Kajian Ilmiah dalam Rangka Mendukung Program Pembebasan Rabies Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Tahun 2020

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ilmiah dalam Rangka Mendukung Program Pembebasan Rabies Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Tahun 2020"

Transkripsi

1 Kajian Ilmiah dalam Rangka Mendukung Program Pembebasan Rabies Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Tahun Drh. Muhammad Syibli Kasubdit P3H Dit. Kesehatan Hewan 2. Drh. Muhammad Azhar Medik Veteriner Madya/Koor. URC-PHMS Pusat Direktorat Kesehatan Hewan Disampaikan pada Workshop : Pengendalian dan Penanggulangan Bahaya Rabies Prov. Aceh Banda Aceh, Oktober 2016

2 Topik Bahasan 1. Rencana Aksi Pemberantasan Rabies di Indonesia 2. Konsep Pengendalian Populasi Anjing Berbasis Ekologi 3. Rencana Anggaran 4. Metode Estimasi Populasi Anjing 5. Simulasi Proposal Survei Estimasi Populasi di Prov. Aceh (Praktek)

3 1. Rencana Aksi Pemberantasan Rabies di Indonesia Referensi : drh. Anak Agung Gde Putra, MSc, PhD, SH Mantan Medik Veteriner Utama, Balai Besar Veteriner Denpasar Anggota Komisi Akhli Kesehatan Hewan ( ) Ketua Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia ( )

4 Acuan Teknis Operasional Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2012 tentang Pengendalian Zoonosis Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 61/Permentan/PK.320/ 12/2015 tentang Pemberantasan Penyakit Hewan tanggal 10 Desember Petunjuk Teknis Pemberantasan Rabies.

5 Salah Satu Sumber Risiko Penyebaran Rabies Antar Pulau

6 Anjing Kampung dan Rabies di Indonesia Anjing Kampung Berpemilik Dalam rumah Kombinasi: rumah dan lepas Tidak Berpemilik Dilepas liarkan Liar/ Stray Kasus rabies semakin sulit dikendalikan

7 Pemerintah Canangkan Indonesia Bebas Rabies Tahun 2020? ? ?? Free Infected 2016 Sekarang Kita Disini

8 Kebijakan Nasional: Bahan Diskusi Pencegahan, Pengendalian atau Pemberantasan rabies menggunakan pendekatan Pulau : - Cegah masuk ke Pulau Papua, dan pulau-pulau lainnya, - Kendalikan di pulau tertular sesuai prioritas. Berantas bertahap berdasarkan prioritas (priority setting) karena keterbatasan sumber daya (logistik dan SDM: - Jumlah rabies pada manusia tinggi, - Jumlah rabies pada anjing (HPR) tinggi, - Komitmen Pemda (provinsi dan kabupaten/kota)

9 Kebijakan Nasional: Bahan Diskusi Penyusunan Rencana Aksi Pemberantasan Berdasarkan Kondisi Sosial Budaya Setempat : - Pulau Kalimantan, dan sekitarnya Pulau Sumatera, dan sekitarnya Pulau Sulawesi, dan sekitarnya, Pulau Flores (sedang berjalan), Pulau Bali (sedang berjalan) Pulau Jawa, Pulau pulau lainnya

10 Mengapa Perlu Memberantas Rabies Secara Terintegrasi; Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam Satu Pulau Integrasi Antar Wilayah: - Sangat sulit mengawasi lalulintas anjing (HPR) antar daerah/wilayah, - Wilayah yang sudah bisa dibebaskan terancam tertular kembali. Integrasi Antar Sektor: - Integrasi kegiatan antar Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan dapat meningkatkan upaya menekan kasus rabies pada manusia se efektif mungkin, - Integrasi kegiatan antar Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan serta Badan Lingkungan Hidup dapat mengendalikan lingkungan hidup anjing tanpa pemilik (stray dog) dan anjing yg dipelihara dilepas.

11 Perlu Pengendalian Sampah

12 Tahap-tahapan Penyusunan Master Plan Pemberantasan Rabies Dalam Satu Pulau Membangun Komitmen Bersama 1 Persiapan Penyusunan Program Pemberantasan 2 Audiensi Ke Gubernur dan Bupati / Walikota 3 Finalisasi Program Pemberantasan Masuk DIPA 4 Gerakan Massal Pemberantasan Rabies Serentak se Pulau 5

13 Penyusunan Program Pemberantasan Rabies Persiapan Penyusunan Proposal Induk Pemberantasan Rabies Dalam Satu Pulau Masing-masing Dinas Peternakan Provinsi, menyiapkan/mengumpulkan data kabupaten/kota, tentang: - Estimasi data populasi anjing (berbasis desa), - Data rabies pada anjing (HPR) dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa), - Data rabies pada manusia dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa), - Data gigitan anjing (HPR) dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa),

14 Organisasi dan Koordinasi Tersedia TIKOR Rabies pada setiap jenjang pemerintahan pada : - setiap provinsi, - kabupaten/kota dalam satu Pulau Tersedia Tim Teknis (ICS) Rabies pada setiap jenjang pemerintahan pada : - setiap provinsi, - kabupaten/kota dalam satu Pulau

15 Organisasi dan Koordinasi Surveilans rabies diusulkan dikoordinasikan oleh BBVet atau BVet yg ada di pulau terkait. Pengujian Otak Anjing (HPR) dan Uji Serologi Sblm atau Pasca Vaksinasi oleh: - BBVet atau BVet, sekaligus sebagai laboratorium rujukan. Lab. Veteriner Provinsi/Kab.-Kota jika tersedia fasilitas untuk itu

16 Organisasi dan Koordinasi Tim Teknis Sekurang-kurangnya Memuat: Koordinator Pengendali Program, yang mengkoordinir: 1. Tim Perencanaan 2. Tim Logistik 3. Tim Operasional, yg meliputi : - Unit Respons Cepat - Tim Vaksinator yang cukup, sesuai estimasi populasi anjing & geografi - Tim Surveilans - Tim KIE - Tim Data, Analisis dan Informasi, dan - lain-lain Tim Penghubung dengan Dinas Kesehatan dan Instansi terkait lainnya Libatkan masyarakat

17 Isu Teknis Vaksin dan Vaksinasi Eliminasi Anjing Estimasi Populasi Anjing

18 Vaksin dan Vaksinasi Vaksinasi adalah cara paling efektif memberantas rabies. Pilihan jenis vaksin, tergantung pada tipe pemeliharaan anjing. Cakupan vaksinasi sekurang-kurangnya 70% (angka ini diperoleh dari Ro rabies dan pertimbangan cepatnya pergeseran populasi anjing termasuk kegagalan vaksinasi).

19 Memvaksin Anjing Yang Dipelihara Secara Dilepas dan Stray Dog

20 Anjing Pasca Vaksinasi (pakai kolar/kalung)

21 Pembelajaran: Vaksinasi Massal Rabies di Peru Estimasi populasi HPR : ekor Rasio manusia:anjing = 10:1 Vaksinasi massal 25 Febr s/d 27 Maret 1985 (tiap hr selama 30 hr) Jmlh vaksinatur: 110 tim (tiap 2 orang) untuk menangani 11 daerah, dan 11 supervisor Vaksin: 3-year long lasting immunity, sekali suntik Jumlah HPR tervaksin : (~ 82%) HASIL Tingkat protektivitas: 1 th pasca vaks : 97% 2 th pasca vaks : 89% 3 th pasca vaks : 83% Kasus Rabies pasca vaksinasi massal: 3 bln pasca program : 2 rabies pada kucing dan 1 pd anjing Setelah itu tdk ada lg kasus rabies 38 bln pasca vaksinasi (Chomel etal.1988; Lombard etal., 1988)

22 Mengapa R0 Penting Diketahui? Critical vaccination percentage P crit = 1-1/R0 R0 = Pcrit R0 = 2 Pcrit = 1-1/2 = 50% R0 = 5 Pcrit = 1-1/5 = 80% R0 = 10 Pcrit = 1-1/10 = 90%

23 Pemusnahan atau Eliminasi Anjing - Penurunan densitas kontak hanya bersifat sementara (penurunan sementara Ro). - Anjing adalah hewan sosial, walau populasi menurun, mereka masih bisa saling bertemu, jadi tingkat kontak tidak menurun signifikan. - Dapat mengurangi dukungan masyarakat terhadap pengendalian/pemberantasan rabies. - Eliminasi anjing berpotensi memicu pergerakan anjing, sehingga berrisiko menyebarkan rabies.

24 Eliminasi Anjing dan Kelahiran Anak Anjing

25 Kekuatan...strength 1. Sumber Dana : APBN dan APBD 2. Sumber Daya Manusia : a) Tenaga Pelaksana Keswan (BBV, Dinas yang membidangi fungsi Keswan tingkat Provinsi dan Kab/Kota). b) Tenaga Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat provinsi, Kab/Kota dan Puskesmas c) Stake Holder Karantina, Perangkat Desa, BNPB, POLRI dan TNI d) Masyarakat. 3. Kemampuan Pengujian Laboratorium.

26 Kelemahan...weakness 1. Rendahnya kesadaran Masyarakat. 2. Tidak semua kegiatan teknis kesehatan hewan di tanggulangi oleh APBD. 3. Data populasi HPR yang belum akurat. 4. Data laporan GHPR yang tidak singkron antara Dinas yang membidangi fungsi keswan dan Dinkes. 5. Rendahnya koordinasi dalam penggulangan rabies (Dinas Keswan Dinas Kesehatan). 6. Anjing sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi (economic value). 7. Lemahnya pengawasan lalu lintas HPR antar daerah

27 Peluang...opportunity 1. Pendekatan kepulauan. 2. Komitmen pemerintah daerah dalam pencapaian status bebas. 3. Pendekatan non Teknis : KIE melalui pendekatan sosial dan keagamaan.

28 STRATEGI TINDAKAN PEMBERANTASAN RABIES...action plan NON TEKNIS : 1. Penerbitan Peraturan 2. Komunikasi Informasi dan Edukasi (Sosialisasi Rabies) 3. Pengawasan pemeliharaan HPR 4. Pengendalian lalu-lintas HPR 5. Peningkatan peran serta masyarakat umum 6. Peningkatan tanggungjawab pemilik HPR 7. Pengendalian Populasi Anjing (control populasi). TEKNIS: 1. Pendataan HPR (Estimasi Populasi HPR). 2. Pelatihan Vaksinator Mandiri 3. Pelatihan rantai dingin. 4. Vaksinasi Massal 5. Observasi hewan tersangka rabies (Tracing GHPR) 6. Penyidikan dan tracing 7. Surveilans dalam Rangka pembebasan. 8. Penguatan Laboratorium

29 2. Konsep Pengendalian Populasi Anjing Berbasis Ekologi Sumber: Drh. Tri Satya Putri Naipospos MPhil, PhD Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesmavet, 2016

30 Anjing dan Manusia Artikel butir (2) OIE TAHC Ekologi anjing berkaitan dengan aktivitas manusia apabila ingin efektif, pengendalian populasi anjing harus dibarengi dengan perubahan perilaku manusia

31 Klasifikasi Anjing Menurut lokasi: Anjing urban Anjing pedesaan Menurut tingkat keliaran: Anjing berpemilik, dilepasliarkan Anjing tidak berpemilik, dilepasliarkan Anjing liar (anjing domestik berbalik menjadi liar) Menurut fungsi: Anjing masyarakat Anjing pemburu Anjing kesayangan Anjing peternakan Anjing transportasi Anjing konsumsi Sumber: Mariela Varas (OIE)

32 Populasi anjing Tingkat pengawasan/ikatan sosial: Sangat baik Tidak ada Liar Sumberdaya (pakan, air, penampungan): Dengan sengaja Sumber dari manusia dog food Tanpa sengaja Limbah dan sampah Predator Sumber: Wandeler A.I. (CFIA)

33 Rabies Eliminasi anjing Media massa Populasi Anjing Liar di Bali Sangat Mengkhawatirkan. Dipublikasikan tanggal 14 Februari Republika, Baca: qbg1-populasi-anjing-liar-di-bali-sangat-mengkhawatirkan Hindari Rabies, Usulkan Semua Anjing di Bali Dihabisi. Dipublikasikan tanggal 19 Juni 2015, Jawa Pos. Baca: Pembantaian Anjing di Bali, Ini Alasan dan Metodenya. Dipublikasikan tanggal 24 Juli 2015, Tempo. Baca: an-anjing-di-bali-ini-alasan-dan-metodenya

34 Studi populasi anjing Sangat baik Berpemilik Tidak ada Milik Masyarakat Liar Tidak berpemilik Ukuran populasi Kuesioner mark recapture Struktur populasi Kuesioner observasi langsung studi postmortem Kuesioner observasi langsung radio telemetry Pemanfaatan sumberdaya Sumber: Wandeler A.I. (CFIA)

35 Manajemen populasi anjing terkait pengendalian rabies Estimasi ukuran populasi (population size) Menurunkan ukuran populasi/pertumbuhan/ pergantian (turnover): Kontrol kelahiran (birth control) Lebih sedikit anjing yang harus divaksin operasi (surgikal) Mempertahankan kekebalan chemikal populasi Pemusnahan (culling) Menghilangkan infeksi & risiko Pemusnahan massal Pemusnahan bertarget hewan berisiko tinggi Manajemen habitat Pengendalian lalulintas

36 Tujuan program pengendalian populasi anjing (Artikel OIE TAHC) Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anjing berpemilik dan yang dilepasliarkan; Mengurangi jumlah anjing liar ke batas yang dapat diterima; Mempromosikan kepemilikan yang bertanggung jawab (responsible dog ownership); Menciptakan dan mempertahankan populasi anjing yang memiliki kekebalan dan bebas rabies; Mengurangi risiko penyakit-penyakit zoonotik selain rabies; Mengelola risiko kesehatan manusia lainnya; Mencegah bahaya lingkungan dan hewan lainnya Mencegah perdagangan ilegal dan penyelundupan

37 Pemerintah daerah Asosiasi kesejahteraan hewan Pemerintah Pusat Legislasi Dokter hewan swasta Promosi dan edukasi kesejahteraan hewan Universitas Masyarakat Kepemilikan yang bertanggungjawab (kendali kelahiran, registrasi dan identifikasi anjing) Program pengendalian anjing liar Media Kelembagaan nasional dan regional lainnya

38 Estimasi Ukuran Populasi Survei rumah tangga terbatas pada anjing berpemilik Tek ik mark recapture (capture recapture) menangkap anjing berkeliaran (observasi)

39 Estimasi populasi anjing dengan metoda Photographic capture and recapture Untuk menghitung anjing lepasliar dilakukan pemantauan ke 4 (empat) desa di Bali dengan memfoto semua anjing yang berada dalam radius 25 meter selama 4 hari berturut-turut. Anjing baru dan anjing yang di recaptured (difoto lagi pada hari yang berbeda) diidentifikasi dan dihitung.

40 Probabilitas deteksi anjing berkeliaran 1491 individu anjing 0,35 0,30 0,26 0,24 Probabilitas 0,25 0,24 0,19 0,20 0,15 0,20 0,19 0,10 0,19 Betina 0,15 Female Jantan 0,05 Male Betina 0, Hari survei kesumber: Riana Arief et al. (CIVAS) 4 Probabilitas deteksi anjing berkeliaran hanya 19% yang teramati setiap harinya dan 43% anjing berkeliaran tidak pernah teramati! Lebih dari 60% anjing berpemilik dilepasliarkan oleh pemiliknya

41 Estimasi Jumlah Anjing di Banjar 80% Total = Total = Med = 42,5 Med = 17,7 70% Persen 60% 50% 40% Rata2 jumlah anjing berpemilik = 61,2 ekor Rata2 jumlah anjing berkeliaran =19,8 ekor 30% 20% 10% 0% More Jumlah anjing di Banjar Anjing berkeliaran Owned Observed free-roaming dog Anjing dog berpemilik Sumber: Riana Arief et al. (CIVAS)

42 Contoh studi ekologi: Perilaku anjing Dilakukan pengamatan terhadap perilaku anjing (dog behaviour) di 26 desa di Kabupaten Gianyar, Karang asem dan Kota Denpasar (jumlah semua 69 anjing) Pengamatan selama 48 yang dilakukan oleh 3 tim Tiga jenis data diambil pada pengamatan ini, yaitu Data tentang aktivitas anjing; Data tentang pergerakan anjing; dan Data sumber-sumber makanan bagi anjing Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

43 Profil perilaku anjing 24 jam Kontak Makan Grooming Bergerak Sosialisasi netral Istirahat Aktifitas dominan adalah istirahat Proporsi bervariasi setiap individu anjing Anjing beristirahat dan Aktifitas lain adalah perilaku netral dan bergerak terjadi sepanjang hari Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

44 Rata-rata lama istirahat (menit) per hari Aktivitas anjing jantan lebih tinggi dari anjing betina dewasa di malam hari Umumnya anjing beristirahat di siang hari (11:00-15:00) Istirahat Betina - Dewasa Rest - Female - Adult Rest - Male - Adult Istirahat Jantan - Dewasa Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

45 Rata-rata kontak anjing manusia per jam Kontak anjing-manusia tertinggi terjadi di pagi dan sore hari 2,5 2,1 2,0 2 1,6 1,5 1,4 1,3 1,3 kontak - Average of Adult Male Kontak-jantan dewasa Kontak-jantan betina kontak - Average of Adult Female 1,0 1,0 1,0 1 0,8 0,8 0,9 0,8 0,4 0,8 0,8 0,5 0,5 Kontak-anak kontak - Average of laki2 Boys 1,0 0,5 0,4 0,4 0,2 0,4 0,3 0,3 0,3 0,7 Kontak-anak kontak - Average of perempuan Girls 0,8 0,7 0,4 0,5 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0, Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

46 Pola pergerakan anjing Pergerakan anjing selalu konsisten mengikuti jalan raya (3 contoh yang diplot oleh Google Earth) Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

47 Kontrol kelahiran Rasional Alasan untuk menggunakan Alasan untuk tidak menggunakan Biologik -Me gura gi turnover da penambahan yang peka -Dapat mengurangi ukuran populasi (relatif lambat dibandingkan pemusnahan) -Meningkatkan kesehatan dan daya hidup, sehingga mempertahankan cakupan vaksinasi -Jumlah yang besar harus ditargetkan untuk efek yang cukup signifikan -Tidak ada pengurangan populasi jika permintaan tinggi atau ada peningkatan lalulintas untuk memenuhi permintaan -Meningkatkan daya hidup sehingga mempercepat pertumbuhan populasi Sosial -Manusiawi (humane) -Peningkatan kesehatan dapat diketahui pemilik/masyarakat -Mengurangi gangguan akibat anjing kawin dan anak anjing -Tidak manusiawi (inhumane) -Respon tidak begitu terlihat -Berpotensi untuk disuntikkan -Mahal -Hanya beberapa sterilan yang disetujui (atau hanya untuk 1 jenis kelamin saja) Operasional -Permintaan akan anak-anak anjing Sumber: Katie Hampson et al. (University of Glasgow)

48 Pemusnahan (culling) Rasional Alasan untuk menggunakan Alasan untuk tidak menggunakan Biologik -Mengurangi tingkat kontak dengan asumsi bergantung pada kepadatan populasi -Mengurangi ukuran populasi secara cepat -Mengeliminasi anjing terinfeksi dan yang sedang menginkubasi -Menghilangkan suseptibilitas (apabila vaksinasi ada tandanya) -Mengurangi penambahan yang peka (lebih sedikit anjing reproduktif yang bisa bertahan) -Tidak ada efek pengurangan kepadatan terhadap penularan -Batas ambang tidak diketahui/tidak ada -Meningkatkan kontak & penyebaran akibat gangguan sosial/lalu lintas manusia -Penggantian anjing (biasanya yang tidak divaksin) mengurangi cakupan dan memungkinkan masuknya infeksi baru -Penghilangan anjing yang divaksin akan mengurangi kekebalan kelompok -Meningkatkan pertumbuhan populasi -Menyebabkan gangguan sosial Sosial -Respon nyata oleh lembaga yang bertanggungjawab -Persepsi logis terhadap efeknya -Rasa dendam apabila anjing sehat/berpemilik dimusnahkan -Metoda tidak manusiawi/tidak diterima secara sosial Operasional -Dirasa murah dan langsung -Peralatan tersedia -Mahal -Semakin sulit didapat -Anjing yang divaksin sulit dibedakan Sumber: Katie Hampson et al. (University of Glasgow)

49 Metoda inefektif yang tidak kompromistis dengan kesejahteraan hewan Kekurangan sumberdaya + pengetahuan + ketakutan akan rabies telah memunculkan sejumlah upaya masyarakat untuk mencoba mengendalikan populasi anjing lewat peracunan, elektrik atau menenggelamkan ke dalam air. Peracunan dengan strychnine sampai akhir-akhir ini merupakan satu-satunya upaya pengendalian anjing yang tersedia di sejumlah negara. Anjing mati secara perlahan, kejang-kejang dan memerlukan waktu beberapa jam untuk mati. Pesan OIE (Terrestrial Animal Health Code): «Euthanasia anjing, jika hanya digunakan sendiri, tidak efektif untuk tindakan pengendalian. Jika digunakan, harus dilakukan secara manusiawi dan dengan kombinasi dengan tindakan lain untuk mencapai pengendalian jangka panjang yang efektif.» Sumber: Mariela Varas (OIE)

50 Apa yang perlu dipelajari? Anjing Jumlah anjing dilepasliarkan atau anjing jalanan Di a ika populasi lepasliar (stray) (berpemilik vs lepasliar, kesejahteraan, jenis kelamin, umur, betina menyusui/bunting, anak-anak anjing) Akses sumberdaya: apa yang menyebabkan anjing bertahan hidup dan bereproduksi? Besaran/ukuran populasi anjing berpemilik Perilaku Masyarakat (Apa yang difikirkan publik, apa yang diinginkan publik) Perilaku masyarakat terhadap anjing lepasliar? Terhadap anjingnya sendiri? Kesadaran masyarakat tentang hubungan antara anjing lepasliar dan berpemilik ( lepasliar bisa berarti lepasliar berpemilik, tetapi memproduksi anak anjing) Kesadaran masyarakat dan perilaku terhadap prinsip-pri sip responsible pet ownership (vaksinasi, sterilisasi, kendali reproduksi) Apa yang menjadi kepedulian publik? Rabies? Gigitan? Gonggongan? Apakah publik menginginkan anjingnya dilepasliarkan? vs. Apakah menginginkan anjingnya dimusnahkan? Apakah publik bertoleransi dengan komunitas anjing jika aman/sehat, tidak agresif dan disterilisasi? Perilaku orang (Apa yang dilakukan orang) Mengapa orang memiliki anjing? Bagaimana orang tersebut memperlakukan anjingnya? Pelatihan? Apakah orang tersebut membiarkan anjingnya dilepasliarkan? Diabaikan? Apakah yang dilakukan orang tersebut dengan anak-anak anjing yang tidak diinginkan jika anjingnya bunting? Apa isu yang paling umum yang orang tidak bisa tangani sehingga menyebabkan pembiaran? Penyakit, perilaku, uang dlsbnya. Sumber: Alexandra Hammond-Seaman (RSPCA)

51 3. Rencana Anggaran Pemberantasan Rabies

52 Administrasi No Kegiatan Pengadaan ATK dan Bahan Komputer Supplies Penggandaan dan penjilidan Jasa surat menyurat Bahan publikasi (Baliho,/spanduk/banner) Volume Satuan Paket Tahun Tahun Paket Harga Satuan 10,000,000 10,000,000 5,000,000 5,000,000

53 Penyusunan Program dan Rapat Koordinasi No Kegiatan Penyusunan Proposal Pemberantasan Rabies Rakor Tingkat Regional Rakor Tingkat Provinsi Rakor Tingkat Kabupaten Volume Satuan Paket Paket Paket Paket Harga Satuan 10,000,000 67,000,000 25,000,000 10,000,000

54 Vaksinasi No Kegiatan 1 2 Vaksin rabies anjing Operasional 3 Pengadaan Sarana Prasarana/Peralatan: * Kulkas * Ice Box * Colar & Penning * Spuit * Kapas * Sarung Tangan Volume Satuan Harga Satuan 15,000 dosis 16,000 15,000 dosis 5,000 2 unit 3,500, unit 500,000 15,000 bh 10, box 150,000 5 kg 100, box 100,000

55 No Kegiatan Volume Satuan * Masker 60 * Jaring / Net penangkap anjing * VAR untuk petugas box 20 unit 50 kuur 20 unit 20 unit 10 botol 10 botol * Thermometer * Forcep Panjang * Ketalar 50 cc * Xylazine 50 cc * Antiseptik (alkohol 70%) 50 botol Harga Satuan 100,000 1,000, ,000 75, , , ,000 15,000

56 Regulasi No Kegiatan Penyusunan Perda Kabupaten/Kota (Pembatasan HPR) Penyusunan Pergub Prov (Pembatasan Lalu lintas HPR) Penyusunan Instruksi Bupati/Walikota tentang Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Volume Satuan Harga Satuan 75,000,000 1 Paket 5,000,000 1 Paket 5,000,000 1 Paket

57 Sosialisasi Penerapan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) No Kegiatan Pelaksanaan Workshop Tingkat Provinsi Pelaksanaan Workshop Tingkat Kabupaten Operasional Sosialisasi / Penyuluhan / KIE di lapang Volume Satuan 2 4 Paket Paket Harga Satuan 50,000,000 25,000, , OH

58 Pemutakhiran Data No Kegiatan Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), BV Medan Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), Dinas Prov. Aceh Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), Kabupaten/Kota Analisis Data Populasi HPR di Kab/Kota oleh BV Medan Volume Satuan Harga Satuan 7,515,000 9 OP 350, OH 150, OH 1 Lap 5,000,000

59 Pengawasan Lalu Lintas No Kegiatan Pembangunan dan operasional Check Point Pembangunan dan operasional Check Point Pembangunan dan operasional Check Point Volume Satuan 1 Lokasi 1 Lokasi 1 Lokasi Harga Satuan

60 Surveilans No Kegiatan Pengambilan Sampel / Spesimen Oleh BV Medan : a) Serum darah b) Kepala anjing/otak Bahan Pengujian Laboratorium Pengambilan Sampel / Spesimen Oleh Dinas Prov Aceh : a) Kepala anjing/otak b) Bahan Pengujian Laboratorium Volume Satuan Harga Satuan OP OP Paket 7,515,000 7,515,000 50,000, Kepala 100,000 1 Paket 50,000,000

61 Peningkatan Kapasitas SDM No Kegiatan Pembinaan Lab. Veteriner Prov. Aceh, untuk mendukung pemberantasan rabies Pelatihan Vaksinator /CC Pelatihan Dog Catcher Pelatihan Komunikasi bagi penyuluh /petugas Pelatihan Data encoder Pelatihan Penanganan Sampel Volume Satuan Harga Satuan 7,515, OP Paket Paket 1 1 Paket Paket 1 Paket 50,000,000 75,000,000 50,000,000 50,000,000 50,000,000

62 Investigasi, Diagnosa dan Penanganan Gigitan HPR No Kegiatan 1 Investigasi dan Diagnosa: Pengumpulan data kasus penyakit Rabies Penata laksanaan kasus Gigitan HPR 2 Volume Satuan Harga Satuan 7,515, OP 800,000

63 4. Metode Estimasi Populasi Anjing

64 Metode Estimasi Populasi Anjing Kampung Beberapa metode yang mungkin dapat dilakukan : 1. Metode Capture Mark - Release - Recapture 2. Metode Sight Resight 3. Metode dengan menghitung rasio antara manusia dan anjing

65 Kabupaten... Kabupaten... Kec A Kec B Kec C Kec... Desa Desa Desa desa desa desa desa 25kk

66

67 Estimasi Populasi Anjing: Menggunakan Rasio Anjing : Manusia Suber Informasi Unit Perhatian Rasio Anjing: Manusia WHO, 1984 Asia 1 : 16 Dr. Teken Temadja, Ditjennak, 1984 Bali 1:4 Indonesia 1 : 25 Yudistira Foundation, Bali Bali 1 : 6.5 Disnak Badung, Februari 2009 Badung 1 : 8.27 Dr. Sofyan Sudardjat, Ditjennak, 1992

68 Densitas Anjing Kampung dan Penduduk per Km2 di Kabupaten Badung Tipe Desa Mean + SD Range 95% CI Urban (6 desa): Anjing Manusia Sub-urban (22): Anjing Manusia Rural (34 desa); Anjing Manusia

69 50 kuur Drh. Muhammad Azhar Med Vet Madya/Koor URC-PHMS HP Website: Ditjennak.Pertanian.go.id 800,000

Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali

Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali Drh Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD Optimizing Rabies Control Program in Bali: An Ecohealth Approach

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Workshop Pengendalian dan Penanggulangan Bahaya Penyakit Rabies Banda Aceh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores) FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK, LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan

Lebih terperinci

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur TJOKORDA ISTRI AGUNG CINTYA DALEM 1, I KETUT PUJA 1, I MADE KARDENA 2 1 Lab. Histologi, 2 Lab. Patologi Umum, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk

Lebih terperinci

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA N I KETUT DIARMITA DIREKTUR KESEHATAN HEWAN BOGOR,

Lebih terperinci

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 STATUS VAKSINASI RABIES PADA ANJING DI KOTA MAKASSAR RABIES VACCINATION STATUS OF DOGS IN MAKASSAR Sri UtamP, Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 IBaIai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar lbagian Kesmavet

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES 1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Arc. Com. Health Juni 2016 ISSN: 2527-3620 PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Luh Sri

Lebih terperinci

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

ISSN situasi. diindonesia

ISSN situasi. diindonesia ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Calvin Iffandi 1, Sri Kayati Widyastuti 3, I Wayan Batan 1* 1 Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini kajian dilakukan diseluruh instansi yang mempunyai tupoksi berkaitan dengan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di seluruh Kalimantan. Instansi-instansi

Lebih terperinci

INFORMASI PROGRAM DAN KEGIATAN APBD PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BALI TAHUN 2017

INFORMASI PROGRAM DAN KEGIATAN APBD PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BALI TAHUN 2017 INFORMASI PROGRAM DAN KEGIATAN APBD PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BALI TAHUN 2017 KODE PROGRAM / KEGIATAN PELAKSANA PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN ANGGARAN (Rp.) PROGRAM/KEGIATAN TARGET

Lebih terperinci

1. Puskeswan X Koto. Gambar 3. Puskeswan X Koto

1. Puskeswan X Koto. Gambar 3. Puskeswan X Koto 1. Puskeswan X Koto Gambar 3. Puskeswan X Koto a. Sejarah Berdiri - Tahun berdiri Puskeswan : 2008 - Dasar terbentuknya Puskeswan : SK Bupati - Sumber pendanaan bangunan : DAK Pertanaian APBD - Kepala

Lebih terperinci

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 2016 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA DEPOK

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 2016 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA DEPOK RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 06 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 07 PEMERINTAH KOTA DEPOK Nama OPD :.0.0. DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN Halaman dari 6 Indikator Rencana Tahun 06 (Tahun Rencana)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar Kata Pengantar Di bidang veteriner (kedokteran hewan) terdapat dua aspek yang terkait erat dengan pengendalian zoonosis yaitu aspek pengendalian penyakit hewan (Kesehatan Hewan) dan aspek Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, N. R. BARIROH 1, I. SULISTIYONO 1, dan R. A. SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan IVAN M TARIGAN 1 I MADE SUKADA 1, I KETUT PUJA 2 Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN RABIES DI DESA KOHA KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA Mentari O.Pangkey*John. Kekenusa** Joy.A.M. Rattu*

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

SALINAN. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang. '. a. bahwa rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh

SALINAN. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang. '. a. bahwa rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh SALINAN GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang '. a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009 Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009 Sasaran Kegiatan Rencana Rencana Keterangan Tingkat Indikator Tingkat Uraian Indikator Uraian Satuan Capaian Kinerja Capaian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL PEMERIKSAAN, PENGAMATAN DAN PERLAKUAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 10 Tahun 2008 Seri : D Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK DAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit zoonotik.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 1. PENDAHULUAN Workshop Epidemiologi tahun 2014 mengambil tema Surveilans Berbasis Resiko untuk Penguatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Surveilans berbasis resiko bermanfaat untuk memberikan peringatan

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi permasalahan penyakit hewan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di dunia dan Indonesia yang ditularkan oleh hewan ke manusia. Penyakit zoonosis adalah penyakit

Lebih terperinci

To protect animal welfare and public health and safety

To protect animal welfare and public health and safety To protect animal welfare and public health and safety Perdagangan Daging Anjing di Indonesia: Kejam dan Berbahaya Setiap tahun, jutaan anjing ditangkap dan dicuri untuk diangkut ke seluruh Indonesia,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sampai saat ini,

Lebih terperinci

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Drh. Turni Rusli Syamsuddin MM Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Dep. Pertanian Workshop

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN,

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN, 285 SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU, A. POHAN dan J. NULIK Balai Pengkajian Tenologi (BPTP)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan Nasional Kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Department of Foreign

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH Disampaikan oleh : DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI 1 I. LATAR BELAKANG WILAYAH INDONESIA MEMILIKI KONDISI

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) VOLUME 16 NOMOR 3, SEPTEMBER 2017, hapus tulisan dalam bagian blank setelah makalah selesai diedit. PENYULUHAN DAN PELAYANAN KESEHATAN ANJING JALANAN UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PROGRAM BALI BEBAS RABIES

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : Mengingat : a. b. c. d. 1. 2. 3. bahwa hewan merupakan karunia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci