Analisis Kondisi Organisasi. III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
|
|
- Siska Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab III Analisis Kondisi Organisasi III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemberian layanan umum kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Layanan publik merupakan arena di mana terjadi transaksi nyata dan intensif antara masyarakat dengan pemerintah. Sektor layanan publik merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan menjalankan mandat yang diberikan oleh masyarakat [EKO08]. Layanan publik yang dikaji dalam tugas akhir ini dibatasi pada layanan publik yang memberikan dampak positif terhadap iklim investasi di suatu kabupaten/kota. Layanan perizinan dan non-perizinan merupakan titik awal dari proses penanaman investasi dari investor di suatu daerah. Oleh karena itu, layanan perizinan dan non-perizinan yang dilakukan oleh pemerintah menjadi pokok bahasan utama dalam penulisan tugas akhir ini. Pentingnya sektor pelayanan perizinan ini sayangnya tidak didukung dengan kualitas pelayanan yang baik. Citra buruk terkait layanan perizinan dan nonperizinan terutama diakibatkan oleh proses pengurusan permohonan yang berbelit-belit dan menyulitkan konsumen. Panjangnya proses ini turut meningkatkan kerawanan untuk terjadinya pungutan liar pada setiap tahapan dari proses tersebut. Banyaknya penjual jasa liar (calo) mengindikasikan adanya kesenjangan kepentingan antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan pihak konsumen yaitu masyarakat. Citra buruk ini berdampak terhadap hilangnya kepercayaan dan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kualitas pelayanannya kepada masyarakat, mengingat bahwa sektor ini merupakan gerbang interaksi yang intensif dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah merumuskan upaya-upaya penyempurnaan utamanya dalam kegiatan pelayanan perizinan ini. Upaya yang ditempuh diharap dapat mewujudkan III-1
2 kualitas pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik [FAH07]. Meningkatnya kualitas pelayanan perizinan akan menyediakan akses yang lebih luas kepada masyarakat dan investor untuk melaksanakan kegiatan investasi di suatu daerah. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan layanan publik [FAH07], meliputi: kesederhanaan, kejelasan, transparansi, kepastian dan ketepatan waktu, biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, pelayanan yang berkualitas, serta kepastian hasil dan sah secara hukum. Mengacu terhadap prinsip tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan perizinan ini perlu ditetapkan standar yang menjadi ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu: persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, kompetensi petugas, penanganan pengaduan, jaminan pelayanan, serta penilaian kinerja melalui survei indeks kepuasan masyarakat secara periodik. Mengacu kepada permasalahan dan upaya perbaikan dari sektor layanan perizinan iini, pemerintah merumuskan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), di mana menempatkan penyedia pelayanan (dinas teknis terkait yang berwenang mengeluarkan izin) di satu lokasi pelayanan. Gambar III-1 menunjukkan pola interaksi yang terjadi di UPTSA. Front office dari masing-masing dinas ditempatkan bersama dalam satu lokasi, sedangkan back office tempat dilakukannya pemrosesan perizinan masih berada di masing-masing kantor dinas teknis. Daftar dari dinas teknis terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat yang berwenang menyediakan layanan perizinan dan nonperizinan dapat diacu di Lampiran A. Walaupun UPTSA telah diterapkan dengan baik di beberapa kabupaten/kota, pemerintah pusat kembali merumuskan Penyelenggaraaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yang merupakan hasil penyempurnaan dari UPTSA. PPTSP adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan, yang proses III-2
3 pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan di satu tempat [DAG06]. PPTSP memiliki kewenangan untuk menerbitkan dokumen perizinan, tidak sekedar berupa fungsi koordinasi sebagaimana UPTSA. PPTSP tidak lagi berperan sebagai titik layanan (service point), namun sekaligus sebagai penyedia layanan (service provider). Pola interaksi dan komponen yang dimiliki oleh instansi pelaksana PPTSP dapat dilihat di Gambar III-2. Pemkab Kutai Barat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dapat diacu di Lampiran A., menyatakan misi pembangunannya yaitu untuk memfasilitasi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dengan cara menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan pola kemitraan dalam mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan kampung [SED06]. Misi tersebut kemudian diterjemahkan dengan pembentukan instansi pelaksana PPTSP di Kabupaten Kutai Barat, yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kutai Barat. Karakteristik positif dari PPTSP, regulasi pusat/daerah yang mengatur keberadaaan PPTSP dan BP2T, serta struktur organisasi dan tata kerja BP2T Kutai Barat dapat diacu di Lampiran B. Keberadaan BP2T diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan layanan perizinan. Pengurangan jarak geografis antar penyedia layanan perizinan diharap dapat mempersingkat waktu pemrosesan perizinan serta untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan ini. Di balik keunggulannya, keberadaan BP2T di sisi lain perlu dicermati dengan baik untuk menjaga sinergi yang positif antara BP2T dengan dinas teknis terkait. Setiap daerah (kabupaten) tentu memiliki potensi kekayaan dan sumber daya alam yang berbeda. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan sumber pendapatan daerah dan fokus kegiatan ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Arah kegiatan ekonomi yang berbeda untuk setiap daerah memunculkan kebutuhan perizinan yang berbeda untuk setiap daerah. Jenis layanan perizinan III-3
4 dan non-perizinan yang dikelola oleh Pemkab Kutai Barat dapat diacu di Lampiran C. Gambar III-1 Instansi Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap III-4
5 Gambar III-2 Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu III-5
6 III.2 Inisiasi Perencanaan Arsitektur Enterprise Permendagri No 24 Tahun 2006, mengenai pedoman pelaksanaan PPTSP, menyatakan bahwa instansi pelaksana PPTSP wajib memiliki SI untuk mendukung kegiatan pelayanan perizinan. BP2T sebagai instansi pelaksana PPTSP pun wajib melaksanakan instruksi tersebut. Biaya investasi yang besar untuk pengadaan SI merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh banyak organisasi. Besarnya biaya seringkali terjadi akibat dilakukannya modifikasi terhadap SI yang terus berulang. Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya objektif yang jelas dan spesifik dari kegiatan pengadaan SI. Oleh karena itu perlu dibuat rencana pengimplementasian SI yang didahului dengan pembuatan rancangan arsitektur enterprise dengan menggunakan metodologi EAP. Inisiasi perencanaan dilakukan dengan mendefinisikan lingkup dan tujuan dari studi EAP. Lingkup dalam studi ini meliputi aktifitas BP2T dalam menyediakan layanan perizinan dan non-perizinan bagi masyarakat Kutai Barat. Studi ini bertujuan untuk menghasilkan arsitektur enterprise bagi BP2T. Ketersediaan arsitektur enterprise BP2T diharap dapat memetakan kebutuhan bisnis BP2T terhadap kebutuhan infrastruktur SI. Terdapat 2 metodologi pendukung yang diperlukan dalam pelaksanaan studi ini, yaitu: 1) Business Systems Planning (BSP), untuk menerjemahkan strategi bisnis organisasi menjadi strategi perencanaan SI. 2) Value Configuration Analysis, untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan entitas bisnis ke dalam area fungsional utama dan pendukung. Dukungan eksekutif dari Pemkab Kutai Barat merupakan salah satu critical success factors dalam pelaksanaan studi ini untuk mencapai hasil yang diharapkan. III-6
7 III.3 Pemodelan Bisnis Tahapan ini bertujuan menghimpun basis pengetahuan/informasi dengan lengkap, komprehensif, dan konsisten yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan bisnis organisasi. Pemahaman yang baik terhadap kegiatan bisnis dari organisasi akan membantu dalam pendefinisian arsitektur enterprise yang berkualitas III.3.1 Analisis Konfigurasi Nilai Pembahasan di bab II.3.2 telah menguraikan dua alat bantu dalam analisis konfigurasi nilai yaitu Value Chain (VC) dan Value Network (VN). Pada dasarnya kedua alat bantu tersebut memiliki peran yang sama yaitu untuk mempermudah identifikasi dan klasifikasi dari fungsi bisnis organisasi. Pada bab II dinyatakan bahwa VC sering juga dikenal sebagai long-linked technology, artinya proses penciptaan nilai terjadi melalui transformasi dari input menjadi produk akhir. Karakteristik tersebut menujukkan VC sesuai bagi organisasi yang berjenis manufaktur. Di bab berikutnya yaitu II.3.2.2, menyatakan bahwa penciptaan nilai di VN terjadi melalui upaya untuk memfasilitasi jaringan relasi antar konsumen dengan memanfaatkan teknologi sebagai mediumnya. Organisasi berperan sebagai mediator, sehingga VN sesuai untuk organisasi jasa. Dengan mengingat aktifitas inti BP2T sebagai instansi penyedia layanan perizinan dan non-perizinan, maka BP2T dapat diklasifikasikan sebagai organisasi yang bergerak di bidang jasa. Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya alat bantu analisis konfigursasi nilai yang akan digunakan adalah analisis VN. Analisis VN terbagi ke dalam dua tahapan yaitu: analisis VN eksternal dan internal. Analisis VN eksternal merepresentasikan posisi BP2T terhadap lingkungan luar organisasi sedangkan analisis VN internal dimanfaatkan untuk mengidentifikasi entitas bisnis dari BP2T serta mengelompokkannya ke dalam area fungsional utama dan pendukung. III-7
8 III Analisis Value Network Eksternal BP2T Analisis VN eksternal merepresentasikan hubungan antara BP2T dengan konsumen dan stakeholder yang terlibat dalam jaringan kerjanya. Stakeholder yang teridentifikasi, antara lain: 1) Gubernur (Gubernur Kalimantan Timur), berperan sebagai tim pembina dan pengawas. 2) Kepala daerah (Bupati Kutai Barat), berperan sebagai tim pembina dan pengawas. 3) Bendahara daerah, selaku penanggung jawab terhadap pengelolaan pemasukan dan pengeluaran uang oleh pemerintah daerah. 4) Dinas teknis terkait, sebagai instansi yang melaksanakan urusan pemerintahan di daerah. Setiap dinas teknis diharap dapat membantu BP2T dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan perizinan dan nonperizinan. 5) Masyarakat Kutai Barat, sebagai konsumen dari layanan perizinan dan non-perizinan. Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Dinas Teknis Publik Gubernur Kalimantan Timur Koordinasi teknis Pembinaan dan pengawasan berjenjang Bupati Kutai Barat Pembinaan dan pengawasan Analisis Value Network Internal Institusi BP2T Pelayanan Masyarakat Pengelolaan Keuangan Bendahara Daerah Gambar III-3 Analisis VN Eksternal III-8
9 Gambar III-3 mengilustrasikan hasil analisis VN eksternal dari BP2T. Hasil analisis tersebut akan membantu dalam mengidentifikasi area-area fungsional yang dimiliki BP2T dan menjaga hubungan kemitraan dengan stakeholder. III Analisis Value Network Internal BP2T Analisis VN internal merupakan proses identifikasi dan pengklasifikasian entitas bisnis utama dan pendukung yang dilakukan oleh BP2T. Idenfikasi dilakukan dengan menurunkannya berdasar area-area fungsional dari VN. Area fungsional dalam analisis VN diklasifikasikan dalam: Network promotion and contract management, Service provisioning, Network infrastructure operation. Terdapat 4 area fungsional pendukung, yaitu: Firm Infrastructure, Human Resource Management, Technology Development, dan Procurement. Entitas bisnis didefinisikan sebagai sekelompok fungsi bisnis yang menghasilkan produk, jasa dan/atau informasi serta menggunakan sumber daya [IBM84]. Hasil dari proses identifikasi dan klasifikasi ditampilkan di Gambar III-4. Firm Infrastructure Human Resource Management Technology Development Procurement Keuangan; Layanan Umum Manajemen Sumber Daya Manusia Network infratructure Service development development Perlengkapan Network Promotion & Contract Management Pelayanan Informasi Service Provisioning Pelayanan Pengaduan Pelayanan Administrasi Perizinan dan Non- Perizinan Pengendalian Network Infrastructure Operation Pemantauan dan Evaluasi Pembinaan Pengawasan Gambar III-4 Analisis VN Internal III-9
10 III.3.2 Dekomposisi Fungsi dan Proses Bisnis Identifikasi terhadap fungsi dan proses bisnis dilakukan dengan memanfaatkan hasil analisis VN internal BP2T. Entitas bisnis yang berhasil diidentifikasi didekomposisi menjadi himpunan fungsi bisnis. Kemudian untuk setiap fungsi bisnis didekomposisi lagi menjadi kumpulan proses bisnis yang dikerjakan oleh organisasi. Setiap proses bisnis dipetakan ke lokasi di mana proses bisnis berlangsung. Hasil identifikasi dan pemetaan antara proses bisnis dengan lokasi bisnis ditampilkan di Tabel III-1 (cuplikan dari Lampiran D). Teridentifikasi 101 proses bisnis yang dipetakan ke 7 lokasi bisnis. III.3.3 Pemetaan Fungsi Bisnis Terhadap Unit Organisasi Tahap ini akan memetakan fungsi bisnis terhadap unit organisasi yang ada di BP2T. Pemetaan tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks fungsi bisnis unit organisasi yang dapat dilihat pada III-10
11 Tabel III-2 (cuplikan dari Lampiran D). Relasi tersebut mengidentifikasi adanya unit organisasi yang mengerjakan terlalu banyak fungsi bisnis serta mendeteksi bila terdapat satu fungsi bisnis yang melibatkan banyak unit organisasi. Nilai cell dari matriks merepresentasikan derajat keterlibatan unit organisasi pada suatu fungsi bisnis. Nilai 3 menunjukkan unit organisasi yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, nilai 2 untuk tingkat keterlibatan penuh tapi tidak bertangggungjawab terhadap pengambilan keputusan, dan nilai 1 untuk tingkat keterlibatan yang terbatas. III.4 Sistem dan Teknologi Saat Ini Tahapan ini bertujuan mencatat keberadaan data, aplikasi dan platform teknologi untuk mendukung proses bisnis organisasi. Hasil catatan tersebut dinamakan Katalog Sumber Daya Informasi / Information Resource Catalog (IRC). IRC dijadikan landasan dalam penyusunan rencana pengimplementasian SI. III-11
12 Tabel III-1 Dekomposisi Enterprise LOKASI BISNIS AREA FUNGSI Aktifitas Utama: Network Promotion & Contract Management ENTITAS BISNIS FUNGSI BISNIS PROSES BISNIS Pelayanan Informasi Perencanaan teknis penyebarluasan informasi Perencanaan teknis pelayanan informasi Pelaksanaan pelayanan informasi Merencanakan teknis penyebarluasan informasi Merencanakan teknis pelayanan informasi Kantor Pemda Provinsi / Kabupaten Back-office BP2T X Loket customer service (pusat informasi) Melayani pertanyaan masyarakat X Menyebarluaskan informasi ke masyarakat X X X Loket pengajuan permohonan Ruang pemrosesan berkas Loket penyerahan dokumen dan kasir Lokasi Survei Penelusuran permohonan Menerima permintaan pelacakan permohonan X Melacak keberadaan permohonan X Pelayanan Pengaduan Perencanaan teknis pelayanan pengaduan Merencanakan teknis pelayanan pengaduan X Pelaksanaan pelayanan pengaduan Menerima pengaduan X Mengkategorikan jenis pengaduan X Menganalisis akar masalah X Menetapkan tindakan X X Mendokumentasikan pengaduan X III-12
13 Tabel III-2 Relasi Fungsi Bisnis Dengan Unit Organisasi UNIT ORGANISASI Pelayanan Informasi Pelayanan Pengaduan Pelayanan Administrasi Perizinan dan Nonperizinan FUNGSI BISNIS Perencanaan teknis penyebarluasan informasi Gubernur Kalimantan Timur Bupati Kutai Barat Bendahara Daerah Dinas teknis Terkait Kepala BP2T Sekretariat Subbag Umum Subbag Keuangan Subbag Perencanaan Program Bidang Penanaman Modal Subbid Investasi dan Kerjasama Subbid Pengendalian dan Pengawasan Investasi Bidang Analisa dan Promosi Subbid Analisas Potensi Perencanaan teknis pelayanan informasi Pelaksanaan pelayanan informasi Penelusuran permohonan Perencanaan teknis pelayanan pengaduan Pelaksanaan pelayanan pengaduan Perencanaan teknis pelayanan perizinan dan non-perizinan Perencanaan teknis bidang penanaman modal Perencanaan teknis bidang analisa dan promosi Peninjauan kembali peraturan daerah Pengkoordinasian dengan unit kerja lain Subbid Promosi Bidang Perizinan Usaha Bidang Perizinan Tertentu Tim Teknis III-13
14 III.4.1 Katalog Sumber Daya Informasi III Sistem Legacy Identifikasi terhadap keberadaan sistem dan teknologi yang telah dimiliki oleh organisasi menjadi salah satu input yang penting dalam menganalisis kondisi organisasi saat ini. Pendokumentasian IRC dilakukan dengan mengidentifikasi sistem legacy yang ada dimiliki organisasi. Aspek informasi yang perlu dicatat dari setiap sistem legacy antara lain: deskripsi aplikasi, data input/output, serta platform teknologi yang dipergunakan. BP2T merupakan badan baru yang dibentuk di akhir tahun Pada dasarnya BP2T mengintegrasikan fungsi layanan perizinan dan non-perizinan yang sebelumnya dilakukan oleh dinas-dinas teknis di lingkungan Pemkab Kutai Barat. Oleh karena itu, survei untuk mengatahui keberadaan sistem legacy dilakukan ke dinas-dinas teknis terkait yang sebelumnya bertindak sebagai penyedia layanan perizinan dan non-perizinan. Hasil survei menunjukkan hanya terdapat 1 sistem legacy yang dimiliki oleh Pemkab Kutai Barat yaitu Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). SIAK dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kutai Barat. Deskripsi dari SIAK dapat diacu pada di Lampiran E. III Dukungan Aplikasi Terhadap Fungsi dan Proses Bisnis Tahapan berikutnya yaitu memetasilangkan fungsi dan proses bisnis BP2T dengan sistem legacy yang tercatat di IRC. Pemetaan ini untuk melihat tingkat persebaran dan dukungan yang diberikan oleh sistem legacy terhadap kegiatan bisnis organisasi. SIAK mendukung 2 dari 100 proses bisnis BP2T (2%.) Namun SIAK hanya dimanfaatkan secara terbatasa untuk pengurusan izin bidang kependudukan saja, sehingga masih membutuhkan ditingkatkan fungsionalitasnya. Relasi antara III-14
15 aplikasi dengan fungsi dan proses bisnis ditampilkan dalam bentuk matriks dapat diacu di Lampiran E. III.4.2 Platform Teknologi Tahapan ini merelasikan sistem legacy dengan platform teknologi yang dibutuhkannya. EAP tidak mendefinisikan format pendokumentasian platform teknologi secara spesifik. Aspek yang didokumentasikan meliputi: perangkat keras, data dan infomasi, jaringan, serta perangkat lunak. Pemetaan tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks yang dapat diacu pada Lampiran E. III-15
Pembuatan Rencana Strategis. Pengimplementasian E-Government Sektor Layanan Publik. Berbasis Enterprise Architecture Planning
Pembuatan Rencana Strategis Pengimplementasian E-Government Sektor Layanan Publik Berbasis Enterprise Architecture Planning Studi Kasus: Pemerintah Kabupaten Kutai Barat LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun sebagai
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Dasar Enterprise Arsitektur 3.1.1. Enterprise Architecture Enterprise Architecture atau dikenal dengan arsitektur enterprise adalah deskripsi yang didalamnya termasuk
Lebih terperinciPerancangan Arsitektur
Bab IV Perancangan Arsitektur IV.1 Arsitektur Data Kualitas data merupakan produk dasar dari fungsionalitas SI [SPE92]. EAP bersifat data-driven di mana arsitektur data merupakan acuan dalam pendefinisian
Lebih terperinciPEMODELAN BISNIS PENYELENGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI DASAR BAGI PEMBUATAN ENTERPRISE ARSITEKTUR PLANNING (EAP)
PEMODELAN BISNIS PENYELENGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI DASAR BAGI PEMBUATAN ENTERPRISE ARSITEKTUR PLANNING (EAP) Sri Agustina Rumapea 1, Humuntal Rumapea 2 1,2 Fakultas Ilmu Komputer,
Lebih terperinciII.1 Proses Bisnis II-1
Bab II Dasar Teori Bab ini membahas teori-teori yang dibutuhkan dalam pembuatan tugas akhir ini, yaitu pengetahuan mengenai proses bisnis, arsitektur enterprise, serta metodologi pendukung untuk pembuatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciBAB 3 LANDASAN TEORI
BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Landasan Teori 3.1.1. Program Studi Sarjana Program ram studi merupakan penataan program akademik bagi bidang studi tertentu entu didedikasikan k untuk menguasai, memanfaatkan,
Lebih terperinciBAB III Landasan Teori
BAB III Landasan Teori 3.1 Sistem Informasi Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolaan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 24 TAHUN 2012
PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 24 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN
Lebih terperinciI.1 Latar Belakang I-1
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Dalam memenuhi misinya, setiap organisasi memerlukan keterpaduan arah yang diformulasikan ke dalam strategi organisasi. Keberadaaan strategi tersebut membuat organisasi
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 20 TAHUN 2007 SERI PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 119 TAHUN 2012
PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 119 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN PERIZINAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI KARAWANG,
Lebih terperinciSALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia periode tahun 2014-2019, mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 dengan konsep membangun Indonesia dari pinggir.
Lebih terperinciBUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 63 TAHUN 2012
PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 63 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI
BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI 1. VISI BPM-P2TSP KAB. KEDIRI Visi merupakan cara pandang jauh ke depan dari suatu lembaga/institusi yang harus dibawa
Lebih terperinciBUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
Lebih terperinciBUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinci- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciBUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 70 TAHUN 2016
BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU
SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT ALLAH YANG
Lebih terperinci15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN
Lebih terperinciWALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU
WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Peran dari sistem informasi dan teknologi informasi (SI/TI) dalam menjalankan kegiatan bisnis suatu organisasi di era informasi saat ini sangat dibutuhkan.
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov. NTT a. Visi Visi merupakan cara pandang jauh kedepan, gambaran yang menantang
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 61 TAHUN 2008
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI
Lebih terperinciEnterprise Resource Planning (ERP)
Enterprise Resource Planning (ERP) STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh : Bansa Tuasikal 06.11.1012 S1 Ti 10A Daftar Isi : Pendahuluan...1 Pengertian ERP...2 Tujuan dan Peran ERP Dalam Perusahaan...3 Kelebihan
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Sebagai Syarat Kelulusan Tingkat Sarjana. oleh : Desi Hadiati /
Pembuatan Arsitektur Sistem Informasi Dengan Enterprise Architecture Planning Untuk Mendukung Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (Studi Kasus di SMA Negeri 3 Bandung) LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan
Lebih terperinciREVISI RENCANA STRATEGIS
REVISI RENCANA STRATEGIS TAHUN 2013 S/D 2018 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GIANYAR 1 KATA PENGANTAR Revisi III Renstra Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianPelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu 2.1.1 Pengertian Perizinan Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan tidak
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT
KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENANAMAN MODAL KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang
Lebih terperinciRenstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 37/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 23 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERIZINAN TERPADU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 57 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG
- 1009 - BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 57 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2007
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ATAU PROSEDUR TETAP PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciA. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah :
Lampiran : Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor : 503/ / KPPTSP / 2016 Tanggal : 20 Juli 2016 A. PENDAHULUAN 1. VISI Visi berkaitan dengan pandangan
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah
Lebih terperinciBUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG
BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)
KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI, TATA KERJA, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran dari sistem informasi dan teknologi informasi (SI/TI) dalam menjalankan kegiatan bisnis suatu organisasi di era informasi saat ini sangatlah dibutuhkan. Dimana
Lebih terperinci2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1
WALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI LINGKUNGAN DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012
QANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN ACEH SINGKIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciSTRUKTUR ORGANISASI DPMPTSP KABUPATEN BLORA
STRUKTUR ORGANISASI DPMPTSP KABUPATEN BLORA KEPALA DINAS Drs. PURWANTO, MM SEKRETARIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL AINUR ROFIQ, SE, M.Si SUBAG UMUM SUBAG. PROGRAM DAN KEUANGAN INSIYAH, SIP SULASTRI, SE
Lebih terperinciRencana Implementasi dan Migrasi
Bab V Rencana Implementasi dan Migrasi V.1 Prioritas Aplikasi Penyusunan rencana implementasi dan migrasi diawali dengan penentuan prioritas dan urutan pengimplementasian aplikasi. EAP bersifat data-driven
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG
Juni Tahun Dua Ribu Tujuh, kami yang bertanda tangan di bawah ini : ------------------- --------------------------------------------------------------- ---------------------------- BUPATI KUANTAN SINGINGI
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita Bangsa Bernegara.
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,
Lebih terperinciMendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis
Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis utama: penjualan dan pemasaran, manufaktur dan produksi,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 2 TAHUN 2012
PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR / MEKANISME DAN STANDAR WAKTU PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU FINTU DITERBITKAN OLEH PEMERINTAH
Lebih terperinciKantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Garut GAMBARAN UMUM ORGANISASI
GAMBARAN UMUM ORGANISASI Berdasarkan kondisi riil saat ini yang merupakan potensi dan modal dasar bagi Kantor PPTSP adalah Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 25 Tahun Tahun 2008 tentang Pembentukan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA
PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS
Lebih terperinciMENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah yang baik ( good governance ) yang merupakan. salah satu isu yang sangat mengemuka.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Reformasi dan otonomi daerah membawa perubahan yang besar terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat dan juga perubahan terhadap jalannya pemerintahan. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diyakini oleh banyak pihak sebagai salah satu hasil karya cipta teknologi penting yang banyak memberikan manfaat
Lebih terperinciBUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL, PELAYANAN
Lebih terperinciBUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (BPMPTSP) KABUPATEN MAMUJU
Lebih terperinciPERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. instansi pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam hal ini pelayanan kesehatan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tinjauan Pustaka Dalam dunia kesehatan pelayanan merupakan hal terpenting dalam suatu instansi pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam hal ini pelayanan kesehatan yang tidak
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011
BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN
Lebih terperinciSEKSIPEMROSESAN BAGAN SUSUNAN ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TANGGAL : 15 JULI 2009 TENTANG : PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BARITO UTARA.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Tahun Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini dituntut untuk lebih banyak memberikan perhatian kepada pelayanan publik. Badan Pelayanan PerizinanTerpadu dan Penanaman
Lebih terperinci