Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke:
|
|
- Hartono Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke: MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR... TENTANG PENGADAAN TENAGA KERJA DAN TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan Tenaga Kerja dan Tata Cara Pembelian Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Undang-Undang Draft
2 -2-4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 110/PMK.010/2005 tanggal 11 November 2005 Tentang Tata Cara Pemberian dan/atau Keringanan Bea Masuk dan Pembebasan dan/atau Penundaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang dalam Rangka Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara; 10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tanggal 28 Maret 2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing; 11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 tanggal 30 September 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara; 12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tanggal 22 November 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; MEMUTUSKAN
3 -3- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGADAAN TENAGA KERJA DAN TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. BAB l KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 2. Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan. 3. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. 4. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. 5. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan khusus pengolahan dan pemurnian. 6. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan khusus pengangkutan dan penjualan. 7. Izin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha Jasa Pertambangan untuk melakukan kegiatan usaha jasa petambangan. 8. Perusahaan tambang adalah Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian, IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan dan/atau pemegang IUJP. 9. Tenaga kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI, adalah tenaga kerja warga Negara Indonesia. 10. Tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut TKA, adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. 11. Tenaga
4 Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut TKI pendamping, adalah tenaga kerja warga Negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan/atau calon pengganti TKA. 12. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA, adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. 13. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA, adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA. 14. Program Indonesianisasi adalah program pengalihan penggunaan tenaga kerja dari TKA menjadi TKI pada perusahaan tambang. 15. Barang modal adalah benda dalam bentuk utuh maupun terurai, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh perusahaan tambang. 16. Masterlist adalah dokumen rencana induk kebutuhan barang modal dan bahan pendukung lainnya yang terdiri dari rencana pembelian dalam negeri dan rencana impor barang berdasarkan jenis, jumlah dan spesifikasi barang. 17. Impor sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean yang benar-benar di masukkan untuk dieksport kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. 18. Remanufactured adalah proses pembongkaran dan pemulihan kembali pada bagian-bagian barang modal dan peralatan tanpa menghilangkan identitas barang aslinya yang dilakukan di luar negeri atau dalam negeri, sehingga barang tersebut kondisi dan fungsinya seperti barang baru. 19. Rekondisi barang adalah proses pembongkaran dan pemulihan kembali pada bagian-bagian barang modal dan peralatan yang dilakukan di luar negeri atau dalam negeri, sehingga barang tersebut bermanfaat kembali sesuai fungsinya. 20. Penghapusan adalah proses/tindakan menghapus barang dari daftar akuntansi perusahaan untuk membebaskan dari tanggung jawab secara administrasi dan fisik atas barang tersebut yang berada dalam penguasaannya. 21. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang bekas yang semula digunakan oleh perusahaan tambang kepada pihak lain. 22. Re-ekspor adalah pengeluaran barang impor dari wilayah pabean Negara Republik Indonesia. 23. Disposal
5 Disposal adalah pembuangan/penyingkiran barang-barang yang tidak dipakai lagi untuk mendukung kegiatan perusahaan. 24. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara. 25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan Mineral dan Batubara. BAB II PENGADAAN TENAGA KERJA DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Bagian Kesatu Asas dan Tujuan Pasal 2 Pembangunan ketenagakerjaan di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara diselenggarakan dengan berasaskan: a. keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah; dan b. manfaat, keadilan, dan keseimbangan. Pasal 3 Dalam rangka mendukung pembangunan ketenagakerjaan dan memberi kesempatan kerja bagi TKI, tujuan pengadaan tenaga kerja di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara adalah: a. memenuhi hasrat TKI untuk menduduki jabatan-jabatan yang layak pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang sampai saat ini masih diduduki TKA; b. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja setempat secara optimal dan manusiawi; c. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; d. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; e. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya; dan f. meningkatkan kompetensi tenaga kerja dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Bagian Kedua
6 -6- Bagian Kedua Struktur Organisasi dan Pengadaan Tenaga Kerja Paragraf 1 Struktur organisasi Pasal 4 (1) Struktur organisasi perusahaan tambang wajib dikonsultasikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mendapat pengesahan. (2) Dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi, perusahaan tambang wajib mendapat pengesahan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Paragraf 2 Pengadaan Tenaga Kerja Indonesia Pasal 5 (1) Perusahaan tambang harus mengutamakan penggunaan TKI dalam pelaksanaan setiap tahap kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. (2) Pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara berjenjang kepada tenaga kerja setempat, tenaga kerja kabupaten/kota, dan tenaga kerja provinsi dimana lokasi tambang berada serta tenaga kerja dari wilayah provinsi lain. (3) Pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memperhatikan kompetensi kerja TKI. Pasal 6 (1) Setiap perusahaan tambang wajib memberikan pelatihan dan pendidikan untuk TKI dalam berbagai jenjang sesuai dengan jabatannya. (2) Setiap TKI yang menduduki jabatan struktural pada perusahaan wajib masuk dalam struktur organisasi perusahaan tambang. Pasal 7 (1) Dalam hal pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak dapat terpenuhi maka perusahaan tambang dapat mengajukan pengadaan TKA dengan pembatasan berdasarkan jenis jabatan dan jangka waktu penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7 -7- (2) Tidak terpenuhinya (2) Tidak terpenuhinya TKI untuk menduduki suatu jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik. Paragraf 3 Pengadaan Tenaga Kerja Asing Pasal 8 (1) Perusahaan tambang yang akan mempekerjakan TKA wajib menyusun rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 didasarkan kebutuhan pada tahapan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang sedang berlangsung. (2) Rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan guna mewujudkan alih teknologi dan alih keahlian di bidang pertambangan mineral dan batubara atau bidang yang dikuasai oleh TKA kepada TKI. (3) Rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam bentuk RPTKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. (4) Untuk setiap posisi jabatan yang akan diperuntukan bagi TKA dalam RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang telah diduduki TKA wajib tercantum dalam bagan struktur organisasi perusahaan tambang. (5) Setiap posisi jabatan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki TKI pendamping yang posisi jabatannya harus memiliki level jabatan setingkat di bawah level jabatan TKA. (6) TKI pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memiliki latar belakang pendidikan dan/atau kompetensi kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA yang didampingi. (7) Khusus untuk posisi jabatan direktur dan jabatan lainnya yang membidangi personalia tidak dapat diduduki oleh TKA. (8) Untuk setiap posisi jabatan yang diduduki TKA harus tercantum dalam bagan struktur organisasi perusahaan tambang dan wajib berkedudukan di Indonesia. Pasal 9 Setiap perusahaan tambang dilarang mempekerjakan TKA: a. pada lebih dari 1 (satu) jabatan; b. yang telah dipekerjakan oleh perusahaan tambang lain; dan c. diluar jabatan yang tercantum pada RPTKA yang telah mendapat rekomendasi Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Bagian Keempat
8 -8- Bagian Keempat Rekomendasi RPTKA Paragraf 1 Tata Cara Pemberian Pasal 10 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mempekerjakan TKA wajib mendapatkan pengesahan RPTKA dari Menteri yang lingkup tugasnya di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Perusahaan tambang sebelum mengajukan permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan rekomendasi RPTKA dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk mengajukan permohonan: a. pengesahan RPTKA; b. perubahan terhadap RPTKA yang telah disahkan; dan c. pengesahan perpanjangan RPTKA. kepada Menteri yang lingkup tugasnya dibidang ketenagakerjaan. Pasal 11 (1) Untuk mendapatkan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi RPTKA secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. struktur organisasi perusahaan; b. alasan penggunaan TKA; c. pernyataan tertulis mengenai kesanggupan untuk alih keahlian dan teknologi kepada TKI; d. daftar isian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I B Peraturan Menteri ini; dan e. Copy Kontrak Kerja serta Izin Usaha Jasa bagi pemegang IUJP. Pasal 12
9 -9- Pasal 12 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi RPTKA diterima secara lengkap dan benar wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi RPTKA harus melakukan evaluasi teknis terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (3) Dalam hal pelaksanaan evaluasi teknis terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan klarifikasi lebih lanjut, Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota dapat berkoordinasi dengan perusahaan atau dengan instansi terkait. Pasal 13 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi RPTKA kepada perusahaan tambang. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Pasal 14 Pengesahan RPTKA pada jabatan tertentu di luar jabatan struktural dapat diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Pasal 15 Perusahaan tambang wajib menyampaikan salinan RPTKA yang telah mendapat pengesahan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Paragraf 2
10 -10- Paragraf 2 Rekomendasi Perpanjangan RPTKA Pasal 16 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan memperpanjang RPTKA wajib mendapatkan pengesahan perpanjangan RPTKA dari Menteri yang lingkup tugasnya dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Perusahaan tambang sebelum mengajukan permohonan pengesahan perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan rekomendasi perpanjangan RPTKA dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya RPTKA. (4) Permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. alasan perpanjangan RPTKA; b. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada TKI pendamping; c. salinan keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan d. salinan IMTA yang masih berlaku. Pasal 17 Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA dari perusahaan diterima secara lengkap dan benar. Pasal 18 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 maka diterbitkan surat rekomendasi perpanjangan RPTKA kepada perusahaan tambang. (2) Dalam hal
11 -11- (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan disertai dengan alasannya. Bagian Kelima Hubungan Industrial Pasal 19 (1) Perusahaan tambang yang hendak melakukan pemutusan hubungan kerja serta menyelesaikan perselisihan hubungan industrial wajib menyampaikan dan mengkonsultasikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. (2) Perusahaan tambang wajib memperlakukan sama terhadap seluruh tenaga kerja tanpa memandang kebangsaan dalam pemberian fasilitas, kesempatan karier serta dalam sistem penggajian. Bagian Keenam Program Indonesianisasi Pasal 20 Perusahaan tambang wajib: a. menyusun rencana program Indonesianisasi; b. menyusun rencana program pendidikan dan pelatihan bagi seluruh TKI dalam rangka proses Indonesianisasi; dan c. melaksanakan suatu program untuk memperkenalkan kepada TKA tentang hukum, dan budaya Indonesia. BAB III TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Bagian Kesatu UMUM Pasal 21 (1) Perusahaan tambang dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya produk dalam negeri dan produk impor yang dijual di Indonesia. (2) Untuk memenuhi
12 -12- (2) Untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan dapat mengajukan permohonan : a. masterlist; b. impor sementara; atau c. remanufactured dan/atau rekondisi barang. (3) Barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya yang tidak digunakan lagi oleh perusahaan tambang, dapat diajukan permohonan : a. penghapusan dan/atau pemanfaatan (pemindah tanganan, hibah, pemusnahan); b. re-ekspor; atau c. disposal. Bagian Kedua Masterlist Pasal 22 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a wajib mendapatkan rekomendasi masterlist dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi masterlist secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A Peraturan Menteri ini untuk kebutuhan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan harus dilampiri: a. rencana kerja dan anggaran biaya; b. laporan realisasi masterlist sampai dengan triwulan III; c. surat persetujuan tahapan terakhir; d. softcopy masterlist; e. daftar proyek lanjutan dan/atau baru; dan f. daftar perusahaan pemasok barang. (4) Khusus untuk IUJP, yang dapat mengajukan Masterlist adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki fasilitas dari Pemerintah. Pasal 23
13 -13- Pasal 23 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi masterlist diterima secara lengkap dan benar. (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi masterlist harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3). Pasal 24 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi masterlist kepada perusahaan tambang dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Pasal 25 (1) Perusahaan tambang yang melakukan impor barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya tidak menggunakan masterlist harus menanggung semua biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penambahan dan/atau perubahan masterlist dapat dilakukan maksimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dan diajukan paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan. (3) Pengecualian dari ketentuan ayat (2) dapat diberikan dalam keadaan kahar dengan disertai dokumen lengkap dan alasanalasan yang spesifik. (4) Penambahan masterlist melebihi 10% (sepuluh persen) dari nilai yang disetujui, harus mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran biaya perusahaan tambang. Bagian Ketiga
14 -14- Bagian Ketiga Impor Sementara Pasal 26 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b wajib mendapatkan rekomendasi impor sementara dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi impor sementara secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A Peraturan Menteri ini untuk penggunaan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; b. deskripsi barang; c. jumlah barang; d. harga barang; e. negara asal barang; f. daftar proyek lanjutan dan/atau baru; dan g. alasan penggunaan barang. Pasal 27 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi impor sementara harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). Pasal 28
15 -15- Pasal 28 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi impor sementara dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran III B Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Bagian Keempat Remanufactured dan/atau Rekondisi Barang Pasal 29 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c wajib mendapatkan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; b. negara tujuan dan/atau negara asal barang; dan c. dasar/alasan remanufactured dan/atau rekondisi. Pasal 30 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Menteri
16 -16- (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3). Pasal 31 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran IV B Peraturan Menteri Ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Bagian Kelima Penghapusan dan/atau Pemanfaatan Pasal 32 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf a wajib mendapatkan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; b. asal barang; c. dokumen sales agreement; d. surat
17 -17- d. surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan kewajiban kepabeanan dan pajak atau bukti pembayaran kewajiban kepabeanan dan pajak; dan e. dasar/alasan melakukan penghapusan dan pemanfaatan. Pasal 33 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3). Pasal 34 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran V B Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Bagian Keenam Re-Ekspor Pasal 35 (1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf b wajib mendapatkan rekomendasi re-ekspor dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk
18 -18- (2) Untuk mendapatkan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi re-ekspor secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; b. jenis dan jumlah barang serta harga saat pembelian; c. negara tujuan; dan d. dasar/alasan melakukan re-ekspor. Pasal 36 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi re-ekspor harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3). Pasal 37 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi re-ekspor dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran VI B Peraturan Menteri Ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya. Bagian Ketujuh
19 -19- Bagian Ketujuh Disposal Pasal 38 (1) Setiap perusahaan tambang dapat mengajukan permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf c untuk mendapatkan persetujuan disposal dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan persetujuan disposal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan disposal secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Permohonan Disposal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; dan b. dasar/alasan melakukan disposal. Pasal 39 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan persetujuan disposal harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3). Pasal 40 (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau persetujuan atas permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) maka diterbitkan surat persetujuan disposal dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran VII B Peraturan Menteri Ini. (2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau penolakan atas permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis dengan disertai alasannya. BAB IV
20 -20- BAB IV PELAPORAN Pasal 41 (1) Perusahaan tambang wajib menyampaikan: a. copy RPTKA yang telah mendapat persetujuan dari Menteri yang lingkup tugasnya di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. daftar dan posisi jabatan TKA yang dipekerjakan; c. program pendidikan dan pelatihan untuk seluruh TKI dan TKI pendamping; d. laporan realisasi pendidikan dan pelatihan terhadap seluruh TKI dan TKI pendamping; e. realisasi program alih teknologi yang telah diberikan oleh TKA kepada TKI pendamping kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Perusahaan tambang wajib menyampaikan laporan realisasi masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor, dan disposal kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setiap triwulan dan tahunan sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran VIII, Lampiran IX A dan IX B Peraturan Menteri ini. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 42 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap penggunaan tenaga kerja, pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap saat. Pasal 43
21 -21- Pasal 43 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) berhak melakukan verifikasi terhadap masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor, dan disposal. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek legal, teknis, tingkat kebutuhan, dan asal barang. (3) Verifikasi terhadap aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jenis/kategori, deskripsi barang, spesifikasi, jumlah dan harga, serta tujuan penggunaan barang modal. BAB VI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 44 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan tambang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 6, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (4), (5), (6), dan (8), Pasal 9, Pasal 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 15, Pasal 16 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 41. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau b. tidak diberikan pelayanan terhadap permohonan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya. Pasal 45 (1) Sanksi admisitratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. (2) Perusahaan tambang yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah peringatan tertulis ke 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi Pasal 31 ayat (2) huruf b. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b dikenakan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. (4) Apabila
22 -22- (4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan perusahaan tidak menyampaikan laporan, maka Perusahaan tambang tidak diberikan pelayanan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang ditandatangani sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dalam permohonan pengadaan tenaga kerja, masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi barang, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor dan disposal wajib mengikuti Ketentuan Peraturan Menteri ini. Pasal 47 Permohonan pengadaan tenaga kerja, masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi barang, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor dan disposal yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan dan belum mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Pada saat mulai diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 49
23 -23- Pasal 49 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, DARWIN ZAHEDY SALEH Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR..
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.
No.546, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Lebih terperinciApabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke:
Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke: puu.sdbh.minerba@gmail.com MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR:
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PPM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
No.1878, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PPM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 31 TAHUN 2013 TENTANG
. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 31 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING SERTA PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA KERJA PENDAMPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciMENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA NOMOR :... TENTANG DIVESTASI SAHAM
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :... TENTANG DIVESTASI SAHAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER
Lebih terperinciPERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG TENAGA KERJA ASING PERPRES 72 TAHUN 2014 DAN PERPRES NO 20 TAHUN 2018
LAMPIRAN KAJI CEPAT PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG TENAGA KERJA ASING PERPRES 72 TAHUN 2014 DAN PERPRES NO 20 TAHUN 2018 KETENTUAN PERPRES 72 TAHUN
Lebih terperinci11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN
11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 20/MEN/III/2004 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Lebih terperinci2015, No c. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, perlu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.464, 2015 KEMENKEU. Bea Masuk. Impor Barang Modal. Industri Pembangkitan Tenaga Listrik. Umum. Pembebasan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 /PMK.010/2015
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.
No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK
Lebih terperinci2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur
No.668, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34
Lebih terperinciPeraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010
Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciKEPMEN NO. 228 TH 2003
KEPMEN NO. 228 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 228 /MEN/2003 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING MENTERI TENAGA KERJA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM DIVESTASI PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci2018, No Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2018 KETENAGAKERJAAN. Tenaga Kerja Asing. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2014, 2014 KEMEN ESDM. Sistem Manajemen. Keselamatan. Pertambangan. Mineral dan Batubara. Penerapan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung perekonomian
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman.
No.156, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 11 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.512, 2014 KEMEN ESDM. Rekomendasi. Penjualan Mineral. Luar Negeri. Hasil Pengolahan. Pemurnian. Tata Cara. Persyaratan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 03/PRT/M/2016 TENTANG PETUNJUK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN DAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
- 2 - Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1004, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Industri. Listrik. Pembebasan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154/PMK.011/2012 TENTANG
Lebih terperinciMENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 34 TAHUN 2009 TENTANG PENGUTAMAAN PEMASOKAN KEBUTUHAN MINERAL DAN BATUBARA UNTUK KEPENTINGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Lebih terperinci- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 2. Undang-Undang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan.
No.341, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-07/MEN/IV/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-07/MEN/IV/2006 TENTANG PENYEDERHANAAN PROSEDUR MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING (IMTA) MENTERI TENAGA KERJA
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
Lebih terperinci- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.
- 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA
142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA Contributed by Administrator Thursday, 25 August 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA
Lebih terperinci2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia
No.687, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penjualan Mineral ke Luar Negeri. Pensyaratan dan Pemberian Rekomendasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI TUNJANGAN PROFESI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA DAERAH PROVINSI, KABUPATEN,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.04/2016 TENT ANG PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK. 011/2009 TENTANG PEMBEBASAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.112, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Rekomendasi. Perusahaan. Kawasan Berikat. Penjualan. Daerah Pabean. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/M-IND/PER/1/2014
Lebih terperinci- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2-2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 54, 2017 KEMEN-KOMINFO. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.970, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Penempatan. Perlindungan. TKI. Sanksi Administrasi.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Penempatan. Perlindungan. TKI. Sanksi Administrasi. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 212/PMK.07/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI PROGNOSA DEFINITIF TUNJANGAN PROFESI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 211/PMK.07/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI PROGNOSA DEFINITIF DANA TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015
Lebih terperinci- 3 - Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
- 2 - b. bahwa untuk memberikan kepastian berusaha bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, perlu mengatur kembali hak dan larangan bagi pemegang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.
No.528, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2015
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20
No.267, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi. Kelanjutan Operasi Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Tata
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1500, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Penambahan. Pengurangan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.67, 2014 KEMEN ESDM. Dekonsentrasi. Energi dan Sumber Daya Mineral. Gubernur. TA 2014. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING SERTA PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA KERJA PENDAMPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kerjasama. Badan Swasta Asing. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.539, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembebasan Bea Masuk. Impor Mesin. Pengembangan Industri. Penanaman Modal. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN
Lebih terperinci2011, No.95 2 umum, perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerin
No.95, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembebasan Bea Masuk. Impor Barang. Kepentingan Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 /PMK.011/2011 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013
Lebih terperinci2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem
No.201, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Tambahan Penghasilan. Guru PNS Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 /PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya penggunaan teknologi
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA
UU No. 4/2009 Pertambangan Mineral dan Batubara. Usaha pertambangan dikelompokkan atas: a. pertambangan mineral; dan b. pertambangan batubara. Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada pertambangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.
No.288, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2013 TENTANG
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciPENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PADA WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH
PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PADA WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH www.indonesianindustry.com I. PENDAHULUAN Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.913, 2011 KEMENTERIAN SOSIAL. Lembaga Kesejahteraan Sosial. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KESEJAHTERAAN
Lebih terperinci-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe
No.4, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6012) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.011/2009 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.011/2009 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN SERTA BARANG DAN BAHAN UNTUK PEMBANGUNAN ATAU PENGEMBANGAN INDUSTRI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinci2011, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Tunjangan Profesi Guru. PNS. Daerah. Pedoman Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinci2015, No IndonesiaTahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tent
No.885, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Orang Asing. Pengurusan Dokumen. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGURUSAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1, 2014 PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinci2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut
No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha
Lebih terperinci