BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand theory dalam Penelitian ini menggunakan Stewardship Theory, Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand theory dalam Penelitian ini menggunakan Stewardship Theory, Teori"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini menggunakan Stewardship Theory, Teori stewardship menjelaskan mengenai situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (Donaldson, 1989 dan Davis, 1991). Teori ini mengambarkan tentang adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Etty Murwaningsari (2009) Teori stewardship berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwa manusia dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan manusia merupakan individu yang berintegritas. Pemerintah selaku steward dengan fungsi pengelola sumber daya dan rakyat selaku principal pemilik sumber daya. Terjadi kesepakatan yang terjalin antara pemerintah (steward) dan rakyat (principal) berdasarkan kepercayaan, kolektif sesuai tujuan organisasi. Organisasi sektor public memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada public dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat (public). Sehingga dapat diterapkan dalam model kasus organisasi sektor public dengan teori stewardship. Menurut Putro (2013) teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Pemerintah akan 8

2 9 berusaha maksimal dalam menjalankan pemerintahan untuk mencapai tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Putro juga menjelaskan apabila tujuan ini mampu tercapai oleh pemerintah maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja pemerintah. Tabel dibawah ini mengenai asumsi dasar teori stewardship : Tabel Asumsi Dasar Teori Stewardship Manager as Stewards Approach To Governance Sociological and psychological Model of humam behavior Collectivistic, Pro-organizational, trustworthy Managers Motivated by Principal objectives Manager-Principal Interst Covergence Structures That Facilitate and Empower Owners Attitude Risk-Propensity The Principal-Manager Trust Relationship Relly on sumber : Podrug, N (2011:406) Stakeholder Theory Selain teori stewardship, teori lain yang mendasari penelitian ini ialah teori Stakeholder. Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) pada tahun 1963 (Freeman, 1984). Freeman (1984) mendefinikan stakeholder sebagai any group or individual who can affect or be affected by the achievement of an organization s objective. bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder theory merupakan sekelompok orang, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial yang memiliki

3 10 hubungan serta kepentingan terhadap organisasi (Putro, 2013). Dalam organisasi sektor public, sektor public memiliki cakupan yang lebih luas dan lebih beragam. Tabel Stakeholder Sektor Publik dengan sektor swasta Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Eksternal Stakeholder Eksternal a. Masyarakat pengguna jasa public a. Bank sebagai kreditor b. Masyarakat pembayar pajak b. Serikat Buruh c. Perusahaan dan organisasi social c. Pemerintah ekonomi yang menggunakan d. Pemasok pelayanan public sebagai input atas aktivitas organisasi e. f. Distributor Pelanggan d. Bank Sebagai kreditor pemerintah g. Masyarakat e. Badan-badan Internasioanal, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, PBB, dsb. h. i. Serikat dagang (trade union) Pasar modal f. Investor asing dan Country Analyst g. Generalisasi yang datang Stakeholder Internal a. Lembaga negara (kabinet, MPR, DPR/DPRD, dsb) b. Kelompok politik (partai politik) c. Manajer public (gubernur, bupati, direktur BUMN/BUMD) Pegawai penerintah sumber : Mardiasmo (2002) Stakeholder Internal a. Manajemen b. Karyawan c. Pemegang saham Sedangkangkan Bryson (2001) mendefinisikan stakeholder ialah suatu individu, kelompok, atau organisasi apapun yang dapat melakukan klaim terhadap sumber daya atau hasil dari organisasi atau dipengaruhi oleh hasil itu. Keberhasilan dalam organisasi public maupun swasta ialah sejauhmana organisasi tersebut dapat menjamin kepuasan stakeholder utama (masyarakat sebagai stakeholder utama). Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam roda pemerintahan harus menekankan aspek kepentingan rakyat selaku stakeholder (Putro,2013), Putro juga menekankan pemerintah harus mampu mengelola kekayaan daerah, pendapatan daerah serta yang

4 11 berupa asset daerah untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan isi dari Undang- Undang Dasar 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang dikuasai pemerintah harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Akuntansi Sektor Publik Akuntansi sektor public didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat, yang berarti mekanisme teknis analisis dan analisis akuntansi yang ditetapkan pada pengelolaan dana masyarakat dilembaga-lembaga tinggi Negara dan departemendepartemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan social, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor public dan swasta (Bastian, 2002). Akuntansi sektor public memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Sektor public memiliki tujuan utama organisasi bukan untuk memaksimalkan laba melainkan member pelayanan public (public service), misalnya: pendidikan, kesehatan masyarakat, penegaan hukum, keamanan, transportasi public dan penyediaan barang kebutuhan public. selain memberikan pelayanan public organisasi sektor public juga memiliki tujuan lain yaitu tujuan financial. Mardiasmo (2002) menjelaskan adanya financial pada organisasi sektor public mengenai usaha pemerintah untuk meningkatkan peneriamaan Negara, peningkatan laba pada perusahaan- perusahaan milik negara atau milik daerah (BUMN atau BUMD), upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada sektor public tujuan financial

5 12 untuk memaksimalkan pelayanan public, karena untuk memberikan pelayanan public di perlukan dana Laporan Keuangan Sektor Publik Laporan keuangan sektor public merupakan representasi posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas sector public. Mardiasmo (2009) mengemukakan bahwa adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas public menimbulkan implikasi pada manajemen sektor public untuk memberikan informasi kepada public, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Laporan Keuangan Daerah adalah bentuk tanggungjawab Pemerintah Daerah atas pelaksanaan APBD berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Finacial Reporting menyatakan akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan dalam pemerintah. Akuntabilitas merupakan tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. GASB juga menjelaskan keterkaitan akuntabilitas dan pelaporan keuangan sebagai berikut : Accountability requires governments to answer to the citizenry to justify the raising of public resources and the purpose for which they are used. Governmental accountability is based on the belief that the citizenry has a right to know, a right to receive openly declared facts that may lead to public debate by the citizens and

6 13 their elected representatives. Financial reporting plays a major role in fulfilling government s duty to be publicly accountable in a democratic society (par.56). Bagi organisasi pemerintahan, tujuan umum akuntansi dan laporan keuangan adalah : 1. Untuk memberi informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accontability) dan pengelolaan (stewardship). 2. Untuk memberi informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Menurut Halim (2004) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatu daerah beserta uraian secara rinci, adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

7 14 jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, periode anggaran yaitu biasanya satu tahun. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah yang di setujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 desember (id.wikipedia.org). APBD terdiri atas : a. Anggaran Pendapatan,terdiri atas 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. 2. Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU). 3. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. b. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah di Daerah. c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu di bayar kembali dan pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya. Dari kutipan di atas dapat di simpulkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APDB) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Selanjutnya Pemerintah Daerah

8 15 dan DPRD Menyusun Arah dan Kebijkan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja oprasi dan pemeliharaan dan Belanja Modal Belanja Daerah Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran yang bersangkutan. Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh dari daerahnya sendiri maupun transfer dan bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan sebagainya akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah baik melalui pos belanja daerah maupun pengeluaran pembiayaan. Definisi lain belanja daerah yang dimaksud dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Dearah pasal 26 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah digunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten dan kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan undang-undang. Peraturan Mentri Dalam Negeri No.30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjalaskan Anggaran

9 16 Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya di singkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebagai rencana tahunan pemerintah daerah, maka dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kurun waktu satu tahun. Dalam belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas social dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan social. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui presentasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permendagri (2007) tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Sedangkan Belanja Daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam Belanja tidak langsung untuk belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk gaji dan

10 17 tunjangan serta penghasilan lainnnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pada belanja masingmasing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Belanja pegawai di tambahkan pada rincian obyek gaji pokok PNS dam obyek belanja gaji dan tunjangan. Sedangkan Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Input belanja yang digunakan untuk menggangarkan belanja dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari jenis belanja pegawai dalam bentuk honorarium atau upah kerja, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Penyediaan anggaran yang harus dibayar mengukuti kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja, yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis barang yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Untuk memudahkan pemahaman mengenai kebijakan penyusunan APBD dapat dilihat dalam gambar halaman Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap atau inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta

11 18 meningkatkan kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah. asset atau kekayaan organisasi sektor public, yang selanjutnya akan menambah anggaran oprasional untuk biaya pemeliharaan (Nordiawan, 2009: 50). Dalam SAP, belanja modal dapat dikatagorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau pembelian atau pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurangan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubung dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan

12 19 pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan pembangunan atau pembutan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan pembangunan atau pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sukirno (2012), Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat kenaikan PDB atau PNB rill pada satu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun

13 20 sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita, pada akhirnya akan berpengaruh pada pendapatan pertumbuhan ekonomi yang ditujukan oleh angka PDRB atas dasar konstan 2000 merupakan salah satu indicator untuk melihat keberhasilan pembangunan (BPS, 2009). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk maka menambah kebutuhan masyarakat akan sandang, pandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana di daerah memadai, maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan nyaman, yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitas yang semakin meningkat. Dengan adanya infrastukrur yang memadai, akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Sejalan dengan Indarti dan Sugiartiana (2012) semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian tentu akan mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal ini akan mengakibatkan pemerintah lebih leluasa dalam menyusun anggaran belanja modal Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sector pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli daerah. Tinggi rendahnya PAD suatu daerah menggambarkan kemandirian suatu daerah

14 21 otonom, sehingga tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah akan bantuan dana dari pemerintah pusat semakin rendah. Penerimaan PAD digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana daerah. Penyediaan prasarana dan sarana tentunya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, masyarakat yang sejahtera tentunya di indikasi dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Peningkatan ekonomi masyarakat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah diantaranya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah dari usaha masyarakat. Semakin besar PAD maka semakin besar pula kembali dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana public yang kembali berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan seterusnya sehingga dapat meningkatkan PAD. Dengan PAD yang besar maka Belanja Modal dapat dibiayai sendiri melalui PAD tanpa harus menunggu bantuan Pemerintah Pusat, sehingga proses percepatan pembangunan, penyediaan fasilitas pelayanan public dapat terlaksana dengan cepat. Peningkatan dari kualitas layanan public akan mampu meningkatkan kontribusi public terhadap pembangunan melalui peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Menurut Halim (2004) potensi PAD masingmasing daerah adalah berbeda sehingga mempengaruhi kemandirian keuangan daerah. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi potensi sumber-sumber PAD sebagai tolak ukur kemandirian daerah adalah sebagai berikut : 1. Kondisi awal suatu daerah (keadaan ekonomi dan social suatu daerah)

15 22 Struktur ekonomi dan social suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan public sehingga menentukan besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetepkan pungutan untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerahnya. Tuntutan akan adanya pelayanan public yang ada di masyarakat industri dan jasa adalah lebih besar daripada tuntutan pada masyarakat agraris (berbasis pertanian). 2. Perkembangan PDRB perkapita rill Semakin tinggi PDRB perkapita rill suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi PDRB perkapita rill suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut, sehingga daerah dapat lebih mandiri. 3. Pertumbuhan penduduk Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat pula dan kemandirian daerah juga dapat ditingkatkan. 4. Tingkat Inflasi Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak hotel dan restoran. 5. Perubahan Peraturan Adanya peraturan-peraturan baru, khususnya yang berhubungan dengan pajak dan retribusi, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

16 23 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membuka peluang yang lebih luas untuk meningkatkan PAD. 6. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD. Adanya tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu a) menambah objek dan subjek pajak dan retribusi; b) meningkatkan besarnya penetapan; c) mengurangi tunggakan. 7. Penyesuaian tarif Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijkan penyesuaian tariff. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap (flat) maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat peningkatan PAD. Dalam rangka penyesuaian tarif retribusi daerah, selain harus memperhatikan laju inflasi, perlu juga ditinjau hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD. 8. Pembangunan Baru Penambahan PAD juga dapat diperoleh jika ditopang oleh pembangunan sarana dan prasarana baru, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah, dan lain lain. 9. Sumber Pendapatan Baru Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. Misalnya usaha persewaan laser disc, usaha persewaan computer atau internet dan lain-lain.

17 Dana Perimbangan Menurut Djaenuri (2012:100), pengertian mengenai dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenanangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dengan demikian, sejalan dengan tujuan pokoknya, dana perimbangan dapat lebih memperdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembayaran yang adil, proporsional, rasioanl, transparan partisipatif, bertanggungjawab (akuntabel), serta memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan memiliki tujuan untuk mengurangi kesenjangan fiscal antar pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Alokasi Umum Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 108) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan H.A.W. Wijaya (2007)

18 25 mengungkapkan bahwa dana alokasi umum menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan dimana formula dan perhitungannya ditentukan oleh Undang-Undang. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah Otonom (Provinsi atau Kabupaten atau Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (id.wikipedia.org). Menurut Halim (2004 :160), Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisi. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokai Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus ditetapkan pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. Alokasi DAU : a. Dana Alokasi Umum untuk Provinsi dan Kabupaten Kota. b. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Neegeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.

19 26 c. Proporsi DAU untuk daerah Provinsi dan untuk daerak kabupaten atau Kota ditetapkan sesuai dengan imbalan kewenangan antaran Provinsi dan Kabupaten atau Kota Dana Alokasi Khusus Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 107) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya (Djaenuri, 2012:106). DAK digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan, peningkatan atau perbaikan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis panjang. Dalam keadaan tertentu DAK dapat membantu biaya pengoprasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 tahun. Sektor atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai, dan biaya umum sejenis yang lain. Sektor atau kegiatan yang dapat dibiayai DAK ditetapkan oleh mentri teknis atau instansi terkait setelah melakukan konsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sesuai dengan bidang tugas masingmasing. Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentatang dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Dana Alokasi Khusus digunakan untuk :

20 27 a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasioanl. b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu Dana Bagi Hasil Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 108) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 menjelaskan tentang Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah hasil. Sumber Dana Bagi Hasil bersumber dari: 1. Pajak, terdiri dari: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. Pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh 21 (WPOPDN) 2. Sumber Daya Alam yang berasal dari: a. Kehutanan b. Pertambangan Umum c. Perikanan d. Pertambangan Minyak Bumi e. Pertambangan Gas Bumi

21 28 f. Pertambangan Panas Bumi 2.2 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah tabel mengenai penelitian terdahulu yang dijadikan bahan acuan oleh penelitian dalam menyusun penelitian ini, tabel penelitian sebagai berikut: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1 Sheila Ardian Nuarisa (2013) Pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal 2 Maryadi (2012) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadqp Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota Di Indonesia Tahun 2012 Independen : PAD, DAU dan DAK Dependen : Belanja Modal Independen : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Dependen : Belanja Modal Secara Parsial Variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Pendapatan Asli Daerah secara individu (parsial) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012 namun dengan arah negative. Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah secara individu (parsial) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun Pendapan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan, Luas Wilayah secara Bersama-sama (Simultan) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun Askam Tuasikal (2008) Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB terhadap Belanja Modal Independen : DAU, DAK, PAD, dan PDRB Secara simultan, temuan penelitian menunjukan bahwa DAU, DAK, PAD, dan PDRB berpengaruh terhadap Belanja

22 29 4 Dini Arwati, Novita Hadiati (2013) 5 I G A. Gede Wertianti dan A.A.N.B. Dwirandra (2013) Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota Di Indonesia Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Dearah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi pada Belanja Modal dengan PAD dan DAU sebagai Variabel Moderasi Dependen : Belanja Modal Independen : Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dependen : Belanja Modal Independen : Pertumbuhan Ekonomi Dependen: Belanja Modal Moderasi: PAD dan DAU Modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Secara Parsial, hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU, DAK, PAD berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja Modal daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Sementara PDRB tidak berpengaruh. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, khususnya yang terkait dengan Belanja Modal, tidak terlalu mempertimbangkan PDRB sebagai salah satu determinan utama dalam alokasi belanja modal, rata-rata pemerintah daerah lebih mengutamakan transfer atau bantuan pemerintah pusat berupa DAU dan DAK. Pengujian secara parsial variable dependen yang digunakan dalam model menyimpulkan bahwa hanya Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Pertumbuhan Ekonomi serta Dana Alokasi Umum secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Belanja Modal. Secara simultan seluruh variable independen (Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Dearah dan Dana Alokasi Umum) berpengaruh signifikan terhadap variable Belanja Modal Hasil uji parsial dari Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Hasil analisis selanjutnya PAD mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal, namun berbeda dengan DAU, dimana DAU tidak mampu meningkatkan

23 30 pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota se-jawa Tahun Dalam SAP menjelaskan Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka memperoleh modal yang sifatnya menambah aset tetap, serta inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun periode akuntansi, di dalamnya meliputi pengeluaran untuk biaya pemeliharaan guna mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal yang besar diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan potensi-potensi penerimaan daerah. Besar kecilnya belanja modal akan ditentukan dengan besar kecilnya PAD serta semakin tinggi Dana Alokasi Umum di harapkan alokasi Belanja Modal juga akan meningkat, begitupun juga untuk Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Kenyataan yang terjadi Porsi yang dialokasikan untuk belanja modal cukup rendah seharusnya pemerintah memperbaiki rendahnya penyerapan pada belanja modal. Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal memiliki peranan penting yaitu memiliki masa manfaat jangka panjang untuk memberikan layanan kepada public. Kondisi tersebut

24 31 menarik perhatian untuk diteliti karena salah satu tujuan pelaksanaan desentralisasi adalah meningkatkan efisiensi pengalokasian sumberdaya nasioanal maupun kegiatan pembangunan daerah serta memperbaiki keseimbangan fiscal antar daerah dan memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di seriap daerah. Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Dana Alokasi Umum Belanja Modal Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil 2.4 Hipotesis Dari Kerangka Pemikiran teoritis diatas, maka dapat diambil beberapa hipotesis sebagai berikut : H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Modal H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Modal H4 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal H5 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal

25 32 H6 : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal Gambar Kebijakan Penyusunan APBD Pengangaran Daerah Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Tidak Langsung Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil APBD Angaran Belanja Belanja Batuan Keuangan Belanja Tak Terduga Belanja Pegawai Belanja Lansung Belanja Barang dan Jasa Pembiayaan Daerah Belanja Modal BM Tanah BM Peralatan & Mesin BM Gedung & Bangunan BM Jalan, Irigasi & Jaringan BM Fisik Lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship Theory, Teori Stewardship menjelaskan mengenai situasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Agency Theory Grand Theory dalam penelitian ini menggunakan Agency Theory, yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian dan Unsur-Unsur APBD Menurut Garrison dan Noreen (2006:402), Anggaran adalah rencana rinci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship dalam Pemerintahan Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Desentralisasi Fiskal a. Defenisi Desentralisasi Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7 dan UU No 33 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Penelitian ini menggunakan teori Stewardship yang menjelaskan tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah. BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim & Kusufi (2012) yaitu: Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 yang sekarang telah direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004, setiap daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Daerah Belanja daerah sangat berkaitan dengan anggaran daerah karena belanja daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Literatur 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dalam dunia bisnis dapat dideskripsikan sebagai hubungan antara pemegang saham

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci