PERAN IKATAN DOKTER INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KASUS SENGKETA MEDIK di POLDA DIY SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN IKATAN DOKTER INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KASUS SENGKETA MEDIK di POLDA DIY SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat"

Transkripsi

1 PERAN IKATAN DOKTER INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KASUS SENGKETA MEDIK di POLDA DIY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada Disusun Oleh: KUSUMALAGA RAMADHANA PUTRA 08/264708/KU/12590 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

2

3

4 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah subhana wa ta ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul semesta alam Muhammad sholallahu alaihi wa salam. Selesainya karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.A., M.Med.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kedokteran UGM yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelenggarakan penelitian ini. 2. Ibu Fitriana Murniati, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing materi yang telah mengorbankan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, masukan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ida Bagus Gede Surya Putra Pidada, Sp.F. selaku dosen pembimbing metodologi yang telah memberikan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan karya tulis ini. iv

5 4. Susi Hadidjah, S.H., M.H selaku dosen pakar sekaligus dosen penguji karya tulis ini yang telah memberi saran dan masukan demi kesempurnaan karya tulis ini 5. Orang tua penulis Ahmad Faisal dan Hany Sri Suharlin serta kedua saudara penulis Fahreza Hanifa Akbar dan Anzila Rahmanita Putri. Doa dan dorongan semangat dari mereka selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 6. Adelia Kwartina Hikurniati selaku kekasih yang selalu memberikan kasih sayang,doa dan dorongan moriil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepolisian Daerah (Polda) Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam proses penelitian. 8. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah DIY. 9. Teman sekelompok penelitian Rahadian Faisal, Abdiyat Sakrie, dan M.Izza Naufal Fikri yang telah saling membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. v

6 10. Sahabat saya M.Izza Naufal Fikri, Kent Andreas Khurniawan, Adityo Prabowo yang telah memberi dorongan dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini 11. Rekan-rekan sejawat mahasiswa Pendidikan Dokter UGM khususnya angkatan 2008 atas bantuannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun penyajian tulisan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis siap menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Yogyakarta, 2 Maret 2012 Penulis Kusumalaga Ramadhana Putra vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang Masalah... 1 I.2. Rumusan Masalah... 5 I.3. Keaslian Penelitian... 6 I.4. Manfaat Penelitian... 6 I.5. Tujuan Penelitian... 7 vii

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8 II.1. Pengertian Sengketa Medik... 8 II.2. Pengertian Malpraktik II.3. Penyelesaian Sengketa Medik II.4. Penyelesaian sengketa di Lembaga Kepolisian 18 II.5. Organisasi Profesi IDI BAB III METODE PENELITIAN III.1. Rancangan Penelitian III.2. Subjek Penelitian III.3. Alat dan Bahan Penelitian III.4. Jalan Penelitian III.5. Kendala Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Penelitian IV.2. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN viii

9 V.1. Kesimpulan V.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Prosedur Penyelesaian sengketa di Polda DIY Tabel 2.Peran Ikatan Dokter Indonesia dalam penyelesaian sengketa medik di Kepolisian x

11 INTISARI Latar Belakang : Jumlah kasus sengketa medik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Beberapa media massa memberitakan sengketa medik yang dilaporkan ke kepolisian. Didalam penanganannya harus memperhatikan aspek medis karena tidak setiap resiko yang terjadi pada pasien seperti cedera atau kematian, merupakan kesalahan dokter. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi berperan dalam membantu penyelesaian sengketa medik di kepolisian. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penyelesaian kasus sengketa medik di kepolisian dan peran organisasi profesi dalam penyelesaian kasus sengketa medik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observational deskriptif, yang dilakukan di Polda DIY dan IDI. Pengumpulan data dengan kuisioner dan wawancara serta dari berita di media massa, analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil : Selama tahun Polda DIY belum pernah menerima laporan sengketa medik. Prosedur penanganan sengketa medik akan diberlakukan sesuai ketentuan yang berlaku yaitu dilakukannya penyelidikan dan penyidikan, memanggil saksi-saksi termasuk saksi ahli, mengumpulkan bukti-bukti dan meminta bantuan organisasi profesi yang berkaitan dengan sengketa medik. IDI sebagai organisasi profesi ikut serta dalam penyelesaian sengketa medik jika diminta oleh kepolisian. Peran serta IDI dalam bentuk menentukan dokter yang akan dijadikan saksi ahli sesuai dengan keahliannya dan mengklarifikasi kasus, menetukan jumlah dokter yang akan dijadikan saksi ahli, membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh penyidik apabila menurut IDI dia sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur. Kesimpulan : Perlu adanya kerjasama antara kepolisian dengan IDI untuk menyelesaikan setiap kasus sengketa medik, sehingga kasus bisa diselesaikan dengan benar. Kata Kunci : Kasus sengketa medik,malpraktek,polda DIY,Ikatan Dokter Indonesia (IDI). xi

12 ABSTRACT Background: The number of medical disputes from year to year have increased. In some mass media reported that medical disputes reported to the police. Handling medical disputes requires an assessment of the aspects of medical disciplines because not every risk that occurs in patients such injury or death, some doctors mistake. Indonesian Doctors Association (IDI) as a professional organization instrumental in helping the medical dispute resolution in the force. Objectives: To know the medical dispute resolution procedure that have been resolved in the police institutions and to know the role from organization profession in resolution of medical dispute cases. Methods: This research is a descriptive observational study, conducted in Yogyakarta police and the IDI. Data collection with questionnaires and interviews as well as from the news in the media, analyzed data use descriptive analysis. Result: During ,Yogyakarta police have not received reports of medical disputes. Procedures for handling medical disputes will apply in accordance with the policies carried out the investigation, call witnesses including expert witnesses, collect evidence and ask for the help of professional organizations related to medical disputes. IDI as a professional organization to participate in medical dispute resolution if requested by the police. The role of the IDI in the form of participating in medical dispute resolution, determine the number of doctors who would be expert witnesses, IDI helps members who are considered guilty by the investigator if he had already implemented by IDI their duties in accordance with the procedures and duties of his profession. Conclusion: The cooperation between the police institutions and the Indonesian Doctor Association required to resolve any medical disputes in relation with medical particularly, so that the case can be resolved completely and correctly. Keyword: Medical dispute cases, malpractice, the police region institutions of DIY, Indonesian Doctor Association (IDI). xii

13 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau rumah sakit kepada pasien tidak sebatas penerapan teknologi kedokteran saja namun juga harus dibarengi penerapan nilai-nilai sosial, budaya, etik, hukum maupun agama. Hal ini sudah dimaknai jauh sebelumnya oleh para tokoh dibidang kedokteran dengan disusunnya Etika Profesi Kedokteran dalam bentuk Code Hammurabi dan Code of Hittites tetapi yang paling terkenal adalah Sumpah Hippocrates yang berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap atau semacam Code of Conduct bagi dokter (Sampurna, 2005). Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien menghadapi tantangan karena beberapa kasus pengaduan atau tuntutan atau tuduhan kepada dokter dan/atau rumah sakit telah melakukan kesalahan dalam pelayanan kesehatan atau yang dikenal dengan malpraktik, kerap dimuat dalam media massa. Malpraktik sendiri terjadi bukan hanya pada pasien dengan dokter tetapi terkadang pihak pasien 1

14 2 dengan pihak rumah sakit Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masyarakat sebagai health receiver kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki tersebut. Kini mereka telah berani menilai bahkan mengkritik mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima (Guwandi, 2004). Masyarakat yang menjadi health receiver sekarang cenderung lebih selektif ketika memilih dokter maupun ketika dokter melakukan tindakan medis tertentu. Jika seorang dokter atau rumah sakit melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur maka masyarakat sekarang dapat menuntut melalui lembaga-lembaga sengketa medis. Fenomena perilaku pasien tersebut tidak bisa dipisahkan dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk memperoleh informasi tentang sistem pelayanan kesehatan dibeberapa negara termasuk didalamnya perkembangan hak-hak pasien serta penuntutan hak-hak tersebut. Pada beberapa kondisi dimana pasien merasa dirinya kurang mendapatkan pelayanan medik yang memuaskan, ataupun ketika terjadi kesalahan pelayanan medik

15 3 (medical malpraktik), pasien cenderung mengajukan tuntutan atau mengadukan ke lembaga yang bisa menyelesaikan masalahnya. Ketidakharmonisan hubungan antara dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien dapat menimbulkan sengketa medik yaitu pertentangan antara dokter dan/atau rumah sakit disatu pihak dan pasien/keluarganya dipihak lain. Sengketa medik dapat disebabkan karena masalah pelanggaran etika, pelanggaran hak orang lain dalam bentuk hubungan perdata maupun hukum pidana. Masalah sengketa medik telah menjadi isu global karena banyak terjadi di berbagai Negara seperti Amerika dan Jepang. Salah satunya di Jepang terjadi peningkatan tuntutan hukum terhadap dokter dari kasus pertahun sebelum 1998 menjadi kasus pertahun setelah 1999 sedangkan di Amerika memasuki krisis kepercayaan tahun (Afandi, 2009). Selama tahun , kasus sengketa medik yang diadukan ke MKEK IDI Wilayah Jawa Tengah tercatat 68 kasus, MKEK IDI wilayah DKI Jakarta selama kurun waktu telah menerima dan menangani 23 kasus sengketa medik dengan kisaran 6 9 kasus pertahun, rata-rata 8 kasus pertahun dengan melibatkan 30 dokter

16 4 dari berbagai bidang spesialistik dan dokter umum (Afandi, 2009). Budi Sampurna (2005) menyatakan, kasus sengketa medik merupakan fenomena gunung es karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Ada kemungkinan banyak kasus sengketa medik yang diselesaikan di luar pengadilan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta beberapa kasus sengketa medik sempat diliput oleh media massa. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa ada kasus yang dilaporkan ke lembaga kepolisian. Lembaga kepolisian memang berwenang untuk menerima semua laporan dari masyarakat apabila terjadi sesuatu pelanggaran hukum termasuk masalah sengketa medik. Penyelesaian sengketa medik tidaklah mudah karena untuk membuktikan telah terjadinya kesalahan dalam pengobatan memerlukan pemeriksaan yang tepat karena tidak semua pengobatan akan selalu berhasil, bahkan ada yang berisiko pasien meninggal. Suatu resiko atau peristiwa buruk yang tidak dapat diduga/diperhitungkan sebelumnya (unfareselable, compredictable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standart. Tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada orang/pemberi pelayanan medis. Misalnya reaksi hipersensitivitas, lambak air ketuban (Sampurna.2007). Oleh karena itu

17 5 didalam penyelesaiannya perlu memperhatikan masalah substansinya melalui penilaian disiplin profesi sehingga peran organisasi sangat penting untuk membantu menyelesaikan sengketa medik. Organisasi profesi bagi dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Masalah sengketa medik perlu mendapat perhatian dan penyelesaian yang baik karena semakin banyak terjadi sengketa medik akan membuat pelayanan kesehatan akan menjadi lebih rumit, semakin mahal dan kepercayaan masyarakat pada pelayanan kesehatan akan menurun. Dampak lainnya adalah semua pihak akan menjaga jarak dan hal ini akan membuat hubungan dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien menjadi tidak harmonis. Hal tersebut akan berujung kepada penurunan mutu pelayanan kesehatan. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian sengketa medik melalui Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta.

18 6 2. Bagaimanakah peran organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) didalam penyelesaian sengketa medik. I.3. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis, belum pernah dilakukan penelitian sejenis untuk mengetahui bagaimanakah prosedur penyelesaian sengketa medik melalui Lembaga Kepolisian di Daerah Istimewa Yogyakarta dan bagaimana peran organisasi profesi didalam penyelesaian sengketa medik. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah : 1. Memberikan masukkan kepada semua tenaga kesehatan, dinas kesehatan dan fakultas kedokteran didalam menyikapi masalah sengketa medis. 2. Memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai penyelesaian sengketa medis melalui lembaga kepolisian.

19 7 I.5. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Prosedur penyelesaian kasus sengketa medik yang diselesaikan di Kepolisian Daerah (Polda) DIY. 2. Peran organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) didalam penyelesaian sengketa medik.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Sengketa Medik Pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan mempunyai hak dan kewajiban seperti halnya dengan dokter dan rumah sakit. Dalam hubungan tersebut hak dan kewajiban mereka tidak selalu selaras dalam pelaksanaannya karena adanya permasalahan yang muncul dalam hubungan tersebut. Hal tersebut berpotensi menjadi sengketa antara pasien dengan dokter dan/atau rumah sakit. Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan atau dapat diartikan sebagai pertikaian atau perselisihan. Jadi sengketa adalah perbedaan pendapat yang telah mencapai eskalasi tertentu atau mengemuka. Pemicu terjadinya sengketa adalah kesalahpahaman, perbedaan pendapat, ketidakjelasan pengaturan, ketidakpuasan, ketersinggungan, kecurigaan, tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur, kesewenang-wenangan atau 8

21 9 ketidakadilan dan terjadinya keadaan yang tidak terduga (Afandi, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan sengketa medik merupakan pertentangan antara pasien dengan dokter dan/atau rumah sakit. Sengketa medik dapat berupa pelanggaran Kode Etik Kedokteran, Pelanggaran hukum orang lain (Perdata) maupun pelanggaran kepentingan masyarakat (Pidana). Sengketa Medik dapat berwujud pengaduan dapat disertai atau tanpa malpraktik (Ingehartini, 2009). Berdasarkan UU No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran disebutkan bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang di bidang kesehatan dilaksanakan melalui pendekatan yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat profesi tenaga kesehatan, asas praduga tidak bersalah, hubungan dokter dan tenaga kesehatan lain dengan pasien sebagai hubungan kepercayaan harus sama-sama diindungi kepentingan hukumnya, tidak meresahkan tenaga kesehatan dan tidak mengganggu pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Maka ketika suatu lembaga penyelesaian sengketa medik menangani suatu kasus, maka lembaga

22 10 tersebut harus bersifat netral tidak berat sebelah dan harus mementingkan kepentingan keduanya. Pada UU No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran juga disebutkan bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktek kedokteran, maka setiap masyarakat baik sebagai pasien atau sebagai tenaga medis semua mendapatkan perlindungan hukum jika diperlukan. II.2. Pengertian Malpraktik Istilah malpraktik merupakan istilah yang sifatnya sangat umum dan tidak harus selalu berkonotasi yuridis. Berasal dari kata mal yang berarti salah dan praktik yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga arti harfiahnya adalah pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian, tetapi lazimnya istilah tersebut hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi (profesional misconduct), sedangkan profesi mempunyai makna tersendiri yang tidak sama dan sebangun dengan pekerjaan atau mata pencaharian walaupun dalam batas

23 11 yang wajar dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah seperti misalnya profesi medik atau hukum (Dahlan, 2000). Malpraktek adalah sikap tindak yang tidak bermoral atau tidak pantas dalam menjalankan tugasnya yang dilakukan, baik secara sengaja, secara ceroboh atau dengan pengabaian (Steven H.Gifis,1984:281). Dengan demikian istilah malpraktik bukan hanya untuk bidang profesi dokter saja namun semua profesi baik itu profesi hakim, notaris, pengacara, polisi, perawat, bidan, akuntan dan sebagainya. Didalam perkembangannya, istilah malpraktik lebih populer di masyarakat untuk bidang profesi dokter yang dikenal dengan malpraktik medik. Malpraktik medik merupakan isu hukum yang timbul terkait dengan atau sebagai akibat medis bagi pasien. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan istilah malpraktik. Istilah malpraktik ditemukan dalam pendapat-pendapat para ahli hukum. Menurut Gunawan (1992), malpraktik adalah kelalaian kaum profesi yang terjadi sewaktu melaksanakan profesinya sedangkan Guwandi (2004) menyatakan bahwa malpraktik adalah kelalaian dari

24 12 seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuan didalam pemberian pelayanan, pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka diwilayah lingkungan yang sama. Kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati tetapi tidak dilakukannya dalam situasi tersebut (Hanafiah dan Amir, 1999). Menurut Dahlan (2001), tindakan dari tenaga kesehatan yang salah dalam rangka pelaksanaan profesi di bidang kedokteran disebut malpraktik medik (Medical malpractice). Malpraktik dibedakan menjadi kesalahan dari sudut pandang etika yang disebut dengan ethical malpractice dan malpraktik dari sudut pandang hukum yang disebut legal malpractice. Legal malpractice masih dibagi lagi menjadi malpraktik pidana (criminal malpractice), malpraktik perdata (civil malpractice) dan malpraktik administrasi (administrative malpractice).

25 13 Disebut malpraktik perdata jika dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang disepakati (Dahlan, 20001). Ada 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktik atau kelalaian telah terjadi (Guwandi, 1991): 1. Duty atau kewajiban : Kewajiban bisa berdasarkan perjanjian atau menurut undang-undang. Kewajiban dokter untuk bekerja berdasarkan standard profesi. Kewajiban dokter pula untuk memperoleh informed consent, dalam arti wajib memberikan informasi yang cukup dan mengerti sebelum mengambil tindakannya. 2. Dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban) : Mengabaikan, menelantarkan kewajiban sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian kepada pasien. Istilah lainnya adalah breach of duty atau wanprestasi. Wanprestasi mengandung arti tidak memenuhinya standard profesi. Penentuan adanya penyimpangan dari standard profesi medik adalah sesuatu yang harus didasarkan atas fakta-fakta secara kasusistik yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.

26 14 3. Damage : Kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, finansial, emosional atau berbagai dalam kategori lainnya. 4. Direct causal relationship : Harus ada kaitan kausal antara tindakan yang dilakukan dan kerugian yang diderita. Pembuktian adanya malpraktik pada gugatan penggantian kerugian akibat kelalaian meliputi : 1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien 2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan 3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya 4. Secara factual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan istilah malpraktik. Peraturan perundang-undangan lebih berkaitan dengan pelanggaran hak dan kewajiban didalam hubungan pelayanan kesehatan beserta ancaman sanksi hukumnya. Hak dan kewajiban diatur didalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 29

27 15 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU No.36 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan sebagai berikut : a. Pasal 24 ayat (1) Tenaga kesehatan yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedural operasional. b. Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. c. Pasal 58 ayat (2) Tuntutan ganti rugi sebagamana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. Hak-hak pasien yang diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat didalam Pasal 5, 6, 7, 8, sedangkan kewajiban tenaga kesehatan terdapat di dalam Pasal 22, 23, 24.

28 16 Tanggung jawab hukum rumah sakit dapat ditemui dalam Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Masih didalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa rumah sakit tidak bertanggungjawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Dalam pasal 45 ayat (2), Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia. II.3. Penyelesaian Sengketa Medik Penanganan sengketa termasuk sengketa medik antara satu pihak dengan pihak lainnya karena adanya pelanggaran hak dan kewajiban, dapat melalui dua jalur yaitu litigasi (pengadilan) dan non litigasi/konsensual/non ajudikasi. Salah satu bentuk upaya penyelesaian sengketa adalah melalui mediasi yang merupakan bagian dari proses alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi

29 17 memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan win-win solution, membiarkan para pihak untuk mampu secara bebas menentukan kesepakatan dan tetap terjaganya hubungan baik antar pihak yang bersengketa perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai sertifikat mediator. Pengertian Mediator sendiri adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat baik untuk kasus-kasus sengketa medik mengingat karakteristik hubungan dokter dan pasien didalam memberikan pengobatan, tidak akan sama dengan hubungan hukum lainnya seperti halnya penjual dan pembeli. Melalui mediasi akan tercipta win-win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmonis.

30 18 II. 4. Penyelesaian sengketa di lembaga Kepolisian Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi. Berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 pasal 2 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,fungsi dari kepolisian itu sendiri adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Didalam melaksanakan fungsinya, kepolisian diberi amanah untuk mengemban tugas dan wewenangnya. Hal ini dapat dilihat didalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13, 14, 15, dan 17. Pada pasal 13 disebutkan bahwa tugas pokok kepolisian adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat Dalam melaksanakan tugas pokoknya, kepolisian bertugas antara lain:

31 19 a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; b. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; c. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; d. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. untuk: Dalam melaksanakan tugasnya, kepolisian berwenang a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; d. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; e. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

32 20 f. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; g. Mencari keterangan dan barang bukti; h. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. II. 5. Organisasi Profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) a. Organisasi profesi Organisasi adalah suatu kelompok yang mempunyai tujuan yang sama. Baik dalam penggunaan sehari-hari maupun alamiah, istilah ini digunakan dalam banyak cara. Profesi merupakan pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan pengetahuan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan

33 21 lisensi untuk bidang profesi tersebut. Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu. Tujuan umum dari sebuah profesi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tinggi sesuai dengan bidangnya, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ada 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam sebuah profesi, yaitu: 1. Kredibilitas 2. Profesionalisme 3. Kualitas jasa 4. Kepercayaan Ciri-ciri organisasi profesi adalah : 1. Hanya ada satu organisasi untuk setiap profesi 2. Ikatan utama para anggota adalah kebanggan dan kehormatan

34 22 3. Tujuan utama adalah menjaga martabat dan kehormatan profesi. 4. Kedudukan dan hubungan antar anggota bersifat persaudaraan. 5. Memiliki sifat kepemimpinan kolektif. 6. Mekanisme pengambilan keputusan atas dasar kesepakatan. Contoh-contoh Organisasi Profesi: 1. Ikatan Dokter Indonesia(IDI) 2. Ikatan Akuntan Indonesia(IAI) 3. Persatuan Insinyur Indonesia(PII) 4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia(ISFI) b. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pada Anggaran Dasar Ikatan Dokter Indonesia (AD/ART IDI) pasal 8 dikatakan bahwa Ikatan Dokter Indonesia merupakan organisasi profesi kedokteran nasional. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan perhimpunan dokter-dokter di Indonesia, yang tujuannya diantaranya adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan

35 23 sejahtera. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan satu satunya organisasi profesi yang di akui oleh UU nomer 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dalam situs pada makalah yang berjudul Pokok-Pokok Pikiran Ikatan Dokter Indonesia Tentang Pembangunan Kesehatan Indonesia Yang Berkeadilan Disampaikan Kepada Yang Mulia Wakil Presiden Republik Indonesia, IDI mengemban beberapa tugas Negara melalui Undang Undang Praktik Kedokteran yang telah disebutkan yaitu: 1. Menerbitkan rekomendasi ijin praktek (pasal 38). 2. Melalui kolegium menyelenggarakan Uji Kompetensi, menerbitkan sertifikat kompetensi, membuat standar pendidikan, dan standar kompetensi (pasal 1 ayat 4, pasal 26). 3. Menyelenggarakan dan mengakreditasi pendidikan berkelanjutan (CPD/P2KB) (pasal 28). 4. Melakukan kendali mutu dan kendali beaya (pasal 49). 5. Melakukan audit medik praktik kedokteran (pasal 74). 6. Melakukan pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran (pasal 54, 71).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau. perawat, bidan, apoteker dan/atau rumah sakit kepada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau. perawat, bidan, apoteker dan/atau rumah sakit kepada 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau perawat, bidan, apoteker dan/atau rumah sakit kepada pasien tidak sebatas penerapan teknologi kedokteran saja

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Syarifah Hidayah

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien 1. Tanggung Jawab Etis Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Pendahuluan Saat ini ada beberapa kasus hukum yang melibatkan dokter maupun tenaga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1 Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga oleh setiap manusia, karena

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter atau pasien dengan rumah sakit. Ketiganya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter atau pasien dengan rumah sakit. Ketiganya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sengketa dalam layanan kesehatan dapat terjadi antara pasien dengan dokter atau pasien dengan rumah sakit. Ketiganya merupakan subyek hukum yang memiliki keterikatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum) BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 25 1. Peraturan Non Hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN R GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara maju maupun negara berkembang di dunia ini menganut berbagai sistem hukum, apakah sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum-hukum lainnya. Indonesia

Lebih terperinci

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter Prof. dr. AMRI AMIR, Sp.F(K), DFM, SH K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering terjadi Dibutuhkan

Lebih terperinci

vii DAFTAR WAWANCARA

vii DAFTAR WAWANCARA vii DAFTAR WAWANCARA 1. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan pasien apabila hak-haknya dilanggar? Pasien dapat mengajukan gugatan kepada rumah sakit dan/atau pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.353, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. Majelis Kehormatan Disiplin. Kedokteran PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci