Gambar 1-1. Garis berarah D adalah pergeseran titik dari P 1 ke P 2. Gambar 1-2. Pergeseran F adalah resultan dari pergeseran D dan pergeseran E.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1-1. Garis berarah D adalah pergeseran titik dari P 1 ke P 2. Gambar 1-2. Pergeseran F adalah resultan dari pergeseran D dan pergeseran E."

Transkripsi

1 ab 1 Vektor Dalam mempelajari kelistrikan dan kemagnetan, kita selalu bekerja dengan besaran-besaran ang perlu dideskripsikan dengan besar (magnitude) dan arahna (direction). esaran seperti ini disebut vektor. Terlebih dahulu kita akan meninjau sifat-sifatna. Dengan menggunakan notasi dan termino-logi ang dibuat di sini, maka kita akan dapat menatakan suatu hasil secara lebih kompak dan kita dapat memahami arti fisis dasarna secara lebih mudah. 1-1 Definisi Vektor Sifat-sifat pergeseran sebuah titik memberikan makna ang kita perlukan dalam mendefinisikan vektor. Jika kita bergerak dari suatu titik P 1 melalui lintasan sembarang ke titik lain P, maka seperti kita lihat pada Gambar 1-1 bahwa efek gerakan ini sama seperti jika titik tadi bergerak secara langsung menurut garis lurus D dari P 1 ke P seperti ditunjukkan oleh arah anak panah. Garis D ini menatakan pergeseran dan dicirikan oleh besarna (panjang) dan arahna (dari P 1 ke P ). Jika kemudian kita menggeser titik tadi sepanjang E dari P ke titik lain P 3, maka kita lihat pada Gambar 1- bahwa efek akhirna sama seperti jika titik tersebut mengalami pergeseran tunggal F dari P 1 ke P 3. Dengan demikian, kita dapat menatakan bahwa F sebagai resultan, atau jumlahan, dari pergeseranpergeseran D dan E ang berurutan; jadi Gambar 1- menunjukkan cara ang mendasar bagaimana pergeseran-pergeseran digabungkan atau dijumlahkan untuk memperoleh resultanna. Gambar 1-1. Garis berarah D adalah pergeseran titik dari P 1 ke P. Gambar 1-. Pergeseran F adalah resultan dari pergeseran D dan pergeseran E. 1

2 Gambar 1-3. Kedua vektor dan adalah sama. Sebuah vektor merupakan perluasan dari tinjauan tersebut di atas, aitu didefinisikan sebagai besaran ang memiliki sifat matematis ang sama seperti pergeseran sebuah titik. Jadi, sebuah vektor memiliki besar; vektor memiliki arah; dan penjumlahan dua vektor ang memiliki sifat intrinsik ang sama mengikuti aturan dasar ang diilustrasikan dalam Gambar 1-. Dengan dua sifat pertama tersebut, kita dapat mewakilkan sebuah vektor dengan sebuah garis berarah seperti telah digunakan untuk pergeseran. Dalam buku ini, sebuah vektor dilambangkan oleh sebuah huruf dengan tanda anak panah di atasna, seperti ; sedangkan besarna dilambangkan oleh atau. Sebuah skalar adalah besaran ang hana memiliki besar. Sebagai contoh, massa suatu benda adalah sebuah skalar, sedangkan beratna, aitu gaa gravitasional ang bekerja pada benda, adalah sebuah vektor. Karena sifat alami sebuah vektor sebagai besaran ang memiliki arah, maka pergeseran sejajar sebuah vektor tidaklah mengubah vektor tersebut. Dengan kata lain, dua buah vektor dikatakan sama jika keduana memiliki besar dan arah ang sama. Hal ini diilustrasikan oleh Gambar 1-3 di mana. Sekarang kita dapat menelidika operasi-operasi matematika apa saja ang dapat kita lakukan pada dan dengan besaran vektor. Selanjutna, kita dapat menelidiki operasi matematis apa saja ang dapat kita lakukan dengan dan pada vektor. I- Penjumlahan Vektor erdasarkan pada aturan dasar di atas, jika kita puna vektor dijumlahkan dengan vektor, maka kita memperoleh vektor jumlahan C seperti ditunjukkan oleh garis utuh pada Gambar 1-4. Kita juga dapat melihat bahwa jika kita puna vektor dan menjumlahkanna dengan vektor, maka kita dan

3 memperoleh vektor C ang sama. Jadi, penjumlahan vektor-vektor memiliki sifat bahwa C. (1-1) Gambar 1-4. Jumlahan dua vektor tidak bergantung pada urutan penjumlahan. Dengan cara serupa seperti di atas, kita dapat memperoleh sifat asosiatif penjumlahan vektor: D C C C, (1-) dan seterusna. Jika kita membalik arah suatu pergeseran, seperti pergeseran D dalam Gambar 1-1 dengan menggambarna lagi dalam arah berlawanan, maka efek akhirna adalah tidak terdapat pergeseran. Dengan demikian, kita dapat mendefinisikan negatif suatu vektor sebagai sebuah vektor ang memiliki besar ang sama tetapi berlawanan arah dengan vektor tadi, sehingga kita memper-oleh, seperti ang kita inginkan. Jadi kita dapat dengan mudah O mengurangkan suatu vektor dengan vektor lain dengan cara menambahkanna dengan negatif vektor lain tersebut: (1-3) Perkalian sebuah skalar s dengan sebuah vektor, kita tulis sebagai s atau s, semata-mata adalah jumlahan s buah vektor, atau merupakan sebuah vektor ang besarna adalah s kali besar vektor, dan memiliki arah ang sama dengan arah vektor jika s positif, serta memiliki arah ang berlawanan dengan arah vektor jika s negatif. 3

4 I-3 Vektor Satuan Sebuah vektor satuan didefinisikan sebagai sebuah vektor ang besarna sama dengan satu dan dilambangkan dengan sebuah huruf dengan tanda seperti topi di atasna, misalna ê. Vektor satuan tidak berdimensi se- Gambar 1-5. Vektor satuan â dalam arah vektor. Gambar 1-6. Vektor-vektor satuan dalam sistem koordinat tegak lurus. hingga kita puna ê 1. Sebagai contoh, jika sebuah vektor satuan â dipi-lih memiliki dalam arah vektor, maka kita dapat menulis â dan â. (1-4) Hal ini diilustrasikan oleh Gambar 1-5. Vektor-vektor satuan dalam sistem koordinat tegak lurus biasana dituliskan sebagai ˆ, ŷ, dan ẑ, ang berturut-turut berkaitan dengan arah sumbu- sumbu,, dan, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1-6. Dengan kata lain, masing-masing vektor satuan tersebut memiliki arah sesuai pertambahan nilai koordinat ang bersangkutan. Ketiga vektor satuan ini saling tegak lurus satu dengan ang lainna. Sebagaimana akan kita lihat, kita perlu juga mendefinisikan vektor-vektor satuan lainna sehingga lebih memudahkan dan menguntungkan. 4

5 I-4 Vektor Komponen dan Komponen Vektor Untuk pembahasan lebih jauh, vektor akan lebih mudah jika dirujuk pada suatu sistem koordinat. Pada Gambar 1-7 kita dapat melihat bahwa kita dapat menulis sebuah vektor sebagai jumlahan tiga buah vektor ang dipilih dengan benar, masing-masing sejajar dengan salah satu sumbu sistem koordi- Gambar 1-7. Vektor adalah jumlahan vektor-vektor komponen tegak lurus. nat tegak lurus, aitu. Tetapi akan sangat berguna jika kita menuliskan tiap suku penjumlahan itu sebagai perkaian sebuah skalar dengan vektor-vektor satuan pada Gambar 1-6. Jadi kita menulis vektor komponen ˆ dan seterusna, dan ungkapan di atas tadi menjadi ˆ ŷ ẑ. (1-5) Ketiga skalar,, dan disebut komponen-komponen vektor ; dan oleh karena itu sebuah vektor dapat dicirikan oleh tiga buah bilangan. Komponen vektor dapat positif maupun negatif; sebagai contoh, jika negatif, maka vektor pada Gambar 1-7 akan memiliki arah menuju penurunan nilai. Pada Gambar 1-7 terlihat bahwa besar sebuah vektor dapat dinatakan dalam komponen-komponenna sebagai. (1-6) Gambar 1-8 melukiskan kenataan bahwa vektor membentuk sudut tertentu dengan tiap sumbu sistem koordinat; sudut-sudut ini,, dan disebut 5

6 sudut-sudut arah vektor dan diukur dari arah positif sumbu-sumbu ang bersangkutan. Gambar 1-9 memperlihatkan bidang ang memuat dan ˆ, dan kita lihat bahwa cos. Dengan menggabungkan ungkapan ini dengan persamaan (1-6) maka kita memperoleh l cos, (1-7) Gambar 1-8. Definisi sudut-sudut arah sebuah vector Gambar 1-9. Skalar adalah komponen vektor. dengan l disebut cosinus arah. Ungkapan ang serupa dengan ini juga berlaku untuk kedua sudut arah dan serta cosinus arah ang terkait dengana aitu l dan l, sehingga kita lihat dari persamaan-persamaan (1-6) dan (1-7) bahwa jika kita mengetahui komponen-komponen tegak lurus sebuah vektor, maka kita dapat menghitung besar vektor tersebut dan menentukan arahna. Jika kita menggabungkan persamaan-persamaan (1-4), (1-5) dan (1-7), maka kita temukan bahwa vektor satuan â dapat juga ditulis sebagai â l ˆ l ŷ l ẑ, (1-8) dan komponen-komponen dari suatu vektor satuan tidak lain adalah sudut-sudut arah vektor satuan tersebut. Jika sekarang kita menerapkan hasil umum persamaan (1-6) pada vektor khusus â, maka kita memperoleh hubungan penting ang melibatkan cosinus arah, aitu l l l 1 (1-9) ang dapat juga diperoleh dari persamaan (1-7) dan analogina. 6

7 Penjumlahan vektor ang telah diilustrasikan oleh Gambar 1-4 dapat dengan mudah diungkapkan dalam komponen-komponen tegak lurusna. Pada Gambar 1-10 kita dapat melihat bahwa sebuah komponen dari vektor jumlahan C diberikan oleh jumlahan komponen-komponen ang terkait, aitu C, C, C. (1-10) 7

8 Gambar Sebuah komponen dari suatu vektor jumlahan sama dengan jumlahan komponen-komponen ang bersangkutan dari vektor-vektor ang dijumlahkan. I-5 Vektor Letak Sekarang kita tinjau contoh sederhana suatu vektor. Seperti diperlihat-kan oleh Gambar 1-11, lokasi atau letak sebuah titk P di dalam ruang dapat dicirikan oleh vektor r ang dilukis dari titik asal sistem koordinat; vektor r ini disebut vektor letak titik. Dalam sistem koordinat tegak lurus pada Gambar 1-6, komponen-komponen vektor r tidak lain adalah koordinat (,, ) titik ang ditinjau; jadi kita puna r ˆ ŷ ẑ. (1-11) Demikian pula, letak titik lain P dengan koordinat (,, ) ditunjukkan oleh vektor letak r ˆ ˆ ẑ seperti pada Gambar 1-1. Sampai di Gambar Vektor r adalah vektor letak titik P. Gambar 1-1. Vektor R adalah vektor letak relatif P terhadap P. 8

9 sini kita telah meatakan letak dua titik secara sendiri-sendiri. Kita dapat juga menatakan letak titik P relatif terhadap titik P dengan cara menggambar sebuah vektor dari P ke P; vektor R ini disebut vektor letak relatif titik P terhadap titik P. Kita lihat pada Gambar 1-1 bahwa r R r sehingga R r r. (1-1) Dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-10) dan (1-11) kita dapat menulis R dalam bentuk komponen sebagai R ˆ ŷ ẑ (1-13) dan oleh karena itu R (1-14) karena persamaan (1-6). Kita akan cukup sering menggunakan hasil-hasil ini. Kita perlu catat bahwa letak relatif P terhadap P dinatakan oleh vektor R ang dilukis dari P ke P, dan kenataanna R R. Meskipun kita tidak mencirikan sistem koordinat kita selain mengata-kan bahwa kita telah memilihna secara sembarang dan untuk kemudahan, begitu suatu pilihan ini diambil untuk suatu kasus tertentu, maka sistem koordinat dikatakan tetap di dalam ruang dan vektor-vektor satuanna ˆ, ŷ, dan ẑ memiliki besar dan arah ang tetap. Dengan kata lain, sistem koordinat ang tetap ang kita gunakan singkatna merupakan salah satu kerangka acuan inersial ang telah biasa kita gunakan dalam mekanika klasik. 1-6 Perkalian Skalar Kita mendefinisikan perkalian skalar (scalar product) antara dua buah vektor sebagai sebuah skalar ang sama dengan perkalian besar kedua vektor dan cosinus sudut antara kedua vektor tersebut, aitu cos. (1-15) Karena notasi ang digunakan, perkalian skalar disebut juga sebagai perkalian titik (dot product). Kita lihat pada Gambar 1-13 bahwa kita dapat memperoleh interpretasi sederhana dari perkalian skalar: cos = komponen sepanjang arah 9

10 Gambar Sudut antara dua vektor ang dilibatkan dalam perkalian skalar. dikalikan dengan besar vektor, = cos = komponen sepanjang dikalikan dengan besar vektor. Tampak jelas pada persamaan (1-15) bahwa perubahan urutan faktor perkalian skalar tidak mengubah hasil perkalian tersebut, aitu (1-16) dan jika kedua vektor saling tegak lurus maka 0 dan sebalikna. Selanjutna, kuadrat suatu vektor dapat diinterpretasikan sebagai perkalian titik vektor tersebut dengan dirina sendiri; hasilna adalah kuadrat besar vektor tersebut dan kita dapat menulisna sebagai. (1-17) Jika kita telah mengetahui komponen-komponen tegak lurus dari dan, maka tidaklah naman bila kita menghitung dengan persamaan (1-15) karena kita harus mencari sudut antara dan. Untungna, kita dapat mengungkapkan secara langsung dalam komponen-komponen tegak lurusna. Karena sudut antara tiap pasang vektor satuan ang telah didefinisikan di dalam Gambar 1-6 adalah 90, maka dari persamaan (1-15) kita dapat dengan mudah memperoleh bahwa dan dari persamaan (1-17) bahwa ˆ ŷ ŷ ẑ ẑ ˆ 0 (1-18) ˆ ˆ ŷ ŷ ẑẑ 1. (1-19) Dengan menulis masing-masing dan dalam bentuk persamaan (1-5), ma-ka kita dapat mengalikan keduana suku per suku untuk memperoleh 10

11 ˆ ŷ ẑ ˆ ŷ ẑ ˆ ˆ ˆ ŷ ˆ ẑ, dan dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-18) dan (1-19) untuk menederhanakan kesembilan sukuna, maka kita dapat memperoleh bahwa. (1-0) Sekarang anggap ê adalah sebuah vektor satuan dalam suatu arah tertentu. Jika kita pilih e sebagai komponen sepanjang arah ini, maka tampak dari persamaan (1-15) bahwa e ê. (1-1) 1-7 Perkalian Vektor Perkalian vektor (vector product) disebut juga perkalian silang (cross product) dan ditulis sebagai. Hasil perkalian vektor jenis ini adalah sebuah vektor ang tegak lurus terhadap kedua vektor dan, besarna didefinisika sebagai sin. (1-) rah vektor ini ditentukan dengan aturan tangan kanan: jika jemari tangan kanan kita ditekuk dalam arah rotasi melalui sudut kecil menuju, maka jempol kita menunjuk arah. turan ini diilustrasikan oleh Gambar Jika kita memperhatikan bidang ang memuat dan ang ditunjukkan oleh Gambar 1-15, maka kita dapat memperoleh interpretasi sederhana dari perkalian silang. Kita dapat melihat pada gambar tersebut dan persamaan (1- ) bahwa besar hasil perkalian silang sama dengan luas jajaran genjang dengan dan sebagai sisi-sisina. Dari definisi arah vektor hasil perkalian silang ang ditunjukkan oleh Gambar 1-14, jelas bahwa urutan vektor-vektor ang diperkalikan adalah penting, karena tampak bahwa. (1-3) 11

12 Gambar Definisi arah vektor hasil perkalian silang dua vektor. Gambar Interpretasi besar vektor hasil perkalian silang dua vektor. Jika dan sejajar, maka menurut persamaan (1-) jelas bahwa 0, dan sebalikna. Secara khusus, 0. (1-4) Untuk vektor-vektor satuan sepanjang sumbu-sumbu ang diperlihat-kan oleh Gambar 1-6, jika kita menggunakan persamaan (1-), aturan tangan kanan, kenataan-kenataan bahwa vektor-vektor satuan tersebut saling tegak lurus, dan bahwa vektor hasil perkalian silang tegak lurus terhadap kedua vektor ang diperkalikan, maka kita memperoleh 1

13 ˆ ŷ ẑ, ŷ ẑ ˆ, ẑ ˆ ŷ, (1-5) dan dengan persamaan (1-4) bahwa ˆ ˆ ŷ ŷ ẑ ẑ 0. (1-6) Perkalian vektor dapat juga dengan baik ditulis dalam komponenkomponen tegak lurus. Dengan langkah ang serupa dengan ang telah kita lakukan dalam memperoleh persamaan (1-0), kita dapat menulis dan dalam bentuk ungkapan (1-5), kemudian mengalikan keduana suku per suku, dan dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-3), (1-5), dan (1-6) untuk menederhanakan hasilna. Kita memperoleh bahwa ˆ ŷ ẑ. (1-7) Ungkapan ini dapat juga ditulis dalam bentuk sebuah determinan ang mudah diingat Dapat dibuktikan bahwa ˆ ŷ ẑ. (1-8) C C C C C (1-9) dan C C C. (1-30) Dalam persamaan (1-9) kita melihat bahwa tanda titik dan tanda silang dapat dipertukarkan tanpa mempengaruhi nilai perkalian skalar triple ini; oleh karena itu tanda kurung tidak benar-benar diperlukan. Tetapi, dalam perkali-an vektor 13

14 rangkap tiga (triple) pada persamaan (1-30), tanda kurung menjadi penting karena C C dengan menggunakan persamaan (1-3). = Pembagian antara vektor tidak didefinisikan. 1-8 Differensiasi Vektor terhadap Skalar nggap bahwa merupakan fungsi kontinu dari suatu variabel skalar sehingga kita dapat menulis. Hal ini setara dengan ketiga persamaan skalar,, dan. Jika berubah menjadi +, maka secara umum berubah baik dalam arah maupun besarna seperti. ditunjukkan oleh Gambar Perubahan adalah Kemudian kita dapat mendefinisikan derivatif vektor terhadap sebuah skalar sebagai berikut: d lim lim d 0 0. (1-31) Proses ini telah menghasilkan vektor lain dari suatu vektor. Contoh-contoh untuk persamaan (1-31) ang telah akrab dengan kita adalah kecepatan dan percepatan sebuah partikel ang merupakan derivatif berurut vektor letak terhadap waktu. Gambar dengan perubahan skalar. adalah perubahan vektor ang berkaitan 14

15 Jika ditulis dalam komponen-komponen tegak lurusna seperti dalam persamaan (1-5), dan karena vektor-vektor satuanna tetap, maka dari persamaan (1-31) dapat terlihat bahwa komponen-komponen dari derivatif adalah derivatifdarivatif komponen ang bersangkutan, dan kita puna d d d d ˆ ŷ ẑ. (1-3) d d d d egitu kita telah mendefinisikan derivatif, maka kita dapat melangkah ke diferensial d ang digunakan untuk mewakili perubahan infinitesimal pada. Hal ini diperoleh dengan mengalikan persamaan (1-3) dengan d untuk menghasilkan d d ˆ d ŷ d ẑ. (1-33) Dengan menerapkan hasil ini pada vektor letak persamaan (1-11) maka kita memperoleh dr d ˆ d ŷ d ẑ. (1-34) 1-9 Gradien Skalar nggap kita puna sebuah besaran skalar u ang merupakan fungsi letak sedemikian sehingga kita dapat menulis u u,,. Situasi seperti ini disebut disebut medan skalar. Contoh medan skalar adalah suhu di tiap titik di dalam ruang. Pada suatu titik lain, ang digeser oleh d s dari suatu titik awal, nilai skalar dapat telah berubah sebesar u du (Gambar 1-17). Kenataanna, u u u u d d d (1-35) 15

16 Gambar Perubahan nilai fungsi skalar u akibat pergeseran ds. dengan mengingat bahwa derivatif-derivatif dievaluasi pada titik awal, aitu P u u, dan seterusna. Meskipun kita telah menulis pergeseran sebagai sehingga d s, jelas pergeseran ini adalah perubahan vektor letak d r suatu titik, ds d ˆ d ŷ d ẑ (1-36) menurut persamaan (1-34). Dengan membandingkan persamaan-persamaan (1-35) dan (1-36) dengan persamaan (1-0), maka kita melihat bahwa kita juga dapat menulis du sebagai perkalian skalar d s dengan vektor u u u u ˆ ŷ ẑ (1-37) Sehingga du ds u. (1-38) Vektor ang telah diperoleh dengan cara ini dan ditulis dalam komponenkomponen tegak lurus dalam persamaan (1-37) disebut gradien u dan sering juga ditulis sebagai grad u. Kita dapat memandang persamaan (1-38) sebagai definisi umum u karena ia ditulis dalam suatu bentuk ang tak bergantung pada sistem 16

17 koordinat tertentu. Dengan kata lain, gradien adalah suatu besaran ang akan memberikan perubahan suatu skalar bila ia dikalikan skalar dengan pergeseran. Untuk memahami makna gradien, kita tinjau Gambar 1-18 ang memperlihatkan sederetan permukaan ang masing-masing terbentuk dari titiktitik di mana u memiliki nilai ang sama; dengan kata lain, permukaan-permukaan ini adalah permukaan-permukaan dengan u tetap, berkaitan dengan nilai-nilai u 1, u, u 3. Sekarang, suatu pergeseran seperti d s1, ang memindahkan kita ke sebuah titik pada permukaan ang sama, tidak memin- Gambar Permukaan-permukaan dengan u tetap. Gradien u tegak lurus terhadap permukaan-permukaan seperti ini. dahkan kita ke suatu titik dengan nilai u berbeda dari nilai u ditempat kita semula. Dengan demikian, du ds u 0. Dengan membandingkan hasil ini dengan 1 1 persamaan (1-15), maka terlihat bahwa u dan d s1 saling tegak lurus; jadi tegak lurus terhadap suatu permukaan dengan u tetap, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar Sekarang kita tinjau pergeseran-pergeseran dengan besar ds 0 ang tetap dari suatu titik tetapi dengan arah ang bervariasi seperti ds, ds, dan ds pada Gambar Tampak dari persamaan-persamaan (1-38) dan (1-15) bah-wa perubahan u ang diakibatkan oleh pergeseran-pergeseran ini diberikan oleh du ds 0 u cos dan perbedaanna hana karena perbedaan besar sudut antara pergeseran-pergeseran tersebut dengan arah tetap u. Seka-rang kita melihat bahwa du akan maksimum bila cos = 1 atau = 0 sehingga u u sejajar 17

18 dengan pergeseran ang dimaksud. Dengan kata lain, arah gradien juga merupakan arah ke mana skalar memiliki laju perubahan maksimum. Suatu vektor satuan nˆ ang tegak lurus terhadap suatu permukaan pada suatu titik di permukaan itu disebut vektor normal dan diilustrasikan oleh Gambar 1-0 untuk sebuah permukaan u = tetapan. Tetapi kita baru saja meli- Gambar Pergeseran-pergeseran dengan besar ang tetap tetapi berbeda arah. Gambar 1-0. Definisi vektor satuan normal. hat bahwa u juga tegak lurus terhadap permukaan tersebut sehingga nˆ dan u sejajar. Jadi, dengan menggunakan persamaan (1-4) kita dapat menulis u nˆ. (1-39) u Dalam kasus ini, nˆ juga memberikan arah ke mana u bertambah besar. 18

19 Contoh nggap kita meninjau suatu kasus dua dimensi dengan u k dengan k adalah tetapan. Jika kita menulis k u, maka kita melihat bahwa permukaan-per-mukaan dengan u tetap adalah kurva-kurva pada bidang. Kenataanna, permuka-an-permukaan ini berupa parabola-parabola seperti diperlihatkan oleh Gambar 1-1 untuk k = 1 dan nilai-nilai u tertentu. Dengan mensubstitusi ungkapan untuk u ini (dengan k = 1) ke dalam persamaan (1-37), maka kita memperoleh u ˆ ŷ sehingga, dari persamaan (1-6), maka u 1 4, dan dengan demikian nˆ ˆ ŷ 1 4 (1-40) menurut persamaan (1-39). Dalam menggunakan hasil ini, tentu kita harus menggunakan nilai ang berkaitan dengan sebuah titik pada kurva untuk u tertentu. Sebagai contoh, kita evaluasi nˆ untuk titik P pada Gambar 1-1 di tempat parabola ang terkait dengan u 3 = memotong sumbu positif. Di sini P = 0, dan P P u3 sehingga P. Dengan mensubstitusikan ini ke persamaan (1-40), maka kita memperoleh nˆ P 1 ˆ ŷ. Vektor ini dengan komponen negatif dan komponen ang cukup besar diperlihatkan juga oleh Gambar

20 Gambar 1-1. Permukaan-permukaan dengan u tetap untuk contoh Sub-ab Operasi Differensial Lainna Komponen-komponen suatu vektor sangat mungkin juga bergantung pada,, dan lain sebagaina. Jadi, secara umum letak, seperti misalna berubah dari satu titik ke titik lain, baik besar maupun arahna, dan kita menulis,, r. Pada suku terakhir kita telah mengguna-kan penulisan ang ringkas dan memudahkan untuk menggungkapkan se-bagai sebuah fungsi koordinat suatu titik dengan vektor letakna. Suatu vektor ang nilai-nilaina dinatakan pada setiap titik di dalam ruang disebut medan vektor. Sekarang kita tinjau suatu cara khusus. Dengan memperhatikan kembali persamaan (1-37) maka terlihat bahwa u dapat diinterpretasikan sebagai perkalian fungsi skalar u dengan operator del ang dinatakan oleh ˆ ŷ ẑ. (1-41) 0

21 1 Dapat ditunjukkan bahwa operator ang agak abstrak ini memiliki sifat-sifat matematis ang sama seperti pergeseran sebuah titik dan oleh karena itu dapat diperlakukan sebagai vektor. Sekarang kita dapat melakukan dua operasi differensial dengan menggunakan kedua bentuk perkalian vektor. Dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-0) dan (1-41) maka kita dapat memperoleh. (1-4) Perkalian skalar ini disebut sebagai divergensi dan sering ditulis div. Dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-7) dan (1-41) maka kita dapat memperoleh ẑ ŷ ˆ. (1-43) Perkalian vektor ini disebut rotasi dan sering ditulis rot (atau curl ). Perkalian vektor ini dapat juga dituliskan secara lebih mudah sebagai sebuah determinan seperti pada persamaan (1-8): ẑ ŷ ˆ. (1-44) Makna dari nama divergensi dan rotasi akan menjadi lebih jelas saat kita menggunakanna dalam situasi di mana keduana muncul secara alami. Operator lainna ang sangat penting dan berguna adalah Laplacian:. (1-45)

22 Sebagai contoh, jika kita terapkan pada sebuah skalar, u u u u, (1-46) sedangkan ungkapan mewakili tiga buah persamaan di mana beroperasi pada masing-masing dari ketiga komponen tegak lurus, aitu, (1-47) dan ungkapan ang serupa denganna untuk komponen-komponen dan. Kita juga memiliki dua hasil ang bermanfaat ang melibatkan operator del. Karena persamaan (1-4), maka rotasi suatu gradien adalah nol: u 0. (1-48) Demikian juga, divergensi dari suatu rotasi adalah nol: 0 (1-49) karena persamaan-persamaan (1-9) dan (1-4). Kita sekarang beralih ke integral ang melibatkan vektor. Walaupun banak kemungkinan dapat dibaangkan, dua ang penting bagi kita dan kita akan membahasna Intergral Garis Dibaangkan kita bergerak dari suatu titik awal,, titik akhir,, P ke suatu P sepanjang sebuah kurva C tertentu (sebuah garis atau f f f f lintasan ) seperti ditunjukkan oleh Gambar 1-. Keseluruhan lintasan ini dapat i i i i

23 diperlakukan sebagai jumlahan vektor dari sederetan pergeseran infinitesimal d s sepanjang kurva C. Kita asumsikan bahwa terdapat suatu me-dan vektor sedemikian sehingga nilai-nilaina dapat diperoleh di sepanjang lintasan tersebut. Kita evaluasi pada setiap langkah, mengalikan kompo-nenna sepanjang d s dengan besar d s, dan menjumlahkan semuana. integral garis sepanjang kurva C dan ditentukan dengan Hasil-na disebut sebagai f ds. (1-50) cos ds cos ds i C C Gambar 1-. Hubungan-hubungan untuk perhitungan integral garis. Mungkin contoh ang paling akrab tentang integral garis adalah kerja (usaha) ang dilakukan pada sebuah partikel; dalam kasus tersebut, merupakan sebuah vektor ang bekerja pada partikel. Jika lintasan integrasi mengikuti sebuah kurva tertutup, seperti sebuah lingkaran, maka titik awal dan titik akhir akan berimpit. Kita menulis initegral garis untuk kasus ini sebagai ds. C Integral ini kadang-kadang disebut sirkulasi ; nilaina dapat nol atau tak nol bergantung pada seperti ang akan kita lihat nanti. Jika r adalah vektor letak tiap titik pada kurva C, maka ds dr dan kita dapat menggunakan persamaan-persamaan (1-0) dan (1-34) untuk menu-liskan 3

24 ds C C d d d. (1-51) Dalam menggunakan persamaan (1-51) kita harus memperhatikan kenataan bahwa d, d, dan d tidak dapat bervariasi secara bebas karena koordinatkoordinat,, dihubungkan oleh persamaan lintasan. Demikian juga, ungkapan-ungkapan, dan seterusna juga harus memperhatikan, kesalingtergantungan ini. Pertimbangan-pertimbangan ini akan sangat baik diilustrasikan dengan memperhatikan sebuah kasus khusus. Contoh Misalkan ˆ ŷ ẑ dan kita pilih bagian dari parabola antara titik asal (0, 0, 0) dan titik (,, 0 ) sebagai lintasan; kurva ini adalah parabola ang diilustrasikan oleh Gambar 1-1 untuk u = 0. Di sini = tetapan, sehingga d = 0 dan integran pada persamaan (1-51) menjadi d d d d. Kita dapat menulis ini sebagai fungsi sebuah variabel dengan menggunakan persamaan lintasan. Karena, maka d d atau d d dan d 1 d ; dengan demikian kita memperoleh C ds d Vektor Elemen Luasan Sebelum kita membahas tentang integral ang serupa dengan integral di atas tetapi merupakan jumlahan ke luasan tertentu, maka akan sangat membantu bila kita membahas terlebih dahulu secara rinci tentang wakilan suatu luasan dalam bentuk vektor. Gambar 1.3 memperlihatkan sebuah elemen luasan infinitesimal da ang. 4

25 memiliki arah tertentu relatif terhadap sumbu-sumbu koordinat. Terlihat juga bahwa sebuah arah dapat dikaitkan dengan dengan luasan ini, aitu vektor satuan nˆ ang normal (tegak lurus) terhadap luasan, dan kita dapat menulisna sebagai da ˆ n da, (1-5) dengan mengikuti bentuk umum persamaan (1-4). Tetapi, jelas bahwa terda-pat sifat mendua (ambiguitas) dari definisi ini kita dapat memilih nˆ memiliki arah ang berlawanan dengan pilihan semula dan ia juga masih tegak lurus terhadap elemen luasan da. Oleh karena itu, kita perlu melengkapi persamaan (1-5) dengan sebuah kesepakatan ang akan mengatakan kepada kita apa ang akan dilakukan; terdapat dua kasus. Pertama, da merupakan bagian dari suatu permukaan terbuka, aitu ia dibatasi oleh sebuah kurva tertutup C; sebuah halaman buku ini merupakan sebuah contoh permukaan terbuka tersebut. Dalam kasus ini, langkah pertama adalah memilih arah gerak (lintasan) mengelilingi kurva pembatas; setelah hal ini telah dilakukan, gulungkan jemari tangan kanan dalam arah lintasan tadi dan disepakati bahwa arah ang ditunjukkan oleh ibu jari sebagai arah nˆ. turan tangan kanan ini dilukiskan oleh Gambar 1-4; perhatikan bagaimana arah nˆ akan berbalik jika arah lintasan pada kurva C dibalik. Gambar 1.3. Sebuah elemen luasan da pada permukaan S, vektor elemen lu-asan ini adalah da ˆ n da, Gambar 1.4. rah vektor normal nˆ ang dipilih untuk pemukaan terbuka S ang dibatasi oleh kurva 5

26 dengan nˆ adalah vektor normal elemen luasan tersebut. tertutup C dengan arah lintasan seperti terlihat pada gambar. Gambar 1-5. eragam vektor normal ke arah luar dari suatu permukaan tertutup. Kedua, da merupakan bagian dari suatu permukaan tertutup. Dalam hal ini tidak ada kurva pembatas C tetapi permukaan ini membagi ruang menjadi ruang dalam dan ruang luar; permukaan sebuah bola merupakan sebuah contoh. Di sini arah nˆ senantiasa dipilih dari ruang dalam ke ruang luar. Hal ini diilustrasikan oleh Gambar 1-5 di mana arah-arah normal ke luar ang dimaksud di sini diperlihatkan untuk beberapa titik. ila persamaan (1-5) digabung dengan ungkapan untuk nˆ ang berbentuk persamaan (1-8), maka d a dapat ditulis dalam bentuk komponen seba-gai da da ˆ da ˆ da ˆ, (1-53) dengan da l da, da l da, da l da (1-54) dan l, l, l adalah komponen-komponen dari nˆ, aitu cosinus arah. Pengalaman kita dengan integral-integral rangkap telah membuat kita terbiasa dengan penggunaan dd sebagai sebuah elemen luasan di dalam bi-dang, dan jelas bahwa ungkapan ini berkaitan dengan salah satu komponen d a. Untuk memperoleh hubungan ini, kita tinjau Gambar 1-6 ang memper-lihatkan sebuah elemen luasan da berbentuk segiempat siku-siku dengan sisi-sisi b dan c sehingga da = bc. idang luasan sejajar dengan sumbu sehingga nˆ sejajar dengan bidang 6

27 dan membentuk sudut terhadap sumbu ; Gambar 1-7 memperlihatkan pandangan dari samping sepanjang sumbu ke arah titik asal. Gambar-gambar tersebut juga memperlihatkan proeksi luasan pada bidang dan bidang ; proeksi ini berupa persegiempat berturut-turut dengan luas dd dan dd; dari gambar tersebut jelas juga bahwa d = c. Proeksi da pada bidang berupa garis ang ditandai dengan b di dalam Gambar 1-7. Dua sudut arah lainna dari nˆ diperoleh dengan membanding-kan kedua gambar ini dengan Gambar 1-8 dan terlihat bahwa = 90 dan = 90, sehingga cosinus-cosinus arah adalah l sin, l 0 dan l cos. Gambar 1-6. Penentuan komponen-komponen suatu vektor elemen luasan. Dengan mensubstitusikan nilai-nilai ini ke dalam persamaan (1-54) dan dengan menggunakan Gambar 1-7, kita memperoleh bahwa da da cos = b cos c dd, ang tidak lain adalah proeksi luasan da pada bidang, aitu proeksi tegak lurus terhadap sumbu koordinat ang terkait. Demikian pula, kita akan memperoleh da dd, sedangkan da 0 untuk kasus khusus ini. Sekarang anggap bahwa n adalah negatif sehingga > 90 sedangkan ang lainna dibuat tetap sama; hal ini diilustrasikan oleh Gambar 1-8. Dengan membandingkanna dengan Gambar 1-6, terlihat bahwa proeksi pada bidang dan bidang akan masih tetap persegiempat, berturut-turut dengan luas dd dan dd. Tetapi, sekarang cos akan negatif sehingga da da cos = dd. Di 7

28 lain pihak, karena = 90 maka cos akan positif dan da dd seperti sebelumna; da tetap nol. Gambar 1-7. Pandangan samping situasi dalam Gambar 1-6. Gambar 1-8. Sebuah elemen luasan dengan sebuah komponen negatif. Tinjauan-tinjauan ini dapat diperluas ke situasi di mana nˆ membentuk sudut sembarang terhadap semua sumbu. esar suatu komponen dari d a sepanjang sumbu tertentu akan sama dengan proeksina pada bidang koordinat ang tegak lurus terhadap sumbu tersebut dan, dalam koordinat tegak lurus, diberikan oleh oleh perkalian diferensial-diferensial ang bersangkutan. Kare-na kita selalu memperlakukan diferensial-diferensial ini sebagai besaran positif, maka komponen aktualna akan diperoleh dengan mengalikan perkalian ini dengan tanda plus atan minus bergantung pada tanda komponen nˆ ang bersangkutan. Dengan demikian, kita telah memperoleh wakilan komponenkomponen tegak lurus dari suatu elemen luasan dan menulisna sebagai da dd, da dd, da dd (1-55) di mana tanda plus digunakan untuk suatu komponen jika besar sudut arah nˆ terhadap sumbu ang bersangkutan adalah kurang dari 90, sedangkan tanda negatif digunakan bila sudut arah lebih besar dari 90. 8

29 1.13 Integral Permukaan Tinjau sebuah permukaan S; seperti ditunjukkan oleh Gambar 1-9, kita dapat membagi S dalam vektor elemen-elemen luasan d a seperti telah dibahas dalam subbab sebelumna. Kita asumsikan kehadiran medan vektor sedemikian sehingga nilaina dapat diperoleh di semua titik pada permukaan S. Pada tiap elemen luasan, kita mengevaluasi, mengalikan komponenna dalam arah d a dengan besar d a, dan menjumlahkan semuana. integral permukaan pada S dan dituliskan sebagai Hasilna disebut sebagai S cos da ˆ nda da. (1-56) S S Integral ini disebut juga fluks ang melewati S. Kita telah menulis persamaan (1-56) dengan sebuah tanda integral tunggal untuk kemudahan, tetapi sebenarna ia mewakili sebuah integral rangkap dua (ganda). Jika permukaanna merupakan permukaan tertutup, maka akan sangat berguna bila hal ini ditandai secara eksplisit dengan menulis integral sebagai da. (1-56) S Nilai integral ini dapat nol ataupun tak nol, bergantung pada, sebagaimana akan kita lihat nanti. Gambar 1.9. Hubungan-hubungan ang digunakan untuk kalkulasi integral permukaan. 9

30 Dengan menggunakan persamaan-persamaan (1-0) dan (1-53), kita dapat menulis persamaan (1-56) dalam suku-suku koordinat tegak lurus sebagai da S S da da da. (1-57) Dalam menggunakan persamaan (1-57), kita perlu menggunakan persamaan (1-55) dan kemudian pastikan memperhitungkan kenataan bahwa d, d, dan d tidak dapat bervariasi secara bebas karena koordinat-koodinat,, dan dihubungkan oleh persamaan permukaan S. Kesalingtergantungan ini harus juga diperhitungkan dalam menentukan batas-batas integrasi dan dalam menulis komponen-komponen seperti, ini dengan sebuah kasus khusus.,. Sekarang kita ilustrasikan hal Contoh nggap ˆ ˆ ˆ dan kita pilih permukaan S berupa bagian lingkaran berjejari a ang berpusat di titik asal dan berada di kuadran pertama pada bidang seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.30; persamaan lingkaran adalah a. Di sini, luasan tegak lurus terhadap sumbu sehingga nˆ dapat berupa ẑ ataupun ẑ. Misalna kita pilih nˆ ẑ ; maka satu-satuna komponen d a adalah da dd se-perti diperoleh dari persamaan (1-55) dengan tanda plus karena sudut arah = 0, dan persamaan (1-57) menjadi da S S dd. (1-58) Eleman luasan diperlihatkan sebagai daerah ang diarsir lebih gelap di dalam gambar. Kita memilih mengevaluasi integral dengan terlebih dahulu mengintegrasikanna ke variabel sambil mempertahankan tetap; hal ini akan menjumlahkan sumbangan 30

31 Gambar Luasan integrasi untuk contoh dalam Subbab dari daerah pita ang diarsir kurang gelap; batas atas integrasi ke variabel berkaitan dengan letak titik P dan diperoleh dari persamaan lingkaran untuk nilai ang tetap ini, aitu P a. Setelah hal ini dilakukan, selanjutna kita mengintegrasi-kan ke seluruh variabel ang mungkin, dengan menjumlahkan sumbangan dari pita-pita ang serupa, sehingga mencakup keseluruhan luasan S. Dengan demikan persamaan (1-58) menjadi da S a 0 d 0 a d a d a a 1 4 a d a 1 a a Sekarang kita beralih kepada dua teorema penting ang melibatkan je-nisjenis integral ang telah dibahas di atas Teorema Divergensi Ditinjau suatu volume V ang dibatasi oleh suatu permukaan tertutup S. Teorema divergensi Gauss menatakan bahwa 31

32 da S V d. (1-59) Integral dihitung untuk keseluruhan permukaan S dan volume V dengan elemen volume d. Demi kemudahan, kita telah menulis integral volume dengan sebuah tanda integral tunggal meskipun sesungguhna ia merupakan integral rangkap tiga (tripel). Karena S merupakan permukaan tertutup, maka normal satuan nˆ ang digunakan untuk d a adalah normal arah ke luar menu-rut kesepakatan kita dalam Subbab 1-1 seperti telah ditunjukkan oleh Gam-bar 1-5. Teorema ini menghubungkan integral permukaan suatu medan vektor dengan integral volume dari divergensi medan vektor tersebut. Integral permukaan bergantung hana pada nilai di permukaan, sedangkan integral volume memerlukan pengetahuan tentang (tidak ) di seluruh volume. Kita akan membuktikan teorema ini dengan evaluasi langsung. Dalam koordinat-koordinat tegak lurus, elemen volume adalah d d d d (1-60) dan, dengan menggunakan persamaan (1-4), kita dapat menulis integral volu-me sebagai suatu jumlahan: V d V d d d V d d d V d d d. (1-61) Kita tinjau integral pertama. Langkah pertama kita adalah mengintegrasikan ke variabel sambil mempertahankan dan tetap pada nilai-nilai 0 dan 0. Jadi kita akan menjumlahkan sumbangan dari sebuah batang dengan luas penampang dd. atang ini dan proeksina pada bidang diperlihatkan oleh Gambar atang ini memotong permukaan S pada titik P 1 dan titk P dan oleh karena itu ia mendefinisikan dua elemen luasan d a1 dan d a pada permukaan S ang 3

33 arahna diperlihatkan pada gambar. (gar jelas, bagian sisa dari volume V dan luasan S tidak ditampilkan dalam di gambar.) Koordinat- Gambar Volume ang digunakan dalam memperoleh teorema divergensi. koordinat titik P 1 dan titik P berturut-turut adalah 1, 0, 0, 0, 0 dan dengan 1 dan ditemukan sebagai nilai-nilai ang memenuhi persamaan permukaan S; jadi 1 dan merupakan batas integrasi untuk va-riabel. Dalam langkah ini, kemudian akan merupakan fungsi saja karena dan tetap, sehingga d d. Dengan demikian, integral pertama dalam persamaan (1-61) menjadi d d 1 d, 0, 0 1, 0, 0 d d. (1-6) Di dalam integran hasil ini, suku di dalam tanda kurung siku adalah selisih bila dievaluasi pada titik-titik P 1 dan P, ang dapat ditulis sebagai P P 1. Dari persamaan (1-51) dan Gambar 1-31 tampak bahwa da d d sedangkan da1 d d karena sudut ang dibentuk oleh luasanluasan ini dengan sumbu berturut-turut kurang dari 90 dan lebih dari 90. Jadi, integran di dalam persamaan (1-6) dapat ditulis sebagai P da P1 da1 da 1 da 1 (1-63) 33

34 ang sama dengan sumbangan total pada integral permukaan da ang berasal dari luasan-luasan d a1 dan d a pada permukaan S ang dipotong oleh batang tersebut. Jadi, bila kita melakukan integrasi ke variabel-variabel dan dalam persamaan (1-6), maka kita akan menjumlahkan sumbangan-sum-bangan semua batang seperti ini; sumbangan tiap batang adalah da dari luasan bagianna, sehingga hasil akhir akan meupakan integral permukaan dari ke keseluruhan luasan S. Dengan kata lain, kita telah menemukan da d d d V S da. (1-64) Dengan cara serupa, dua integral terakhir dalam persamaan (1-61) akan diper-oleh berturut-turut sebagai S da dan S da Sehingga jika kita menambahkanna dengan persamaan (1-64), mensubstitusikanna ketigana ke persamaan (1-61), dan dengan menggunakan persamaan (1-0), maka kita memperoleh V d S da da da da ang merupakan persamaan (1-59), dan ini membuktikan teorema tersebut. Kita telah membuktikan teorema ini hana untuk volume ang dibatasi oleh sebuah permukaan tunggal, tetapi kita dengan mudah dapat memperluas bukti ang berlaku juga pada wilaah ang dibatasi oleh beberapa permukaan, seperti sebuah bola berongga. Gambar 1-3 memperlihatkan sebuah volume V ang dikelilingi oleh dua permukaan S 1 dan S ; dua buah vektor normal ke arah luar terhadap volume tersebut diperlihatkan sebagai nˆ dan nˆ. Sekarang kita baangkan sebuah bidang memotong volume dan membagina menjadi dua volume V dan V 1 ; jejak bidang ini ditunjukkan oleh garis putus-putus dan CD. Volume V dikelilingi oleh sebuah permukaan tunggal ang me-rupakan S 34

35 bagian dari S 1 dan S di sebelah bidang ditambah permukaan bidang perpotongan ang ditunjukkan oleh dan CD; vektor normal ke arah luar terhadap permukaan batas ang baru diperlihatkan sebagai nˆ. Hal ang seru-pa berlaku untuk V 1 ; vektor normal ang terkait adalah nˆ 1. Dengan mene-rapkan persamaan (1-59) pada masing-masing volume ini dan kemudian menjumlahkanna, maka kita memperoleh V1 V d da S1 da S CD nˆ da CD nˆ da 1 Dalam dua integral terakhir, vektor-vektor normal saling berlawanan arah sehingga tiap pada titik di bidang CD berlaku nˆ nˆ 1 sedangkan nilai-nilai dan da di bidang tersebut adalah sama; dengan demikian integral-integral ini saling meniadakan dan kita tinggal puna d V1 V S1S da ang sama dengan persamaan (1-59) karena volume total adalah V1 V dan permukaan batas total adalah S1 S. Gambar 1-3. Sebuah volume ang dibatasi oleh dua permukaan. ukti ini jelas dapat diperluas ke sejumlah sembarang permukaan-permukaan batas dengan menggunakan banak permukaan-permukaan perpo-tongan seperti CD ang mungkin diperlukan. 35

36 Jika sekarang kita menerapkan teorema divergensi pada suatu situasi sederhana khusus, maka kita dapat memperoleh sebuah hasil ang bermanfaat dan memperjelas maksudna. Kita tinjau sebuah titik P di pusat sebuah volu-me kecil V. Jika V sangat kecil, maka akan hampir konstan di seluruh volume sehingga dapat dilihat dengan mudah bahwa integral volume dalam persamaan (1-59) dapat ditulis sebagai V d P V dengan adalah nilai rerata di sekitar titik P. Dengan meletakkan P hasil ini ke dalam persamaan (1-59) dan membagina dengan V, maka kita memperoleh P 1 da. (1-65) V S Jika sekarang kita gunakan V 0, sedangkan titip P tetap di pusat volume kecil, maka nilai rerata di sekitar titik P menjadi nilai di titik P; dengan menuliskanna hana sebagai maka kita puna lim V 0 1 da. (1-66) V S Ungkapan untuk ini adalah dalam sebuah bentuk ang tak bergantung pada sistem koordinat tertentu, hal ang sebalikna dengan persamaan (1-4), dan oleh sebab itu ia dapat digunakan sebagai sebuah definisi umum tentang divergensi sebuah vektor seperti halna persamaan (1-38) sebagai cara umum pendefinisian sebuah gradien. Persamaan (1-66) juga memberik kita suatu pe-mahaman ang lebih baik tentang signifikasi divergensi karena tampak bahwa ia merupakan ukuran fluks keluar suatu vektor melalui suatu daerah kecil di sekitar titik ang ditinjau. 36

37 dalah merupakan hal ang memungkinkan memulai dengan definisi persamaan (1-66) dan, dengan mengevaluasi fluks ang melewati permuka-an ang mengelilingi sebuah volume, memperoleh ungkapan untuk dalam koordinat tegak lurus; hasilna tentu saja persamaan (1-4) Teorema Stokes Kita tinjau sebuah permukaan S ang dibatasi oleh sebuah kurva C. Teorema Stokes menatakan bahwa ds C S da (1-67) dan ia menghubungkan integral garis suatu vektor pada suatu kurva tertutup dengan integral permukaan dari rotasi vektor tersebut pada luasan ang dilingkupi kurva tadi. Karena S merupakan permukaan terbuka, maka arah d a da-lam persamaan (1-67) ditentukan dari pilihan arah gerak mengelilingi kurva C menurut persamaan (1-5) dan aturan tangan kanan ang telah diilustrasikan oleh Gambar 1-4; merupakan hal ang penting adalah bahwa kesepakatan tanda ini akan digunakan dalam banak aplikasi dari persamaan (1-67). Hal menarik untuk dicatat adalah bahwa persamaan (1-67) tidak mensaratkan S memiliki bentuk tertentu kecuali bahwa ia dibatasi oleh C; oleh karena itu terdapat banak kemungkinan dalam pemilihan permukaan. Secara umum, nilai integral d a akan berbeda di titik-titik pada semua permukaan ini, tetapi persamaan (1-67) menatakan bahwa jumlahan semua suku ini akan sama, karena integral garis bergantung hana pada nilai-nilai sepan-jang garis ang sama. Hal ini diilustrasikan secara skematis oleh Gambar gar sederhana, anggap bahwa C adalah sebuah kurva tertutup ang terletak dalam sebuah bidang, seperti sebuah lingkaran. S dapat diambil sebagai daerah bidang ang dibatasi oleh lingkaran; bila dilihat dari samping, C dan S akan tampak sebagai garis, seperti terlihat pada gambar. Garis-garis putus-putus mewakili jejak permukaan-permukaan lain ang mungkin, aitu S, S, dan seterusna, 37

38 semuana memiliki C sebagai batas, dan integral da ke masing-masing luasan tersebut akan memberikan hasil ang sama. Kita membuktikan teorema ini dengan evaluasi langsing integral permukaan dengan menggunakan ungkapan sebelumna dalam koordinat tegak lurus. Dengan menggunakan persamaan (1-0) dan persamaan (1-43) kita dapat memperoleh S Gambar Permukaan-permukaan dengan kurva pembatas ang sama. da da da S S da da S da da (1-68) di mana kita telah mengelompokkan suku-suku menurut komponen-kompo-nen. Kita tinjau integral pertama dan kita namakan sebagai I. Kita eva-luasi integral ini pertama-tama dengan mengintegralkanna ke sebuah pita dengan lebar d ang sejajar dengan bidang dan berjarak dari bidang ini. Kemudian, dengan mengintegralkan ke variabel, kita jumlahkan sumbangan-sumbangan dari semua pita ang membagi-bagi permukaan S. Mula-mula kita asumsikan S cukup sederhana sehingga kita dapat memilih arah sumbu-sumbu sedemikian sehingga dan bertambah besar bersamaan dengan kita berge-rak dari pangkal ke ujung pita. Situasi ini diilustrasi oleh Gambar 1-34 ang juga memperlihatkan proeksi pita pada bidang dan bidang sebagai ban-tuan untuk memahami orientasi permukaan. P 1 dan P berturut-turut adalah titik-titik awal dan akhir integrasi, aitu titik-titik perpotongan pita dengan kurva pembatas C dan koordinat-koordinatna memenuhi persamaan kurva C. Elemen luasan d a 38

39 diperlihatkan pada pertengahan langkah integrasi; tampak bahwa sudut arah d a memiliki nilai-nilai ang sedemikian sehingga dan kurang dari 90, sedangkan > 90. (Sebuah pensil ang dipegang tegak lurus terhadap sebuah kertas karton ang memiliki orientasi sama seperti pita terar- Gambar Luasan ang digunakan untuk memperoleh teorema Stokes. sir akan membuat hal ini menjadi jelas.) Dengan demikian, menurut persama-an (1-55), da dd dan da dd dan kita dapat menulis P I d d d. (1-69) pita P1 Di dalam suku ang berada di dalam tanda kurung, d dan d tidak saling be-bas karena dan dihubungkan oleh persamaan untuk S dan nilai ang dili-batkan. Karena integran ini akan dievaluasi pada pita dengan konstan, dan oleh sebab itu d = 0, maka kita dapat menambahkan d 0 memiliki bentuk ang segera dapat dikenal: padana sehingga ia 39

40 d d d d. Sebagai hasilna, persamaan (1-69) menjadi P P P I d d 1 d. (1-70) pita P 1 pita Jika kita kembali lagi ke Gambar 1-34, dan meninjau pergeseran-pergeseran d s 1 dan d s sepanjang C pada limit ang bersangkutan, maka di P 1 tampak bahwa d memiliki komponen ang positif sehingga kita dapat menulis ds d s 1 1, sedangkan di P, d s memiliki komponen ang negatif sehingga ds d Konsekuensina, integran persamaan (1-70) dapat ditulis sebagai 1. P ds P1 ds 1 ds 1ds. (1-71) 1 ang sama dengan sumbangan total kepada integral garis ds ang muncul dari pergeseran-pergeseran d s 1 dan d s ang terpotong pada pita C oleh pita. Jadi, bila kita melakukan integrasi akhir ke variabel di dalam persamaan (1-70), aitu menjumlahkan sumbangan-sumbangan dari semua pita, maka sum-bangan tiap pita akan berupa ds dari bagianna dari kurva pembatas; hasil akhir akan berupa integral garis ds ke keseluruhan kurva C. Dengan kata lain, kita telah menemukan bahwa da da S ds. (1-7) C Serupa dengan hasil di atas, dua integral akhir pada persamaan (1-68) berturut-turut dapat ditunjukkan memiliki nilai-nilai C ds dan C ds. 40

41 Dengan mensubstitusikan hasil-hasil ini, bersama dengan persamaan (1-7), ke persamaan (1-68), maka kita dapat memperoleh S da ds ds ds C ds C (1-7) ang tepat sama dengan persamaan (1-67) dan ini membuktikan teorema tersebut. Teorema ini dpat diperluas kepada kasus di mana sebuah permukaan dibatasi oleh lebih dari satu kurva dengan menggunakan metode ang serupa seperti saat digunakan untuk teorema divergensi. Sebuah contoh situasi seperti ini diperlihatkan oleh Gambar Perhatikan arah lintasan kurva pembatas sebelah dalam; this sense is chosen to keep the area of interest to one s left as one moves along the curve and is seen to be equivalent to the right-hand rule illustrated in Figure 1-4. Kita akan membagi S menjadi permukaan-permukaan ang masingmasing dibatasi oleh sebuah kurva dengan memperkenalkan pasangan-pasangan garis ang berimpitan sebanak ang diperlukan; dua pasangan garis seperti ini diperlihatkan sebagai garis putus-putus pada gambar. Selanjutna teorema Stokes dapat diterapkan pada masing-masing dari permukaan-permukaan ini dan hasilna dijumlahkan. Sumbangan kepada integral garis dari garis-garis tadi akan saling meniadakan karena arah lintasanna saling berlawanan dan hasil akhirna akan kembali berbentuk persamaan (1-67). Prosedur serupa juga akan meniadakan kekhawatiran berkaitan dengan asumsi kita bahwa permukaan dalam Gambar 1-34 cukup datar bagi kita untuk mengarahkan sumbu-sumbu kita sedemikian sehingga dan selalu bertambah besar bersamaan dengan saat kita menginte-grasikan sepanjang pita. Jika permukaanna cukup berkelok, maka kita dapat 41

42 Gambar Sebuah luasan ang dibatasi oleh dua buah kurva. membagina menjadi potongan-potongan ang cukup datar sedemikian sehingga, jika perlu, kita dapat memilih himpunan berbeda dari sumbu-sumbu untuk masing-masing potongan ang akan memenugi persaratan dari Gambar 1-34; pembagian seperti ini diilustrasikan oleh Gambar ila kita menerapkan teorema pada tiap potongan dan menjumlahkan hasil-hasilna, maka sumbangansumbangan dari garis-garis pembagi akan saling meniadakan, dan kita akan memperoleh persamaan (1-67) lagi. Kita tinjau sebuah titik P di pusat sebuah luasan kecil a nˆ. ila persamaan (1-67) diterapkan pada kasus ini, maka nˆ akan hampir konstan di seluruh luasan ini, sehingga kita dapat menulis 1 nˆ P a C ds dengan ruas kiri adalah nilai rerata di dekat titik P dari komponen da-lam arah nˆ menurut persamaan (1-1). Sekarang, jika kita gunakan a 0, maka nilai rerata di dekat titik P menjadi nilaina di titik P tersebut, atau lim 1 nˆ P a 0 a C ds (1-73) ang memberikan komponen dalam arah tertentu dalam bentuk inte-gral garis di sekitar suatu luasan kecil ang norma (tegak lurus) terhadap arah ini. Jadi, kita dapat mengambil persamaan (1-73) sebagai definisi umum komponen suatu rotasi dalam suatu arah tertentu. Jika kita melakukan hal ini untuk tiga arah 4

43 ang saling tegak lurus (seperti ˆ, ŷ, dan ẑ ), maka kita akan memperoleh komponen dalam tiap arah tersebut dan dengan demikian kita memperoleh juga vektor. ila prosedur ini digunakan untuk koor-dinat-koordinat tegak lurus, maka hasilna tentu saja adalah persamaan (1-43). Gambar Pembagian sebuah luasan untuk bukti umum teorema Stokes Koordinat Silinder Hingga di sini kita hana telah menggunakan koordinat tegak lurus dengan vektor-vektor satuan ang tetap. Tetapi, banak persoalan lebih mu-dah dinatakan dan dikerjakan di dalam sistem koordinat lain, dan kita ingin melihat apa ang akan terjadi pada banak hasil-hasil kita. Kita hana perlu bekerja dengan dua sistem koordinat ang penting. Yang pertama adalah koordinat silinder di mana letak titik P dicirikan oleh tiga besaran,, dan ang definisina dilukiskan oleh Gambar 1-37; gambar ini juga memperlihatkan vektor letak r suatu titik bersama dengan ti-ga vektor satuan baru ang akan didefinisikan segera. Tampak bahwa bila r diproeksikan pada bidang, maka adalah panjang proeksi tersebut, sedangkan adalah sudut ang dibentuk oleh proeksi tadi dengan sumbu positif; sama seperti halna dalam koordinat tegak lurus. Hubungan antara koordinat silinder dan koordinat tegak lurus suatu titik P terlihat pada gambar sebagai cos sin (1-74) 43

44 sehingga tan. (1-75) Sekarang kita dapat mendefinisikan himpunan tiga buah vektor satuan ang saling tegak lurus sebagai berikut: pertama, ẑ sama seperti ẑ dalam koor- Gambar Definisi koordinat-koordinat silinder. dinat tegak lurus; kedua, ρˆ dipilih dalam arah bertambahna nilai variabel dan tegak lurus terhadap ẑ sehingga ρˆ sejajar dengan bidang ; akhirna, ˆ didefinisikan tegak lurus terhadap kedua vektor satuan sebelumna dan arah-na terlihat pada gambar. Tampak bahwa ˆ tegak lurus terhadap bidang = konstan, dan oleh sebab itu arahna dalam arah bertambahna nilai variabel. Vektorvektor satuan ini diperlihatkan di lokasi titik P dengan maksud untuk menegaskan bahwa mereka merupakan fungsi titik P dalam arti bahwa jika titik P digeser maka ρˆ dan ˆ berubah arah, meskipun ẑ tidak berubah. Jadi, vektor-vektor satuan ini tidak semuana konstan, tidak seperti ˆ, ŷ, dan ẑ. 44

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor . Vektor.1 Representasi grafis sebuah vektor erdasarkan nilai dan arah, besaran dibagi menjadi dua bagian aitu besaran skalar dan besaran vektor. esaran skalar adalah besaran ang memiliki nilai dan tidak

Lebih terperinci

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan Bab 4 Hukum Gauss A. Pendahuluan Pada pokok bahasan ini, disajikan tentang hukum Gauss yang memberikan fluks medan listrik yang melewati suatu permukaan tertutup yang melingkupi suatu distribusi muatan.

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

ANALISA VEKTOR. Skalar dan Vektor

ANALISA VEKTOR. Skalar dan Vektor ANALISA VEKTOR Skalar dan Vektor Skalar merupakan besaran ang dapat dinatakan dengan sebuah bilangan nata. Contoh dari besaran skalar antara lain massa, kerapatan, tekanan, dan volume. Sedangkan besaran

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36 Irisan Kerucut animation 1 animation 2 Irisan kerucut adalah kurva ang terbentuk dari perpotongan antara sebuah kerucut dengan bidang datar. Kurva irisan ini

Lebih terperinci

BAB I ANALISIS VEKTOR

BAB I ANALISIS VEKTOR BAB I ANALISIS VEKTOR A. Deskripsi Materi ini akan membahas tentang pengertian, sifat, operasi dan manipulasi besaran fisik scalar dan vector. Pada pembahasan materi medan elektromagnetik berikutna akan

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use. Vektor

Open Source. Not For Commercial Use. Vektor Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Vektor Vektor adalah sebuah besaran ang mempunai nilai dan arah. Secara geometri vektor biasana digambarkan sebagai anak panah berarah (lihat gambar di samping)

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

BAB I PRA KALKULUS. Nol. Gambar 1.1

BAB I PRA KALKULUS. Nol. Gambar 1.1 BAB I PRA KALKULUS. Sistem bilangan ril.. Bilangan ril Sistem bilangan ril adalah himpunan bilangan ril dan operasi aljabar aitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Biasana bilangan

Lebih terperinci

B. Pengertian skalar dan vektor Dalam mempelajari dasar-dasar fisika, terdapat beberapa macam kuantitas kelompok besaran yaitu Vektor dan Skalar.

B. Pengertian skalar dan vektor Dalam mempelajari dasar-dasar fisika, terdapat beberapa macam kuantitas kelompok besaran yaitu Vektor dan Skalar. ANALISIS VEKTOR A. Deskripsi Materi ini akan membahas tentang pengertian, sifat, operasi dan manipulasi besaran fisik scalar dan vector. Pada pembahasan materi medan elektromagnetik berikutna akan melibatkan

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green TEOREMA DIVERGENSI, STOKES, DAN GREEN Materi pokok pertemuan ke 13: 1. Teorema divergensi Gauss URAIAN MATERI Untuk memudahkan perhitungan seringkali dibutuhkan penyederhanaan bentuk integral yang berdasarkan

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Analisis Penampang. Pertemuan 4, 5, 6

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Analisis Penampang. Pertemuan 4, 5, 6 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS nalisis Penampang Pertemuan 4, 5, 6 TU : Mahasiswa dapat menghitung properti dasar penampang, seperti luas, momen statis, momen inersia TK : Mahasiswa

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

BAB 1 ANALISA SKALAR DANVEKTOR

BAB 1 ANALISA SKALAR DANVEKTOR 1.1 Skalar dan Vektor BAB 1 ANAISA SKAA DANVEKT Skalar merupakan besaran ang dapat dinatakan dengan sebuah bilangan nata. Simbul,, dan z ang digunakan merupakan scalar, dan besarna juga dinatakan dalam

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB 5 Bangun Geometris 5.1. Persamaan Kurva Persamaan suatu kurva secara umum dapat kita tuliskan sebagai F (, )

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika Jurusan Matematika 1 Nopember 2011 1 Vektor dan Garis 2 Koordinat 3 Norma Vektor 4 Hasil Kali Titik dan Proyeksi 5 Hasil Kali Silang Definisi Vektor Definisi Jika AB dan CD ruas garis berarah, keduanya

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si.

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si. VEKTOR 1 A. Definisi vektor Beberapa besaran Fisika dapat dinyatakan dengan sebuah bilangan dan sebuah satuan untuk menyatakan nilai besaran tersebut. Misal, massa, waktu, suhu, dan lain lain. Namun, ada

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

1. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik

1. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik Darpublic Oktober 3 www.darpublic.com. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik Fungsi Apabila suatu besaran memiliki nilai ang tergantung dari nilai besaran lain, maka dikatakan bahwa besaran tersebut merupakan

Lebih terperinci

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai saja. Contoh :

Lebih terperinci

Bab 3 Medan Listrik. A. Pendahuluan

Bab 3 Medan Listrik. A. Pendahuluan Bab 3 Medan Listrik A. Pendahuluan Pada pokok bahasan ini, akan disajikan tentang medan listrik, baik konsep maupun cara memperolehnya dari beragam distribusi muatan, baik distribusi muatan diskrit (sistem

Lebih terperinci

fi5080-by-khbasar BAB 1 Analisa Vektor 1.1 Notasi dan Deskripsi

fi5080-by-khbasar BAB 1 Analisa Vektor 1.1 Notasi dan Deskripsi BB 1 nalisa Vektor Vektor, dibedakan dari skalar, adalah suatu besaran yang memiliki besar dan arah. rtinya untuk mendeskripsikan suatu besaran vektor secara lengkap perlu disampaikan informasi tentang

Lebih terperinci

I. Ulangan Bab 2. Pertanyaan Teori 1. Tentukanlah besar dan arah vektor-vektor berikut : a. V = 3, 1. b. V = 1, 3. c. V = 5, 8.

I. Ulangan Bab 2. Pertanyaan Teori 1. Tentukanlah besar dan arah vektor-vektor berikut : a. V = 3, 1. b. V = 1, 3. c. V = 5, 8. I. Ulangan Bab Pertanaan Teori 1. Tentukanlah besar dan arah vektor-vektor berikut : a. V = 3, 1 b. V = 1, 3 c. V = 5, 8 a. Besar V adalah V 3 1 31 4 Arah V adalah 1 1 tan = 3 30 3 3 b. Besar V adalah

Lebih terperinci

DIKTAT MATEMATIKA II

DIKTAT MATEMATIKA II DIKTT MTEMTIK II (VEKTOR) Drs.. NN PURNWN, M.T JURUSN PENDIDIKN TEKNIK MESIN FKULTS PENDIDIKN TEKNOLOGI DN KEJURUN UNIVERSITS PENDIDIKN INDONESI 004 VEKTOR I. PENDHULUN 1.1. PENGERTIN Sepotong garis berarah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KALKULUS

PENDAHULUAN KALKULUS . BILANGAN REAL PENDAHULUAN KALKULUS Ada beberapa jenis bilangan ang telah kita kenal ketika di bangku sekolah. Bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan asli, bulat, cacah, rasional, irrasional. Tahu

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Fungsi dan Grafik. Darpublic

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Fungsi dan Grafik. Darpublic Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik ii Darpublic BAB 1 Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik 1.1. Fungsi Apabila suatu besaran memiliki nilai ang tergantung dari nilai besaran lain, maka

Lebih terperinci

9.1. Skalar dan Vektor

9.1. Skalar dan Vektor ANALISIS VEKTOR 9.1. Skalar dan Vektor Skalar Satuan yang ditentukan oleh besaran Contoh: panjang, voltase, temperatur Vektor Satuan yang ditentukan oleh besaran dan arah Contoh: gaya, velocity Vektor

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB Fungsi Linier.. Fungsi Tetapan Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari sampai +. Kita tuliskan

Lebih terperinci

Kinematika. 1 Kinematika benda titik: posisi, kecepatan, percepatan

Kinematika. 1 Kinematika benda titik: posisi, kecepatan, percepatan ekan #1 Kinematika Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan memulai pembahasan kinematika benda titik. Kinematika aitu topik ang membahas deskripsi gerak benda-benda tanpa memperhatikan penebab

Lebih terperinci

MODUL 2 GARIS LURUS. Mesin Antrian Bank

MODUL 2 GARIS LURUS. Mesin Antrian Bank 1 MODUL 2 GARIS LURUS Gambar 4. 4 Mesin Antrian Bank Persamaan garis lurus sangat berperan penting terhadap kemajuan teknologi sekarang ini. Bagi programmer handal, banyak aplikasi yang membutuhkan persamaan

Lebih terperinci

Aljabar Vektor. Sesi XI Vektor 12/4/2015

Aljabar Vektor. Sesi XI Vektor 12/4/2015 Mata Kuliah : Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XI Vektor e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Aljabar Vektor Vektor juga memiliki

Lebih terperinci

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat.

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat. .. esaran Vektor Dan Skalar II V E K T O R da beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. da juga besaran fisis yang tidak cukup hanya

Lebih terperinci

BAB I. SISTEM KOORDINAT, NOTASI & FUNGSI

BAB I. SISTEM KOORDINAT, NOTASI & FUNGSI BAB I. SISTEM KRDINAT, NTASI & FUNGSI (Pertemuan ke 1 & 2) PENDAHULUAN Diskripsi singkat Pada bab ini akan dijelaskan tentang bilangan riil, sistem koordinat Cartesius, notasi-notasi ang sering digunakan

Lebih terperinci

BESARAN SKALAR DAN VEKTOR. Besaran Skalar. Besaran Vektor. Sifat besaran fisis : Skalar Vektor

BESARAN SKALAR DAN VEKTOR. Besaran Skalar. Besaran Vektor. Sifat besaran fisis : Skalar Vektor PERTEMUAN II VEKTOR BESARAN SKALAR DAN VEKTOR Sifat besaran fisis : Skalar Vektor Besaran Skalar Besaran yang cukup dinyatakan oleh besarnya saja (besar dinyatakan oleh bilangan dan satuan). Contoh : waktu,

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB 9 Turunan Fungsi-Fungsi (1 (Fungsi Mononom, Fungsi Polinom 9.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila

Lebih terperinci

TRANSFORMASI. Kegiatan Belajar Mengajar 6

TRANSFORMASI. Kegiatan Belajar Mengajar 6 Kegiatan elajar Mengajar 6 TRNSFORMSI Drs. Zainuddin, M.Pd Tranformasi (perpindahan) ang dipelajari dalam matematika, antara lain translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), rotasi (perputaran), dan

Lebih terperinci

Bab. Persamaan Garis Lurus. Pengertian Persamaan Garis Lurus Gradien Menentukan Persamaan Garis lurus

Bab. Persamaan Garis Lurus. Pengertian Persamaan Garis Lurus Gradien Menentukan Persamaan Garis lurus Bab Sumb er: Scien ce Enclopedia, 997 Persamaan Garis Lurus Dalam suatu perlombaan balap sepeda, seorang pembalap mengauh sepedana dengan kecepatan tetap. Setiap 5 detik, pembalap tersebut menempuh jarak

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR B A B B A B

BESARAN VEKTOR B A B B A B Besaran Vektor 8 B A B B A B BESARAN VEKTOR Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan dua anak yang mendorong meja pada gambar di atas. Apakah dua anak tersebut dapat mempermudah dalam mendorong meja?

Lebih terperinci

VEKTOR. Oleh : Musayyanah, S.ST, MT

VEKTOR. Oleh : Musayyanah, S.ST, MT VEKTOR Oleh : Musayyanah, S.ST, MT 1 2.1 ESRN SKLR DN VEKTOR Sifat besaran fisis : esaran Skalar Skalar Vektor esaran yang cukup dinyatakan oleh besarnya saja (besar dinyatakan oleh bilangan dan satuan).

Lebih terperinci

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu. VEKTOR Kata vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti "pembawa" (carrier), yang ada hubungannya dengan "pergeseran" (diplacement). Vektor biasanya digunakan untuk menggambarkan perpindahan suatu partikel

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN MOMEN GAYA

KESETIMBANGAN MOMEN GAYA 43 MDUL PERTEMUAN KE 5 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Momen gaa, sarat kedua kesetimbangan, resultan gaa sejajar, pusat berat, kopel. PKK BAHASAN: KESETIMBANGAN MMEN GAYA 5. PENGERTIAN MMEN GAYA Besar

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

MATRIKS & TRANSFORMASI LINIER

MATRIKS & TRANSFORMASI LINIER MATRIKS & TRANSFORMASI LINIER Oleh : SRI ESTI TRISNO SAMI, ST, MMSI 082334051324 Daftar Referensi : 1. Kreyzig Erwin, Advance Engineering Mathematic, Edisi ke-7, John wiley,1993 2. Spiegel, Murray R, Advanced

Lebih terperinci

1 Posisi, kecepatan, dan percepatan

1 Posisi, kecepatan, dan percepatan 1 osisi, kecepatan, dan percepatan osisi suatu benda pada suatu waktu t tertentu kita tulis sebaai r(t). Jika saat t = t 1 benda berada pada posisi r 1 r(t 1 ) dan saat t = t 2 > t 1 benda berada pada

Lebih terperinci

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI SUMBAR

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI SUMBAR VEKTOR DAN SKALAR Materi pokok pertemuan ke I: 1. Vektor dan skalar 2. Komponen vektor 3. Operasi dasar aljabar vektor URAIAN MATERI Masih ingatkah Anda tentang vektor? Apa beda vektor dengan skalar? Ya,

Lebih terperinci

F u n g s i. Modul 3 PENDAHULUAN

F u n g s i. Modul 3 PENDAHULUAN Modul 3 F u n g s i Drs. Wahu Widaat, M.Ec D PENDAHULUAN alam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan

Lebih terperinci

BAB V PENERAPAN DIFFERENSIASI

BAB V PENERAPAN DIFFERENSIASI BAB V PENERAPAN DIFFERENSIASI 5.1 Persamaan garis singgung Bentuk umum persamaan garis adalah = m + n, dimana m adalah koeffisien arah atau kemiringan garis dan n adalah penggal garis. Sekarang perhatikan

Lebih terperinci

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Fungsi Peubah Banak Prof. Dr. Bambang Soedijono PENDAHULUAN D alam modul ini dibahas masalah Fungsi Peubah Banak. Dengan sendirina para pengguna modul ini dituntut telah menguasai pengertian mengenai

Lebih terperinci

1 Sistem Koordinat Polar

1 Sistem Koordinat Polar 1 Sistem Koordinat olar ada kuliah sebelumna, kita selalu menggunakan sistem koordinat Kartesius untuk menggambarkan lintasan partikel ang bergerak. Koordinat Kartesius mudah digunakan saat menggambarkan

Lebih terperinci

Perkalian Titik dan Silang

Perkalian Titik dan Silang PERKALIAN TITIK DAN SILANG Materi pokok pertemuan ke 3: 1. Perkalian titik URAIAN MATERI Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor dan dinyatakan oleh (baca: titik ). Untuk lebih jelas, berikut

Lebih terperinci

Unit 2 KONSEP DASAR ALJABAR. Clara Ika Sari Pendahuluan

Unit 2 KONSEP DASAR ALJABAR. Clara Ika Sari Pendahuluan Unit KONSEP DASAR ALJABAR Clara Ika Sari Pendahuluan P ada unit ini kita akan mempelajari beberapa konsep dasar dalam aljabar seperti persamaan dan pertidaksamaan ang berbentuk linear dan kuadrat, serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vektor Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga besaran fisis yang tidak

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR. K e l a s. A. Syarat Keseimbangan Benda Tegar

FIsika KTSP & K-13 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR. K e l a s. A. Syarat Keseimbangan Benda Tegar KTSP & K-1 FIsika K e l a s XI KESEIMNGN END TEG Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sarat keseimbangan benda tegar.. Memahami macam-macam

Lebih terperinci

Sumber:

Sumber: Transformasi angun Datar Geometri transformasi adalah teori ang menunjukkan bagaimana bangun-bangun berubah kedudukan dan ukuranna menurut aturan tertentu. Contoh transformasi matematis ang paling umum

Lebih terperinci

Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK

Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK Tinjauan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dasar defleksi (lendutan) pada balok, memahami metode-metode penentuan defleksi dan dapat menerapkan

Lebih terperinci

MENGGAMBAR MISTAR I. PENGERTIAN MENGGAMBAR MISTAR

MENGGAMBAR MISTAR I. PENGERTIAN MENGGAMBAR MISTAR MENGGAMBAR MISTAR I. PENGERTIAN MENGGAMBAR MISTAR Menggambar mistar sebenarna hampir mirip dengan menggambar bentuk. Menggambar bentuk adalah menggambar kemiripan bentuk/model suatu benda dengan mengunakan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd IDENTITAS MAHASISWA NAMA : KLS/NIM :. KELOMPOK:. Daftar Isi Kata Pengantar Peta Konsep Materi. BAB I Analisis Vektor a. Vektor Pada Bidang.6

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

Geometri pada Bidang, Vektor

Geometri pada Bidang, Vektor Jurusan Matematika FMIPA Unsyiah September 9, 2011 Secara geometrik, vektor pada bidang dapat digambarkan sebagai ruas garis berarah (anak panah). Panjang dari anak panah merepresentasikan besaran (magnitude)

Lebih terperinci

Bagian 2 Turunan Parsial

Bagian 2 Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial mempelajari bagaimana teknik dierensiasi diterapkan untuk ungsi dengan dua variabel atau lebih. Teknik dierensiasi ini tidak hana akan diterapkan untuk ungsi-ungsi

Lebih terperinci

matematika K-13 PERSAMAAN GARIS LURUS K e l a s

matematika K-13 PERSAMAAN GARIS LURUS K e l a s K- matematika K e l a s XI PERSAMAAN GARIS LURUS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami pengertian garis, garis pada koordinat Cartesius,

Lebih terperinci

Darpublic Nopember 2013

Darpublic Nopember 2013 Darpublic Nopember 1 www.darpublic.com 1. Turunan Fungsi Polinom 1.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik ang terletak pada suatu garis lurus diketahui, misalna [ 1, 1

Lebih terperinci

Melukis Grafik Irisan Kerucut Tanpa Transformasi Sumbu-sumbu Koordinat

Melukis Grafik Irisan Kerucut Tanpa Transformasi Sumbu-sumbu Koordinat JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME NOMOR JANUARI 0 Melukis Grafik Irisan Kerucut Tanpa Transformasi Sumbu-sumbu Koordinat La Arapu (Lektor pada Program Pendidikan Matematika FKIP Universitas Haluoleo)

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

Analisis Vektor. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Analisis Vektor. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Analisis Vektor Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Analisis Vektor Analisis vektor meliputi bidang matematika dan fisika sekaligus dalam pembahasannya Skalar dan Vektor Skalar Skalar ialah

Lebih terperinci

2. Fungsi Linier x 5. Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan):

2. Fungsi Linier x 5. Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan): Darpublic Nopember 3 www.darpublic.com. Fungsi Linier.. Fungsi Tetapan Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai dari sampai +. Kita tuliskan = k [.] dengan k bilangan-nata. Kurva fungsi ini terlihat

Lebih terperinci

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan 61 Pada Matematika Dasar I telah dipelajari integral tertentu b f ( x) dx yang dapat didefinisikan, apabila f

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan Bab 5 Potensial Skalar A. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu medan listrik merupakan besaran vektor yang memberikan informasi lengkap tentang efek-efek elektrostatik. Secara substansial informasi

Lebih terperinci

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Modul 1 Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Drs. Susiswo, M.Si. K PENDAHULUAN ompetensi umum yang diharapkan, setelah mempelajari modul ini, adalah Anda dapat memahami konsep tentang persamaan linear dan

Lebih terperinci

Rudi Susanto, M.Si VEKTOR

Rudi Susanto, M.Si VEKTOR Rudi Susanto, M.Si VEKTOR ESRN SKLR DN VEKTOR esaran Skalar esaran yang cukup dinyatakan oleh besarnya saja (besar dinyatakan oleh bilangan dan satuan). Contoh Catatan : waktu, suhu, volume, laju, energi

Lebih terperinci

MODUL 4 LINGKARAN DAN BOLA

MODUL 4 LINGKARAN DAN BOLA 1 MODUL 4 LINGKARAN DAN BOLA Sumber: www.google.co.id Gambar 6. 6 Benda berbentuk lingkaran dan bola Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai benda-benda yang berbentuk bola maupun lingkaran.

Lebih terperinci

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK Pengantar Definisi Arsitektur MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT Operasional Sinkronisasi Kesimpulan & Saran Muhamad Ali, MT Http://www.elektro-uny.net/ali Pengantar

Lebih terperinci

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran. 4 INTEGRAL Definisi 4.0. Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika untuk setiap D. F () f() Fungsi integral tak tentu f dinotasikan dengan f ( ) d dan f () dinamakan

Lebih terperinci

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat, VEKTOR Dalam mempelajari fisika kita selalu berhubungan dengan besaran, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. da besaran yang cukup dinyatakan dengan nilai (harga magnitude) dan satuannya saja,

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN VEKTOR Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas Disusun Oleh : 1. Chrisnaldo noel (12110024) 2. Maria Luciana (12110014) 3. Rahmat Fatoni (121100) PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral i Darpublic Hak cipta pada penulis, 1 SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral Oleh: Sudaratmo Sudirham

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Matematika Kelas/ Semester: XI Program IPA/ Alokasi Waktu: jam Pelajaran (3 Pertemuan) A. Standar Kompetensi Menggunakan konsep limit ungsi dan turunan

Lebih terperinci

Vektor di ruang dimensi 2 dan ruang dimensi 3

Vektor di ruang dimensi 2 dan ruang dimensi 3 Vektor di ruang dimensi 2 dan ruang dimensi 3 Maulana Malik 1 (maulana.malik@sci.ui.ac.id) 1 Departemen Matematika FMIPA UI Kampus Depok UI, Depok 16424 2014/2015 1/21 maulana.malik@sci.ui.ac.id Vektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENN PELKSNN PEMELJRN Mata Pelajaran : Matematika Kelas : XI / 4 Pertemuan ke - :, lokasi Waktu : 4 jam @ 45 menit Standar Kompetensi : Menentukan kedudukan jarak dan besar sudut ang melibatkan titik,

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2008 Matematika

UN SMA IPA 2008 Matematika UN SMA IPA 008 Matematika Kode Soal D0 Doc. Version : 0-06 halaman 0. Ingkaran dari pernataan "Ada bilangan prima adalah bilangan genap." Semua bilangan prima adalah bilangan genap. Semua bilangan prima

Lebih terperinci

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B Amran Shidik MATERI FISIKA KELAS X 11/13/2016 VEKTOR A. Vektor Vektor adalah jenis besaran yang mempunyai nilai dan arah. Besaran yang termasuk besaran vektor antara lain perpindahan, gaya, kecepatan,

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial Sudaratno Sudirham Integral dan Persamaan Diferensial Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam format pps beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org Bahasan akan mencakup

Lebih terperinci

BAB 1 Vektor. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, Ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

BAB 1 Vektor. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, Ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom A 1 Vektor Fisika Tim Dosen Fisika 1, Ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sub Pokok ahasan Definisi Vektor Penjumlahan Vektor Vektor Satuan

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Syaiful Lutfi NIM : D Kelas : Elektro A

Nama : Mohammad Syaiful Lutfi NIM : D Kelas : Elektro A Nama : Mohammad Saiful Lutfi NIM : D46 Kelas : Elektro A RANGKUMAN MATERI MOMENTUM SUDUT DAN BENDA TEGAR Hukum kekalan momentum linier meruakan salah satu dari beberaa hukum kekalan dalam fisika. Dalam

Lebih terperinci

Bagian 7 Koordinat Kutub

Bagian 7 Koordinat Kutub Bagian 7 Koordinat Kutub Bagian 7 Koordinat Kutub mempelajari bagaimana teknik integrasi yang telah Anda pelajari dalam bagian sebelumnya dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS OLEH

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS OLEH FISIKA UNTUK UNIVERSITAS OLEH BAB I VEKTOR Pendahuluan B esaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dalam bentuk angkaangka. Besaran fisika dapat dibagi menjadi besaran pokok dan besaran

Lebih terperinci

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kalkulus 1 Dosen Pengampu : Muhammad Istiqlal, M.Pd Disusun Oleh : 1. Sufi Anisa (23070160086)

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Mesin S1

Program Studi Teknik Mesin S1 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : MATEMATIKA TEKNIK 2 KODE/SKS : IT042227 / 2 SKS Pertemuan Pokok Bahasan dan TIU 1 Pendahuluan Mahasiswa mengerti tentang mata kuliah Matematika Teknik 2 : bahan ajar,

Lebih terperinci