BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA A. Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Hubungan Kekerabatan Kedudukan anak diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan dalam Bab IX Pasal 42 sampai Pasal 43. Masalah kedudukan anak ini, terutama adalah dalam hubungannya dengan pihak bapaknya, sedangkan terhadap pihak ibunya secara umum dapat dikatakan tidak terlalu susah untuk mengetahui siapa ibu dari anak yang dilahirkan tersebut. Untuk mengetahui siapa ayah dari seorang anak, masih dapat menimbulkan kesulitan. Bagi seseorang, anak dianggap selalu mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Dengan pihak bapak, anak tidaklah demikian. Anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan pihak ayah yang telah membenihkannya. 8 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan perkawinan suami isteri memperoleh keturunan. Yang dimaksudkan dengan keturunan disini adalah hubungan darah antara bapak, ibu dan anak-anaknya. Jadi antara bapak dan ibu serta anak ada hubungan biologis. Anak-anak yang dilahirkan dari hubungan biologis ini dan ditumbuhkan sepanjang pekawinan adalah anak-anak sah (wettige of echte kinderen). 9 Sedangkan anak-anak lainnya, yakni anak yang mempunyai ibu dan bapak yang tidak terikat dengan perkawinan, dinamakan anak tidak sah, atau anak di luar nikah juga sering disebut anak anak alami atau onwettige onechte of natuurlijke 8 Darmabrata dan Sjarif, op.cit., hal Martiman Prodjohamijojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet.II, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2007), hal. 53. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 11FH UI., 2009.

2 kinderen. Jadi terhadap anak yang lahir di luar nikah terdapat hubungan biologis hanya dengan ibunya tetapi tidak ada hubungan biologis dengan ayahnya. 10 Berdasarkan Pasal 272 K.U.H.Perdata pengertian anak luar kawin dibagi menjadi dua yaitu dalam arti luas dan sempit. Anak luar kawin dalam arti luas meliputi anak zina, anak sumbang dan anak luar kawin lainnya. Sedangkan anak luar kawin dalam arti sempit, artinya tidak termasuk anak zina dan anak sumbang, anak luar kawin dalam arti sempit ini yang dapat diakui. Sedangkan dalam Islam anak luar kawin disebut sebagai anak zina. Anak zina adalah anak yang lahir dari suatu hubungan kelamin antara lakilaki dengan perempuan yang tidak terikat dalam nikah yan sah meskipun ia lahir dalam suatu perkawinan yang sah dengan laki-laki yang melakukan zina atau lakilaki lain. Meskipun anak zina itu mempunyai status hukum yang sama dengan anak li an yaitu sama-sama tidak sah, namun perbedaan antara keduanya adalah bahwa anak zina telah jelas statusnya dari awal, seperti lahir dari perempuan yang tidak bersuami sedangkan anak li an lahir dari perempuan yang bersuami, namun tidak diakui anak tersebut oleh suaminya. Anak zina itu tidak mempunyai hubungan nasab dengan laki-laki yang menyebabkan ia lahir. 11 Menurut Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 42 Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan, merupakan anak luar kawin dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan). Artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, baik yang berkenaan dengan pendidikan maupun warisan. Dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 43 ayat (2) dikatakan bahwa kedudukan anak luar kawin selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Akan tetapi sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud tersebut belum juga diterbitkan. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang tersebut tidak mengatur mengenai status anak tersebut. Anak luar kawin tersebut tidak dapat dinasabkan kepada bapaknya sehingga ia tidak akan mempunyai hubungan baik secara hukum maupun 10 Ibid.. 11 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Cet. II, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 12FH UI., 2009.

3 kekerabatan dengan bapaknya. Sehingga secara yuridis formal ayah tidak wajib memberikan nafkah kepada anak itu, walaupun secara biologis anak itu adalah anaknya sendiri. Jadi hubungan kekerabatan hanya berlangsung secara manusiawi bukan secara hukum. Dengan adanya ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya maupun juga antara keluarga ibu dengan anak yang dilahirkan di luar perkawinan tersebut, maka secara hukum anak tersebut berada dalam asuhan dan pengawasan ibunya sehingga timbul kewajiban dari ibunya untuk memelihara dan mendidik, serta berhak untuk memperoleh warisan yang timbul baik antara ibu dan anak maupun dengan keluarga ibu dan anak. Undang-Undang Perkawinan tidak mengenal anak luar kawin terhadap ibunya, oleh karena anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak dari ibu yang melahirkannya, asas mana didasarkan pada asas yang terdapat dalam hukum adat. Memang bagaimanapun juga lahirnya anak tidak dapat dielakkan bahwa anak tersebut adalah anak dari ibu yang melahirkannya. Tidak mungkin anak lahir tanpa ibu. Anak itu mempunyai hubungan perdata dengan ibu yang melahirkannya dan keluarga dari ibunya itu, tetapi tidak ada hubungan perdata dengan laki-laki yang membenihkannya. 12 B. Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Hubungan Kewarisan Kalau kita lihat di dalam lingkungan Hukum Adat, Hukum Islam, maupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), anak-anak dari si peninggal warisan merupakan golongan yang terpenting dan yang utama. Dr. Wirjono dalam bukunya Hukum Waris di Indonesia, antara lain menyebutkan bahwa oleh karena mereka (anak-anak) pada hakikatnya merupakan satu-satunyan golongan ahli waris, artinya sanak kelurga tidak menjadi ahli waris apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak 13 Maka dari itu kedudukan seorang anak dalam masalah hubungan kewarisan sangat penting karena anak merupakan keturunan atau penerus dari 12 Darmabrata dan Sjarif, op.cit., hal Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, Cet.II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal.31. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 13FH UI., 2009.

4 orang tuanya, dimana orang tua juga mempunyai kewajiban untuk mengurus dan menafkahi anak mereka, sudah selayaknya jika seorang anak menjadi ahli waris pertama yang didahulukan untuk mendapat bagian warisan dari orang tuanya. Tetapi dengan adanya pembedaan status anak antara anak sah dengan anak luar kawin diakui maka tentu saja pembagian diantara keduanya juga berbada. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja karena itu anak luar kawin hanya akan memperoleh warisan dari ibunya maupun keluarga ibunya saja. Tidak berhak atas warisan dari bapaknya karena tidak mempunyai hubungan perdata dengan bapaknya. Pengaturan mengenai Hukum Waris di Indonesia masih beraneka ragam karena adanya sifat pluralistik dengan berlakunya tiga sistem hukum kewarisan, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dikarenakan bahwa sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat di dunia ini memiliki kondisi kekeluargaan yang berbeda-beda, dari inilah keadaan warisan dari masyarakat itu tergantung dari masyarakat tertentu yang ada kaitannya dengan kondisi kekeluargaan serta membawa dampak pada kekayaan dalam masyarakat tersebut. 14 Mengenai masalah kewarisan di Indonesia belum ada Undang-Undang yang mengatur secara spesifik mengenai hal tersebut, maka berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU No.1 Tahun 1974 yang mengatakan: Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-Undang ini, maka dengan berlakunya Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk Ordonnantie Christen Indonesiers S No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh setelah diatur dalam undang-undang ini, dinyatkan tidak berlaku. Dengan ketentuan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mengenai Hukum Waris yang terdapat dalam K.U.H.Perdata hanya berlaku bagi mereka yang tunduk atau menundukkan diri kepada Kitab Undang-Undang hukum Perdata, khususnya bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan 14 Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Cet. IV, (Jakarta: 2006), hal. 5. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 14FH UI., 2009.

5 Eropa dan ketentuan dalam K.U.H.Perdata masih dapat diterapkan karena belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengaturnya. Mengenai masalah kewarisan bagi anak luar kawin, hukum di Indonesia memberikan solusi agar anak luar kawin dapat memperoleh bagian warisan dari ayahnnya, yaitu dengan cara diakuinya anak tersebut oleh ayahnya. Namun pengakuan anak luar kawin ini hanya diperuntukkan bagi golongan keturunan Tionghoa yang diatur dalam K.U.H.Perdata. Dalam K.U.H.Perdata hak waris anak luar kawin yang diakui diatur pada Pasal dan Pasal 867 ayat (1). Ahli Waris anak luar kawin timbul jika pewaris mengakui dengan sah anak luar kawin tersebut. Syarat agar anak luar kawin dapat mewaris ialah bahwa anak tersebut harus diakui dengan sah oleh orang tua yang membenihkannya. Dalam K.U.H.Perdata dianut prinsip bahwa, hanya mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan pewaris yang berhak mewaris. Hubungan hukum antara anak luar kawin dengan ayah ibunya, timbul sesudah ada pengakuan dari ayah ibunya tersebut. Hubungan hukum tersebut bersifat terbatas, dalam arti hubungan hukum itu hanya ada antara anak luar kawin yang diakui dengan ayah ibu yang mengakuinya saja (Pasal 872 K.U.H.Perdata). 15 Bagian seorang anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi diakui (erkend natuurlijk), itu tergantung dari berapa adanya anggota keluarga yang sah. Jika ada ahli waris dari golongan pertama maka bagian anak yang lahir di luar perkawinan tersebut sepertiga dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia dilahirkan dari perkawinan yang sah. Dan jikalau ia bersama-sama mewaris dengan anggotaanggota keluarga dari golongan kedua, bagiannya menjadi separoh dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia dilahirkan dari perkawinan yang sah. Pembagian warisan, harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga anak yang lahir di luar perkawinan itu, harus dihitung dan dikeluarkan lebih dahulu barulah sisanya dibagi antara ahli waris yang lainnya, seolah-olah sisa warisan itu utuh. Contoh: jika ada 2 orang anak yang lahir di luar perkawinan, di disamping 3 orang anak yang sah, maka yang pertama itu akan menerima masing-masing 1/3 x 1/5 = 1/15 atau bersama-sama 2/15. Bagian ini harus diambilkan terlebih dahulu, dan sisanya 15 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Cet. II, (Jakarta: Kencana Media Group), hal. 87. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 15FH UI., 2009.

6 13/15 dibagi antara anak-anak yang sah yang karenanya masing-masing mendapat 13/30 bagian dari warisan. Juga terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, Undang-Undang memuat pasal-pasal perihal penggantian (plaatsvervulling), sehingga apabila ia meninggal lebih dahulu ia dapat di gantikan oleh anakanaknya sendiri. 16 Jika pewaris hanya meninggalkan waris yang lebih jauh dari waris yang disebut diatas maka ia mendapat 3/4 warisan. Pembagian tersebut di atur dalam Pasal 863 K.U.H.Perdata dalam hal jika pengakuan anak luar kawin dilakukan sebelum perkawinan. Dalam Pasal 272 K.U.H.Perdata, Jika pengakuan anak luar kawin dilakukan pada saat perkawinan, maka anak luar kawin mendapat bagiannya sama dengan anak sah. Sedangkan apabila pengakuan anak luar kawin dilakukan sepanjang perkawinan, maksudnya pengakuan dilakukan suami atau istri yang mengakui anak itu sewaktu dalam suatu ikatan perkawinan, maka pengakuan tersebut tidak boleh merugikan istri dan anak-anak dari perkawinan pada waktu pengakuan dilakukan. P = Pewaris melakukan hubungan di luar nikah dan mempunyai anak D. Kemudian P menikah dengan A dan mempunyai anak C dan B. Sepanjang perkawinan antara P dan A, maka P mengakui anak luar kawin (D). Dalam hal ini pengakuan P terhadap D tidak boleh merugikan A,C,B, yaitu istri dan anak-anaknya. Menurut Pasal 285 K.U.H.Perdata, maka D tidak mendapatkan bagian warisan, warisan tetap dibagi tanpa memandang adanya D, 16 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXXI, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), hal Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 16FH UI., 2009.

7 untuk tidak merugikan istri dan anak-anak (A, C, B). Dengan demikian harta dibagi antara A, C, B dan masing-masing mendapatkan 1/3 bagian. Lain halnya apabila anak luar kawin yang diakui Ayahnya, yaitu Pewaris sebelum perkawinan dengan istrinya B, seperti bagan dibawah ini : X adalah anak luar kawin yang diakui sah sebelum Pewaris melakukan perkawinannya dengan B. Dalam hal ini X mendapat warisan. X boleh merugikan istri Pewaris, yaitu B dan anak-anak Pewaris, yaitu M dan N. Kalau pengakuan tidak merugikan istri/suami dalam perkawinan si orang tua yang mengakuinya terikat, dan tidak merugikan anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, maka pengakuan itu dapat menguntungkan anak luar kawin tersebut, artinya anak luar kawin tersebut dapat mewaris dari orang tua yang mengakuinya. C D P A B P = Pewaris mempunyai anak luar kawin B. P kemudian menikah dengan A, dan tidak mempunyai anak. Dalam perkawinannya dengan A, P mengakui B. Kemudian A meninggal dunia, baru kemudian P. Pada waktu P meninggal ahli warisnya ada B, C dan D (orang tua P). Dalam hal ini tidak ada masalah merugikan A (istri) dan anak-anak. Oleh karena itu B dapat mewaris. B bagiannya 1/2 C dan D masing-masing 1/4 bagian (1/2 x 1/2). 17 Apabila ada kemungkinan bahwa pewaris tidak meninggalkan ahli waris selain anak luar kawin tersebut, Pasal 865 K.U.H.Perdata secara garis besar menentukan bahwa anak luar kawin mewaris seluruh harta warisan. 17 Sjarif dan Elmiyah, op.cit., hlm. 84. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 17FH UI., 2009.

8 Mengenai anak-anak yang lahir di luar kawin dan tidak diakui terdapat 2 golongan 18 : a). Anak-anak yang lahir dalam zinah, yaitu anak yang lahir dari perhubungan orang lelaki dan orang perempuan, sedangkan salah satu dari mereka atau kedua-duanya berada di dalam perkawinan dengan orang lain. b). Anak-anak yang lahir dalam sumbang, yaitu anak yang lahir dari perhubungan orang lelaki dan orang perempuan, sedangkan di antara mereka terdapat larangan kawin, karena masih sangat dekat hubungan kekeluargannya (Pasal 30). Anak-anak sebagaimana tersebut di atas memuat Pasal 283 K.U.H.Perdata tidak dapat diakui. Mengenai hak waris anak-anak ini Pasal 867 K.U.H.Perdata menentukan, bahwa mereka itu tidak dapat mewaris dari orang yang membenihkannya. Mereka hanya dapat nafkah untuk hidup. 19 Pasal 868 K.U.H.Perdata menentukan bahwa nafkah ditentukan menurut kekayaan si ayah atau si ibu, serta jumlah dan keadaan para waris yang sah. Adapun status dari anak-anak tersebut bukanlah sebagai waris tapi sebagai seorang yang berpiutang. Pasal 873 K.U.H.Perdata ayat 2 mengatakan jika anak luar kawin meninggal dunia yang dapat mewaris adalah: 1). Keturunannya dan isteri (suami)nya, kalau ini tidak ada; 2). Bapak dan/atau ibu yang mengakuinya dengan saudara-saudara beserta keturunannya, kalau ini tidak ada; 3). Keluarga yang terdekat dari ayah dan/atau ibu yang mengakuinya. Dan dalam Pasal 871 menjelaskan bahwa pasal ini mengatur barangbarang yang berasal dari warisan orang tuanya dahulu. Dimana jika anak luar kawin pernah mewaris barang-barang dari orang tuanya, dan barang-barang itu masih terdapat dalam wujudnya, maka jika ia meninggal dunia dan ia tidak meninggalkan keturunan atau isteri (suami), barang itu kembali kepada keturunan sah dari ayah atau ibu. Ketentuan ini juga berlaku bagi tuntutan untuk minta 18 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Cet.IV, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal Ibid. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 18FH UI., 2009.

9 kembali sesuatu barang yang telah dijual tapi belum dibayar. Adapun barangbarang lainnya dapat diwaris oleh saudara-saudaranya atau keturunannya. C. Penyebab Terjadinya anak luar kawin 1. Adanya Pengingkaran (penyangkalan) yang dilakukan oleh suami Sebagaimana dengan ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan bahwa anak yang lahir dalam perkawinan yang sah antara suami-isteri dianggap anak yang sah dari kedua orang tuanya. Akan tetapi dalam Pasal 44 Ayat (1) UU Perkawinan memberi hak kepada si suami untuk dapat menyangkal atas keabsahan anak yang lahir dalam perkawinan. Menurut Hukum BW penyangkalan keabsahan anak, secara limitatife disebutkan ada 1 hal, yaitu 20 : 1). Apabila anak dilahirkan sebelum hari ke 180, terhitung dari hari dilangsungkannya perkawinan (Pasal 251 K.U.H.Perdata). 2). Apabila si suami sejak hari ke 300 sampai hari ke 180 sebelum lahirnya anak baik karena perpisahan maupun sebagai akibat sesuatu kebetulan berada dalam ketakmungkinan yang nyata untuk bersetubuh dengan isterinya (Pasal 252 K.U.H.Perdata). 3). Apabila si isteri melakukan zinah dan menyembunyikan kelahiran anaknya bagi si suami(pasal 253 K.U.H.Perdata). 4). Apabila anak dilahirkan 300 hari setelah hari keputusan perpisahan meja dan tempat tidur memperoleh kekuatan mutlak (Pasal K.U.H.Perdata). Suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya karena berzina dan pengadilan akan memberikan keputusan tentang sah tidaknya anak itu. Yang menjadi pertanyaan apakah kata berzina atau perzinaan dalam UU No itu sama dengan pengetian berzina (overspel, bermukah) dalam Pasal 284 K.U.H.Pidana yang dikaitkan dengan Pasal 27 K.U.Perdata (asas monogami) ataukah berzina menurut pengertian hukum adat atau agama? Apabila Pasal 44 UU No itu dikaitkan dengan Pasal 63 tentang pengadilan, maka yang diartikan berzina adalah berdasarkan K.U.H.Perdata bagi perkawinan yang 20 Prodjohamidjojo, op.cit, hal.55. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 19FH UI., 2009.

10 beragama Kristen atau orang-orang Cina yang akan diselesaikan pada Pengadilan Negara, sedangkan bagi perkawinan yang beragama Hindu Budha, berzina diartikan menurut pengertian agama masing-masing dan diselesaikan pada pendeta/dewan Pandita masing-masing atau ke Pengadilan Negara, sedangkan bagi perkawinan menurut agama Islam yang diartikan berzina adalah berdasarkan Hukum Islam yang diselesaikan Pengadilan Agama 21. Penyangkalan yang dilakukan oleh suami terhadap anak yang dilahirkan dari hasil hubungan zina isterinya dengan laki-laki lain tersebut beban pembuktian dalam ketentuan ini oleh hukum dibebankan pada suami yang melakukan penyangkalan. Adapun yang harus dibuktikannya adalah anak tersebut adalah akibat perzinaan yang dilakukan oleh isteri dengan laki-laki lain yang menjadi sebab kelahiran anak tadi. Apabila suami atau ayah dari anak tersebut tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat, maka penyangkalan tidak dapat dilakukan. Bahkan Pengadilan mewajibkan yang berkepentingan untuk mengucapkan sumpah berkaitan dengan keputusan yang akan dikeluarkan tentang sah/tidaknya anak tersebut (Pasal 44 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Perkawinan). Namun demikian, K.U.H.Perdata Pasal 254 juga memberikan hak kepada isteri untuk mengemukakan segala bukti, baik dari peristiwa, saksi, atau bukti lain yang bisa membuktikan bahwa suaminyalah bapak dari anak tersebut. Alat bukti yang digunakan berkaitan dengan pembuktian adalah: a). b). c). d). Akta Kelahiran anak (yang telah dibukukan dalam register Catatan Sipil; Saksi-saksi, hal ini dapat dilakukan bila tidak ada akta kelahiran. Pembuktian denagn saksi ini hanya boleh dilakukan apabila telah ada bukti permulaan dengan tulisan, dugaan-dugaan dan petunjukpetunjuk tersimpul dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat disangkal lagi kebenarannya; Pengadilan mewajibkan yang berkepentingan untuk mengucapkan sumpah (Penjelasan Pasal 44 UU Perkawinan); Melakukan tes DNA. Tes ini dapat membuktikan jenis darah dari pihak yang mengingkari dan yang diingkari, yang kemudian dapat 21 Hilmam Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Cet.III, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 20FH UI., 2009.

11 dipakai untuk memperkirakan adanya hubungan darah antara keduanya. Hukum Islam juga mempunyai lembaga penyangkalan yang disebut dengan istilah li an. Yang berarti suami menuduh isterinya berbuat zina dengan laki-laki lain, dengan tujuan untuk menyangkal kehamilan yang sedang dikandung oleh isteri sebagai kehamilan yang bukan hasil benih yang ditanamkan si suami pada rahim isteri. Li an itu juga bertujuan untuk menyangkal, bahwa anak yang dilahirkan si isteri bukan anak yang sah dari kami tetapi adalah anak yang diperoleh isteri dari hasil perbuatan zina dengan laki-laki lain. Sekarang kalau kita bertanya cara bagaimanakah penyangkalan itu dilakukan. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 ini sama sekali tidak ada mengatur cara-cara penyangkalan dimaksud. Apakah semata-mata terserah pada kebikjasanaan peradilan, jika demikian halnya maka penyangkalan anak atas dasar zina, bagi mereka yang beragama Islam dengan sendirinya berlaku ketentuanketentuan Li an yang diterangkan di atas. Sebab masalah yang menyangkut perkawinan, perceraian hadlanah dan status anak sesuai dengan Undang-Undang No. 32/1954 adalah wewenang Peradilan Agama. Maka dengan demikian ketentuan hukum penyangkalan yang akan dipergunakan ialah lembaga li an yang diatur dalam hukum syariat Islam 22. Dan bagi mereka yang tunduk di luar Peradilan Agama, cara dan prosedurnya wewenang dari Pengadilan Negeri. Oleh karenanya baiknya jika cara dan prosedurnya sesuai dengan acara yang diatur dalam proses hukum perdata dengan meletakkan beban pembuktian pada suami, mengingat Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan telah menentukan sendiri pembebanan bukti dalam penyanglkalan anak zina terletak pada si penyangkal. Meskipun UU Perkawinan tidak menjelaskan secara tegas kapan seorang bapak dapat mengingkari anaknya, namun dalam K.U.H.Perdata memberi batas waktu sebagai berikut: a). Satu bulan jika ia tinggal di tempat kelahiran si anak atau sekitarnya; hal M.Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Cet.III, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 21FH UI., 2009.

12 b). Dua bulan setelah pulang kembalinya, jika ia berada dalam keadaan tidak hadir; c). Dua bulan setelah tipu muslihat diketahuinya, jika kelahiran anak tersebut disembunyikan darinya. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 102 K.U.H.Perdata memberi batas waktu pengajuan pengingkaran anak ke Pengadilan Agama adalah: a). 180 hari sesudah lahir si anak; b). 360 hari sesudah putusnya perkawinan; c). Setelah suami mengetahui bahwa isterinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama. Pengingkaran seorang suami terhadap anak yang dilahirkan oleh isterinya, meskipun dalam Undang-Undang Perkawinan tidak diatur, namun dalam K.U.H.Perdata di atur dalam Pasal 256. Prosedur mana adalah sebagai berikut: 1). Suami tadi haruslah memasukkan tuntutan perdata ke Pengadilan dalam tenggang waktu dua bulan. Kalau suami tadi meninggal perkara dapat diteruskan oleh ahli warisnya. 2). Pengingkaran ini harus dilakukan dalam batas-batas waktu yang telah ditentukan (seperti yang telah dijelaskan di atas). 3). Penuntutan-penuntutan di muka hakim harus dilakukan terhadap seorang sebagai tergugat yang harus ditetapkan lebih dahulu oleh hakim selaku wali dari anak itu, sedangkan ibu anak pun dalam perkara harus dipanggil dengan sah untuk didengar keterangannya ( Pasal 260 K.U.H.Perdata). 2. Perkawinan di bawah tangan Meski masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, praktek perkawinan bawah tangan hingga kini masih banyak terjadi. Padahal perkawinan bawah tangan sangat merugikan bagi perempuan. Perkawinan bawah tangan dikenal dengan berbagai istilah lain seperti kawin siri atau nikah siri. Perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan hanya berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 22FH UI., 2009.

13 di kantor pencatat nikah (Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama non muslim). Meski secara atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan diluar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki ketetapan hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah kawin bawah tangan dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun secara istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku, khususnya tentang perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan Pasal 2 ayat (2). Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi isteri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Secara Hukum: 1. Tidak dianggap sebagai isteri yang sah; 2. Tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal; 3. Tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan dianggap tidak pernah terjadi. Secara Sosial akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan lakilaki tanpa ikatan (kumpul kebok) atau dianggap menjadi isteri simpanan. Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, karena perkawinan bawah tangan akan menimbulkan status anak luar kawin. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (Pasal 42 dan Pasal 43 UU Perkawinan, Pasal 100 KHI). Di dalam akta kelahirannyapun statusnya dianggap sebagai anak luar kawin, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkan saja. Keterangan berupa status sebagai anak luar kawin dan tidak tercantumnya nama ayah dalam akta kelahiran akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis. Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan warisan dari ayahnya. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 23FH UI., 2009.

14 Terhadap laki-laki atau suami hampir tidak ada dampak yang mengkhawatirkan atau merugikan bagi diri laki-laki atau suami. Yang terjadi malah dapat menguntungkannya karena suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya yang dianggap tidak sah dimata hukum. Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberikan nafkah isteri maupun kepada anak-anaknya. Apabila perkawinan di bawah tangan ini sudah terlanjur terjadi, maka yang dapat dilakukan adalah: Bagi yang beragama Islam dapat mengajukan permohonan itsbat nikah (penetapan nikah) kepada Pengadilan Agama (Kompilasi Hukum Islam Pasal 7). Tetapi untuk perkawinan bawah tangan, hanya dimungkinkan itsbat nikah dalam rangka penyelesaian perceraian. Itsbat nikah dalam beberapa hal hanya dimungkinkan bila berkenaan dengan: a. Dalam rangkaian penyelesaian perceraian; b. Hilangnya akta nikah; c. Adanya keraguan tentang tidak adanya salah satu syarat perkawinan; d. Perkawinan terjadi sebelum berlakunya UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun Satu dari kelima alasan di atas yang dapat dipergunakan, dapat segera mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama, dan apabila telah memiliki akta nikah harus segera mengurus kelahiran anak-anak ke Kantor Catatan Sipil setempat agar status anak menjadi sah di mata hukum. Selain itu, juga dapat melakukan perkawinan ulang yang dilakukan layaknya perkawinan menurut agama Islam dan perkawinan harus disertai dengan pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang pencatat perkawinan (KUA). Pencatatan ini penting agar ada perubahan status bagi perkawinannya. Namur, status anak-anak yang lahir dalam perkawinan bawah tangan akan tetap dianggap sebagai anak luar kawin, karena perkawinan tidak berlaku surut terhadap status anak yang dilahirkan sebelum perkawinan dilangsungkan. Oleh karenanya, dalam akta kelahiran, anak yang dilahirkan sebelum perkawinan ulang tetap sebagai anak Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 24FH UI., 2009.

15 luar kawin, sebaliknya anak yang lahir dalam perkawinan ulang statusnya sebagai anak sah yang lahir dalam perkawinan. Bagi yang beragama non-islam dapat melakukan perkawinan ulang dan pencatatan perkawinan. Perkawinan ulang dilakukan menurut ketentuan agama yang dianut, dan setelah perkawinan ulang selesai dilaksanakan, perkawinan harus dicatatkan di muka yang berwenang. Dalam hal ini di Kantor Catatan Sipil. Jika Kantor Catatan Sipil menolak menerima pencatatan itu, maka dapat digugat di PTUN (Peradilan Negara). Jika dalam perkawinan telah lahir anak-anak, maka dapat diikuti dengan pengakuan anak. Yakni pengakuan yang dilakukan oleh bapak atas anak yang lahir di perkawinan yang sah menurut hukum. Pada dasarnya, pengakuan anak dapat dilakukan baik oleh ibu maupun bapak. Namur berdasarkan Pasal 43 UU No. 1 Tahun 1974 intinya menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan tidak mempunyai hubngan perdata dengan ayahnya, maka untuk mendapatkan hubungan perdata, seorang ayah dapat melakukan pengakuan anak. Namur, bagaimanapun pengakuan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan ibu, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 284 K.U.Perdata. D. Sebab-sebab lain terjadinya anak luar kawin Selain karena adanya penyangkalan (pengingkaran) yang dilakukan oleh seorang suami terhadap anak yang dilahirkan oleh isterinya dan adanya praktek perkawinan bawah tangan, terjadinya anak luar kawin juga bisa disebabkan oleh hal-hal berikut ini: 1). Anak yang dilahirkan dari seorang ibu yang tidak diketahui bapaknya, misalnya kehamilan yang diakibatkan karena perkosaan atau adanya praktek pelacuran. Kebanyakan anak yang dilahirkan dari akibat tersebut di atas tidak dikehendaki oleh ibunya karena dianggap membawa aib dan beban bagi ibunya maupun keluarga ibunya. 2). Anak yang dilahirkan yang dikehendaki oleh ibu dan bapaknya, tetapi orang tua tersebut memang menghendaki untuk hidup bersama tanpa ikatan perkawinan atau yang biasa disebut di masyarakat dengan kumpul kebok. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 25FH UI., 2009.

16 3). Anak yang dilahirkan dari seorang ibu yang masih dalam masa iddah setelah percerainnya, namun bukan merupakan anak dari suaminya tetapi sebagai hasil hubungan dengan laki-laki lain. 4). Anak yang dilahirkan dari seorang perempuan dan laki-laki yang akibat dari ketentuan agama tidak dapat menikah, misalnya dalam ajaran Katolik dimana terdapat ketentuan yang mengatakan tidak mengenal cerai hidup. 5). Anak yang dilahirkan dari seorang ibu dan seorang laki-laki yang akibat hukum perdata atau menurut hukum negara tidak dapat nikah, misalnya seoran WNA menikah dengan seorang WNI, tetapi tidak mendapat izin dari kedutaan karena masih terikat dengan perkawinan lain di negaranya. 6). Anak yang sama sekali tidak diketahui siapa orang tuanya sebagai anak temuan. 7). Anak yang dilahirkan dimana ke dua orang tuanya berada dalam perkawinan yang dilangsungkan secara adat saja. Peranan notaris..., Rr. Murdiningsih Hayu Perwitasari, 26FH UI., 2009.

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK YANG DILAHIRKAN TANPA IKATAN PERKAWINAN YANG SAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Fransischo S. Suwatalbessy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF 45 BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Definisi Anak Dalam Hukum Positif Dalam Kamus Bahasa Indonesia di kemukakan bahwa anak adalah keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA ISSN : 2541-2175 IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Oleh Muh Afied Hambali, SH. MH Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala 75 BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) TENTANG IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN A. Analisis Perbandingan Tentang Pengertian Anak Luar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERKAWINAN, PEMBATALAN PERKAWINAN DARI PERKAWINAN KEDUA

BAB II TINJAUAN UMUM PERKAWINAN, PEMBATALAN PERKAWINAN DARI PERKAWINAN KEDUA B. Kekuatan Pembuktian Akta Yang Dibuat Dihadapan Notaris Sepanjang Perkawinan Kedua Tersebut Setelah Adanya Pembatalan Perkawinan. Bab IV. PENUTUP : Terdiri dari kesimpulan akhir dari penelitian ini dan

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 MENGENAI STATUS ANAK

ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 MENGENAI STATUS ANAK ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 MENGENAI STATUS ANAK DARDA PASMATUTI Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Putri Maharaja Payakumbuh Koto Kociak, Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin syar'i, kawin

Lebih terperinci

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA)

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA) TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA) Abdurrahman Konoras dan Petrus K. Sarkol Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Perkawinan merupakan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : 1 1. E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang Mengabulkan Permohonan Itsbat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN. sebanyak-banyaknya dalam perumusan pengertian perkawinan. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN. sebanyak-banyaknya dalam perumusan pengertian perkawinan. 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Dan Pengaturannya Mengenai pengertian perkawinan, banyak pendapat para ahli yang berbeda-beda antara yang satu

Lebih terperinci

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

masyarakat Desa Karanganyar terhadap kedudukan anak hasil selingkuh yang lahir dalam perkawinan sah dapat dikategorikan sebagai berikut:

masyarakat Desa Karanganyar terhadap kedudukan anak hasil selingkuh yang lahir dalam perkawinan sah dapat dikategorikan sebagai berikut: BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEDUDUKAN ANAK HASIL SELINGKUH YANG LAHIR DALAM PERKAWINAN SAH DI DESA KARANGANYAR KECAMATAN PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO A. Pandangan Masyarakat Desa Karanganyar Tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu

Lebih terperinci

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN PERCERAIAN ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA DAN PENYELESAIANYA JIKA PUTUSAN TERSEBUT TIDAK DILAKSANAKAN A. Pelaksanaan Putusan

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1 Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: Indeks: PERKAWINAN PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin dari semboyan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pertimbangan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 Penulis akan memaparkan dalam bab-bab ini adalah tentang pertimbangan dari Pemerintah, DPR, dan MK tentang Putusan MK

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah unsur terpenting bagi penerus generasi pada suatu keluarga yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama yang paling

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah lembaga yang luhur untuk membentuk keluarga dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagaimana tersimpul dalam judul tesis ini, topik yang akan dibahas adalah perceraian pasangan suami isteri Kristen dan problematiknya. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH. ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.

BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH. ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH A. Harta Benda Dalam Perkawinan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang harta perkawinan dalam Pasal 35, 36

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA

BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA A. Analisis Proses Gugatan Pengingkaran Terhadap Keabsahan Anak yang Dilahirkan Istrinya. Anak kandung adalah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing adalah konsekuensi logis dari perkembangan jaman serta pesatnya perkembangan wisatawan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI Oleh : Pahlefi 1 Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja telah membawa paradigma baru dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya.

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya. BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA A. Kedudukan anak Menurut KUHPerdata Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang menggolongkan tiga penggolongan

Lebih terperinci

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* Mohamad Hasib Dosen STKIP PGRI Tulungagung ABSTRAKSI : Pada prinsipnya dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah.. 4 C. Tujuan Penelitian. 4 D. Manfaat Penelitian.. 5 E. Metode Penelitian...

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : U N D A N G-U N D A N G T E N T A N G PER K A W I N A N BAB I. P a s a l 1

MEMUTUSKAN: : U N D A N G-U N D A N G T E N T A N G PER K A W I N A N BAB I. P a s a l 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA U N D A N G-U N D A N G R E P U B L IK I ND ON E S I A N O M O R I TA HU N 1 974 T E N T A N G PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, M e

Lebih terperinci

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA OLEH H.SISRUWADI, SH,M.Kn KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA YOGYAKARTA DALAM PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai akibat dari politik hukum Belanda pada masa lalu, di negara kita dewasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai akibat dari politik hukum Belanda pada masa lalu, di negara kita dewasa 23 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Sebagai akibat dari politik hukum Belanda pada masa lalu, di negara kita dewasa ini terdapat aneka ragam hukum perdata

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk memperoleh keturunan dalam kehidupan manusia baik perorangan maupun kelompok, dengan jalan perkawinan yang

Lebih terperinci

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM 1 P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Marisa yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci