BAB II LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR Pembahasan mengenai badan legislatif di Indonesia dalam masa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR Pembahasan mengenai badan legislatif di Indonesia dalam masa"

Transkripsi

1 BAB II LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Pembahasan mengenai badan legislatif di Indonesia dalam masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 akan diawali dengan membahas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terlebih dahulu. Lembaga MPR hanya ada di Indonesia, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, 2, dan 3. Yang membedakan lembaga ini dengan lembaga legislatif lainnya adalah anggota-anggotanya yang terdiri dari anggota DPR RI ditambah dengan utusanutusan daerah dari setiap provinsi di Indonesia. 42 Sebelum terbentuk MPR, seperti diketahui UUD 1945 berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945 yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketentuan UUD 1945 yang terkait dengan keberadaan MPR terdapat dalam rumusan Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, dan Pasal Akan tetapi, ketentuan-ketentuan di dalamnya tidak dilaksanakan sepenuhnya. Melihat kenyataan tersebut, beberapa lembaga negara yang sudah diatur dalam beberapa Pasal UUD 195 belum dapat dibentuk termasuk di dalamnya adalah MPR. Salah satu jalan keluar yang berhasil dirumuskan oleh PPKI adalah ditetapkannya Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi: Drs. H. Inu Kencana Syafie, M.Si.,dkk, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002, hal A.M. Fatwa, Melanjutkan Reformasi Membangun Demokrasi: Jejak Langkah Parlemen Indonesia Periode , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada 2004, hal Sri Soemantri, Ketetapan MPR(S) Sebagai salah satu Sumber Hukum Tata Negara, Remadja Karya, Bandung, 1985, hal. 11

2 Sebelum Majelis Permusyawaratan Raktarm Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional Adanya ketentuan dalam Aturan Peralihan memang dibutuhkan mengingat Indonesia masih berada pada zaman revolusi yang segala sesuatunya masih bersifat darurat sehingga tidak ada ketentuan yang mengatur pembentukan lembaga legislatif. Dijalankan. Dengan berdasarkan pasal tersebut, maka seluruh kegiatan legislatif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP dilantik oleh Presiden Soekarno pada tanggal 29 Agustus 1945 dengan beranggotakan sekitar 60 orang dan kemudian berkembang menjadi 539 orang pada tahun Tugas dan wewenang KNP dirumuskan dan ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 22 Agustus Secara rinci PPKI merumuskan tugas KNIP sebagai berikut: 46 a. Menyatakan kemauan rakyat Indonesia untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka. b. Mempersatukan rakyat dari segala tempat di seluruh Indonesia, persatuan kebangsaan yang bulat dan erat c. Membantu menentramkan rakyat dan turut menjaga keselamatan uum. d. Membantu pemimpin dalam menyelenggarakan cita-cita bangsa Indonesia dan di daerah untuk kepentingan umum. e. Komite Nasional Pusat memipin dan member petunjuk kepada Komite Nasional Daerah 45 Fatwa, Op. Cit., hal Ibid, hal

3 Seiring perkembangannya, fungsi dan wewenang KNIP menjadi lebih luas dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X. 47 Maklumat Wakil Presiden menjadikan KNP semakin kuat karena memiliki tugas dan wewenang yang besar. Isi Maklumat Wakil Presiden Nomor X adalah sebagai berikut 48 : a. Sebelum terbentuk MPR dan DPR, KNP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. b. Berhubung dengan gentingnya keadaan, pekerjaan sehari-hari KNP dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang anggotanya dipilih dari dan oleh anggota KNP dan bertanggung jawab kepada KNP. Mengingat tugas dan wewenangnya yang ikut menetapkan GBHN, maka KNP dapat disebut sebagai embrio MPR karena memiliki tugas dan wewenang yang kemudian menjadi tugas dan wewenang MPR sesuai Pasal 3 UUD Namun sejak berlakunya UUD 1945, Indonesia memusatkan kekuatannya untuk mempertahankan dan membela kemerdekaannya, sehingga UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan KNIP kemudian berhenti setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli Konstituante masa Konstitusi RIS dan UUD 1950 ( ) Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) setelah diadakan Konferensi Meja Bundar karena Belanda masih berusaha untuk menduduki beberapa wilayah Indonesia. Status Konstitusi RIS masih bersifat sementara sampai disusunnya konstitusi yang permanen. Terkait dengan lembaga permusyawaratan rakyat pada 47 Ibid 48 Ibid 49 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945; Sistem Perwakilan di Indonesia dan Masa Depan MPR, Fokus Media, Bandung, 2013, hal. 79.

4 masa itu, dalam konstitusi RIS dikenal lembaga Konstituante yang memiliki tugas dan wewenang MPR yaitu menetapkan UUD. Sistem pemerintahan Konstitusi RIS adalah parlementer dan pemegang kedaulatan menurut Konstitusi RIS Lembaga Konstituante merupakan gabungan dari DPR dan Senat. 50 Kondisi Negara RIS yang berada di bawah tekanan Belanda menyebabkan penolakan dan gugatan di beberapa daerah yang mengakibatkan pembubaran Negara RIS menjadi Negara Kesatuan. Konstitusi RIS juga tidak berlaku lagi diganti Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) UUDS mengatur lembaga permusyawaratan dengan nama yang sama dengan Konstitusi RIS yaitu Konstituante. Tugas Konstituante diatur dalam Pasal 134 UUDS 1950 yang isinya sama dengan Pasal 187 Konstitusi RIS. Anggota Konstituante dipilih oleh rakyat dengan ketentuan seorang anggota mewakili 150 ribu jiwa penduduk. 52 Pada tahun 1955 diselenggarakan pemilu untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia. Jumlah seluruh anggota Konstituante yang terpilih adalah 514 orang dengan tambahan 30 orang yang mewakili golongan minoritas (Cina, Eropa, dan wilayah yang masih dikuasai Belanda yaitu Irian Jaya). Anggota Konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956 dengan masa kerja selama hampir tiga tahun. Selama masa kerjanya, Konstituante telah mengadakan tujuh kali sidang pleno, dua di antaranya adalah rapat alat kelengkapan Konstituante untuk membahas rancangan Undang-Undang Dasar. 53 Konstituante menghasilkan 12 keputusan tentang materi-materi konstitusi dengan 157 pokok perumusan soal-soal dan pasal untuk UUD yang sedang disusun. 50 Samsul Wahidin, MPR RI dari Masa ke Masa, Jakarta, Bina Aksara, 1986, Hal Fatwa, Op. Cit., Hal Ibid 53 Ibid, hal. 43

5 Konstituante dibubarkan oleh Presiden Soekarno dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli Bersamaan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, UUD 1945 diberlakukan kembali dan kemudian dibentuk MPR Sementara (MPRS) dan DPA Sementara MPRS masa Demokrasi Terpimpin pada tahun MPRS dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1959 sebagai pelaksanaan dari Dekrit Presiden 5 Julli 1959 yang menetapkan empat hal yaitu, pertama pembubaran konstituante, kedua menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 agar berlaku kembali, ketiga pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, dan keempat pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara. 55 Susunan keanggotaan Majelis ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 1959 dengan ketentuan anggota DPR Gotong Royong sebanyak 94 orang dan utusan Golongan Karya sebanyak 232 orang 56. Pimpinan MPRS bersifat melembaga tetapi tidak terlepas dari pengaruh presiden karena pimpinan diberi predikat menteri yang berarti pembantu Presiden. Menteri pada masa ini diartikan sebagai pembantu presiden dan Ketua MPR sendiri berpredikat sebagai Wakil Perdana Menteri. Cara mengambil keputusan pada Sidang Umum MPR adalah berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan kemungkinan campur tangan Presiden sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965. Dalam ketetapan ini disebutkan bahwa apabila setelah diusahakan tetapi musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka masalahnya 54 Ibid, hal Soemantri,Op. Cit., hal Golongan Karya pada masa ini bukanlah Golongan Karya yang dibentuk pada tahun 1964 dan menjadi peserta Pemilu 1971 dst dan juga bukan Partai Golkar yang menjadi peserta Pemilu 1999 sampai saat ini. Budiardjo, Op. Cit., hal. 202.

6 diserahkan kepada Pimpinan MPRS. Dengan demikian tidak ada kemungkinan untuk mengambil keputusan dengan persetujuan suara terbanyak. 57 MPRS tidak dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti dinyatakan UUD 1945 karena anggota MPRS yang berasal dari DPR tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi diangkat Presiden. MPRS hanya dapat menetapkan GBHN tetapi tidak dapat mengubah UUD MPRS pada masa Demokrasi Terpimpin telah melaksanakan sidang sebanyak tiga kali. Dalam tiga kali Sidang Umum telah dihasilkan delapan ketetapan, yaitu Ketetapan Nomor I sampai dengan VIII dengan perincian dua ketetapan pada Sidang Umum I ( tanggal 19 November-3 Desember 1960), dua ketetapan pada Sidang Umum II (tanggal Mei 1963), dan empat ketetapan pada Sidang Umum III (11-16 April 1965). Hal yang penting dalam ketetapan tersebut adalah Ketetapan Nomor I/MPRS/1960 mengenai Manifesto Politik RI sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Ketetapan Nomor VIII/MPS/1965 perihal prinsip musyawarah untuk mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai pedoman bagi lembaga permusyawaratan/perwakilan. Di samping itu Majelis juga telah menghasilkan beberapa resolusi, keputusan, dan nota. 59 Terkait dengan MPR, MPRS menetapkan tugas dan wewenang MPR yang diatur dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut 60 : a. Melakukan sepenuhnya kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat (2)) b. Menetapkan/mengubah UUD (Pasal 3) 57 Ibid. 58 Ismail Sunny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta, Aksara Baru, 1977, hal Ibid. 60 Fatwa, Op. Cit., hal. 50.

7 c. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (Pasal 3) d. Memilih dan mengangkat Presiden maupun Wakil Presiden. (Pasal 6 dan Penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara ayat 3) MPRS masa Demokrasi Pancasila pada tahun Keberadaan MPR pada awal periode ini masih bersifat sementara karena susunan keanggotaannya masih belum mengacu pada UUD Hal tersebut disebabkan belum terselenggarannya Pemilihan Umum. Banyak perubahan yang terjadi pada susunan keanggotaan, di mana semua anggota MPRS yang terlibat keanggotaan PKI dan yang dianggap pendukung Soeharto digantikan. Selain itu diadakan penambahan anggota MPRS sehingga jumlahnya menjadi 828 orang 61 (dua kali lipat jumlah anggota DPR Gotong Royong). 62 Sidang Umum pada masa Demokrasi Pancasila dilaksanakan sebanyak tiga kali dan Sidang Istimewa dilaksanakan sekali. Perinciannya adalah sebagai berikut 63 : a. Sidang Umum IV, tanggal 20 Juni-5 Juli 1966 di Jakarta. Jumlah anggotanya adalah 545 orang, terdiri atas 241 anggota DPR, DPD sebanyak 110 orang, dan Golongan Karya sebanyak 194 orang. Karena merupakan masa transisi dari Orde Baru, banyak anggota Majelis yang mengalami pemecatan karena dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September PKI. Sidang Umum IV diketuai oleh Jend. A. H. Nasution 61 Berdasarkan Keputusan Presiden No. 92/1968 yang ditetapkan pada tanggal 12 Maret 1968, di mana terjadi penggantian keanggotan MPR sejumlah 32 orang. Mohammad Tolchah Mansoer, Pembahasan Beberapa Aspek tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal Ibid, hal Budiardjo,Op. Cit., hal. 203.

8 dan menghasilkan 24 Ketetapan (Ketetapan Nomor IX sampai dengan XXXII/MPRS/1966). b. Sidang Umum V dilaksanakan pada tanggal Maret 1968, dengan jumlah anggota yang mengikuti adalah 828 orang. Sidang umum ini menghasilkan delapan ketetapan (Ketetapan Nomor XXXVII sampai dengan XLIV/MPRS/1968). c. Sidang Istimewa dilaksanakan tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta diikuti anggota sebanyak 660 orang dan menghasilkan empat ketetapan (Ketetapan Nomor XXXIII sampai dengan XIIIVI/MPRS/1967). Dalam mengadakan penambahan dan hal lain yang menyangkut MPRS, melalui UU No. 10 tahun 1966, fungsi MPRS seperti fungsi MPR hasil pemilihan umum sampai terbentuknya MPR yang bersifat permanen. 64 Pimpinan MPR bersifat melembaga tetapi terlepas dari pengaruh Presiden karena menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1966 mengenai kedudukan MPR dan DPR Gotong Royong Pasal 19, Pimpinan MPR tidak dapat dirangkap dengan jabatanjabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Ketua, Hakim-Hakim Anggota Mahkamah Agung, Ketua dan Anggota BPK, Ketua dan Anggota DPA, dan jabatan-jabatan lain. 65 Faktor lainnya adalah semua fungsi lembaga negara telah dikembalikan menurut posisi dan fungsi sebagaimana yang diatur dalam UUD Dengan demikian kedudukan dan fungsi MPRS pada masa Demokrasi Pancasila luas sekali Yuhana, Op. Cit., hal Ibid 66 Yuhana, Op. Cit.,hal. 84

9 Di samping fungsi yang bersifat protokoler, Pimpinan MPRS juga bertugas memimpin dan mewakili MPRS, mengikuti dan mengawasi pelaksanaan ketetapan-ketetapan MPRS. Oleh karena itu Pimpinan MPRS berhak mengeluarkan keputusan-keputusan yang disebut Keputusan Pimpinan MPRS, Instuksi Pimpinan MPRS, Memorandum Pimpinan MPRS, dan Nota Pimpinan MPRS. Badan Pekerja MPRS juga bertugas untuk mengikuti dan mengawasi pelaksanaan ketetapan MPRS sehingga dapat merupakan kompetitor DPR Gotong Royong pada masa tersebut. 67 Cara menentukan Pimpinan MPRS juga berbeda dengan masa sebelumnya, yaitu dipilih dari antara anggota MPR itu sendiri. Cara mengambil keputusan dalam majelis masa Demokrasi Pancasila sama dengan majelis sebelumnya, yaitu musyawarah untuk mufakat tetapi tidak ada campur tangan Presiden walaupun kemungkinan untuk mengambil keputusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak juga telah diatur dalam Ketetapan MPRS itu sendiri. 68 MPRS ini bersidang 3 kali yaitu 2 kali Sidang Umum dan 1 kali Sidang Istimewa. MPRS ini juga menghasilkan beberapa keputusan, keputusan pimpinan dan nota pimpinan Budiardjo, Op. Cit., hal Ibid. 69 Ibid, hal. 203.

10 MPRS hasil Pemilihan Umum tahun Majelis ini dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Jumlah anggota seluruhnya adalah 920 orang yang terdiri dari 460 anggota DPR-RI, 130 orang Utusan Daerah, dan 530 orang utusan Golongan Karya. Majelis ini mengadakan Sidang Umum tanggal 12 sampai dengan tanggal 24 Maret 1973 di Jakarta dan menghasilkan delapan ketetapan dan beberapa keputusan, antara lain yang penting adalah Ketetapan Nomor IV/MPRS/1973 tentang GBHN. 70 Berbeda dengan Majelis sebelumnya, Majelis ini hanya memiliki dua jenis keputusan, yaitu: 71 a. Ketetapan MPR yang memiliki kekuatan hukum mengikat seluruh rakyat Indonesia dan seluruh lembaga negara dan lemabaga masyarakat. Ketetapan MPR adalah produk legislatif tertinggi dalam negara Republik Indonesia dan tidak dapat dibatalkan atau diubah oleh lembaga negara lain. b. Keputusan yang hanya memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis. Pimpinan Majelis bertugas sebagai pimpinan sidang-sidang dan pimpinan yang bersifat protokoler, tetapi tidak berwenang mengatasnamakan Majelis atau mengawasi ketetapan-ketetapan Majelis. Pimpinan Majelis juga tidak dapat dirangkap dengan jabatan-jabatan Presiden, Menteri, dan sebagainya. Sama halnya dengan pimpinan MPRS masa Demokrasi Pancasila, pimpinan majelis diangkat dari dan oleh anggotanya sendiri. Pimpinan hasil pemilihan umum 70 Ibid. hal Yuhana, Op. Cit., hal. 87.

11 tersebut dirangkap oleh pimpinan DPR-RI, kecuali wakil ketua yang diambil dari utusan daerah (DPD). Cara mengambil keputusan dalam sidang tetap menggunakan musyawarah untuk mufakat. 72 Setelah pengesahan keanggotaan MPR hasil pemilu tahun 1971, selama pemerintahan Soeharto pada setiap pasca pemilu (tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997) secara rutin diselenggarakan sidang MPR yang beragendakan pengucapan sumpah/janji anggota MPR pada 1 Oktober dan berselang beberapa waktu lamanya digelar sidang MPR untuk membahas dan mengambil putusan terhadap materi-materi yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh alat kelengkapan MPR, yaitu badan pekerja MPR, termasuk pemilihan presiden dan wakil presiden MPRS hasil Pemilihan Umum tahun dan tahun Jumlah anggota MPR dua kali anggota DPR, yaitu 920 orang, yang berlangsung sejak periode dan Pada tahun 1978 muncul Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978 di mana tertulis bahwa MPR adalah lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelaksana kedaulatan rakyat. 73 Ada lima hal yang menyebabkan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi 74, antara lain: a. MPR merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. b. MPR mewakili seluruh rakyat, seluruh golongan dan seluruh daerah. 72 Budiardjo, Op. Cit., hal Miriam Budiardjo dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 1996, hal Rosjidi Ranggawidjaja,S.H.,M.H., Hubungan Tata Kerja Antara Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden, Jakarta, Radar Jaya Offset, 1991, hal. 68.

12 c. MPR sebagai satu-satunya lembaga tertinggi negara pelaksana kedaulatan rakyat. d. MPR sebagai satu-satunya lembaga negara yang menetapkan Undang- Undang Dasar, memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden. e. MPR sebagai satu-satunya lembaga negara yang menetapkan haluan negara (staatsdoeleinden) dalam rangka melaksanakan politiek als ethiek atau taakstelling (politik dan etika atau tugas). Untuk periode , , dan , jumlah anggota MPR meningkat menjadi 1000 orang. Tambahan anggota ditunjuk mewakili kelompok dan golongan selain tiga partai peserta pemilu (Golkar, PDI, dan PPP). Cara kerja MPR berdasarkan UUD 1945, Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi: 75 Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Selain itu kinerja MPR juga ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (3) yang berbunyi: Segala keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak. Untuk keperluan tertentu MPR dapat bersidang lebih dari satu kali dalam lima tahun. MPR hasil Pemilu tahun 1997 melakukan Sidang Umum Maret 1998 dan juga mengadakan Sidang Istimewa pada November 1998, tetapi MPR hasil Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 hanya sidang sebanyak satu kali. 76 Pada Sidang Umum MPR tahun 1988, 1993, dan tahun 1998 tidak ada materi Ketetapan MPR yang bersifat khusus karena berbagai Ketetapan MPR yang disahkan 75 Yuhana, Op. Cit., Hal Ibid

13 bersifat rutin, antara lain Ketetapan MPR mengenai GBHN, pertanggungjawaban presiden, dan pengangkatan presiden dan wakil presiden. 77 Kedudukan, tugas, dan wewenang MPR diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 dan Penjelasan tentang UUD Negara Indonesia dalam menjelaskan sistem pemerintahan negara bagian ketiga yang menjelaskan bahwa kekuasaan negara tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sebelum terbentuk KNIP, cikal bakal perwakilan rakyat di Indonesia telah ada pada masa penjajahan Hindia Belanda yaitu Volkstraad. Volkstraad dibentuk sebagai dampak gerakan nasional serta perubahan yang mendasar di seluruh dunia dengan selesainya Perang Dunia I ( ). Volksraad dideklarasikan pada 16 Desember 1916 dengan anggota sebanyak 39 orang 79 di mana anggotanya mayoritas diangkat oleh Gubernur Belanda dan sebagian dipilih. Dalam perjalanan Volksraad muncul beberapa usul dari para anggota untuk mengubah susunan dan pengangkatan Volksraad agar dapat dijadikan tahap menuju Indonesia merdeka, namun selalu ditolak. Salah satunya adalah Petisi Sutardjo pada tahun 1935 yang berisi permohonan kepada Pemerintah Belanda agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan Berlanda dalam suatu perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan datang, atau Gerakan Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia. Petisi ini juga ditolak 77 Syafiie, Op. Cit., hal B.N. Marbun, DPR-RI Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Edisi Revisi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2000, hal Ibid, hal. 198.

14 pemerintah kolonial Belanda. 80 Dengan kata lain, Volksraad sebagai sebuah lembaga dalam konteks Indonesia sebagai wilayah jajahan pada saat itu memang hanya merupakan basa basi politik pemerintahan kolonial. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan Komite Nasional Indonesia Pusat ( ) Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Undang Undang Dasar Republik Indonesia yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar UUD 1945 kemudian menjadi dasar ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan kebijakan di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beranggotakan 137 orang. Tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Yang membedakan KNIP dengan DPR adalah KNIP memiliki tugas dan fungsi lain yaitu merangkap fungsi MPR dan juga DPA untuk membantu presiden. 81 Susunan kepemmpinan KNIP yang pertama adalah Kasman Singodimedjo sebagai ketua, Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I, J. Latuharhary sebagai wakil ketua II dan Adam Malik sebagai wakil ketua III Ibid, hal Dr. Muchtar Pakpahan,S.H.,M.H., DPR RI Semasa Orde Baru, Jakarta. Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal Fatwa, Op. Cit., hal. 39.

15 Kegiatan KNIP sehari-hari dipegang oleh Badan Pekerja KNIP (BP KNIP). BP KNIP dibentuk pada tanggal 17 Oktober 1945 dengan Sutan Sjahrir sebagai ketua dan wakil ketua Amir Sjarifuddin 83. KNIP telah mengadakan sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di medan-perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi dicerminkan dalam sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan golongan keras yang menentang perundingan. Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda telah dua kali menandatangani perjanjian, yaitu Linggarjati dan Renville. Tetapi semua persetujuan itu dilanggar oleh Belanda, dengan melancarkan agresi militer ke daerah Republik. Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai pada tanggal 17 Agustus 1950, sebagai badan perwakilan KNIP dan BP KNIP telah menjalankan hak dan kewajibannya. KNIP memiliki dua tugas yaitu membentuk undang-undang bersama pemerintah dan berperan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hak anggota KNIP diatur dalam peraturan Tata Tertib, yaitu mengajukan usul, interpelasi, angket pertanyaan, dan mosi. Fungsi pengawasan juga sebagian berhasil diputuskan menjadi perundang-undangan. KNIP telah menyetujui 133 Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang, di antaranya yang penting adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 1949 tentang pengesahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Di bidang pengawasan, KNIP mengadakan dua kali interpelasi dan mengeluarkan 6 mosi Budiardjo, Op.Cit, hal Pakpahan, Op. Cit., hal

16 Badan Legislatif Republik Indonesia Serikat ( ) Badan legislatif pada masa Republik Indonesia Serikat terdiri atas dua majelis, yaitu 32 orang yang bergabung dalam senat dan 146 orang yang bergabung dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Pada badan legislatif, 49 orang di antaranya berpusat di Yogyakarta. DPR memiliki hak budget, hak inisiatif, dan amandemen, di samping wewenang untuk menyusun rancangan undang-undang bersama-sama pemerintah. Hak-hak lainnya yang dimiliki adalah hak bertanya, hak interpelasi, hak angket. DPR tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet. 85 Dalam periode 1 tahun badan legislatif telah menyelesaikan 7 buah undang-undang termasuk di antaranya Undang-Undang No. 7 tahun 1950 tentang perubahan konstitusi sementara Republik Indonesia, 16 mosi, dan 1 interpelasi, baik oleh senat maupun DPR Dewan Perwakilan Rakyat Sementara ( ) Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) memiliki sekitar 235 anggota yang terdiri atas anggota bekas DPR dan bekas Senat Republik Indonesia Serikat, serta anggota Badan Pekerja KNIP dan anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Badan ini memiliki hak legislatif seperti hak budget, hak amandemen, hak inisiatif, dan hak kontrol seperti hak bertanya, interpelasi, angket, dan mosi. Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Undang- Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, Budiardjo, Op. Cit., hal Ibid 87 Ibid

17 UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). 88 Undang-undang ini diadopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat menjadi negara kesatuan. UUDS tersebut diberlakukan pada tanggal 17 Agustus Dalam UUDS Pasal 113 sampai Pasal 116 diatur bahwa DPR memiliki hak menetapkan anggaran belanja. Selain itu, pada Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan para menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik 89 bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri. Hal ini berarti DPR memiliki berhak dan berkewajiban mengawasi segala perbuatan pemerintah. DPRS dapat memaksa menteri untuk mengundurkan diri. Tetapi DPRS dapat dibubarkan oleh presiden, karena DPRS dianggap tidak lagi mewakili aspirasi rakyat. Hak-hak yang dimiliki DPRS adalah hak amandemen, hak interpelasi, hak angket, hak kekebalan, dan hak mengeluarkan suara. DPRS telah membahas 237 Rancangan Undang-Undang dan menyetujui 167 menjadi Undang-Undang, di antaranya yang terpenting adalah Undang- Undang Nomor 7 tahun 1953 tentang pemilihan anggota-anggota Konstituante dan anggota-anggota Badan Legislatif. DPRS juga telah menyetujui 21 mosi dari 82 mosi yang diusulkan, 16 interpelasi dari 24 yang diajukan, 1 angket, dan melaksanakan 2 kali hak budget Maksudi, Op. Cit., hal Ibid, hal Budiardjo, Op. Cit., hal. 333.

18 Dewan Perwakilan Rakyat ( ) Dengan berlakunya kembali UUD 1945, dan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1959, ditetapkan bahwa DPR hasil pemilihan umum 1955 menjalankan tugas DPR menurut UUD 1945 dan bekerja dalam suatu rangka yang lebih sempit dalam arti bahwa hak-haknya kurang terperinci dalam UUD 1945 jika dibandingkan dengan UUD RIS 1945 dan UUDS DPR ini sering disebut sebagai DPR Peralihan. DPR Peralihan mempunyai 262 anggota yang terdiri atas 56 anggota dari Partai Nasional Indonesia, 53 anggota dari Masyumi, 45 anggota dari Nadhatul Ulama, 33 anggota dari Partai Komunis Indonesia, dan selebihnya berasal dari partai-partai kecil. Jumlah fraksi adalah 18 dan 4 anggota tidak berfraksi. 91 Undang-Undang Dasar 1945 menentukan adanya sistem presidensial di mana DPR boleh menjatuhkan presiden. Secara formal kedudukan DPR terhadap badan eksekutif adalah sama derajat namun dalam beberapa hal kedudukan DPR terhadap presiden cukup kuat,oleh karena anggota DPR secara otomatis menjadi anggota MPR. Jumlah total DPR adalah 50% dari anggota MPR, jadi suara anggota DPR jika kompak dan bersatu dapat mempengaruhi suasana dalam MPR. 92 DPR memiliki hak untuk mengadakan sidang luar biasa MPR jika dianggap perlu untuk meminta tanggung jawab kepada Presiden, suatu hak yang tidak diberikan kepada Presiden. 91 Ibid, hal Dibuktikan pada saat Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tanggal 9 Juni 1966 yang diajukan kepada MPRS yang diterima sebagai Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966. Budiardjo, Ibid.

19 Menurut UUD 1945, wewenang badan legislatif mencakup ketetapan bahwa setiap undang-undang memerlukan persetujuan DPR (pasal 20). DPR memiliki hak inisiatif (pasal 21), hak untuk memprakarsai rancangan undangundang. Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Hak lain yang ditentukan dalam UUD 1945 adalah hak budget (pasal 23), yaitu hak untuk turut memutuskan rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 93 DPR Peralihan kemudian dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 tahun 1960 karena adanya perselisihan antara pemerintah dengan DPR Peralihan mengenai penetapan APBN. Dalam melaksanakan tugas di bidang pengawasan, DPR Peralihan memiliki hak-hak, seperti mengajukan pertanyaan, meminta keterangan, mengadakan penyelidikan, mengajukan amandemen, mengajukan usul pernyataan pendapat atau asal-usul lain, dan dapat mengajukan anjuran calon untuk mengisi suatu jabatan dalam hal demikian ditentukan oleh undang-undang. DPR Peralihan hanya menyelesaikan 5 buah undang-undang dan 2 buah usul pernyataan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong - Demokrasi Terpimpin ( ) DPR Gotong Royong didirikan dengan Penetapan Presiden Nomor 4 tahun 1960 sebagai pengganti DPR Peralihan yang dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 tahun Anggota DPR-GR berjumlah 283 orang, dengan 93 Ibid 94 Ibid, hal DPR Peralihan dibubarkan karena DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan. Maksudi, Op. Cit hal. 206.

20 komposisi 130 orang dari partai, 152 orang dari golongan karya, dan 1 wakil Irian. Semua anggota tidak dipilih, tetapi ditunjuk oleh presiden dari daftar-daftar yang diajukan oleh golongan masing-masing. DPR-GR sangat berbeda dengan badan legislatif sebelumnya karena tidak hanya bekerja dalam sistem pemerintahan yang lain, tetapi bekerja dalam suasana di mana DPR ditonjolkan sebagai pembantu pemerintah, yang dicerminkan dalam istilah Gotong Royong. Perubahan fungsi tersebut disusun dalam tata tertib DPR GR yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 tahun Dalam peraturan tersebut tidak disebut hak kontrol seperti hak bertanya dan hak interpelasi. 96 Kelemahan DPR Gotong Royong sebagai lembaga legislatif adalah DPR Gotong Royong kurang memakai hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan undang-undang. Selain itu DPR-GR telah membiarkan badan eksekutif mengadakan Penetapan-Penetapan Presiden atas dasar Dekrit Presiden 5 Juli 1959, seolah-olah dekrit merupakan sumber hukum baru, padahal Dekrit Presiden dibuat untuk menuntun Indonesia kembali pada UUD Semua perundangundangan seharusnya berdasarkan langsung pada UUD Selain itu, banyak keputusan penting (misalnya pengguntingan uang, politik konfrontasi, pengambilalihan perkebunan dan perusahaan asing) diputuskan di luar DPR-GR. 97 Perubahan lain yang terjadi adalah munculnya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 19 tahun 1964 yang memberi wewenang kepada presiden untuk campur tangan dalam pengadilan demi kepentingan revolusi. Undang-undang tersebut merupakan ketentuan yang dengan tegas menyalahi ketentuan UUD 1945, di mana dijelaskan kekuasaan kehakiman tidak terpengaruh 96 Budiardjo, Op. Cit., hal Ibid, hal. 335

21 kekuasaan pemerintah (pasal 24 dan 25). 98 Dalam hal keanggotaan, DPR juga mengalami perubahan besar. Jika DPR sebelumnya perwakilan berdasarkan asas perwakilan politik atau perwakilan partai-partai politik, maka dalam DPR-GR keanggotaan meliputi beberapa golongan karya seperti anggota dari angkatan bersenjata, petani, buruh, alim ulama, pemuda, koperasi, dan perempuan. Dari partai-partai politik banyak anggota DPR hasil pemilihan umum kembali menduduki kursi dalam DPR Gotong Royong, kecuali wakil-wakil dari partai Masyumi dan Partai Serikat Indonesia yang dibubarkan Presiden Soekarno pada tahun Pimpinan DPR GR diberi status sebagai menteri, di mana bertentangan dengan asas trias politica. Dalam Demokrasi Terpimpin sistem pemungutan suara diganti dengan sistem musyawarah untuk mencapai mufakat. Ketentuan ini terdapat dalam Amanat Presiden tahun 1959 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah cerminan asli kepribadian bangsa Indonesia yang sejak zaman purbakala mendasarkan sistem pemerintahan kepada seorang ketua yang tidak mendiktatori tetapi memimpin. Dalam tata tertib DPR GR (Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 1960, pasal 103) yang berlaku sampai September 1964, ditentukan bahwa keputusan sedapat mungkin diambil dengan kata mufakat, maka Presiden mengambil keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang dikemukakan dalam musyawarah/mufakat tetap dipertahankan, akan tetapi peranan Presiden dalam proses pengambilan keputusan tidak disebut Ibid, hal Ibid.

22 Selama masa kerjanya DPR Gotong Royong dari tanggal 25 Juni 1960 sampai dengan 15 November 1965 adalah sebagai berikut: 100 a. Tahun 1960, menghasilkan 5 Undang-undang dan 4 menyatakan pendapat. b. Tahun 1961, menghasilkan 22 Undang-undang dan 4 pernyataan pendapat. c. Tahun 1962, menghasilkan 19 Undang-undang dan 1 pernyataan pendapat d. Tahun 1963, menghasilkan 14 Undang-undang dan 1 pernyataan pendapat. e. Tahun 1964, menghasilkan 35 Undang-undang dan 5 pernyataan pendapat f. Tahun 1965, menghasilkan 21 Undang-undang dan 11 pernyataan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Demokrasi Pancasila ( ) Sesudah terjadi G 30 S/PKI, DPR Gotong Royong mengalami perubahan, baik mengenai keanggotaan maupun wewenangnya. Periode DPR Gotong Royong diawali dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1966 tentang keanggotaan, kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang DPR-GR. 101 Anggota PKI dikeluarkan, sedang partai-partai politik lainnya memakai hak recall untuk mengganti anggota yang dianggap terlibat atau bersimpati kepada PKI dengan wakil lain. Susunan keanggotaan DPR Gotong Royong berjumlah 242 orang, 102 orang dari jumlah tersebut merupakan anggota partai politik, yakni 44 anggota Partai Nasional Indonesia, 34 Nadhlatul Ulama, selebihnya adalah anggota dari beberapa partai kecil. Sedangkan 140 anggota lainnya berasal dari Golongan Karya (Golkar) dan ABRI. 102 Pada hakikatnya setelah 19 November 1966, 100 Pakpahan, Op. Cit., hal Pakpahan, Op. Cit., hal Budiardjo, Op. Cit., hal 337.

23 keanggotaan DPR-GR merupakan kelanjutan dari Peraturan Presiden No. 4 Tahun Pada tanggal 13 Februari 1968 Pj. Presiden Soeharto melantik anggota DPR GR sebanyak 414 yang dikelompokkan ke dalam fraksi-fraksi. Susunan keanggotaan DPR-GR setelah pelantikan sebagai berikut: Tabel 2.2. Susunan Keanggotaan DPR Gotong Royong Tahun Nama Partai Jumlah Anggota (Orang) Partai Nasional Indonesia 78 Nadhlatul Ulama 75 Partai Kristen Indonesia 17 Partai Katolik 15 PSII 20 IPKI 11 Perti 9 Murba 4 Partai Muslimin Indonesia 18 ABRI Per.Pres No. 4 Tahun 1960 menetapkan jumlah anggota, pimpinan serta penambahan Gotong Royong di belakang DPR. Pakpahan, Op. Cit., hal Ibid, hal. 80.

24 Karya Pembangunan A 32 Karya Pembangunan B 32 Karya Pembangunan C 28 Jumlah Anggota 414 Kedudukan dan wewenang DPR GR adalah sebagai berikut: 105 a. Bersama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya. b. Bersama dengan pemerintah membentuk undang-undang sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya. c. Melakukan pengawasan atas tindakan pemerintah sesuai UUD 1945 dan penjelasannya khususnya penjelasan Bab VII. Tata kerja DPR Gotong Royong diusahakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, terutama hal yang berkaitan dengan kontrol. Dalam Pasal 77 ayat 1 menentukan bahwa DPR melakukan pengawasan dengan usahausaha, antara lain: 106 d. Mengajukan pertanyaan e. Meminta keterangan (interpelasi) f. Mengadakan penyelidikan (angket) g. Mengajukan perubahan (amandemen) h. Mengajukan usul pernyataan pendapat atau asal usul lain 105 Maksudi, Op. Cit., hal Pakpahan, Op. Cit., hal 72.

25 i. Menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh Undang-Undang Dalam pengambilan keputusan, sistem mufakat masih dipertahankan dengan ketentuan bahwa keputusan harus diambil oleh anggota DPR sendiri tanpa ada campur tangan presiden. Di samping itu, ada kemungkinan untuk menggunakan cara dengan suara terbanyak oleh MPR berdasarkan Undang- Undang Dasar Ditetapkan bahwa dalam pengambilan keputusan diadakan dua tahap, pertama mencari mufakat. Jika tidak tercapai mufakat, jika menyangkut kepentingan nasional yang penting maka akan diadakan pemungutan suara secara rahasia dan tertulis atas sistem suara yang terbanyak. 107 DPR Gotong Royong pada masa Demokrasi Pancasila telah menyelesaikan 82 buah Undang-Undang, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, 7 buah resolusi, 9 buah penyataan pendapat, dan 1 buah angket Dewan Perwakilan Rakyat (hasil Pemilihan Umum 1971, ) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada masa ini adalah hasil pemilihan yang diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971 berdasarkan Undang- Undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1969 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD. Pengambilan sumpah jabatan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1971 oleh Oemar 107 Budiardjo, Op. Cit., hal Ibid.

26 Senoadji selaku Ketua MA.Badan legislatif ini memiliki 460 anggota (100 anggota diangkat, 360 anggota lainnya dipilih dalam pemilihan umum seperti yang disebut dalam Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1969) yang terdiri atas: 109 a. 261 anggota berasal dari Golongan Karya Pembangunan. 227 anggota tersebut dipilih melalui pemilihan umum, 25 anggota diangkat, dan 9 anggota mewakili Irian Jaya. b. 58 anggota Nadhlatul Ulama c. 24 anggota Parmusi d. 10 anggota dari PSII e. 2 anggota dari Perti f. 20 anggota dari PNI g. 7 anggota dari Parkindo h. 3 anggota dari Partai Katolik i. 75 anggota dari ABRI. Seluruh anggotanya diangkat. Untuk menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi kerja para anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat maka dibentuk fraksi dalam DPR-RI. Pengertian fraksi menurut peraturan tata tertib DPR RI (Keputusan Nomor 7/DPR-RI/III/71-72 Pasal 33 ayat 1) adalah pengelompokkan anggota DPR RI yang mencerminkan konstelasi pengelompokan politik dalam masyarakat yang terdiri dari unsur-unsur Golongan Karya dan Golongan Politik. Semua anggota DPR-RI wajib menjadi anggota Fraksi. Berdasarkan pengelompokkan fraksi maka ada 4 fraksi yang terbentuk yaitu: Pakpahan, Op.Cit.,hal Budiardjo, Op. Cit.,hal. 338.

27 a. Fraksi ABRI dengan anggota 75 orang b. Fraksi Karya Pembangunan beranggotakan 261 orang c. Fraksi Demokrat Pembangunan yang terdiri atas PNI, Parkindo, dan Partai Katolik yang setelah berfusi menjadi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia. Jumlah anggotanya adalah 30 orang. d. Fraksi Persatuan Pembangunan yang terdiri atas NU, Parmusi, PSII, dan Perti yang setelah berfusi menjadi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sehingga jumlahnya menjadi 94 orang. Selain pembentukan fraksi, terjadi juga penggabungan pimpinan MPRS dan DPR. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1966 pada pasal 8 dan pasal 9. Misalnya pada Pasal 9 ayat (1) berbunyi: 111 Sebelum memangku jabatannya, anggota-anggota pimpinan MPRS/DPR-GR diambil sumpah dan janjinya menurut agama masing-masing oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna terbuka MPRS/DPR-GR. Sesuai ketentuan UUD 1945, DPR-RI di samping membentuk Undang- Undang bersama pemerintah dan menetapkan APBN, juga bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan Pemerintah. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan, anggota DPR-RI memiliki hak antara lain: 112 a. Mengajukan pertanyaan b. Meminta keterangan (interpelasi) c. Mengadakan penyelidikan (angket) d. Mengadakan perubahan (amandemen) e. Mengajukan pernyataan pendapat 111 Pakpahan, Op.Cit., hal Ibid, hal. 339.

28 f. Mengajukan atau menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh perundang-undangan Pada masa kerja tahun terdapat 49 anggota diganti oleh organisasi induk. Jumlah tersebut berasal dari Fraksi Karya Pembangunan sebanyak 16 orang, Fraksi Persatuan Pembangunan sebanyak 6 orang, Fraksi Demokrasi Indonesia sebanyak satu orang dan Fraksi ABRI sebanyak 4 orang. 113 Sebagai hasil pelaksanaan tugas- tugas DPR-RI tersebut, sejak tanggal 2 Oktober 1971 sampai tanggal 27 April 1976 telah dihasilkan 34 buah Undang-Undang, 3 buah memorandum, dan 4 buah usul pernyataan pendapat. Berbeda dengan DPR- GR pada masa Demokrasi Pancasila, dalam melaksanakan tugas membentuk undang-undang dan tugas pengawasan hanya dibentuk Komisi sebanyak 11 Komisi. Hal tersebut dipengaruhi kepentingan pemerintah dalam pemilihan umum yang sekaligus sebagai pelaksanan pemilu. Kepentingan tersebut adalah ingin tetap menguasai pemerintahan agar melalui kekuasaan dapat dilaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni. Untuk mencapai kepentingan politik tersebut, pemerintah menempuh lima strategi pokok 114, yaitu: a. Membuat Golkar sebagai salah satu organisasi kekuatan sosial politik peserta pemilu. b. Menggarap partai politik yang kuat. Pada hasil Pemilu 1955, ada empat partai politik besar yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Masyumi telah dibubarkan di Orde Lama, dan PKI dibubarkan di awal Orde Baru. Menjelang Pemilu 1971 tersisa NU dan PNI yang digarap dengan dua 113 Pakpahan, Op. Cit., hal Awad Bahasoan, Mencari Format Politik, Jakarta, Prisma, 1981, hal

29 cara yaitu menarik pimpinannya ke dalam Golkar atau menimbulkan perpecahan internal. c. Menggarap pegawai negeri. Pada tahun 1969 dikeluarkan Peraturan Mendagri No. 12 Tahun 1969 yang melarang pegawai negeri bergabung dalam partai politik. d. Mengaktifkan Korps Karyawan Departemen Dalam Negeri. Selain melarang pegawai negeri bergabung dalam partai politik, tujuan dikeluarkannya Permendagri No. 12 tersebut adalah agar anggota Korps menanggalkan partainya kecuali di Golkar. e. Menggarap massa pendukung Islam dengan memmbentuk GUPPI yang menempatkan anggota-anggota ulama untuk menarik massa beragama Islam. Cara ini kemudian efektif dan berpengaruh terhadap partai Islam. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Kep. DPR RI No. 7 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI, DPR menjalakan tugas utama sebagai berikut: 115 a. Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD b. Bersama-sama dengan pemerintah membuat undang-undang sesuai Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya. c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan APBN, dan kebijaksanaan pemerintah sesuai UUD Menurut Pasal 8 ayat (1) untuk melaksanakan tugas dan wewenang DPR tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) anggota DPR memiliki hak-hak sebagai berikut 116 : 115 Pakpahan, Op. Cit., hal Ibid, hal. 90.

30 a. Mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota b. Meminta keterangan atau interpelasi c. Mengadakan penyelidikan atau angket d. Mengadakan amandemen e. Mengajukan seseorang jika dituntut oleh perundang-undangan Dalam hal pengambilan keputusan, DPR-RI masih ada persamaan dengan DPR Gotong Royong Demokrasi Pancasila, yaitu mengutamakan sistem musyawarah dan apabila tidak mungkin maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Cara pengambilan atau penyampaian suara dilakukan anggota secara lisan, atau, tertulis. Sementara pemungutan suara apabila menyangkut indiviu dan masalah-masalah yang dipandang penting oleh rakyat dapat dilakukan dengan tertulis atau rahasia. Selama periode , DPR GR membahas 43 RUU menjadi undang-undang, yang semuanya berasal dari eksekutif. Pada periode ini DPR tidak pernah menggunakan hak inisiatif, hak interpelasi dan hak angketnya. 117 Periode berikutnya, pada tahun 1977 dan tahun 1982 jumlah anggota DPR- RI masing-masing adalah 460 anggota. Jumlah tersebut terdiri dari 360 anggota DPR yang dipilih dan 100 anggota yang diangkat. Perubahan jumlah anggota DPR yang dipilih dan diangkat terjadi sejak Pemilihan Umum (Pemilu) 1987 di mana jumlah anggota meningkat menjadi 500 orang dengan perincian 400 anggota dipilih dan 100 anggota diangkat. DPR hasil Pemilu tahun 1992 tetap berjumlah 500 anggota dengan peningkatan jumlah anggota DPR yang dipilih 117 Ibid, hal. 91.

31 yaitu 425 anggota dan penurunan jumlah anggota DPR yang diangkat menjadi 75 anggota. Pada masa kerja , berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR Tahun 1979 Pasal 14 ayat (1), tugas dan wewenang DPR adalah 118 : a. Bersama Presiden membentuk undang-undang. b. Bersama Presiden menetapkan APBN c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, APBN, kebijakan pemerintah sesuai UUD 1945 dan Ketetapan MPR. d. Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh BPK e. Melaksanakan hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan DPR. Sesuai Pasal 8 dan 9, DPR memiliki hak interpelasi, angket, amandemen, pernyataan pendapat, inisiatif, mengusulkan seseorang dan protokoler. Selama masa kerja 1977 sampai tahun 1982,, DPR RI menyelesaikan 55 RUU menjadi undang-undang, semuanya berasal dari inisiatif eksekutif. Pada tahun 1981, DPR menghasilkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disebut sebagai karya agung di bidang hukum. DPR menggunakan lima kali hak bertanya, satu kali hak interpelasi, satu kali hak angket, dan dua kali hak mengusulkan individu. 119 Pada periode ini juga DPR tidak menggunakan hak inisiatifnya. Pada tahun masih berjumlah 460 orang. Pada periode ini anggota DPR menjalankan tugas melalui sidang pleno, rapat komisi, dan pernyataan-pernyataan. Di akhir periode, DPR menghasilkan 46 RUU menjadi 118 Ibid, hal Ibid, hal

32 undang-undang. Jika dibandingkan dari tahun ke tahun pada masa Orde Baru, fungsi DPR dalam menghasilkan undang-undang mengalami penurunan. Dalam jangka waktu , DPR hanya menghasilkan 273 undang-undang. Dengan jumlah itu, setiap tahun DPR menghasilkan kurang dari 11 undang-undang atau kurang dari satu undang-undang setiap bulannya. Karena hal tersebut, anggota DPR dijuluki 5D yaitu datang, daftar, duduk, dengar, dan duit. Kondisi tersebut bertahan sampai berakhirnya kekuasaan Soeharto tahun Untuk lebih jelasnya, perkembangan fungsi legislasi DPR menghasilkan undang-undang dibentuk dalam tabel 2.3. Tabel 2.3. Produk Undang-Undang DPR tahun No. DPR Periode Undang-Undang Rata-Rata/tahun , , , ,6 Setelah Pemilu 1971, terjadi perubahan secara fundamental dalam sistem kepartaian di Indonesia. Presiden Soeharto pada tahun 1973 mengajak kesembilan partai politik dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang 120 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi; Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 149.

33 bersaing pada Pemilu 1971 untuk memfusikan diri atas dasar Golongan Spiritual, Golongan Nasionalis, dan Golongan Karya. Fusi tersebut menghasilkan tiga partai politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar). DPR RI sejak Pemilu 1977 didominasi oleh Golkar yang memperoleh persen kursi di DPR RI. Selain itu jumlah kursi ABRI jauh lebih besar dibandingkan kursi PPP dan PDI yang persentasenya semakin menurun. 121 Tabel 2.4. Perbandingan Jumlah Kursi DPR Pemilu Golkar PPP PDI ABRI Kursi % Kursi % Kursi % Kursi % Jumlah Budiardjo, Op. Cit., hal Ibid, hal. 138.

34 2.3. Utusan Daerah dan Utusan Golongan Semasa Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun sebelum dibentuk Utusan Daerah atau Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia, lembaga negara yang khusus mewakili kepentingan daerah diwakili oleh senat. Keberadaan senat dibentuk karena negara Indonesia saat itu merupakan negara federasi, dan pada saat itu struktur parlemen Indonesia bersifat bikameral. Dalam konstitusi RIS, selain keberadaan DPR yang diatur dalam Bab III Pasal 98 sampai dengan Pasal 121, keberadaan Senat juga diatur dalam Bab II Pasal 80 sampai dengan Pasal 97. Setiap senat mewakili daerah-daerah bagian dan setiap daerah bagian mempunyai dua anggota dalam senat (Pasal 80 ayat 1 dan 2). Anggota senat ditunjuk oleh pemerintah daerah bagian dari daftar yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan rakyat dan yang memuat tiga calon untuk tiap-tiap kursi. 123 Anggota senat berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing 2 anggota dari tiap negara bagian. Ketua senat diangkat oleh presiden berdasarkan saran atau anjuran yang dimajukan oleh senat atau sebagian anggota senat. Senat mengadakan rapat-rapat di Jakarta kecuali jika dalam hal-hal darurat pemerintah menentukan tempat yang lain. Rapat-rapat yang membahas pokokpokok sebagai yang dimaksud dalam Pasal 127 sub a dan Pasal 168 harus terbuka bagi umum, kecuali jika ketua menimbang perlu ataupun sekurang-kurangnya lima anggota menuntut agar pintu tertutup bagi umum. 124 Senat dapat mengundang menteri untuk turut serta dalam permusyawaratan dan memberi keterangan di dalamnya. Tetapi senat tidak boleh bermusyawarah atau 123 Jimly Asshiddiqie, 2004, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945,Yogyakarta : FH-UII Press, hal Reni Dwi Purnomowati,S.H.,M.H., Implementasi Sistem Bikameral dalam Parlemen Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 143.

35 mengambil keputusan jika yang hadir tidak lebih dari setengah jumlah anggota sidang. Apabila dalam pengambilan keputusan belum menemukan hasil, maka keputusan akhir dilakukan dengan undian. 125 Pada dasarnya senat selalu membahas masalah yang berhubungan dengan kepentingan negara bagian. Di samping melakukan kekuasaan legislatif, senat berfungsi sebagai majelis penasihat bagi pemerintah. 126 Pemerintah mendengar senat tentang segala hal yang dianggap perlu oleh pemerintah, bahkan pemerintah berkewajiban mendengar tentang urusan-urusan penting yang khusus mengenai daerah bagian dalam hubungan RIS dan daerah-daerah bagian dan hanyalah jika perlu segera mengambil tindakan jika dalam keadaan terdesak. Secara keseluruhan, cara kerja senat RIS diatur dalam tata tertib senat RIS. Dalam banyak hal, banyak ketentuan seperti tertulis dalam Konstitusi RIS mengenai hak dan kewajiban senat dan anggota senat RIS yang belum dapat berfungsi sempurna, sama halnya dengan kondisi DPR pada masa RIS. Hal ini lebih beralasan lagi karena senat merupakan badan baru dalam kehidupan bernegara dan berdemokrasi di Indonesia. Pasca dibentuknya Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan sendirinya senat kemudian di hapus. Pada masa Orde Baru struktur kelembagaan MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Utusan Daerah merupakan utusan yang dianggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerah masing-masing di samping dianggap mengetahui dan memiliki tujuan yang menyeluruh mengenai permasalahan negara pada umumnya. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan di 125 Purnomowati, Ibid, hal Ibid, hal. 146.

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT Dalam bab ini akan dibahas mengenai profil lembaga perwakilan rakyat sejak orde lama, orde baru, hingga saat ini. Bagaimana perkembangan lembaga perwakilan rakyat

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) 1. Lembaga tinggi negara yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD adalah a. DPR c. DPD e. MK f. MA 2. Yang bukan Tugas MPR adalah a. Melantik Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/2; TLN NO. 3282 Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961) Menimbang : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Penetapan Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan:

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945, memilih dan mengangkat ketua dan wakil ketua PPKI masing-masing menjadi

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH.

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH. Bentuk: Oleh: PENETAPAN PRESIDEN (PENPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1960 (5/1960) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/103; TLN NO. 2042 Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Penetapan Presiden

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 23 September 1960)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 23 September 1960) Menimbang : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 23 September 1960) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Penetapan Presiden

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Tujuan pokok dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : 1 1. Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau

Lebih terperinci

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam suatu negara harus memiliki hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya agar negara yang dipimpin dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12 LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR : 3 TAHUN 1993 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS - 2 - DENGAN

Lebih terperinci

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI RANGKUMAN KN DEMOKRASI ARTI : RAKYAT MEMERINTAH DEMOS RAKYAT KRATOS PEMERINTAHAN Abraham Lincoln mengatakan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat a) SEJARAH DEMOKRASI 1. Berawal dari Negara-negara kota

Lebih terperinci

Hubungan antara MPR dan Presiden

Hubungan antara MPR dan Presiden Hubungan antara MPR dan Presiden Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan suatu badan yang memegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat disamping DPR dan Presiden. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1966 TENTANG KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MENJELANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN,

Lebih terperinci

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Peraturan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA

TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA MATAKULIAH : (PENGANTAR ILMU POLITIK) DI SUSUN OLEH : REXY MARTINO A321 15 135 PRODI PPKN JURUSAN PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO

Lebih terperinci

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 11/9/2008 Sub-Pokok Bahasan Alasan pemberlakuan kembali UUD

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili. dewan tersebut. Dengan adanya keseimbangan antara DPR dan DPD, diharapkan DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka

Lebih terperinci

MPR sebelum amandemen :

MPR sebelum amandemen : Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah mengenai cikal-bakal terbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci