KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011"

Transkripsi

1 KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Iin Citra Liana Hasibuan NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M i

2

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah swt atas rahmat dan karunia-nya serta nikmat yang begitu besar kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan riset yang berjudul Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara Sholawat serta salam peneliti hadiahkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin. Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak DR. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter. 3. Ibu Silvia Fitriana, M.Biomed, selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini. 4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini. 5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti. 6. Mba Evi sebagai laboran parasit yang setia menemani dan mengajari selama penggunaan Laboratorium Parasit. 7. Ayah dan Ibu tersayang, yang tiada hentinya mendoakan, memotivasi, dan menasehati peneliti agar tetap semangat untuk mecapai impian peneliti. 8. Adikku tercinta Dede Citra Liana Hasibuan yang selalu memotivasi saya untuk menyelesaikan riset ini. 9. Sahabat terbaikku Munirah Siregar dan Neneng Nurlaila atas dukungan, kebersamaan, motivasi kepada penulis selama penyusunan riset ini. v

6 10. Sahabat-sahabatku di Prodi Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas motivasi untuk menyelesaikan riset ini. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan riset ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semuanya. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan riset ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Jakarta, 17 September 2012 Peneliti vi

7 ABSTRAK Iin Citra Liana. Perogram Studi Pendidikan Dokter. Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011 Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini, yaitu sekitar %. Hasil survei infeksi cacing Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia padatahun menurut jenis cacing penyebabnya didapatkan Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Hookworm. Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 25,7%. Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi jenis cacing yang menginfeksi, ditemukan spesies terbanyak adalah cacing tambang (55,6%), cacing Fasciolopsis buski (11,1%), cacing Strongyloides stercoralis (11,1%), dan bentuk larva yang tidak teridentifikasi (22,2%). Angka kejadian infeksi cacing lebih banyak ditemukan pada kelompok responden yang tidak mencuci tangan dan sering kontak dengan tanah. Pada kelompok responden yang kebersihan kukunya buruk dan tidak menggunakan alas kaki justru angka kejadian infeksi cacingnya rendah. Kata Kunci : Infeksi cacing, cuci tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, kebersihan kuku. ABSTRACT Iin Citra Liana. Study Programe Of Medical Education. The Victim Of Worm Infection And Descriptive Of Personal Hygiene At Primary School Age Children At Yayasan Nanda Dian Nusantara Worm disease is a contagious disease that remains a public health problem in Indonesia. The prevalence of worm infection in Indonesia is remained high, mostly for people under prosperousity is the highest risk of the infection, about 40-60%. As the result of survey on worm infection in Elementary student from 27 provinces in Indonesia in 2002 to 2008 was identified some species as follows : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and Hookworm. The research showed that sum of positif infected children is 25,7%. Otherways, according to identification of type of worm that infected, found out that Hookworm is the most. (55,6%), Fasciolopsis buski (11,1%), Strongyloides stercoralis (11,1%), and unidentified larva (22.2%). The highest number of infection was found in subject with lack of handwashing practice and frequently exposure to soil. In contrary, subject with dirty nail and barefoot habit were found low infection of the worm. Keyword : worm infection, washing hand, soil contact, footwear habit, finger hygiene. vii

8 DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR BAGAN... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Cacing Pada Manusia Jenis-jenis Nematoda Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil- 4 Transmited Helminths) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk ) Ancylostoma duodenale Dan Necator americanus (Cacing 14 Tambang) Strongyloides stercoralis Epidemiologi Infeksi Cacing Oleh Cacing Yang Ditularkan Melalui 20 Tanah Faktor Kebersihan Pribadi Yang Berhubungan Dengan Infeksi 21 Cacingan Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Lokasi dan waktu Penelitian Populasi dan Sampel Cara Kerja Penelitian Managemen Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara viii

9 4.3 Distribusi, Frekuensi Minum Obat Cacing Distribusi, Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Distribusi, Frekuensi Spesies Cacing Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa... 6 Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides... 6 Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides... 7 Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis Gambar 2.9 Daur Hidup Strongyloides stercoralis x

11 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kontak Dengan Tanah Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Penggunaan Alas Kaki Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara... Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara xi

12 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori Bagan 2.2 Kerangka Konsep Bagan 3.1 Alur Penelitian xii

13 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. WHO tahun 2006 mengatakan bahwa kejadian infeksi cacing di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm. 1 Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya juga sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini yaitu sekitar %. 2 Prevalensi infeksi cacing pada anak lebih tinggi karena mereka belum mengerti benar arti kesehatan dan kebersihan. Hasil survei infeksi cacing Sekolah Dasar di 27 Provinsi Indonesia menurut jenis cacing penyebabnya didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9%, dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0%, dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2%, dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2%, dan Hookworm 1,6%. Dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2%, dan Hookworm 1,0%. 3 Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 propinsi, mempunyai range yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Prevalensi terendah di Sulawesi Utara (2,7%) dan tertinggi di Banten (60,7%). 4 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi cacing di Indonesia diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan, sosial ekonomi

14 2 rendah, dan perilaku hidup sehat yang belum memadai. 5 Kebersihan pribadi yang kurang memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing pada anak. Anak usia sekolah dasar masih suka bermain di tanah yang kemungkinan besar telah terkontaminasi telur cacing akibat pembuangan tinja di sembarang tempat apalagi dengan tempat tinggal yang dikelilingi tumpukan sampah dan kurang menjaga kebersihan dirinya, antara lain tidak mencuci tangannya ketika selesai bermain dan sebelum makan, tidak memakai alas kaki tertutup seperti sepatu, serta kurang menjaga kebersihan kukunya, sehingga memperbesar resiko mereka untuk terinfeksi cacing. 6 Pada lokasi pemukiman dan sekolah bagi anak usia Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara di kampung pemulung Ciputat ditemukan lingkungan yang masih sangat kotor dan anak-anak yang kurang menjaga kebersihan dirinya. Namun, informasi tentang kejadian kecacingan belum pernah dipublikasikan. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui tentang kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011.

15 Tujuan Khusus Untuk mengetahui spesies cacing penyebab infeksi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara. 1.4 Manfaat Penelitian Sebagai informasi tentang data kejadian infeksi cacing pada anak usia Sekolah Dasar di wilayah Ciputat serta pentingnya masalah kebersihan pribadi untuk mengurangi angka kejadian kecacingan tersebut. Serta bahan evaluasi program penanggulangan infeksi cacing khususnya bagi dinas pelayanan kesehatan setempat.

16 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Cacing Pada Manusia Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negaranegara yang sedang berkembang di daerah tropik adalah infeksi cacing usus. Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan, minuman, atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus), 7 dan Strongyloides stercoralis. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga seringkali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, infeksi cacing cenderung memberikan analisa yang keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal. Infeksi cacing banyak terdapat pada anak usia Sekolah Dasar yang dapat merugikan pertumbuhan anak. 2.2 Jenis-jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil transmitted helminths) Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar di antara cacingcacing yang hidup sebagai parasit. Cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup, dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship). 8 Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian penularannya terjadi melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil transmitted helminths. 9 Kelainan patologik akibat infeksi cacing usus dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya, tergantung siklus hidup cacing dan dipengaruhi oleh lokasi stadium cacing usus di dalam tubuh manusia. Cacing dewasa dapat menimbulkan gangguan pencernaan, perdarahan, anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus, dan perforasi usus tergantung cara hidup cacing

17 minggu. 8 Cacing jantan mempunyai ujung posterior yang 5 dewasa, sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi alergik dan kelainan jaringan di tempat hidupnya Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) Jumlah orang di dunia yang terinfeksi Ascaris mungkin hanya kedua setelah infeksi cacing kremi, Enterobius vermicularis. Ascaris lumbricoides lebih banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi dapat juga hidup di daerah yang beriklim sedang Morfologi dan Daur Hidup Manusia merupakan satu-satunya hopses Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. 8 Ascaris lumbricoides jantan berukuran cm, sedangkan yang betina cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus. Ascaris lumbricoides betina dapat bertelur sebanyak butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. 8 Telur yang dibuahi, besar kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 runcing, melengkung ke arah ventral, mempunyai banyak papil kecil dan juga terdapat 2 buah spekulum yang melengkung, masing-masing berukuran panjang sekitar 2 mm. Cacing betina mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical) dan lurus. 9

18 6 Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan) 23 (Sumber: Telur yang dibuahi berbentuk avoid dan berukuran x Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi membran vitelin yang tipis. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang tidak teratur. lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang atau dilepaskan oleh zat kimia dan menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi berukuran x dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isi nya tidak teratur. Larva Ascaris lumbricoides dapat terlihat di dalam paruparu yang kena infeksi dan panjangnya dapat sampai 2 mm dengan diameter 75. Larva mempunyai usus di bagian tengah, sepasang saluran ekskresi dan ala yang nyata. 11 Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides 23 (

19 7 Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia akan menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. 8 Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan. 8 Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides 23 ( Keterangan : 1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai perhari yang akan keluar bersama feses.

20 8 2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah. 3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat, tempat teduh) 4. Telur infective tertelan 5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mukosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru 6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10 14), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernapasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh Patologi dan Gejala Klinis Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia, dan pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami

21 9 gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi Pengobatan dan Pencegahan Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) a) Pengobatan Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara massal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat dipergunakan bermacam-macam obat misalnya piperazin, pirantel pamoat atau mebendazol. 8 b) Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, higiene keluarga dan higiene pribadi seperti : 1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman. 2. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu menggunakan sabun. 3. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemic adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut : 1. Mengadakan kemoterapi misal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit ascariasis. 2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

22 10 3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/wc. 4. Makan makanan yang dimasak saja. 5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk ) Infeksi cacing ini (cacing cambuk) lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini. 10 Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing cambuk (Trichuris trichiura) adalah Trichuriasis Morfologi dan Daur Hidup Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang biasanya dinamakan cacing cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum manusia, sebagai penyebab Trichuriasis dan tersebar secara kosmopilitan. 13 Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris lumbricoides, anterior panjang dan sangat halus, posterior lebih tebal. Betina panjangnya mm, dan jantan panjangnya mm. Telur berukuran x 32 mikron, bentuk seperti tempayan/tong, di kedua ujung ada operkulum (mukus yang jernih) berwarna kuning tengguli, bagian dalam jernih, dan dalam feses segar terdapat sel telur. 14

23 11 Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa 23 ( Telur dengan ukuran m x m berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. 8 Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura 23 ( Telur yang keluar bersama tinja penderita belum mengandung larva, oleh karena itu belum infektif. Jika telur jatuh di tanah yang sesuai, dalam waktu 3-4 minggu telur berkembang menjadi infektif. Bila telur yang infektif termakan manusia, di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum untuk selanjutnya tumbuh menjadi dewasa. Untuk mengambil makanannya, cacing memasukkan bagian anterior tubuhnya ke dalam mukosa usus hospes. Satu bulan sejak masuknya telur ke dalam mulut, cacing dewasa telah mulai mampu bertelur. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia. 9

24 12 Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura 23 ( Patologi dan Gejala Klinis Pada umunya Trichuris trichiura dapat menimbulkan efek traumatic dan efek toksik pada penderita. Kerusakan terjadi pada tempat melekat cacing pada mukosa usus daerah sekum, sedangkan pada infeksi yang berat akan terjadi penyumbatan apendiks dan proses peradangan pada sekum calon dan apendiks tersebut. Pada infeksi berat juga dapat terjadi intoksikasi dan anemia tetapi mekanismenya belum jelas. Cacing yang menghasilkan substansi litik juga menghisap darah penderita. Urtikari dan gejala-gejala alergi lain dapat pula dijumpai pada penderita Trichuris trichiura. 15 Infeksi Trichuris trichiura tanpa komplikasi umumnya menunjukkan gejala-gejala dan keluhan nyeri epigastrum, nyeri perut dan punggung, muntah, konstipasi dan vertigo. Pada infeksi berat sering dijumpai prolaps rektum. Beberapa menunjukkan gambaran mirip infeksi cacing tambang yang berat dengan edemapada muka dan tangan, dispnea, dilatasi jantung, insomnia, sakit kepala dan demam ringan. 15

25 13 Pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh colon dan rectum. Kadang-kadang terlihat mukosa rectum yang mengalami prolaps akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatnya dapat terjadi pendarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga menyebabkan anemia. 15 Bila infeksi yang berat dan menahun menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolaps rektum pada anak. 15 Bila infeksi ringan, biasanya asimtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya banyak, biasanya timbul diare dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun Pengobatan dan Pencegahan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazinin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari atau dosis tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal mg/kgbb, infeksi cacing Trichuris trichiura dapat diobati dengan hasil yang cukup baik. 15 Sedangkan pencegahannya dapat dilakukan dengan cara yaitu dalam hal pembuangan tinja haruslah memenuhi syarat sehingga dapat mengurangi jumlah infeksi dan jumlah cacing. Hal ini penting diperhatikan bila

26 14 berhubungan dengan anak-anak yang melakukan defekasi di tanah Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Cacing Tambang) Infeksi cacing tambang ditemukan pada daerah hangat yang lembab dan mengakibatkan berbagai penyakit pada manusia, meski morbiditasnya lebih banyak dibanding mortalitasnya. Meskipun secara morfologik terdapat perbedaan yang nyata antara dua cacing tambang yang umum terdapat pada manusia (cacing dewasanya), stadium diagnostiknya (telur) ternyata identik. 10 Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma duodenale/ Necator americanus) adalah ancylostomiasisdan nekatoriasis Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariform yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. 8 Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut

27 15 tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan. 8 Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm 23 ( Keterangan : Larva cacing tambang pada suhu hangat dan lembab mengalami pertumbuhan dalam 3 tahap. Pada tahap akhir, larva-larva ini akan naik ke permukaan tanah. Dengan bentuk tubuh yang runcing di bagian atas, larva ini akan masuk menembus kulit dan ikut ke dalam aliran darah sampai ke organ hati. Melalui pembuluh darah larva ini akan terbawa ke paru-paru. Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses dan akan menyebar kemana-mana. 17

28 Patologi dan Gejala Klinis Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya. Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru (Lung migration) hanya menimbulkan gangguan yang ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili. 9 Cacing dewasa yang menghisap darah penderita akan menimbulkan anemia hipokrom mikrositer. Seekor cacing Necator americanus dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan perut, penurunan keasaman lambung, sembelit dan steatore. Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut kering dan mudah lepas Pengobatan dan Pencegahan Cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus Pirantel pamoat (Combantrin, Pyrantin, Pirantel, dll) dan mebendazol (Vermox, Vermona, Vercid, dll) memberikan hasil cukup baik, bilaman digunakan beberapa hari berturut-turut. 15 Sedangkan pencegahannya didalam masyarakat, infeksi cacing tambang dapat dikurangi atau dihindarkan dengan : a. Sanitasi pembuangan tinja b. Melindungi orang-orang yang mungkin mendapat infeksi (susceptible). c. Mengobati orang-orang yang mengandung parasit.

29 Strongyloides stercoralis Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan strongiloidiasis Morfologi dan Daur Hidup Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tak berwarna, semi transparan dengan kutikula yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris. Cacing betina badannya licin, lubang kelamin terletak diperbatasan antara 2/3 badan. Betina yang hidup bebas lebih kecil dari yang betina parasitik. Strongyloides stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung. Telur dari yang parasitis berukuran 54 x 32 mikron. 13 Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis 23 ( Strongyloides stercoralis mempunyai tiga macam daur hidup : 1. Siklus langsung Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk yang infektif, panjangnya kirakira 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung

30 18 kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bila keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup parasit ini Autoinfeksi Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar dubur. Adanya

31 19 autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita. 8 Gambar 2.9 Daur Hidup Strongyloides stercoralis 23 ( Patologi dan Gejala Klinis Kelainan patologik dapat ditimbulkan oleh larva pada waktu menembus kulit, sehingga terjadi dermatitis disertai dengan pruritis dan urtikaria. Selain itu jika larva filaform yang menembus kulit banyak jumlahnya, maka akibat migrasi paru yang berat dapat menimbulkan kelainan pada paru penderita, misalnya pneumonia dan batuk berdarah. Cacing dewasa yang menembus mukosa usus dapat menimbulkan diare yang berdarah dan berlendir. Seperti halnya infeksi dengan cacing yang disertai dengan siklus migrasi paru, maka penderita pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya eosinofili dan leukositosis. Infeksi yang berat pada penderita dapat menimbulkan kematian. 9

32 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Strongyloides stercoralis Penularan Strongyloides dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan air yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif 2.3 Epidemiologi Kecacingan Oleh Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Di Indonesia, infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacing yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacing tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hasil survei infeksi cacing di Sekolah Dasar di beberapa propinsi pada tahun menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%. Hasil survei subdit diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah Dasar di 10 provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%. 21 Pada banyak penelitian, intensitas dan prevalensi infeksi cacing meningkat pada anak-anak dan remaja. Kurva intensitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Puncak intensitas terjadi antara umur 5-10 tahun untuk Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, sedangkan cacing tambang pada umur 10 tahun. 21 Infeksi cacing juga dipengaruhi oleh perilaku individu. Intensitas dan prevalensi yang tinggi pada anak disebabkan oleh kebiasaan memasukkan jarijari tangan yang kotor ke dalam mulut. Pada infeksi cacing tambang, prevalensi yang tinggi di dapatkan pada anak dengan umur lebih tua, hal ini kemungkinan disebabkan oleh mobilitas anak Faktor Kebersihan Pribadi yang Berhubungan dengan Infeksi Cacing Kebersihan pribadi adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang yaitu kesejahteraan fisik dan psikis untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain. 24

33 21 Higiene merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa-masa perkembangan. Dengan kesehatan pribadi yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia. Higiene yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing.. Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Keadaan higiene yang tidak baik seperti tangan dan kuku yang kotor, kebersihan diri dan penggunaan alas kaki hal ini dapat menimbulkan infeksi cacing. 18 Untuk menjaga kesehatan pribadi tentu saja tidak lepas dari kebiasaankebiasaan sehat yang dilakukan setiap hari. Higiene perorangan pada anak sekolah dasar meliputi : 1. Kebersihan Kulit Kebersihan kulit biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu, perlunya memelihara kesehatan kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan, seperti: a. Mandi minimal 2x sehari b. Mandi memakai sabun c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan e. Makan yang bergizi terutama sayur-sayuran dan buah-buahan f. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat

34 22 melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan. 20 Kuku yang kotor dapat menyebabkan penyakit-penyakit tertentu : a. Pada kuku sendiri : 1. Cantengan yaitu radang bawah/pinggir kuku 2. Jamur kuku b. Pada tempat lain : 1. Luka infeksi pada tempat garukan 2. Cacingan Untuk menghindari hal-hal tersebut di atas, perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Membersihkan tangan sebelum makan 2. Memotong kuku secara teratur 3. Membersihkan lingkungan 4. Mencuci kaki sebelum tidur

35 Kerangka Teori Agent/Spesies cacing : Spesies Siklus hidup Habitat Cara penularan/transmisi Parasite load Vektor : Spesies penular/transmitter Habitat Cara penularan/perilaku vector Populasi /jumlah vektor Infeksi Cacing Faktor Kebersihan pribadi Kebiasaan mencuci tangan Kebiasaan memakai alas kaki Kebersihan kuku Kebiasaan kontak dengan tanah Bagan 2.1 Kerangka Teori

36 Kerangka Konsep Kebersihan pribadi adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorangyaitu kesejahteraan fisik dan psikis untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain. 24 Kebersihan pribadi meliputi kebersihan semua anggota tubuh, tetapi variabel yang diteliti adalah sesuai dengan kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen cuci tangan kontak dengan tanah penggunaan alas kaki kebersihan kuku Infeksi cacing Angka infeksi Spesies cacing Bagan 2.2 Kerangka Konsep 2.7 Definisi Operasional No Variabel Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur 1 Cuci tangan Tindakan membersihkan tangan dan jari dengan menggunakan air dan sabun Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya Skala penguku ran Ordinal 2 Kontak dengan tanah 3 Penggunaan alas kaki Kebiasaan bermain di lapangan dan terpapar tanah Selalu menggunakan alas kaki saat keluar dari rumah Kuesioner Wawancara 1. Ya 2.Tidak Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya Ordinal Ordinal 4 Kebersihan kuku Kuku pendek dan bersih Kuesioner Wawancara 1.Buruk 2.Baik Ordinal 5 Infeksi kecacingan Ditemukannya satu atau lebih telur cacing atau larva golongan Soil Transmitted Helminth melalui pemeriksaan feses Mikroskop Pemeriksaan telur dan larva 1.Negatif 2.Positif Nominal

37 25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan studi Cross sectional Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara. Jl Jambu, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Provinsi Tangerang Selatan.Kegiatan dan waktu penelitian dilakukan sesuai rincian tabel berikut: Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Kegiatan Waktu Penyusunan proposal 01 Juli Agustus 2011 Pengambilan data 01 Oktober Desember 2011 Pengolahan data 01 Januari Maret 2012 Penulisan laporan 01 Juni Agustus 2012 Pengumpulan laporan riset September Populasi Dan Sampel a. Populasi Populasi target dari penelitian ini adalah semua anak usia Sekolah Dasar diyayasan Nanda Dian Nusantara. Populasi sampel dari penelitian ini adalah semua anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. b. Jumlah Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara consecutive sampling pada anak usia Sekolah Dasar yang berada di bawah binaan Yayasan Nanda Dian Nusantara di Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur. 26

38 26 Jumlah sampel dihitung dengan rumus Keterangan : Z : deviat baku alfa 1,96 Zβ : deviat baku beta 1,036 P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya 82% (Agustaria Ginting, 2008) Q2 : 1-P2 P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti Q1 : 1-P1 P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20% P : proporsi total (P1+P2)/2 Q : 1-P Maka hasil hitung adalah 31. Sampel pada penelitian ini berjumlah 31 siswa, kemudian ditambahkan 10% sebagai cadangan sampel sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah sebanyak 35(pembulatan) sampel. c. Kriteria Sampel Kriteria inklusi : 1. Siswa usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara. 2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini sampai akhir penelitian. 3. Bersedia memberikan sampel fesesnya Kriteria ekslusi : 1. Data tidak lengkap 2. Drop out di tengah penelitian 3. Minum obat cacing pada saat pengambilan sampel feses.

39 Cara Kerja Penelitian Data yang digunakan adalah data primer yang didapat langsung melalui kuesioner, pemeriksaan tinja, dan hasil observasi. a. Kuesioner Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar mencakup identitas diri anak dan pertanyaan variabel yang diteliti. Kuesioner dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden. b. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati secara umum kebiasaan/perilaku sehari-hari para responden serta mengukur akurasi dan validitas jawaban dari data kuesioner. Pengamatan lain juga dilakukan meliputi kebersihan lingkungan dan kemungkinan lain yang menyebabkan anak terinfeksi cacing. c. Metode Pemeriksaan feses Pemeriksaan laboratorium sampel feses dilakukan untuk mengetahui responden yang positif kecacingan, serta untuk mengidentifikasi spesies cacing yang menginfeksi. Pemeriksaan dilakukan dengan metode: 1. Pembuatan dan pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus Bahan: 1. Lidi 2. Kaca objek 3. KOH1% 4. Tinja Cara: 1. Letakkan setetes KOH 1%di atas kaca objek 2. Dengan lididiambil sedikit tinja, kemudian diratakan/homogenisasi di atas kaca objek 3. Sebarkan suspensi tinja di atas kaca objek sehingga terdapat lapisan yang tipis tetapi tetap basah 4. Tutup dengan cover glass 5. Periksa dengan pembesaran lemah(objektif 10x)

40 28 2. Pembiakan Larva Dengan Cara Harada-Mori Bahan 1. Kantong plastik es mambo 2. Kertas saring 3. Air bersih 4. Api lilin 5. Lidi 6. Tinja Cara: 1. Oleskan tinja secukupnya pada bagian tengah kertas saring 2. Masukkan air keran ke dalam kantong plastik 3. Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke dalam kantong plastikyang sudah berisi air tersebut 4. Tutuplah kantong plastik dengan memakai api lilin 5. Gantunglah kantong plastik 6. Biarkan selama 4-7 hari pada suhu kamar (2-30⁰C) 7. Periksalah larva dalam air dari kantong plastik dengan mikroskop binokuler untuk dilakukan identifikasi.

41 29 Alur Penelitian Pembuatan proposal Survey lapangan dan observasi Pengambilan data: pengisian kuesioner /wawancara pemeriksaan feses: pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus dan Harada- Mori Pengolahan dan analisis data Penyusunan laporan Bagan 3.1 Alur Penelitian 3.5 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat untuk menjelaskan angka kejadian infeksi cacing dan distribusi frekuensi usia, spesies cacing, dan kebersihan pribadi yang meliputi kebiasaan cuci tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, dan kebersihan kuku.

42 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Yayasan Nanda Dian Nusantara terletak di Jl. Jambu II Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Merupakan sekolah yang dibangun untuk tempat bersekolah anak-anak di daerah sekitarnya yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah atau sering disebut kampung pemulung. 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara NO Karakteristik Jumlah (%) 1 Populasi Laki-laki 26 47,3 Perempuan 29 52,7 2 Subyek Penelitian Laki-laki 17 48,6 Perempuan 18 51,4 3 Usia Responden Usia 4-6 tahun 8 22,9 Usia 7-9 tahun 13 37,1 Usia tahun 14 40,0 Berdasarkan tabel 4.1 jumlah populasi sebanyak 55 orang dan subyek penelitian sebanyak 35 orang. Jumlah sampel didapat berdasarkan hasil penghitungan sampel dengan rumus untuk kriteria sampel yang bersifat kategorik-kategorik tidak berpasangan.

43 Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Minum Obat Cacig Jumlah (% ) 1 Pernah 0 0,00 2 Tidak Pernah ,0 Total ,0 Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 100% responden tidak pernah minum obat cacing. 4.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Angka kejadian infeksi cacing pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat dilihat dengan distribusi berikut: Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Infeksi Cacing Jumlah (% ) 1 Positif 9 25,7 2 Negatif 26 74,3 Total ,0 sebagai Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan feses anak di Yayasan Nanda Dian Nusantara menunjukkan bahwa anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 9 orang (25,7%) dan negatif sebanyak 26 orang (74,3%). Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh hasil penelitian Siti Rahmah (2006) dengan desain cross sectional di kampung pemulung makanan di Kelurahan Padang Bulan Medan menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 93,02%. 27 Perbedaan angka infeksi cacing berhubungan dengan faktor resiko dan iklim dari lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan dan higiene perorangan.

44 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil pemeriksaan feses anak untuk identifikasi spesies cacing pada murid dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Jenis Cacing Jumlah % 1 Cacing Tambang 5 55,6 2 Fasciolopsis buski 1 11,1 3 Strongyloides stercoralis 1 11,1 4 Tidak diketahui 2 22,2 Total 9 100,0 Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat proporsi kejadian infeksi cacing pada anak di Yayasan Nanda Dian Nusantara menunjukkan bahwa 55,6% anak terinfeksi cacing tambang, 11,1% cacing Fasciolopsis buski, 11,1% cacing Strongyloides stercoralis, dan 22,2% tidak teridentifikasi. Tingginya infeksi cacing tambang pada penelitian ini dikarenakan lokasi penelitian merupakan daerah kumuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Inge Sutanto dimana sekitar 40% anak sekolah dasar di desa tertinggal (kumuh) terinfeksi cacing tambang 15. Serta tanah merupakan media yang diperlukan oleh cacing tambang dalam siklus hidupnya dan sebagai media penularan. Cacing ini dapat bertahan hidup selama 7-8 minggu di tanah. 15 Strongyloides stercolaris sekarang ini memang sudah jarang ditemukan. Cacing ini membutuhkan lingkunganyang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang baikuntuk daur hidup tidak langsung, sedangkan siklus langsung di negeri yang lebih dingin. Dan untuk Fasciolopsis buski disebabkan karena kebiasaan memakan keong, ikan air tawar, dan tumbuh-tumbuhan air yang merupakan hospes perantara II dan tidak dimasak sampai matang. 15 Untuk infeksi cacing yang tidak teridentifikasi dikarenakan pada pemeriksaan feses tidak ditemukan stadium telur, sedangkan pada pemeriksaan kultur feses secara Harada-Mori ditemukan munculnya larva setelah 2-3 hari feses ditumbuhkan dalam media air. Namun larva tersebut

45 33 sulit untuk diidentifikasi secara mikroskopik karena kesamaan morfologi dengan spesies lain. 4.6 Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi Cuci Tangan Tabel 4.5 Distribusi, Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Cuci Tangan Jumlah (%) 1 Tidak Cuci Tangan 24 68,6 2 Cuci Tangan 11 31,4 Total ,0 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat perilaku anak yang tidak mencuci tangan (68,6%), lebih besar daripada yang mencuci tangan dengan baik (31,4%). Angka ini berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) yang ditemukan persentase anak yang mencuci tangan 46,7% dan yang tidak mencuci tangan 53,3%. 28 Hal ini memperlihatkan kebersihan pribadi pada responden penelitian ini tergolong kurang baik dibandingkan penelitian lainnya Kontak Dengan Tanah Tabel 4.6 Distribusi, Frekuensi Kontak Dengan Tanah Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Kontak Dengan Tanah Jumlah (%) 1 Kontak Dengan Tanah 25 71,4 2 Tidak Kontak Dengan Tanah 10 28,6 Total ,0 Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat perilaku anak yang sering kontak dengan tanah (71,4%), lebih besar daripada yang tidak kontak dengan tanah (28,6%). Kebiasaan kontak dengan tanah pada responden penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya oleh Didik Sumanto (2010) dimana ditemukan

46 34 persentase anak yang kontak dengan tanah 37,9% dan yang tidak kontak dengan tanah 62,1% Penggunaan Alas Kaki Tabel 4.7 Distribusi, Frekuensi Kebiasaan Penggunaan Alas Kaki Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Penggunaan Alas Kaki Jumlah (%) 1 Tidak Menggunakan Alas Kaki 7 20,0 2 Menggunakan Alas Kaki 28 80,0 Total ,0 Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat perilaku anak yang menggunakan alas kaki (80,0%), lebih besar daripada yang tidak menggunakan alas kaki (20,0%). Kebiasaan menggunakan alas kaki pada responden penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan subyek penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan persentase anak yang menggunakan alas kaki 47,3% dan yang tidak menggunakan alas kaki 52,7% Kebersihan Kuku Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara No Kebersihan Kuku Jumlah (%) 1 Buruk 15 42,9 2 Baik 20 57,1 Total ,0 Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat perilaku anak yang kebersihan kukunya baik (57,1%), lebih besar daripada yang kebersihan kukunya buruk (42,9%). Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan kebersihan kuku anak yang baik 53,3% dan yang kebersihan kuku buruk terdapat 46,7%. 28 Dari keempat faktor yang diteliti, didapatkan bahwa frekuensi penggunaan alas kaki dan kebersihan kuku lebih baik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang 70 80%. Air sangat penting bagi kehidupan jasad renik ataupun kehidupan pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh: KHOIRUN NISA NIM. 031610101084 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nematoda Usus Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, habitatnya didalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Nematoda Usus ini yang tergolong Soil

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR KELAS VI MENGENAI PENYAKIT KECACINGAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PULASAREN KOTA CIREBON TAHUN 2013 Mentari Inggit Anggraini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Soil Transmitted Helminths STH (Soil Transmitted Helminths) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths (STH) Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan (Rusmartini, 2009). Cacing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing

Lebih terperinci

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Kecacingan Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Al-Sihah : Public Health Science Journal 12-18 Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Azriful 1, Tri Hardiyanti Rahmawan 2 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi

Lebih terperinci

2. Strongyloides stercoralis

2. Strongyloides stercoralis NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr ABSTRAK HUBUNGAN PERILAKU SISWA KELAS III DAN IV DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FESES DAN KEADAAN TANAH TERHADAP INFEKSI SOIL TRANSMITED HELMINTHS DI SDN BUDI MULYA 3 CIPAGERAN-CIMAHI Antonius Wibowo, 2007.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk

Lebih terperinci

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Julia Suwandi, Susy Tjahjani, Meilinah Hidayat Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Lampiran I HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KANDUNGAN TELUR CACING PADA KOTORAN KUKU PEKERJA BIOGAS DI DESA TANJUNG HARAPAN KECEMATAN WONOSARI KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2013 Oktaviani Ririn Lamara 811 409

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Soil Transmitted Helminths (STHs) Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG. Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK

PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG. Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisa hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Infeksi Kecacingan a. Pengertian Infeksi Kecacingan Infeksi kecacingan adalah masuknya suatu bibit penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (cacing)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Soil Transmitted Helminths (STH) Keberadan dan penyebaran suatu parasit di suatu daerah tergantung pada berbagai hal, yaitu adanya hospes yang peka, dan terdapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Higiene Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh

Lebih terperinci

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG Jansen Loudwik Lalandos 1, Dyah Gita Rambu Kareri 2 Abstract: Kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO) adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari cacing gelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminth 1. Klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa Indonesia

Lebih terperinci

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN Fitria Nelda Zulita, Gustina Indriati dan Armein Lusi Program Studi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN INFEKSI CACING USUS YANG DITRANSMISIKAN MELALUI TANAH (SOIL-TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN PENDAPATAN KELUARGA PADA SISWA SDN 09 PAGI PASEBAN TAHUN 2010 SKRIPSI ARINI PUTRIHERYANTI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan problema kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminth STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia golongan cacing

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cacingan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO Brian R. Lengkong*, Woodford B. S. Joseph,. Victor D. Pijoh Bidang Minat Kesling Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH

ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH Vita Victoria Sinarya, 2011 Pembimbing I: Dr. Meilinah Hidayat, dr.,

Lebih terperinci

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO Zainudin Lakodi NIM 811409110 Program study Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci