangan, teknologi informasi, laboratorium, otomotif, dan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM). Daftar jenis dan nama produk Premysis dapat dilihat pada Tabel 2.

72 System Initial Assessment Gap analysis Independent Audit Auditee s Tip & Tricks Training Understanding International Standard System Documentation Action Plan Action Plan Communication Plan & Strategy System Implementation Training & Formation of Internal Audit Team Conducting Internal Audit Corrective Action System Documentation Company Manual Policy & Objective Procedure & Work Instruction Form System Certification Pre-assesment Final Assessment Corrective Action Gambar 24. Metode kerja layanan jasa konsultasi Premysis Consulting Tabel 2. Jenis dan nama produk Premysis Consulting Jenis Produk Nama Produk Strategi - Malcolm Baldridge - Lean Six Sigma - Balanced Scorecard - Cost Saving Mutu ISO 9001 Keamanan lingkungan ISO Keamanan pekerja OHSAS Perdagangan ekspor ISO Keamanan pangan ISO BRC IFS AIB Teknologi informasi ISO Laboratorium ISO Otomotif ISO/TS Peningkatan mutu SDM - Leadership - Human Resources - Service Excellence

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara

Lebih terperinci

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN MAKALAH Disusun guna memenuhi penugasan individu mata kuliah Hygiene, Sanitasi dan Keselamatan Kerja Disusun oleh : Nama : Aris Handoyo NIM : 5401413073 Jurusan

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Standar Nasional Indonesia Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Food safety management system Requirements for any organization in the food chain (ISO 22000:2005,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry

HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry HYGIENE DAN SANITASI KERJA HACCP & Work Safety and Health on Food Industry Disusun oleh : Titis Budi Rahayu 5401413057 PKK S1 Tata Boga Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2011 MODUL IX SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat

Lebih terperinci

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN MODUL PELATIHAN SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN PENGOLAHAN REBUNG BAMBU Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Studi Ketahanan Pangan, LPPM, Unud 1 DISCLAIMER. This presentation is made possible

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

ISO 9001:2000. Persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu

ISO 9001:2000. Persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 Persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu Quality Mangement System ISO 9000 series.. Published by International Organization for Stantardization (ISO) a world wide federation of national

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Sistem manajemen mutu Persyaratan

Sistem manajemen mutu Persyaratan SNI ISO 9001-2008 Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen mutu Persyaratan ICS 03.120.10 Badan Standardisasi Nasional SNI ISO 9001-2008 Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iv Pendahuluan... vi 0.1

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya 4.1q1 Bagaimana organisasi menentukan masalah eksternal dan internal yang relevan dengan tujuan dan arah strategis?

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ZAKIYAH Badan Standardisasi Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Bandung, 13 Juni 2007

ZAKIYAH Badan Standardisasi Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Bandung, 13 Juni 2007 SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000/SNI 19-9001-2001 ZAKIYAH Badan Standardisasi Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Bandung, 13 Juni 2007 1 OBJEKTIF : Mendapatkan gambaran

Lebih terperinci

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU -1- LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU 1. Lingkup Sistem Manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden keracunan pangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

Sistem manajemen mutu Persyaratan

Sistem manajemen mutu Persyaratan Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen mutu Persyaratan ICS 03.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iv Pendahuluan... vi 0.1 Umum... vi 0.2 Pendekatan proses...

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Audit Internal Audit ini meliputi semua departemen. Coordinator audit/ketua tim audit ditentukan oleh Manajemen Representative dan kemudian ketua tim audit menunjuk tim

Lebih terperinci

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Manajemen Mutu Terpadu DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Biaya dan Pangsa Pasar Hasil yang diperoleh dari Pasar Perbaikan reputasi Peningkatan volume Peningkatan harga Perbaikan Mutu Peningkatan Laba Biaya yang

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

Rekapitulasi Persyaratan (Standar) SMM ISO 9001:2008

Rekapitulasi Persyaratan (Standar) SMM ISO 9001:2008 Rekapitulasi Persyaratan (Standar) SMM ISO 9001:2008 Klausul 4.0 Sistem Manajemen Mutu 4.1 Persyaratan umum Apakah organisasi telah : (a) Menetapkan proses-proses yang dibutuhkan oleh SMM serta aplikasinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasonal. Indonesia terus melakukan upaya meningkatkan sektor pertanian untuk menghasilkan produk yang bermutu. Kemajuan

Lebih terperinci

PERSYARATAN ISO 9001 REVISI 2008 HANYA DIGUNAKAN UNTUK PELATIHAN

PERSYARATAN ISO 9001 REVISI 2008 HANYA DIGUNAKAN UNTUK PELATIHAN PERSYARATAN ISO 9001 REVISI 2008 HANYA DIGUNAKAN UNTUK PELATIHAN 4. Sistem Manajemen Mutu (=SMM) 4.1 Persyaratan Umum Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara suatu SMM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan Standar Nasional Indonesia Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT) ICS 67.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK KRITIS

BAB VII ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK KRITIS BAB VII ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK KRITIS Kegiatan perdagangan bebas sudah meluas ke berbagai negara tanpa ada yang mampu menahannya. Semua produk dari suatu negara dapat memasuki pasar negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

KLAUSUL-KLAUSUL DALAM DOKUMEN ISO 9001

KLAUSUL-KLAUSUL DALAM DOKUMEN ISO 9001 KLAUSUL-KLAUSUL DALAM DOKUMEN ISO 9001 Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA KLAUSUL-KLAUSUL ISO

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

5. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN 6. MANAJEMEN SUMBER DAYA 7. REALISASI PRODUK 8. PENGUKURAN,ANALISA & PERBAIKAN

5. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN 6. MANAJEMEN SUMBER DAYA 7. REALISASI PRODUK 8. PENGUKURAN,ANALISA & PERBAIKAN 5. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN 6. 7. 8. 1.1 UMUM Persyaratan SMM ini untuk organisasi adalah: Yang membutuhkan kemampuan untuk menyediakan produk secara konsisten yang sesuai dengan persyaratan pelanggan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi

Lebih terperinci

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food Safety Food (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Safety Food secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK

BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK Desain Produk : Dwi Purnomo www. agroindustry.wordpress.com Setelah membaca bab ini,diharapkan: Memahami arti dan pentingnya peranan mutu suatu produk Mengetahui batasan mutu produk

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR Tim Penyusun : Annisa Galuh D (13494) Kusumo Prasetyo A (13495) Nadia Aulia Putri (13496) Puji

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard atau bahaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA. Logo perusahaan

PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA. Logo perusahaan PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA Logo perusahaan DISETUJUI OLEH: PRESIDEN DIREKTUR Dokumen ini terkendali ditandai dengan stempel DOKUMEN TERKENDALI. Dilarang mengubah atau menggandakan dokumen tanpa seizing

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

Pedoman Multilokasi Sertifikasi Produk dan Legalitas Kayu

Pedoman Multilokasi Sertifikasi Produk dan Legalitas Kayu DPLS 19 rev.0 Pedoman Multilokasi Sertifikasi Produk dan Legalitas Kayu Issue Number : 000 Desember 2013 Komite Akreditasi Nasional National Accreditation Body of Indonesia Gedung Manggala Wanabakti, Blok

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konsumen Oleh : 1. Avida Ayu Pramesti (5402411052) 2. Rana Bella (5402411053) 3. Inayatul Munawaroh (5402411054) 4.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

Definisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mutu

Definisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mutu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Mutu 2.1.1. Definisi Sebuah perusahaan akan berfokus pada bagaimana memberikan kepuasan kepada para pelanggannya, dimana hal tersebut hanya didapatkan apabila perusahaan

Lebih terperinci