Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN
|
|
- Sonny Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PASAR MODAL DALAM RANGKA MELAKSANAKAN FUNGSI PENGAWASAN PASCA LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN 1 Diana Wiyanti, 2 Euis D. Suhardiman, 3 Frency Siska 1,2,3 Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Jl. Ranggagading No. 8 Bandung, (129) 1 diana.wiyanti1@gmail.com,, 3 frency_siska@yahoo.com Abstrak. Penelitian ini mengkaji mengenai pemeriksaan kasus-kasus tindak pidana di bidang Pasar Modal yang berada dalam masa transisi peralihan dari Bapepam- LK ke OJK dan menganalisis perbandingan pemeriksaan tindak pidana di bidang Pasar Modal yang dilakukan oleh OJK dan Bapepam-LK dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan. Metode yang digunakan adalah diskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, analisisnya bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan kasus-kasus tindak pidana di bidang pasar modal yang berada dalam masa transisi peralihan dari Bapepam LK ke OJK langsung diambil alih oleh OJK setelah 31 Desember Sementara itu terdapat perbedaan dalam hal melaksanakan fungsi pengawasan, fungsi pemeriksaan dan struktur organisasi lembaga pengawas antara Bapepam LK dan OJK. Kata kunci: pemeriksaan, pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan 1. Pendahuluan Pasar modal merupakan sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi pemodal yang memiliki peran strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, untuk itu maka pengawasan dalam kegiatan pasar modal harus menjadi prioritas. Pengawasan di bidang pasar modal telah diamanatkan oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), yang kemudian menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada awal tahun Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, Bapepam-LK bertugas melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pelaku ekonomi di pasar modal dengan tujuan untuk mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Pengawasan dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan, maupun secara represif yaitu dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi. Kewenangan Bapepam-LK sebagai pengawas adalah melakukan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundang-undangan di bidang pasar modal. Namun walaupun demikian ternyata masih banyak kasus-kasus pelanggaran dan kejahatan yang belum tuntas penyelesaiannya. Selama lahirnya UUPM 1995, baru terdapat satu kasus yaitu kasus BIMA yang diselesaikan melalui jalur penal, selebihnya adalah sanksi administratif. Sehubungan dengan hal tersebut pada tanggal 27 Oktober 2011 DPR RI mensahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan UUOJK) yang mengambil alih fungsi pengawasan kegiatan di pasar modal dari Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan (disingkat OJK). OJK sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UUOJK adalah suatu lembaga independen dan 107
2 108 Diana Wiyanti, et al. bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap lembaga-lembaga Jasa Keuangan, yang mencakup: lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Setelah berlakunya undang-undang ini maka kedudukan Bapepam-LK yang memiliki fungsi dan tugas pengaturan serta wewenang pengawasan terhadap kegiatan di bidang pasar modal berada pada masa transisi pengambilalihan oleh OJK. Sementara itu tercatat pada tahun 2011 Bapepam-LK memeriksa 178 kasus dugaan pelanggaran dan penyidikan pada 12 kasus dugaan tindak pidana di bidang pasar modal. Pada Tahun 2012 terdapat 70 kasus yang belum diselesaikan, sementara pada tahun 2013 terdapat 33 kasus pelanggaran hukum di pasar modal. Dari uraian tersebut tampak bahwa penyelesaian kasus-kasus di Pasar Modal baik pelanggaran maupun tindak pidana berada dalam masa transisi, sementara aktifitas di pasar modal yang bergerak cepat membutuhkan pengawasan dan penanganan segera. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: bagaimanakah pemeriksaan kasus-kasus tindak pidana di bidang pasar modal yang berada dalam masa transisi dari Bapepam-LK ke OJK, dan bagaimanakah perbandingan pemeriksaan tindak pidana di bidang Pasar Modal dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan Bapepam-LK? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan kasus-kasus tindak pidana di bidang Pasar Modal yang berada dalam masa transisi dari Bapepam-LK ke OJK, dan diketahui perbandingan pemeriksaan tindak pidana di bidang Pasar Modal dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan Bapepam-LK. 4. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis untuk mengungkapkan pelaksanaan fungsi pengawasan terkait kewenangan pemeriksaan kasus-kasus di Pasar Modal baik yang dilakukan oleh Bapepam-LK maupun oleh OJK. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.1 Pemeriksaan Kasus-kasus Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal Yang Berada Dalam Masa Transisi dari Bapepam-LK ke OJK Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UUPM Bapepam melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan yang tujuannya adalah untuk mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Selanjutnya dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan, Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
3 Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal Dalam Bapepan-LK bertugas membuat peraturan-peraturan di bidang pasar modal sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pasar modal. Sedangkan dalam rangka pengawasan, Bapepam-LK harus mengawasi pelaksanaan peraturan yang telah dibuatnya, dan apabila apa terdapat pelanggaran-pelanggaran baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana, maka Bapepam dapat memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku di pasar modal. Dalam mengemban tugasnya diharapkan Bapepam-LK dapat mendorong secara optimal pemanfaatan pasar modal sebagai wahana penghimpun dana jangka panjang sehingga dapat membantu pendanaan pembangunan nasional. Pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK), bulan Desember 2012 merupakan bulan terakhir bagi Bapepam-LK dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 55 ayat 1 menyebutkan bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Ditegaskan dalam Pasal 68 bahwa sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/ atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kementrian Keuangan dan Bapepam-LK, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Meskipun telah diatur bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012 kedudukan Bapepam-LK khususnya terhadap fungsi, tugas, dan wewenang pengawasannya di Pasar Modal telah diambil alih oleh OJK. Namun dalam implementasinya tidak seluruh fungsi Bapepam-LK di Pasar Modal berakhir. Hal tersebut khususnya yang berkaitan dengan fungsi pengaturan mengingat seluruh produk hukum yang diterbitkan oleh Bapepam-LK masih berlaku sepanjang OJK belum menerbitkan aturan yang baru. Berakhirnya fungsi, tugas dan wewenang Bapepam-LK di pasar modal yang kemudian diambil alih oleh OJK berpengaruh terhadap penyelesaian kasus-kasus di pasar modal. Pasal 68 UUOJK menyatakan bahwa sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Dengan demikian dalam rangka tetap menjaga pasar modal yang aman, teratur, dan memenuhi keadilan, penanganan kasus-kasus di Pasar Modal yang berada dalam masa transisi dari Bapepam-LK ke OJK tidak dihentikan atau ditunda penyelesaiannya. Kasuskasus yang belum diselesaikan oleh Bapepam-LK, sejak kewenangannya dialihkan maka menjadi tanggung jawab OJK untuk dilanjutkan penyelesaiannya. Dalam rangka OJK melakukan pemeriksaan dan penyidikan kasus tindak pidana di Pasar Modal, Pasal 49 UUOJK menunjuk pihak-pihak yang dapat melaksanakan tugas tersebut yaitu : 1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi tugas pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berwenang: a. Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan; b. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; ISSN , EISSN Vol 4, No.1, Th, 2014
4 110 Diana Wiyanti, et al. c. Melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; d. Memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; e. Melakukan pemeriksaan atau pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; f. Melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan; g. Meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi; h. Dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; i. Meminta bantuan aparat penegak hukum lain; j. Meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; k. Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam ttindak pidana di sektor jasa keuangan; l. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan m. Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan. Selanjutnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan, selanjutnya Jaksa yang menerima laporan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai dengan kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan, sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 50 UUOJK. Jika memperhatikan kembali isi ketentuan di atas, yang menyatakan bahwa salah satu pihak yang dapat melakukan pemeriksaan dan penyidikan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK, maka hal ini sejalan dengan prinsip OJK sebagai lembaga pengawas yang independen yang tidak berada di bawah dan tidak bertanggung jawab kepada pihak manapun kecuali langsung kepada presiden. Terkait hal tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUOJK dijelaskan sebagai berikut: (1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai OJK. (2) OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur dengan peraturan Dewan Komisioner. Selanjutnya Ali Ridwan staf pengawasan pasar modal OJK memaparkan bahwa status Non PNS pegawai OJK tidak mempengaruhi kewenangannya dalam pemeriksaan Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
5 Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal Dalam dan penyidikan dugaan kasus-kasus di pasar modal. Berkaitan dengan hal tersebut, OJK akan membentuk organisasi Direktorat Penyidikan sebagai pihak yang akan menjadi penyidik dengan merekrut penyidik dari Polri, sementara untuk pemeriksaan OJK akan mempunyai Direktorat Pemeriksaan. 5.2 Perbandingan Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal Dalam Rangka Melaksanakan Fungsi Pengawasan Yang Dilakukan Oleh OJK Dan Bapepam-LK Terdapat beberapa perbedaan terkait fungsi pengawasan dan pemeriksaan kasuskasus di Pasar Modal baik yang dilakukan oleh Bapepam-LK sebelum era lahirnya UUOJK dan oleh OJK berdasarkan UUOJK. Pertama, fungsi pengawasan OJK bersifat independen terintegrasi. Dikatakan independen karena OJK merupakan lembaga negara di luar kementerian negara atau departemen, sehingga OJK tidak bertanggung jawab terhadap pihak manapun selain bertanggung jawab langsung kepada presiden sehingga OJK tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun baik dari segi pengaturan, operasional, maupun keuangan. Terintegrasi maksudnya bahwa OJK didirikan dengan tujuan menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan untuk sektor-sektor yang berada di bawah bidang Jasa Keuangan yakni Perbankan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Non Bank, Asuransi, dan Perlindungan Konsumen. Sifat Independen terintegrasi tersebut telah dinyatakan dalam UUOJK yakni dalam Pasal 2 ayat (2) yang menyebutkan : OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain.... Selanjutnya dalam Pasal 5 UUOJK ditegaskan sebagai berikut : OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Terkait dengan independensi pengawasan di Pasar Modal, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Gonthor M. Aziz mengatakan bahwa Independensi dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu sebagai berikut: 1. Independensi secara hukum atau legally independence yaitu karena undang-undang yang mendasari secara tegas menyatakan bahwa lembaga tersebut independen, jadi OJK strongly dengan independency legally. Jika dibandingkan dengan UUPM, tidak pernah disebutkan secara tegas bahwa pengawasan oleh Bapepam bersifat independen. Jadi secara hukum OJK memang sudah memnuhi prinsip independen. 2. Independen secara operasional. OJK tidak dapat diintervensi secara operasional karena bukan merupakan lembaga pemerintah, sementara UUPM menyinggung dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa menteri melakukan pengaturan secara makro, sedangkan Bapepam secara operasional. 3. Independen secara keuangan. Pada peraturan sektoral sebelumnya baik pada pasar modal, asuransi, dana pensiun, tidak menyebutkan independensi secara keuangan. Menurut Pasal 34 Ayat 2 UUOJK disebutkan bahwa dalam hal keuangan, OJK dapat menggunakan sumber pembiayaan dari APBN atau dari industri yang bersangkutan secara pungutan, itu juga merupakan salah satu karakteristiknya dimana OJK bisa mengupayakan biaya operasionalnya sendiri tanpa harus ketergantungan dengan pihak lain. Sedangkan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam-LK secara normatif tidak dinyatakan dalam UU Pasar Modal bahwa Bapepam-LK bersifat independen, ISSN , EISSN Vol 4, No.1, Th, 2014
6 112 Diana Wiyanti, et al. namun secara teknis bersifat independen. Sebagai lembaga yang independen, dimaksudkan bahwa Bapepam dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya haruslah dilakukan secara objektif tidak dipengaruhi atau mendapat tekanan politik serta intervensi dari kepentingan-kepentingan pihak lain khususnya pemerintah. Meskipun demikian, menurut peneliti sifat independen Bapepam-LK masih memiliki kekurangan, yakni dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya Bapepam-LK berada di bawah dan bertanggung jawab terhadap Menteri Keuangan. Sehingga menimbulkan intervensi Menteri Keuangan terhadap fungsi pengawasan, pengaturan dan pembinaan Bapepam- LK di Pasar Modal. Kedua, terkait pemeriksaan kasus-kasus di Pasar Modal, OJK memiliki dua organ yakni Direktorat Pemeriksaan yang khusus berwenang memeriksa dugaan pelanggaran dan/atau tindak pidana di Pasar Modal, dan Direktorat Penyidikan yang khusus berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus yang terdapat unsur tindak pidananya. OJK akan merekrut penyidik dari kepolisian dan kejaksaan untuk memenuhi kewenangan dari Direktorat Penyidikan OJK. Hal ini mengingat bahwa secara kelembagaan OJK berada di luar Pemerintah, sehingga tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah maka tidak ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan OJK yang melakukan penyidikan. Bapepam-LK dalam rangka melaksanakan pemeriksaan kasus-kasus di Pasar Modal, oleh UU Pasar Modal diberikan juga kewenangan untuk melakukan penyidikan selain fungsi pemeriksaannya. Pihak yang melakukan penyidikan tersebut adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Bapepam-LK. PPNS tersebut telah diberikan pelatihan sebagai penyidik dan memperoleh sertifikat yang ilmunya juga disetarkan dengan penyidik kepolisian. Untuk itu Bapepam-LK tidak merekrut atau bekerjasama dengan pihak dari kepolisisan atau kejaksaan Ketiga, terkait organ lembaga pengawas di Pasar Modal. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Gonthor M. Aziz dalam UUOJK terdapat pemisahan kewenangan antara fungsi fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan atau yang dikenal dengan regulatory body dikepalai oleh Dewan Komisioner, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UUOJK: Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. Sementara fungsi pengawasan yang dikenal dengan supervisory body dikepalai oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal. Di Bapepam-LK, dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan, Bapepam-LK bertugas membuat peraturan-peraturan di bidang pasar modal sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pasar modal. Sedangkan dalam rangka pengawasan, Bapepam-LK harus mengawasi pelaksanaan peraturan yang telah dibuatnya, dan apabila terdapat pelangaranpelanggaran baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana, maka Bapepam dapat memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Pasar Modal. Dengan demikian maka fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan dilakukan oleh satu lembaga yaitu Bapepam-LK. 6. Penutup Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan kasus-kasus tindak pidana di bidang Pasar Modal yang berada dalam masa transisi dari Bapepam-LK ke OJK, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK berdasarkan Pasal 68 UUOJK Adapun Perbandingan pemeriksaan tindak pidana di bidang Pasar Modal dalam rangka Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
7 Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal Dalam melaksanakan fungsi Pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan Bapepam-LK yaitu pada fungsi pengawasan oleh Bapepam-LK bersifat independen namun tidak ditegaskan dalam UUPM. Sedangkan pengawasan oleh OJK bersifat independen terintegrasi telah ditegaskan dalam UUOJK. Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan dan penyidikan oleh Bapepam-LK, kewenangannya diberikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Bapepam-LK, sedangkan pelaksanaan pemeriksaan dan penyidikan di OJK dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Direktorat Penyidikan yang dibantu oleh Kepolisian atau kejaksaan yang direkrut oleh OJK.. Dalam UUPM fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan dilakukan oleh satu lembaga yaitu Bapepam-LK. Sedangkan di OJK terdapat struktur organisasi lembaga pengawas yang memisahkan organ regulatory body yang dikepalai oleh Dewan Komisioner dengan organ supervisory body yang dikepalai oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal. Daftar Pustaka Buku-buku Jusuf Anwar, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Alumni, Bandung, M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, Marzuki Usman, Pasar Modal Sebagai Piranti Untuk Mengalokasikan Sumber Daya Ekonomi Secara Optimal, Jurnal Keuangan dan Moneter Vol. 1 No. 1 Juli 1989, Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Rineka Cipta, Jakarta, Sawidji Widoatmodjo, Pasar Modal Indonesia, Pengantardan Studi Kasus, Seri Akademis, Ghalia Indonesia, Bogor, Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal. Sumber Lain Ali Ridwan, OJK Bukan PNS, Narasumber Pada Kegiatan Wawancara Dalam Rangka Penelitian bertempat di Kantor OJK Jakarta, Tanggal 20 Juni Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dan Kementerian Keungan Republik Indonesia, Warta Bapepam-LK, Informasi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Edisi November-Desember 2012, Jakarta, Penerbit Bapepam-LK Kementerian Keuangan RI, ISSN , EISSN Vol 4, No.1, Th, 2014
8 114 Diana Wiyanti, et al. Bapepam-LK penggabungan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DLJK), Diunduh dari Bapepam. go.id /bapepamlk /organisasi/index.htm, Tanggal 2 April 2014.Elfira Taufani, Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal, diakses dari tanggal 7 Desember Elfira Taufani, Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal, diakses dari tanggal 7 Desember 2013 Finance.detik.com, Kasus-kasus pelanggaran dan tindak pidana di Pasar Modal, diakses dari pada tanggal 30 Desember Gonthor R Aziz, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Narasumber pada kegiatan wawancara Tim Peneliti di Kantor OJK Jakarta, Tanggal 20 Juni Stefano Alexander Aron, Peranan Badan Pengawas Pasar Modal Dan lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran di Pasar Modal Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Repository Jurnal Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, diakses dari pada tanggal 7 Desember Otoritas Jasa Keuangan, Tentang OJK, diakses dari pada tanggal 15 Juli Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana investasi atau sarana pembiayaan bagi perusahaanperusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat melalui proses penawaran umum (go
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2011 EKONOMI. Otoritas Jasa Keuangan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian
Lebih terperinciSosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015
Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan SAMARINDA, 2 juli 2015 1 POKOK BAHASAN 1 2 3 4 5 6 Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan OJK Fungsi, Tugas dan wewenang OJK Governance
Lebih terperinciPeran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1
Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan
Lebih terperinciBAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN A. Akibat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai
Lebih terperinci2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUDUS NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciPERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KONSULTAN HUKUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG KONSULTAN HUKUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan
Lebih terperinciPERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK
TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013 Volume II Nomor 1 PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGATURAN DAN M. Irwansyah Putra 1 Bismar Nasution 2 Ramli Siregar 3 Abstrak Otoritas Jasa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS
PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran
KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 636 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN FASILITAS KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PERUSAHAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL
PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL Radhiyan Khairil Anwar, Ade Hari Siswanto Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta Jln.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMORxxxxTAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENEGAKAN HUKUM BIDANG POS DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI
Lebih terperinciINDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *
INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan
Lebih terperinciPROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013
SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH
QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPPNS) DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING Menimbang : Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa Tempat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA PADA PERUSAHAAN PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1610, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. PPNS. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 3/POJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 3/POJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER
Lebih terperinciGUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN
GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
Lebih terperinciPERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciSALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 4 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2014 KEUANGAN. OJK. Sengketa. Penyelesaian. Alternatif. Lembaga. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) PERATURAN OTORITAS JASA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang. Sebagai Negara yang sedang berkembang Indonesia saat ini tengah berupaya melakukan pembangunan disegala bidang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN LINTAS KABUPATEN / KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015
FUNGSI SISTEM PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) 1 Oleh : Denis Fritsdi Pateh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung
Lebih terperinciYth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,
-1- Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah, di Tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/SEOJK.07/2014
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENINDAKAN TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PENYIDIK PEGAWAI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA LAKSANA JABATAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D
LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D ----------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa keberadaan dan peranan Penyidik
Lebih terperinci- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL
- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI
PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air
Lebih terperinci-2- Modal dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyempurnakan peraturan
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Kegiatan. Notaris. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 288) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka Pembinaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II NOMOR 6 TAHUN 1987 TENTANG PENYIDIKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Lebih terperinciOtoritas Jasa Keuangan
1. Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan
Lebih terperinciKEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011
KEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 Oleh: Ni Kadek Lisnadewi I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa di Kabupaten Purworejo
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG
No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N
4 Nopember 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N SERI E NOMOR 3 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah merupakan salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pedagang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinci