BAB III TINJAUAN TENTANG PENGAWASAN TERHADAP HEWAN DAN TUMBUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN TENTANG PENGAWASAN TERHADAP HEWAN DAN TUMBUHAN"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN TENTANG PENGAWASAN TERHADAP HEWAN DAN TUMBUHAN A. Sistem Pengawasan Terhadap Hewan dan Tumbuhan Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Karantina hewan dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dari tersebarnya hama dari penyakit hewan, hama dari penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan disebutkan bahwa karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan : 1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 2. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia 3. Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah negara Republik Indonesia 4. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.

2 B. Sertifikasi Terhadap Tumbuhan dan Hewan Proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan adalah bertujuan untuk tidak terjadi penolakan produk Indonesia di luar negeri yang tidak memenuhi standar sertifikasi di negara tujuan ekspor. Sebab tanpa kelengkapan sertifikasi produk mereka tidak akan bisa diterima. Dasar hukum diberlakukan sertifikasi bagi setiap produk yang dinilai bisa mengganggu tanaman pangan adalah Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dari penyakit hewan karantina, hama dari penyakit ikan karantina atau organisme penggangu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib : a. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain. b. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan. c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib : (1) Dilengkapi sertifikasi kesehatan dari area asal bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain. (2) Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan (3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dan penyakit

3 hewan karantina yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib : (1) Dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, dari hasil bahan asal hewan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain. (2) Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan. (3) Dilaporkan dari diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi media pembawa hama dari penyakit ikan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan. C. Perlindungan Hukum Terhadap Tumbuhan dan Hewan. Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumberdaya alam hayati berupa anekaragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya. Dengan meningkatnya lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antar negara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka perdagangan, pertukaran, maupun penyebarannya semakin membuka peluang bagi kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumberdaya alam hayati. Untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah negara Republik Indonesia mencegah tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, di perlukan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam satu sistem yang maju dan tangguh. Perlindungan hokum terhadap tumbuhan dan hewan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan di Indonesia berlaku peraturan-peraturan antara lain :

4 1. Ordonansi tentang Peninjauan Kembali Ketentuan-ketentuan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan (Herziening van de Bepalingen Omtrent het Veeartsenijkundig Staatstoezicht en de Veeartsenijkundige Politie, Staatsblad 1912 No. 432) 2. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aanvulling van het Reglement op het Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartsenikundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1913 No. 598) 3. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nadere Aanvulling en. Wijziging van het Reglement op het Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartse nijkundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1917 No. 9) 4. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nedere,Aanvulling en Wijziging van het Reglement op het Veearstsenijkundige Staatstoezicht en de Veearstsenijkundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1923 No. 289) 5. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan mengenai Campur Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aanvulling van het Reglement op de Veeartsenijkundige overheidsbemoienis en de Veeartsenijkundige Politie in Nederlandsch Indie, Staatsblad 1936 No. 205) 6. Ordonansi tentang Larangan Pengeluaran Buah Pisang, Tumbuhan Pisang, Umbi Pisang dan Bagian-bagiannya dari Sulawesi dan Daerah-Daerah Kekuasaannya, Manado (Ver bod op de Uitvoer van Pisang Vruchten, Planten, Knol len of Delen daarvan uit Celebes en onderhorigheden, Manado, Staatsblad 1921 No. 532) 7. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Pemasukan Bubuk Buah Kopi ke Pulau-Pulau Sulawesi dan Daerah-Daerah Kekuasaamya, Manado, Amboina, Bali dan Lombok Timor dan Daerah-Daerah Kekuasaannya

5 (Maatregelen ter Voorkoming van den Invoer van den Koffiebessenboeboek op de Eilanden, Behorende tot Celebes en Ondehorigheden, Manado, Amboina, Bali en, Lombok, Timor en Onderhorigheden, Staatsblad 1924 No. 439) 8. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Hama Belalang yang Terdapat di Kepulauan Sangihe dan Talaud (Maatregelen ter Voorkoming van de Verspreiding van de op Sangihe en Talaudeilanden voorkomende Sabelsprinkhaanplaag.Staatsblad 1924 No. 571) 9. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Lebih Lanjut Ulat Umbi Kentang (Maatregelen cm verdere Verspreiding van de Aardappelenknollenrups tegen te gaan, Staatsblad 1925 No. 114) 10. Ordonansi tentang Ikhtisar dan Perbaikan Peraturan-peraturan tentang Pemasukan Bahan Tumbuhan Hidup Guna Mencegah Penularan Penyakit dan Hama Tumbuhan Budidaya di Hindia Belanda (Samenvatting en Herziening van de Regelen op de Invoer van Levend Plantenmateriaal, strekkende tot het Tegengaan van de Overbrenging van Ziekten en Plagen op Cultuurgewassen in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1926 No. 427) Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan disebutkan bahwa Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan : 1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia 2. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia 3. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia 4. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya

6 Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan disebutkan bahwa ruang lingkup pengaturan tentang karantina hewan, ikan, dari tumbuhan meliputi : 1. Persyaratan karantina. 2. Tindakan karantina 3. Kawasan karantina 4. Jenis hama dari penyakit, organisme pengganggu dari media pembawa. 5. Tempat pemasukan dari pengeluaran. E. Penegakan Hukum dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Karantina Tumbuhan dan Hewan. Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandanganpandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandanganpandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, sehingga misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan, misalnya perlu penyesuaian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena itu nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk-bentuk kaidahkaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum yang mungkin berisikan suruhan,

7 larangan atau kebolehan. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Hukum merupakan tumpuan harapan dan kepercayaan masyarakat untuk mengatur pergaulan hidup bersama. Hukum merupakan perwujudan atau manifestasi dari nilai-nilai kepercayaan. Oleh karena itu penegakan hukum diharapkan sebagai orang yang sepatutnya dipercaya dan menegakan wibawa hukum yang pada hakekatnya berarti menegakkan nilai-nilai kepercayaan di dalam masyarakat. Kebijakan yang akan ditempuh akan mencakup bidang kegiatan penegakan hukum pertama-tama ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam rangka ini maka akan dimantapkan penyempurnaan sistem koordinasi serta penyerasian tugas-tugas instansi aparat penegak hukum. hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas, kekuasaan dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut profesi ruang lingkup masing-masing serta didasarkan atas sistem kerja sama yang baik. Menurut Wayne Lafavre sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. 25 Dengan demikian pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Penegakan hukum dalam tulisan ini dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya 25 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung, 2004, hal.17

8 mencakup law enforcement akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah tugas. Suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut : 1. Peranan yang ideal (ideal role). 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role) 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktorfaktor tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Faktor hukumnya sendiri yaitu Undang-Undang Gangguan hukum terhadap penegakan hukum yang berasal dari Undang- Undang disebabkan karena : a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya Undang-Undang b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Undang-Undang c. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam Undang-Undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya. 2. Faktor pengak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

9 4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Penegakan hukum dalam dalam pelanggaran karantina tumbuhan dan hewan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan mengatur tentang sanksi pidana yaitu : a. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp (seratus lima puluh juta rupiah). b. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp (lima puluh juta rupiah). c. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), adalah pelanggaran.

10 BAB IV PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR KARANTINA TUMBUHAN DAN HEWAN BELAWAN A. Peranan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Tumbuhan dan Hewan. Tahun 1930 pelaksanaan kegiatan operasional karantina di pelabuhanpelabuhan diawasi secara sentral oleh Direktur Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta ditetapkan seorang pegawai Balai yang kemudian diberi pangkat sebagai Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman). Pada tahun 1939 Dinas karantina tumbuh-tumbuhan (Planttenquarantine Diest) menjadi salah satu dari 3 seksi dari Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman (Instituut voor Plantenziekten). Kemudian pada tahun 1957 dengan Keptusan Menteri Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Bagian. Pada tahun 1961 BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan Penelitian Pertanian. Tahun 1966 dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi ditampung dalam organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) yang merupakan penjelmaan LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Pada tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah Menteri Pertanian dan secara administratif dibawah Sekretariat Jenderal. Dengan status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon II. Pada tahun 1974,

11 organisasi karantina diintegrasikan dalam wadah Pusat Karantina Pertanian dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tahun 1980 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 453 dan No. 861 tahun 1980, organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang notabene baru diisi karatina tumbuhan ex Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai rentang kendali manajemen yang luas. Pusat Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5 Balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos (eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non structural) yang tersebar diseluruh Indonesia. Salah satunya Balai Karantina Pertanian Medan dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Riau dan Bengkulu. Khusus di propinsi Sumut baru dioperasionalkan di 2 pelabuhan yaitu; pelabuhan laut Belawan (Stasiun Karantina Pertanian Belawan) dan Bandara Polonia (Pos Karantina Pertanian Polonia). Pada tahun 1994 dengan keluarnya SK Mentan No.800/Kpts/OT.210/12/94 Balai Karantina Pertanian Medan dan Stasiun Karantina Pertanian Belawan dilebur menjadi satu dan berubah nama menjadi Balai Karantina Tumbuhan Belawan dengan eselon III.a Kemudian pada tahun 2003 keluar SK.Mentan No.618 / Kpts / OT.140 / 12 / 2003 yang merubah status Balai Karantina Tumbuhan Belawan menjadi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan dengan Eseleon II.b ada 1, Eselon III,b ada 3 dan Eselon IV, ada 7. Dengan demikian dasar Hukum Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dibentuk berdasarkan SK. Mentan No.618/Kpts/OT.140/ 12/2003 tanggal 22 Desember Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan sebagai unit pelaksana teknis di bidang perkarantinaan tumbuhan dan hewan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian. Tugas pokok Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan adalah melaksanakan kegiatan operasional perkarantinaan tumbuhan di Pelabuhan Belawan dan tempat-tempat pemasukan/pengeluaran lainnya wilayah kerjanya

12 dan pemberian dukungan teknis kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan di wilayah Sumatera Sedangkan fungsi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan adalah : 1. Pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan dan hewan (pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan) terhadap tumbuhan, hasil tumbuhan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan lainnya di wilayah kerjanya 2. Pemantauan daerah sebar organisme pengganggu (hama, pnyakit dan gulma) tumbuhan dan hewan 3. Membuatan koleksi organisme pengganggu tumbuhan dan hewan 4. Pengelolaan data, informasi dan dokumentasi kegiatan operasional perkarantinaan tumbuhan dan hewan 5. Pemberian pelayanan teknis kegiatan perkarantinaan tumbuhan dan hewan 6. Pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan-perundangan perkarantinaan tumbuhan di wilayah kerjanya dan koordinasi penyelenggaraan fungsi PPNS pada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan 7. Pemberian dukungan teknis pelaksanaan kegiatan operasional kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan dan hewan 8. Pemberian dukungan teknis pelaksanaan kegiatan administratif kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan dan hewan 9. Pelaksanaan urusan tata-usaha dan rumah tangga Balai Besar Karantina Tumbuhan dan hewan. Adapun persyaratan karantina dan hewan diatur dalam Pasal 5 Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan Setiap media pembawa hama dari penyakit hewan karantina, hama dari penyakit ikan karantina atau organisme penggangu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib : 1. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain 2. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan

13 3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina. Selanjutnya Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib : 1. Dilengkapi sertifikasi kesehatan dari area asal bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain 2. Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan 3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan : 1. Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib : a. Dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, dari hasil bahan asal hewan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain. b. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan. c. Dilaporkan dari diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina 2. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi media pembawa hama dari penyakit ikan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan. Pengawasan terhadap hewan dan tumbuhan di Balai Besar Karantina Tumbuhan Dan Hewan Belawan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (Hama dan Penyakit Tumbuhan) dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluar nya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

14 Tujuan pengawasan terhadap hewan dan tumbuhan di balai besar karantina tumbuhan dan hewan Belawan adalah : 1. Mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia 2. Mencegah tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina dari satu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia 3. Mencegah keluarnya organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya. 26 Untuk lebih jelasnya, maka akan penulis kemukakan tentang mekanisme pengawasan terhadap karantina : 1. Prosedur Pengawasan Karantina Tumbuhan Setiap Pemilik yang memanfaatkan jasa atau sarana pemerintah dalam melaksanakan tindakan Karantina Tumbuhan, dikenakan pungutan jasa Karantina Tumbuhan sesuai ketentuan Pasal 72 PP. No. 14 Tahun Pungutan Jasa Karantina Tumbuhan terdiri dari biaya penggunaan sarana pada instalasi karantina milik Pemerintah dan biaya jasa pelaksanaan tindakan Karantina Tumbuhan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Besaran Jasa Karantina tumbuhan yang dikenakan kepada pemilik diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Pertanian. a. Persyaratan Karantina Impor : Setiap Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (MP-OPTK) yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI wajib : (1) Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) dari Negara asal dan Negara Transit, dilengkapi dengan Surat Ijin dari Menteri Pertanian/Menteri Kehutanan (Khusus untuk pemasukan benih tumbuhan dan tanaman hidup) 26 Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010

15 (2) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan (3) Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan

16 b. Persyaratan Karantina Ekspor Setiap Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (MP-OPTK) yang akan dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan wajib : (1) Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) dari tempat pengeluaran. (2) Dilengkapi ijin pengeluaran dari Menteri Pertanian dan atau Sertifikat CITES untuk MP-OPTK tertentu. (3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan Karantina (4) Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan. c. Persyaratan Karantina Domestik Masuk Setiap MP-OPTK yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara RI, wajib : (1) dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari areal asal bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya (2) Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan (3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk tindak Karantina Tumbuhan Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan isi dokumen serta untuk mendeteksi organisme pengganggu tumbuhan karantina. Pemeriksaan dapat dilakukan secara visual ataupun laboratories Pengasingan dan Pengamatan bertujuan untuk mendeteksi lebih lanjut organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana dan kondisi khusus Perlakuan merupakan tindakan membebaskan media pembawa, orang, alat angkut, perlatan dan pembungkus dari infestasi organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dilakukan dengan cara fisik atau kimiawi. Perlakuan diberikan apa bila setelah dilakukan pemeriksaan atau selama pengamatan dalam pengasingan

17 ternyata media pembawa tersebut tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina Penahanan dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ternyata persyaratan karantina untuk pemasukannya ke dalam wilayah negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia belum seluruhnya dipenuhi. Terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukan ke dalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan penolakan apabila ternyata setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu tapkan pemerintah, atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya. Selain itu, penolakan juga dapat dilakukan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (MP-OPTK) yang akan diekspor apabila dari hasil pemeriksaan yang dilakukan ternyata bahwa MP-OPTK tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan di Negara tujuan atau tertular OPTK. Pemusnahan dilakukan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukan ke dalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila. Untuk komoditas impor, terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan pembebasan dengan penerbitan Sertifikat Pelepasan apabila: 1. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina 2. Setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina. setelah dilakukan perlakuan ternyata dapat dibebaskan dari organisme pengganggu tumbuhan karantina 3. Setelah dilakukan penahanan ternyata seluruh persyaratan yang diwajibkan telah dapat dipenuhi

18 Untuk komoditas ekspor, terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang akan dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia ATAU dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan mempersyaratkan dilakukan pembebasan dengan penerbitan Sertifikat Kesehatan apabila: 1. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina. 2. Setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina 3. Memenuhi persyaratan negara tujuan. Adapun prosedur tindakan karantina tumbuhan impor yaitu pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya meyampaikan laporan pemasukan komoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas karantina tumbuhan melalui counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : 1. Phytosanitary Certificate, dalam lembar asli, dari instansi Karantina Tumbuhan Negara Asal dan Negara Transit; 2. Surat Izin Pemasukan dari Menteri Pertanian dalam lembar asli (khusus untuk pemasukan benih dan tanaman hidup). Untuk keperluan silang data Petugas Karantina Tumbuhan membutuhkan Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing list, Cargo Manifest, Delivery Order (DO), Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan/atau dokumen lain yang diperlukan seperti Surat Keterangan Bahan Baku Pakan Impor dari Menperindag, Surat Pendaftaran Barang dari Menperindag, dan/atau Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan dari Badan POM Republik Indonesia Untuk komoditas yang berupa bibit tanaman, laporan pemasukan disampaikan selambat-lambatnya 5 hari kerja sebelum media pembawa tiba di tempat pemasukan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa. Khusus untuk buah-buahan dan sayuran buah segar, importir wajib memberitahuan rencana pemasukan buah-buahan dansayuran buah segar ke wilayah negara RI kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq Kepala Balai

19 Besar Karantina Tumbuhan Belawan sebelum buah dan sayuran buah segar tersebut dimuat ke atas alat angkut di negara asal. Petugas counter membukukan laporan pemasukan ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Jika dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap maka terhadap komoditas tersebut dilakukan penahan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penahanan (KT-24). Selama komoditas berada dalam penahanan, pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan. Apabila dokumen persyaratan tersebut tidak dapat dilengkapi dalam waktu 14 hari, maka terhadap media pembawa tersebut akan dilakukan penolakan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26). Apabila setelah 14 hari sejak diterimanya Surat Penolakan komoditas tersebut tidak dikirim kembali ke luar negeri (direekspor), maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pemusnahan dan kepada pemilik atau kuasanya akan diberikan Surat Perintah Pemusnahan (KT-28). Apabila semua dokumen persyaratan dapat dilengkapi, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan peme riksaan fisik / kesehatan. Untuk itu, kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik / Kesehatan / Pengasingan dan Pengamatan (KT-16). Atau di berikan Surat Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan di Luar. Tempat Pemasukan/Pengeluaran (KT-19), jika pemeriksaan dilakukan di luar pabean atau diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Tumbuhan Terhadap Media Pembawa di atas Alat Angkut (KT-34) apabila pemeriksaan dilakukan diatas alat angkut. Sedangkan Prosedur Tindakan Karantina Tumbuhan Domestik Keluar maka pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya meyampaikan laporan pemasukan komoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas karantina tumbuhan melalui counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

20 1. Surat Izin Pengeluaran dari Menteri Pertanian / Kehutanan dalam lembar asli (khusus untuk pengeluaran bibit tanaman tembakau, agave, abaca, kopi, kelapa sawit, kakao, tebu, karet, teh, kina, rauwolfia, cover crops, cengkeh, pala, lada, kelapa, raflesia, anggrek alam, beberapa spesies tanaman hutan). 2. Sertifikat CITES dalam lembar copy yang dilegalisir oleh Departemen Kehutanan untuk jenis tumbuhan yang dilindungi. 3. Untuk keperluan silang data Petugas Karantina Tumbuhan juga membutuhkan dokumen lainnya seperti surat PEB (pemberitahuan ekspor barang), SI (hipping Intruction, dan / atau Bill of Lading. Laporan pengeluaran komoditas disampaikan paling lambat 1(satu ) hari sebelum komoditas tersebut dimuat ke dalam peti kemas (container ) atau, dalam hal muatan curah (break bulk), dikapalkan. Meskipun demikian, disarankan agar laporan pengeluaran tersebut disampaikan beberapa hari lebih lama lagi sebelum komoditas dimuat ke dalam peti kemas atau dikapalkan untuk mencegah terjadinya penundaan / pembatalan pemberangkatan apabila diperlukan tindakan perlakuan terhadap komoditas yang akan diekspor (tindakan fumigasi memerlukan waktu 2 x 24 jam) 4. Petugas counter membukukan laporan pengeluaran ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkap an, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Jika dokumen yang dipersyarat kan tidak lengkap maka pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapinya terlebih dahulu dan kepadanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Untuk Melengkapi Dokumen Persyaratan Karantina Tumbuhan (KT-15). 5. Laporan pengeluaran media pembawa tersebut akan diproses lebih lanjut setelah dokumen persyaratan dilengkapi. Apabila dokumen persyaratan tidak dapat dilengkapi dalam waktu 14 hari, maka terhadap media pembawa tersebut akan dilakukan penolakan untuk diekspor dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26). Apabila semua dokumen persyaratan telah dilengkapi, maka terhadap komoditas yang akan diekspor dilakukan pemeriksaan fisik / kesehatan. Untuk itu, kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Pemberitahuan

21 Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik / Kesehatan / Pengasingan dan Pengamatan ( KT-16). 6. Petugas Karantina Tumbuhan yang ditunjuk dengan di dampingi pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas yang akan diekspor. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada Petugas Karantina Tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas yang akan diekspor Serta mengambil sampel (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh semata - mata, di mana Petugas Karantina Tumbuhan tidak di beri kesempatan untuk melihat secara langsung se luruh partai komoditas yang akan diekspor, tidak diperbolehkan. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan di tempat (pelabuhan) pengeluaran atau di luar tempat pengeluaran (di gudang/depo/lokasi yang ditunjuk sesuai dengan permohonan pemilik komoditas atau kuasanya). 7. Dalam hal pemeriksaan dan/ atau tindakan karan tina lainnya dilakukan di luar tempat pemasukan, tempat tersebut harus dinilai terlebih dahulu kelayakannya oleh Petugas Karantina Tumbuhan sebelum dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan. Semua fasilitas yang diperlukan untuk keperluan pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pengeluaran, termasuk transportasi, akomodasi dan konsumsi bagi Petugas Karantina Tumbuhan, mejadi tanggungjawab pemilik komoditas atau kuasanya. Selanjutnya prosedur tindakan karantina tumbuhan domestik masuk maka pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya menyampaikan laporan pemasukan kmoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : 1. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Antar Area (KT-5) asli dari daerah asal. 2. Delivery Order (DO) Untuk komoditas yang berupa bibit tanaman, laporan pemasukan disampaikan selambat-lambatnya 5 hari kerja sebelum media pembawa tiba ditempat pemasukan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa.

22 Petugas counter membukukan laporan pemasukan ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh petugas karantina tumbuhan. Apabila komoditas dilengkapi dengan Sertifikat Keshatan Tumbuhan Antar Area dari daerah asal, maka terhadap komoditas tersebut akan dibebaskan. Jika komoditas tidak dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Antar Area dari daerah asal, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan pemeriksaan fisik/kesehatan dilapangan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik/Kesehatan/ Pengasingan dan Pengamatan (KT-16). Petugas karantina tmbuhan yang ditunjuk dengan didampngi oleh pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada petugas karantina tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas serta mengambil sample (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh sematamata, dimana petugas karantina tumbuhan tidak diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas tidak diperbolehkan. Apabila dalam pemeriksaan dilapangan diketemukan OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan diberi perlakuan dan kpada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Tindakan Perlakuan (KT-22). Jika dalam pemeriksaan komoditas tidak diketemukan OPT/OPTK atau dalam perlakuan komoditas dapat dibebaskan dari OPT/OPTK, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pembebasan dan kepada pemilik/kuasanya akan diberikan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2). Bendaharawan Penerima memungut biaya jasa karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menyerahkan lembar asli Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2) kepada pemilik komoditas atau kuasanya. Adapun prosedur tindakan karantina tumbuhan domestik keluar, Pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya menyampaikan laporan pengeluaran kmoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan

23 mengisi formulir KT-11 kepada petugas counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : 1. Delivery Order (DO) 2. Surat keterangan lainnya Untuk komditas yang berupa bibit tanaman, laporan pengeluaran disampaikan selambat-lambatnya 1 hari kerja sebelum media pembawa dikapalkan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa. Petugas counter membukukan laporan pengeluaran ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh petugas karantina tumbuhan. Jika komoditas tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratan maka terhadap pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapinya terlebih dahulu dan kepadanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Untuk Melengkapi Dokumen Persyaratan Karantina Tumbuhan (KT-15). Apabila dalam waktu 14 hari pemilik komoditas tidak dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratan, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan penolakan untuk dikeluarkan ke area tujuan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26). Jika dokumen yang dipersyatkan dapat dilengkapi, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan pemeriksaan fisik/kesehatan dilapangan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik/Kesehatan/Pengasingan dan Pengamatan (KT-16). Petugas karantina tumbuhan yang ditunjuk dengan didampingi oleh pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada petugas karantina tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas serta mengambil sample (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh semata-mata, dimana petugas karantina tumbuhan tidak diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas tidak diperbolehkan.

24 Apabila dalam pemeriksaan dilapangan diketemukan OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan diberi perlakuan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Tindakan Perlakuan (KT-22). Jika dalam pelaksanaan perlakuan, komoditas tidak dapat dibebaskan dari OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan penolakan kepada pemilik komoditas akan diberikan Surat Penolakan (KT-26). Jika dalam pemeriksaan komoditas tidak diketemukan OPT/OPTK atau dalam perlakuan komoditas dapat dibebaskan dari OPT/OPTK, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pembebasan dan kepada pemilik/kuasanya akan diberikan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2). 2. Prosedur Pengawasan Karantina Hewan Persyaratan umum karantina hewan adalah sebagai berikut : a. Dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan/Sanitasi oleh pejabat yang berwenang dari negara asal/daerah asal. b. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. Adapun persyaratan teknis impor dan ekspor hewan dan produk hewan, selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sebagai berikut : a. Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan : (1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor (2) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor. (3) Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.

25 (4) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas. (5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui data-data yang ada dan tersedia. (6) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain. (7) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya. b. Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral perdagangan : (1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor (2) Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor. (3) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor. (4) Perlakuan tindakan karantina di negara pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam

26 perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan internasional. (5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation). (6) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas. (7) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor. (8) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya. (9) Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan persyaratan teknis yang telah disepakati B. Hambatan-Hambatan Pengawasan Karantina Tumbuhan dan Hewan Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan kiranya (menurut hasil penelitian penulis) masih terdapat berbagai macam hambatan yang ditemui oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan yang dapat daiuraikan sebagai berikut : 1. Personil Tenaga personil belum mampu untuk mengungkapkan temuana-temuan yang menonjol akibat kurangnya penguasaan mengenai materi, terutama di bidang

27 teknis (pemeriksaan) mengingat tenaga personil yang mempunyai bidang keahlian pada satu hal sangat kurang, misalnya tenaga yang memahami masalah tumbuhan dan hewan dan sebagainya. Dari tenaga personil yang ada dirasakan sangat kurang sekali, mengingat banyaknya jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang akan diawasi dan diproses. Jika dibandingkan dengan keadaan dan situasi serta luas wilayah kerja/bidang pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan, maka idealnya aparat pengawasan yang harus ada di daerah Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dapat disesuaikan. 2. Sarana Pendukung Operaisonal Dalam menjalankan tugasnya para pemeriksa pada Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan pada umumnya peralatanyang dipergunakan kurang didukung oleh teknologi yang canggih sehingga mengakibatkan pemeriksaan terhadap tumbuhan dan hewan yang membahayakan bagi kesehatan kurang dapat diperiksa dengan hasil yang maksimal. 3. Tindak Lanjut Hambatan yang dirasakan lainnya adalah saeringnya tindak lanjut hasil pemeriksaan kurang ditanggapi/tidak ditanggapi oleh pihak yang menjadi obyek yang diperiksa, sehingga aparat pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan seolah-olah dianggap bekerja hanya untuk main-main dan menjadikan objek yang diperiksa meremehkan aparat pengawasan. 4. Mentalitas Aparat Yang Diperiksa Adanya objek yang diperiksa (khususnya tumbuhan dan hewan) dimana pemilik tumbuhan dan hewan atau suatu badan usaha belum menyadari betapa pentingnya arti pengawasan sehingga mereka merasa antipati apabila pihak Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan melakukan pemeriksaan dan mengakibatkan ditemuinya kesulitan-kesulitan yang seharusnya tidak terjadi dalam proses pemeriksaan. 5. Pengusaha Abaikan Sertifikasi Karantina Pelaku usaha di Sumatera Utara dinilai masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Medan. Penilaian itu didasarkan pada banyaknya kasus penolakan produk Indonesia melalui Pelabuhan

PRESIDEN REPUBIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN

PRESIDEN REPUBIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN PRESIDEN REPUBIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN

NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. b. c. d. bahwa tanah air Indonesia

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1992 Tentang : Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan

Undang Undang No. 16 Tahun 1992 Tentang : Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan Undang Undang No. 16 Tahun 1992 Tentang : Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1992 (16/1992) Tanggal : 8 JUNI 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/56; TLN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG. KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG. KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

ADMINISTRASI. PERTANIAN. Peternakan/Kehewanan. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

ADMINISTRASI. PERTANIAN. Peternakan/Kehewanan. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 16/1992, KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN *8208 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1992 (16/1992) Tanggal: 8 JUNI 1992 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YME, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YME, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YME, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG. KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG. KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH PERUSAHAAN. dengan karantina (tumbuhan), yakni Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad

BAB 3 SEJARAH PERUSAHAAN. dengan karantina (tumbuhan), yakni Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad BAB 3 SEJARAH PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Singkat Karantina Pertanian Pada tahun 1877 sudah dicetuskan peraturan perundang undangan yang berkait dengan karantina (tumbuhan), yakni Ordonansi 19 Desember 1877

Lebih terperinci

Mengingat : * Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

Mengingat : * Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945; UU 16/1992, KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:16 TAHUN 1992 (16/1992) Tanggal:8 JUNI 1992 (JAKARTA) Tentang:KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Isnadi sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Isnadi sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Menurut Isnadi sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dengan nilai ekonomi tinggi sudah lama diakui oleh berbagai Negara dunia, dan sangat penting artinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PELAYANAN DOKUMEN KARANTINA PERTANIAN DALAM SISTEM ELEKTRONIK INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN

NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/5/2006 TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN DI LUAR TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/5/2006 TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN DI LUAR TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/5/2006 TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN DI LUAR TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.18/MEN/2003 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.18/MEN/2003 T E N T A N G KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.18/MEN/2003 T E N T A N G TINDAKAN KARANTINA UNTUK PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT IKAN KARANTINA DARI LUAR NEGERI DAN DARI SUATU AREA KE AREA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG. adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan

BAB III PENDEKATAN LAPANG. adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama dengan menggunakan metode penelitian survey. Kegiatan dilaksanakan dengan survey tahap

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa sumberdaya alam nabati yang

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER. 20/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER. 20/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER. 20/MEN/2007 TENTANG TINDAKAN KARANTINA UNTUK PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT IKAN KARANTINA DARI LUAR NEGERI DAN DARI SUATU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 43/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 43/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 43/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN UNTUK PEMASUKAN SAYURAN UMBI LAPIS SEGAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148, 2017 KEMTAN. Karantina Tumbuhan. Pengeluaran Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PERMENTAN/KR.020/1/2017

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN UNTUK PEMASUKAN HASIL TUMBUHAN HIDUP BERUPA SAYURAN UMBI LAPIS SEGAR KE DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG TlNDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.946, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Hortikultura. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/9/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROFIL BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN

PROFIL BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN PROFIL BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN Motto BKP Kelas I Banjarmasin Bersama Anda melindungi negeri... Kata Pengantar Kilas Balik Visi & Misi Tugas Pokok & Fungsi Tujuan Karantina Struktur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online URGENSI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN MAKSIMAL BAGI PENCEGAHAN TERSEBARNYA HAMA DAN PENYAKIT Oleh: Zaqiu Rahman *

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER. 05/MEN/2005 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN UNTUK PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT IKAN KARANTINA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Karantina Hewan. Sarang Walet. Tindakan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PERMENTAN/OT.140/3/2013

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area. No.36, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumberdaya alam hayati berupa anekaragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA ORGANISME

Lebih terperinci

PERAN KARANTINA PERTANIAN DI KANTOR POS

PERAN KARANTINA PERTANIAN DI KANTOR POS tangguhterpercaya Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok PERAN KARANTINA PERTANIAN DI KANTOR POS BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN TANJUNG PRIOK Disampaikan dalam acara Sosialisasi di wilker Kantor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA TUMBUHAN MILIK PERORANGAN ATAU BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG KEWENANGAN PENERBITAN, FORMAT, DAN PEMERIKSAAN SERTIFIKAT KESEHATAN DI BIDANG KARANTINA IKAN DAN SERTIFIKAT KESEHATAN

Lebih terperinci

- 1 - RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG

- 1 - RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG - 1 - RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN UNTUK PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT IKAN KARANTINA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN UNTUK PEMASUKAN BUAH SEGAR DAN SAYURAN BUAH SEGAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 251/KEP-BKIPM/2013 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR DAN SERVICE LEVEL ARRANGEMENT UNTUK IMPOR KOMODITAS IKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/PERMENTAN/KR.100/3/2017 TENTANG TATA CARA TINDAKAN KARANTINA HEWAN DAN TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA DI PUSAT LOGISTIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 22 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 22 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 2 No. 22, 2003-1 - LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 22 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 2 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN

PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN 1. IMPOR SetiapMedia Pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus memenuhi Persyaratan Wajib dan : Persyaratan Wajib : Dilengkapi Sertifikat Karantina

Lebih terperinci

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 271/Kpts/HK.310/4/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 271/Kpts/HK.310/4/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 271/Kpts/HK.310/4/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERTENTU OLEH PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Surat Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2008 TENTANG JENIS, TATA CARA PENERBITAN, DAN FORMAT DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 358/Kpts/OT.140/9/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 358/Kpts/OT.140/9/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 358/Kpts/OT.140/9/2005 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS DAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN UNTUK PEMASUKAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN BUAH SEGAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, LEMBAGA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER. 04/MEN/2005 TENTANG BENTUK DAN JENIS SERTA TATA CARA PENERBITAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER. 04/MEN/2005 TENTANG BENTUK DAN JENIS SERTA TATA CARA PENERBITAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER. 04/MEN/2005 TENTANG BENTUK DAN JENIS SERTA TATA CARA PENERBITAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK KE DALAM DAN KE LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg No.501, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Jagung. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/3/20166/M-DAG/PER/2/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 08/MEN/2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN IKAN JENIS ATAU VARIETAS BARU KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa keberadaan dan peranan Penyidik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa perairan yang merupakan bagian terbesar wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa dalam rangka upaya pemanfaatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dokumen. Karantina Ikan. Jenis. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dokumen. Karantina Ikan. Jenis. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.148, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dokumen. Karantina Ikan. Jenis. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci