KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI LAHAN BASAH SEBAGAI MODEL PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI LAHAN BASAH SEBAGAI MODEL PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN"

Transkripsi

1 1 KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI LAHAN BASAH SEBAGAI MODEL PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN (Studi Kasus Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala) Dr. Abdul Halim Barkatullah, SH.M.Hum. Ifrani, SH., MH Mirza Satria Buana, SH., MH ABSTRAK Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini dimanfaatkan para tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar. Permasalahan tersebut kemudian dicoba diatasi pemerintah melalui pendirian Sistem Resi Gudang (SRG) dan Resi Gudang dapat dijadikan jaminan kredit di perbankan. Dalam realisasi penerapan Resi Gudang untuk meningkatkan kesejahteraan petani sebagai model pemasaran komoditas pertanian, khususnya dalam hal jaminan kredit di perbankan masih terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena jaminan resi gudang belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga perbankan. Dalam penerapan SRG di Kabupaten Barito Kuala, kebijakan pemerintah tersebut masih mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Antara lain; kurangnya sosialisasi kepada petani, belum tepat sasaran, tingginya bunga pada tahun kedua bagi petani yang memanfaatkan SRG, besarnya biaya operasional pengangkutan hasil pertanian dari tempat petani ke gudang SRG, dan tidak semua bank mau menerima sertifikat resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan mereka. PENDAHULUAN Salah satu upaya menghadapi persaingan global adalah dengan menerbitkan instrumen baru dalam bidang pembiayaan perdagangan dan pengelolaan stok nasional, sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku usaha, terutama pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah kesulitan permodalan dan keterbatasan jaminan kredit. 1 Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena 1 Iswi Hariyani dan Serfianto.D.P., Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.4.

2 2 sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini dimanfaatkan para tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar, para tengkulak dan pengelola gudang besar milik BUMN atau swasta. Permasalahan tersebut kemudian coba diatasi pemerintah melalui pendirian Pasar Lelang Komoditas, Kredit Usaha Rakyat, dan Sistem Resi Gudang atau Werehouse Receipt System (selanjutnya disebut dengan SRG). Dengan adanya SRG, petani tidak terlalu terburu-buru menjual hasil panen, sebab mereka masih dapat menyimpan hasil panen di gudang terakreditasi, dan dapat menjadikan dokumen resi gudang yang dimilikinya sebagai jaminan kredit di bank. Pada saat harga pasaran telah membaik, petani dapat menjual barang dan melunasi kredit, serta mendapat sisa uang hasil penjualan. Melalui SRG, petani lebih mudah melakukan transaksi perdagangan tanpa harus membawa barang hasil pertanian ke mana-mana, tetapi cukup dengan menunjukan dokumen pengganti bernama Resi Gudang. Dokumen Resi Gudang dapat dialihkan, diperjualbelikan, dijadikan jaminan kredit, dan dijadikan bukti untuk mengambil barang di gudang. Resi Gudang dapat diperjual belikan melalui bursa (Bursa Berjangka Komoditi/Bursa Efek) dan di luar bursa (Pasar Lelang Komoditas/Pasar Induk). Sistem Jaminan Resi Gudang adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari Sistem Jaminan Fidusia, terutama yang khusus berkaitan dengan objek jaminan barang bergerak berupa stok hasil panen pertanian/perkebunan/perikanan. Pembiayaan pertanian melalui SRG dapat diperoleh dari lembaga perbankan, lembaga keuangan nonbank, serta dari para investor yang berminat membeli produk derivative Resi Gudang lewat bursa atau di luar bursa. Melalui cara tersebut, Resi Gudang dapat berpindah tangan berkali-kali sehingga dapat meningkatkan volume transaksi perdagangan dan keuangan yang pada akhirnya diharapkan juga dapat mendorong kemajuan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani. SRG merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan. SRG dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. SRG juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun.

3 3 Barang hasil panen petani kecil selama ini tidak dapat dijadikan agunan kredit, karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Namun demikian, permasalahan tersebut mulai ada jalan keluarnya sejak diundangkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi (UU SRG) beserta peraturan pelaksanaanya. Dalam penerapan SRG di Indonesia masih sebahagian besar di terapkan di pulau jawa, sangat sedikit sekali yang diterapkan di luar jawa, sebagai contoh di pulau Kalimantan sebagai pulau besar di Indonesia hanya ada satu SRG, yaitu di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai lahan basah, berupa lahan pasang surut yang kebanyakan berupa lahan rawa gambut seluas ha yang dominan terdapat di Kabupaten Barito Kuala yang memiliki luasan ha akan tetapi dari luasan tersebut hanya 85% yang dimanfaatkan selebihnya adalah lahan tidur. 2 Luasan 15% yang tidak diusahakan dalam skala usaha tani disebabkan karena adanya hambatan internal lahan basah pasang surut rawa gambut berupa sifat fisik, kimia dan tata air yang kurang mendukung kegiatan usaha tani. Sifat fisik yang menghambat terkait dengan penyusutan, ketebalan dan kondisi fisik lahan. Sifat kimia lahan yang menghambat terkait dengan keasaman tanah dan keharaan tanah yang rendah, sedangkan faktor tata air yang menghambat terkait dengan adanya variasi genangan. Kalimantan Selatan mempunyai satu-satunya SRG yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala di mana tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup petani, berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti mencoba meneliti tentang bagaimana kebijakan pemerintah tentang sistem resi gudang dalam meningkatan kesejahteraan petani lahan basah sebagai model pemasaran komoditas pertanian yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala. 2 BPTPH VII (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah VIII), 2011, Laporan Bulanan Balai Proteksi Tanaman Pangan VIII, Banjarbaru, hlm. 45

4 4 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Sistem Resi Gudang Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. (Pasal 1 angka 1 UU SRG) Sedangkan pengertian Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. (Pasal 1 angka 2 UU SRG) Setiap pemilik barang barang yang menyimpan barang di gudang berhak memperoleh Resi Gudang. (Pasal 6 ayat 1 UU SRG) pengelola gudang menerbitkan Resi Gudang untuk setiap penyimpanan barang setelah pemilik barang menyerahkan barangnya. (Pasal 6 ayat 2 UU SRG) Pemegang resi gudang memiliki hak atas barang yang disimpan di gudang yang dapat dibuktikan dengan resi gudang yang dibawanya, Pemegang resi gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan lebih pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut (Pasal 1 angka 7 UU SRG). Karena resi gudang adalah surat berharga yang dapat dialihkan dan diperjualbelikan berkali-kali, maka pemegang resi gudang yang paling akhir adalah pihak yang paling berhak atas barang yang disimpan di gudang. Hak jaminan resi gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor lain (Pasal 1 angka 9 UU SRG). Disamping itu, resi gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU SRG). Tujuan dan Manfaat Sistem Resi Gudang Tujuan pemberlakuan SRG dapat dilihat pada bagian Penjelasan Undang-undang SRG yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, menjamin, dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, efisiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.

5 5 Untuk maksud tersebut di atas diperlukan sinergi diantara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor-sektor terkait yang mendukung SRG, serta Pasar Lelang Komoditas. Sehingga dengan adanya SRG dapat menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi sebagai pengejawantahan Pancasila dan UUD Tujuan pemberlakuan SRG tersurat dalam konsiderans UU SRG, sebagai berikut: 1. Bahwa Sistem Resi Gudang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang perlu adanya pengaturan mengenai Lembaga Jaminan Resi Gudang; 3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk UU SRG; Guna mendukung sasaran pencapaian manfaat SRG yang mampu secara optimal mendorong pembangunan nasional, diperlukan upaya menyeluruh, terintegrasi dan terakselerasi oleh segenap stakeholders perekonomian Indonesia untuk mewujudkan dasar-dasar pencapaian manfaat (means to end goal) penerapan SRG. Dasar-dasar pencapaian manfaat SRG tersebut meliputi 3 terbangunnya fungsi dan mekanisme pasar yang maksimal atas perdagangan komoditas/produk pertanian terkait SRG, terbangunnya daya dukung lingkungan yang kondusif bagi komoditi-komoditi dan produk pertanian, terbangunnya kepastian hukum melalui peraturan perundangundangan, peraturan serta kelembagaan yang mendukung terciptanya performence guarantee SRG, terbangunnya sistem infeksi dan sertifikasi yang diakui, terbangunnya sistem data dan informasi komoditi yang terakreditasi, terbangunnya partisipasi aktif masyarakat, terbangunnya insentif untuk berkembangnya infrastuktur SRG termasuk industri penyimpanan/pergudangan. 3 diakses tanggal 3 Maret 2012 jam WiB.

6 6 Pengertian Hukum Jaminan Untuk menemukan perumusan hukum jaminan, baik dalam undang - undang maupun di dalam literatur, maka tidak akan ada istilah yang tepat untuk rumusan jaminan tersebut. Berdasarkan pendapat para pakar hukum, salah satunya adalah Hartono Hadisoeprapto dalam bukunya yang berjudul Pokok - Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, memberikan definisi jaminan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diberikan seorang debitur kepada kreditur sehingga menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi segala kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 4 Didalam literatur memang ditemukan istilah Zekerheidsrechten, yang memang bisa saja diterjemahkan menjadi hukum jaminan. Akan tetapi, hendaknya diingat, bahwa kata " recht " di dalam Bahasa Belanda dan Jerman dapat mempunyai arti yang bermacam - macam. Pertama ia berarti hukum (law), tetapi juga hak (right) atau keadilan. Pitlo memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai: hak (eenrecht) yang memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur - kreditur lain. Dari apa yang dikemukan oleh Pitlo tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa kata "recht " dalam istilah " zekerheidsrechten " berarti " hak ", sehingga zekerheidsrechten adalah hak - hak jaminan, bukan " hukum jaminan ", kalau mau memberikan perumusan juga tentang " hukum jaminan ", maka mungkin dapat diartikan sebagai: peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. 5 Jaminan Kredit Perbankan Berdasarkan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan), bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam Hartono Hadi Saputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 5 J. Satrio, Hukum jaminan hak jaminan kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 2.

7 7 meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sementara itu, karena pada umumnya perbankan memperoleh dana dari masyarakat dan kegiatannya diawasi oleh pemerintah, beberapa tujuan kredit dapat ditambahkan sebagai berikut : 1. Mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan (kepentingan pemerintah); 2. Meningkatkan kegiatan perusahaan/perorangan yang didanai peminjam guna terpenuhinya kebutuhan usaha dan kebutuhan lainnya (kepentingan masyarakat); 3. Memperoleh laba untuk kelangsungan hidup perusahaan sehingga dapat memperluas usaha dan pelayanannya (kepentingan pemilik modal/bank/lembaga kredit) 6. Sehubungan dengan perjanjian kredit, maka penjaminan kredit merupakan pelengkap suatu perkreditan. Dalam hal ini, sesuatu yang utama yang harus terlebih dahulu ada adalah suatu kesepakatan antara debitor dan kreditor atau adanya kredit itu sendiri sebagai underlying transaction-nya. Pengertian jaminan kredit secara tersirat dan tersurat dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan, yang menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun pengertian agunan kredit menurut Pasal 1 angka 23 UU Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 6 Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, 1995, PT. Citra Adutya bakti, hlm. 126

8 8 PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Bagi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit Perbankan 1. Resi Gudang Sebagai Agunan Kredit Perbankan Penggunaan Resi Gudang merupakan agunan kredit perbankan, di samping telah diatur dalam UU SRG, juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor 7/2/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Umum yang berlaku mulai tanggal 2 April Diaturnya tentang SRG dalam PBI 9/2007 merupakan dasar hukum bagi petani untuk dapat menjadikan Resi Gudang sebagai agunan kredit baru, selain tanah, rumah, dan aset lainnya. Petani dengan membawa dokumentasi Resi Gudang yang dimilikinya, dapat mengajukan permohonan kredit modal kerja kepada lembaga perbankan. Agunan Resi Gudang ini jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan agunan lain, sebab agunan Resi Gudang (misalnya gabah, beras, jagung) dapat langsung dijual dalam waktu singkat, sedangkan agunan berupa rumah/tanah butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lain dari agunan Resi Gudang adalah adanya aturan hukum yang lebih tegas tentang penjualan agunan macet atas kekuasaan kreditor (penerima hak jaminan) tanpa melalui fiat atau penetapan pengadilan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Parate Executie. Dasar hukum penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan utang atau agunan kredit juga tertera dalam Pasal 4 ayat (1) UU SRG yang menyatakan bahwa Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang. Adapun Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Dengan kata lain, Resi Gudang dapat digolongkan sebagai agunan pokok.

9 9 2. Perjanjian Jaminan Resi Gudang Perjanjian hak jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian pokok. Di samping itu, setiap Resi Gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU SRG). Penerima hak jaminan Resi Gudang harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai hak jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang. Pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang harus dibuat dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan di hadapan Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih melindungi dan memberikan kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap perselisihan yang muncul di kemudian hari. Perjanjian jaminan kebendaan pada umumnya selalu merupakan perbuatan memisahkan suatu bagian dari kekayaan seseorang yang bertujuan untuk menjaminkan dan menyediakan bagi pemenuhan kewajiban seorang debitur, perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang adalah merupakan perjanjian accessior (Pengikut) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang-piutang antara kreditur dan debitur atau perjanjian pinjam-meminjam uang. Apabila perjanjian pokok (Perjanjian hutang piutang) tersebut berakhir maka perjanjian accesoir (Perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang) tersebut demi hukum berakhir pula. Perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai karekteristik usaha yang khusus dan berbeda dengan kegiatan usaha yang lain, yaitu bekerja dengan sebagian besar modalnya bersumber dari dana masyarakat. Dalam rangka menjamin dan menjaga amanat masyarakat yang menyimpan dana di bank, perbankan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kreditnya (Prudential Banking Principle). Sebagai salah satu implementasi dari prinsip kehati - hatian bank dalam menyalurkan kredit maka dituangkan UU Perbankan. Terkait dengan jaminan utang tersebut dalam UU SRG telah mensyaratkan

10 10 bahwa Resi gudang dapat dijadikan agunan oleh nasabah debitur dalam mengajukan kredit ke perbankan tanpa adanya agunan tambahan, namun pada umumnya bank memiliki penilaian dan ketentuan yang berbeda dalam penyaluran kreditnya (Self Regulator Bankking Principle ). Pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam jangka waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan untuk menerima resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan dan kepercayaan dari pihak-pihak yang terkait dan infrastruktur yang ada dalam menjalankan sistem resi gudang ini sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit. Kalau dilihat dari segi jenisnya, maka kredit dengan jaminan sistem resi gudang adalah jenis kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (Unsecured Loan) yaitu pemberian kredit tanpa jaminan material (agunan Fisik) pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam praktik perbankan modern, pemberian kredit seperti ini sering dilakukan. 3. Resi Gudang Sebagai Jaminan yang Bersifat Kebendaan Pada dasarnya sistem resi gudang adalah satu bentuk jaminan yang bersifat kebendaan dimana jaminan ini berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri memiliki hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan dari siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dan dapat dialihkan. Resi gudang dapat dimasukan ke dalam jaminan kebendaan. Selain pemegang resi gudang dapat dimasukan ke dalam jaminan kebendaan, pemegang resi gudang juga memiliki hak atas barang yang disimpan di gudang yang dapat dibuktikan dengan resi gudang yang dibawanya dan juga dapat dialihkan pada

11 11 orang lain (Pasal 4 Ayat 1 UU SRG). Pengalihan resi gudang disesuaikan dengan bentuk resi gudang itu sendiri. Resi gudang atas nama dialihkan dengan cessie, sedangka resi gudang atas perintah dialihkan dengan cara endosemen. Berlakunya asas prioriteit pada jaminan kebendaan, juga dianut pula oleh jaminan resi gudang, bahkan UU SRG secara tegas mengatur dalam Pasal 12 Ayat 2 bahwa setiap resi gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan hutang saja, dan ini berarti bahwa dalam setiap resi gudang yang diterbitkan dan dijadikan jaminan utang hanya terdapat satu kreditur saja. Sedangkan untuk setiap resi gudang dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lain (Pasal 4 Ayat (2) UU SRG), sehingga untuk besar jumlah kredit yang diberikan sesuai dengan nilai jaminannya. Hal tersebut menjamin tidak akan terjadi permintaan pemenuhan hasil penjualan objek jaminan baik melalui lelang umum maupun penjualan langsung terhadap benda-benda jaminan lainnya. Hak jaminan atas resi gudang adalah jaminan yang diperjanjikan atau yang bersumber dari perjanjian karena adanya perjanjian khusus yang diadakan antara debitur dengan kreditur. Selain dikatakan jaminan yang bersumber dari perjanjian atau diperjanjikan, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan sebagai jaminan kebendaan karena yang dijadikan jaminan adalah resi gudang, yang merupakan dokumen bukti penyimpanan barang di gudang. Hak jaminan atas resi gudang telah disebutkan sebagai salah satu jaminan kebendaan, sehingga mempunyai keterkaitan dengan hukum benda. Dari segi fungsinya ini, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan (zekelijk zekerheidsrecht) karena hal ini dapat diketahui dari rumusan Pasal 1 angka 9 UU SRG yang menyatakan : "Hak jaminan atas resi gudang, yang selanjutnya disebut hak jaminan adalah hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditur yang lain" Dari Pasal 1 angka 9 ini, hak jaminan atas resi gudang adalah hak kebendaan

12 12 yang memberi jaminan yang pada dasarnya terjadi atas benda, berupa resi gudang milik debitor untuk pelunasan utangnya kepada kreditor, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari benda ini dengan mendahului kreditur - kreditur lain. Hak jaminan atas resi gudang adalah sebagai salah satu jaminan kebendaan, sehingga mempuyai keterkaitan dengan hukum benda. Hukum benda adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan benda - benda yang diatur dalam Pasal-pasal buku II KUHPerdata dan menimbulkan hak atas benda atau hak kebendaan. Maka untuk menganalisa kedudukan yuridis resi gudang sebagai jaminan kebendaan, maka digunakanlah teori hukum jaminan kebendaan. "Dalam hal-hal tertentu, yakni hubungan antara Pemegang Resi Gudang dan Kreditur didasari kepercayaan, Kreditur merasa tidak perlu lagi memegang hak jaminan dan melepaskan hak jaminan tersebut. Dalam hal ini, kreditur tidak lagi memegang hak jaminan dan Resi Gudang yang dijaminkan diserahkan kembali kepada Pemegang Resi Gudang". Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa apabila kreditor menyerahkan kembali resi gudang yang dibebani hak jaminan kepada debitor pemegang resi gudang, maka kreditur dapat dikatakan melepaskan hak jaminan dan hak jaminan menjadi hapus. Dari ketentuan ini dan penjelasan Pasal 12 ayat (2) UU SRG, dapat dinyatakan bahwa resi gudang sebagai jaminan (resi gudang yang dibebani hak jaminan) wajib diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditur. Apabila resi gudang tidak diserahkan kepada kreditur atau kreditur tidak menerimanya, maka hak jaminan menjadi hapus. Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai hak jaminan yang diatur dalam UU SRG. Dengan kata lain hak jaminan atas resi gudang bersifat memaksa baik dari segi pengalihannya maupun dari segi proses penjaminannya pada pihak kreditur. Dari beberapa uraian di atas yang membahas tentang hak jaminan atas resi

13 13 gudang merupakan jaminan kebendaan yang diatur dalam KUHPerdata, dan sesuai dengan asas-asas jaminan kebendaan. Berdasarkan asas- asas hak jaminan kebendaan itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hak jaminan atas resi gudang sebagaimana dimaksud dalam UU SRG adalah hak jaminan hanya dapat dibebankan pada resi gudang saja dan tidak dapat dibebankan pada benda - benda selain resi gudang. Resi gudang disini adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang yang dibebani hak jaminan wajib diserahkan pemegang resi gudang (Pemberi hak Jaminan atas resi gudang/debitur) kepada bank atau lembaga keuangan non bank (Penerima hak jaminan/kreditur). Barang yang disimpan di gudang sebagai dasar resi gudang tetap berada di bawah kekuasaan Pengelola Gudang. Bukti adanya hak jaminan adalah adanya perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta perjanjian hak jaminan. Untuk memperkuat kedudukan penerima hak jaminan atas resi gudang, maka penerima hak jaminan atas resi gudang diwajibkan memberitahukan adanya perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta perjanjian hak jaminan kepada Pengelola Gudang dan Pusat Registrasi. Hapusnya hak jaminan disebabkan oleh dua hal, yaitu hapusnya hutang pokok yang dijamin dengan hak jaminan dan pelepasan hak jaminan.atas resi gudang oleh penerima hak jaminan atas resi gudang (kreditur). Eksekusi hak jaminan dilakukan dengan cara menjual resi gudang atas kekuasaan penerima hak jaminan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung setelah adanya pemberitahuan tertulis dari penerima hak jaminan atas resi gudang (kreditur ) kepada pemberi hak jaminan atas resi gudang (debitur). 4. Realisasi Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit dalam Perbankan Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang (Pasal 1 Angka UU SRG). Sedangkan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang Pasal 1

14 14 Angka 2 UU SRG. Peraturan Pelaksananya masih mengacu pada peraturan pelaksanaan dari UU SRG (sebelum perubahan) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 yang telah disahkan pada tanggal 22 Juni 2007 serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang yang dapat disimpan di dudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Selain itu Bank Indonesia ( BI ) juga mengakui resi gudang sebagai sal ah satu jaminan untuk mendapatkan kredit, hal ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia ( PBI ) No 9/6/PBI/-2007, perubahan atas PBI No 7/2/2005 Tentang Penilai Kualitas Aktiva Umum yang berlaku sejak 2 April Karena perkembangan dalam dunia usaha dan perdagangan, barang -barang yang disimpan tidak hanya barang komoditas pertanian saja. Warehouse receipt ini sudah lama dijalankan oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (untuk komoditas kapas, gandum, kedelai, kacang tanah), Kanada (untuk biji - bijian), Inggris (untuk timah), Uni Emirat Arab (emas, BBM), Afrika Selatan (jagung, gandum), Tanzania (kopi, kapas), Brazil (barang -barang pertanian dan peternakan), India (kapas, kedelai, kopi), dan Filipina (gabah, jagung, kopi), dan lain-lain. Resi gudang tersebut merupakan surat berharga yang dapat dijadikan agunan kredit pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainnya, dalam menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit maka tidak perlu lagi adanya agunan tambahan dalam hal pengajuan kredit pada lembaga perbankan, hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal ayat (2) UU SRG. Sebagai suatu jaminan kredit resi gudang memberikan jaminan kepada kreditur atas tersedianya komoditi dengan kualitas tertentu tanpa melakukan pengujian atau pembuktian secara fisik, karena dalam resi gudang yang diterbitkan oleh pengelola resi gudang, telah dimuat tentang deskripsi barang, termasuk nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan kedalam gudang. Selain itu, atas barang atau komoditi akan dikeluarkan sertifikat yang memuat antara lain jenis dan jumlah barang, metode pengujian mum barang dan tingkat mutu dan kelas barang, serta jangka waktu mutu barang.

15 15 Oleh karena itu kreditur dapat mengetahui kondisi barang yang terdapat digudang tanpa harus melakukan pengujian atau pembuktian terhadap barang - barang yang disimpan dalam gudang oleh pengelola gudang. Demikian juga dengan resi gudang, resi gudang setiap saat dapat dijadikan uang. Resi gudang diatur dalam UU SRG sebagai dokumen penyerahan barang dapat dialihkan kepada pihak lain yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 8 UU SRG, selain itu resi gudang dan Derivatif Resi Gudang dapat dijualbelikan di pasar bursa, misalnya Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau diluar bursa (Pasal 9 UU SRG). Dalam hal pengikatan, resi gudang lebih baik sebagai lembaga jaminan baru. Selain prosedurnya sederhana, biaya murah dan waktunya cepat, eksekusinya pun lebih mudah dilakukan walaupun masih ada kelemahannya. Adanya resi gudang dalam kekuasaan kreditur selain memberikan kepastian hukum kepada kreditur terhadap pelunasan kreditnya, tetapi juga bermanfaat mempermudah eksekusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa resi gudang memiliki nilai ekonomis dan yuridis. Dalam hal resi gudang sebagai jaminan kredit, nilai yang dijaminkan adalah nilai yang terdapat dalam sertifikat resi gudang baik atas perintah maupun atas nama apabila berbentuk warkat dan nilai yang tercatat secara elektronik apabila berbentuk tanpa warkat (scripless). Seiring dengan itu maka secara tidak langsung resi gudang dapat diikutsertakan ke dalam jaminan kredit perbankan dengan kriteria senilai pinjaman yang diberikan kreditur kepada debitur dengan jaminan resi gudang yang akan dijaminkan. Penilaian terhadap resi gudang (verifikasi) dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian sebagai lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personel terpenuhi. Untuk kemudian dikeluarkannya sertifikat resi gudang. berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa resi gudang sebagai jaminan kredit pada lembaga perbankan adalah bahwa resi gudang sebagai jaminan

16 16 kebendaan yang mana objek jaminannya adalah barang - barang komoditas yang disimpan di gudang oleh Lembaga Pengelola Gudang dalam hal prosedur penerbitan resi gudang. Resi gudang adalah dokumen kepemilikan atas barang - barang komoditas yang disimpan digudang dan dikelola oleh pihak Pengelola Gudang tersebut yang dijadikan jaminan pada perbankan dalam hal untuk memperoleh kredit. Resi gudang secara yuridis dapat dijadikan jaminan yang layak dan memadai untuk memperoleh kredit tanpa adanya agunan tambahan, hal ini telah diatur dalam UU SRG yaitu pada Pasal 4 ayat (1) dan (2). Disamping itu resi gudang dalam hal kedudukan hukumnya sebagai jaminan adalah merupakan jaminan yang baik dari segi aspek yuridis dan ekonomis serta memberikan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur, dan yang paling penting adalah bahwa lembaga hak jaminan atas resi gudang adalah sebuah lembaga jaminan baru yang berdiri sendiri dan berbeda dari lembaga - lembaga jaminan lainnya yang sudah pernah ada seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, dan hipotik. Sehingga kebijakan sistem resi gudang dapat dikatakan secara idealnya adalah dapat memberikan perlindungan hukum terhadap petani dari kemerosotan harga gabah saat panen tiba. B. Penerapan Kebijakan Sistem Resi Gudang Untuk Menunjang Kesejahteraan Petani Lahan Basah di Kabupaten Barito Kuala Dalam penerapan SRG tidak semua bank mau menerima sertifikat resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan. Alasan utama bank dalam menolak resi gudang sebagai jaminan kredit adalah karena ketidak percayaan pihak perbankan terhadap kualitas dan kuantitas barang yang disimpan di pengelola gudang atas dasar diterbitkannya resi gudang, dan pihak perbankan dalam menyikapi objek jaminan untuk pemberian kredit lebih memilih "fixed asset" atau aset tetap dan nyata dan memiliki daya jual yang tinggi seperti tanah, rumah dan kendaraan. Dalam UU SRG yang mengamanatkan bahwa cukup dengan resi gudang saja tanpa

17 17 adanya agunan tambahan, maka resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit pada lembaga keuangan manapun Pasal Ayat (2) UU SRG. Hal ini tentu saja semakin menambah kekhawatiran pihak perbankan atas kerugian yang dialaminya jika menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan karena tidak disertai dengan agunan tambahan seperti diamanatkan dalam Pasal 1 angka (23) Undang - Undang Perbankan. Disamping itu pula ada hal yang membuat bank tidak terlalu berani menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit, karena tingkat resiko kerugian yang tinggi dan tidak adanya pihak penjamin yang dapat diikut sertakan apabila debitur atau pemberi hak jaminan ingkar janji atau wanprestasi di samping itu pula bank berkilah dalam hal eksekusi resi gudang jika terjadi wanprestasi dari debitur sangatlah sulit karena tidak mengetahui secara jelas tentang penjualan barang komoditi yang menjadi objek jaminan resi gudang di pasar lelang ataupun melalui penjualan langsung. Dalam UU SRG setelah diperbaharui ada satu bab tambahan yang menyebutkan adanya Lembaga Jaminan Resi Gudang (Bab IVA UU SRG Nomor 9 Tahun 2011). Lembaga ini berfungsi sebagai penerima hak jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau kebangkrutan pengelola gudang dalam menjalankan kewajibannya dan memelihara stabilitas dan integritas Sistem ResiGudang sesuai dengan kewenangannya (Pasal 37D UU SRG). Namun dalam kenyataan di masyarakat, bank sangat jarang menerapkan resi gudang sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit yang mana hal ini sudah diatur dalam UU SRG, hal ini karena masing-masing bank mempunyai kebijakan yang berbeda dalam penilaian pemberian kredit. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kenapa pihak perbankan menolak resi gudang sebagai jaminan kredit pada perbankan, antara lain adalah: 1. Penerapan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian bank); Prinsip ini mutlak dilakukan oleh bank kepada setiap permohonan kredit yang diajukan calon debitur seperti yang diamanatkan dalam Pasal 8 Undang - Undang Perbankan, salah satunya adalah mensyaratkan 5 C dan disertai agunan tambahan, sedangkan resi; gudang dalam UU SRG menghendaki cukup dengan

18 18 resi gudang saja maka hal itu sudah dapat dijadikan jaminan kredit. 7 Meskipun begitu, atas barang atau komoditi akan dikeluarkan sertifikat yang memuat antara lain jenis dan jumlah barang, metode pengujian mutu barang dan tingkat mutu dan kelas barang, serta jangka waktu mutu barang. Oleh karena itu kreditur dapat mengetahui kondisi barang yang terdapat di gudang tanpa harus melakukan pengujian atau pembuktian terhadap barang tersebut. Namun pihak lembaga perbankan tetap saja khawatir menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit, hal ini tentu saja tidak lepas dari peranan lembaga perbankan selain sebagai lembaga intermediasi juga berperan sebagai perusahaan yang mengedepankan provite oriented untuk menunjang kelangsungan hidup bank itu sendiri. Bukankah pada dasamya fungsi daripada kredit adalah untuk mendorong bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola risiko kredit; 2. Penerapan self regulating banking principle (prinsip bank membuat ketentuan sendiri) dalam hal membuat penawaran pemberian kredit, sehingga hal ini menjadikan bank diposisi yang mempunyai power dan prinsip ini dilindungi oleh ketentuan tentang peraturan perundang-undangan mengenai perbankan. Pihak bank lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap serta kalau bisa nilainya bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan sebagai objek jaminan karena akan memberikan keuntungan bagi pihak perbankan jika debitur wanprestasi, 7 Muhammad Djumhana, op.cit. hlm. 477.

19 19 yaitu melalui eksekusi langsung berupa lelang dan penjualan; 3. Resi gudang bukanlah fixed asset dan sifat objek jaminannya juga tidak dapat bertahan lama karena berupa barang - barang komoditi, dan dalam hal eksekusinya baik perupa penjualan langsung atau penjualan melalui pelelangan umum bank tidak terlalu menguasai dalam hal tersebut, sehingga tingkat kerugian yang akan dialami oleh pihak bank diperkirakan akan besar; 4. Bank akan menerima resi gudang sebagai jaminan resi gudang apabila ada pihak ketiga yang bertindak sebagai penjamin utang - utang debitur atau pemberi hak jaminan atas resi gudang bila terjadi wanprestasi, hal ini biasanya dituangkan. dalam bentuk Colateral Management Agrement (perjanjian colateral) yang dilakukan oleh para pihak yang terkait dalam hal ini adalah, pihak pemilik barang atau debitur pemberi hak jaminan atas resi gudang dan pihak perbankan dan pihak penjamin yang mungkin dapat bertindak sebagai pengelola gudang. Tapi pada kenyataannya justru bank asing lebih banyak meminati penggunaan resi gudang sebagai jaminan kredit ketimbang lokal termasuk bank BUMN padahal payung hukumnya sudah jelas - jelas ada yaitu dengan diterbitkannya UU SRG, hal ini karena bank asing lebih memiliki pengalaman menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit, sementara bank lokal masih berpegang pada asset tetap (fixed asset), sampai tahun 2008 ada 13 bank yang menandatangani perjanjian manajemen jaminan (colateral management agrement) tetapi yang paling banyak berjalan hanya bank asing. Padahal dalam kerjasama itu terlibat juga empat bank BUMN yakni, BNI, BR1, Mandiri, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI). Tetapi yang lebih banyak berjalan ternyata hanya dari HSBC, Standard Chartered Bank, DBS, dan Rabo Bank. 8 Saat ini ada beberapa bank yang juga mau menerima kredit dengan jaminan resi gudang yaitu BJB dan Bank Kalsel. Pada dasarnya bila resi gudang dapat diterapkan secara efektif dalam pemberian kredit maka harus disesuaikan dengan keadaan kualitas dan daya tahan mutu barang yang disimpan dalam gudang tersebut, dalam sistem resi gudang lebih diutamakan kredit jangka pendek, mengingat dalam sistem pemberian kredit ini lebih mengedepankan 8 Majalah Berita Bulanan Notaris " RENVOI " Nomor juni 2008.hlm. 25.

20 20 kaum petani dalam mendapatkan kreditnya guna membiayai usahanya yang relatif memerlukah jangka waktu yang pendek. Dan juga pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam jangka waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan untuk menerima resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan dan kepercayaan dari pihak pihak yang terkait dan insfrastruktur yang ada dalam menjalankan sistem resi gudang ini sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit. 9 Prinsip ini juga sangat membuat posisi nasabah debitur yang memohon pemberian kredit pada lembaga perbankan tidak memiliki posisi tawar sendiri dalam transaksi ini. Sehingga pihak yang perlu dalam pemberian kredit ini dalam hal ini adalah nasabah debitur mau tidak mau, atau suka tidak suka harus mengikuti semua ketentuan yang dibuat oleh lembaga perbankan dalam hal persyaratan untuk pencairan kredit tersebut. Sehingga ada istilah Take it or Let it (Ambil atau tinggalkan sama sekali ) dari ketentuan yang dibuat oleh bank tersebut, dengan segala persyaratan dan ketentuan yang dituangkan dalam pasal-pasal perjanjian kredit yang bersifat baku dan lebih mengedepankan asas eksonerasi dalam pemberian kredit tersebut telah memposisikan bank sebagai pihak yang kuat dan menentukan segalanya, termasuk dalam hal persyaratan jaminan kredit yang lebih aman bagi bank atau dengan menggunakan agunan tambahan untuk menjamin keamanan resiko yang diterima oleh bank (Persyaratan Kredit dengan jaminan atau agunan tambahan lebih banyak dipilih oleh bank dalam pemberian kredit kepada nasabah debitur yang memohon pemberian kredit). Berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan oleh pihak perbankan dalam pemberian kredit, maka jelaslah bahwa akan lebih berat bagi para debitur dari kalangan ekonomi menengah kebawah untuk mendapat fasilitas kredit. Dalam hasil penelitian dilapangan, meskipun tujuan Sistem Resi Gudang untuk Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun

21 21 kesejahteraan petani, namum dalam praktiknya, khususnya di Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan, kebijakan pemerintah tersebut masih mengalami kendala dalam pelaksanaanya, diantaranya: 1. Kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai keberadaan resi gudang di daerah di Kabupaten Barito Kuala sehingga berpengaruh terhadap volume gabah yang ditampung di dalam gudang; 2. Banyaknya tengkulak yang memanfaatkan resi gudang, sehingga tujuan resi gudang tidak tepat sasaran; 3. Tingginya persentase bunga yang mencapai 12% pertahun di tahun kedua (pemerintah hanya memberi subsidi pada tahun pertama yaitu petani hanya dibebankan bunga 6% pertahun); 4. Besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh petani lebih besar dari keuntungannya. Misalnya biaya pengangkutan sungai dan darat disebabkan kondisi geografis di Kabupaten Barito Kuala tidak bisa dilalui hanya menggunakan angkutan darat. PENUTUP Kesimpulan 1. Secara yuridis resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tetapi masih terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena jaminan resi gudang untuk beberapa perbankan belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga perbankan itu, meskipun resi gudang telah diatur dalam UU SRG yang menyatakan bahwa resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tanpa adanya jaminan tambahan. Dalam Penerapan self regulating banking principle dalam hal membuat penawaran pemberian kredit, objek yang dijadikan jaminan tentunya memenuhi kriteria-kriteria yang dapat dilihat dari sudut kepentingan kreditur maupun debitur baik dari aspek ekonomis maupun aspek yuridisnya. 2. Kebijakan pemerintah tentang SRG untuk memberikan kesejahteraan bagi petani, khususnya di Kabupaten Barito Kuala masih mengalami kendala dalam pelaksanaanya, antara lain masi kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai

22 22 keberadaan resi gudang di daerah di Kabupaten Barito Kuala, banyaknya tengkulak yang memanfaatkan resi gudang, tingginya persentase bunga yang mencapai 12% pertahun di tahun kedua, besarnya biaya operasional pengangkutan dari tempat petani untuk menuju gudang. Saran 1. Adanya kekhawatiran perbankan terhadap berkurangnya nilai aset dalam penerapan Resi Gudang sebagai jaminan, hal ini terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, dan sebagai perusahaan yang mengedepankan provite oriented. Perbankan lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap serta kalau bisa nilainya bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan, untuk itu perlu adanya intervensi dari Pemerintah yang memberikan rasa aman bagi perbankan dalam pemberian kredit yang menggunakan jaminan resi gudang. 2. Penerapan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala, seyogianya adanya kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah dari Pemerintah Kabupaten Barito Kuala untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai kendala dalam praktik pelaksanaan Sistem Resi Gudang, sehingga tujuan Sistem Resi Gudang untuk kesejahteraan petani dapat terwujud.

23 23 DAFTAR PUSTAKA BPTPH VII (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah VIII), 2011, Laporan Bulanan Balai Proteksi Tanaman Pangan VIII, Banjarbaru, hlm. 45 Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun Hariyani, Iswi, dan Serfianto.D.P., Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, Majalah Berita Bulanan Notaris " RENVOI " Nomor juni Saputro, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Satrio, J., Hukum jaminan hak jaminan kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, 1995, PT. Citra Adutya bakti. diakses tanggal 3 Maret 2012 jam WiB.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG I. UMUM satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

Sistem Resi Gudang Bagi Petani Sistem Resi Gudang Bagi Petani BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Sudah tahukah anda apa itu SRG? Perdagangan sebagai sektor penggerak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Kejadian seperti ini sering

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 3, No 1 Januari 2018 PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Mohammad Sigit Gunawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 84 BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 4.1. PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG Pertama kalinya gudang untuk sistem resi gudang dibangun di Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang dan telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan dalam perjanjian kredit secara umum dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan dan pernyataan kesanggupan seseorang atau badan untuk menanggung pembayaran kembali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

Ronny Kusnandar ISSN Nomor

Ronny Kusnandar ISSN Nomor TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK PERKREDITAN RAKYAT ( BPR) BERKAITAN DENGAN JAMINAN Oleh: Ronny Kusnandar, SH, SpN Dosen tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Kredit merupakan salah satu program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh : AGUSRA RAHMAT BP. 07.940.030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian masyarakat. Tatanan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan

Lebih terperinci

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016 Analisa Sistem Resi Gudang 1. Hardani, 146010100111009 (1) 2. Muhammad Najih Vargholy, 156010100111029 (5) Beberapa Pengertian Menurut Pasal 1 UU Sistem Resi Gudang yang dimaksud dengan: 1. Sistem Resi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PEMBEBANAN HAK JAMINAN RESI GUDANG MENURUT UU No. 9 TAHUN 2006 jo UU No. 9 TAHUN 2011 1 Oleh : Yurichty Poppy Suhantri 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pembebanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Memberdayakan Bangsa BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang

BAB I PENDAHULUAN. penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya iklim kompetisi perbankan di Indonesia, khususnya dalam penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang feasible dan bankable,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan landasan utama yang menopang kehidupan dari suatu negara. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci