BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Perbincangan mengenai pemimpin dan kepemimpinan 1 akan tetap menjadi permasalahan yang menarik, serta senantiasa menjadi bahan yang relevan untuk diamati, dikaji dan diberi penilaian. Selama manusia mengenal dan menjalankan suatu organisasi, manusia akan terus berhubungan dengan topik kepemimpinan tersebut, karena berhasil atau tidaknya usaha pencapaian suatu tujuan organisasi, sangat ditentukan oleh kepemimpinan. 2 Organisasi yang dimaksud oleh penyusun di sini adalah suatu persekutuan dari sekelompok orang yang bergabung dan mengikatkan diri dalam satu wadah, guna melakukan tugas-tugas tertentu dalam suatu kegiatan kerjasama, dalam usaha mencapai tujuan yang telah digariskan. Di dalam kelompok yang disebut dengan organisasi, dibutuhkan atau terdapat pemimpin, yaitu pribadi tertentu (sekelompok orang) yang ditunjuk sebagai pemimpin untuk menjalankan segala kebijaksanaan organisasi. Di bawah wewenang sang pemimpin (para pemimpin), berbagai kegiatan organisasi diputuskan, dijalankan dan dikontrol. Tema sekitar pemimpin dan kepemimpinan menjadi menarik untuk diamati, dikaji dan diberi penilaian, terlebih apabila manusia menyadari akan dua hal penting yang terkait tentangnya. Pertama, mengenai adanya berbagai model struktur organisasi dan pola kepemimpinan. Kedua, seringnya terjadi penyimpangan dalam sistim kepemimpinan pada suatu organisasi, misalnya penyalahgunaan kekuasaan. Dengan tersedianya berbagai model struktur organisasi dan pola kepemimpinan, maka setiap organisasi diperhadapkan pada pilihan-pilihan. Apakah organisasi tersebut akan menyerahkan wewenang kepemimpinan di tangan satu orang, atau kepada sekelompok orang? Akankah sebuah organisasi memakai pola kepemimpinan yang bersifat otoriter 1 Dalam karya tulis Ini, kata kepemimpinan dipakai dalam pengertian, suatu kemampuan dan ketrampilan dari seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin), sehingga mereka berpikir. dan bertindak (bertingkahlaku) sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Band. Sondang P. Siagian, Organisasi. Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 1986), p Chris Hartono, Peranan Organisasi Bagi Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), p.22. 1

2 atau demokratis? Dan sederet pertanyaan lain yang senada dapat dikemukakan di sini. Tentunya setiap organisasi akan memilih sesuai dengan corak dari organisasi yang bersangkutan. Misalnya dalam suatu organisasi militer, sudah tentu pola kepemimpinan yang bersifat otoriter yang lebih cocok untuk diterapkan, karena di sana dibutuhkan disiplin dan loyalitas yang tinggi dari bawahan kepada atasannya, dan tidak mengenal kritik terhadap atasan. Mungkin dapat dikatakan bahwa model-model kepemimpinan yang dikenal dewasa ini, tumbuh dan berkembang dari nilai-nilai budaya dan kebutuhan-kebutuhan tertentu, dalam alam situasi dan kondisi tertentu. Salah satu contoh yang nyata adalah, ketika masyarakat menginginkan agar hak suaranya diperhatikan oleh sang pemimpin (para pemimpin), maka di sana muncul model kepemimpinan yang demokratis. Pada waktu sang pemimpin menghendaki pengendalian keamanan dalam wilayah kekuasaannya yang sedang bergolak, maka di sana akan diperkenalkan kepemimpinan yang otoriter, yang tugasnya hanyalah memberi perintah, aturan atau larangan. 3 Walau berbagai model kepemimpinan telah dikenal atau diperkenalkan kepada dunia, bukan berarti persoalan di sekitar pemimpin dan kepemimpinan tidak perlu lagi ditinjau dan mendapat koreksi, apabila ternyata dirasakan tidak lagi menjawab tantangan jaman. Bukan pula cerita baru, apabila dikatakan sering dijumpai berbagai praktek penyimpangan yang terjadi dalam diri pemimpin (para pemimpin) ketika ia menjalankan tugasnya (penyalahgunaan wewenang dalam praktek kepemimpinan). Permasalahan yang terjadi di sekitar model struktur organisasi, pola kepemimpinan, dan penyimpangan dalam praktek kepemimpinan, itulah yang menjadikan tema pemimpin dan kepemimpinan tetap menjadi relevan untuk diamat-amati, dikaji dan diberi penilaian setiap saat. Hal itu dilakukan guna mencari dan memberi warna yang sesuai dengan tuntutan jaman, agar dapat bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Gema persoalan pemimpin dan kepemimpinan yang ada dalam tubuh gereja-gereja di Indonesia, telah dipantau serta dikaji dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Studi DGI, di mana hasilnya telah disusun dalam bentuk laporan nasional 3 A.M. Mangunhardjana SJ, Kepemimpinan, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1976), p.21. 2

3 mengenai keadaan seluruh gereja di Indonesia. 4 Secara khusus dalam lingkungan Gereja Kristen Pasundan, masalah pemimpin dan kepemimpinan hasil pengamatan Pdt. Koernia Atje Soejana, menunjukkan bahwa mutu kepemimpinan (pejabat gerejani) masih perlu ditingkatkan. 5 Bertolak dari hasil kedua penelitian 6 tersebut, maka masih relevan apabila karya tulis ini membahas persoalan di sekitar pemimpin dan kepemimpinan, khususnya di lingkungan GKP. Pemimpin dan pola kepemimpinan yang baik akan mampu menghadapi, menggumuli dan menjawab berbagai tantangan jaman. Itulah alasan mengapa karya tulis ini membahas persoalan di sekitar pemimpin dan kepemimpinan. Hal tersebut memang bukanlah pembahasan yang baru, tetapi pembahasan pemahaman warga jemaat terhadap pemimpin dan pola kepemimpinan dengan memakai pendekatan budaya, nampaknya memberi 'bobot khusus' dari karya ilmiah ini. Pembahasan yang menyinggung pola kepemimpinan abahisme dalam karya tulis ini, mempunyai misi untuk memperkenalkan salah satu model kepemimpinan yang pernah tumbuh dan berkembang, bahkan sampai saat ini masih terasa pengaruhnya terutama pada jemaat pedesaan, bekas pelayanan NZV di wilayah pelayanan Gereja Kristen Pasundan (GKP). Misi tersebut penting, karena ada kesan negatif dari orang-orang yang tidak mengenal kebudayaan Sunda dan latar belakang historis dari pertumbuhan GKP, apabila pola kepemimpinan abah-isme dibahas. Penyusun berusaha menyoroti pola kepemimpinan abah-isme dengan memperhatikan latar belakang historis dan nilainilai budaya dibaliknya, yang memungkinkan hadir dan berkembangnya pola kepemimpinan tersebut. Kuatnya nilai-nilai budaya yang ada dibalik pola kepemimpinan abah-isme, ditambah dengan latar belakang historis dari GKP, memungkinkan beberapa ciri yang melekat padanya tetap mewarnai pemahaman warga jemaat. Walaupun telah ditawarkan aturan main yang sesuai dengan pemahaman kristiani, namun beberapa ciri yang berkembang dari pola kepemimpinan abah-isme masih tetap di lestarikan oleh warga jemaat 4 Lih. F. Ukur dan F.L. Cooley, Jerih dan Juang: Laporan Nasional Survai Menyeluruh Gereja di Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1979), p Saat ini DGI (Dewan Gereja-Gereja di Indonesia) telah menjadi PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). 5 Koernia Atje Soejana, Benih Yang Tumbuh II. Suatu Survey Mengenai Gereja Kristen Pasundan, (Bandung- Jakarta: Badan Pekerja Sinode GKP - Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1975), p Menurut penyusun, data-data mengenai pemimpin dan kepemimpinan yang terdapat dalam "Benih Yang Tumbuh II" maupun "Jerih dan Juang" masih belum banyak berubah, terutama pada gereja-gereja di pedesaan. 3

4 A.2. Rumusan Masalah GKP adalah kumpulan jemaat-jemaat bekas asuhan Nederlandsche Zendingsvereeniging 7 yang dinyatakan berdiri sendiri sejak tanggal 14 Nopember 1934, dan sampai kini berpusat di Bandung. 8 Struktur GKP adalah presbiterial-sinodal. 9 Di dalam lingkungan gereja, jemaat dipimpin oleh Majelis Jemaat, yaitu orang-orang yang dipilih oleh dan dari antara warga jemaat, di mana Pendeta Jemaat termasuk sebagai salah seorang anggotanya. Di dalam lingkungan klasis, kepemimpinan dipegang oleh Badan Pelaksana Klasis yang di dalamnya di wakili oleh utusan-utusan dari setiap jemaat GKP dalam lingkup klasis yang sama, dan dalam lingkungan sinode, kepemimpinan berada pada Majelis Sinode yang di wakili oleh utusan-utusan dari jemaat GKP yang di pilih dalam sidang raya sinode. Walau telah ada Tata Gereja dan Peraturan Pelaksanaanya, di mana di dalamnya tertulis pokokpokok yang menjadi aturan main dalam lingkungan GKP, termasuk mengatur soal pemimpin dan kepemimpinan, tetapi dalam prakteknya di lapangan, yang terjadi bukanlah seperti yang diinginkan. Misalnya di bidang kepemimpinan, hubungan-hubungan yang ada sering dipahami sebagai hubungan bawahan terhadap atasan. Demikian pula cara memahami hubungan antara Jemaat dan Sinode, sering dilihat dalam hubungan antara bawahan dan atasan. Pandangan seperti itu, bukan saja menyimpang dari apa yang tertulis dalam Tata Gereja dan aturan pelaksanaannya, tapi dapat juga menjadi penghambat terhadap lajunya perkembangan organisasi dan warga jemaat yang menjadi bagian daripadanya. Di dalam kehidupan berjemaat, walaupun menurut aturan mainnya kepemimpinan dipegang oleh Majelis Jemaat, namun masih saja terlihat peranan pendeta yang sangat menonjol (pendeta sentris), khususnya dalam jemaat-jemaat bekas pelayanan NZV. 10 Di samping kedua kecenderungan di atas, hierarkis dan pendeta-sentris, juga masih dapat ditemui suatu kecenderungan di mana warga jemaat memperlakukan pendeta sebagai tokoh pelindung seperti seorang bapak yang senantiasa siap melindungi anak-anaknya. 7 Selanjutnya akan di singkat dengan NZV. 8 Gereja Kristen Pasundan, Buku Pedoman Sidang Raya Sinode XXVI, (Majalengka, 2007), p Keterangan lebih jelas tentang presbiterial-sinodal, akan penyusun paparkan lebih jauh dalam Bab II. 10 Koernia Atje Soejana, Para Pelayan Gerejawi Pribumi di Pasundan pada Masa Pelayanan Nederlandsche Zendingsvereeniging, (Sebuah tulisan dalam Buku Pedoman Sidang Raya Sinode ke XXVI, 2007), p.86 4

5 Koernia Atje Soejana dalam suatu penelitiannya, menghubungkan tiga kecenderungan yang masih membekas dalam jemaat-jemaat bekas asuhan NZV, yaitu hierarkis, pendeta-sentris (pejabat gereja sentris), dan paternalistis, dengan praktek kepemimpinan gereja di masa pelayanan lembaga Pekabaran Injil NZV pada parohan pertama abad ke XX. 11 Hal tersebut dilakukan untuk mengamati dan menilai keadaan kepemimpinan gereja pada masa itu, dan lebih khusus lagi, untuk melihat sejauh mana peranan pemimpin di masa itu. Tema pembahasan di sekitar pemimpin dan kepemimpinan yang akan disoroti dalam karya tulis ini, banyak terinspirasi oleh tulisan dari Koernia Atje Soejana, bahkan tesisnya sangat membantu membuka cakrawala berpikir penyusun dalam membahas masalah di sekitar pola kepemimpinan abahisme. Namun, pokok yang dibahas dalam karya tulis ini, membahas hal yang khusus dan mempunyai misi yang berbeda dengan pembahasan dalam tesisnya Koernia Atje Soejana. Oleh karena itu karya tulis ini diharapkan akan memberi sumbangan positif bagi GKP dan kepada setiap orang yang ingin memahami salah satu model kepemimpinan yang ada/di kenal di lingkungan pelayanan GKP, yaitu pola kepemimpinan abahisme. Pembahasan karya tulis ini berpusat pada masalah pemahaman akan diri sang pemimpin, sebagai sosok yang ditempatkan sempurna" oleh warga jemaat yang mengenal praktek pola kepemimpinan abah-isme. Pola kepemimpinan abahisme 12 adalah salah satu model kepemimpinan yang dikenal dalam lingkungan jemaat-jemaat GKP, di mana seorang pendeta ( pejabat gereja) dipahami sebagai tokoh abah (bapak) yang dapat memberikan perlindungan yang aman bagi anak-anaknya ketika 11 Lih, Koernia Atje Soejana, Peranan Pelayan Gerejawi Pribumi di Pasundan Pada Masa Nederlandsche Zendingsvereeniging, (Thesis M.Th., Sekolah Tinggi Theologia Jakarta, 1981). 12 Dalam "Jerih dan Juang" dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan 'pola kepemimpinan' adalah pola atau patron yang terdiri, antara lain, dari sistem, prosedur dan cara-cara yang lazim dengan mana suatu badan, organisasi, kegiatan dipimpin, diurus, diawasi, diselenggarakan. Termasuk dalam pola kepemimpinan ialah "bagaimana orang yang dipimpin memandang pemimpinnya, bagaimana orang yang memimpin memandang dirinya sendiri selaku pemimpin dan mereka yang dipimpinnya, dan bagaimana pergaulan/ interaksi antara para pemimpin sendiri, dan antara pemimpin dan yang dipimpin. (F. Ukur dan F.L. Cooley, Jerih.), p Istilah 'abah-isme' berasal dari kata abah yang mempunyai arti yang sama dengan kata 'bapak'. Di lingkungan GKP - terutama dalam jemaat-jemaat bekas pelayanan NZV - seorang pendeta ( pejabat gerejani) sering disapa dengan sebutan "abah". Itu adalah sapaan khas yang berlaku di tanah Pasundan bagi seorang 'yang disegani' atau 'yang dituakan' dalam masyarakat. Bahkan menurut pengamatan penyusun, dalam masyarakat Pasundan di pedesaan kedudukan seorang tokoh abah sama derajatnya di mata masyarakat dengan seorang kiyai. 5

6 datang kesulitan dan tantangan hidup. Pendeta dilihat (dan mungkin merasa diri) sebagai tokoh yang putih bersih, serba tahu dan serba bisa. Pendeta dianggap sebagai seorang yang sempurna, yang mempunyai nilai plus dari antara seluruh warga jemaat. Kepadanya digantungkan berbagai persoalan hidup dan harapan masa depan. Tanpa bertujuan membahas lebih jauh tentang baikburuknya pemahaman tersebut pada bagian ini, namun yang jelas pemahaman tersebut melahirkan rasa ketergantungan yang berlebihan dari warga jemaat kepada sang pemimpin. Pola kepemimpinan abahisme, saat ini hanya dapat dijumpai gejala-gejalanya dalam pemahaman terhadap sang pemimpin sebagai sosok sentral di jemaat pedesaan, bekas pelayanan NZV. Pemahaman tersebut sedikit-banyaknya mempunyai pengaruh di GKP, juga terhadap jemaat-jemaat di kota atau yang baru tumbuh dan berkembang setelah tahun Kalaupun ciri-ciri dari pola kepemimpinan abah-isme masih terasa pengaruhnya, terutama dalam pemahaman warga jemaat terhadap pemimpin sebagai sosok sempurna, maka hal itu bukan karena dilestarikan oleh pemimpin di Jemaat ( pejabat gereja), tapi muncul dari pemahaman warga jemaat terhadap pemimpinnya. Untuk itu, karya tulis ini akan di awali dengan pertanyaan : "mengapa warga Kristen Sunda, cenderung melestarikan pola kepemimpinan abahisme? Dan bagaimana prosesnya sampai konsepsi tentang abah-isme tersebut dapat melekat kuat dalam kebudayaan Sunda?". Untuk kepentingan tersebut akan disoroti konsep-konsep yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinan yang ada dalam kebudayaan Sunda. Dalam karya tulis ini, penyusun akan menapaki pengaruh kebudayaan yang di bawa oleh para Zending, pengaruh dari hadirnya kebudayaan Hindu-Budha, dan yang terakhir adalah pengaruh dari kebudayaan Islam, dalam apa yang sekarang dikenal sebagai kebudayaan Sunda. Ketiga hal tersebut adalah hal-hal yang sangat mempengaruhi dan menjadikan peradaban Sunda menjadi seperti saat ini. Hal di atas penyusun lakukan untuk menapaki jejak historisitas masuknya pemahaman abahisme atau pendeta sentris di Gereja Kristen Pasundan. 6

7 B. Judul B.1. Rumusan Judul Sehubungan dengan kepentingan diatas, maka karya tulis ini diberi judul " POLA KEPEMIMPINAN PENDETA SEBAGAI ABAH DI GEREJA KRISTEN PASUNDAN " (Suatu Tinjauan Historis Teologis) B.2. Alasan Pemilihan Judul Pemilihan judul di atas di pilih berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: B.2.1. Menarik Berangkat dari panggilan jemaat kepada sang pendeta dengan sebutan abah. Sekilas sebutan abah tidak memberikan arti apa-apa, tetapi ketika dilihat dari penghargaan dan perlakuan yang jemaat berikan kepada pendetanya, sebutan itu menyiratkan makna yang sangat besar. Sebutan itu memuat makna bahwa jemaat menganggap pendeta tidak hanya sebagai pemimpin dalam hal spiritual, tetapi lebih dari itu, jemaat memposisikan pendeta sebagai seseorang yang memiliki kemampuan lebih (dalam segala hal). Hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang sangat besar dalam proses kelangsungan berjemaat. B.2.2 Aktual Permasalahan seputar kepemimpinan paternalistis sekilas terlihat seperti permasalahan yang klise dan ketinggalan jaman, tetapi sebenarnya hal itu adalah sebuah masalah besar yang tidak pernah selasai, dan habis dibahas sampai saat ini. Banyak gereja yang masih berkutat untuk keluar dari permasalahan tersebut, tetapi tidak semua warga jemaat sadar dan peka akan pola kepemimpinan yang bersifat paternalistis tersebut. Fakta yang memperlihatkan bahwa sampai saat ini masih ada warga GKP yang berada dalam pola kepemimpinan paternalitis menjadi berita aktual yang perlu diselesaikan. 7

8 B.2.3. Manfaat Manfaat yang dapat dipetik adalah ketika jemaat telah mengetahui bahwa konsep dan pola kepemimpinan yang paternalistis itu masih ada dan melekat dalam gereja, maka jemaat akan lebih peka, sadar, kritis dalam menyikapi pelayanan gereja, dan yang terpenting adalah bahwa jemaat akan dapat saling membangun hubungan yang baik (dua arah) dengan pendeta atau pemimpinpemimpin gereja yang selama ini hanya menjalankkan pola kepemimpinan dalam gereja dengan bertindak seperti atasan kepada bawahan (satu arah). C. Metode C.1. Metode Pembahasan Pendekatan yang dilakukan oleh penyusun adalah dengan menggunakan metode pembahasan desiriptif analitis. Penyusun akan memaparkan pendapat-pendapat dari para ahli, kemudian penyusun akan menganalisa pendapat tersebut secara kritis. C.2. Metode Pengumpulan Bahan Cara yang dilakukan oleh penyusun untuk mendapatkan data atau pendapat para ahli adalah melalui studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan buku-buku terpilih, sesuai dengan tema yang penyusun bahas dalam karya tulis ini. D. Sistematika Bab I Pendahuluan Di dalam Bab I / Pendahuluan diuraikan latar belakang permasalahan, dalam bagian ini dijelaskan sejumlah alasan mengapa dipilih tema yang berbicara di sekitar pemimpin dan kepemimpinan. Juga diuraikan mengenai tujuan dibahasnya pola kepemimpinan abah-isme dalam karya tulis ini. Uraian tentang permasalahan dan pembatasan masalah, dibuat agar pembaca mengetahui masalah khusus apa yang disoroti dalam karya tulis ini. Dalam bagian ini, juga diberikan gambaran tentang pembatasan sorotan, yaitu terhadap pemahaman warga jemaat pedesaan yang masih melestarikan pola kepemipinan abah-isme. 8

9 Bab II Seputar GKP dan Pola Kepemimpinannya Di dalam Bab II dibahas deskripsi seputar GKP dan Pola Kepemimpinan yang ada di dalamnya. Pada bagian ini, penyusun mengangkat dan menyoroti pola kepemimpinan yang berkembang pada masa kehadiran Belanda melalui NZV dan pola kepemimpinan pada masa pelayan pribumi. Pada bagian akhir, akan penyusun bahas mengenai kenyataan di beberapa jemaat GKP dalam hubungannya dengan cara memimpin, yang masih melestarikan pola kepemimpinan abahisme. Sebelumnya, penyusun akan menyoroti Tata Gereja dan aturan pelaksanaannya, dalam hubungannya dengan pemimpin dan kepemimpinan. Bab III Faktor-faktor Budaya yang Menciptakan dan Memperkokoh Pola Kepemimpinan Abahisme Bab III ini adalah bab yang mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang mempengaruhi pola kepemimpinan abahisme. Untuk kepentingan tersebut, maka akan disoroti salah satu lapisan dari kebudayaan Sunda, yaitu Hindu-Budha dan Islam. Dalam bagian ini, penyusun akan menapaki jejak Hindu-Budha dan Islam dalam hubungan dengan abahisme yang ada dalam pemahaman warga jemaat GKP. Bab IV Tinjauan Teologis Di dalam bab ini akan digali dasar-dasar teologis, untuk kemudian diperhadapkan dengan pemahaman warga jemaat yang melestarikan pola kepemimpinan abahisme. Bertolak dari dasar-dasar teologis yang telah digali, diusulkan suatu konsep kepemimpinan yang dapat dikembangkan dalam kepemimpinan di gereja. Bab V Penutup Dan pada bagian akhir dari karya tulis ini, penyusun akan memasukan beberapa kesimpulan atau Hipotesa yang berhasil ditarik selama pembahasan. 9

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meliza Faomasi Laoli, 2013 Nederlandsche Zendings Vereeniging Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Meliza Faomasi Laoli, 2013 Nederlandsche Zendings Vereeniging Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada akhir abad ke-17, timbul suatu gerakan kebangunan rohani. Di negeri Jerman dan Belanda, gerakan ini disebut aliran Pietisme. Pietisme merupakan reaksi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia memerlukan beberapa alat pendukung, contohnya: kepemimpinan yang baik, organisasi yang ditata dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin. BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran atau denominasi Calvinis 1 (lebih sering disebut Reformed ataupun Presbyterian) hampir

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gereja Kristen Protestan Indonesia atau yang sering disingkat dengan nama GKPI adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di dunia ini. Sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tugas panggilan Gereja adalah memelihara iman umat-nya. 1 Dengan mengingat bahwa yang menjadi bagian dari warga Gereja bukan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Permasalahan. A.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. A. Permasalahan. A.1 Latar Belakang Masalah 1 Bab I Pendahuluan A. Permasalahan A.1 Latar Belakang Masalah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) memiliki simbol eksistensi/keberadaan sebagai sebuah organisasi Gereja yang dituangkan dalam sesanti/ semboyan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulah, T. (2006). Budaya Sunda Kini, Dulu dan Masa Depan. Bandung: Kencana Utama.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulah, T. (2006). Budaya Sunda Kini, Dulu dan Masa Depan. Bandung: Kencana Utama. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Abdulah, T. (2006). Budaya Sunda Kini, Dulu dan Masa Depan. Bandung: Kencana Utama. Ali, M. (2009). Misionarisme di Banten. Banten: Bantenologi. Aritonang, J. S. (1995). Berbagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk memperoleh bekal pengetahuan dalam menjalani hidup ini. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

I.1. PERMASALAHAN I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 21 Maret 2006, bertempat di Jakarta ditetapkanlah sebuah peraturan pemerintah yang baru, yang dikenal sebagai Peraturan Bersama dua Menteri (selanjutnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia yang ditata dalam empat tatanan dasar. Tatanan dasar itu berupa tatanan pengakuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penatalayanan merupakan tanggung jawab gereja, ketika berada di tengah tengah dunia ini. Penatalayanan bukan merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh gereja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta adalah seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam hal moral dan spiritual. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan bagi jemaatnya yang nampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam organisasi 1 setiap individu mendapatkan peranan. Paling tidak ada dua peran individu dalam organisasi, yaitu peran sebagai pemimpin dan peran

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum Emeritasi merupakan istilah yang tidak asing di telinga kita. Dalam dunia pendidikan kita mengetahui adanya profesor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Secara historis, Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) sedikit banyak terkait dengan buah pekerjaan Zending der Gereformeerde Kerken in Nederland

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I

BAB I BAB I PENDAHULUAN 11. LATAR BELAKANG Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan, kestabilan, dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Spiritualitas adalah istilah yang agak baru yang menandakan kerohanian atau hidup rohani. Spritualitas bisa juga berarti semangat kerohanian atau jiwa kerohanian.

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN

UKDW BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada jaman sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa Gereja berada di tengah-tengah konteks yang kian berubah dan sungguh dinamis. Hal tersebut tampak jelas

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Selain sebagai persekutuan orang-orang percaya, gereja dalam bentuknya adalah sebagai sebuah organisasi. Sebagaimana sebuah organisasi, maka gereja membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Dalam lingkup pendidikan di sekolah, istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) sudah sangat lazim digunakan. PAK adalah usaha menumbuhkembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Permasalahan Sejarah awal berdirinya Greja Kristen Jawi Wetan atau GKJW adalah berasal dari proses pekabaran Injil yang dilakukan oleh Coenrad Laurens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Gereja ada dan eksis di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, juga bukan atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk melaksanakan misi-nya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1 A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Perjamuan Kudus merupakan salah satu ritual yang masih terpelihara dalam tradisi gereja hingga saat ini. Sebuah ritual jamuan makan roti

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah 1 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemikiran dan ilmu pengetahuan selalu mengalami perubahan. Dunia di sekitarnya juga turut merasakan perubahan tersebut, terutama mempengaruhi pola pemahaman

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005. Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani kehidupan di dunia ini manusia seringkali harus berhadapan dengan berbagai macam permasalahan. Permasalahan yang ada bisa menjadi beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial dan religi masyarakat Tionghoa dipengaruhi oleh prinsip hidup kekeluargaan. Hidup kekeluargaan menempatkan pentingnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 tentang J E M A A T Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kajian 1.1.1. Kemandirian Gereja, Antara Impian dan Kenyataan Hingga dewasa ini pada kenyataannya kita masih menemukan adanya gereja gereja yang belum dapat secara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali BAB V Kesimpulan Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali Gereja Protestan berdiri di Ambon pada abad ke-17 hingga lahirnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pekabaran Injil (PI) atau penginjilan sering disebut juga dengan evangelisasi atau evangelisme, 1 merupakan salah satu bentuk misi Gereja. Kata Injil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan gereja tidak bisa dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab pelayanan kepada jemaat dan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah gereja di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kolonialisme yang dilakukan oleh bangsabangsa Eropa. Karena kekristenan datang ke Indonesia bersama

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda Bab I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sosial, akan terdapat keberagaman di dalam masyarakat. Ada keberagaman golongan, suku, dan agama. Keberagaman bukanlah sebuah

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Secara umum kita dapat mengamati bahwa para pelayan jemaat atau pendeta, pengerja maupun para calon pendeta yang ditempatkan di berbagai gereja-gereja arus utama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Permasalahan I.1.1 Latar Belakang Hari Minggu umumnya sudah diterima sebagai hari ibadah umat Kristen. Dikatakan umumnya karena masih ada kelompok tertentu yang menekankan hari Sabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah GKJ Salatiga, jika dibandingkan dengan GKJ yang lain khususnya di Salatiga, tergolong sebagai gereja yang besar. Dari segi wilayah pelayanan GKJ Salatiga terbagi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Nama Tsang Kam Foek (untuk seterusnya penyusun akan menyebut beliau dengan nama Tsang To Hang 1 ) tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah pekabaran Injil

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan Kristiani (PK) merupakan suatu proses pengajaran tentang kekristenan. 1 Dalam prosesnya, PK membutuhkan ruang untuk menjalankan aktivitasnya.

Lebih terperinci