SKRIPSI OLEH : NI WAYAN DESY ARYANTHI NPM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH : NI WAYAN DESY ARYANTHI NPM :"

Transkripsi

1 SKRIPSI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BANGUN RUANG KUBUS DAN BALOK PADA SISWA KELAS VIIIB SMP DHARMASASTRA SEMPIDI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 OLEH : NI WAYAN DESY ARYANTHI NPM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2013 SKRIPSI

2 DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR Telah melalui proses bimbingan dan disetujui Pada tanggal: 22 Juli 2013 MENYETUJUI: PEMBIMBING I, PEMBIMBING II, Drs. Tri Djoko Setyono, M. Pd Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd NIP: NIP: MENGETAHUI, KETUA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd NIP:

3 TIM PENGUJI UJIAN SKRIPSI SARJANA PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR PENGUJI UTAMA, Drs. I Ketut Suwija, M. Si NIP: PENGUJI PEMBANTU I, PENGUJI PEMBANTU II, Drs. Tri Djoko Setyono, M. Pd Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd NIP: NIP:

4 DITERIMA OLEH PANITIA UJIAN SKRIPSI SARJANA PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR Hari : Sabtu Tanggal : 24 Agustus 2013 MENGESAHKAN: KETUA, SEKRETARIS, Prof. Dr. Wayan Maba Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd NIP: NIP:

5 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Bangun Ruang Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi Tahun Pelajaran 2012/2013 ini selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Pendidikan Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Terselesainya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, masukan, dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga sebagai rasa syukur, melalui kesempatan yang baik ini disampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar beserta staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. 2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar beserta staf atas petunjuk dan saran-saran yang diberikan. 3. Kepala Perpustakaan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang selama ini memberikan petunjuk dan saran-saran selama mengikuti pendidikan. 4. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk. 5. Drs. Tri Djoko Setyono, M. Pd selaku Pembimbing I dan Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat. 6. Segenap dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang turut memberikan dukungan dan motivasi selama mengikuti perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. 7. Kepala SMP Dharmasastra Sempidi yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.

6 8. Guru mata pelajaran matematika kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi atas segala bantuan dan kerja samanya selama melakukan penelitian. 9. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan tulus hati memberikan bantuan berupa saran-saran serta kemudahankemudahan lainnya. Dengan keterbatasan kemampuan, skripsi ini masih ada kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan banyak manfaat khususnya dalam bidang penelitian pendidikan matematika. Denpasar, 22 Juli 2013 Peneliti

7 MOTTO Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya. (Abraham Lincoln, )

8 KATA PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada kedua orang tua dan adik tercinta yang telah memberikan semangat, motivasi, nasehat serta saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat terlesesaikan dengan baik.

9 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGUJI... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v MOTTO... vii KATA PERSEMBAHAN... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Fokus Penelitian... 5 C. Rumusan Masalah... 5 D. Tujuan Penelitian... 6 E. Manfaat Penelitian... 6 F. Penjelasan Istilah... 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Belajar Mengajar B. Teori Konstruktivisme C. Hakikat Pembelajaran Matematika D. Aktivitas Belajar E. Prestasi belajar F. Pendekatan Kontekstual G. Bangun Ruang Kubus dan Balok H. Implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada PembelajaranBangun Ruang Kubus dan Balok BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Kehadiran Peneliti C. Lokasi dan Subjek Penelitian D. Data dan Sumber Data E. Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Analisis Data G. Pengecekan Keabsahan Data H. Prosedur Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 55

10 B. Pembahasan BAB V PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 01. Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Bangun Ruang Kubus dan Balok Jadwal Pelaksanaan Penelitian Rekapitulasi Hasil Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Rekapitulasi Hasil Analisis Data Prestasi Belajar Siswa Persentase Peningkatan Hasil Prestasi Belajar... 56

12 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 01. Unsur-unsur Kubus ABCD.EFGH Unsur-unsur Balok PQRS.TUVW Kubus ABCD.EFGH Balok PQRS.TUVW Diagonal Bidang, Diagonal Ruang, dan Bidang Diagonal Kubus Diagonal Bidang, Diagonal Ruang, dan Bidang Diagonal Balok Menggambar Kubus dan Balok Jaring-jaring Kubus Jaring-jaring Balok Kubus dan Jaring-jaringnya Balok dan Jaring-jaringnya Menentukan Volume Kubus Menentukan Volume Balok Kubus dengan 2 Rusuk Berbeda Model PTK Kurt Lewin... 44

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 01. Daftar Nama Subjek Penelitian Daftar Nilai Ulangan Umum Semester I Mata Pelajaran Matematika Kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi Tahun Pelajaran 2012/ Deskriptor dari Masing-Masing Indikator yang Digunakan sebagai Pedoman Observasi Aktivitas Belajar Siswa Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Penentuan Waktu Efektif Program Satuan Pembelajaran (PSP) Silabus Tabel Program Daftar Nama Kelompok Siswa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 01 (RPP 01) Lembar Kerja Siswa 01 (LKS 01) Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Pertemuan I Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I Pertemuan I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 02 (RPP 02) Lembar Kerja Siswa 02 (LKS 02) Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Pertemuan II Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I Pertemuan II Catatan Lapangan Siklus I Pengembangan Tes Prestasi Belajar Siklus I Tes Prestasi Belajar Siklus I Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I Hasil Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Analisis Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 03 (RPP 03) Lembar Kerja Siswa 03 (LKS 03) Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Pertemuan I Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 04 (RPP 04) Lembar Kerja Siswa 04 (LKS 04) Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Pertemuan II Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan II Catatan Lapangan Siklus II

14 39. Pengembangan Tes Prestasi Belajar Siklus II Tes Prestasi Belajar Siklus II Data Prestasi Belajar Siswa Siklus II Hasil Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Analisis Data Prestasi Belajar Siswa Siklus II Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus II Persentase Peningkatan Rata-rata Skor Prestasi Belajar Siswa (X ), Daya Serap (DS), dan Ketuntasan Belajar (KB) Pernyataan Keaslian Tulisan Surat Pengantar Penelitian dari FKIP Unmas Denpasar Surat Keterangan Penelitian dari Kepala SMP Dharmasastra Sempidi Riwayat Hidup

15 ABSTRAK Aryanthi, Ni Wayan Desy Implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Bangun Ruang Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi, Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar, Pembimbing (1) Drs. Tri Djoko Setyono, M. Pd, (2) Drs. I Gusti Ngurah Nila Putra, M. Pd. Kata Kunci: Aktivitas Belajar, Prestasi Belajar, Pendekatan Kontekstual Berdasarkan hasil observasi di kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013, rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa diduga disebabkan oleh: 1) guru masih menggunakan metode konvensional, 2) guru tidak pernah membawa materi pelajaran ke dunia nyata, 3) guru tidak pernah mengajak siswa belajar kelompok, 4) siswa hanya sedikit mengerti terhadap materi pelajaran dan merasa tertekan ketika proses belajar mengajar di kelas berlangsung. Dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam pembelajaran matematika di kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 yaitu dengan menerapkan model pendekatan kontekstual yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, 2) seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasatra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tempat penelitian ini adalah di SMP Dharmasastra Sempidi dengan subjek penelitian adalah kelas VIIIB tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 38 siswa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: 1) data aktivitas belajar siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar yang dikumpulkan dengan teknik observasi, 2) data prestasi belajar siswa yang dikumpulkan dengan teknik tes, 3) catatan lapangan yang dikumpulkan dengan cara membuat catatan tentang apa yang didengar, dilihat, dan dialami saat penelitian berlangsung, dan 4) data keterlaksanaan pembelajaran yang dikumpulkan dengan teknik observasi. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh sebagai berikut: 1) rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II berturut-turut: 11,69 yang tergolong cukup aktif, dan 14,99 yang tergolong aktif dengan persentase

16 peningkatan sebesar 28,23%, 2) rata-rata skor prestasi belajar siswa (X ) pada siklus I dan siklus II berturut-turut sebesar: 60,92 dan 74,47, daya serap (DS) pada siklus I dan siklus II berturut-turut sebesar: 60,92% dan 74,47%, dan ketuntasan belajar (KB) pada siklus I dan siklus II berturut-turut sebesar: 52,63% dan 86,84%. Persentase peningkatan rata-rata skor prestasi belajar siswa, daya serap, dan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II berturut-turut sebesar: 22,24%, 22,24%, dan 65,00%. Dari hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Adapun saran yang dapat dikemukakan, yaitu: 1) kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi disarankan untuk menggunakan pendekatan kontekstual sebagai salah satu alternatif pilihan pembelajaran, 2) kepada peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian, disarankan untuk mengadakan penelitian dengan subjek atau pokok bahasan yang berbeda.

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan jaman yang dari hari ke hari semakin pesat, teknologi pun berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak negara di dunia berlomba-lomba untuk mengembangkan kemampuan negaranya agar bisa bersaing dengan negara lain dan mengejar ketertinggalan dengan negara maju. Negara Indonesia sendiri tidak terlepas dari perkembangan jaman. Dengan adanya globalisasi, banyak pengaruh-pengaruh dari dunia luar masuk ke Indonesia dengan mudah. Untuk mampu bersaing dengan negara berkembang khususnya di Asia sendiri, Indonesia perlu mengikuti perkembangan yang ada. Banyak sektorsektor yang ada di negara ini yang perlu dibenahi dan diperbaharui untuk bisa disejajarkan dengan negara lain yang lebih maju. (Rusman, 2011:21) mengemukakan bahwa: Luapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak, serta kemajuan dan perkembangan yang dialami masyarakat serta aspirasi nasional dalam kemajuan bangsa dan umat manusia di lain pihak, membawa konsekuensi serta persyaratan yang semakin berat dan kompleks bagi pelaksana dalam sektor pendidikan pada umumnya dan guru pada khususnya. Oleh karena itu, peran pendidikan di Indonesia sangat penting. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum dan mendasar bagi setiap manusia di muka bumi ini. Pada hakikatnya, pendidikan adalah usaha manusia untuk

18 memanusiakan manusia itu sendiri. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari segala kegiatan manusia dalam kondisi apapun. Setiap manusia memerlukan pendidikan untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya dan bersaing dengan manusiamanusia yang lain. Pendidikan menjadi faktor utama keberhasilan suatu negara karena dari sektor ini dapat tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan bermutu tinggi. Selain itu, pendidikan juga mempunyai peran yang sangat penting untuk keberhasilan suatu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Namun sayangnya, banyak hambatan yang dihadapi dalam sistem pendidikan yang ada saat ini. Bukan hanya karena kurang tersedianya fasilitas dan daya serap peserta didik yang kurang, namun karena pembelajaran yang kurang efektif dan efisien. Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut, telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan yang diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Menurut Sudjana (dalam Rusman, 2011:1) belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat

19 dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Rusman (2011:3) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Untuk dapat menciptakan interaksi ini, proses pembelajaran haruslah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi pada tanggal 22 Januari 2013, diperoleh informasi bahwa guru menghadapi kesulitan selama mengajar dikarenakan siswa yang malas belajar di rumah dan lebih tergantung pada apa yang diberikan guru di sekolah. Prestasi belajar siswa belum mencapai kriteria yang ditetapkan sekolah yaitu 65 dan aktivitas belajar siswa kurang. Dari daftar nilai ulangan umum semester ganjil khususnya pada mata pelajaran matematika siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi diperoleh bahwa rata-rata prestasi belajar siswa (X ), Daya Serap (DS), dan Ketuntasan Belajar (KB) berturut-turut adalah 30,92; 30,92%; dan 0%. Mengacu pada kriteria ketuntasan yang ditetapkan sekolah yaitu bahwa suatu proses pembelajaran dikatakan optimal jika rata-rata prestasi belajar siswa (X ) minimal mencapai 65, Daya Serap (DS) minimal mencapai 65%, dan Ketuntasan Belajar (KB) minimal mencapai 85%, maka hal ini menunjukkan

20 bahwa prestasi belajar kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi belum optimal. Melalui hasil pengamatan yang dilakukan di kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 pada saat proses pembelajaran matematika berlangsung diperoleh fakta bahwa pelaksanaan pembelajaran di kelas VIIIB adalah: 1) terlihat guru masih menggunakan metode konvensional yaitu menjelaskan, memberikan contoh, memberi latihan soal dan kemudian memberikan PR yang mengakibatkan siswa menjadi pasif sebab guru hanya menyampaikan materi dan contoh-contoh yang cenderung berbentuk pelajaran hafalan. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting saja; 2) dalam memberikan penjelasan kepada siswa, guru tidak pernah membawa materi pelajaran ke dalam dunia nyata atau ke dalam kehidupan sehari-hari siswa, 3) guru tidak pernah mengajak siswa untuk belajar dalam kelompok, 4) berdasarkan jawaban siswa pada lembar kuisioner yang telah diberikan sebelumnya, 63% siswa menganggap bahwa pelajaran matematika sulit sehingga hanya sedikit materi yang dapat dimengerti dan siswa merasa tertekan ketika mendapatkan pelajaran matematika di kelas. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka perlu adanya perbaikan dalam pembelajaran matematika di kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi yang bertujuan untuk lebih meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Penerapan model pendekatan kontekstual dipanjang dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dimana dengan model pendekatan ini, dapat memberikan fasilitas bagi kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan

21 menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri bukan sekadar sebagai pendengar pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Sehingga dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian berjudul Implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Bangun Ruang Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi Tahun Pelajaran 2012/2013. B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 2. Seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun

22 pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 2. Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang kubus dan balok pada siswa kelas VIIIB SMP Dharmasastra Sempidi tahun pelajaran 2012/2013 melalui implementasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi Siswa Siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian akan terbantu dalam memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan cara mengaitkan materi pelajaran tersebut ke dalam kehidupan nyata sehingga siswa memiliki pengetahuan yang lebih mudah dipakai untuk diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya. 2. Bagi Guru Guru yang dilibatkan langsung dalam penelitian ini dapat menjadikan model pendekatan kontekstual sebagai salah satu alternatif pilihan dalam penggunaan model pembelajaran matematika untuk meningkatkan aktivitas

23 belajar siswa. 3. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan informasi dalam perbaikan dan pengembangan model pembelajaran di sekolah yang dijadikan tempat penelitian agar mutu pendidikan di sekolah tersebut semakin meningkat, serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran lain. F. Penjelasan Istilah Untuk menghindari adanya salah penafsiran atau beda persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan di dalam penelitian ini, maka dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut ini. 1. Meningkatkan Poerwadarminta (dalam Sudarmi, 2009:7) menyatakan bahwa meningkatkan adalah menaikkan atau mempertinggi. Depdiknas (dalam Hanto, 2012:6) mengemukakan bahwa meningkatkan berarti: 1) menaikkan (derajat, taraf, dan sebagainya); mempertinggi, memperhebat (produksi, dan sebagainya), 2) mengangkat diri; memegahkan diri. Jadi berdasarkan uraian di atas, meningkatkan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menaikkan atau mempertinggi aktivitas dan prestasi belajar siswa melalui implementasi pendekatan kontekstual. 2. Aktivitas Belajar Sriyono (dalam Bimartha, 2011:7) menyatakan bahwa aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani maupun rohani. Belajar

24 menurut Hudoyo (dalam Atmaja, 2009:5) adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya interaksi dengan lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilaksanakan secara jasmani dan rohani melalui proses perubahan tingkah laku terhadap lingkungannya. 3. Prestasi Belajar Depdikbud (dalam Atmaja, 2009:5) menyatakan bahwa prestasi belajar berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Poerwadarminta (dalam Sudarmi, 2009:7) mengemukakan bahwa prestasi belajar berarti hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sementara itu, Setyawan (2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari stimulan pada lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan melalui pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksudkan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap atau dalam bentuk nilai tes atau angka dari penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dilakukan melalui pembelajaran. 4. Implementasi Pendekatan Kontekstual Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Online (t.t), menyatakan bahwa implementasi berarti pelaksanaan; penerapan. Johnson (dalam Nurul, 2010) mengatakan bahwa pendekatan kontekstual sebagai suatu proses pembelajaran

25 yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, yaitu dengan konteks lingkungan pribadi, sosial, dan budaya. Berdasarkan uraian di atas, implementasi pendekatan kontekstual dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai penerapan atau pelaksanaan pembelajaran dimana guru mengaitkan materi yang tengah diajarkan dengan konteks kehidupan dan situasi nyata siswa sehingga mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 5. Bangun Ruang Kubus dan Balok Nuharini & Wahyuni (2008:200), mengemukakan bahwa kubus merupakan bentuk khusus dari balok. Hal itu dikarenakan permukaan kubus berbentuk persegi-persegi yang sama dan sebangun. Sedangkan persegi sendiri merupakan bentuk khusus dari persegi panjang. Kubus mempunyai enam sisi berbentuk persegi yang kongruen sementara balok mempunyai tiga pasang sisi berbentuk daerah persegi panjang yang setiap pasangnya kongruen. Baik kubus dan balok sama-sama mempunyai enam sisi yang setiap sisinya mempunyai dua diagonal bidang.

26 BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam proses ini mempunyai arti yang luas dan tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai pada siswa yang sedang belajar. Proses dalam belajar mengajar juga mempunyai pengertian merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lain saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen yang dimaksudkan antara lain: 1) tujuan instruksional yang hendak dicapai, 2) materi pelajaran, 3) metode mengajar, 4) alat peraga pengajaran, dan 5) evaluasi sebagai alat ukur tercapai-tidaknya tujuan pembelajaran. Belajar menurut Hudoyo (dalam Atmaja, 2009:5) adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya interaksi dengan lingkungan. Seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya.

27 Sedangkan mengajar dapat dikatakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar atau suatu usaha untuk mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga mampu memanfaatkan lingkungan yang menunjang kegiatan belajar mengajar. B. Teori Konstruktivisme 1. Pengertian Konstruktivisme merupakan landasan berpikir dalam pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Teori Konstruktivisme sendiri didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang dalam memberikan arti serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Berbeda dengan aliran behavioristik yang memahami hakekat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia, membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil

28 bentukan (konstruksi) kognitif seseorang. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Bruning (dalam Setyono, 2011:3) bahwa: Knowlegde is created, not simply acquired, and the engine that drive is the search for meaning, yang artinya bahwa pengetahuan diciptakan, tidak hanya diperoleh begitu saja, dan merupakan penggerak yang dapat memandu untuk menemukan maksud atau arti dari pengetahuan itu sendiri sehingga menjadi bermakna, ini menegaskan bahwa konstruktivisme beredar dalam psikologi kognitif. Tokoh yang selanjutnya mengembangkan konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah Jean Piaget dan Vigotsky. Piaget yang dikenal sebagai seorang biolog menjelaskan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia. Piaget (dalam Zakaria, 2010) juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak-anak dari bayi hingga dewasa melalui empat tingkatan, yaitu: 1) tingkatan sensorimotorik dari umur 0-2 tahun, 2) tingkatan pra-operasional dari umur 2-7 tahun, 3) tingkatan operasional kongkret dari umur 7-11 tahun, dan 4) tingkatan operasi formal dari umur tahun. Selanjutnya, Vigotsky mengemukakan bahwa perkembangan kognitif adalah hasil interaksi sosial dalam konteks budaya dan pembelajaran yang terjadi saat siswa berada dalam Zone of Proximal Development atau dalam ambang batas kesiapan intelektualnya terhadap pengetahuan yang akan dipelajari. Inti teori sosio-kultur Vigotsky dalam pembelajaran ditempatkan sebagai

29 interaksi anak dengan orang dewasa (ahli atau guru) melalui konsep instructional scaffolding yaitu secara bertahap mengurangi bantuan dan bimbingan kepada siswa dalam proses pembelajaran dan disesuaikan dengan Zone of Proximal Development siswa. Dengan konsep ini, guru memberikan bantuan kepada siswa yang selanjutnya secara bertahap bantuan tersebut dikurangi dan memberikan kesempatan siswa untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar sehingga pada akhirnya siswa dapat menyelesaikan masalah secara mandiri. Untuk dapat melakukan proses konstruksi menurut Glasersfeld (dalam Damanik, 2013), seseorang memerlukan beberapa kemampuan yaitu: 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan (justitifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Surianto (2009) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) pengetahuan dibangun siswa sendiri, 2) pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar, 3) murid aktif mengkonstruksikan terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, 4) guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar, 5) menghadapi masalah yang relevan dengan siswa, 6) struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan, 7) mencari dan menilai pendapat siswa, dan 8) menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, sangat nampak bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi kognitif siswa melalui proses aktifnya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan dalam belajar setiap siswa dipandang mempunyai cara sendiri

30 yang cocok untuk melakukan pengkonstruksian. Sedangkan, mengajar bukan memindahkan gagasan-gagasan guru kepada siswa melainkan dipandang sebagai suatu bentuk partisipasi guru sehingga memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. 2. Teori Konstruktivisme Menurut Piaget Teori konstruktivisme yang terkait dengan pembentukan pengetahuan, Piaget juga menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses tersebut meliputi: a. Skema dan Skemata Skema adalah struktur mental atau kognitif seseorang. Skema digunakan untuk memproses dan mengidentifikasikan rangsangan yang datang dari luar. Seorang anak yang baru lahir mempunyai skema yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih terperinci dan lebih lengkap. Skemata sendiri adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi, hipotesis seperti: intelek, kreativitas, kemampuan dan naluri. Skemata seseorang dibentuk sepanjang waktu merupakan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang saat itu tentang dunia sekitarnya. Skemata merupakan konstruksi jadi bukan merupakan suatu tiruan tentang dunia sekitar. b. Asimilasi Asimilasi adalah proses kognitif. Dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu

31 proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada sehingga pengertian seseorang berkembang. Proses ini akan terus berjalan namun tidak menyebabkan pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. c. Akomodasi Jika dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki, maka seseorang akan mengakomodasi, yaitu membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut. d.ekuilibrasi Proses asimilasi dan akomodasi diperlukan dalam perkembangan kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang terdapat proses ekuilibrium (equilibrium), yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk menyeimbangkan proses asimilasi dan proses akomodasi. Disekuilibrium (disequilibrium) adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. e. Teori Adaptasi Intelek Piaget (dalam Setyono, 2011:4) berpendapat bahwa mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual. Melalui proses tersebut pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui seseorang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian baru. Secara konseptual perkembangan kognitif berjalan dalam semua level perkembangan pemikiran seseorang dari lahir sampai dewasa. Pengetahuan

32 dibentuk oleh individu secara terus menerus dan skemata dewasa dibangun dari skemata anak. Dengan asimilasi seseorang mencocokkan rangsangan dengan skemata yang ada, dan dengan akomodasi dia mengubah skema yang ada agar menjadi cocok dengan rangsangan yang dihadapi. Ekuilibrasi adalah mekanisme internal yang mengatur kedua proses tersebut. 3. Teori Konstruktivisme Menurut Vigotsky Vigotsky (dalam Setyono, 2011:4) mengemukakan bahwa, belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Vigotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa itu sendiri meliputi antara lain: orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Vigotsky juga menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan dimana proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung. Dialog dan komunikasi verbal dengan orang-orang dewasa atau orang yang lebih mengetahui akan mengembangkan pengertian tersebut. Ini berarti di dalam belajar selain diperlukan keaktifan siswa, sangat diperlukan lingkungan sosial. Dengan demikian, inti konstruktivisme Vigotsky adalah integrasi antara aspek internal dengan eksternal serta penekanannya pada lingkungan sosial pelajar. Konsep yang berpengaruh pada teori konstruktivisme Vigotsky adalah konsep tentang Zone of Proximal Development (daerah perkembangan proksimal) yang diartikan sebagai ambang batas kesiapan intelektual siswa yang belajar.

33 Perubahan kognitif siswa atau belajar akan terjadi apabila siswa berada dalam ambang batas tersebut. Dengan demikian, jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya (ditandai dengan kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (ditandai dengan kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa, kerjasama atau teman sejawat) harus diperpendek agar siswa belajar dan ini adalah tugas guru dalam mengajar. Sedangkan konsep lain adalah konsep instruksional scaffolding yaitu, pada awal pembelajaran guru memberikan sejumlah bantuan kepada siswa, selanjutnya secara bertahap bantuan tersebut dikurangi dan memberikan kesempatan siswa untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar sehingga pada akhirnya siswa dapat menyelesaikan masalah secara mandiri. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, langkah-langkah pemecahan masalah, memberikan contoh, dan tindakan lain yang memungkinkan siswa mandiri. C. Hakikat Pembelajaran Matematika Gagne (dalam Apino, 2012) mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik terhadap sekitar. Golding (dalam Andriani, 2011) mengatakan bahwa matematika dibangun oleh manusia sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna. Dalam pembelajaran matematika, konsep

34 yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Jadi pada hakikatnya, pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana memungkinkan untuk seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada siswa untuk belajar dan berpusat pada guru untuk mengajar. Dalam batasan pengertian yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses-proses yang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sebagai objek yang dipelajari yang dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi atau pelajaran. D. Aktivitas Belajar 1. Pengertian Aktivitas Belajar Hardaniwati, dkk. (2003:11) menyatakan bahwa aktivitas berarti kegiatan; keaktifan. Purwanto (dalam Widianto, 2010) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang menyebabkan perubahan relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai

35 suatu hasil dari pengalaman. 2. Jenis-jenis Aktivitas Belajar Dierich (dalam Nurnawawi, 2012) membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok yaitu: 1) kegiatan-kegiatan visual yang termasuk di antaranya seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain; 2) kegiatan-kegiatan lisan (oral) yang termasuk di antaranya mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi; 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan di antaranya seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio; 4) kegiatan-kegiatan menulis yang di antaranya seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket; 5) kegiatan-kegiatan menggambar yang di antaranya termasuk menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta dan pola; 6) kegiatan-kegiatan metrik yang di antaranya seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun; 7) kegiatan-kegiatan mental seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan-hubungan, dan membuat laporan; 8) kegiatan-kegiatan emosional yang di antaranya termasuk minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Adapun indikator yang nantinya digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama penelitian berlangsung adalah: 1) antusiasme siswa dalam proses

36 pembelajaran, 2) interaksi siswa dengan guru, 3) interaksi siswa dengan siswa lain, 4) kerjasama antar siswa, 5) aktivitas siswa dalam diskusi, dan 6) partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil pembahasan (Tim Instruktur PKG dalam Handayani, 2012:49). E. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Menurut Ahmad (2012), prestasi belajar adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Sementara itu, Gunarso (dalam Riawan, 2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar sebagai hasil dari aktivitas dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Mahmud (dalam Latif, 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa mencakup: 1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari diri siswa itu sendiri yang terdiri dari need for achievement (kebutuhan atau dorongan atau motif untuk berprestasi, dan 2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa. Hal ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Purwanto (dalam Latif, 2012) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di bagi menjadi 2 yang di antaranya: 1) Faktor dari

37 luar yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial; instrumentasi yang berupa kurikulum, guru atau pengajar, sarana dan fasilitas serta administrasi, 2) Faktor dari dalam yang mencakup fisiologi berupa kondisi fisik dan kondisi panca indera; psikologi yang berupa bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif. F. Pendekatan Kontekstual 1. Konsep Dasar Pendekatan Kontekstual Rusman (2011:332) mengemukakan bahwa, Pendekatan kontekstual atau yang lebih dikenal dengan sebutan CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan yang diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak belajar dan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sebatas mengetahui. Sedangkan Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison (dalam Rusman, 2011:332) mengartikan pendekatan kontekstual yaitu suatu konsepsi belajar mengajar yang menghendaki agar guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubunganhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Berdasarkan atas uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan konteksual adalah sistem pembelajaran yang menghendaki agar guru mengaitkan materi yang tengah diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa untuk mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif

38 bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri, dan bukan sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, melalui pendekatan kontekstual, mengajar bukan hanya transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan padaupaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Seperti yang dikemukakan Johnson (dalam Rusman, 2011:289), contextual teaching and learning enables students to connect the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meaning. It enlarges their personal context furthermore, by providing students with fresh experience that stimulate the brain to make new connection and consecuently, to discover new meaning.artinya bahwa pendekatan kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan seharihari untuk menemukan makna. Pendekatan kontekstual memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru. Depdiknas (dalam Rusman, 2011:198) menyatakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) kerja sama; 2) saling menunjang; 3) menyenangkan dan tidak membosankan; 4) belajar dengan bergairah; 5)

39 pembelajaran terintegrasi; 6) menggunakan berbagai sumber; 7) siswa aktif; 8) sharing dengan teman; 9) siswa kritis guru kreatif; 10) dinding kelas dan loronglorong penuh denga hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel); 11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. 2. Komponen Pendekatan Kontekstual Johnson (dalam Rusman, 2011:192) menyebutkan komponen pendekatan kontekstual meliputi: 1) menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections), 2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work), 3) melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning), 4) mengadakan kolaborasi (collaborating), 5) berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking), 6) memberikan layanan secara individual (nurturing the individual), 7) mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards), dan 8) menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment). 3. Prinsip Pendekatan Kontekstual Menurut Depdiknas (dalam Atmaja, 2009:10), pendekatan kontekstual memiliki tujuh prinsip utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learningcommunity), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Adapun tujuh prinsip pendekatan kontekstual itu dapat diuraikan sebagai berikut:

40 a. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yaitu bahwa pengetahuan oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Teori konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukan (konstruksi) kognitif seseorang. Selain itu, teori ini juga menyatakan bahwa siswa harus menemukan dan membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Sebagian proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Konstruktivisme juga mengungkapkan bahwa pengetahuan yang dimiliki pada dasarnya bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Batasan konstruktivisme itu memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dalam pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. b. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan kontekstual. Melalui upaya menemukan akan memberi penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP Universitas Pendidikan Indonesia KONSEP CTL Merupakan Konsep Belajar yang dapat Membantu Guru Mengaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis 2.1.1 Skill Representasi Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara I. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Gegne dalam Suprijono (2009 : 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu merupakan hasil dari proses belajar. Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar didunia yang termasuk kategori Negara berkembang yang saat ini menempatkan pendidikan sebagai fondasi dan atau penunjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

NI KOMANG SRI YULIANTARI NPM.:

NI KOMANG SRI YULIANTARI NPM.: SKRIPSI MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI DATAR MELALUI IMPLEMENTASI CTL DENGAN BANTUAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS V A SD NEGERI 10 KESIMAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. DASAR FILOSOFI Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan 9 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kemampuan Menurut Zain (dalam Milman Yusdi, 2010:10) mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai peraturan dikeluarkan guna pendidikan yang lebih baik di negara ini. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak bisa menjadi bisa sebagi akibat dari latihan dan pengalaman.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

Oleh: Sulistyowati SD Negeri 02 Karangrejo Tulungagung

Oleh: Sulistyowati SD Negeri 02 Karangrejo Tulungagung 22 Sulistyowati, Peningkatan Prestasi Belajar Matematika... PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPS MATERI PERSIAPAN KEMERDEKAAN MELALUI PENDEKATAN CTL PADA SISWA KELAS V SDN 02 KARANGREJO TULUNGAGUNG SEMESTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS A. Pembelajaran Matematika Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Ini berarti

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP Elizabeth Cahya Kristina 1, Caswita 2, M. Coesamin 2 elizabethcahyakristina@gmail.com 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghafal, melainkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Seseorang dapat dikatakan belajar jika dalam diri orang tersebut terjadi suatu aktifitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat diamati dalam waktu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Segala upaya yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia menjadi seseorang yang memiliki kekuatan intelektual, emosional, dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL) CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi 7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Belajar matematika pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran kontekstual Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *) PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA Muh. Tawil, *) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar PENDAHULUAN Salah satu pendekatan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Diah Nugraheni Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Veteran Semarang email: diah_fisika@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

Kata Kunci: Keaktifan, Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Strategi TANDUR

Kata Kunci: Keaktifan, Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Strategi TANDUR PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MATERI PERBANDINGAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI TANDUR Sudaryo, S.Pd. Guru Matematika SMP Negeri 2 Binangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar Nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Slameto (2010:2) dengan bukunya yang berjudul: Belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhi Menurutnya, pengertian belajar adalah: Suatu proses

Lebih terperinci

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd. Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd. Kuiz 1. Contextual 2. Konstruktivisme 3. Inquiry 4. Questioning 5. Learning Community 6. Modeling 7. Refleksi 8. Authentic Assessment 9. Skenario CTL PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Contextual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Examples Non Examples Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga lima orang dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Oleh: Muslim Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Kata kunci: manik-manik, kontekstual, konvensional.

Kata kunci: manik-manik, kontekstual, konvensional. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD Menggunakan Media Manik-Manik Dengan Pembelajaran Kontekstual Ayu Vinda Rahmawati 148620600020/6/B1 S-1 PGSD Universitas ayuvinda255@gmail.com Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.

Lebih terperinci

Rasiman 1, Wahyu Widayanto 2. Abstrak

Rasiman 1, Wahyu Widayanto 2. Abstrak PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI LINGKARAN BAGI SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 1 KARANGAWEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Rasiman 1, Wahyu Widayanto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu aktivitas yang melibatkan bukan hanya penguasaan kemampuan akademik, tapi juga pengembangan emosional, interaksi sosial dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017ISSN

Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017ISSN IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN TANDUR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJARSISWA KELAS II SD NEGERI 1 SINGAPADU TENGAH PADA PEMBELAJARAN BANGUN DATAR Ni Wayan Suardiati Putri, I

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI ABSTRAKSI STAH Gde Puja Mataram Oleh karena itu guru dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga manusia mampu menghadapi setiap perubahan yang

Lebih terperinci

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal soal yang berkaitan dengan menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam proses pembelajaran, aktivitas belajar memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler (dalam Winataputra,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Aktivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan aktivitas berasal dari kata kerja akademik aktif yang berarti giat, rajin, selalu berusaha

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Finisica Dwijayati Patrikha Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.2 Pengertian Pembelajaran IPA Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian secara implisit dalam pengajaran terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Belajar Slameto (2001 : 36) berpendapat bahwa penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi difikirkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) POE ini sering juga disebut suatu model pembelajaran dimana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori dan Penelitian Relevan 1. Deskripsi Teori a. Belajar Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Diskusi Kelompok 1. Metode Pembelajaran Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar merupakan komponen penting dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pelajaran matematika menurut peneliti merupakan suatu pelajaran pokok dari kehidupan ini. Dan pelajaran matematika dapat mendapatkan respon positif dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pernyataan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar 1. Teori Belajar a. Teori Belajar Konstruktivisme Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Meryland pada tahun

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS Nurhayati, Nila Kurniasih, Dita Yuzianah Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktivitas Belajar 2.1.1. Pengertian Aktivitas Belajar Sanjaya (2009: 130) mengungkapkan bahwa aktifitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktifitas fisik akan tetapi juga meliputi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Depdiknas (2001) dalam Ahmad Susanto (2014:184), kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model pembelajaran TTW TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari tindakan yang cermat mengenai kegiatan pemebelajaran yaitu lewat kegiatan berifikir

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku LANDASAN TEORI A. Hasil Belajar Bahasa Indonesia 1. Definisi Hasil belajar Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur, yaitu: tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keberhasilan dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama faktor internal yaitu yaitu faktor yang ada dalam diri siswa meliputi motivasi

Lebih terperinci

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung Ernawati, Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Inggris... 175 MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS POKOK BAHASAN TELLING FUNNY STORIES DENGAN METODE PENDEKATAN BERBASIS AKTIVITAS TERHADAP SISWA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Matematika Realistik Realistic mathematics education yang diterjemahkan sebagai pendidikan metematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 Ada sesuatu yang salah dengan proses pendidikan Sebelum Sekolah 1. Anak lincah 2. Selalu belajar apa yang diinginkannya dengan gembira,

Lebih terperinci

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL) Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL) 2.1.3.1 Hakikat Contextual Teaching and Learning Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Belajar adalah hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Dengan belajar kita dapat melakukan sesuatu hal yang awalnya kita tidak bisa atau tidak kita ketahui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia harus menapaki

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING YANG DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-G SMP NEGERI 7 MALANG ARTIKEL

PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING YANG DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-G SMP NEGERI 7 MALANG ARTIKEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING YANG DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-G SMP NEGERI 7 MALANG ARTIKEL Oleh: SUARDI 608311454745 UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa siswa sebagian besar tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka

Lebih terperinci

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Demonstrasi 1. Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Ni Wayan Lasmini SD Negeri 2 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah ABSTRAK Permasalahan

Lebih terperinci