BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metronidazol Sifat fisika kimia metronidazol Struktur kimia metronidazol dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini: NO 2 N OH N CH 3 Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol Rumus molekul metronidazol adalah C 9 H 9 N 3 O 3 dengan nama kimia (1β-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitromidazol, mempunyai berat molekul 171,16. Pemeriannya antara lain: Serbuk hablur; putih atau kuning gading; bau lemah; rasa pahit dan agak asin. Larut dalam 100 bagian air, dalam 200 bagian etanol (95%) P dan dalam 250 bagian klorofom P; sukar larut dalam eter P.(Ditjen POM, 1995) Farmakologi Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup Trikomonasi Gardnerella Vaginalis,Entamoeba Histolytica, dan Guardian Lamblia. Aktifitas antibakterinya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus bedah dan ginekologis terutama bacteroides fragilis. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan struktur helik DNA

2 dan putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat dan kematian sel. (Sukandar, dkk.,2008) Farmakokinetik Absorbsi metronidazol berlangsung dengan sangat baik sesudah pemberian oral. Metronidazole diserap dengan baik secara oral dengan eliminasi plasma dengan waktu paruh mulai 6-7 jam (Mourya, et al., 2010). Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena disebabkan oleh absorbsi yang buruk atau metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi dalam urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolis hasil oksidasi dan glukoronidasi. Metronidazol juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina dan lainlain (Sukandar, dkk.,2008). 2.2 Alginat Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman. Alginat adalah kopolimer anionik yang terdiri dari residu asam β-dmanuronat dan asam α-l-guluronat dalam ikatan 1,4. (Dornish and Dessen, 2004). Alginat komersial paling banyak diproduksi dari Laminaria hyperborea, Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Eclonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antarctica, dan Sargassum sp (Draget, et al., 2005). Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan asam uronat dalam berbagai sepsies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field.

3 Tabel 2.1 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga Perbandingan asam uronat (%) Nama Spesies Asam Guluronat (G) Asam Manuronat (M) Laminaria hyperborean (blade) Macrocystis pyrifera Laminaria digitata Ascophyllum nodosum (old tissue) Laminaria japonica Eclonia maxima Lessonia nigrescens Durvillea Antarctica Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku atau lebih fleksibel (Draget, et al., 2005) Struktur kimia alginat Alginat merupakan sebuah kopolimer tak bercabang yang dibentuk dari 2 monomer, asam β-d-manuronat (M) dan epimer C-5nya asam α-l-guluronat (G), yang dihubungkan oleh ikatan 1 4 glikosida. Telah ditemukan bahwa alginat dibentuk dari monomer-monomer M dan G. Hal ini mengimplikasikan tiga tipe urutan blok yang dapat ditemukan dari molekul alginat yaitu homopolimerik blok M (M-M-M), homopolimerik blok G (G-G-G), dan heteropolimerik (G-M-G-M) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

4 Gambar 2.2 Struktur kimia alginat Jumlah relatif dari dua monomer asam uronat dan pengaturan urutan dari kedua monomer tersebut sepanjang rantai polimer sangat bervariasi, tergantung pada jenis alginate (Dornish and Dessen, 2004) Sifat alginat Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter berikut, antara lain: - ph pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat. - Kekuatan ionik total zat terlarut juga memainkan peranan penting (efek salting-out kation-kation non-gelling), dan - Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan (Draget, et al., 2005).

5 Dasar dari sifat pembentuk gel alginat ialah karakteristik spesifik pengikatan ion. Eksperimen yang mencakup dialisis kesetimbangan alginat telah menunjukkan bahwa pengikatan selektif dari ion-ion logam alkali tanah tertentu (contoh. Pengikatan Ca 2+ dengan alginat lebih kuat dan kooperatif dibanding dengan Mg 2+ ) meningkat tajam dengan adanya peningkatan kandungan residu α-l-guluronat dalam rantai. Blok-blok poli-mannuronat dan blok-blok selang-seling hampir tanpa selektivitas (Draget, et al., 2005). Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel alginat dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980). Untuk kepentingan farmasetik digunakan natrium alginat, dimana larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling stabil pada daerah ph 6-7, pada ph 4,5 asam bebasnya akan mengendap. Pemanasan yang kuat dan lama, terutama >70 o C dihindari, karena akan

6 mengalami kehilangan viskositas akibat terjadinya polimerisasi. Sediaan disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight, 1995). 2.3 Kitosan Kitin adalah polisakarida yang paling melimpah di alam, yang kedua setelah selulosa. Tulang punggung gulanya mengandung glukosamin ikatan β- 1,4 dengan tingkatan N-asetilasi yang tinggi, strukturnya sangat mirip dengan selulosa, perbedaan satu-satunya ialah pemindahan beberapa hidroksil oleh gugus amino. Biopolimer polikationik ini merupakan komponen struktural rangka luar krustasea dan serangga, dan juga ada dalam beberapa fungi. Sumber utama kitin untuk industri adalah sampah kulit udang, lobster, dan kepiting, yang mana sampah-sampah tersebut mengandung senyawa organik sebanyak 70% (Felt, et al., 1998). Turunan kitin dinamakan kitosan, yang biasanya dihasilkan oleh deasetilasi alkali, kedua polimer dibedakan oleh ketidaklarutan atau kelarutan dalam larutan cairan asam encer. Dikarenakan kitosan memiliki sifat biologi yang disukai seperti tidak toksik, biokompatibilitas dan biodegradabilitas, sehingga kitosan menarik perhatian yang besar dalam bidang farmasetikal dan biomedis. Secara biomedis, kitosan dilaporkan memilliki sifat-sifat farmakologi seperti aksi hipokolesterolemik, antasida dan aktivitas antiulkus. Sebagai tambahan, karakter polikationik memberikan kitosan kemampuan untuk mengikat dengan kuat beberapa sel-sel mamalia, yang mengarah kepada

7 banyaknya kegunaan, termasuk kegunaan hemostatik dan spermisidal (Felt, et al., 1998) Struktur kimia kitosan Kitosan merupakan biopolimer yang linear, tidak bercabang, polimer yang dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan N-asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(14). Hasil deasetilasi kitin terdapat sebagai distribusi acak unit-unit glukosamin sepanjang rantai polimer. Struktur kimia dari kitin dan kitosan ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur kimia kitin dan kitosan Sifat kitosan Dalam larutan, garam kitosan membawa muatan positif melalui protonisasi gugus amino bebas pada glukosamin. Kationik alam kitosan memberi polimer ini sifat bioadhesif. Sebagai tambahan untuk mempengaruhi sifat bioadhesif kitosan, tingkat deasetilasi juga mempengaruhi kelarutan. Sebagai contoh, kitosan dengan deasetilasi 95% akan larut sempurna pada ph 5

8 tetapi tidak larut sama sekali pada ph 6,5. Kitosan dengan tingkatan deasetilasi yang rendah, sebagai contoh 63% akan mudah larut pada ph 7, sedang kitosan dengan deasetilasi 40% akan tetap tinggal pada ph 7 (Dornish and Dessen, 2004). Salah satu sifat kitosan yang penting untuk aplikasi penyampaian obat (contoh penyampaian obat nasal) adalah kemampuannya untuk menginduksi pembukaan jaringan ikat sementara pada lapisan epithelial. Hal ini telah ditunjukkan untuk bergantung pada bobot molekul dan tingkat deasetilasi (Dornish and Dessen, 2004). 2.4 Kalsium Alginat-Kitosan Alginat merupakan poliasam natural dan memiliki sifat yang unik dalam pembentukan gel dengan adanya kation multivalent seperti ion-ion kalsium dalam medium cair. Hal ini tampak melalui pengikatan ion-ion kalsium dalam rongga residu-residu asam guluronat, membentuk mikrokapsul polianion. Penambahan polikation seperti kitosan dengan karakteristik polikation yang unik, menuntun kepada interaksi kuat dengan alginat yang bermuatan negatif (Farahani, et al., 2006). Ketika butiran kalsium-alginat ditambahkan ke dalam larutan kitosan, interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari alginat dengan gugus amin dari kitosan menghasilkan pembentukan sebuah membran. Proses ini telah banyak digunakan dalam pembuatan membran alginat-kitosan dengan inti gel kalsiumalginat yang padat. Ada banyak keuntungan penyalutan dengan kitosan, seperti

9 peningkatan jumlah muatan obat dan sifat bioadesif, juga sifat pelepasan obat yang diperlama (Farahani, et al., 2006). 2.5 Matriks Matriks dapat digambarkan sebagai zat pembawa padat inert yang di dalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dengan bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam persen yang lebih kecil agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air meskipun ada beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam air. Jenis matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu tablet atau butir-butir kecil bergantung pada komposisi formula (Shargel, dkk., 1999). Lachman, dkk. (1994), menyatakan matriks digolongkan menjadi tiga jenis yaitu: a. Matriks tidak larut, inert Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida dan kopolimer akrilat, etil selulosa dirancang untuk tidak pecah dalam saluran cerna. Bentuk tablet dengan matriks ini tidak dapat digunakan untuk formulasi bahan aktif dalam miligram yang tinggi, dan obat yang sukar larut dalam air dimana disolusi dalam matriks sebagai pembatas laju disolusinya. b. Matriks tidak larut, dapat terkikis Matriks jenis ini mengontrol pelepasan melalui difusi pori dan erosi. Oleh karena itu karakteristik penglepasan lebih peka terhadap komposisi cairan

10 pencernaan dibandingkan dengan matriks polimer yang tidak larut secara keseluruhan. Pelepasan obat total dari matriks ini tidak mungkin terjadi, karena fraksi tertentu dari dosis tersebut disalut dengan lapisan tipis yang tidak permeabel. Penglepasan obat dari jenis matriks ini dikontrol lebih efektif dengan penambahan surfaktan atau zat pengikat dalam bentuk polimer-polimer hidrofilik, yang mendorong penetrasi air dan erosi matriks yang berurutan. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol. c. Matriks hidrofilik Penglepasan obat dikontrol oleh penetrasi air melalui suatu lapisan gel, yang dihasilkan dari hidrasi polimer dan difusi obat melalui matriks terhidrasi yang mengalami pengembangan, disamping erosi dari lapisan gel. Besarnya erosi dan difusi yang mengontrol penglepasan tergantung pada polimer yang dipilih untuk formulasi, dan juga pada perbandingan obat:polimer. Matriks jenis ini diantaranya adalah metal selulosa, Hidroksietil selulosa, Hidroksipropil metilselulosa, Natrium karboksimetilselulosa, Natrium alginat, Xanthan gum dan karbopol, Sebuah sistem matriks memiliki kandungan aktif dan tidak aktif yang dicampur secara homogen dalam bentuk dosis. Hal tersebut yang jarang dari yang paling umum digunakan dalam teknologi oral controlled release, dan popularitas dari sistem matriks dapat dikaitkan kepada beberapa faktor. Pertama, tidak seperti sistem reservoir dan osmotic, produk-produk dengan dasar rancangan matriks dapat dibuat menggunakan proses dan peralatan

11 konvensional. Kedua, waktu perkembangan dan biaya yang bersesuaian dengan sistem matriks umumnya kelihatan seperti yang diharapkan, dan tidak ada tambahan modal investasi yang diharuskan. Terakhir, sistem matriks mampu mengakomodasi baik kandungan obat berdosis rendah maupun yang tinggi dan mampu mengakomodasi kandungan aktif dengan kisaran sifat-sifat fisik dan kimia yang cukup luas. Sebagaimana dengan teknologi yang lain, sistem matriks juga memiliki keterbatasan tertentu. Pertama, sistem matriks memiliki sifat yang kurang fleksibel dalam penambahan tingkat dosis konstan yang mengalami perubahan, seperti yang disyaratkan oleh studi klinis ke depan. Saat kekuatan dosis baru dipandang perlu, lebih sering terjadi dan bukanlah formulasi baru sehingga dengan demikian diharapkan sumber daya tambahan. Lebih lanjut, untuk beberapa produk yang membutuhkan profil pelepasan yang unik (misalnya pelepasan ganda dua atau pelepasan tertunda tambah pelepasan diperpanjang), teknologi bahan berdasar matriks yang lebih kompleks seperti tablet selaput (misal Alegra D) akan dibutuhkan kemudian Pengembangan matriks Sifat pengembangan matriks polimerik dapat berpengaruh terhadap kinetika pelepasan obat dan sifat dosis muatan, juga perubahan sediaan dan kegunaan dari sistem pelepasan. Untuk polimer-polimer netral, jumlah pelarut yang dapat diabsorbsi bergantung kepada afinitas pelarut kimia untuk polimer dan sifat elastik jaringan polimer yang telah mengembang, yang mana sebaliknya, sangat bergantung kepada jumlah ikatan-ikatan intermolekular,

12 yaitu densitas ikatan silang. Pada kasus polimer dengan muatan, kesetimbangan pengembangan matriks polimerik lebih rumit sebagaimana hal tersebut sangat bergantung juga pada kekuatan ionik. (Grassi and Grassi, 2005) Pelepasan obat dari matriks Kinetika pelepasan obat dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pengembangan polimer, erosi polimer, kelarutan obat atau karakteristik difusi, distribusi obat dalam matriks, perbandingan obat:polimer dan sistem geometri dari matriks (silinder maupun bulat). Selama mengalami sentuhan dengan cairan yang dilepaskan (air atau media fisiologis), polimer matriks mengembang dan pelarutan obat dapat terjadi. Seketika setelah konsentrasi pelarut di sekitarnya melebihi ambang batas, ikatan polimerik terlepas sehingga terjadi perubahan polimer dari seperti kaca atau karet menjadi kelihatan seperti lapisan gel. Perubahan ini mengimplikasikan perubahan molekular rantai-rantai polimerik yang cenderung mencapai kondisi kesetimbangan yang baru sedangkan yang lama pecah oleh adanya pelarut yang datang. Perubahan dari bentuk seperti kaca ke bentuk seperti karet menghasilkan peningkatan yang besar terhadap mobilitas rantai-rantai polimer, sehingga lubang-lubang jaring bertambah besar dan obat tersebut dapat larut dan berdifusi melalui lapisan gel. Secara singkat pelepasan obat dari sistem matriks dapat diamati dari tiga bidang utama yang muncul selama proses penglepasan yaitu bidang yang terkikis, bidang yang mengembang dan bidang yang mengalami difusi (Grassi and Grassi, 2005).

13 Higuchi mengusulkan suatu persamaan untuk menggambarkan kecepatan pelepasan obat yang terdispersi dalam suatu matriks yang padat dan inert. Keterangan : M ε τ Ca Ds Co = Jumlah obat yang dilepaskan dari matriks = Porositas matriks. = Tortuositas matriks. = Kelarutan obat dalam medium pelepasan. = Koefisiensi difusi dalam medium pelepasan. = Jumlah total persen obat per unit dalam matriks. Persamaan diatas dapat ditulis menjadi sangat sederhana, yaitu: Dengan k adalah konstanta. Jika suatu plot dibuat antar M (jumlah total obat yangdilepaskan) versus akar waktu (t1/2) maka hubungan yang linier akan diperoleh (Grassi and Grassi, 2005). 2.6 Disolusi Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin, dkk., 2008). Gambar 2.4 Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin, dkk., 2008)

14 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi: i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi : i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat

15 meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. ph medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a. Metode Keranjang (Basket ) Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. Metode Dayung (Paddle) Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan

16 yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37 o C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket and rack dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat. 2.7 Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkontrol (Gennaro, 2000) Istilah pelepasan terkontrol menunjukkan bahwa pelepasan obat dari bentuk dari bentuk sediaan terjadi sesuai yang direncanakan, dapat diramalkan dan lebih lambat dari biasanya. Lebih tepatnya, pelepasan terkendali dapat didefinisikan sebagai: 1. Pelepasan berkesinambungan (sustained drug action) pada laju yang telah ditetapkan dengan mempertahankan tingkat obat yang efektif

17 relatif konstan dalam tubuh dengan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan 2. Aksi obat terlokalisir (localized drug action) pada tempat kerja tertentu berdekatan atau dalam jaringan yang sakit atau organ. 3. Kerja obat bertarget (targeted drug action) dengan menggunakan pembawa atau turunan kimia untuk memberikan obat pada target jenis sel tertentu. 4. Menyediakan suatu sistem obat yang pelepasannya terkendali secara fisiologi maupun terapeutik. Tujuan ideal dalam perancangan sistem pelepasan terkendali adalah untuk memberikan obat pada tempat yang diinginkan pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Semua produk pelepasan terkendali bertujuan untuk meningkatkan terapi obat pada pasien. Kepatuhan pasien telah diakui sebagai komponen penting dalam keberhasilan terapi semua obat yang diberikan. Meminimalkan atau menghilangkan masalah kepatuhan pasien adalah keuntungan nyata dari terapi pelepasan terkendali. Karena sifat alamiah dari pelepasan kinetika, sistem pelepasan terkendali harus dapat menggunakan jumlah obat yang lebih sedikit selama waktu terapi dari sediaan konvensional. Keuntungan dari hal ini adalah penurunan atau penghapusan efek samping baik lokal maupun sistemik, mengurangi potensiasi atau pengurangan aktivitas obat dengan penggunaan kronis dan meminimalkan akumulasi drug dalam jaringan tubuh dengan dosis kronis.

18 Alasan yang paling penting untuk terapi obat pelepasan terkendali untuk meningkatkan efisiensi dalam pengobatan, terapi dioptimalkan. Hasil dari perolehan kadar obat dalam darah yang konstan dari sistem pelepasan terkontrol adalah untuk segera mencapai efek yang diinginkan dan mempertahankannya untuk jangka waktu yang diperpanjang. Selain itu, metode pelepasan terkendali dapat meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat. Misalnya, obat rentan terhadap inaktivasi enzimatik atau bakteri pengurai dapat dilindungi dengan sistem polimer enkapsulasi yang cocok untuk pelepasan terkendali. Untuk obat yang memiliki jendela khusus untuk penyerapan, peningkatan bioavailabilitas dapat dicapai dengan lokalisasi sistem pengiriman pelepasan terkendali di daerah tertentu dari saluran pencernaan.

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan untuk beberapa obat untuk meningkatkan bioavailabilitas dan menurunkan dosis terapinya. Diantara berbagai

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: RARAS RUSMININGSIH K 100 040 059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus Bangun : Nama Kimia : 1,3-dimethylxanthine Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian : Serbuk hablur, Putih; tidak berbau;

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, teknologi di bidang farmasi saat ini

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh : ALFA DWI WARSITI K. 100.040.055 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi kelainan musculoskeletal, seperti artritis rheumatoid, yang umumnya hanya meringankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan sulit bernafas terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang berlebihan dengan cara menyempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilen Glikol (PEG) Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) n CH 2 OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) banyak dimanfaatkan pada pengobatan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi menyaring zat sisa metabolisme tubuh yang harus dikeluarkan melalui ekskresi (Vanholder, 1992). Senyawa sisa metabolit tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natrium Diklofenak 2.1.1 Uraian Bahan Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Berat molekul : 318,13 Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indometasin 2.1.1. Uraian bahan (DITJEN POM, 1995) Rumus bangun : Rumus molekul : C 19 H 16 ClNO 4 Berat molekul : 357.79 Nama kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola-

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rute pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian obat yang paling nyaman dan paling sering digunakan (Badoni, et al.,2012). Namun, rute ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi antara lain: Hal-hal yang berdampak pada kelarutan Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi Hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker & BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai bentuk sediaan obat dirancang dan dikembangkan berdasarkan pada sifat fisika kimia, farmakologi dan farmakokinetika dari bahan obat, dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) 2.1 Definisi Floating System Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GRANUL Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari partikel kecil serbuk (7). Pemberiaan granul dapat dilakukan dengan memasukkan granul ke dalam kapsul gelatin

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis 2 BAB 1 PENDAHULUAN Pada umumnya kebanyakan orang dewasa dan lanjut usia sering mengalami penyakit darah tinggi (hipertensi). Hal ini tidak lagi hanya terjadi pada orang-orang dewasa atau lanjut usia saja,

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum (Peptic Ulcer) Ulkus peptikum merupakan kerusakan pada mukosa gastrointestinal yang meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya bergantung

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril merupakan golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang banyak digunakan sebagai pilihan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul diformulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul diformulasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul diformulasi untuk melepaskan zat aktif dengan segera sehingga didapat absorpsi sistemik obat

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer 2.1.1 Polietilen glikol (PEG) PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri bersaing untuk menghadirkan suatu sediaan obat yang memiliki harga yang murah dengan pemakaian yang mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci